Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi informasi dalam dekade akhir ini telah mengubah


tatanan kehidupan masyarakat yang mengarah dan bertumpu pada pemanfaatan
teknologi. Teknologi telah mengubah perilaku dan pola hidup masyarakat secara
global. Perkembangan teknologi informasi telah pula menyebabkan dunia menjadi
tanpa batas serta menyebabkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi dalam
masyarakat. Salah satunya adalah perubahan terkait peran dalam sistem
pembayaran.1

Pembayaran menjadi suatu kompenen penting dalam setiap kegiatan


transaksi perdagangan barang dan jasa. Namun semakin pesatnya perkembangan
teknologi saat ini serta makin besarnya nilai transaksi dan risiko mendorong
masyarakat untuk menginginkan adanya sistem pembayaran yang aman dan lancar.
Sistem pembayaran yang aman dan lancar selain diperlukan untuk memfasilitasi
perpindahan dana secara efisien, aman, cepat, juga sangat diperlukan dalam dunia
pasar modal yang menuntut ketepatan, keamanan dalam penyelesaian setiap
transaksinya.2

Sebagai contoh, pesatnya perkembangan teknologi dan keinginan untuk


memberikan nilai tambah pada nasabah membuat bergesernya sistem pelayanan di
bank. Bank dalam melakukan kegiatan usaha atau memberikan layanan kepada
nasabah, telah berevolusi dari model konvensional face to face dan didasarkan pada
paper document ke model layanan dengan non face to face dan digital.
9Perkembangan sistem pembayaran yang berbasis elektronik telah memberikan
dampak munculnya berbagai inovasi baru dalam sistem pembayaran yang
diharapkan dapat memberikan kemudahan, fleksibilitas, efesiensi, dan
kesederhanaan dalam melakukan transaksi. Oleh karena itu, Bank Indonesia

1
Ahmad M Ramli, Menuju kepastian hukum: informasi dan elektronik, (Departemen komunikasi dan
informatika Republik Indonesia,2007), hlm.1.
2
Sri Mulyati Tri Subari dan Ascaraya, Kebijakan Sistem Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan,Bank Indonesia, 2003), hlm.1

1
mengadaptasikan suatu alat pembayaran yang dapat mengakomodasikan aspek-
aspek tersebut, yang dikenal dengan uang elektronik. 3

Uang elektronik pada prinsipnya merupakan uang tunai tanpa fisik, berasal
dari uang tunai yang disetor, yang dikonversi penuh (full convertible) secara
elektronik dalam media elektronik tertentu, seperti server atau chip, yang
dipergunakan sebagai alat pembayaran nontunai. Nilai uang tunai yang disetorkan
tersebut, kemudian dikonversi secara elektronik untuk disimpan dalam kartu uang
elektronik.

Salah satu fungsi penggunaan e-money saat ini digunakan pada pelayanan
jasa jalan tol, sehingga tidak perlu antri hingga memakan banyak waktu, tidak perlu
membawa uang tunai secara berlebihan, proses pembayaran cepat dan praktis,
tidak perlu menunggu uang kembalian dalam bertransaksi. Hal ini membuat para
pengguna jalan tol diwajibkan untuk menggunakan e-money dalam bertransaksi
pada jasa tol untuk memudahkan dan mempercepat proses penggunaan jasa jalan
tol.

Penggunaan uang elektronik (e-money) di tol dinilai melanggar delapan


peraturan. Pemerintah pun dinilai terlalu terburu-buru tanpa mempertimbangkan
kepentingan masyarakat. Ketua Umum Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia
(HLKI) Firman Turmantara mengatakan, setidaknya ada delapan peraturan yang
dilanggar pemerintah dari sisi perlindungan konsumen atas diberlakukannya
pembayaran nontunai di jalan tol. Pemerintah terlalu cepat melakukan program
nontunai di tol tanpa memperbaiki terlebih dulu aturan yang ada. Kami melihat
setidaknya ada delapan aturan yang dilanggar untuk program ini," jelas Firman
dalam Seminar Implementasi Era Non Tunai bagi Masyarakat dan Pelaku Usaha.

Dari sisi perlindungan konsumen, pembayaran nontunai di tol melanggar UU


Perlindungan Konsumen. Di mana, pemerintah mengabaikan hak untuk memilih.
Semestinya, operator juga membuka satu pintu untuk pembayaran tunai, sehingga
konsumen bisa memilih. 4

3
Perry Warjiyo dan Solikin M.Juhro, Kebijakan Bank Sentral Teori dan Praktik, (PT.Rajagrafindo
Persada, 2016, hlm.51.
4
https://ekbis.sindonews.com/read/1259061/34/pembayaran-nontunai-di-tol-dinilai-langgar-
delapan-aturan-1511176986 Dikases Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

2
Semakin kompleksnya permasalahan menyangkut penggunaan e-money
dalam transaksi pembayaran menggunakan media elektronik, maka dari itu seorang
pengguna e-money sudah selayaknya dilindungi secara hukum dengan regulasi.
Selain itu, juga diperlukan kemampuan dari aparat penegak hukum, kesadaran
hukum masyarakaat, dan prasarana-prasarana yang mendukung penegak hukum di
bidang teknologi informasi.

Konsumen pemegang uang elektronik dapat dirugikan baik secara materil


maupun imateril apabila dalam praktiknya tidak mengindahkan hakhak konsumen
terutama hak kenyamanan ketika mengajukan klaim ganti rugi. Penggunaan alat
pembayaran elektronik seperti uang elektronik perlu memperhatikan hal mendasar
yaitu teknologi merupakan hasil temuan manusia yang akan mempunyai kelemahan-
kelemahan dalam sistem teknisnya dan juga mempunyai ketidakpastian dalam segi
jaminan perlindungan hukum terhadap konsumen.

B. Identifikasi Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan hukum penggunaan Electronic money sebagai
alat pembayaran?
2. Apakah kebijakan kewajiban penggunaan Elektronic money untuk layanan
jalan tol bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan konsumen?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan hukum penggunaan
Electronic money sebagai alat pembayaran
2. Untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan kewajiban penggunaan
Elektronic money untuk layanan jalan tol bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Pembayaran

Istilah pembayaran lazim diartikan sebagai perpindahan nilai antara dua belah
pihak. Secara sederhana, kedua belah pihak dimaksud adalah pihak pembeli dan
pihak penjual. Pada saat bersamaan terjadi perpindahan barang dan jasa. Dengan
pengertian ini, maka dalam setiap kegiatan ekonomi, dimana terjadi perpindahan
barang atau jasa, pasti melibatkan apa yang disebut dengan proses pembayaran. 5

Ada beberapa contoh pembayaran yang dapat dilihat dalam kehidupan


masyarakat sehari-hari, menyimpan uang di bank, mengirim uang, membayar
telepon, listrik dan banyak lagi. Banyaknya bentuk-bentuk dan contoh-contoh
pembayaran dalaam masyarakat mengakibatkan diperlukannya pengaturan dalam
pembayaran. Tanpa pengaturan dalam pembayaran, transaksi ekonomi tidak akan
terjadi dengan baik. Transaksi yang kita lakukan sehari-hari berkaitan erat dengan
keterkaitan komponen dalam sebuah sistem yang mengatur, yang dikenal dengan
sistem pembayaran.

B. Jenis-Jenis Pembayaran Non Tunai

Dari empat generasi dalam perkembangan pembayaran, mulai dari full-


bodied money, fiat money, checking accounts (rekening giro), hingga ke transaksi
elektronik, tampak bahwa ada pergeseran dari transaksi tunai ke nontunai. Meski
fiat money masih digunakan dan di sisi lain electronic money berkembang dengan
pesat, ada yang bergeser dalam pola transaksi. Pergeseran itu terjadi dalam hal
komposisi penggunaan tunai dibanding nontunai yang mulai bergeser ke arah
nontunai.

Instrumen pembayaran tunai maupun nontunai dewasa ini telah berkembang


dengan cepat, terutama penggunaan instrumen pembayaran nontunai. Di Indonesia,
instrumen pembayaran nontunai disediakan terutama oleh sistem perbankan.
5
Aulia Pohan, Sistem Pembayaran, Rajawali Pers, Jakarta, 2011, Hlm 70

4
Instrumen yang disediakan terdiri dari instrumen yang berbasis warkat, seperti cek,
bilyet giro, nota debet, dan nota kredit, serta instrumen yang berbasis bukan warkat,
seperti kartu ATM, kartu debet, dan kartu kredit. Penggunaan alat pembayaran
nontunai yang berbasis bukan warkat dimasyarakat semakin meningkat. Hal itu
disebabkan antara lain oleh semakin banyaknya inovasi dalam menciptakan
instrumen yang dilakukan oleh perbankan untuk memenuhi kebutuhan konsumen.

Sejak pertama terbit pada April 2007, uang elektronik tidak hanya diterbitkan
dalam bentuk chip yang tertanam pada kartu atau media lainnya (chip based),
namun juga diterbitkan dalam media lain yaitu suatu media yang saat digunakan
untuk bertransaksi akan terkoneksi lebih dulu dengen server penerbit (server based).
Begitu pula dari sisi penggunaannya, hampir seluruh uang elektronik yang
diterbitkan tidak lagi bersifat single purpose namun sudah multi purpose sehingga
dapat diterima di berbagai merchant yang berbeda. 6

BAB III

6
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5776/140200236.pdf?
sequence=1&isAllowed=yDiakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

5
PEMBAHASAN

A. Pengaturan hukum penggunaan Electronic money sebagai alat pembayaran

E-money sebagai salah satu alat pembayaran nontunai sudah memiliki peran
yang sangat penting bagi sebagian masyarakat, kecepatan, kemudahan dan ketepatan
dalam bertransaksi menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk menggunakan
produk ini, sehingga dari tahun ke tahun pengguna kartu e-money semakin bertambah.
Namun disisi lain penggunaan kartu e-money juga memiliki berbagai potensi resiko
keamanan. Potensi resiko yang bisa terjadi dalam pembayaran/melakukan transaksi
dengan kartu e-money adalah seperti pencurian kartu, pemalsuan, dan duplikasi kartu.
Sehingga untuk mengurangi resiko terjadinya penyalagunaan tersebut, diperlukan
perhatian dari penyelenggara e-money dan harus mewujudkan kepastian hukum yang
kuat, serta transparan dan mampu menjamin perlindungan terhadap para pemegang
kartu e-money.

Pihak-pihak yang menerbitkan e-money harus mengutamakan prinsip


perlindungan bagi nasabah dalam penyelenggaraan kegiatannya dengan
menyampaikan informasi yang jelas, dan secara tertulis kepada pemegang kartu.
Kewajiban penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap pemegang kartu
emoney didasarkan bahwa penyenggara dan pemegang kartu kedudukannya tidak
sejajar dan bahwa kepentingan pemegang kartu e-money sangat rentan terhadap
tujuan penyelenggara yang memiliki pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki
oleh pemegang kartu..

Wujud dari perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan


hukum. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan hukum adalah
faktor hukumnya sendiri, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan
hukum, faktor masyarakat yakni dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.
Bank merupakan bagian dari pelaku usaha sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 1 angka 1 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keuangan, OJK juga memberikan tata cara bagaimana
penyelesaian sengketa apabila terjadi perselisihan antara pelaku usaha jasa

6
keuangan dengan konsumen jasa keuangan. Dalam peraturan ini juga dijelaskan
bahwa OJK.

B. Kebijakan kewajiban penggunaan Elektronic money untuk layanan jalan tol


bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan konsumen

Perihal penggunaan e-money untuk jasa tol dalam perspektif perlindungan


konsumen memberikan arti tentang perlindungan hukum bagi konsumen pemegang
kartu e-money dalam penggunaan jasa tol. Pada keadaan ini biasanya yang muncul
adalah kartu e-money tersebut mengalami kerusakan pada kartu chipnya sehingga
tidak dapat dipakai. Kewajiban pelaku usaha didalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen adalah untuk menjamin kualitas produk yang dijual atau ditwarkannya
sesuai dengan fungsi dan tujuan kegunaannya agar tidak merugikan konsumen dalam
pemanfaatan barang dan/jasa yang dibelinya. Jika di dalam praktik tidak ada peraturan
yang dapat dirujuk khususnya tentang standar kualitas chip pada kartu e-money maka
yang terjadi seperti pada faktanya kualitas chip menjadi tidak terukur.

Dengan hak-hak tersebut jelas dapat merugikan konsumen, karena


konsumen tidak mempunyai peraturan yang cukup tentang apa dan bagaimana
kualitas chip pada kartu e-money yang semestinya. Suatu hal yang perlu dipahami
bahwa kerusakan chip bukan semata-mata karena buruknya kualitas chip melainkan
kesalahan perlakuan kartu e-money oleh pemegang uang elektronik. Rusaknya chip
dapat dikarenakan konsumen tidak hati-hati dalam menyimpan uang elektronik,
seharusnya chip tidak boleh didekatkan dengan benda-benda yang mengandung
magnet, digesekgesekan pada benda-benda lain dan tidak boleh didekatkan dengan
benda elektronik.

Apabila hal ini benar, seharusnya pihak penerbit pada saat menawarkan kartu
e-money menyertakan informasi yang lengkap, jelas benar dan jujur tentang cara
penggunaan dan penyimpanan kartu e-money yang benar. Undang-Undang
Perlindungan Konsumen mengatur bahwa pelaku usaha berkewajiban memberikan
informasi yang benar jelas dan jujur mengenai produk yang dijual atau ditawarkannya
hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 7 (b) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

7
Apabila kewajiban tentang pemberian informasi yang terdapat pada Pasal 7
(b) Undang-Undang Perlindungan Konsumen tidak dilakukan dengan baik kepada
konsumen, maka bisa jadi konsumen memperlakukan produk dengan salah dan
menyebabkan kerugian seperti yang terjadi dalam praktik e-money yang rusak tidak
dapat digunakan untuk melakukan transaksi sebagaimana fungsi dan tujuan
pengunaanya. Produk yang tidak sesuai dengan harapan penggunaanya disebut
ebagai produk cacat.7

7
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5776/140200236.pdf?
sequence=1&isAllowed=yDiakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

8
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pihak-pihak yang menerbitkan e-money harus mengutamakan prinsip


perlindungan bagi nasabah dalam penyelenggaraan kegiatannya dengan
menyampaikan informasi yang jelas, dan secara tertulis kepada pemegang
kartu. Kewajiban penyelenggara sistem pembayaran elektronik terhadap
pemegang kartu emoney didasarkan bahwa penyenggara dan pemegang
kartu kedudukannya tidak sejajar dan bahwa kepentingan pemegang kartu e-
money sangat rentan terhadap tujuan penyelenggara yang memiliki
pengetahuan dan keahlian yang tidak dimiliki oleh pemegang kartu..Wujud
dari perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan
hukum. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan hukum
adalah faktor hukumnya sendiri, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung
penegakan hukum, faktor masyarakat yakni dimana hukum tersebut berlaku
dan diterapkan. Bank merupakan bagian dari pelaku usaha sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 1 angka 1 Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013
tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, OJK juga
memberikan tata cara bagaimana penyelesaian sengketa apabila terjadi
perselisihan antara pelaku usaha jasa keuangan dengan konsumen jasa
keuangan. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa OJK.
2. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa kerusakan chip bukan semata-mata
karena buruknya kualitas chip melainkan kesalahan perlakuan kartu e-money
oleh pemegang uang elektronik. Rusaknya chip dapat dikarenakan konsumen
tidak hati-hati dalam menyimpan uang elektronik, seharusnya chip tidak boleh
didekatkan dengan benda-benda yang mengandung magnet, digesekgesekan
pada benda-benda lain dan tidak boleh didekatkan dengan benda
elektronik.Apabila hal ini benar, seharusnya pihak penerbit pada saat
menawarkan kartu e-money menyertakan informasi yang lengkap, jelas benar
dan jujur tentang cara penggunaan dan penyimpanan kartu e-money yang
benar. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur bahwa pelaku
usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar jelas dan jujur

9
mengenai produk yang dijual atau ditawarkannya hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 7 (b) Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ahmad M Ramli, Menuju kepastian hukum: informasi dan elektronik, (Departemen


komunikasi dan informatika Republik Indonesia,2007

Aulia Pohan, Sistem Pembayaran, Rajawali Pers, Jakarta, 2011

Perry Warjiyo dan Solikin M.Juhro, Kebijakan Bank Sentral Teori dan Praktik,
(PT.Rajagrafindo Persada, 2016,

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5776/140200236.pdf?
sequence=1&isAllowed=yDiakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

Internet

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5776/140200236.pdf?
sequence=1&isAllowed=y Diakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/5776/140200236.pdf?
sequence=1&isAllowed=y Diakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

https://ekbis.sindonews.com/read/1259061/34/pembayaran-nontunai-di-tol-dinilai-
langgar-delapan-aturan-1511176986 Diakses Pada Hari Jumat 25 Oktober 2019

11

Anda mungkin juga menyukai