PELATIHAN
AHLI K3 KONSTRUKSI
Ancaman bahaya fisik maupun psikhis terhadap pekerja tergolong besar dalam setiap
proyek konstruksi. Jenis-jenis bahaya yang dapat terjadi sangat bervariasi sejak dari
kebisingan, radiasi, perubahan temperatur secara ekstrim, getaran dan tekanan udara luar
(barometric pressure). Pekerjaan konstruksi seringkali harus berlangsung di udara terbuka
dengan angin kencang, hujan disertai petir atau berkabut di malam hari. Kemajuan
mekanisasi berbacam-macam peralatan ternyata juga diiringi peningkatan intensitas dan
frekuensi kebisingan serta bahaya yang lebih vatal. Semua adalah situasi yang
mengancam kemanan dan kenyamanan dalam bekerja bagi pekerja konstruksi.
Usaha mengurangi resiko kecelakaan kerja tersebut antara lain dengan menyiapkan alat
pelindung diri (APD), yang merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan untuk
menyediakannya secara benar dan lengkap serta merupakan kewajiban bagi setiap tenaga
kerja untuk selalu menggunakannya selama melaksanakan pekerjaan.
Disamping itu tatacara baku (Standard Operating Procedure/SOP) harus selalu tersedia
untuk setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menjadi pedoman bagi para
pekerja dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, benar dan aman.
Demikian juga bila terjadi kecelakaan kerja, maka setiap tenaga kerja harus memahami
haknya yaitu sejauh mana pihak perusahaan bertanggung jawab dalam menindak lanjuti
kejadian tersebut. Biasanya hal ini telah tertuang dalam ketentuan asuransi kecelakaan
kerja sesuai yang telah diatur dalam peraturan perundangan.
Pada sisi lain, situasi atau taraf zero accidents dalam pekerjaan konstruksi saat ini bukanlah
impian, bisa dicapai. Jadi tak perlu ada korban nyawa maupun harta.
Penyusunan materi ini terasa masih banyak memerlukan penyempurnaan dan untuk itu
segala saran dan masukan untuk penyermpurnaan sangat diharapkan.
Tim Penyusun,
LEMBAR TUJUAN
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN
1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli K3 Konstruksi“ dibakukan
dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah
dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen
kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan
batasanbatasan penilaian serta variabel-variabelnya.
2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan
dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan
sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi
dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan :
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan
dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.
PANDUAN PEMBELAJARAN
A. BATASAN
No.
Item Batasan Uraian
Keterangan
1. Seri / Judul CSE – 04 = Pengetahuan Dasar K3
B. PROSES PEMBELAJARAN
Waktu : 5 menit
Waktu : 10 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Pendahuluan)
• Waktu : 20 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab 2
Terjadinya Kecelakaan Kerja)
Waktu : 20 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Alat Pelindung Diri,
APD)
Waktu : 15 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Tata laksana baku
(SOP) penerapan K3
Konstruksi
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG
Waktu : 25 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Pengetahuan Asuransi)
7. Rangkuman
• Rangkuman pembahasan
materi Peserta dapat menangkap materi OHT 7
• Diskusi tanya jawab pembahasan dan dapat
mendiskusikan
Waktu : 10 menit
MATERI SERAHAN
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Umum
Bahan serahan ini merupakan modul ke 4 dari keseluruhan 11 Modul untuk
pengetahuan yang dipersyaratkan bagi Ahli K3 Konstruksi. Isi modul ini mencakup :
• Pengenalan alat pelindung diri yang perlu dipakai masing-masing individu pekerja
dalam menangani pekerjaan tertentu untuk mencegah kecelakaan kerja.
• Tata Laksana Baku (SOP) atau pedoman K3 pada tempat kegiatan konstruksi.
Pedoman ini sesungguhnya sangat rinci dan mencakup hampir seluruh bidang
pekerjaan konstruksi.
• Pengenalan terhadap asuransi, yang dalam hal ini mencakup :
Jaminan atas risiko kerugian yang mungkin timbul dalam proses pekerjaan
pekerjaan konstruksi, dan
Jaminan pemberian santunan terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan kerja,
meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan sakit akibat hubungan kerja.
Sifat dan jenis pekerjaan yang ditangani masing-masing kategori ini juga berbeda,
karena itu jenis kemungkinan ancaman kecelakaan maupun penyakit akibat kerjanya
juga berbeda. Para pekerja borongan dan harian lepas ini jenis pekerjaannya lebih
banyak menggunakan tenaga fisik. Sebagai tenaga produksi mereka berada pada lini
paling depan, langsung berhubungan dengan peralatan maupun bahan konstruksi,
yaitu dua sumber ancaman bahaya yang paling potensil.
Karenanya para pekerja ini lebih rentan terhadap ancaman kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di bidang konstruksi. Itu sebabnya sistim pengaturan yang ada juga lebih
banyak mengatur dan berusaha melindungi pekerja kategori kedua ini.
Sebagai landasan hukum berbagai ketentuan yang ada sesungguhnya sudah cukup
rinci. Banyak pendapat mengatakan, pelaksanaannya masih jauh dari yang
diharapkan.
2.1 Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan
mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau mesin
(kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap manusia,
peralatan, dan produksi, yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan)
terhenti secara menyeluruh.
3.1 Umum
Sejak dahulu kala para pengurus/ pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk
melindung diri mereka dari pada terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka
baik itu merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca
ataupun sepatu yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa
terganggu. Seiring dengan kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri semakin beragam
bentuknya dan ini sangat membantu berkurangnya pekerja yang cedera atau
meninggal disebabkan kecelakaan kerja.
Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat
Pelindung Diri ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek
lebih dari 8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada
kecelakaan kerja terjadi , itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh
santunan, belum lagi yang didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal yang
kadang memang sengaja ditutup-tutupi oleh kontraktor untuk menghindari masaalah
dengan pihak yang berwajib ( Polisi dan Depnaker ). Kerugian yang ditimbulkan oleh
kecelakaan kerja ini cukup besar disamping biaya pengobatan terganggunya jadwal
pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya aset nasional berupa tenaga
kerja yang trampil.
Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk
menyediakan Alat pelindung Diri ( APD) yang memadai dengan alas an tidak
dianggarkan dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan
yang sebesar-besarnya. Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru dijaga
dari pengeluaran tak terduga yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga target
keuntungan yang akan diraih takkan berkurang.
Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
no. 1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk
menyediakan Alat Pelindung Diri dan mewajibkan kepada para pekerja untuk
memakainya dan peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari menteri
yang terkait seperti Peraturan Menaker dan Mekrimpraswil / Pekerjaan Umum yang
membuat Pedoman Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi.
Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan , karena banyak
kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri masih bisa terkena
celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar.
Modul ini sengaja disusun agar para pemakai mengetahui Alat Pelindung Diri yang
dibutuhkan standar yang diminta dan kegunaannya.
BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru
tentang .
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul ditempat
kerjanya.
b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya.
c. Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk
1. Memakai Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan.
2. Memenuhi dan mentaati semua syarat syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
3. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst
BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
d. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan kepada
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya ……..dst.
3.3 KEBIASAAN UNTUK MENGGUNAKAN PELINDUNG
Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri.
Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya
diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan peralatan
itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan sekaligus :
Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu kerja dan
ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan pekerja. Memanjat
dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang aman bagi yang tidak
terbiasa, mula-mula terasa memperlambat pekerjaan. Memakai sarung tangan juga
mula-mula akan terasa risih. Memang diperlukan waktu agar menggunakan alat
pelidung diri itu menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus
terbiasa.
Diperlukan tenaga pengawas K3 Konstruksi untuk mengingatkan dan mengenakan
sanksi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat pelindung tersebut.
Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu sudah
dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan inventarisasi dan
prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan, membersihkan dan menggantikan
alat pelindung diri oleh Kontraktor.
b. Pelindung Kaki
Sepatu Keselamatan (Safety shoes) untuk menghindari kecelakan yang
diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau
terhimpit beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu
boot karet bila bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton.
Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena
tertusuk paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertical di papan sebagai
bahan bangunan yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu
kerja :
• Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda.
• Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air.
• Sepatu untuk memanjat.
• Sepatu untuk pekerjaan berat.
• Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis.
c. Pelindung Tangan
Sarung Tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau
terluka pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan ,
Pekerjaan las, membawa barang -–barang berbahaya dan korosif seperti asam
dan alkali.
Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian
tubuh lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong,
memar atau terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja.
Diperlukan pedoman penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang
cocok seperti Sarung Tangan. Pekerjaan-pekerjaan yang yang memerlukan
pelidung tangan misalnya adalah :
o Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau
permukaan menonjol.
o Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat- zat
seperti aspal dan resin beracun.
o Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca.
Ada berbagai sarung tangan yang dikenal a.l:
d. Pelindung Pernafasan
Beberapa alat pelindung pernafasan ( masker) diberikan sebagai berikut,
dengan penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dlapangan disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan :
1). Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman ( Shade of
Lens ) yang disesuaikan dengan diameter batang las ( welding rod ) a).
Untuk welding rod 1/16” sampai 5/32” gunakan shade no.10
b). Untuk welding rod 3/16 sampai ¼ “ gunakan shade no 13
2). Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi
pernafasan dari gas beracun dan debu.
Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan yang berhubungan
dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari :
• Peralatan pemecah dan batu.
• Kecipratan pasir.
• Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes.
• Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum,
nikel atau cadmium.
• Cat semprot.
• Semburan mendadak.
Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung
pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus
dipakai tergantung kepada bahaya dan kondisi kerja masing-masing. Juga
diperlukan latihan cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta
petunjuk pihak berwenang untuk peralatan Pelindung Pernafasan ini.
Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada
kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan
yang rapuh wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan.
Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri
atas :
• Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti
secara berkala.
• Pelindung Pernafasan dari gas dan asap.
• Filter kombinasi penahan gas dan asap.
Disamping itu terdapat juga alat Pelindung Pernafasan penuh muka
memakai filter yang bisa melindungi mata maupun muka.
Pelindung Pernafasan yang lain ialah yang melindungi seluruh muka yang
dilengkapi udara dalam tekanan tertentu dan merupakan jenis yang terbaik,
terutama bila di tempat kerja kurang dapat oksigen. Udara dalirkan dari
kompresor yang dilengkapi penyaring. Pada iklim panas alat ini terasa sejuk
dan menyenagkan. Alat ini lebih mandiri tapi memerlukan pelatihan cara
memakainya sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.
e. Pelindung Pendengaran
Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara
bising diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam. ( batasn nilai ambang
batas akan diterangkan dalam modul kesehatan)
f. Pelindung Mata
Kaca Mata Pelindung (Protective goggles) untuk melindungi mata dari percikan
logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan
menggerinda dan pekerjaan berdebu
Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang
mengenai mata seringkali terjadi dalam:
Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu,
pembetonan dan memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan
menggunakan tenaga listrik
Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat.
Penutupan atau penyumbatan baut.
Menggerinda dengan tenaga listrik.
Pengelasan dan pemotongan logam.
Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran
atau percikan bahan cair panas atau lumpur cair.
Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai
pelindung, alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di
proyek.
Footwear.
Buckle
2.Hammock A shock absorber
6.Chin strap
Slide chuck
4.1 Pengertian
Tata Laksana Baku (Standard Operating Procedure = SOP) penerapan K3 Konstruksi
diatur dalam Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi yang dikeluarkan dalam bentukm Surat keputusan Bersama Menteri
Tenaga
Kep.174/MEN/1986
Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. tanggal 4 Maret 1986,
104/KPTS/1986
yang sekaligus berfungsi sebagai petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman
Pelaksanaan, terutama khusus tentang Keselamatan Kerja dan yang sifatnya lebih
menekankan kepada pencegahan. Adapun tentang Kesehatan Kerja lebih khusus
diatur dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja, yang kemudian dilengkapi dengan petunjuk melalui Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Yang terakhir ini lebih menekankan
pada penanganan akibat.
Dalam Pedoman yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama tersebut persyaratan
yang harus dipenuhi dirinci sebagai berikut : a. Persyatratan Administratif
b. Persyaratan Teknis
c. Perancah (Scaffolds)
d. Tangga Kerja Lepas (Ladder) dan Tangga Kerja Sementara (Stairs)
e. Peralatan Untuk Mengangkat (Lifting Appliance)
f. Tali, Rantai dan Perlengkapan Lainnya
g. Permesinan : Ketentuan Umum
h. Peralatan
i. Pekerjaan Bawah Tanah
j. Penggalian
k. Pamancangan Tiang Pancang
l. Pengerjaan Beton
m. Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung
n. Pembongkaran (Demolition)
Terlihat bahwa Buku Pedoman ini mengatur sebagian besar bidang dan jenis
pekerjaan konstruksi. Dalam setiap Bab lebih lanjut diatur sangat rinci mengenai
lingkup berlakunya peraturan, kewajiban umum, keharussn dibentuknya organisasi K3,
laporan kecelakaan dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta
persyaratanpersyaratan lainnya.
• Bila mempekerjakan sejumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek
memang memerlukan, diwajibkan untuk membentuk unit Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Unit ini merupakan unit struktural yang dikelola organisasi
Kontraktor.
• Petugas K3 harus bekerja sebaik-baiknya dibawah koordinasi Kontraktor serta
bertanggungjawab kepada Kontraktor.
• Dalam hubungan ini kewajiban Kontraktor adalah :
- Menyediakan fasilitas untk melaksanakan tugasnya untuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Committee).
- Berkonsultasi dengan Safety Committee dalam segala hal yang berhubugan
dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di proyek.
- Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberikan efek pada
rekomendasi dari Safety Committee.
Jika terdapat dua atau lebih Kontraktor bergabung dalam suatu proyek mereka
harus bekerjasama membentuk kegiatan-kegiatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.
3. Laporan Kecelakaan
• Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Depnakertrans. dan Departemen Pekerjaan Umum
(sekarang Dep. Kimpraswil).
• Laporan tersebut harus meliputi statistik yang :
Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja
masing-masing, dan
Menunjukkan gambaran semua kecelakaan dan sebab-sebabnya.
• Memberikan pertolongan pertama kecelakaan atau ada yang kena sakit secara
tiba-tiba harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau orang yang terdidik
dalam P3K.
• Alat-alat P3K dan kotak obat yang memdai harus tersedia di tempat kerja dan
dijaga agar tidak kotor, kena udara lembab dsb.
• Isi alat P3K atau kotak obat tidak boleh ditempati benda-benda lain, dan paling
sedikit harus berisi : obat kompres, perban, Gauze yang steril, antiseptic,
plester,forniquet, gunting, splint dan perlengkapan bila ada yang digigit ular.
Juga harus dilengkapi instruksi yang jelas dan mudah dimengerti, dan harus
dijaga supaya tetap berisi
• Kereta pengangkut orang sakit (Carrying Basket) harus selalu tersedia.
• Jika tenaga kerja dipekerjakan dibawah tanah atau pada keadaan lain, alat
penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
• Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang ada kemungkinan risiko
tenggelam atau keracunan gas alat-alat penyelamat harus selalu tersedia di
dekat tempat mereka bekerja.
Perancah Harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan
secara aman pada suatu ketinggian.
Perancah hanya dapat dibuat atau diubah oleh Pengawas yang ahli
bertanggungjawab atau orang-orang yang ahli.
2. Persyaratan rinci tentang bahan untuk perancah.
3. Persyaratan Konstruksi Perancah.
4. Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan
5. Persyaratan Perlengkapan Pengangkat Pada Perancah.
6. Persyaratan Kerangka Siap Pasang (Prefabricated Frames)
7. Persyaratan Penggunaan Perancah.
8. Persyaratan Pelataran Tempat Kerja (Platform) yang memuat :
Persyaratan Umum
Balustrade Pengaman dan Papan Pengaman Kaki (Guard rails and toeboards).
Pelataran Tergantung
9. Persyaratan Gang, Jalur Penghubung Antar Tingkat Pelataran Yang Tidak Sama
Tinggi dan Jalur Perngangkut Bahan.
10. Perancah Kayu Bulat (Dolken), terdiri atas :
Persyaratan Konstruksi.
Pengawasan dan pemeliharaan.
2. Tangga Berkaki Yang Dapat Berdiri Sendiri.
3. Tangga Kuda-kuda Yang Dapat Berdiri Sendiri.
4. Tangga Yang Dapat Diperpanjang.
5. Tangga Lepas Mekanik.
6. Tangga Permanen.
7. Tangga Sementara.
Persyaratan Pengoperasian.
b. Alat Pengangkut, memuat :
Persyaratan Kerangkanya.
Persyaratan Pemasangan.
Persyaratan Tentang Angker dan Bobot Imbang (ballast).
Persyaratan Kran Angkat Berbatang Tambahan.
Persyaratan Rel.
Persyaratan Konstruksi Derek/Kran Angkat.
Persyaratan Jembatan.
f. Derek/Kran Angkat Menara Yang Bersumbu Putar, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Bobot Pengimbang.
Persyaratan Untuk Menjalankan Derek/Kran Angkat.
g. Kerekan Monorail/Kerekan Ber-rel Tunggal, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Pengendalian Tenaga Gerak.
Persyaratan Ruang Kemudi.
h. Derek, memuat :
Persyaratan Konstruksi.
Persyaratan Cara Penggunaan Peralatan.
b. Power Shovels Dan Excavator, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Cara Penggunaan Shovels.
c. Buldozerrs.
d. Scrapers.
e. Peralatan Aspal, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Cara Penggunaan.
f. Mesin Penggilas Jalan.
g. Pengaduk Beton, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Cara Penggunaa.
h. Alat-alat Pemuat (Ban Berjalan atau Wheel Loaders).
i. Mesin Untuk Pekerjaan Kayu, memuat :
Persyaratan Umum.
j. Gergaji Bundar, memuat :
Persyaratan Konstruksi.
Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan.
l. Mesin Penyerut, memuat :
Persyaratan Konstruksi.
Persyaratan Cara Penggunaan.
m. Alat Kerja Tangan (Hand Tools), memuat :
Persyaratan Konstruksi.
o. Alat Yang Menggunakan Bubuk Peledak Sebagai Tenaga (Powder Actuated
Tools), memuat :
Definisi.
Ketentuan Umum.
Persyaratan Konstruksi Alat.
Persyaratan Peluru Dan Amunisi.
Persyartatan Proyektil.
PersyaratanPemeriksaan Dan Pemeliharaan.
Persyaratan Penyimpanan Alat, Peluru Dan Proyektil.
Persyaratan Penggunaan.
p. Traktor Dan Truk, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Kabin.
Persyaratan Pipa Knalpot.
Persyaratan Alat Penyambung/ Penggandeng.
Persyaratan Titik Penggandeng.
Persyaratan Lampu Sorot.
Persyaratan Alat Penghidup Mesin (alat starter).
Persyaratan Konstruksi.
Persyaratan Cara Penggunaan.
Persyaratan Umum.
Persyaratan membuat atau menggali sumur.
Perysaratan Penyangga.
Persyaratan Ventilasi Udara.
Persyaratan Perlindungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
Persyaratan penerangan Bawah Tanah.
Persyaratan Pengeboran.
Persyaratan Pengaturan Debu.
Persyaratan Umum.
Persyaratan Penyangga Pekerjaan Galian.
Persyaratan Pekerjaan Galian Parit.
Persyaratan Pekerjaan Galian Sumur. Pemancangan Tiang
Pancang, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan Mesin Pancang.
Persyaratan Penggunaan Mesin Pancang.
Persyaratan Mesin Pancang Terapung.
Persyaratan Pemancanngan Turap Baja Besi.
Pekerjaan Beton, memuat :
Persyaratan Umum.
Persyaratan Pengecoran dan Pemancangan Beton.
Persyaratan Besi Tulangan.
Persyaratan Menara Bak Muatan Beton.
Persyaratan Pekerjaan Struktur/Kerangka.
Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung, terdiri atas :
Persyaratan Pendirian Bangunan Dengan Menggunakan Prefab yang
mudah Dibongkar-pasang.
Persyaratan Transportasi.
Persyaratan Penempatan Komponen Prefab.
Pemasangan Konstruksi Baja, memuat :
- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Lantai Floorinhg.
- Persyaratan Pengerekan.
- Persyaratan Pengelingan.
5.1 Pengertian
Asuransi merupakan upaya yang dilakukan saat ini untuk mencegah kerugian yang
mungkin timbul di dimasa datang. Besarnya nilai rupiah yang terlibat, banyaknya
macam pekerjaan serta pihak-pihak yang terlibat menyebabkan nisnis konstruksi
mengandung banyak risiko finansil maupun ancaman kecelakaan dan kesehatan kerja
bagi pekerja yang terlibat.
Asuransi dalam proses pekerjaan konstruksi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
1. Asuransi atau jaminan berguna untuk menutup kemungkinan kerugian antara
pemilik proyek dengan pihak pelaksana pekerjaan atau Kontraktor selama
berlangsungnya proses pelaksanaan kontruksi. Seperti diketahui kontrak atau
perjanjian pemborongan merupakan persetujuan antara pihak Kontraktor yang
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pekerjaan dengan pihak pemilik proyek
yang mengikatkan diri untuk membayar harga kontrak yang sudah diperjanjikan.
Karena adanya jangka waktu yang diperlukan antara penandatanganan kontrak
dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan, maka selama jangka waktu tersebut
berbagai kemungkinan bisa terjadi sehingga kemngkinan terdapat pihak yang
melalukan wanprestasi atau tidak mampu menepati apa yang telah diperjanjikan,
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Maka dalam situasi demikian
muncul pihak ketiga untuk menjamin dan berjanji utuk menutup kemungkinan
kerugian tersebut yang dalam pelaksanaannya diwakili oleh Bank atau perusahaan
Asuransi.
2. Asuransi atau jaminan bagi kemungkinan kerugian yang timbul karena kecelakaan
yang menimpa sumber daya manusia yang terlibat selama berlangsungnya
pekerjaan. Pihak yang berhak untuk menerima kompensasi atau ganti rugi disini
bukan Kontraktor, akan tetapi pekerja atau ahli waris dari pekerja yang tertimpa
kecelakaan atau terkena penyakit akibat hubungan kerja. Dikarenakan akibat
kecelakaan atau penyakit akibat hubungan kerja ini melibatkan pekerja itu sebagai
pencari nafkah baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya, dan bisa menimpa
banyak sekali jumlah pekerja dengan tanggungan keluarga yang bergantung
kepadanya; maka risiko ini digolongkan risiko sosial sehingga juga disebut jaminan
sosial (Sosial Security). Dihubungkan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) Konstruksi maka masalah ini akan lebih relevan dan banyak dibahas.
f. Retensi (Retention)
Retensi merupakan jaminan untuk melindungi pemilik proyek bahwa Kontraktor
akan melakukan perbaikan bila terjaid kerusakan dalam masa pemeliharaan.
Pada saat preatasi mencapai 100%, Kontraktor akan menyerahkan hasil
pekerjaannya kepada pemilik proyek. Hal ini disebut sebagai penyerahan
pertama. Nilai yang dibayarkan dari pemilik proyek kepada Kontraktor tidak
100% dari nilai kontrak, akan tetapi baru dibayarkan 95% dari nilai kontrak. Sisa
nilai kontrak yang belum dibayarkan jadi 5%. Nilai ini digunakan sebagai
jaminan dengan tujuan jika terjadi kerusakan selama masa pemeliharaan maka
Kontraktor harus memperbaikinya. Bila Kontraktor tidak memperbaikinya uang
5% yang ditahan pemilik proyek dan tidak akan dikembalikan kepada
Kontraktor, melainkan digunakan untuk membayar ongkos perbaikan bangunan
yang rusak. Akan tetapi, bila Kontraktor memperbaikinya, maka jaminan
tersebut dikembalikan kepada Kontraktor.
Diatas terlihat bahwa disamping Bank Pemerintah, juga terdapat Bank lain yang
ditunjuk Menteri Keuangan. Dalam praktek tidak saja Bank yang dapat bertindak
selaku penjamin akan tetapi juga lembaga keuangan lain seperti Asuransi. Hal ini
terjadi bila nilai proyek cukup besar, maka jaminan juga akan cukup besar nilainya
yang ditahan oleh Bank sebagai jaminan. Karenanya Kontraktor akan mengalami
kerugian bunga. Sementara itu perusahaan Asuransi dapat menawarkan premi
dibawah nilai kerugian bunga itu. Maka dalam hal ini alternatif menggunakan jasa
Asuransi dapat menjadi pilihan yang lebih menguntungkan.
Iuran atas dasar komponen upah adalah yang dianggap terbaik dan lebih realistis.
Biasanya sistim iuran atas dasar komponen upah ditanggung bersama, yaitu
terdapat persentase yang ditanggung pengusaha disamping yang ditanggung
tenaga kerja yang bersangkutan. Untuk pekerja borongan dan harian lepas, baik
secara teknis maupun administratip pemungutan iuran atas dasar upah itu sulit
dilaksanakan.
Atas dasar itu maka pengenaan iuran lebih banyak diberlakukan atas nilai kontrak
yang untuk JKK besarnya bervariasi antara 0,24%, 0,19%, 0,15% 0,12% dan
0,10% tergantung kepada besarnya nilai kontrak setelah dipotong komponen Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Persentase iuran tersebut dijabarkan lebih rinci dalam
masinng-masing nilai kontrak seperti pada Daftar Tabel 1. Seluruh iuran itu harus
diperhitungkan oleh Kontraktor dalam kontrak penawarannya. Bila Kontraktor
memenangkan pelelangan, Kontraktor harus membayarkan iuran itu
selambatlambatnya satu minggu sebelum memulai pekerjaan.
Juga mengingat karakteristik pekerja sektor informal jasa konstruksi, Kontraktor
cukup menyebutkan perkiraan jumlah pekerja yang akan dipekerjakan. Tidak
mungkin menyebut nama masing-masing individu yang akan dijamin sistim
penjaminan ini. Hal ini mengingat tingginya frekuensi keluar-masuk masing-masing
pekerja karena tergantung kepada macam pekerjaan yang tersedia setiap saat.
Maka sistim penjaminan ini disebut polis terbuka (open polis). Bilamana terjadi
kecelakaan kerja, cukup dibuktikan denan keterangan Pimpinan Proyek dan
diperkuat keterangan Mandornya.
Adapun tata cara pengajuan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) diatur sebagai
berikut :
a. Apabila ada yang mengalami kecelakaan kerja, tenaga kerja atau siapa saja
harus secepatnya memberitahukan ke perusahaan/Pengusaha (Kontraktor).
b. Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi
tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.
c. Pengusaha wajib mengisi dan mengirimkan Formulir Jamsostek 3 kepada
Depnakertrans dan PT Jamsostek setempat sebagai laporan Kecelakaan Kerja
Tahap 1 tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
d. Pengusaha wajib melaporkan Kecelakaan Tahap ke II kepada Kantor
Depnakertrans dan PT Jamsostek setempat dengan mengisi Formulir
Jamsostek 3a dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah menerima surat
keterangan dokter (Formulir Jamsostek 3b), yang menerangkan :
• Keadaan sementara tida mampu bekerja telah berakhir;
• Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau
• Keadaan cacat total tetap untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
Meninggal dunia.
2. Bila tenaga kerja tertimpa penyakit yang timbul karena hubungan kerja, pengusaha
wajib mengisi dan mengirimkan Formulir Jamsostek 3 tidak lebih dari 2 x 24 jam
sejak menerima diagnosis dari Dokter Pemeriksa (Form Jamsostek 3c).
5. Santunan Cacat :
• Cacat Fungsi : % berkurang fungsi x % table cacat x 70 bulan upah.
• Cacat Tetap Sebagian : % table cacat x 70 bulan.
• Cacat total : 70%x70 bulan upah ditambah tunjangan sebesar Rp. 50.000,- per
bulan yang dibayar secara berkala selama 24 bulan.
• Bila jiwanya tidak tertolong (meninggal) kepada ahli warisnya diberikan
santunan kematian sebesar 60% x 70 bulan upah ditambah tunjangan sebesar
Rp 50.000,- perbulan yang dibayarkan secara berkala selama 24 bulan.
• Biaya pemakaman sebesar Rp.1.000.000,- ditambah biaya perawatan /
pengobatan sebesar Rp 6.400.000,- (maksimum).
Bab 1 :
1. Pengetahuan dasar K3 merupakan salah satu modul untuk membentuk Ahli K3
Konstruksi dengan cakupan materi :
• Pengenalan terjadinya kecelakaan kerja
• Pengenalan alat pelindung diri
• Tata laksana baku
• Pengenalan asuransi kerja
2. Untuk memasyaratkan pengertian dan pentingnya K3 dapat dilakukan dengan melakukan
pembinaan melalui : Penyuluhan terus menerus
• Membentuk panitia keselamatan
• Pendidikan dan pelatihan
Bab 2 :
1. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan antara lain :
• Tindakan tenaga kerja / karyawan yang tidak aman
• Kondisi kerja yang tidak aman
• Diluar kemampuan manusia
2. Pendorong terjadinya kecelakaan Tuntutan mengenai K3
• Mental para tenaga kerja
• Kondisi fisik karyawan
Bab 3 :
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan APD (Alat Pelindung
Diri).
2. Untuk membangun kebiasaan menggunakan APD dapat dilakukan dengan kesungguhan
dan disiplin yang tinggi terhadap penggunaan APD secara benar dan tepat dalam setiap
melakukan pekerjaan.
3. Alat Pelindung Diri (APD) utama terdiri dari :
a. Pelindung kepala
b. Pelindung kaki
c. Pelindung tangan
d. Pelindung pernafasan
e. Pelindung pendengaran
f. Pelindung mata
g. Tali pengaman dan sabuk keselamatan
Bab 4 :
1. Tata laksana baku (SOP – Keselamatan Operating Procedure) penerapan K3 Konstruksi
diawali dengan terbitnya SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Tenaga Kerja dan
Bab 5 :
1. Para tenaga kerja perlu diberi pengertian tentang adanya asuransi yaitu upaya yang
dilakukan saat ini untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul dimasa datang
terutama adanya ancaman kecelakaan dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang
terlibat.
2. Santunan kecelakaan kerja diberikan bila tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat hubungan kerja dalam hal ini termasuk meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja
.
DAFTAR PUSTAKA