Anda di halaman 1dari 58

CSE – 04 = PENGETAHUAN DASAR K3

PELATIHAN
AHLI K3 KONSTRUKSI

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM


BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA
PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI
KATA PENGANTAR

Ancaman bahaya fisik maupun psikhis terhadap pekerja tergolong besar dalam setiap
proyek konstruksi. Jenis-jenis bahaya yang dapat terjadi sangat bervariasi sejak dari
kebisingan, radiasi, perubahan temperatur secara ekstrim, getaran dan tekanan udara luar
(barometric pressure). Pekerjaan konstruksi seringkali harus berlangsung di udara terbuka
dengan angin kencang, hujan disertai petir atau berkabut di malam hari. Kemajuan
mekanisasi berbacam-macam peralatan ternyata juga diiringi peningkatan intensitas dan
frekuensi kebisingan serta bahaya yang lebih vatal. Semua adalah situasi yang
mengancam kemanan dan kenyamanan dalam bekerja bagi pekerja konstruksi.

Usaha mengurangi resiko kecelakaan kerja tersebut antara lain dengan menyiapkan alat
pelindung diri (APD), yang merupakan kewajiban bagi setiap perusahaan untuk
menyediakannya secara benar dan lengkap serta merupakan kewajiban bagi setiap tenaga
kerja untuk selalu menggunakannya selama melaksanakan pekerjaan.

Disamping itu tatacara baku (Standard Operating Procedure/SOP) harus selalu tersedia
untuk setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan, sehingga dapat menjadi pedoman bagi para
pekerja dalam melaksanakan tugasnya dengan baik, benar dan aman.

Demikian juga bila terjadi kecelakaan kerja, maka setiap tenaga kerja harus memahami
haknya yaitu sejauh mana pihak perusahaan bertanggung jawab dalam menindak lanjuti
kejadian tersebut. Biasanya hal ini telah tertuang dalam ketentuan asuransi kecelakaan
kerja sesuai yang telah diatur dalam peraturan perundangan.

Pada sisi lain, situasi atau taraf zero accidents dalam pekerjaan konstruksi saat ini bukanlah
impian, bisa dicapai. Jadi tak perlu ada korban nyawa maupun harta.

Modul CSE – 04 = Pengetahuan Dasar K3 disusun dan dipersiapkan untuk bahan


pembelajaran yang perlu dikuasai, agar tuntutan dan sasaran pelatihan Ahli K3 Konstruksi
dapat terwujud.

Penyusunan materi ini terasa masih banyak memerlukan penyempurnaan dan untuk itu
segala saran dan masukan untuk penyermpurnaan sangat diharapkan.

Tim Penyusun,
LEMBAR TUJUAN

JUDUL PELATIHAN : Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi

TUJUAN UMUM PELATIHAN


Merencanakan, melaksanakan, mengembangkan dan mengevaluasi penerapan ketentuan
K3 untuk mencapai tingkat efektivitas dan efisien penyelenggara konstruksi mencapai nihil
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

TUJUAN KHUSUS PELATIHAN


Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu :
1. Menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan K3 Konstruksi
2. Mengkaji dokumen kontrak dan metode kerja pelaksana konstruksi
3. Merencanakan dan menyusun program K3
4. Membuat prosedur kerja dan instruksi kerja penerapan ketentuan K3
5. Melakukan sosialisasi dan pengawasan pelaksanaan program, prosedur kerja dan
instruksi kerja K3
6. Melakukan evaluasi dan membuat laporan penerapan SMK3 dan pedoman teknis K3
yang mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Mengusulkan perbaikan metode kerja pelaksanaan konstruksi berbasis K3, jika
diperlukan
8. Melakukan penanganan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta keadaan
darurat

Seri / JudulModul : CSE – 04 = Pengetahuan Dasar K3

TUJUAN INSTRUKSI UMUM (TIU)


Setelah selesai mengikuti modul ini, peserta diharapkan memiliki pengetahuan dasar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam pekerjaan konstruksi.

TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS


Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu :
1. Menjelaskan sebab akibat kecelakaan kerja
2. Menerapkan Alat Pelindung Diri (APD)
3. Menerapkan tata laksana baku (SOP) penerapan K3
4. Menjelaskan pengetahuan asuransi
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..............................................................................................................i
LEMBAR TUJUAN................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................... iii
DAFTAR MODUL................................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................. vii
PANDUAN PEMBELAJARAN.............................................................................................vii

BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1


1.1 Umum ....................................................................................... 1-1
1.2 Kategori Pekerja Konstruksi .............................................................. 1-2

BAB 2 SEBAB AKIBAT TERJADINYA KECELAKAAN KERJA ............................ 2-1


2.1 Kecelakaan ....................................................................................... 2-1
2.2 Penyebab Kecelakaan ........................................................................ 2-1
2.3 Kerugian akibat kecelakaan ................................................................ 2-3
2.4 Pemeriksaan Kecelakaan ................................................................... 2-3
2.5 Pendorong terjadinya kecelakaan ....................................................... 2-4
2.6 Sebab langsung terjadinya kecelakaan ............................................... 2-4
2.7 Akibat kecelakaan ............................................................................... 2-5

BAB 3 ALAT PELINDUNG DIRI ........................................................................ 3-1


3.1 Umum ............................................................................................. 3-1
3.2 Kewajiban untuk Menyediakan dan Memakai APD ........................... 3-1
3.3 Kebiasaan untuk Menggunakan Pelindung ....................................... 3-3
3.3.1 Jenis dan alat pelindung .......................................................... 3-3
3.3.2 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan APD ...... 3-8
3.3.3 Acuan / standar yang dipakai .................................................. 3-8
3.3.4 Contoh Alat Pelindung Diri (APD) ............................................. 3-9

BAB 4 TATA LAKSANA BAKU (SOP) PENERAPAN K3 KONSTRUKSI ............. 4-1


4.1 Pengertian ......................................................................................... 4-1
4.2 Persyaratan Umum ............................................................................ 4-2
4.3 Persyaratan Teknis ........................................................................... 4-4
4.4 Perancah (scaffolding) ....................................................................... 4-6
4.5 Tangga Kerja Lepas dan Tangga Kerja Sementara ............................ 4-7
4.6 Peralatan Pengangkat ........................................................................ 4-7

BAB 5 PENGETAHUAN ASURANSI .................................................................. 4-1


5.1 Pengertian ......................................................................................... 4-1
5.2 Asuransi dan Tenaga Kerja ................................................................ 4-2

RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN

1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja „Ahli K3 Konstruksi“ dibakukan
dalam SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah
dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen
kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja (performance criteria) dan
batasanbatasan penilaian serta variabel-variabelnya.
2. Mengacu kepada SKKNI, disusun SLK (Standar Latihan Kerja) dimana uraian jabatan
dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan
sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi yang dilengkapi
dengan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis kompetensinya yaitu kebutuhan :
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku kerja, selanjutnya dirangkum dan
dituangkan dalam suatu susunan kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan.

3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan


kurikulum dan silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modulmodul
pelatihan seperti tercantum dalam „DAFTAR MODUL“ dibawah ini yang dipergunakan
sebagai bahan pembelajaran dalam pelatihan „Ahli K3 Konstruksi“.
DAFTAR MODUL
No. Kode Judul Modul

1. CSE – 01 UUJK, Etos Kerja dan Etika Profesi

2. CSE – 02 Manajerial dalam Penerapan K3

3. CSE – 03 Peraturan Perundang-Undangan K3

4. CSE – 04 Pengetahuan Dasar K3

5. CSE – 05 Teknik Konstruksi

6. CSE – 06 Manajemen dan Administrasi K3

7. CSE – 07 Penerapan K3 dalam Pelaksanaan Konstruksi

8. CSE – 08 Penerapan K3 dalam Pengoperasian Peralatan

9. CSE – 09 Kesiagaan dan Tanggap Darurat

10. CSE – 10 Sosialisasi dan Audit Penerapan K3

11. CSE – 11 Perlindungan Lingkungan dan Higiene Proyek


DAFTAR GAMBAR
No. No. Gambar Keterangan

1. Gb. 3-1 Contoh Alat Pelindung Diri (APD)

2. Gb. 3-2 Penggunaan Safety Belt

PANDUAN PEMBELAJARAN
A. BATASAN
No.
Item Batasan Uraian
Keterangan
1. Seri / Judul CSE – 04 = Pengetahuan Dasar K3

2. Deskripsi Materi ini terutama membahas tentang


pengetahuan dasar K3 yang meliputi
kategori pekerja konstruksi, alat pelindung
diri (APD), tatalaksana baku (SOP)
penerapan K3 Konstruksi dan
pengetahuan asuransi

3. Tempat kegiatan Dalam ruang kelas dengan kapasitas


paling sedikit 25 orang.

4. Waktu 2 jam pelajaran teori (1 jp = 45 menit)


pembelajaran

B. PROSES PEMBELAJARAN

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG


1. Ceramah : Pembukaan
• Menjelaskan tujuan • Mengikuti penjelasan TIU OHT1
instruksional (TIU & TIK.). dan TIK dengan tekun dan
• Merangsang motivasi peserta aktif.
dengan pertanyaan atau • Mengajukan
pengalamannya dalam pertanyaanpertanyaan
melaksanakan K3 di proyek. apabila kurang jelas.

Waktu : 5 menit

2. Ceramah : Bab 1 Pendahuluan

Gambaran umum K3 dan


kategori pekerja konstruksi.
• Menjelaskan cakupan
pembahasan materi. • Mengikuti penjelasan instruktur OHT2
• Menjelaskan kategori pekerja dengan tekun dan aktif.
pada pekerjaan konstruksi. • Mencatat hal-hal yang perlu.
• Mendiskusikan setiap pokok • Mengajukan pertanyaan bila
bahasan tersebut. perlu.

Waktu : 10 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Pendahuluan)

3. Ceramah : Bab 2 Terjadinya


kecelakaan kerja Kecelakaan,
terjadinya kecelakaan
kerugian akibat kecelakaan
• Menjelaskan kecelakaan dan
penyebab kecelakaan • Mengikuti penjelasan instruktur OHT3
• Menjelaskan kerugian akibat dengan tekun dan aktif.
kecelakaan • Mencatat hal-hal yang perlu.
• Menjelaskan pemeriksaan • Mengajukan pertanyaan bila
kecelakaan perlu.
• Menjelaskan pendorong dan
sebab langsung terjadinya
kecelakaan
• Menjelaskan akibat kecelakaan

• Waktu : 20 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab 2
Terjadinya Kecelakaan Kerja)

KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG


4. Ceramah : Bab 5 Alat
Pelindung Diri (APD)
Gambaran umum, kewajiban
menyediakan dan memakai
APD
• Kewajiban memakai APD • Mengikuti penjelasan instruktur OHT4
sesuai dengan peraturan dengan tekun dan aktif.
perundangan • Mencatat hal-hal yang perlu.
• Menjelaskan kewajiban • Mengajukan pertanyaan bila
perusahaan untuk perlu.
menyediakan dan
menggunakan APD
• Menjelaskan kebiasaan
menggunakan APD
• Menjelaskan jenis dan
fungsi APD
• Mendiskusikan setiap pokok
bahasan tersebut

Waktu : 20 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Alat Pelindung Diri,
APD)

5. Ceramah : Bab 4 Tatalaksana


Baku (SOP) penerapan K3

Pengertian umum, persyaratan


umum, persyaratan teknis,
perancah dan tangga kerja.
• Menjelaskan pengertian • Mengikuti penjelasan OHT5
tatalaksana baku K3. instruktur dengan tekun dan
• Menjelaskan persyaratan umum aktif.
dan persyaratan teknis • Mencatat hal-hal yang perlu.
• Menjelaskan K3 pada • Mengajukan pertanyaan bila
pemasangan dan perlu.
pembongkaran, jenis pekerjaan
perancah.
• Menjelaskan K3 pada
penggunaan tangga sementara.
• Mendiskusikan setiap pokok
bahasan tersebut.

Waktu : 15 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Tata laksana baku
(SOP) penerapan K3
Konstruksi
KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG

6. Ceramah : Bab 5 Pengetahuan


Asuransi

Pengertian, asuransi dan tenaga


kerja.
• Menjelaskan pengertian umum • Mengikuti penjelasan instruktur OHT6
asuransi. dengan tekun dan aktif.
• Menjelaskan jenis asuransi, hak • Mencatat hal-hal yang perlu.
dan kewajiban tenaga kerja • Mengajukan pertanyaan bila
• Mendiskusikan setiap pokok perlu.
bahasan tersebut.

Waktu : 25 menit
Bahan : Materi Serahan (Bab
Pengetahuan Asuransi)

7. Rangkuman
• Rangkuman pembahasan
materi Peserta dapat menangkap materi OHT 7
• Diskusi tanya jawab pembahasan dan dapat
mendiskusikan
Waktu : 10 menit
MATERI SERAHAN
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Umum
Bahan serahan ini merupakan modul ke 4 dari keseluruhan 11 Modul untuk
pengetahuan yang dipersyaratkan bagi Ahli K3 Konstruksi. Isi modul ini mencakup :
• Pengenalan alat pelindung diri yang perlu dipakai masing-masing individu pekerja
dalam menangani pekerjaan tertentu untuk mencegah kecelakaan kerja.
• Tata Laksana Baku (SOP) atau pedoman K3 pada tempat kegiatan konstruksi.
Pedoman ini sesungguhnya sangat rinci dan mencakup hampir seluruh bidang
pekerjaan konstruksi.
• Pengenalan terhadap asuransi, yang dalam hal ini mencakup :
 Jaminan atas risiko kerugian yang mungkin timbul dalam proses pekerjaan
pekerjaan konstruksi, dan
 Jaminan pemberian santunan terhadap mereka yang tertimpa kecelakaan kerja,
meninggal dunia akibat kecelakaan kerja dan sakit akibat hubungan kerja.

1.2 Kategori Pekerja Konstruksi


Pertama-tama perlu dibedakan adanya dua kategori pekerja konstruksi yang terlibat
dalam pekerjaan di proyek, yang masing-masing juga menghadapi ancaman
kecelakaan atau penyakit akibat kerja yang berbeda. Kategori pertama ialah pekerja
yang umumnya sudah mempunyai ikatan kerja yang permanen dengan Kontraktor,
sedangkan kategori kedua adalah pekerja yang dikenal sebagai pekerja borongan
atau harian lepas, biasanya dibawah koordinasi para Mandor. Karena tidak adanya
ikatan kerja formal, baik dengan Mandor maupun dengan Kontraktor, maka kategori
kedua ini disebut juga sebagai Sektor Informal Jasa Konstruksi. Menurut perkiraan
lebih dari 90% dari keseluruhan pekerja konstruksi adalah mereka yang digolongkan
pada kategori terakhir ini.

Sifat dan jenis pekerjaan yang ditangani masing-masing kategori ini juga berbeda,
karena itu jenis kemungkinan ancaman kecelakaan maupun penyakit akibat kerjanya
juga berbeda. Para pekerja borongan dan harian lepas ini jenis pekerjaannya lebih
banyak menggunakan tenaga fisik. Sebagai tenaga produksi mereka berada pada lini
paling depan, langsung berhubungan dengan peralatan maupun bahan konstruksi,
yaitu dua sumber ancaman bahaya yang paling potensil.
Karenanya para pekerja ini lebih rentan terhadap ancaman kecelakaan dan penyakit
akibat kerja di bidang konstruksi. Itu sebabnya sistim pengaturan yang ada juga lebih
banyak mengatur dan berusaha melindungi pekerja kategori kedua ini.

Sebagai landasan hukum berbagai ketentuan yang ada sesungguhnya sudah cukup
rinci. Banyak pendapat mengatakan, pelaksanaannya masih jauh dari yang
diharapkan.

1.3 Keselamatan kerja


Untuk memperoleh hasil pekerjaan peledakan yang optimal, maka aspek kesela-matan
kerja harus mendapat perhatian tersendiri. Keselamatan kerja merupakan salah satu
aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan suatu pekerjaan disamping dua
aspek lain, yaitu pemenuhan target produksi dan pengurangan dampak negatif
peledakan terhadap lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak dapat berdiri
sendirisendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan masing-masing
memiliki peran yang strategis serta tidak dapat terlepas satu dengan lainnya.

1.3.1 Pengertian dan tujuan keselamatan kerja


Pengertian umum dari keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk
melaksanakan pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaan. Dengan demikian
setiap personil di dalam suatu lingkungan kerja harus membuat suasana kerja
atau lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya untuk
mencapai hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan dari keselamatan kerja
adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap personil atau karyawan
tidak mendapatkan kecelakaan dan alat-alat produksi tidak mengalami
kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan.

1.3.2 Prinsip keselamatan kerja


Prinsip keselamatan kerja bahwa setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan
aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya, antara
lain manusia, peralatan, atau kedua-duanya. Penyebab kecelakaan ini harus
dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diketahui
agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman, antara lain:
1) mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan,
2) mengetahui bahaya-bahaya yang bisa timbul dari pekerjaan yang akan
dilakukan
Dengan mengetahui kedua hal tersebut di atas akan tercipta lingkungan kerja
yang aman dan tidak akan terjadi kecelakaan, baik manusianya maupun
peralatannya.

1.3.3 Pentingnya keselamatan kerja


Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan antara lain
untuk:
1) Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan
waktu, dan kehilangan pemasukan uang.
2) Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan
peneri-maan uang, dan masa depan yang tidak menentu.
3) Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran
biaya akibat kecelakaan, melatih kembali atau mengganti karyawan,
kehilangan waktu akibat kegiatan kerja terhenti, dan menurunnya produksi.

1.3.4 Pembinaan keselamatan kerja


Untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan pembinaan
keselamatan kerja terhadap karyawan agar dapat meniadakan keadaan yang
berbahaya di tempat kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan
untuk membina keselamatan kerja para karyawannya, baik yang bersifat di
dalam ruangan (in-door safety development) atau praktik di lapangan (out-door
safety development). Setiap perusahaan harus memiliki safety officer sebagai
personil atau bagian yang bertanggung jawab terhadap pembinaan
keselamatan kerja karyawan maupun tamu perusahaan. Usaha-usaha yang
dapat dilakukan dalam rangka pembinaan keselamatan kerja antara lain: 1)
Penyuluhan singkat atau safety talk
1.a. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya dilakukan
setiap mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10 menit
sebelum bekerja dimulai.
1.b. Pemasangan poster keselamatan kerja
1.c. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja
2) Safety committee
2.a. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman.
2.b. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang
pentingnya keselamatan kerja
2.c. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta
peralatan keselamatan kerja. 3) Pendidikan dan pelatihan
3.a. Melaksanakan kursus keselamatan kerja baik dengan cara
mengirimkan karyawan ke tempat-tempat diklat keselamatan kerja
atau mengundang para akhli keselamatan kerja dari luar perusahaan
untuk memberikan pelatihan di dalam perusahaan.
3.b. Pelaksanaan nomor 1.a. dapat di dalam negeri atau pun di luar negeri.
3.c. Latihan penggunaan peralatan keselamatan kerja
Alat-alat keselamatan kerja harus disediakan oleh perusahaan. Alat tersebut
berupa alat proteksi diri yang diperlukan sesuai dengan kondisi kerja.
BAB 2 SEBAB AKIBAT TERJADINYA KECELAKAAN KERJA

2.1 Kecelakaan
Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak
diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan
mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau mesin
(kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap manusia,
peralatan, dan produksi, yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan)
terhenti secara menyeluruh.

2.2 Penyebab kecelakaan


Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau direncana-kan
sebelumnya. Hasil studi memperlihatkan grafik proporsi penyebab kecelakaan yang
disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman (88%), kondisi kerja tidak aman
(10%), dan diluar kemampuan manusia (2%). Grafik tersebut diperoleh dari hasil
statistik tentang kecelakaan pekerja pada perusahaan industri secara umum tidak
hanya industri pertambangan. Yang patut dicermati adalah bahwa manusia ternyata
sebagai penyebab terbesar kecelakaan. Uraian berikut ini akan memberikan
penjelasan tentang penyebab terjadinya kecelakaan.
Adapun penyebab kecelakaan antara lain :

1) Tindakan karyawan yang tidak aman


Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman,
Superintendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri. a. Tanggung
jawab pemberi pekerjaan
 Instruksi tidak diberikan
 Instruksi diberikan tidak lengkap
 Alat proteksi diri tidak disediakan
 Pengawas kerja yang bertentangan
 Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin, peralatan, dan
pekerjaan
b. Tindakan atau kelakukan karyawan
 Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai
 Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai
 Bekerja sambil bergurau
 Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan
 Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi
 Tidak berpengalaman
 Posisi badan yang salah
 Cara kerja yang tidak benar
 Memakai alat yang tidak tepat dan aman
 Tindakan teman sekerja
 Tidak mengerti instruksi disebabkan kesukaran bahasa yang dipakai
pemberi pekerjaan (misalnya Pengawas, Foreman, dan sebagainya)

2) Kondisi kerja yang tidak aman


Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak aman dan
keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman. a. Peralatan atau benda-
benda yang tidak aman
 Mesin atau peralatan tidak dilindungi
 Peralatan yang sudah rusak
 Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur

b. Keadaan tidak aman


 Lampu penerangan tidak cukup
 Ventilasi tidak cukup
 Kebersihan tempat kerja
 Lantai atau tempat kerja licin
 Ruang tempat kerja terbatas
 Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi

3) Diluar kemampuan manusia (Act of God)


Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak Tuhan atau
takdir. Prosentase kejadiannya sangat kecil, maksimal 2%, dan kadang-kadang
tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara ilmiah.

Dari uraian tentang penyebab kecelakaan di atas, maka penyebab kecelakaan


dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pendorong atau pembantu terjadinya
kecelakaan, dan penyebab langsung kecelakaan.

2.3 Kerugian akibat kecelakaan


Kecelakaan akan mendatangkan berbagai kerugian terhadap karaywan, keluarga
karyawan, dan perusahaan. Di bawah ini adalah jenis-jenis kerugian yang muncul
akibat kecelakaan, yaitu:
1) Terhadap karyawan
1.a. Kesakitan
1.b. Cacat atau cidera
1.c. Waktu dan penghasilan (uang) 2) Terhadap keluarga
2.a. Kesedihan
2.b. Pemasukan penghasilan terhambat atau terputus
2.c. Masa depan suram atau tidak sempurna 3) Terhadap perusahaan
3.a. Kehilangan tenaga kerja
3.b. Mesin atau peralatan rusak
3.c. Biaya perawatan dan pengobatan
3.d. Biaya penggantian dan pelatihan karyawan baru
3.e. Biaya perbaikan kerusakan alat
3.f. Kehilangan waktu atau bekerja terhenti karena menolong yang kecelakaan
3.g. Gaji atau upah dan kompensasi harus dibayarkan

2.4 Pemeriksaan kecelakaan


Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu dilakukan
pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Maksud
pemeriksaan suatu kecelakaan antara lain untuk menciptakan: 1) Tindakan
pencegahan kecelakaan
1.a. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-bagian yang
berbahaya
1.b. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman
1.c. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu diberi
pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin, pipa panas, dan
sebagainya.
1.d. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti peralatan
listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan peledak, lalulintas, tempat
penggalian batu, pembuatan terowongan, dan sebagainya.

2) Dasar pencegahan kecelakaan


2.a. Menciptakan dan memperbaiki kondisi kerja
2.b. Membuat tindakan berdasarkan fakta yang ada

2.5 Pendorong Terjadinya Kecelakaan


Hal-hal yang membantu atau mendorong terjadinya kecelakaan antara lain sebagai
berikut:
1) Tuntunan mengenai keselamatan kerja (safety)
 Tidak cukup instruksi
 Peraturan dan perencanaan kurang lengkap
 Bagian-bagian yang berbahaya tidak dilindungi, dsb 2) Mental para
karyawan
 Kurang koordinasi
 Kurang tanggap
 Cepat marah atau emosional atau bertemperamen tidak baik
 Mudah gugup atau nervous
 Mempunyai masalah keluarga, dsb 3) Kondisi fisik karyawan
 Terlalu letih
 Kurang istirahat
 Penglihatan kurang baik
 Pendengaran kurang baik, dsb.

2.6 Sebab langsung terjadinya kecelakaan


Terdapat dua penyebab langsung terjadinya kecelakaan dengan beberapa rincian
sebagai berikut:
1) Tindakan tidak aman
• Tidak memakai alat proteksi diri
• Cara bekerja yang membahayakan
• Bekerja sambil bergurau
• Menggunakan alat yang tidak benar 2) Kondisi tidak aman

• Alat yang digunakan tidak baik atau rusak


• Pengaturan tempat kerja tidak baik dan membahayakan
• Bagian-bagian mesin yang bergerak atau berputar dan dapat menimbulkan
bahaya tidak dilindungi

• Lampu penerangan kurang memadai


• Ventilasi kurang baik atau bahkan tidak ada
3) Terjadinya kecelakaan
Yang dimaksud dengan terjadinya kecelakaan adalah peristiwa yang membentuk
kecelakaan tersebut, diantaranya adalah:
 terpukul, terbentur
 terjatuh, tergelincir, kaki terkilir
 kemasukan benda baik melalui mulut atau hidung dan keracunan gas
 terbakar
 tertimbun, tenggelam, terperosok
 terjepit
 terkena aliran listrik, dll

2.7 Akibat kecelakaan


Seperti telah diurakian sebelumnya bahwa kecelakaan akan menimbulkan akibat
negatif baik kepada karyawan dan keluarganya maupun perusahaan. Inti dari akibat
kecelakaan adalah:  luka-luka atau kematian
 kerusakan mesin atau peralatan
 produksi tertunda
BAB 3 ALAT PELINDUNG DIRI

3.1 Umum
Sejak dahulu kala para pengurus/ pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk
melindung diri mereka dari pada terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka
baik itu merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca
ataupun sepatu yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa
terganggu. Seiring dengan kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri semakin beragam
bentuknya dan ini sangat membantu berkurangnya pekerja yang cedera atau
meninggal disebabkan kecelakaan kerja.
Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat
Pelindung Diri ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek
lebih dari 8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada
kecelakaan kerja terjadi , itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh
santunan, belum lagi yang didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal yang
kadang memang sengaja ditutup-tutupi oleh kontraktor untuk menghindari masaalah
dengan pihak yang berwajib ( Polisi dan Depnaker ). Kerugian yang ditimbulkan oleh
kecelakaan kerja ini cukup besar disamping biaya pengobatan terganggunya jadwal
pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya aset nasional berupa tenaga
kerja yang trampil.
Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk
menyediakan Alat pelindung Diri ( APD) yang memadai dengan alas an tidak
dianggarkan dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan
yang sebesar-besarnya. Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru dijaga
dari pengeluaran tak terduga yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga target
keuntungan yang akan diraih takkan berkurang.
Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
no. 1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk
menyediakan Alat Pelindung Diri dan mewajibkan kepada para pekerja untuk
memakainya dan peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari menteri
yang terkait seperti Peraturan Menaker dan Mekrimpraswil / Pekerjaan Umum yang
membuat Pedoman Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi.
Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan , karena banyak
kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri masih bisa terkena
celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar.
Modul ini sengaja disusun agar para pemakai mengetahui Alat Pelindung Diri yang
dibutuhkan standar yang diminta dan kegunaannya.

3.2 Kewajiban Untuk Menyediakan Dan Memakai Alat Pelindung Diri


Disamping bahwa kesadaran menyediakan dan memakai Alat pelindung Diri itu bagi
Pengurus/Pengusaha dan Pekerja merupakan keuntungan kepada mereka,
pemerintah dalam hal ini telah mewajibkannya dalam undang-undang .Kewajiban untuk
menyediakan bagi Pelaksana (Pengurus ) pekerjaan menyediakan dan memakai Alat
Pelindung Diri bagi para pekerja ada pada Undang-Undang Keselamatan Kerja No, 1
tahun 1970 seperti kutipan dibawah ini :

BAB V
PEMBINAAN
Pasal 9
(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru
tentang .
a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul ditempat
kerjanya.
b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat
kerjanya.
c. Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.

BAB VIII
KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA
Pasal 12
Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk
1. Memakai Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan.
2. Memenuhi dan mentaati semua syarat syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
3. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan
kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst

BAB X
KEWAJIBAN PENGURUS
Pasal 14
d. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan kepada
tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya ……..dst.
3.3 KEBIASAAN UNTUK MENGGUNAKAN PELINDUNG
Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri.
Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya
diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan peralatan
itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan sekaligus :
 Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu kerja dan
ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan pekerja. Memanjat
dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang aman bagi yang tidak
terbiasa, mula-mula terasa memperlambat pekerjaan. Memakai sarung tangan juga
mula-mula akan terasa risih. Memang diperlukan waktu agar menggunakan alat
pelidung diri itu menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus
terbiasa.
 Diperlukan tenaga pengawas K3 Konstruksi untuk mengingatkan dan mengenakan
sanksi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat pelindung tersebut.
 Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu sudah
dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan inventarisasi dan
prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan, membersihkan dan menggantikan
alat pelindung diri oleh Kontraktor.

3.3.1 Jenis Alat Pelindung


Hampir semua Alat Pelindung Diri yang dipakai pada bidang Industri dan jasa lain,
digunakan juga dalam dunia Konstruksi, karena dunia konstruksi bukan hanya
untuk membangun fasilitas baru tetapi digunakan pula dalam pemeliharaan dan
perbaikan suatu fasilitas yang masih berjalan. a. Pelindung Kepala
Untuk pekindung kepala selalu digunakan Helm Pengaman, yang berguna
untuk menghindari risiko kejatuhan benda-benda tajam dan berbahaya.
Peralatan atau bahan kecil tetapi berat bila jatuh dari ketinggian dan menimpa
kepala bisa berakibat mematikan. Kecelakaan yang menimpa kepala sering
terjadi sewaktu bergerak dan berdiri dalam posisi berdiri atau ketika naik
ketempat yang lebih tinggi. Terutama bila ditempat yang lebih tinggi pekerjaan
sedang berlangsung. Aturan yang lebih keras pada daerah seperti ini harus
diberlakukan tanpa kecuali terhadap siapapun yang memasuki area tersebut.
Upaya ini ditambah leflet-leflet peringatan tertulis yang jelas dan mudah
terbaca.
Jenis Helm yang digunakan juga harus standar. Ada standar nasional dan ada
juga standar internasional. Juga cara pemakaiannya harus betul, tali pengikat
ke dagu harus terpasang sebagaimana mestinya sehingga tidak mudah
terlepas.

b. Pelindung Kaki
Sepatu Keselamatan (Safety shoes) untuk menghindari kecelakan yang
diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau
terhimpit beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu
boot karet bila bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton.
Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena
tertusuk paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertical di papan sebagai
bahan bangunan yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu
kerja :
• Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda.
• Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air.
• Sepatu untuk memanjat.
• Sepatu untuk pekerjaan berat.
• Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis.

c. Pelindung Tangan
Sarung Tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau
terluka pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan ,
Pekerjaan las, membawa barang -–barang berbahaya dan korosif seperti asam
dan alkali.
Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian
tubuh lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong,
memar atau terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja.
Diperlukan pedoman penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang
cocok seperti Sarung Tangan. Pekerjaan-pekerjaan yang yang memerlukan
pelidung tangan misalnya adalah :
o Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau
permukaan menonjol.
o Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat- zat
seperti aspal dan resin beracun.
o Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca.
Ada berbagai sarung tangan yang dikenal a.l:

 Sarung Tangan Kulit


 Sarung Tangan Katun
 Sarung Tangan Karet untuk isolasi
Sarung Tangan Kulit digunakan untuk pekerjaan pengelasan , pekerjaan
pemindahan pipa dll
Sarung Tangan Katun digunakan pada pekerjaan besi beton , pekerjaan
bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk
pekerjaan ketinggian.
Sarung Tangan Karet untuk pekerjaan listrik yang dijaga agar tidak ada yang
robek agar tidak terjadi bahaya kena arus listrik.

d. Pelindung Pernafasan
Beberapa alat pelindung pernafasan ( masker) diberikan sebagai berikut,
dengan penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dlapangan disesuaikan
dengan tingkat kebutuhan :
1). Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman ( Shade of
Lens ) yang disesuaikan dengan diameter batang las ( welding rod ) a).
Untuk welding rod 1/16” sampai 5/32” gunakan shade no.10
b). Untuk welding rod 3/16 sampai ¼ “ gunakan shade no 13

2). Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi
pernafasan dari gas beracun dan debu.
Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan yang berhubungan
dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari :
• Peralatan pemecah dan batu.
• Kecipratan pasir.
• Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes.
• Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum,
nikel atau cadmium.
• Cat semprot.
• Semburan mendadak.
Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung
pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus
dipakai tergantung kepada bahaya dan kondisi kerja masing-masing. Juga
diperlukan latihan cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta
petunjuk pihak berwenang untuk peralatan Pelindung Pernafasan ini.
Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada
kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan
yang rapuh wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan.
Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri
atas :
• Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti
secara berkala.
• Pelindung Pernafasan dari gas dan asap.
• Filter kombinasi penahan gas dan asap.
Disamping itu terdapat juga alat Pelindung Pernafasan penuh muka
memakai filter yang bisa melindungi mata maupun muka.
Pelindung Pernafasan yang lain ialah yang melindungi seluruh muka yang
dilengkapi udara dalam tekanan tertentu dan merupakan jenis yang terbaik,
terutama bila di tempat kerja kurang dapat oksigen. Udara dalirkan dari
kompresor yang dilengkapi penyaring. Pada iklim panas alat ini terasa sejuk
dan menyenagkan. Alat ini lebih mandiri tapi memerlukan pelatihan cara
memakainya sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya.

e. Pelindung Pendengaran
Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara
bising diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam. ( batasn nilai ambang
batas akan diterangkan dalam modul kesehatan)

f. Pelindung Mata
Kaca Mata Pelindung (Protective goggles) untuk melindungi mata dari percikan
logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan
menggerinda dan pekerjaan berdebu
Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang
mengenai mata seringkali terjadi dalam:
 Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu,
pembetonan dan memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan
menggunakan tenaga listrik
 Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat.
 Penutupan atau penyumbatan baut.
 Menggerinda dengan tenaga listrik.
 Pengelasan dan pemotongan logam.
Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran
atau percikan bahan cair panas atau lumpur cair.
Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai
pelindung, alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di
proyek.

g. Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (safety belt)


Banyak sekali terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari ketinggian.
Pencegahan utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan
individu perlu Ikat Pinggang Pengaman / Sabuk Pengaman ( Safety Belt ). Yang
wajib digunakan untuk mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang
bekerja diketinggian ( > 2 M tinggi ).
Contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan Tali Pengaman :
 Pekerjaan perawatan pada bangunan struktur seperti jembatan.
Terdapat banyak jenis Ikat Pinggang Pengaman dan Tali Pengaman,
diperlukan petunjuk dari pihak yang kompeten tentang tali pengaman yang
paling cocok untuk suatu jenis pekerjaan. Termasuk cara penggunaan dan
perawatannya. Tali Pengaman yang lengkap harus selalu dipakai bersama
Ikat Pinggang Pengaman.
Syarat-syarat untuk Tali Pengaman adalah :
 Batas jatuh pemakai tidak boleh lebih dari dua meter dengan cara
meloncat.
 Harus cukup kuat menahan berat badan.
 Harus melekat di bangunan yag kuat melalui titik kait diatas tempat
kerja.
Demikianlah Alat Pelindung Diri yang umum dipakai dan sifatnya lebih
mendasar. Karena diluar itu sangat banyak sekali ketentuan-ketentuan yang
harus diingat baik bila mengerjakan sesuatu, menggunakan peralatan
tertentu dan menangani bahan tertentu.
Sesungguhnya bila pekerja itu dipersiapkan melalui sistim pelatihan,
kecelakaan yang diakibatkan alpa menggunakan Alat Pelindung Diri seperti
ini akan jauh berkurang. Sebab dalam sistim pelatihan diajarkan cara
menggunakan peralatan yang betul, efektif dan tanpa membahayakan.
Hampir semua pekerja tukang kita tidak pernah dibekali pengetahuan
melalui sistim pelatihan. Hanya memupuk pengalaman sambil langsung
bekerja.
Dengan cara penjelasan ringkas kepada mereka sambil bekerja tentang
pencegahan kecelakaan hasilnya akan terbatas. Akan jauh lebih berhasil
bila merupakan program dalam paket pelatihan sejak berstatus calon
pencari kerja atau pemula. Hal ini merupakan penyeebab angka
kecelakaan kerja bidang konstruksi di Indonesia termasuk tinggi.
Disamping alat pelindung diri diatas pekerja harus berpakaian yang komplit
sesuai dengan jenis pekerjaan yang ditanganinya seperti tukang las harus
dilengkapi jaket/rompi kulit tetapi minimum harus memakai kaos dan celana
panjang.

3.3.2 Hal hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan APD


Alat Pelindung Diri akan berfungsi dengan sempurna apabila dipakai secara baik
dan benar .
a. Sediakanlah Alat Pelindung Diri yang sudah teruji dan telah memiliki SNI atau
standar internasional lainnya yang diakui.
b. Pakailah alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis pekerjaan walaupun
pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu singkat.
c. Alat Pelindung Diri harus dipakai dengan tepat dan benar.
d. Jadikanlah memakai alat pelindung diri menjadi kebiasaan. Ketidak nyamanan
dalam memakai alat pelindung diri jangan dijadikan alasan untuk menolak
memakainya
e. Alat Pelindung Diri tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau memang
terasa tidak nyaman dipakai laporkan kepada atasan atau pemberi kewajiban
pemakaian alat tersebut.
f. Alat Pelindung Diri dijaga agar tetap berfungsi dengan baik.
g. Semua pekerja,pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi harus
memakai alat pelindung diri yang diwajibkan seperti Topi Keselamatan dll.

3.3.3 Acuan / standar yang dipakai.


Apabila kita membeli Alat Pelindung diri kita akan berpedoman kepada standar
industri yang berlaku, belilah hanya barang yang telah mencantumkan kode SNI
(Standar Nasional Indonesia) atau JIS untuk barang buatan Jepang , ANSI, BP
dsb tergantung dari negara asal barang untuk kebutuhan proyek dan dinyatakan
laik untuk pekerjaan yang dimaksud.
Dibawah ini beberapa contoh standar alat pelindung diri dan SNI dan standar
internasional lainnya.
Helmet ( Topi Pengaman ) : ANSI Z 89,1997 standard
Sepatu Pengaman ( Safety Shoes ) : SII-0645-82,DIN 4843,Australian
Standard AS/NZS 2210.3.2000, ANSI Z 41PT 99,SS 105,1997.
Sabuk Pengaman : EN 795 Class C ANSI OSHA
Banyak lagi standar–standar yang diberlakukan dinegara maju , tetapi yang lebih
penting kalau kita memakai produk dalam negeri, ujilah ketahanannya terhadap
suatu beban yang akan diberikan kepadanya dengan toleransi keamanan minimum
50 %. Karena mungkin bagi kontraktor kecil dan menengah akan menjadi beban
keuangan bila harus menyediakan produk import untuk pekerjanya.
Perlu juga dipertimbangkan daya tahan dan kwalitas yang dipakai bisa untuk
beberapa proyek atau periode pekerjaan sehingga beban keuangan akan terasa
menjadi lebih ringan.

3.3.4 Contoh alat pelindung diri (APD)

PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT


•Safety helmet.
•Eye protectors for dust and flying objects.
•Shading eye protectors.
•Welding protective hoods.
•Earplugs,Earmuffs.

•Protective •Dust mask.


respirators. •Gas mask.
•Breathing equipment.
Gloves. •Supplied- air respirator .

Clothing, Safety belts.

Footwear.

Structure of safety helmets Safety Belts with a shock absorber


Belt
(at the time of falls)
5.Shock-absorbing liner 4.Ring string
(Polystyrene foam core
)
1.Outer shell

Buckle
2.Hammock A shock absorber

3.Head band Hook

6.Chin strap

Gb. 3.1 Alat Pelindung Diri


Contoh penggunaan Safety belt yang benar
Harness Safety belt

Slide chuck

Move freely up and


down, when falling
shock is transmitted,
grasp life line.

Gb. 3.2 Penggunaan Safety Belt


BAB 4
TATA LAKSANA BAKU (SOP) PENERAPAN K3 KONSTRUKSI

4.1 Pengertian
Tata Laksana Baku (Standard Operating Procedure = SOP) penerapan K3 Konstruksi
diatur dalam Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Tempat Kegiatan
Konstruksi yang dikeluarkan dalam bentukm Surat keputusan Bersama Menteri
Tenaga
Kep.174/MEN/1986
Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum No. tanggal 4 Maret 1986,
104/KPTS/1986
yang sekaligus berfungsi sebagai petunjuk umum berlakunya Buku Pedoman
Pelaksanaan, terutama khusus tentang Keselamatan Kerja dan yang sifatnya lebih
menekankan kepada pencegahan. Adapun tentang Kesehatan Kerja lebih khusus
diatur dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul
Karena Hubungan Kerja, yang kemudian dilengkapi dengan petunjuk melalui Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat
Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja. Yang terakhir ini lebih menekankan
pada penanganan akibat.

Dalam Pedoman yang tertuang dalam Surat Keputusan Bersama tersebut persyaratan
yang harus dipenuhi dirinci sebagai berikut : a. Persyatratan Administratif
b. Persyaratan Teknis
c. Perancah (Scaffolds)
d. Tangga Kerja Lepas (Ladder) dan Tangga Kerja Sementara (Stairs)
e. Peralatan Untuk Mengangkat (Lifting Appliance)
f. Tali, Rantai dan Perlengkapan Lainnya
g. Permesinan : Ketentuan Umum
h. Peralatan
i. Pekerjaan Bawah Tanah
j. Penggalian
k. Pamancangan Tiang Pancang
l. Pengerjaan Beton
m. Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung
n. Pembongkaran (Demolition)
Terlihat bahwa Buku Pedoman ini mengatur sebagian besar bidang dan jenis
pekerjaan konstruksi. Dalam setiap Bab lebih lanjut diatur sangat rinci mengenai
lingkup berlakunya peraturan, kewajiban umum, keharussn dibentuknya organisasi K3,
laporan kecelakaan dan pertolongan pertama pada kecelakaan serta
persyaratanpersyaratan lainnya.

4.2 Persyaratan Umum


1. Persyaratan Administratif
Dalam persyaratan ini pertama-tama dinyatakan, terhadap semua tempat dimana
dilakukan kegiatan konstruksi berlaku semua ketentuan hukum mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang berlaku di Indonesia. Disini jelas, bahwa
tidak hanya berlaku untuk proyek milik Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) akan tetapi juga proyek milik swasta ataupun anggota masyarakat lainnya.

Selanjutnya sebagai kewajiban umum bagi Kontraktor dinyatakan bahwa :


• Tempat kerja, peralatan, lingkunan kerja dan tata cara kerja diatur demikian
rupa sehingga tenaga kerja terilindung dari risko kecelakaan.
• Harus menjamin bahwa mesin-mesin peralatan, kendaraan atau alat-alat lain
harus aman digunakan dan dan sesuai Keselamatan Kerja.
• Kontraktor harus turut mengawasi agar tenaga kerja bisa selamat dan aman
dalam bekerja.
• Kontraktor harus menunjuk petugas Keselamatan Kerja yang karena
jabatannya di dalam organisasi kontraktor bertanggungjawab mengawasi
koordinasi pekerjaan yang dilakukan, untuk menghindari risiko bahaya
kecelakaan.
• Pekerjaan yang diberikan harus cocok dengan keahlian, usia dan jenis kelamin
serta kondisi fisik dan kesehatan tenaga kerja.
• Kontraktor harus menjamin bahwa semua tenaga kerja telah diberi petunjuk
terhadap bahaya demi pekerjaana masing-masing dan usaha pencegahannya.
• Petugas Keselamatan Kerja tersebut diatas bertanggungjawba pula terhadap
semua tempat kerja, peralatan, sarana pencegahan kecelakaan, lingkungan
kerja dan cara-cara pelaksanaan kerja yang aman.
• Hal-hal yang menyangkut biaya yang timbul dalam penyelenggaraan
Keselamata dan Kesehatan Kerja ini menjadi tanggungjawab Kontraktor.

2. Organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Mengenai organisasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja digariskan sbb:
• Petugas Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus bekerja secara penuh (full
time), berarti tidak bisa sambilan atau separoh waktu.

• Bila mempekerjakan sejumlah minimal 100 orang atau kondisi dari sifat proyek
memang memerlukan, diwajibkan untuk membentuk unit Pembina Keselamatan
dan Kesehatan Kerja. Unit ini merupakan unit struktural yang dikelola organisasi
Kontraktor.
• Petugas K3 harus bekerja sebaik-baiknya dibawah koordinasi Kontraktor serta
bertanggungjawab kepada Kontraktor.
• Dalam hubungan ini kewajiban Kontraktor adalah :
- Menyediakan fasilitas untk melaksanakan tugasnya untuk Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Safety Committee).
- Berkonsultasi dengan Safety Committee dalam segala hal yang berhubugan
dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di proyek.
- Mengambil langkah-langkah praktis untuk memberikan efek pada
rekomendasi dari Safety Committee.
 Jika terdapat dua atau lebih Kontraktor bergabung dalam suatu proyek mereka
harus bekerjasama membentuk kegiatan-kegiatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.

3. Laporan Kecelakaan
• Setiap kejadian kecelakaan kerja atau kejadian yang berbahaya harus
dilaporkan kepada Depnakertrans. dan Departemen Pekerjaan Umum
(sekarang Dep. Kimpraswil).
• Laporan tersebut harus meliputi statistik yang :
 Menunjukkan catatan kecelakaan dari setiap kegiatan kerja, pekerja
masing-masing, dan
 Menunjukkan gambaran semua kecelakaan dan sebab-sebabnya.

4. Keselamatan Kerja dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) 


Diwajibkan memeriksa kesehatan individu pekerja pada :
 Sebelum atau beberapa saat setelah pertama kali memasuki masa kerja.
 Secara berkala sesuai risiko yang terdapat pada pekerjaan.
• Pekerja berumur dibawah 18 tahun harus dapat pengawasan kesehatan
khusus, meliputi pemeriksaan kembali atas kesehatannya secara teratur.
• Data pemeriksaan kesehatan harus dicatat dan disimpan untuk referensi.
• Suatu organisasi untuk keadaan darurat harus dibentuk untuk setiap daerah
tempat bekerja yang meliputi semua pekerja, dibentuk petugas Pertolongan
Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang dilengkapi alat komunikasi dan jalur
transportasi. Setiap pekerja harus diberitahu adanya hal ini.

• Memberikan pertolongan pertama kecelakaan atau ada yang kena sakit secara
tiba-tiba harus dilakukan oleh Dokter, Juru Rawat atau orang yang terdidik
dalam P3K.
• Alat-alat P3K dan kotak obat yang memdai harus tersedia di tempat kerja dan
dijaga agar tidak kotor, kena udara lembab dsb.
• Isi alat P3K atau kotak obat tidak boleh ditempati benda-benda lain, dan paling
sedikit harus berisi : obat kompres, perban, Gauze yang steril, antiseptic,
plester,forniquet, gunting, splint dan perlengkapan bila ada yang digigit ular.
Juga harus dilengkapi instruksi yang jelas dan mudah dimengerti, dan harus
dijaga supaya tetap berisi
• Kereta pengangkut orang sakit (Carrying Basket) harus selalu tersedia.
• Jika tenaga kerja dipekerjakan dibawah tanah atau pada keadaan lain, alat
penyelamat harus selalu tersedia di dekat tempat mereka bekerja.
• Jika tenaga kerja dipekerjakan di tempat-tempat yang ada kemungkinan risiko
tenggelam atau keracunan gas alat-alat penyelamat harus selalu tersedia di
dekat tempat mereka bekerja.

 Persiapan-persiapan harus dilakukan untuk memungkinkan mengangkut


dengan cepat, jika diperlukan untuk petugas yang sakit atau mengalami
kecelakaan ke rumah sakit atau tempat berobat semacam itu.

 Petunjuk atau informasi harus diumumkan atau ditempelkan ditempat yang


strategis dengan memberitahukan :
• Kotak obat terdekat, alat P3K. ambulan, alat pengangkut orang sakit dan
alamat untuk urusan kecelakaan.
• Tempat tilpon terdekat untuk memanggil ambulan, nama dan nomor
telepon orang yang bertugas.
• Nama, alamat nomor tilpon dokter, rumah sakit dan tempat penolong yang
dapat segera dihubungi dalam keadaan darurat.

4.3 Persyaratan Teknis


Persyaratan Teknis mengatur tentang Tempat Kerja dan Peralatan
4.3.1 Pintu Masuk dan Keluar harus dibuat dan dipelihara dengan
baik.
4.3.2 Lampu dan Penerangan bila tidak memadai harus diadakan
diseluruh tempat kerja, harus aman dan cukup terang. Harus
dijaga oleh petugas bila perlu bila ada gangguan.
4.3.3 Ventilasi, harus ada ditempat tertutup termasuk pembuangan
udara kotor.
4.3.4 Jika tidak bisa mernghilangkan debu dan udara kotor, harus
disediakan alat pelindung diri.
4.3.5 Kebersihan, bahan yang tidak terpakai harus dibuang, paku yang
tidak terpakai harus dibuang atau dibengkokkan, benda-benda
yang bisa menyebabkan orang tergelincir serta sisa barang dan
alat harus dibuang, tempat kerja yang licin karena oli harus
dibersihkan atau disiram pasir. Alat-alat yang mudah
dipindahkan harus dikembalikan ke tempat penyimpanan.
4.3.6 Pencegahan Bahaya Kebakaran Dan Alat Pemadam Kebakaran.
4.3.7 Persyaratan ini sangat rinci antara lain mengatur bahwa harus
tersedia alat pemadam kebakaran dan saluran air dengan
tekanan yang cukup. Semua pengawal dan sejumlah tenaga
terlatih harus disediakan dan selalu siap selama jam kerja. Alat-
alat itu harus diperiksa secara periodik oleh yang berwenang,
dan ditempatkan ditempat yang mudah dicapai. Alat pemadam
dan jalan menuju ke tempat pemadaman harus terpelihara.
Demikian juga tentang syarat jumah, bahan kimia peralatan itu
dan syarat pemasangan pipa tempat penyimpana air.
4.3.8 Syarat-syarat mengenai Alat Pemanas (Heating Appliances).
4.3.9 Syarat-syarat mengenai Bahan Yang Mudah Terbakar.
4.3.10 Syarat mengenai Cairan Yang Mudah Terbakar.
4.3.11 Syarat-syarattentang Inspeksi dan Pengawasan.
4.3.12 Syarat-syarat tentang Perlengkapan dan Alat Peringatan.
4.3.13 Syarat-syarat tentang Perlindungan Terhadap Benda-benda
Jatuh dan Bagian Bangunan Yang Rubuh.
4.3.14 Persyaratan Perlindungan Agar Orang Tidak Jatuh, Tali
Pengaman dan Pinggir Pengaman.
4.3.15 Persyaratan Lantai Terbuka dan Lubang Pada Lantai.
4.3.16 Persyaratan tentang Lubang Pada Dinding.
4.3.17 Persyaratan tentang Tempat Kerja Yang Tinggi.
4.3.18 Pencagahan Terhadap Bahaya Jatuh Kedalam Air.
4.3.19 Syarat-syarat mengenai Kebisingan dan Getaran (Vibrasi).
4.3.20 Syarat-syarat tentang Penghindaran Terhadap Orang Yang
Tidak Berwenang.
4.3.21 Syarat-syarat tentang Struktur Bangunan dan Peralatan. Memuat
mengenai Konstruksi Bangunan, Pemeriksaan, Pengujian dan
Pemeliharaan serta Pemakaian atau penggunaannya.

4.4 Perancah (Scaffolding)


1. Persyaratan Umum.

 Perancah Harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan
secara aman pada suatu ketinggian.

 Perancah hanya dapat dibuat atau diubah oleh Pengawas yang ahli
bertanggungjawab atau orang-orang yang ahli.
2. Persyaratan rinci tentang bahan untuk perancah.
3. Persyaratan Konstruksi Perancah.
4. Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan
5. Persyaratan Perlengkapan Pengangkat Pada Perancah.
6. Persyaratan Kerangka Siap Pasang (Prefabricated Frames)
7. Persyaratan Penggunaan Perancah.
8. Persyaratan Pelataran Tempat Kerja (Platform) yang memuat :

 Persyaratan Umum
 Balustrade Pengaman dan Papan Pengaman Kaki (Guard rails and toeboards).
 Pelataran Tergantung
9. Persyaratan Gang, Jalur Penghubung Antar Tingkat Pelataran Yang Tidak Sama
Tinggi dan Jalur Perngangkut Bahan.
10. Perancah Kayu Bulat (Dolken), terdiri atas :

 Yang Tegak Vertikal


 Batang Penyangga Bentangan Panjang dan Balok Memanjang.
11. Perancah Gantung dan Perancah Ditarik Dengan Tangan.
12. Perancah Gantung Yang Ditarik Oleh Motor.
13. Perancah Tupang Sudut dan Perancah Tupang Siku.
14. Perancah Tangga.
15. Perancah Dongkrak Tangga.
16. Perancah Siku Dengan Penunjang
17. Perah Kuda-kud.
18. Perancah Persegi.
19. Perancah Topang Jendela.
20. Pelataran Untuk Truk dan Kereta Pembuang Bahan-bahan.
a. Perancah Pipa Logam.
b. Perancah Yang Bergerak.
c. Perancah Kursi Gantung.
d. Truk Dengan Perancah Bak.

4.5 Tangga Kerja Lepas Dan Tangga Kerja Sementara


1. Persyaratan Umum, memuat :

 Persyaratan Konstruksi.
 Pengawasan dan pemeliharaan.
2. Tangga Berkaki Yang Dapat Berdiri Sendiri.
3. Tangga Kuda-kuda Yang Dapat Berdiri Sendiri.
4. Tangga Yang Dapat Diperpanjang.
5. Tangga Lepas Mekanik.
6. Tangga Permanen.
7. Tangga Sementara.

4.6 Peralatan Pengangkat


4.6.1 Peralatan Untuk Mengangkat
a. Persyaratan Umum, memuat :

 Persyaratan Gaya Muatan Maksimal Yang Aman.


 Persyaratan Pemasangan
 Persyaratan Ruang Kemudi dan Tenda Pengemudi.
 Persyaratan Alat-alat Pengendali.
 Persyaratan Alat Penyetop (Rem).
 Persyaratan Keranjang dan Sangkar Muatan.
 Persyaratan Mesin Derek Dan Tromol.
 Persyaratan Tali-tali dan Katrol.
 Persyaratan Pengawasan Dan Pemeliharaan.

 Persyaratan Pengoperasian.
b. Alat Pengangkut, memuat :

 Persyaratan Ruang Luncur Dan Menara.


 Persyaratan Mesin Penggerak.
 Persyaratan Tali Kawat Baja.
 Persyaratan Pelataran.
 Persyaratan Pemberat.
 Persyaratan Tempat Pemberhentian.
 Persyaratan Pengawasan Dan Pemeliharaan.
c. Derek Atau Keran Angkat, memuat :

 Persyaratan Kerangkanya.
 Persyaratan Pemasangan.
 Persyaratan Tentang Angker dan Bobot Imbang (ballast).
Persyaratan Kran Angkat Berbatang Tambahan.

 Persyaratan Derek Bersumbu Putar.


 Persyaratan Derek Scotch (Scotch Derrick Cranes).
 Persyaratan Pengendalian Derek Angkat Dengan Tenaga Listrik.
 Persyaratan Muatan Dan Indikator Radius.
 Persyaratan Pemeriksaan Dan Pengujian.
 Persyaratan Pelaksanaan Pekerjaan.
d. Derek Atau Kran Pengangkat Yang Dapat Berpindah, memuat 
Persyaratan Batang Rel.
 Persyaratan Jalur Jalan.
 Persyaratan Jarak Yang Bebas Penghalang.
 Persyaratan Kran Pengangkat Listrik Dengan Rel.
 Persyaratan Jalur Kereta Listrik.
 Persyaratan Kerangka Untuk Kran Pengangkat Yang Bergeser.
e. Derek Bergeser Di Atas, memuat :

 Persyaratan Rel.
 Persyaratan Konstruksi Derek/Kran Angkat.
 Persyaratan Jembatan.
f. Derek/Kran Angkat Menara Yang Bersumbu Putar, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Bobot Pengimbang.
 Persyaratan Untuk Menjalankan Derek/Kran Angkat.
g. Kerekan Monorail/Kerekan Ber-rel Tunggal, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Pengendalian Tenaga Gerak.
 Persyaratan Ruang Kemudi.
h. Derek, memuat :

 Persyaratan Derek Berkaki Kuat.


 Persyaratan Derek Yang Memakai Jepit Penguat.
 Persyaratan Menjalankan Derek.
4.6.2 Peralatan Ranka Segi Tiga (A-frame) dan Kaki Penahan (Sheer-legs).
a. Persyaratan Tiang Derek dan Roda Derek.
b. Persyaratan Kerekan (Winches), memuat :
 Persyaratan Umum.
 Teromol Kerekan.
Kerekan Yang Digerakkan Oleh Tangan.
c. Dongkrak.

4.6.3 Tali, Rantai Dan Perlengkapan Lainnya.


a. Persyaratan Umum.
b. Kabel-kabel Kawat Baja.
c. Tali-tali Yang Terbuat Dari Serat (Fibre Rops).
d. Rantai-rantai.
e. Alat Penggantung.
f. Roda Kerekan.
g. Pengait.
h. Belenggu Pengikat.

Permesinan, ketentuan umum : a.


Instasi Dan Pemasangan.
b. Pengawasan Dan Pemeliharaan Mesi.
c. Penggunaan Mesin.

Peralatan, terdiri atas :


a. Peralatan Pemindahan Tanah, ketentuan umum :

 Persyaratan Konstruksi.
 Persyaratan Cara Penggunaan Peralatan.
b. Power Shovels Dan Excavator, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Cara Penggunaan Shovels.
c. Buldozerrs.
d. Scrapers.
e. Peralatan Aspal, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Cara Penggunaan.
f. Mesin Penggilas Jalan.
g. Pengaduk Beton, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Cara Penggunaa.
h. Alat-alat Pemuat (Ban Berjalan atau Wheel Loaders).
i. Mesin Untuk Pekerjaan Kayu, memuat :
Persyaratan Umum.
j. Gergaji Bundar, memuat :

 Persyaratan Pemeriksaan Dan Pemeliharaan.


 Persyaratan Cara Penggunaan.
k. Gergaji Pita, memuat :

 Persyaratan Konstruksi.
 Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan.
l. Mesin Penyerut, memuat :

 Persyaratan Konstruksi.
 Persyaratan Cara Penggunaan.
m. Alat Kerja Tangan (Hand Tools), memuat :

 Persyaratan Bahan Dan Konstruksinya.


 Persyaratan Pemeliharaan.
 Persyaratan Pangangkutan.
 Persyaratan Tempat Penyimpanan.
 Persyaratan Cara Memegang Dan Menggunakannya.
n. Peralatan Yang Menggunakan Tekanan Udara, memuat :

 Persyaratan Konstruksi.
o. Alat Yang Menggunakan Bubuk Peledak Sebagai Tenaga (Powder Actuated
Tools), memuat :

 Definisi.
 Ketentuan Umum.
 Persyaratan Konstruksi Alat.
 Persyaratan Peluru Dan Amunisi.
 Persyartatan Proyektil.
 PersyaratanPemeriksaan Dan Pemeliharaan.
 Persyaratan Penyimpanan Alat, Peluru Dan Proyektil.
 Persyaratan Penggunaan.
p. Traktor Dan Truk, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Kabin.
 Persyaratan Pipa Knalpot.
 Persyaratan Alat Penyambung/ Penggandeng.
 Persyaratan Titik Penggandeng.
 Persyaratan Lampu Sorot.
Persyaratan Alat Penghidup Mesin (alat starter).

 Persyaratan Peralatan Lainnya.


q. Truk Pengangkut Dan Truk Keperluan Industri Lainnya, memuat :

 Persyaratan Konstruksi.
 Persyaratan Cara Penggunaan.

Pekerjaan Bawah Tanah, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan membuat atau menggali sumur.
 Perysaratan Penyangga.
 Persyaratan Ventilasi Udara.
 Persyaratan Perlindungan Terhadap Bahaya Kebakaran.
 Persyaratan penerangan Bawah Tanah.
 Persyaratan Pengeboran.
 Persyaratan Pengaturan Debu.

 Pekerjaan Penggalian, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Penyangga Pekerjaan Galian.
 Persyaratan Pekerjaan Galian Parit.
 Persyaratan Pekerjaan Galian Sumur.  Pemancangan Tiang
Pancang, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Pemeriksaan dan Pemeliharaan Mesin Pancang.
 Persyaratan Penggunaan Mesin Pancang.
 Persyaratan Mesin Pancang Terapung.
 Persyaratan Pemancanngan Turap Baja Besi.
 Pekerjaan Beton, memuat :

 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Pengecoran dan Pemancangan Beton.
 Persyaratan Besi Tulangan.
 Persyaratan Menara Bak Muatan Beton.
 Persyaratan Pekerjaan Struktur/Kerangka.
 Operasi Lainnya Dalam Pembangunan Gedung, terdiri atas :
Persyaratan Pendirian Bangunan Dengan Menggunakan Prefab yang
mudah Dibongkar-pasang.

 Persyaratan Transportasi.
 Persyaratan Penempatan Komponen Prefab.
 Pemasangan Konstruksi Baja, memuat :
- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Lantai Floorinhg.
- Persyaratan Pengerekan.
- Persyaratan Pengelingan.

 Persyaratan Pekerjaan Dalam Lift Koker dan Lubang Tangga.


 Persyaratan Pemasangan Kerangka Atap.
 Persyaratan Mengenai Lantai Sementara.
 Pekerjaan Dengan Aspal Panas, Ter dll., memuat :
- Persyaratan Peralatan dan Perlengkapan.
- Persyaratan Pengoperasian.

 Persyaratan Pekerjaan Dengan Pengawet Kayu.


 Persyaratan Lantai, Dinding Dan B ahan Yang Mudah Terbakar.
 Pekerjaan Insulasi, memjkuat :
- Persyaratan Pekerjaan Dengan Asbes.
- Persyaratan Pekerjaan Yang Menggunakan Glass Wool Dan Bahan
Sejenisnya.

 Pekerjaan Yang Berhubungan Dengan Atap, memuat :


- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Atap Bangunan Yang Curam.
- Persyaratan Atap Bangunan Yang Terbuat Dari Bahan Yang Mudah
Pecah (Rapuh).

 Pekerjaan Pengecetan, memuat :


- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Cat Yang Mengandung Timah.
- Persyaratan Cat Semprot.
- Persyaratan Penyemprotan Cat Tanpa Udara.

 Pengelasan Dan Pemotohngan Dengan Nyala Api, memuat :


- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Las Listrik.

 Pekerjaan Peledakan, memuat :


- Persyaratan Umum.
- Persyaratan Pengeboran Dan Pengisian Bahan Peledak Pada
Lubang Bor.
- Persyaratan Penembakan dan Peledakan, memuat :
 Persyaratan Umum.
 Persyaratan Peledekan Dengan Sumbu Peledak.
 Persyaratan Peledakan Dengan Listrik.
 Persyaratan Setelah Penembakan dan Peledakan.

 Pekerjaan Pencampuran Batuan.

Pembongkaran (demolition), memuat :

 Persyaratan Persiapan Kerja.


 Persyaratan Umum Pekerjaan Pembongkaran.
 Persyaratan Daerah Jalan Keluar-masuk.
 Persyaratan Alat Pelindung Diri.
 Persyaratan Peralatan Untuk Pembongkaran.
 Persyaratan Lantai Pengaman Untuk Pekerjaan Pembingkaran.
 Persyaratan Pembongkaran Dinding.
 Persayaratan Pembongkaran Lantai.
 Persyaratan Pembomngkaran Bangunan Baja.
 Persyaratan Pembongkaran Cerobong Tingi Dan Sejenisnya.-

4.6.8 Penanggulangan Kecelakaan.


Dalam hal terjadi kecelakaan kerja, proses yang harus ditempuh adalah sebagai
berikut :
a. Kontraktor wajib melaporkan setiap terjadi kecelakaan kerja kepada Kantor
Departemen/Dinas Tenaga Kerja dan PT Jamsostek setempat.
b. Tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja, keluarganya atau teman
sekerjanya berhak melaporkan terjadinya kecelakaan, tanpa menghilangkan
kewajiban Kontraktor menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
diatas.
c. Dalam hal terjadi kecelakaan kerja, Kontraktor wajib :
• Memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
• Membayar terlebih dahulu ongkos penbgangkutan dari tempat terjadinya
kecelakaan ke Rumah Sakit atau kerumahnya.
• Membayar terlebih dahulu biaya pengobatan dan perawatan.
• Membayar terlebih dahulu santunan sementara tidak mampu bekerja.
d. PT Jamsostek selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung sejak
syaratsyarat teknis dan administrative dipenuhi harus membayar hak tenaga
kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB 5 PENGETAHUAN ASURANSI

5.1 Pengertian
Asuransi merupakan upaya yang dilakukan saat ini untuk mencegah kerugian yang
mungkin timbul di dimasa datang. Besarnya nilai rupiah yang terlibat, banyaknya
macam pekerjaan serta pihak-pihak yang terlibat menyebabkan nisnis konstruksi
mengandung banyak risiko finansil maupun ancaman kecelakaan dan kesehatan kerja
bagi pekerja yang terlibat.

Asuransi dalam proses pekerjaan konstruksi dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu :
1. Asuransi atau jaminan berguna untuk menutup kemungkinan kerugian antara
pemilik proyek dengan pihak pelaksana pekerjaan atau Kontraktor selama
berlangsungnya proses pelaksanaan kontruksi. Seperti diketahui kontrak atau
perjanjian pemborongan merupakan persetujuan antara pihak Kontraktor yang
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pekerjaan dengan pihak pemilik proyek
yang mengikatkan diri untuk membayar harga kontrak yang sudah diperjanjikan.
Karena adanya jangka waktu yang diperlukan antara penandatanganan kontrak
dengan penyerahan hasil akhir pekerjaan, maka selama jangka waktu tersebut
berbagai kemungkinan bisa terjadi sehingga kemngkinan terdapat pihak yang
melalukan wanprestasi atau tidak mampu menepati apa yang telah diperjanjikan,
sehingga menimbulkan kerugian bagi pihak lainnya. Maka dalam situasi demikian
muncul pihak ketiga untuk menjamin dan berjanji utuk menutup kemungkinan
kerugian tersebut yang dalam pelaksanaannya diwakili oleh Bank atau perusahaan
Asuransi.

2. Asuransi atau jaminan bagi kemungkinan kerugian yang timbul karena kecelakaan
yang menimpa sumber daya manusia yang terlibat selama berlangsungnya
pekerjaan. Pihak yang berhak untuk menerima kompensasi atau ganti rugi disini
bukan Kontraktor, akan tetapi pekerja atau ahli waris dari pekerja yang tertimpa
kecelakaan atau terkena penyakit akibat hubungan kerja. Dikarenakan akibat
kecelakaan atau penyakit akibat hubungan kerja ini melibatkan pekerja itu sebagai
pencari nafkah baik bagi dirinya maupun bagi keluarganya, dan bisa menimpa
banyak sekali jumlah pekerja dengan tanggungan keluarga yang bergantung
kepadanya; maka risiko ini digolongkan risiko sosial sehingga juga disebut jaminan
sosial (Sosial Security). Dihubungkan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) Konstruksi maka masalah ini akan lebih relevan dan banyak dibahas.

3. Asuransi Atau Jaminan Dalam Pelaksanan Pekerjaan Konstruksi.


Menurut ketentuan, jaminan dalam hal ini berarti perjanjian dimana pihak ketiga, guna
kepentingan pihak yang mempunyai piutang, mengikatkan diri untuk memenuhi
perutangan ataupun mengganti kerugian pihak yang mempunyai piutang,
manakala pihak yang berhutang melakukan wanprestasi atau tidak dapat
memenuhi apa yang telah diperjanjikan. Tujuan penjaminan bagi pihak yang
menjamin tentu saja keuntungan atau premi atas jasa penjaminan. Bagi pihak
yang dijamin adalah adanya jaminan tidak akan menderita kerugian dan pekerjaan
akan berlangsung dengan lancar setelah kontrak ditandatangani, terutama sebagai
pemilik proyek.

Terdapat bermacam-macam jaminan yang berhubungan dengan proses


pelaksanaan pekerjaan konstruksi.
a. Jaminan Penawaran (Bid Bond).
Jaminan penawaran merupakan perjanjian penanggungan yang bertujuan
melindungi pemilik proyek yang telah mengeluarkan dana untuk
penyelenggarakan pelelangan agar mengikat Kontraktor dengan penawarannya
dan agar sungguh-sungguh bermaksud memenangkan pelelangan dan
melaksanakan pekerjaan.
Jaminan penawaran dapat diperoleh dari Bank Pemerintah atau Bank lain atas
ketetapan Menteri Keuangan. Besarnya jaminan untuk proyek milik Pemerintah
berkisar antara 1–3% dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Bilamana ternyata
Kontraktor mengudurkan diri setelah memasukkan penawaran atau setelah
memenangkan pelelangan, maka pihak penjamin akan mengganti kerugian
pihak pemilik proyek sebesar nilai jaminan.

b. Jaminan Uang Muka (Advance Payment Bond)


Jaminan Uang Muka merupakan perjanjian yang bertujuan melindungi pemilik
proyek bahwa Kontraktor akan menggunakan uang muka yang diterimanya
dari pemilik proyek semata-mata untuk pembiayaan proyek. Jaminan ini ada
apabila dalam kontrak ditetapkan mengenai adanya uang muka dan Kontraktor
berminat menggunakan uang muka itu. Konsekwensi pengambilan uang muka
ialah Kontraktor wajib mengembalikan dana itu yang secara teknis diatur
bersama, misalnya dipotong dari setiap termin yang diterima Kontraktor.
Besarnya uang muka untuk proyek Pemerintah adalah 30% dari nilai kontrak
untuk Kontraktor golongan ekonomi lemah, dan 20% untuk Kontraktor yang
bukan golongan ekonomi lemah.
Jaminan uang muka dapat dikeluarkan oleh Bank Pemerintah atau Bank lain
yang ditunjuk oleh menteri Keuangan. Nilai jaminan sekurang-kurangnya sama
dengan besarnya uang muka. Jika uang muka yang diberikan pemilik proyek
pengembaliannya belum dilunasi Kontraktor pada saat pekerjaan mencapai
100%, maka surat jainan uang muka yang dikeluarkan menjadi milik pemilik
proyek.

c. Jaminan Pelaksanaan (Performance Bond)


Jaminan Pelaksanaan merupakan perjanjian penanggungan untuk melindungi
pemilik proyek agar Kontraktor melaksanakan pekerjaan sesuai dengan
kontrakyang disetujui berkenaan dengan jadwal, biaya dan mutu.
Jaminan ini diwajibkan kepada Kontraktor yang memenangkan lelang dan tidak
mengundurkan diri. Pada saat Kontraktor menyerahkan jaminan pelaksanaan,
maka jaminan penawaran dikembalikan kepada Kontraktor yang bersangkutan.
Jika Kontraktor melakukan wanprestasi maka surat jaminan pelaksanaan
menjadi milik pemilik proyek.

d. Jaminan Pembayaran (Payment Bond)


Jaminan pembayaran bertujuan melindungi pemilik proyek terhadap kerugian
yang mungkin timbul akibat kelalalian Kontraktor membayar pihak ketiga seperti
tenaga kerja atau pemasok material.

e. Jaminan Pemeliharaan (Maintenance Bond)


Jaminan pembayaran adalah perjanjian penanggungan untuk melindugi pemilik
proyek bahwa Kontraktor akan melaksanakan perbaikan-perbaikan jika terjadi
kerusakan dalam masa pemeliharaan.
Masa pemeliharaan adalah jadwal sejak penyerahan pertama sampai penyerahan
kedua. Nilai jaminan pemeliharaan besarnya 5% dari nilai kontrak dan jangka
waktu masa pemeliharaan tergantung isi kontrak, umumnya berkisar antara 3
sampai 6 bulan terhitung sejak penyerahan pertama.

f. Retensi (Retention)
Retensi merupakan jaminan untuk melindungi pemilik proyek bahwa Kontraktor
akan melakukan perbaikan bila terjaid kerusakan dalam masa pemeliharaan.
Pada saat preatasi mencapai 100%, Kontraktor akan menyerahkan hasil
pekerjaannya kepada pemilik proyek. Hal ini disebut sebagai penyerahan
pertama. Nilai yang dibayarkan dari pemilik proyek kepada Kontraktor tidak
100% dari nilai kontrak, akan tetapi baru dibayarkan 95% dari nilai kontrak. Sisa
nilai kontrak yang belum dibayarkan jadi 5%. Nilai ini digunakan sebagai
jaminan dengan tujuan jika terjadi kerusakan selama masa pemeliharaan maka
Kontraktor harus memperbaikinya. Bila Kontraktor tidak memperbaikinya uang
5% yang ditahan pemilik proyek dan tidak akan dikembalikan kepada
Kontraktor, melainkan digunakan untuk membayar ongkos perbaikan bangunan
yang rusak. Akan tetapi, bila Kontraktor memperbaikinya, maka jaminan
tersebut dikembalikan kepada Kontraktor.

Diatas terlihat bahwa disamping Bank Pemerintah, juga terdapat Bank lain yang
ditunjuk Menteri Keuangan. Dalam praktek tidak saja Bank yang dapat bertindak
selaku penjamin akan tetapi juga lembaga keuangan lain seperti Asuransi. Hal ini
terjadi bila nilai proyek cukup besar, maka jaminan juga akan cukup besar nilainya
yang ditahan oleh Bank sebagai jaminan. Karenanya Kontraktor akan mengalami
kerugian bunga. Sementara itu perusahaan Asuransi dapat menawarkan premi
dibawah nilai kerugian bunga itu. Maka dalam hal ini alternatif menggunakan jasa
Asuransi dapat menjadi pilihan yang lebih menguntungkan.

5.2 Asuransi Dan Tenaga Kerja


1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga
kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa
atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil,
bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Menurut ketentuan Sedangkan program
Jamsostek itu sendiri meliputi :
• Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
• Jaminan Kematian (JK).
• Jaminan Hari Tua (JHT).
• Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Khusus untuk JPK pengusaha atau Kontraktor tidak diwajibkan mengikutsertakan
tenaga kerjanya dalam program ini pada Jamsostek bila terdapat jaminan
pemeliharaan kesehatan yang lebih baik dari badan penyelenggaran lain.
Seperti telah disinggung dimuka, terdapat dua kategori pekerja yang terlibat di
setiap proyek, yaitu tenaga kerja degan ikatan kerja permanen dengan Kontraktor,
dan tenaga kerja borongan dan harian lepas yang hanya bekerja untuk jangka
waktu tertentu dengan Kontraktor, biasanya melalui Mandor. Bagi tenaga kerja
yang sudah terikat hubungan kerja permanen dengan suatu perusahaan lebih
mudah untuk melaksanakan ke 4 program tersebut, yang disebut juga sebagai
paket lengkap. Maka yang praktis bisa diberlakukan untuk tenaga kerja borongan
dan harian lepas hanyalah program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) termasuk
meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau terkena penyakit akibat hubungan
kerja. Kecelakaan kerja yang dimaksud disini ialah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubugan
kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari
rumah menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau
wajar dilalui.

Besarnya iuran terdiri atas dua kategori, yaitu :

 Didasarkan kepada Nilai Kontrak Kerja Jasa Konstruksi.


 Didasarkan kepada upah bulanan pekerja konstruksi.
Tarif iuran yang didasarkan nilai kontrak adalah adalah sebagaimana terlihat pada
Daftar Tabel 1 dan tarif iuran yang atas dasar komponen upah adalah seperti
Daftar tabel 2.

Iuran atas dasar komponen upah adalah yang dianggap terbaik dan lebih realistis.
Biasanya sistim iuran atas dasar komponen upah ditanggung bersama, yaitu
terdapat persentase yang ditanggung pengusaha disamping yang ditanggung
tenaga kerja yang bersangkutan. Untuk pekerja borongan dan harian lepas, baik
secara teknis maupun administratip pemungutan iuran atas dasar upah itu sulit
dilaksanakan.

Atas dasar itu maka pengenaan iuran lebih banyak diberlakukan atas nilai kontrak
yang untuk JKK besarnya bervariasi antara 0,24%, 0,19%, 0,15% 0,12% dan
0,10% tergantung kepada besarnya nilai kontrak setelah dipotong komponen Pajak
Pertambahan Nilai (PPN). Persentase iuran tersebut dijabarkan lebih rinci dalam
masinng-masing nilai kontrak seperti pada Daftar Tabel 1. Seluruh iuran itu harus
diperhitungkan oleh Kontraktor dalam kontrak penawarannya. Bila Kontraktor
memenangkan pelelangan, Kontraktor harus membayarkan iuran itu
selambatlambatnya satu minggu sebelum memulai pekerjaan.
Juga mengingat karakteristik pekerja sektor informal jasa konstruksi, Kontraktor
cukup menyebutkan perkiraan jumlah pekerja yang akan dipekerjakan. Tidak
mungkin menyebut nama masing-masing individu yang akan dijamin sistim
penjaminan ini. Hal ini mengingat tingginya frekuensi keluar-masuk masing-masing
pekerja karena tergantung kepada macam pekerjaan yang tersedia setiap saat.
Maka sistim penjaminan ini disebut polis terbuka (open polis). Bilamana terjadi
kecelakaan kerja, cukup dibuktikan denan keterangan Pimpinan Proyek dan
diperkuat keterangan Mandornya.

Adapun tata cara pengajuan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) diatur sebagai
berikut :
a. Apabila ada yang mengalami kecelakaan kerja, tenaga kerja atau siapa saja
harus secepatnya memberitahukan ke perusahaan/Pengusaha (Kontraktor).
b. Pengusaha wajib memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan bagi
tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan.
c. Pengusaha wajib mengisi dan mengirimkan Formulir Jamsostek 3 kepada
Depnakertrans dan PT Jamsostek setempat sebagai laporan Kecelakaan Kerja
Tahap 1 tidak lebih dari 2 x 24 jam terhitung sejak terjadinya kecelakaan.
d. Pengusaha wajib melaporkan Kecelakaan Tahap ke II kepada Kantor
Depnakertrans dan PT Jamsostek setempat dengan mengisi Formulir
Jamsostek 3a dalam waktu tidak lebih dari 2 x 24 jam setelah menerima surat
keterangan dokter (Formulir Jamsostek 3b), yang menerangkan :
• Keadaan sementara tida mampu bekerja telah berakhir;
• Keadaan cacat sebagian untuk selama-lamanya; atau
• Keadaan cacat total tetap untuk selama-lamanya baik fisik maupun mental;
 Meninggal dunia.
2. Bila tenaga kerja tertimpa penyakit yang timbul karena hubungan kerja, pengusaha
wajib mengisi dan mengirimkan Formulir Jamsostek 3 tidak lebih dari 2 x 24 jam
sejak menerima diagnosis dari Dokter Pemeriksa (Form Jamsostek 3c).

3. Penyampaian Formulir Jamsostek 3a berfungsi sebagai pengajuan permintaan


pembayaran JKK, karena itu harus disertai bukti-bukti :
• Foto copy Kartu Peserta.
• Surat keterangan Dokter dalam bentuk Formuklir Jamsostek 3b atau Formulir
Jamsostek 3c.
• Kuitansi biaya pengobatan dan pengangkutan.
• Dokumen pendukung lain yang diperlukan.
Apabila bukti-bukti dokumen pengajuan pembayaran jaminan dimaksud tidak
lengkap, maka PT Jamsostek setempat akan memberitahukan kepada Kontraktor
selambat-lambatnya 7 hari setelah menerima Laporan Kecelakaan Kerja Tahap II.

4. Santunan Kecelakaan Kerja.


Santunan kecelakaan kerja diberikan bila tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja
atau penyakit akibat hubungan kerja. Dalam hal ini juga termasuk meninggal dunia
akibat kecelakaan kerja.
Besarnya santunan yang dibayarkan senatiasa mengalami perubahan dan
didasarakan kepada jenis kecelakaan dan jenis cacat yang diderita, keperluan
perawatan dan keperluan alat bantu (orthose) atau alat ganti (prothose) dalam
perawatan.
Semua biaya-biaya diatas adalah diluar biaya-biaya yang telah dibayarkan
Kontraktor terlebuh dahulu, yang akan mendapatkan penggantian dari PT.
Jamsostek. Tarif santunan yang berlaku saat ini yang ditanggung PT. Jamsostek
adalah sebagai berikut :
a. Biaya pengangkutan dari tempat kecelakan ke Rumah Sakit atau rumah tenaga
kerja maksimum :
• Pengangkutan darat atau sungai Rp 150.000,-
• Pengangkutan laut Rp. 300.000,-
• Pengangkutan udara Rp 400.000,-
b. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) :
• 4 bulan pertama sebesar Rp 100% x upah sebulan.
• 4 bulan kedua sebesar 75% x upah sebulan.
• Bulan seterusnya 50% x upah sebulan.
c. Biaya alat bantu (Orthose) atau alat ganti (Prothose) bagi tenaga kerja yang
anggota badannya tidak berfugsi atau hilahg sebesar 140% dari tariff RC. Dr.
Soeharso, Solo.

5. Santunan Cacat :
• Cacat Fungsi : % berkurang fungsi x % table cacat x 70 bulan upah.
• Cacat Tetap Sebagian : % table cacat x 70 bulan.
• Cacat total : 70%x70 bulan upah ditambah tunjangan sebesar Rp. 50.000,- per
bulan yang dibayar secara berkala selama 24 bulan.
• Bila jiwanya tidak tertolong (meninggal) kepada ahli warisnya diberikan
santunan kematian sebesar 60% x 70 bulan upah ditambah tunjangan sebesar
Rp 50.000,- perbulan yang dibayarkan secara berkala selama 24 bulan.
• Biaya pemakaman sebesar Rp.1.000.000,- ditambah biaya perawatan /
pengobatan sebesar Rp 6.400.000,- (maksimum).

6. Penyakit Akibat Hubungan Kerja


Disamping bagi yang kecelakaan maupun meninggal akibat kecelakaan kerja, bagi
mereka yang terkena terkena penyakit akibat hubungan kerja juga disediakan
program santunan. Yang dimaksud penyakit yang timbul karena hubugan kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Mereka ini
berhak mendapat Jaminan Kecelakaan Kerja, baik saat masih dalam hubungan
kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.
Program ini diatur oleh Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 tertanggal 27
Februari 1993. Hak atas jaminan kecelakaan ini diberikan apabila menurut hasil
diagnosis dokter yang merawat penyakit tersebut diakibatkan oleh pekerjaan
selama tenaga kerja yang bersangkutan masih dalam hubugan kerja.
Sehubungan dengan ini dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.
KEPTS.333/Men/1989 tertanggal 1 Juli 1989 telah diatur tentang Diagnosis Dan
Pelaporan Penyakit Akibat Kerja. Kemudian dikeluarkan Pedoman Diagnosis Dan
Penilaian Cacat Karena Kecelakaan Dan Penyakit Akibat Kerja yang diatur melalui
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.62.A/Men/1992 tertanggal 5 Februari
1992.
Hak ini diberikan apabila penyakit tersebut timbul dalam waktu itu paling lama 3
(tiga) tahun terhitung sejak hubungan kerja berakhir.
RANGKUMAN

Bab 1 :
1. Pengetahuan dasar K3 merupakan salah satu modul untuk membentuk Ahli K3
Konstruksi dengan cakupan materi :
• Pengenalan terjadinya kecelakaan kerja
• Pengenalan alat pelindung diri
• Tata laksana baku
• Pengenalan asuransi kerja
2. Untuk memasyaratkan pengertian dan pentingnya K3 dapat dilakukan dengan melakukan
pembinaan melalui :  Penyuluhan terus menerus
• Membentuk panitia keselamatan
• Pendidikan dan pelatihan

Bab 2 :
1. Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan antara lain :
• Tindakan tenaga kerja / karyawan yang tidak aman
• Kondisi kerja yang tidak aman
• Diluar kemampuan manusia
2. Pendorong terjadinya kecelakaan  Tuntutan mengenai K3
• Mental para tenaga kerja
• Kondisi fisik karyawan

Bab 3 :
1. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan APD (Alat Pelindung
Diri).
2. Untuk membangun kebiasaan menggunakan APD dapat dilakukan dengan kesungguhan
dan disiplin yang tinggi terhadap penggunaan APD secara benar dan tepat dalam setiap
melakukan pekerjaan.
3. Alat Pelindung Diri (APD) utama terdiri dari :
a. Pelindung kepala
b. Pelindung kaki
c. Pelindung tangan
d. Pelindung pernafasan
e. Pelindung pendengaran
f. Pelindung mata
g. Tali pengaman dan sabuk keselamatan

Bab 4 :
1. Tata laksana baku (SOP – Keselamatan Operating Procedure) penerapan K3 Konstruksi
diawali dengan terbitnya SKB (Surat Keputusan Bersama) Menteri Tenaga Kerja dan

Kep.174/ MEN /1986


Menteri Pekerjaan Umum No.  tanggal 4
Maret 1984.
104/ KPTS /1986

Bab 5 :
1. Para tenaga kerja perlu diberi pengertian tentang adanya asuransi yaitu upaya yang
dilakukan saat ini untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul dimasa datang
terutama adanya ancaman kecelakaan dan kesehatan kerja bagi para pekerja yang
terlibat.
2. Santunan kecelakaan kerja diberikan bila tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat hubungan kerja dalam hal ini termasuk meninggal dunia akibat
kecelakaan kerja

.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ensiklopedi, Ensiklopedi Indonesia. Ikhtiar Baru, 1984


2. I.L. Pasaribu, Drs.,SH., Sosiologi Pembangunan, Tarsito. 1982
3. Koentjaraningrat. Prof., DR.,SH., Kebudayaan Mentalitiet dan Pembangunan. Gramedia.
1984
4. Muchtar Lubis, Transpormasi Sosial Budaya, Alumni, 1992
5. Lili Rosidi, Drs., SH.,LLM., Filsafat Hukum, Alumni 1981
6. Subekti, Prof.,SH., Aneka Perjanjian, Alumi, 1979
7. Soedjito, Prof., SH. MA., Transformasi Sosial Menuju Masyarakat Industri, Tiara Wacana,
1986
8. Soerjono Soekamto, Prof., DR.,SH., Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Alumni, 1985
9. Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga Gapensi, Badan Pimpinan Pusat
Gapensi,2001
10. Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga HATHI
11. Anggaran dasar dan anggaran Rumah Tangga AKI
12. UU No. 18 tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi
13. PP no. 28 tahun 2000, tentang : Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi
14. PP No. 29 tahun 2000, tentang : Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
15. PP No. 30 tahun 2000, tentang : Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai