Anda di halaman 1dari 29

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Standarisasi Keselamatan Kerja.

Makalah mengenai Kesehatan dan Keselamtan Kerja di bidang Konstruksi


ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Standarisasi Keselamatan Kerja.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini berkat
bantuan dari semua pihak, oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada
Ibu Rahma Dara Lufira, ST., MT. selaku dosen pengampu Standarisasi
Keselamatan Kerja.

Kami sangat berharap makalah ini bisa berguna bagi kita semua dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan.

Kami menyadari makalah ini belum sempurna, masih banyak kekurangan


dan kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Malang, 24 September 2019

Penyusun

1
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................. 1
Daftar Isi ............................................................................................................................ 2
BAB I .................................................................................................................................. 3
1.1. Latar Belakang .................................................................................................. 3
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 5
1.4. Manfaat Penulisan ............................................................................................ 5
BAB II ................................................................................................................................ 6
2.1. Pengertian K3 .................................................................................................... 6
2.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ................................................... 7
2.3. Konstruksi ......................................................................................................... 8
2.3.1. Pengertian Konstruksi .............................................................................. 8
2.3.2. Jenis-Jenis Proyek Konstruksi ................................................................. 9
2.4. Kecelakaan Kerja.............................................................................................. 9
2.5. Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi ................. 10
2.5.1. Dasar Hukum K3 di Indonesia .................................................................. 11
BAB III............................................................................................................................. 12
3.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Bidang Konstruksi ......... 12
3.2. Penerapan Sistem Manajemen K3 Konstruksi ............................................ 12
3.3. Perlengkapan dan Peralatan Standar Keselamatan Kerja (K3) ................ 14
3.4. Kerugian Apabila Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Tidak Dikelola dengan Baik ....................................................................................... 17
3.5. Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sebagai Tindakan Preventif
Kecelakaan Kerja........................................................................................................ 17
3.6. Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi ..................................... 18
3.7. Keadaan Darurat pada Proyek Konstruksi.................................................. 20
3.8. Contoh Kasus K3 ............................................................................................ 20
3.8.1. Briefing Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ............................. 20
BAB IV ............................................................................................................................. 22
4.1. Keimpulan ....................................................................................................... 22
4.2. Saran ................................................................................................................ 22
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 23
Lampiran ......................................................................................................................... 24

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pekerjaan konstruksi merupakan kombinasi dari berbagai macam disiplin ilmu


pengetahuan, baik dilihat dari segi teknis konstruksi maupun dari segi non
teknisnya dan termasuk juga di dalamnya unsur sumber daya manusianya (man
power). Dalam pekerjaan konstruksi selalu menyangkut dengan penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi dan masyarakat penyelenggara pekerjaan konstruksi itu
sendiri. Dimana penyelenggaraan pekerjaan konstruksi ini wajib memenuhi
ketentuan tentang keteknikan, keselamatan dan kesehatan kerja (K3), perlindungan
tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Terkait dengan potensi risiko kecelakaan kerja pada pelaksanaan pekerjaan


konstruksi, maka pengetahuan akan K3 pada suatu proyek konstruksi saat ini telah
menjadi kebutuhan mendasar. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti seharusnya
tanpa adanya intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk
mengelolanya (safety management), yang sering disebut Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). K3 konstruksi bukanlah sesuatu yang
baru, mengingat ada beberapa regulasi terkait K3 sudah ada sejak Tahun 1970,
seperti Undang – Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dan
beberapa tahun lalu Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri No. 9 Tahun
2008 tentang SMK3.

Standar Keselamatan Kerja yang belum memadai dan masih tingginya angka
kecelakaan kerja di Indonesia, merupakan bukti lemahnya perhatian terhadap
pentingnya aspek K3 pada pekerjaan konstruksi. Sebagai gambaran, data angka
kecelakaan kerja dari PT. Jamsostek Tahun 2011 di Indonesia tercatat 96.314 kasus
kecelakaan kerja, dimana terdapat 2.144 orang meninggal, 42 orang cacat total.
Sebagian besar pekerja yang ditanyakan mengenai berbagai hal tentang K3, tidak
mengetahui secara jelas mengenai K3 meskipun pernah mendengarnya. Hal ini
berarti bahwa persoalan K3 bagi pekerja ditempatkan jauh di bawah persoalan
seperti upah rendah serta hak – hak lainnya. Banyak perusahaan yang tidak

3
menyediakan alat keselamatan dan pengaman untuk pekerjanya, dan banyak juga
pengusaha yang mengabaikan K3 karena dianggap mengeluarkan biaya tambahan.

Secara umum pengetahuan tentang K3 sangat luas, akan tetapi ada beberapa
komponen K3 yang dipandang penting untuk dijadikan tolak ukur pemahaman K3.
Komponen – kompenen tersebut adalah Definisi dan Inisiasi K3, Sistem
Manajemen K3 (SMK3), Alat Pelindung Diri (APD), Sarana dan Prasarana K3,
Risiko K3. Definisi dan inisiasi bermanfaat untuk gambaran awal tentang K3 pada
suatu proyek konstruksi yang erat kaitannya dengan pengenalan secara umum
seperti misalnya definisi istilah – istilah, kepanjangan dari singkatan – singkatan,
arti dan makna lambang K3, struktur organisasi yang terlibat, pihak internal dan
eksternal terkait fungsi pelaksanaan K3, dan sebagainya. Proses SMK3
menggunakan pendekatan PDCA (Plan Do Check Action) yaitu mulai dari
perencanaan, penerapan, pemeriksaan, dan tindakan perbaikan. Dengan demikian,
SMK3 akan berjalan terus – menerus secara berkelanjutan selama aktivitas
organisasi masih berlangsung. Perlindungan keamanan dan keselamatan pekerja
dalam suatu kegiatan konstruksi seharusnya dilakukan secara sungguh – sungguh
melalui berbagai cara untuk mengurangi sumber bahaya dengan menggunakan alat
pelindung diri (personal protective devices). Namun dalam realisasinya pemakaian
Alat Pelindung Diri (APD) masih sangat sulit, mengingat para pekerja akan
menganggap bahwa alat ini akan mengganggu pekerjaan. Begitu juga dengan
sarana dan prasarana K3 yang memadai, seperti misalnya tersedia atau tidaknya
fasilitas MCK, tempat sampah organik atau anorganik, pengelolaan limbah, yang
secara tidak langsung juga bisa mempengaruhi perilaku pekerja saat bekerja.
Komponen penting lainnya yaitu risiko K3, yang menggambarkan besarnya potensi
bahaya pada pekerjaan konstruksi untuk dapat menimbulkan insiden atau cedera
pada pekerja yang ditentukan oleh kemungkinan dan keparahan yang
diakibatkannya, sehingga harus dikelola dan dihindarkan melalui manajemen K3
yang baik.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana pelaksanaan prosedur K3 pada pekerjaan konstuksi ?
2. Apa saja pedoman dasar hukum K3 konstruksi ?
3. Bagaimana peranan manajemen K3 sebagai pencegahan kecelakaan kerja?

4
1.3. Tujuan Penulisan
4.1. Mengetahui pelaksanaan prosedur K3 pada pekerjaan kosntruksi
4.2. Mengetahui dasar-dasar hokum yang mengatur K3 kontruksi
4.3. Mengetahui implementasi dari manajemen K3
1.4. Manfaat Penulisan
1. Melatif kreatifitas penulis dalam menuangkan gagasan pemikirannya tentang
suatu kajian atau topik dari ilmu-ilmu yang sudah didapat. Secara tidak
langsung penulis juga dilatih untuk menerapkan kemampuan berpikir secara
logis-sistematis tenntang keselamatan dan kesehatan kerja, serta kemampuan
analisis.
2. Untuk bidang ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya pada
pengembangan upaya – upaya untuk menghasilkan terobosan baru di bidang
K3 Konstruksi.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian K3

K3 (Keselamtan dan Kesehatan Kerja) saat ini menjadi sebuah hal yang cukup
familiar dalam dunia kerja. Namun belum semua orang mengetahui pengertian K3
sebenarnya. Berikut adalah beberapa pengertian K3 menurut ILO (International
Labour Organization) dan beberapa ahli :

1. ILO (International Labour Organization)

Suatu upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan derajat kesejahtaraan


fisik, mental dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan,
pencegahan penyimpangan kesehatan diantara pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan, perlindungan pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat
faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja dalam
suatu lingkungan kerja yang diadaptasikan dengan kapabilitas fisiologi dan
psikologi; dan diringkaskan sebagai adaptasi pekerjaan kepada manusia dan setiap
manusia kepada jabatannya.

2. Mangkunegara (2002)

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga
kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya untuk
menuju masyarakat adil dan makmur.

3. Suma’mur (2001)

Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana


kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang
bersangkutan.

6
4. Simanjuntak (1994)

Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko


kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi
bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja.

5. Mathis dan Jackson (2002)

Keselamatan adalah merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik


seseorang terhadap cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah
merujuk pada kondisi umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.

6. Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000)

Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat
dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan
lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

7. Jackson (1999)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-
fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang
disediakan oleh perusahaan.

2.2. Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja R.I. No. Kep. 463/MEN/1993,tujuan


dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah mewujudkan masyarakat dan
lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, sehingga akan tercapai
suasanalingkungan kerja yang aman, sehat, dan nyaman dengan keadaan
tenagakerjayang sehat fisik, mental, sosial, dan bebas kecelakaan.

Tujuan dari penerapanmanajemen keselamatan dan kesehatan kerja


adalah(Sedarmayanti, 2011) :

3.1. Sebagai alat mencapai derajat kesehatan tenaga kerja


yangsetinggitingginya,baik buruh, petani, nelayan pegawai negeri atau pekerja
bebas.

7
3.2. Sebagai upaya mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan
akibatkerja, memelihara dan meningkatkan efisiensi dan daya
produktivitastenagamanusia, memberantas kelelahan kerja dan melipat
gandakan gairahsertakenikmatan kerja.
3.3. Memberi perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan,
supayaterhindardari bahaya pengotoran bahan proses industrialisasi yang
bersangkutan danperlindungan masyarakat luas dari bahaya yang
mungkinditimbulkan olehproduk industri.
2.3. Konstruksi
2.3.1. Pengertian Konstruksi

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana.


Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuahkonstruksi juga dikenal
sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa
area.Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai satu pekerjaan,tetapi dalam
kenyataannya konstruksi merupakan satuan kegiatan yang terdiri dari beberapa
pekerjaan lain yang berbeda. Pada umumnya kegiatan konstruksi diawasi oleh
manajer proyek,insinyur disain, atau arsitek proyek. Orang-orang ini bekerja
didalam kantor, sedangkan pengawasan lapangan biasanya diserahkan kepada
mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang kayu, dan ahli bangunan
lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi. Dalam melakukan suatu
konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan. terpadu. Hal ini terkait dengan
metode menentukan besarnya biaya yang diperlukan, rancang-bangun, dan efek lain
yang akan terjadi seperti peralatan penunjang K3 saat pekerjaan konstruksi
dilakukan. Sebuah jadwal perencanaan yang baik akan menentukan suksesnya
sebuah pembangunan terkait dengan pendanaan, dampak lingkungan,ketersediaan
peralatan perlindungan diri,ketersediaan material bangunan, logistik, ketidak-
nyamanan publik terkait dengan adanya penundaan pekerjaan konstruksi, persiapan
dokumen dan tender, dan lains ebagainya. Bidang konstruksi adalah suatu bidang
produksi yang memerlukan kapasitas tenaga kerja dan tenaga mesin yang sangat
besar, bahaya yang sering ditimbulkan umumnya dikarenakan faktor fisik.

8
2.3.2. Jenis-Jenis Proyek Konstruksi

Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan,


yaitu (Ervianto, 2005):

1. Bangunan gedung : rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri kelompok


bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi pada umumnya sudah diketahui.
c. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
2. Bangunan sipil : jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya.Ciri-ciri
dari kelompok bangunan ini adalah :
a. Proyek konstruksi dilaksakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi
kepentingan manusia.
b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dankondisi
pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.

2.4. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan


kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja demikian pula
kecelakaan yang terjadi daalam perjalana berangkat dari rumah menuju tempat
kerja daan pulang kerumah melalui jalan biasa atau wajar dilalui (Permenaker no.
Per 03/Men/1994).

Kecelakaan kerja adalah kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak


terduga, tidak diharapkan serta tidak ada unsur kesengajaan (Hinze, 1977 dalam
Endroyo, 2006).

Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-
hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik,
lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan
yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta

9
menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen
keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan
metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi ( The Bussiness Roundtable,
1982 dalam Wirahadikusumah, Ferial, 2005).

2.5. Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi

Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga


kerja, yaitu melalui Undang-Undang No. 1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
yang mengatur dengan jelas tentang kewajiban pimpinan tempat kerja dan pekerja
dalam melaksanakan keselamatan kerja (Robiana, 2010).

Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah


mengeluarkan UU 13/2003 tentang ketenagakerjaan. Undang-undang ini mencakup
berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial
tenaga kerja, serta masalah keselamatan dan kesehatan kerja.

Aspek ketenagakerjaan dalam hal Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
bidang konstruksi diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.Per-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada
Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum maupun pada tiap bagian
konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk bagian konstruksi
bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lain masih banyak aspek yang belum
tersentuh. Disamping itu, besarnya sanksi untuk pelanggar terhadap peraturan ini
masih sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.

Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut,


pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan
Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada Tempat Kegiatan Konstruksi.
Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai “Pedoman K3 Konstruksi” ini
merupakan pedoman yang bisa dianggap standar untuk K3 untuk konstruksi di
Indonesia.

10
Pedoman K3 konstruksi ini cukup komperhesif, namun terkadang sulit
dimengerti karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta
tidak dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangankekurangan
tersebut tentu menghambat penerapan Pedoman K3 di lapangan, serta dapat
menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan diantara pihak pelaksana dan
pihak pengawas konstruksi (Wirahadikusumah, 2007).

2.5.1. Dasar Hukum K3 di Indonesia

Dasar hukum pelaksanaan K3 di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja


2. Undang-undang No. 2 Tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja
3. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
4. Permenaker No. 4 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
5. Instruksi Menaker RI No. 5 Tahun 1996 Tentang Pengawasan dan Pembinaan
K3 pada Kegiatan Konstruksi Bangunan
6. Permenaker No. 5 Tahun 1996 tentang SMK3 (Sistem Manajemen K3)

11
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Dalam Bidang Konstruksi

Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, pelaksanaannya bisa saja


berpotensi terjadinya kecelakaan konstruksi yang membahayakan keselamatan
pekerja, keselamatan publik, keselamatan harta benda, dan keselamatan lingkungan
sehingga untuk menjamin keselamatan pekerjaan konstruksi perlu membentuk
Komite Keselamatan Konstruksi. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
yang selanjutnya disingkat K3 Konstruksi adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja pada pekerjaan konstruksi.

Untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 pada setiap penyelenggaraan


pekerjaan konstruksi maka dibentuklah Komite Keselamatan Konstruksi. Pekerjaan
konstruksi yang menjadi kewenangan Komite Keselamatan Konstruksi sesuai
dengan Permen PU Nomor 02/PRT/M/2018 tentang Pedoman Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum
meliputi:

a. Potensi bahaya tinggi;dan/atau

b. Mengalami kecelakaan konstruksi yang dapat menimbulkan hilangnya nyawa


orang;

3.2. Penerapan Sistem Manajemen K3 Konstruksi

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang


Pekerjaan Umum yang selanjutnya disingkat SMK3 Konstruksi Bidang PU adalah
bagian dari sistem manajemen organisasi pelaksanaan pekerjaan konstruksi dalam
rangka pengendalian risiko K3 pada setiap pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan
Umum.

Tenaga teknis yang bekerja di bidang K3 disebut sebagai Ahli K3 yang


memiliki tugas merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi SMK3 Konstruksi.
Selain Ahli K3, di dalam pelaksaannya ada petugas K3.

12
Setiap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi bidang Pekerjaan Umum wajib
menerapkan SMK3 Konstruksi. SMK3 Konstruksi Bidang PU meliputi:

a. KebijakanK3;

b. PerencanaanK3;

c. PengendalianOperasional;

d. PemeriksaandanEvaluasiKinerjaK3;dan

e. TinjauanUlangKinerjaK3.

SMK3 Konstruksi diterapkan pada tahapan sebagai berikut:

a. Tahap Pra Konstruksi:

1. Rancangan Konseptual, meliputi Studi Kelayakan/Feasibility Study, Survei


dan Investigasi;

2. Detailed Enginering Design (DED);

3. Dokumen Pemilihan Penyedia Barang/Jasa.

b. Tahap Pemilihan Penyedia Barang/Jasa (Procurement);

c. Tahap Pelaksanaan Konstruksi; dan

d. Tahap Penyerahan Hasil Akhir Pekerjaan.

Penerapan SMK3 Konstruksi Bidang PU ditetapkan berdasarkan potensi


bahaya. Potensi bahaya ditetapkan menjadi:

• Potensi bahaya tinggi, apabila pekerjaan bersifat berbahaya dan/atau


mempekerjakan tenaga kerja paling sedikit 100 orang dan/atau nilai kontrak
diatas Rp.100.000.000.000. Pelaksanaan Konstruksi dengan potensi bahaya
tinggi wajib melibatkan Ahli K3 konstruksi.

• Potensi bahaya rendah, apabila pekerjaan bersifat tidak berbahaya dan/atau


mempekerjakan tenaga kerja kurang dari 100 orang dan/atau nilai kontrak
dibawah Rp.100.000.000.000. Pelaksanaan konstruksi dengan potensi bahaya
rendah wajib melibatkan Petugas K3 konstruksi.

13
3.3. Perlengkapan dan Peralatan Standar Keselamatan Kerja (K3)

Dalam bidang konstruksi, ada beberapa peralatan yang digunakan untuk


melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang kemungkinan bisa
terjadi dalam proses konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh
seseorang yang bekerja dalam suatu lingkungan konstruksi. Namun tidak banyak
yang menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini untuk digunakan.

Kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua hal yang sangat penting. Oleh
karenanya, semua perusahaan konstraktor berkewajiban menyediakan semua
keperluan peralatan/ perlengkapan perlindungan diri atau personal protective
Equipment (PPE) untuk semua karyawan yang bekerja.

1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap
pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Megingat
karakter lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang
keras maka selayakya pakaian kerja yang digunakan juga tidak sama dengan
pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang bekerja di kantor. Perusahaan yang
mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap
tahunnya.
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap
pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas
berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh
kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki
tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas.

3. Kacamata Kerja

Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu,
atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu
berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya

14
mata perlu diberikan perlindungan. Biasanya pekerjaan yang membutuhkan
kacamata adalah mengelas.
4. Sarung Tangan
Sarung tanga sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dab
tajam selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan
sarung tangan adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya
berulang seperti medorong gerobag cor secara terus-meerus dapat mengakibatkan
lecet pada tangan yang bersentuhan dengan besi pada gerobag.
5. Helm
Helm (helmet) sangat pentig digunakan sebagai pelindug kepala, dan sudah
merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk mengunakannya dengar
benar sesuai peraturan. Helm ini diguakan untuk melindungi kepala dari bahaya
yang berasal dari atas, misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material
konstruksi yang jatuh dari atas. Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja
untuk menggunakannya masih rendah yang tentunya dapat membahayakan diri
sendiri.
6. Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada
ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali
pengaman atau safety belt. Fungsi utama talai penganman ini dalah menjaga
seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan
erection baja pada bangunan tower.
7. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan
oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang
efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup
telinga ini.
8. Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi
mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi berukuran

15
besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk
kayu sisa dari kegiatan memotong, mengampelas, mengerut kayu.
9. Tangga
Tangga merupakan alat untuk memanjat yang umum digunakan. Pemilihan dan
penempatan alat ini untuk mecapai ketinggian tertentu dalam posisi aman harus
menjadi pertimbangan utama.
10. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada
pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek.
Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan
untuk pertolongan pertama.
Alat perlindungan diri dapat berfungsi secara efektif apabila syarat-syarat dasar
diperhatikan dengan baik (Ridley, 2008). Syarat-syarat tersebut antara lain:

1. Sesuai dengan bahaya yang dihadapi.

2. Terbuat dari material yang akan tahan terhadap bahaya tersebut.

3. Memiliki konstruksi yang sangat kuat.

4. Tidak meningkatkan risiko terhadap pemakainya.

Perusahaan dalam menyediakan peralatan perlindungan diri harus


memperhatikan aspek-aspek berikut ini.

1. Disediakan secara gratis.

2. Diberikan satu orang per orang atau jika tidak, harus dibersihkan.

3. Hanya digunakan sesuai peruntukannya.

4. Dijaga dalam kondisi baik.

5. Diperbaiki atau diganti jika mengalami kerusakan.

6. Disimpan di tempat yang sesuai ketika tidak digunakan.

16
3.4. Kerugian Apabila Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Tidak Dikelola dengan Baik

Pelaksanaan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek


yang sangat penting dalam menjamin kelancaran proyek dan meminimalisasi
kecelakaan kerja. Pengelolan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
secara tidak baik akan menimbulkan sejumlah kerugian untuk perusahaan (Husen,
2008). Adapun kerugian-kerugian tersebut adalah :

1. Rusaknya harta benda baik yang nyata ataupun tidak.

2. Berkurangnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk konstruksi

yang dihasilkan karena banyak terjadi kecelakaan kerja.

3. Profesionalitas perusahaan diragukan akibat banyaknya kecelakaan kerja yang

terjadi.

4. Perusahaan asuransi akan menarik diri dari penjaminnya, jika tidak premi akan

dinaikkan.

5. Pengeluaran biaya atas kecelakaan yang terjadi.

6. Orang yang mengalami kecelakaan kerja tersebut akan mengalami trauma.

7. Kehilangan penghasilan.

8. Mengalami cacat tubuh.

9. Kehilangan rasa percaya diri.

3.5. Pelatihan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sebagai Tindakan Preventif


Kecelakaan Kerja

Seluruh pekerja pada proyek konstruksi perlu diberikan pelatihan mengenai


program dan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Pelatihan
program K3 yang terdiri atas 2 bagian (Ariestadi, 2008), yaitu:

1. Pelatihan secara umum, dengan materi pelatihan tentang panduan K3 di proyek,


misalnya:

17
a. Pedoman praktis pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja pada

proyek bangunan gedung

b. Penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan material

c. Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan sipil

d. Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan finishing

e. Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan mekanikal dan

elektrikal

f. Keselamatan dan kesehatan kerja dalam pekerjaan sementara.

2. Pelatihan khusus proyek, yang diberikan pada saat awal proyek dan di tengah
periode pelaksanaan proyek sebagai penyegaran, dengan peserta seluruh petugas
yang terkait dalam pengawasan proyek, dengan materi tentang pengetahuan umum
tentang K3 atau Safety plan proyek yang bersangkutan.

Tujuan dari pelatihan tersebut adalah :

1. Menegaskan kembali aturan keselamatan kerja.

2. Menyampaikan kemungkinan bahaya yang dapat ditemui di tempat kerja dan

cara menghindarinya.

3. Memberitahukan alat-alat perlindungan diri dan cara penggunaannya.

4. Mengetahui cara memakai dan memelihara alat perlindungan diri.

5. Memberitahukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadi

kecelakaan

3.6. Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi

Kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam yaitu (Djati, 2006) :

1. Kecelakaan umum

Adalah kecelakaan yang terjadi tidak ada hubungannya dengan pekerjaan seperti
kecelakaan pada waktu hari libur/ cuti, kecelakaan di rumah dll.

18
2. Kecelakaan akibat kerja

Adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja di perusahaan. Kecelakaan


karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan di industri
konstruksi termasuk kecelakaan akibat kerja. Industri konstruksi sangat rawan
terhadap kecelakaan kerja. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat khusus konstruksi
yang tidak sama dengan industri lainnya yaitu (DK3N, 2000):

a. Jenis pekerjaan/ kegiatan pada industrikonstruksi pada setiap proyek


sangatberlainan (tidak standar), sangatdipengaruhi oleh bentuk/ jenis
bangunan,lokasi, kondisi dan situasi lingkungan kerjaserta metode pelaksanaannya.

b. Pada setiap pekerjaan konstruksi terdapatberbagai macam jenis kegiatan


yangseringkali dilaksanakan secara simultandengan tujuan untuk mencapai target
waktuyang tepat sesuai dengan kontrak yangtelah disepakati bersama antara
pemilikdan pelaksana proyek.

c. Masih banyaknya kegiatan konstruksi yangmenggunakan tangan (manual),


yang mungkin tidak dapat dihindari.

d. Teknologi yang menunjang kegiatankonstruksi selalu berkembang


danbervariasi mengikuti laju perkembangankegiatan konstruksi dan tergantung
darijenis-jenis pekerjaanya.

e. Banyaknya pihak-pihak yang terkait/ ikutambil bagian atau berperan aktif


untukterlaksananya kegiatan konstruksi.

f. Banyaknya tenaga kerja informal yangterlibat pada kegiatan konstruksi


denganturn over yang tinggi sehinggamembutuhkan sistem penanganan
yangkhusus.

g. Tingkat pengetahuan (knowledge) daripekerja konstruksi yang beragam/


tidakmerata, baik untuk pengetahuan teknispraktis maupun tingkat
manajerialkhususnya dalam pengetahuan peraturan/peruandangan yang berlaku.

19
3.7. Keadaan Darurat pada Proyek Konstruksi

Keadaan darurat (emergency) yang menimpa suatu bangunan gedungadalah


suatu keadaan yang tidak lazim terjadi, cenderung dapat mencelakakan
penghuninya. Keadaan ini dapat diakibatkan oleh alam (misalnya gempa bumi,
tanah longsor, gunung meletus, banjir bandang), atau oleh masalah teknis dan ulah
manusia (kebakaran, runtuhnya gedung akibat kegagalan/ kesalahan konstruksi).
Keadaan darurat pada bangunan adalah: setiap peristiwa atau kejadian pada
bangunan dan lingkungan sekelilingnya yang memaksa dilakukannya suatu
tindakan segera. Dengan perkataan lain, keadaan darurat adalah suatu situasi yang
terjadi mendadak dan tidak dikehendaki yang mengandung ancaman terhadap
kehidupan, aset dan operasi perusahaan, serta lingkungan, oleh karena itu
memerlukan tindakan segera untuk mengatasinya (Balitbang PU, 2000) .

Dari penyataan diatas dapat disimpulkan bahwa keadaan darurat pada suatu
proyek konstruksi harus jauh-jauh hari diantisipasi dengan benar, bertujuan untuk
keselamatan pekerja dan kelancaran proyek tersebut.

3.8. Contoh Kasus K3


3.8.1. Briefing Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Setiap pekerja mempunyai tanggung jawab yang sama untuk bekerja dengan
aman dan memperhatikan keselamatan. Pada dasarnya kita semua mengerti potensi
bahaya yang mungkin timbul di tempat area kerja kita masing-masing dan alat-alat
pelindung diri apa saja yang harus kita gunakan. Setiap perusahaan berkewajiban
menyediakan dan mencukupi perlengkapan dan kelengkapan alat pelindung diri.
Dengan demikian diwajibkan pula bagi para staf dan pekerja di lingkungan kerja
baik di industri maupun proyek untuk mengenakannya alat pelindung diri dengan
baik dan benar.

Namun dalam hal ini terdapat tiga pekerja K3 yang sedang di briefing sebelum
melakukan pekerjaannya. Pertama, satu pekerja K3 yang disiplin menggunakan
APD dengan baik dan benar dari ujung kepala hingga ujung kaki agar tidak terjadi
kecelakaan kerja. Kedus, satu pekerja K3 yang tidak disiplin yang tidak
menggunakan APD kemudian yang terakhir terdapat satu pekerja K3 yang

20
menggunakan APD yang tidak sesuai dengan prosedur penggunaan APD yang
benar.

Dari kejadian diatas dapat dianalisis menggunakan teorinya yang dikenal


sebagai Teori Domino Heinrich. Dalam Teori Domino Heinrich, kecelakaan terdiri
5, yaitu :

1. Kondisi kerja

Saat briefing dua pekerja menolak untuk menggunakan APD dan tidak sesuai
dengan prosedur APD yang sudah ditetapkan.

2. Kelalaian manusia

Menyepelehkan pentingnya penggunaan APD saat akan melalukan pekerjaan.

3. Tindakan tidak aman

Di tempat kerja akan terjadi potensi bahaya yang akan mungkin timbul dan dapat
mengakibatkan kecelakaan kerja. Kondisi inilah yang akan menimpa para pekerja
yang tidak menggunakan APD.

4. Cidera

Cidera yang akan terjadi pada pekerja yang tidak menggunakan APD akan
mengalami kecelakaan kerja baik ringan maupun berat.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1. Keimpulan
1. Menurut Kepmenaker Nomor 463/MEN/1993, Keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan
orang lainnya di tempat kerja/perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan
sehat, serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan
efisien. Definisi Konstruksi adalah suatu kegiatan membangun sarana
maupunprasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah
konstruksijuga dapatdikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada
sebuah area ataupada beberapa area.Walaupun kegiatan konstruksi dikenal
sebagai satu pekerjaan,tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan
satuan kegiatan yang terdiri daribeberapa pekerjaan lain yang berbeda.
2. Menghindarkan setiap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerjadengan
melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan, pengawasan dan inspeksi,
untuk memenuhi keselamatan dankesehatan kerja
4.2. Saran
1. Program K3 harus lebih ditingkatkan lagi supaya para pekerja lebih merasa
aman dan nyaman.
2. Perusahaan harus lebih lagi mensosialisasi- kan program K3 untuk
meningkatkan dukungan pekerja terhadap program K3 yang nantinya juga
meningkatkan komitmen pekerja terhadap perusahaan

22
Daftar Pustaka
Ervianto, I.W. 2005. Manajemen Proyek Konstruksi Edisi Revisi. Yogyakarta:
Andi.
Aditama. 2006. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Indonesia.
Dewan Keselamatan & Kesehatan Kerja Nasional (DK3N). 2000. Keselamatandan
Kesehatan Kerja di Indonesia 1990-2000. Prosiding Satu Abad K3 di
Indonesia. Jakarta.
Sekretariat Direktorat Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, 2008.
Himpunan Peraturan Perundang – Undangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi R.I

23
Lampiran
1. Alat Pelindung Diri

Gambar 1.1 Safety Helmet Gambar 1.2 Safety Belt

Gambar 1.3 Penutup Telinga

24
Gambar 1.4 Kacamata Pengamanan

Gambar 1.5 Pelindung Wajah Gambar 1.6 Masker

Gambar 1.7 Safety Shoes

2. Slogan K3

25
Gambar 2.1 Slogan K3

26
3. Rambu – Rambu K3

Tabel 1 Makna Rambu

27
Gambar 3 Rambu – Rambu K3

28

Anda mungkin juga menyukai