Anda di halaman 1dari 17

TUGAS UAS TOXICOLOGY INDUSTRI

“Natural Rubber Latex”

Disusun oleh :

Nizhenifa Falenshina 0906616716

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT EXTENSI


KESEHATAN dan KESELAMATAN KERJA
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertandatangan dibawah ini dengan menyatakan bahwa tugas


makalah dalam rangka mata ajaran Bahaya Kimia dan Biomonitoring yang Saya tulis
dengan tidak melakukan tindakan Plagiarisme serta tetap memegang Etik Kejujuran
Ilmiah.
Saya telah memahami Etika Akademik Universitas Indonesia dan Pencegahan
Plagiarisme di lingkungan Universitas Indonesia. Apabila tugas makalah Saya terbukti
melakukan tindakan terkait Plagiarisme, Saya bersedia bertanggungjawab ataupun
menerima sangsi lain yang diberikan oleh Fakultas maupun Universitas Indonesia.
Saya yang bertanda tangan di Depok pada tanggal 02 Juni 2011 :

No. Nama Lengkap NPM Tanda Tangan


1. Nizhenifa Falenshina 0906616716
NATURAL RUBBER LATEX

I. Latar Belakang
1. Lateks
Indonesia memproduksi lateks pekat hanya 3,6% dari total produksi karet alam
yang dihasilkan oleh perusahaan besar PTP maupun swasta. Lateks (Hevea
brasiliensis) adalah suatu sistem koloid yang kompleks, terdiri dari partikel karet dan
bahan baku yang terdispersi dalam cairan yang disebut serum. Karet alam yang
berasal dari pohon atau disebut lateks kebun memiliki kandungan karet kering (Dry
Rubber Content, DRC) sekitar 29 – 30%. Lateks ini perlu dipekatkan terlebih dahulu
hingga memiliki kadar kering 60% atau lebih, dikenal dengan lateks pekat
(concentrated lateks) yang bertujuan memperbaiki nilai ekonomi dalam transportasi
(Anonim, 2004).
Bahan kimia yang umum digunakan untuk pengawetan lateks kebun adalah
amonia berupa gas atau larutan, karena harganya cukup murah, mudah didapat dan
cukup efektif. Dosis pemberian amonia dalam bahan olah lateks kebun harus
disesuaikan dengan lama waktu yang dibutuhkan, proses pengolahan di pabrik dan
jenis mutu karet yang dihasilkan (Anonim, 2004).
Pemberian bahan pengawet campuran amonia dengan hidrosilamin netral sulfat
H2(NH2OH)SO4 digunakan untuk mengawetkan lateks kebun yang akan diolah
menjadi karet. Hidroksilamin selain sebagai pengawet juga berfungsi sebagai
pemantap karena gugus aldehid yang terdapat dalam karet dapat bereaksi dengan
hidroksilamin dengan viskositas karet yang dihasilkan relatif konstan (Anonim,
2004).
2. Komposisi Lateks
Lateks berasal dari pohon karet (Hevea brasiliensis) adalah suatu disperse
partikel – partikel dan bukan karet dalam cairan yang disebut dengan serum.
Komposisi kimia lateks terdiri dari:
1. Kadar karet ± 36%
2. Air ± 59%
3. Protein ± 2%
4. Zat yang bersifat dammar ± 1%
5. Debu ±0,5%
6. Zat bersifat gula ± 1,5
Kandungan padatan dalam lateks normal dari satu pohon siap panen antara 30-
38% (Anonim, 2004). Fraksi padatan ini sebagian besar adalah hidrokarbon dimana
rumus kimianya (C5H8)n. Kandungan selain padatan dalam karet adalah protein,
gula, enzim, ragi dan sedikit kandungan garam-garam mineral. Berat molekul karet
tergantung dari jumlah, di mana n rata-rata berjumlah antara 200-400. Semakin
tinggi jumlah n maka viskositas karet semakin tinggi dan rantai molekul semakin
panjang. Molekul-molekul karet berbentuk lingkaran seperti spiral dengan ikatan
C=C di dalam rantai berputar pada sumbunya sehingga memberikan sifat karet yang
fleksibel yaitu dapat ditekan, ditarik dan lentur. Karet tidak dapat larut dalam air
tetapi dapat larut dalam larutan organic dimana karet merupakan senyawa organik.
Dengan sifat karet yang fleksibel dan lentur tersebut maka menyebabkan dapat
dibentuk dan digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti: sol sepatu atau
bahan kendaraan. Karet alam dari pohon karet lateks jika ditambahkan dengan
bahan penggumpal (asam formiat/cuka) kemudian dikeringkan dan dicuci dengan air
dan dikeringkan dalam bentuk lembaran disebut dengan karet mentah yang memiliki
sifatsifat:
1. Mudah teroksidasi
2. Kurang kuat
3. Kurang elastis
4. Perubahan bentuk yang permanen.

2. Sumber Paparan Utama


Ada tiga jenis tanaman yang menghasilkan lateks karet alam: Hevea
brasiliensis, Ficus Parthenium listrik dan elastis (Cornish, 2001). Saat ini sumber
utama lateks karet alam untuk keperluan industri adalah h. brasiliensis. Penggunaan
utama dari lateks karet alam adalah bahan utama dalam pembuatan ban, kondom
lateks dan sarung tangan bedah. Selain eksposur selama pembuatan karet, sumber
utama paparan kerja juga terdapat pada petugas pelayanan kesehatan, makanan
pekerja cosmetologists dan pekerja di perkebunan karet.
Natural rubber lateks sangat penting bagi tingginya kinerja produk, seperti
sarung tangan bedah, perangkat balon medis, kondom, dan ban. Setelah publikasi
Kewaspadaan Universal bagi perlindungan terhadap patogen melalui darah (CDC,
1987), telah terjadi peningkatan yang substansial dalam penggunaan sarung tangan
lateks dan produk lateks lainnya. Pada tahun 1988, permintaan di seluruh dunia
untuk karet alam sebesar 6,6 juta ton dari Inggris, yang merupakan 40% dari total
produk permen. 60% lainnya berasal dari karet sintetis, yang berasal dari minyak
bumi. Studi konsisten menunjukkan risiko kelebihan sensitisasi atau reaksi alergi,
diulang paparan lateks karet alam (NRL). Pada manusia, efek samping yang paling
umum adalah paparan lateks dermatitis tangan. paparan Kulit merupakan faktor
risiko yang penting dan mungkin lebih penting daripada paparan untuk memprediksi
sensitisasi pernafasan dan dermatitis lateks. Kombinasi informasi menunjukkan
bahwa pada TLV - TWA dari 0,0001 mg/m3, diukur sebagai protein alergis terespirasi
yang harus menggunakan pelindung bagi pekerja non-peka yang terpapar terutama
oleh inhalasi. NAB ini tidak akan dengan sendirinya menjadi pelindung bagi mereka
yang terpapar terutama melalui kontak kulit, seperti pengguna sarung tangan lateks
karet. The sensitizer peringkat (SEN) dan kulit yang dianjurkan. Tidak cukup data
yang tersedia untuk menetapkan peringkat carcinogenicity atau merekomendasikan
ACGIH.
Lebih dari selusin tertentu h. protein brasiliensis telah diidentifikasi sebagai
alergen (Poley dan Slater, 2000). Sekitar 2% susu getah pohon karet adalah protein
(Jaeger et al, 1992.). lateks karet alam adalah campuran kompleks yang mencakup
alergi protein yang ditambah dengan komponen lainnya. komponen yang berbeda
diperkirakan bervariasi dalam stabilitas dan bioavailabilitas. respon biologis paparan
dicurigai alergi protein berbeda dari rute eksposur dan terjadi dalam dua tahap:
inisiasi di naif dan reaksi alergi pada individu yang sensitif. Ambang Batas untuk
individu sensitif dianggap jauh lebih rendah dari ambang bagi individu naif.
II. Tinjauan Teoritis
1. Identifikasi Produk
Nama Produk : Hartex 101 Natural Rubber Latex
Nama Kimia/ Sinonim : Natural Rubber
Chemical Family : Natural Rubber
NFPA Hazard Rating : Health 1, Flammability 0, Reactivity 0
HMIS Hazard Rating : Health 1, Flammability 0, Reactivity 0
OSHA Hazardous : No

2. Komposisi Bahan Kimia


Nama CAS # % dalam berat Batas
Natural Rubber Latex 9003-31-0 10 - 20 - OSHA PEL : N/E
- ACGIH TLV : N/E
Amonia 7664-41-7 < 0,3 - OSHA PEL :
TWA 50 ppm
- ACGIH STEL 35
- NIOSH REL:
TWA 25 ppm
3
(18 mg/m ) ST
35 ppm (27
3
mg/m )
Nonhazardous per 29 Tidak ada >99 Tidak ada
CFR 1910.1200.

Catatan: Seng oksida dan tetramethylthiuram disulfida ditambahkan dalam jumlah


(<0,04% dan <0,04% masing-masing) sebagai pengawet. Karena konsentrasi sangat
kecil, tidak diantisipasi bahaya bahan kimia, tetapi terdaftar untuk tujuan informasi
umum saja.

3. Sifat Fisik dan Kimia


Penampilan dan Bau : Putih susu, cair dengan bau amoniak
Flash Point : Tidak Berlaku Lower Explosive Limit: Tak satupun
Metode yang Digunakan : Tidak relevan Upper Explosive Limit: Tak satupun
Tingkat Penguapan : 1 (air = 1) Titik didih : 100 ° C
pH (produk murni) : Tidak Berlaku Melting Point : Tak Berlaku
Kelarutan dalam Air : Dispersible Spesifik Gravity : > 0,93
Vapor Density : 0.631 Volatile Persen : Unknown
1
Vapor Pressure : 760 mm Hg
1
Untuk tahap air saja

Lateks karet alam hampir tidak berwarna, tidak berbau dan berasa (Merck, 1996).
Sifat fisik dan kimia tambahan termasuk: Berat molekul <100 000-4 000 000 Berat
Jenis: 0,90-0,93 Kelarutan: berisi lateks karet alam larut protein dan terikat partikel.
(Walker dan Burton, 2001; Posch et al, 1998.)

4. Kegunan Bahan Kimia


Kegunaan utama bahan kimia Natiral Rubber Latex ini adalah sebagai bahan utama
dalam pembuatan ban, kondom lateks dan sarung tangan bedah.

5. Toksikokenetik
Adsorbsi :
- kontak mata
Terjadinya kerusakan mata tanpa diawali sensitisasi, disebabkan penetrasi
langsung bahan kimia yang bersifat iritan atau toksin ke dalam mata yang
menimbulkan kerusakan membrane mukosa dalam beberapa menit-jam.
Mekanisme adsorbsi toksikan tersebut melalui membrane mukosa terjadi dengan
cara Transpor Pasif – difusi pasif. Hal ini dikarenakan zat toksikan tersebut dapat
berdifusi melintasi membrane tanpa bantuan energi. Laju difusi tersebut juga di
pengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :
o konsentrasi zat yang dibatasi oleh membrane
o daya larut dalam lipid
o derajat ionisasi, dan
o ukuran molekul

- kontak kulit
Penggunaan sarung tangan yang berbahan NRL dapat menjadi salah satu jalan
teradsorbsinya toksikan NRL melalui kulit. Toksikan tersebut masuk melalui system
startun corneum atau melalui folikel-folikel rambut hingga kedalam darah.
Tahapannya dengan cara :
o Fase pertama, yaitu difusi toksikan melalui epidermis
o Fase kedua, yaitu difusi toksikan melalui dermis
Mekanisme adsorbsi toksikan melalui kulit dapat berlangsung dengan cara transpor
pasif, transpor aktif, maupun endositosis pada membrane sel.

- inhalasi
Toksikan yang bersifat padatan, pelarut maupun gas yang terhirup pada TLV - TWA
dari 0,0001 mg/m3 masuk melalui saluran pernafasn bagian atas. NRL dan
inhalasi partikel powder sarung tangan karet. Powder tersebut mampu mengikat
protein NRL dan berperan sebagai protein carrier NRL di udara (airborne).
Alergen NRL menjadi lebih mudah terbang (airbone allergen) dengan adanya
powder pada sarung tangan karet selanjutnya terinhalasi yang menimbulkan
rhinoconjungtivitis dan ashma.

Distribusi :
 kontak mata
Toksikan NRL yang terpajan pada mata dan masuk melalui membrane mukosa
mata, sehingga terabsorbsi dan didistribusikan oleh pembuluh-pembuluh darah
pada daerah mata mata.

 kontak kulit
alergen berikatan dengan protein carrier sehingga terbentuk kompleks alergen-
protein dan ditangkap oleh sel Langerhans. Antigen akan hancur dan diproses,
selanjutnya berikatan dengan human leukocyte antigen DR (HLA-DR) membentuk
HLA-DR compleks dan diekspresikan ke permukaan sel Langerhans (sel Langerhans
berfungsi sebagai antigen presenting cells = APC).

 Pernafasan
Toxican yang terhirup melalui saluran pernafasan bagian atas kemudian
didistribusikan kedalam saaluran pernafasan bagian bawah.

Metabolisme :
 Kontak Mata
Pajanan toksikan terserap dalam mukosa mata dan masuk melalui pembuluh-
pumbuluh darah bagian mata dan dari pembuluh darah tersebut akan dibawa ke
syaraf mata dan akan merangsang syaraf-syaraf mata.
 Kontak Kulit
Sel Langerhans meninggalkan epidermis menuju limfonodus regional melalui
duktus limfatikus. Pada limfonodus regional, sel Langerhans menyajikan HLA- DR
compleks kepada sel T spesifik yaitu sel T helper yang terdiri dari CD4+ (cluster
of differentiation 4+), berfungsi mengenal HLA-DR compleks dan CD3+ berfungsi
mengenal antigen yang lebih spesifik. Pada saat ini telah terjadi proses pengenalan
antigen ( antigen recognation). Sel Langerhans distimulasi untuk membebaskan
interleukin-1 (IL-1). Interaksi antara antigen dengan IL-1 mengaktivasi sel T untuk
membebaskan IL-2 dan menyajikan reseptor IL-2 pada permukaan sel T.
 Pernafasan
Pada Saluran pernafasan menunjukan gambaran infiltrasi sel inflamasi yang sama,
melibatkan sel Th2, sel mast, basofil, eosinofil, IgE, mediator kimia seperti
histamin , leukotrein, dan molekul adhesi sitokin seperti IL-4, -5, -13, RANTES,
GM-CSF. Antara gen dan lingkungan terjadi sinergi dan lingkungan menentukan
ekspresi penyakit alergi.

Ekskresi :
 Kontak mata :
Pajanan toksik yang terbawa di pembuluh darah akan pergi dan merangsang ke
dalam syaraf-syaraf mata dan akan menimbulkan iritan pada daerah mata.
 Kontak Kulit
IL-2 menstimulasi proliferasi sel T sehingga terbentuk primed memory T cell yang
akan bersirkulasi ke seluruh tubuh dan ada yang kembali ke kulit.
 Pernafasan
Ikatan antara protein NRL dengan IgE menyebabkan pelepasan histamin dan
mediator-mediator lainnya

6. Toksikodinamik
Tanda dan gejala :
 Kontak mata
- Karena terdapatnya ammonia kontak dengan mata dapat menyebabkan
iritasi, kemerahan dan penglihatan kabur
- alergi lateks yang dimediasi oleh IgE (tipe I reaksi alergi - hives dari
contactrhinoconjunctivitis
 Kontak kulit
 dermatitis kontak (lesi keropeng kering pada daerah yang terkena kulit)
 dermatitis kontak alergi (reaksi hipersensitivitas tipe IV tertunda aditif lateks
)
 Pernafasan
- Pada saluran pernafasan dapat menyebabkan kesulitan dalam bernafas
(sesak)
- asma dan anafilaksis
Kondisi medis terburuk : Gangguan fungsi paru, anafilaksis, yang dalam kasus-kasus
yang parah, ditandai oleh obstruksi jalan napas.

Efek kronis :Sementara tidak ada yang diketahui secara langsung


berhubungan dengan produk ini, dicatat bahwa NIOSH
menerbitkan peringatan (no. 97-1375, Juni 1997) yang
melaporkan pekerja yang terpapar lateks sarung tangan dan
lainnya produk yang mengandung lateks karet alam bisa
terjadi alergi reaksi seperti ruam kulit, gatal- dan (jarang)
shock.
Karsonogenik : Tidak cukup data yang tersedia untuk menetapkan
peringkat carcinogenicity atau merekomendasikan ACGIH
Organ sasaran : Mata, jaringan kulit dan paru-paru

7. Contoh Kasus
 Para peneliti mempelajari 500 karyawan pada tiga sarung tangan manufaktur
fasilitas-lateks, 314 dari 10 tanaman perkebunan penyadap karet, dan 144 siswa
(kelompok kontrol). Kuesioner diberikan dan SPT tes dilakukan dengan alergen
lateks. Penelitian ini menunjukkan hubungan dosis-respon untuk pekerja dalam
operasi sarung tangan karet manufaktur dan perkebunan karet. Airborne eksposur
terhadap alergen lateks ditemukan di pabrik sarung tangan manufaktur, menengah
di perkebunan karet dan terendah di rumah sakit (pemaparan terhadap alergen
lateks ditentukan oleh radioimmunoassay penghambatan kompetitif). Bagi pekerja
dalam pembuatan subcohort sarung tangan, penulis mampu menciptakan tiga
tingkat eksposur berdasarkan judul kerja: tinggi (geometrik mean [GM], 15,4
ug/m3). Sedang (GM, 2.3 μ g / m 3). dan rendah (GM, 1 ug/m3). tingkat
pemaparan dalam penelitian ini ditentukan oleh sampling zona pernapasan pribadi
beberapa pekerja dan melalui diskusi dengan personil pabrik. Kelompok peneliti
yang sama telah mengembangkan uji radiasi-menyerap allergists (RAST) untuk
mengukur alergen lateks (Sri akajunt et al, 2000.). Ada korelasi positif antara
masa kerja dan respon terhadap SPT. Ini tidak diamati tingkat pengaruh buruk
(NOAEL) untuk bekas = 3 mm diameter para pekerja adalah 0,001 mg/m3 untuk
protein alergi, mewakili tingkat eksposur geometris berarti dalam kelompok
pajanan rendah (Chai et al., 2001) . Namun, peserta penelitian lima (7,9%)
terkena 0,001 mg/m3 telah bekas = mm 2.

 Sebuah studi cross-sectional dari pabrik sarung tangan Kanada menemukan


prevalensi tanggapan positif terhadap SPT sebesar 4,7% (= 3 mm wheal) (Tarlo et
al, 1990.). Penelitian terakhir menggunakan tingkat debu total sebagai ukuran
paparan debu. Eksposur tingkat antara sarung tangan inspektur bervariasi antara
0,4 dan 5,5 mg/m3.

 penelitian cross sectional lain dari pekerja perawatan kesehatan, menggunakan uji
SPT, memberikan sebuah estimasi prevalensi berkisar antara 4% sampai 22%
(Kajal dan Reijula, 1996, Douglas et al 1997;. Leung et al 1997.; Brown et al,
1998, Watts et al 1998;. Yassin et al, 1994). Dalam studi kohort prospektif,
Gautrin et al. (2000) mengukur kejadian SPT reaksi positif terhadap alergen kerja
dan komune (pohon, rumput, bulu ragweed, bulu, kucing dan anjing). Diantara
teknologi kesehatan gigi, tingkat sensitisasi terhadap lateks karet alam sebesar
2,5% per orang tahun. Sensitasi tingkat lebih besar dari tingkat sensitisasi
terhadap lateks karet alam untuk magang di peternakan atau dalam membuat kue.

 Dua penelitian cross-sectional (Brown et al, 1998 Kaczmarek et .. al, 1996)


prevalensi antibodi IgE anti-lateks dalam darah pekerja perawatan kesehatan,
telah menyediakan prevalensi diperkirakan sebesar 5,5% dan 8%. Hayes et al.
(2000) diukur IgE in vitro menggunakan spesimen bedah manusia dan menemukan
bahwa ada kurang dari 1% penetrasi melalui kulit utuh.

 Sosovec et al. (1998) dan Garabrant et al. (2001) memberikan perkiraan yang
lebih formal sensitisasi lateks di penduduk AS, berdasarkan sampel acak dari
populasi belajar di Pusat Nasional untuk studi Statistik Kesehatan Nasional
Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Survey (NHANES) III. NHANES III peneliti
mengumpulkan data kuesioner dan sampel darah orang-orang berusia 17 sampai
60 tahun. Lateks tes IgE spesifik dilakukan pada contoh darah dari lebih dari 5500
subyek. Untuk populasi umum (petugas layanan lain yang tidak bekerja dalam
pekerjaan yang melibatkan penggunaan sarung tangan), prevalensi sensitisasi
lateks (respon positif terhadap IgE tes darah menggunakan uji A1aSTAT) adalah
18% . Sosovec et al. (1998) tidak menemukan perbedaan dalam prevalensi
sensitisasi pekerja kesehatan dan pekerja di pekerjaan lain, tetapi peneliti tidak
penyesuaian untuk faktor pembaur otential. Garabrant et al (2001), bekerja lebih
diperingati sebagai alat ukur, memperkirakan bahwa petugas kesehatan memiliki
rasio 1,5 (confidence interval 95% [CI], 0,9-2,5) pada prevalensi kesadaran
setelah penyesuaian untuk usia, ras dan jenis kelamin. Ketika pekerjaan saat ini
digunakan sebagai alat ukur, kesehatan pekerja mengenakan sarung tangan
memiliki rasio 1,2 (95% CI, 0,5-5,6) setelah penyesuaian untuk usia, ras, jenis
kelamin dan dokter-asma didiagnosis atau demam jerami. Hasil ini memberikan
dukungan yang lemah untuk hipotesis bahwa penggunaan sarung tangan dari
lateks karet alam adalah hubungan kausal yang berhubungan dengan sensitisasi
lateks. Penggunaan A1aSTAT uji (digunakan dalam NHANES III dan beberapa
penelitian lain) telah dikritik oleh Liss dan Sussman (1999) menjadi spesifik (yaitu
d., Tingginya angka positif palsu) untuk alergen lateks karet alam.

 Brown et al (1998) melakukan penelitian cross-sectional dari anestesi dengan


pemeriksaan darah IgE, SPT dan para peserta studi menunjukkan hasil berbeda-
beda, sebuah provokasi inhalasi test dengan sarung tangan lateks. Studi ini
mengidentifikasi kelompok yang IgE positif tetapi tanpa gejala klinis. Para penulis
berspekulasi bahwa individu mungkin berada pada tahap awal kesadaran.
Pemantauan menunjukkan bahwa pemindahan orang dari paparan penurunan
kadar IgE spesifik serum lateks. Inhalasi tantangan pengujian sarung tangan lateks
dan eksposur yang terlibat yang spesifik telah dilakukan dalam beberapa penelitian
untuk mengkonfirmasi hasil tes lainnya (Tarlo et al, 1990;.. Vandenplas et al,
1995). Dari 13 subyek yang menunjukkan hasil positif untuk SPT dalam
Vandenplas studi (1995), tujuh menunjukkan gejala asma (penurunan yang
signifikan pada tingkat FEV1) ketika diberi tantangan inhalasi untuk sarung tangan
lateks. Para pekerja di Tarlo et al 1990. studi dengan SPT positif atau penurunan
yang signifikan pada FEV1 pada akhir shift kerja diminta untuk berpartisipasi dalam
uji tantang methacholine. Dari lima pekerja yang berpartisipasi dalam tes
tantangan SPT methacholine positif, dua telah PC20 methacoline = 8 mg / ml
(kisaran asma).

 Studi lain diukur resistensi saluran napas (Kujala dan Reijula, 1996; Baur et al,
1993; Lagier et al, 1990..). Kujala dan Reijula (1996) melakukan survei cross-
sectional pekerja rumah sakit di Oulu, Finlandia. Dari 495 pekerja yang disurvei,
268 menjawab kuesioner. Dari 200 yang menggunakan serbuk karet lateks alam
sarung tangan, 25 dilaporkan gejala Rhinorrhea, hidung tersumbat, atau bersin
saat menggunakan sarung tangan. Subyek penelitian ini 25 dan 11 mahasiswa
kedokteran yang tidak mulai memakai sarung tangan (kelompok kontrol) diberi
SPT dan dikenakan untuk studi fungsi paru (tantangan methacholine). Dari 25
subyek dengan tanggapan positif terhadap kuesioner, satu menunjukkan reaksi
positif terhadap SPT. Orang ini juga memiliki IgE tinggi untuk lateks karet alam.
Tak satu pun dari 11 mahasiswa medis SPT positif. Tidak ada perbedaan statistik
dalam hasil tes fungsi paru di antara 25 pekerja gejala dan kelompok kontrol
III. Rekomendasi
Rekomendasi berikut untuk mencegah alergi lateks di tempat kerja didasarkan
pada pengetahuan saat ini dan pendekatan yang masuk akal untuk meminimalkan
masalah kesehatan yang berhubungan dengan lateks. Berkembang teknologi
manufaktur dan perbaikan dalam metode pengukuran dapat menyebabkan
perubahan dalam rekomendasi di masa mendatang. Untuk saat ini, adopsi
rekomendasi mana pun layak akan memberikan kontribusi pada pengurangan
eksposur dan risiko untuk pengembangan alergi lateks.
1. Pengusaha
Alergi lateks dapat dicegah hanya jika majikan mengadopsi kebijakan untuk
melindungi pekerja dari eksposur lateks yang tidak semestinya. NIOSH
merekomendasikan bahwa pengusaha mengambil langkah-langkah berikut untuk
melindungi pekerja dari paparan lateks dan alergi di tempat kerja:
 Menyediakan pekerja dengan sarung tangan nonlatex untuk digunakan saat ada
sedikit potensi untuk kontak dengan bahan infeksius (misalnya, di industri jasa
makanan).
 penghalang perlindungan yang tepat diperlukan pada saat menangani bahan
infeksius [CDC 1987]. Jika sarung tangan lateks yang dipilih, menyediakan protein
berkurang, sarung tangan bebas-bedak untuk melindungi pekerja dari bahan
infeksius.
Tujuan dari rekomendasi ini adalah untuk mengurangi eksposur ke protein
penyebab alergi (antigen). Sampai tes standar diterima dengan baik tersedia, total
protein berfungsi sebagai indikator yang berguna dari paparan perhatian.
 Pastikan bahwa para pekerja menggunakan praktek housekeeping yang baik untuk
menghapus lateks yang mengandung debu dari tempat kerja:
 Mengidentifikasi daerah yang terkontaminasi dengan debu lateks untuk
membersihkan sering (jok, karpet, saluran ventilasi, dan ventilasi).
 Pastikan bahwa para pekerja mengubah filter ventilasi dan vacuum bags sering
pada lateks-daerah yang terkontaminasi.
 Memberikan pekerja dengan program pendidikan dan materi pelatihan tentang
alergi lateks.
 Layar berkala pekerja berisiko tinggi untuk gejala alergi lateks. Mendeteksi gejala
awal dan menghapus pekerja gejala dari paparan lateks sangat penting untuk
mencegah dampak kesehatan jangka panjang.
 Mengevaluasi strategi pencegahan berjalan bilamana seorang pekerja didiagnosis
dengan alergi lateks.

2. Pekerja
Pekerja harus mengambil langkah-langkah berikut untuk melindungi diri dari
paparan lateks dan alergi di tempat kerja:
 Gunakan sarung tangan nonlatex untuk kegiatan yang tidak mungkin melibatkan
kontak dengan bahan infeksius (persiapan makanan, rutin rumah tangga,
pemeliharaan, dll).penghalang perlindungan
 Appropriate diperlukan saat menangani bahan infeksius [CDC 1987]. Jika Anda
memilih sarung tangan lateks, gunakan
 sarung tangan bebas-bedak dengan kandungan protein berkurang:
sarung tangan tersebut o mengurangi eksposur terhadap lateks protein dan
dengan demikian mengurangi risiko alergi lateks (meskipun gejala masih mungkin
terjadi pada beberapa pekerja).
 Jadi yang disebut sarung tangan latex hypoallergenic tidak mengurangi risiko alergi
lateks. Namun, mereka dapat mengurangi reaksi dengan aditif kimia dalam lateks
(dermatitis kontak alergi).
 Gunakan praktek kerja yang tepat untuk mengurangi kemungkinan reaksi terhadap
lateks:
 Ketika mengenakan sarung tangan lateks, jangan gunakan krim tangan berbasis
minyak atau lotion (yang dapat menyebabkan kerusakan sarung tangan) kecuali
mereka telah terbukti mengurangi masalah lateks-terkait dan memelihara
perlindungan sarung tangan penghalang.
 Setelah melepas sarung tangan lateks, mencuci tangan dengan sabun ringan dan
benar-benar kering.
 Gunakan praktek housekeeping yang baik untuk menghapus lateks yang
mengandung debu dari tempat kerja:
a. Sering area bersih terkontaminasi dengan debu lateks (jok, karpet, saluran
ventilasi, dan ventilasi).
b. Sering mengubah filter ventilasi dan vacuum bags digunakan dalam lateks-daerah
yang terkontaminasi
 Take keuntungan dari semua pendidikan alergi lateks dan pelatihan yang diberikan
oleh majikan anda:
 Menjadi akrab dengan prosedur untuk mencegah alergi lateks.
 Pelajari untuk mengenali gejala-gejala alergi lateks: ruam kulit, gatal-gatal,
kemerahan, gatal, hidung, mata, atau gejala sinus, asma, dan shock.
 Jika Anda mengembangkan gejala alergi lateks, menghindari kontak langsung
dengan sarung tangan lateks dan produk yang mengandung lateks-lain sampai
Anda dapat melihat seorang dokter yang berpengalaman dalam mengobati alergi
lateks.
 Jika Anda memiliki alergi lateks, konsultasikan dengan dokter Anda tentang
tindakan pencegahan berikut ini:
 Hindari kontak dengan sarung tangan lateks dan lateks-mengandung produk.
 Hindari daerah di mana Anda mungkin menghirup serbuk dari sarung tangan lateks
dipakai oleh pekerja lain.
 Katakan majikan Anda dan penyedia layanan kesehatan (dokter, perawat, dokter
gigi, dll) yang Anda memiliki alergi lateks.
 Kenakan gelang tanda medis.
 Hati-hati mengikuti petunjuk dokter Anda untuk berurusan dengan reaksi alergi
terhadap lateks.
REFERENSI

 Firestone Natural Rubber Company Material Safety Data Sheet


 http://toxsci.oxfordjournals.org/content/58/1/5.full.pdf+html
 http://www.cdc.gov/niosh/updates/latexpr.html
 ACGIH
 ”Dermatitis kontak oleh karena Rubber”
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3426/1/08E00887.pdf
 http://www.immune.com/rubber/niosh.html#diagnose

Anda mungkin juga menyukai