Anda di halaman 1dari 207

Dr. Basri, M. Pd.

KAJIAN TEORITIS
KEPEMIMPINAN
VISIONER
KAJIAN TEORITIS
KEPEMIMPINAN VISIONER
/ Penulis: Dr. Basri, M. Pd./ Penerbit PeNA; Banda Aceh,
2022.

ISBN :978-623-7923-59-6.
e-ISBN :978-623-7923-58-9

Ukuran : 14,5 X 21 Cm.


Jumlah Hal. : ix + 195

Penulis : BASRI

Cetakan Pertama : Ramadhan 1443/ April 2022


Editor : Yusuf Al Qardhawy Al Asyi
Dr. Safrijal, M. Pd.

Layout & Sampul : Taufiq Muhammad

Diterbitkan Oleh:
Yayasan PeNA Banda Aceh, Divisi Penerbitan
Jl. Tgk. Chik Ditiro No. 25 Gampong Baro
(Depan Masjid Raya Baiturrahman) Banda Aceh
Anggota IKAPI No: 005/DIA/ 003
Hotline: 0811-68-2171.
Email: pena_bna@yahoo.co.id
Website: www.tokobukupena.com

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG


PENGANTAR
PENULIS

T iada kata yang terindah diucapkan kecuali


mengucapkan Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin,
Allahumma Shalli ‘ala Saidina Muhammad. Kalimat inilah yang
pantas penulis ucapkan karena dengan qudrah dan iradah-Nya
lah buku ini selesai ditulis. Diharapkan buku ini berguna bagi
penulis sendiri dan bagi para pihak (mahasiswa, akademisi,
praktisi, dan peneliti) yang membutuhkannya sebagai
referensi untuk penulisan karya ilmiah lainnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Rektor
Universitas Jabal Ghafur, Prof. Dr. Bensu Irianto, M.Pd yang
telah memberi sambutan dalam buku ini. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak baik langsung
maupun tidak langsung yang telah memberikan kontribusi
mereka dalam penulisan karya ini, terkhusus kepada editor,
Bapak Dr. Safrijal. M.Pd dan Bapak Yusuf Al-Qardhawy Al-
Asyi, MH.

Dr. Basri, M. Pd. iii


Diharapkan kepada semua pihak yang telah/sedang
membaca buku ini agar dapat memberikan masukan, kritikan
dan saran yang kontruktif guna kesempurnaannya. Akhirnya
kepada Allah swt dimohonkan taufiq dan hidayah-Nya
semoga buku ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Banda Aceh, 10 Maret 2022


Penulis,
Basri

iv KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


SAMBUTAN REKTOR
UNVERSITAS JABAL
GHAFUR

P atut kita syukuri kepada Allah swt yang telah


memberikan kekuatan dan kesempatan kepada kita
semua terutama Saudara Dr. Basri, M.Pd yang telah
melahirkan karya tulis berupa buku yang dapat dibaca dan
dijadikan referensi bagi orang lain. Menulis bukanlah perkara
yang mudah, dan sebenarnya tidak terlalu sulit kalau kita
mau mencobanya. Tulisan (buku dan sebagainya) bukan
hanya menjadi penambah KUM atau Angka Kredit bagi
seorang akademisi (dosen), jauh dari itu dapat menjadi al-
‘ilmu yuntafa’ubih (ilmu yang bermanfaat) bagi penulisnya,
dapat menjadi salah satu penambah amal kelak di yaumil
masyar.
Berbicara masalah kepemimimpinan sama dengan
membahas mengenai kita sendiri, orientasi kita, cara hidup
kita dalam mencapai sebuah asa dan cita. Semua kita adalah
pemimpin, dan tentu setiap pemimpin akan diminta
pertanggungjawaban kelak. Apabila salah dalam memimpin
atau mengatur sesuatu dampaknya bukan hanya kepada kita
sendiri, lebih parahnya kepada bawahan kita, lembaga atau
organisasi yang kita pimpin. Implikasi lain juga berdampak
kepada keluarga dan anak-anak kita. Publik akan memvonis
generasi kita kendati kesalahan me-manage atau memimpin
bukan dari mereka.
Oleh karena itu, cukup penting memahami,
mempelajari, bahkan mengimplementasikan “ilmu”

Dr. Basri, M. Pd. v


kepemimpinan dengan baik dan benar. Salah satu
karakteristik atau tipe kepemimpinan (leadership) yang
teramat penting adalah kepemimpinan visionar (visionary
leadership) yang menjadi fokus dalam buku ini. Siapapun
pemimpin baik dalam birokrasi pemerintahan maupun di
organisasi pendidikan, seperti kepala sekolah, dekan, rektor,
dan lain-lain tidak harus menerapkan satu gaya
kepemimpinan yang seragam, akan tetapi yang seharusnya
tidak dinafikan adalah setiap pemimpin harus memiliki visi-
misi yang jelas yang dikenal dengan visionary leadership.
Penting bahkan suatu keniscayaan bagi setiap
pemimpin di instansi dan organisasi manapun menerapkan
tipe kepemimpinan visioner walaupun mereka memiliki gaya
masing-masing seperti gaya demokratis, autokratis,
transformasional, transaksional, dan laissez-faire. Ini
semuanya penting, namun tipe kepemimpinan visionar
bukan hanya ia membangun (build and develop) organisasi
yang ia pimpin, tetapi secara tidak sadar ia telah membangun
dirinya dan generasi setelahnya.
Saya memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya
kepada penulis, saudara Dr. Basri, M.Pd yang telah
melahirkan karya monumental ini sehingga berguna dan
bermanfaat bagi kita semua. Harapan saya semoga penulis
terus melahirkan karya-karya baru ke depan sebagai literatur
dan referensi terutama bagi bagi mahasiswa, akademisi,
praktisi, bahkan semua kita.

Sigli, 5 Maret 2022

Prof. Dr. Bansu Irianto, M.Pd

vi KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................... iii


SAMBUTAN REKTOR
UNIVERSITAS JABAL
GHAFUR................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................... vii
BAB I KONSEP KEPEMIMPINAN ................................
A. Pengertian Pemimpin dan
Kepemimpinan ...................................................... 1
1. Pengertian Pemimpin ....................................... 1
2. Pengertian Kepemimpinan ............................. 4
B. Syarat-syarat dan Prinsip-
prinsip Kepemimpinan ........................................ 8
1. Syarat-syarat Pemimpin ................................... 8
2. Prinsip-prinsip
Kepemimpinan ................................................. 15
C. Fungsi Kepemimpinan ......................................... 17
D. Model dan Tipe
Kepemimpinan ...................................................... 20
1. Model Kepemimpinan ...................................... 20
2. Tipe Kepemimpinan ......................................... 23
E. Hakekat Pemimpin dan
Kepemimpinan ...................................................... 26
1. Hakekat Pemimpin ........................................... 26
2. Hakekat Kepemimpinan .................................. 29
F. Kepemimpinan Pendidikan .................................. 29

Dr. Basri, M. Pd. vii


BAB II PERILAKU KEPEMIMPINAN ........................... 33
A. Pengertian Perilaku
Kepemimpinan ...................................................... 34
B. Hakekat Komitmen Organisasi ........................... 36
C. Hakekat Budaya Organisasi................................ 54

BAB III KEPUASAN KERJA ........................................... 69


A. Pengertian Kepuasan Kerja ................................. 70
B. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kepuasan Kerja ......................... 71
C. Cara Meningkatkan Kepuasan
Kerja ........................................................................ 75
D. Hakekat Kepuasan Kerja ..................................... 76

BAB IV MOTIVASI KERJA ............................................ 94


A. Pengertian Motivasi Kerja ................................... 94
B. Aspek dan Indikator Kepuasan
Kerja ........................................................................ 99
C. Cara Meningkatkan Kepuasan
Kerja ........................................................................ 102
D. Hakekat Motivasi Kerja ....................................... 103

BAB V BUDAYA ORGANISASI.................................... 116


A. Pengertian Budaya Organisasi ............................ 117
B. Fungsi Budaya Organisasi .................................... 118
C. Hakekat Budaya Organisasi................................. 120

BAB VI KEPEMIMPINAN VISIONER .......................... 136


A. Konsep Kepemimpinan
Visioner................................................................... 137
B. Karakteristik Kepemimpinan
Visioner ................................................................... 162

viii KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


C. Syarat dan Ciri Kepemimpinan
Visioner................................................................... 168
D. Kompetensi Kepemimpinan
Visioner ................................................................... 169
E. Hakekat Gaya Kepemimpinan
Visioner ................................................................... 173
F. Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Visioner terhadap Motivasi
Kerja ........................................................................ 175

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 178


BIOGRAFI PENULIS .......................................................... 193
BIOGRAFI EDITOR ........................................................... 194

Dr. Basri, M. Pd. ix


BAB

KONSEP
KEPEMIMPINAN

Dr. Basri, M. Pd. 1


A. Pengertian Pemimpin dan
Kepemimpinan
1. Pengertian Pemimpin
Dalam perspektif akademik berbeda pengertian
pemimpin dan kepemimpinan. Pemimpin dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah leader atau manager, sedangkan
dalam fikih siyasah (politik Islam) dikenal dengan beberapa
istilah, seperti imam, khalifah, amir, atau wali, bahkan tidak
jarang digunakan istilah ulil amri. Kendati secara umum
istilah pemimpin dalam bahasa Inggris digunakan dua istilah
(leader dan manager), tetapi keduanya memiliki pengertian
yang berbeda. Manager lebih menitikberatkan dalam hal
mengatasi kerumitan, sedangkan leader berkenaan dengan
mengatasi perubahan (Robbins, 2003).
Pemimpin dalam bahasa Inggris disebur “leader”. Leader
berarti pemimpin dan akar katanya to lead yang terkandung
beberapa arti yang saling erat berhubungan, yaitu: bergerak
lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal,
berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan fikiran-
pendapat orang lain, dan menggerakkan orang lain dalam
pengaruhnya (Baharuddin & Umiarso, 2012: 47).
Dalam bahasa Inggris pula, manager diartikan juga
dengan pemimpin, namun semua ahli bahasa sepakat bahwa
keduanya ada perbedaan yang signifikan. Berikut dikutip
perbedaan leader dan manager menurut Feska Ajeri (2017:103),
sebagai beikut:
“Lebih spesifik, perbedaan pemimpin (leader) dan
manajer dapat dilihat dari tiga hal yang selalu berkaitan
dengannya, yaitu: sumber kekuasaan yang diperoleh,
bawahan, dan lingkungan kerja. Berdasarkan sumber
kekuasaan yang diperoleh, seorang manajer dipilih melalui
jalur formal (seperti dipilih oleh komisaris atau direktur)

2 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


dengan dasar yuridis yang dimiliki. Artinya seseorang dapat
menjadi manajer jika mempunyai dasar yuridis yaitu adanya
surat keputusan atau surat pengangkatan. Sedangkan
pemimpin (leader) kekuasaan yang dimiliki berdasarkan
kontrak sosial dengan anggota atau bawahan.”
Menurut Winardi (1990:32) pemimpin terdiri dari
pemimpin formal (formal leader) dan pemimpin informal
(informal leader). Pemimpin formal adalah seorang (pria atau
wanita) yang oleh organisasi tertentu (swasta atau
pemerintah) ditunjuk (berdasarkan surat-surat keputusan
pengangkatan dari organisasi yang bersangkutan) untuk
memangku sesuatu jabatan dalam struktur organisasi yang
ada dengan segala hak dan kewajiban yang berkaitan
dengannya untuk mencapai sasaran-sasaran organisasi
tersebut yang ditetapkan sejak semula.
Shartle dalam Permadi (1996: 9) mendefinisikan
pemimpin sebagai berikut:
a. Seseorang yang mempunyai pengaruh positif terhadap
orang lain. Seseorang yang mempunyai lebih banyak
pengaruh positif daripada anggota-anggota lain dalam
suatu organisasi.
b. Seseorang yang dipilih sebagai pemimpin oleh
kelompok. Seseorang yang paling banyak berpengaruh
dalam menentukan dan mencapai tujuan kelompok
atau organisasi.
Menurut Suradinata (1997:11), yang dimaksud
pemimpin mesti ia memimpin lebih dari satu. Lebih lanjut
Suradinata mengemukakan, pemimpin adalah orang yang
memimpin kelompok dua orang atau lebih, baik organisasi
maupun keluarga.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikemukakan
bahwa pemimpin adalah orang yang di depan membina,
menuntun, mengarahkan, melaksanakan, dan menggerakkan

Dr. Basri, M. Pd. 3


orang lain di bawah pengaruh atau kekuasaannya. Tujuan
dari hal tersebut adalah tidak lain untuk mencapai tujuan
(goal) organisasi atau “konstitusi” yang diharapkan.

2. Pengertian Kepemimpinan
Secara etimologi istilah kepemimpinan (leadership)
berasal dari kata dasar pimpin yang artinya bimbing atau
tuntun. Dari kata tuntun maka lahirlah kata kerja memimpin
yang artinya membimbing atau menuntun (Didin Kurniawan
& Imam Machali, 2016:288). Kepemimpinan atau leadership
menurut Stephen Robbins (2003:130) adalah “the ability to
influence a group toward the achievement of goals” (kemampuan
untuk mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai
serangkaian tujuan).
Kepemimpinan juga dimaknai sebagai proses
mempengaruhi tidak hanya dari pemimpin kepada pengikut
atau satu arah melainkan timbal balik atau dua arah. Pengikut
yang baik juga dapat saja memunculkan kepemimpinan
dengan mengikuti kepemimpinan yang ada dan pada derajat
tertentu memberikan umpan balik kepada pemimpin.
Pengaruh adalah proses pemimpin mengkomunikasikan
gagasan, memperoleh penerimaan atas gagasan, dan
memotivasi pengikut untuk mendukung serta melaksanakan
gagasan tersebut lewat perubahan (Robert N. Lussier and
Christopher F. Achua, 2010:6).
Berikut ini beberapa pengertian kepemimpinan yang
dikemukakan para ahli, sebagai berikut:
Jonh Pfiffner:
“Seni untuk mengoordinasi dan memberikan
dorongan terhadap individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.”
(Pahlawan Kayo, 2005:7-8).

4 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Richard L. Daft:
“Leadership is influance relationship among leaders
and followers who intend real changes and outcomes
that reflect their shared purposes”. (Kepemimpinan
adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata
yang mencerminkan tujuan bersamanya).
(Richard L. Daft, 2004:231).
George R.Terry:
“Leadership is the relationship in which one person, the
leader, influences the other to work together willingly
on related task to attain that which the leader desire ”
(kepemimpinan adalah hubungan di mana di
dalamnya antara orang dan pemimpin saling
mempengaruhi agar mau bekerja sama berbagi
tugas untuk mencapai keinginan sang
pemimpin). (Aunur Rohim-Iip Wijayanto, 2001:3).
Mike Vence:
“Kepemimpinan adalah kemampuan untuk
menentukan standar dan mengelola iklim yang
kreatif dan orang-orang termotivasi dengan
sendirinya untuk menguasai tujuan konstruktif
jangka panjang, dalam suatu lingkungan yang
bersifat partisipasi yang saling menghormati,
sesuai dengan nilai-nilai personal.” (Bob Seelert,
2009:145).
Tareq Mohammed Al-Suwaidan:
“Kepemimpinan menurut perspektif Islam
adalah upaya memobilisasi manusia ke arah
tujuan duniawi dan ukhrawi dalam koridor nilai-
nilai dan syariat Islam.” (Tareq Mohammed Al-
Suwaidan, 2006:23).

Dr. Basri, M. Pd. 5


Burhanuddin:
“Kepemimpinan merupakan inti manajemen,
sebab kepemimpinanlah yang menentuka arah
dan tujuan sebuah organisasi dengan
memberikan bimbingan dan menciptakan iklim
kerja yang mendukung pelaksanaan proses
manajemen secara kesuluruhan.” (Mesiiono,
2015:55).
Susilo Martoyo:
“Kepemimpinan adalah inti manajemen, ini
berarti bahwa manajemen akan dapat mencapai
sasarannya apabila ada kepemimpinan.
Sedangkan memimpin hanya dapat dilaksanakan
oleh seorang pemimpin. Pemimpin adalah orang
yang memiliki kemampuan memimpin artinya
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain atau kelompok, tanpa
mengindahkan bentuk alasannya.” (Susilo
Martoyo, 2007:191).
Sadili Samsudin:
“Kepemimpinan adalah kemampuan
meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar
mau bekerja sama di bawah kepemimpinannya
sebagai suatu tim untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Kepemimpinan mempunyai dua ruang
lingkup yaitu kekeuasaan dan wewenang.
Kekuasaan amat erat hubungannya dengan
wewenang, namun kedua konsep ini harus
dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan
paksaan, wewenang merupakan bagian dari
kekuasaan yang cakupannya lebih sempit.
Wewenang tidak menimbulkan implikasi
kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal

6 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang
dipegang dalam organisasi.” (Sadili Samsudin,
2006:287).
Suradinata:
“kemampuan seorang pemimpin untuk
mengendalikan, memimpin, mempengaruhi
fikiran, perasaan atau tingkah laku orang lain
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. (Suradinata, 1997:11).
Carter V. Good:
“Kepemimpinan tidak lain adalah kesiapan
mental yang terwujudkan dalam bentuk
kemampuan seseorang untuk memberikan
bimbingan, mengarahkan dan mengatur serta
menguasai orang lain agar mereka berbuat
sesuatu, kesiapan dan kemampuan kepada
pemimpin tersebut untuk memainkan peranan
sebagai juru tafsir atau pembagi penjelasan
tentang kepentingan, minat, kemauan, cita-cita
atau tujuan-tujuan yang diinginkan untuk dicapai
oleh kelompok atau individu.” (Siswandi,
2003:251).
Dari beberapa definisi yang telah disebut di atas
menurut Sunarta (2006:62) dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan memiliki tiga implikasi dasar, sebagai beikut:
1. Kepemimpinan berarti bagaimana kemampuan
membujuk atau mempengaruhi, memotivasi,
mengajak, dan mengarahkan orang lain kepada suatu
tujuan yang telah ditentukan.
2. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi, artinya
sebuah kepemimpinan hanya ada dan bisa berlangsung
jika ada pengikut/ bawahan. Kepemimpinan tanpa
bawahan tidak memiliki makna apa-apa, sebaliknya

Dr. Basri, M. Pd. 7


bawahan tanpa adanya kepemimpinan akan liar dan
sesat.
3. Kepemimpinan merupakan sebuah proses dimana
kepemimpinan tidak sekedar memiliki otoritas saja
tetapi lebih pada bagaimana bisa melakukan sesuatu
terhadap bawahannya sehingga bisa memelihara
motivasi kerjanya
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pemimpin (leader) adalah orang yang berada di garda
terdepan dalam membimbing, melindungi, mengarahkan
dan mensejahterakan lahir-batin orang-orang yang berada di
bawah kekuasaannya, sedangkan kepemimpinan (leadership)
adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi
bawahannya untuk mencapai tujuan, apakah tujuan
organisasi secara umum atau tujuan-tujuan lain dari sebuah
institusi atau bidang profesi. Secara singkat dapat dijelaskan
bahwa leadership adalah seni seseorang dalam memimpin
atau mengatur bawahan dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan.

B. Syarat-syarat dan Prinsip-prinsip


Kepemimpinan
1. Syarat-syarat Kepemimpinan
Abdul Syani (2000) dalam bukunya Manajemen
Organisasi menyebutkan 6 (enam) syarat yang harus dimiliki
oleh seorang pemimipin supaya dalam memimpinnya
bawahannya lebih efektif, yaitu:
1. Kemampuan pengawasan dalam kedudukan
atau pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen,
terutama pengarahan dan pengawasan
pekerjaan orang lain (para bawahan).

8 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


2. Kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan, mencakup
pencarian tanggungjawab dan keinginan untuk sukses.
3. Kecerdasan, mencakup kebijaksanaan, pemikiran,
kreatif dan daya pikir.
4. Ketegasan atau kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan dan memecahkan masalah-
masalah dengan cakap dan tepat.
5. Kepercayaan diri atau pandanngan terhadap dirinya
sebagai kemampuan untuk menghadapi masalah-
masalah.
6. Inisiatif atau kemampuan untuk bertindak tidak
tergantung mengembangkan serangkaian aktivitas dan
menemukan cara-cara baru atau inovasi.
Ordway Tead seperti dikutip oleh Kartini Kartono
(1994) dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan
mengemukakan bahwa syarat seorang pemimpin harus
mempunyai 10 (sepuluh) sifat, yaitu:
1. Energi jasmani dan mental dalam artian
pemimpin memiliki tenaga jasmani dan rohani
yang luar biasa: yaitu mempunyai daya tahan,
keuletan, kekuatan atau tenaga yang istimewa
yang tampaknya tidak pernah akan habis.
2. Kesadaran akan tujuan dan arah yaitu ia memiliki
keyakinan yang teguh akan kebenaran dan kegunaan
dari semua perilaku yang dikerjakan; dia tahu kemana
arah yang akan ditujunya, serta memberikan manfaat
bagi diri sendiri maupun kelompok yang dipimpinnya.
3. Antusiasme dalam melakukan pekerjaan dan tujuan
yang akan dicapai itu harus sehat, berarti, bernilai,
memberikan harapan-harapan yang menyenangkan,
memberikan sukses, dan menimbulkan semangat serta
spirit de corps.

Dr. Basri, M. Pd. 9


4. Keramahan dan kecintaan ialah pemimpin harus
mempunyai rasa kasih sayang, cinta, simpati yang
tulus, disertai kesediaan berkorban bagi pribadi-pribadi
yang disayangi.
5. Integritas ialah pemimpin harus mempunyai sifat
terbuka, kejujuran, ketulusan hati serta sejiwa dan
seperasaan dengan anak buahnya.
6. Penguasaan teknis, pemimpin harus mempunyai
kemahiran teknis tertentu, agar ia mempunyai
kewibawaan dan kekuasaan untuk memimpin
kelompoknya.
7. Ketegasan dalam pengambilan keputusan, adalah
pemimpin harus harus dapat mengambil keputusan
secara tepat, tegas dan tepat, sebagai hasil dari kearifan
dan pengalamannya.
8. Kecerdasan adalah kemampuan pemimpin untuk
melihat dan memahami dengan, mengerti sebab dan
akibat kejadian, menemukan hal-hal yang krusial dan
cepat menemukan cara penyelesaiannya dalam waktu
singkat. Kecerdasan dan originalitas yang disertai
dengan imajinasi tinggi dan rasa humor, dapat dengan
cepat mengurangi ketegangan dan kepedihan-
kepedihan tertentu yang disebabkan oleh masalah-
masalah sosial yanmg gawat dan konflik-konflik di
tengah masyarakat.
9. Keterampilan mengajar ialah pemimpin harus mampu
menuntun, mendidik, mengarahkan, mendorong dan
menggerakan anak buahnya untuk berbuat sesuatu
yang baik.
10. Kepercayaan (faith) adalah pemimpin harus memiliki
keprcayaan terhadap anak buahnya.

10 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Menurut Rosyad Saleh (2010:38-42), syarat-syarat
kepemimpinan adalah sifat, ciri atau nilai-nilai pribadi yang
memungkinkan orang lain tertarik dan terpikat untuk taat
kepadanya. Adapun sifat, ciri atau nilai- nilai yang
hendaknya dimiliki oleh pemimpin adalah sebagai berikut:
a. Berpandangan jauh ke masa depan. Seorang pemimpin
harus memiliki pandangan jauh ke depan, juga
diperlukan kecerdasan dan ketajaman dalam menilai
dan menganalisa keadaan dan peristiwa-perisstiwa
yang terjadi pada waktu sekarang dan pada waktu-
waktu yang akan datang.
b. Bersikap dan bertindak bijaksana. Menjadi pemimpin
tidaklah mudah, sebab yang dihadapi adalah manusia
dengan subjektivitasnya masing-masing. Keputusan
yang diambil haruslah selalu bijaksana karena tidak
semua keputusan itu dipandang tepat oleh orang lain.
Demikian pula dalam penyelenggaraan kegiatan yang
berarti mengadakan perubahan-perubahan dalam
segala bidang itu, juga diperlukan sikap dan tindakan
bijaksana. Sebab tidak selamanya manusia itu bersedia
menerima perubahan dan pembaharuan terhadap nilai-
nilai, kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku, apalagi
yang sudah mendarah daging dan berakar dalam
kehidupan mereka.
c. Berpengetahuan luas. Usaha tersebut akan berjalan
efektif, bilamana penyelenggaraanya dipimpin oleh
orang-orang yang memilikipengetahuan luas.
Berpengetahuan luas tidak berarti harus berpen didikan
tinggi. Seseorang yang tidak pernah mengalami
pendidikan tinggi juga bisa memiliki pengetahuan yang
sangat luas berkat pengalaman dan ketekunannya
belajar sendiri, mengenai berbagai masalah.

Dr. Basri, M. Pd. 11


d. Bersikap dan bertindak adil. Pemimpin harus bersikap
dan bertindak adil. Sikap ini diperlukan, baik dalam
memperlakukan orang-orang yang dipimpinnya,
maupun dalam melaksanakan fungsi-fungsi pimpinan
lainnya. Sikap adil yang ada pada dirinya
akanmenjadikan pemimpin selalu berpandangan
obyektif. Penilaian terhadap seseorang atau sesuatu
persoalan tidak didasarkan pada ukuran like dan
dislike, melainkan semata-mata atas dasar mana yang
paling menguntungkan dilihat dari segi pencapaian
tujuan organisasi.
e. Berpendirian teguh. Usaha kegiatan suatu organisasi
tidak jarang menghadapi persoalan dan tantangan.
Untuk itu dibutuhkan seorang pemimpin yang
berpendirian teguh.
f. Mempunyai keyakinan bahwa misinya akan berhasil.
Pemimpin harus yakin bahwa misi yang dimiliki dalam
memimpin sebuah organisasi akan dapat tercapai.
Pemimpin yang pesimis akan berdampak pada rendah
atau penurunan kualitas kineija organisasi yang
dipimpinnya.
g. Berhati ikhlas. Pemimpin seringkali berkorban harta,
waktu pikiran dan sebagainya. Untuk itu seorang
pemimpin harus berhati ikhlas.
h. Memiliki kondisi fisik yang baik. Seorang pemimpin
harus memiliki kondisi fisik yang baik, karena
memimpin gerakan organisasi tidaklah ringan,
melainkan selalu dihadapkan pada tantangan dan
rintangan. Tugas-tugas yang berat seperti itu tentunya
akan lebih efektif bilamana dilakukan oleh orang-orang
yang memiliki jasmani yang kuat dan sehat. Pimpinan
yang sering jatuh sakit, tentunya tidak dapat
diharapkan pengorbanannya.

12 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


i. Mampu berkomunikasi. Pemimpin disamping harus
menyampaikan ide, saran, nasehat, bimbingan,
instruksi dan informasi-informasi lainnya kepada orang
yang dipimpinnya inipun berhubungan dengan pihak
lain. Untuk itu sewajarnya seorang pemimpin harus
memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan
baik.
Yusuf Al-Qardhawy Al-Asyi dalam bukunya
“Kepemimpinan Islam” mengemukakan bahwa syarat
kepemimpinan tidak dapat diseragamkan. Memimpin dunia
pendidikan berbeda kualifikasinya dengan memimpin dunia
politik (kepala negara atau kepala pemerintahan hingga di
bawahnya). Yusuf Al-Qardhawy Al-Asyi (2016:56-76)
menyebutkan, syarat-syarat kepemimpinan untuk jabatan
politik terutama untuk level kepala negara yang Muslim
setidaknya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Beragama Islam, yaitu sesuai dalil dalam Alquran Surat
Ali-Imran ayat 28.
b. Adil, yaitu taat beragama dan tidak pernah terbukti
melakukan dosa-dosa besar.
c. Laki-laki, yakni sesuai firman Allah dalam Surat An-
Nisa ayat 34.
d. Merdeka (bukan hamba sahaya).
e. Baligh (dewasa).
f. Berakal sehat (tidak cacat mental).
g. Tidak mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin.
h. Berakhlakul karimah sesuai Hadis Nabi yang
diriwayatkan Imam Bukhari, “Sebaik-baik kamu adalah
yang paling baik keadaan akhlaknya”.
i. Memiliki pengetahuan konfrehensif, yakni merespon
setiap permasalahan dengan bijaksana yang dilandasi
dengan ilmu pengetahuan baik agama maupun umum.

Dr. Basri, M. Pd. 13


j. Telah menikah, yaitu didasari kepada semua pemimpin
umat Islam pasca-Nabi saw wafat semua Khalifah
Rasyidah Islam telah menikah ketika menduduki
jabatan kepala negara.
k. Bersuku Quraisy atau mayoritas di wilayah
kekuasaannya.
Sementara untuk kepemimpinan dalam dunia
pendidikan, Soekarto Indrafachrudi (2006:22) menyebutkan
delapan syarat yang harus dimiliki dalam memimpin dunia
pendidikan, yaitu:
a. Memiliki kesehatan jasmaniah dan rohaniah yang baik.
b. Berpegang teguh pada tujuan yang hendak dicapai.
c. Bersemangat.
d. Jujur.
e. Cakap dalam member bimbingan.
f. Cepat serta bijaksana dalam mengambil keputusan.
g. Cerdas.
h. Cakap dalam hal mengajar dan menaruh kepercayaan
kepada yang baik dan berusaha mencapainya.
Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa pada
dasarnya secara umum tidak ada perbedaan syarat-syarat
seorang pemimpin di dalam berbagai organisasi termasuk
kepemimpinan dalam dunia pendidikan, namun
kualifikasinya yang terkadang berbeda sesuai dengan situasi
dan kondisi. Dalam suasana perang, pemimpin lebih
diutamakan yang memiliki keberanian atau dari unsur militer
lebih diutamakan. Demikian juga dalam dunia pendidikan di
perguruan tinggi, mereka yang memiliki kualifikasi doktoral
atau professor lebih diutamakan terutama yang memiliki
pengalaman sebelumnya memimpin di tingkat jurusan,
fakultas, pembantu rektor, dan sebagainya.

14 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


2. Prinsip-prinsip Kepemimpinan
Prinsip-prinsip kepemimpinan terdapat di semua
sektor pekerjaan dan ruang lingkup. Prinsip ini sebagiannya
ada kesamaannya satu dengan lainnya, dan aja yang sama.
Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara
mengemukakan tiga prinsip dasar Kepemimpinan, yaitu apa
yang dinamakan dengan: (1) Ing ngarsa sung tulada (di depan
memberi teladan), yaitu setiap pemimpin harus menjadi
contoh bagi anak buahnya; (2) Ing madya mangun karsa (di
tengah membangun kehendak atau niat), maksudnya adalah
bahwa pemimpin harus berjuang bersama anak buah; (3) Tut
wuri handayani (dari belakang memberikan dorongan)
(https://fikes.unsoed.ac.id). Dalam dunia militer berpegang
kepada tiga prinsip kepemimpinan, yaitu:
1. Ciptakan sebuah pemahaman bersama
(Menciptakan pemahaman bersama
merupakan sebuah investasi waktu yang
dilakukan para pemimpin untuk berbagi dan
menyampaikan informasi yang penting.
2. Melatih inisiatif (anggota militer merupakan mereka
yang mahir dalam hal kedisiplinan. Kedisiplinan yang
dibangun dan dilatih akan mempengaruhi anggota tim
untuk mengambil inisiatif).
3. Berani mengambil resiko dengan bijaksana (Setiap
pemimpin sudah seharusnya mampu menilai dan
mengelola resiko dengan membuat keputusan yang
baik tentang pengalokasian sumber daya)
(https://koinworks.com).
Menurut Toman Sony Tambunan (2015:67-71) prinsip-
prinsip kepemimpinan yaitu:
a. Melayani. Menurut Northouse (2013:207)
kepemimpinan yang melayani merupakan pendekatan
yang berfokus pada kepemimpinan dari sudut pandang

Dr. Basri, M. Pd. 15


pemimpin dan perilakunya, empati serta
mengembangkan mereka.
b. Membuat keputusan. Ada lima langkah dalam proses
pengambilan keputusan yaitu: 1) Mengidentifikasi
masalah dan peluang 2) Pengumpulan dan analisis data
yang relavan 3) Pengembangan dan evaluasi alternatif
4) Pemilihan alternatif terbaik 5) Implementasi
keputusan dan evaluasi terhadap hasil-hasil (Suarga,
2017:30).
c. Keteladanan. Pemimpin yang menunjukkan pengaruh
yang baik dan memberikan nilai positif bagi organisasi
dan para pengikutnya, akan mampu menjadi teladan
bagi yang dipimpinnya. Keteladanan seorang
pemimpin ditunjukkan melalui sikap dalam
memberikan inspirasi, membimbing dan memotivasi
para bawahan, memiliki kemampuan luas, kreatif,
visioner, bekerja secara jujur dan ikhlas, serta memiliki
perhatian dan kepedulian (Suarga, 2017:30).
d. Bertanggung jawab. Menjadi pemimpin merupakan
tanggung jawab besar yang harus diemban sebagai
bentuk dari amanah, dukungan atau kepercayaan
orang lain yang memiliki harapan kepada seorang
pemimpin tersebut untuk melakukan perubahan yang
lebih baik dari keadaan sebelumnya. Tanggung jawab
seorang pemimpin terdiri dari dua tahap yaitu:
bertanggungjawab menyelesaikan tugas dan
mempertanggungjawabkan kepada atasan atau kepada
orang yang mendelegasikan wewenang mengenai hasil
yang telah dicapai (Suarga, Ibid).
e. Bekerja sama. Pemimpin yang efektif akan mampu
menciptakan budaya kerja sama tim yang baik diantara
anggota organisasi, melakukan komunikasi yang efektif

16 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


dengan para bawahan, serta menciptakan lingkungan
kerja yang baik (Suarga, Ibid).
Dalam dunia pendidikan terdapat prinsip-prinsip
kepemimpinan pendidikan yang perlu diperhatikan oleh
pendidik (praktisi), pengamat, bahkan yang terpenting oleh
kepala sekolah atau dekanan atau rektorat sebagai leader-nya.
Prinsip-prinsip kepemimpinan pendidikan tersebut menurut
Suarga (2017:29) adalah:
a. Prinsip pelayanan, bahwa kepemimpinan sekolah
harus menerapkan unsur-unsur pelayanan dalam
kegiatan operasional sekolahnya.
b. Prinsip persuasi, pemimpin dalam menjalankan
tugasnya harus memperhatikan situasi dan kondisi
setempat demi keberhasilan keberhasilan
kepemimpinannya yang sedang dan yang akan
dilaksanakan.
c. Prinsip bimbingan, pemimpin pendidikan hendaknya
membimbing peserta didik kearah tujuan yang ingin
dicapai sesuai dengan perkembangan peserta didik
yang ada dilembaganya.
d. Prinsip efisiensi, mengarah pada cara hidup yang
ekonomis dengan pengeluaran sedikit untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
e. Prinsip berkesinambungan, agar pemimpin pendidikan
ini diterapkan tidak hanya pada satu waktu saja, tetapi
perlu secara terus menerus.

C. Fungsi Kepemimpinan
Cukup banyak fungsi kepemimpinan di dalam berbagai
bidang (disiplin ilmu), baik dalam bidang pendidikan
maupun politik, dan di berbagai bidang lainnya. Fungsi
kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial

Dr. Basri, M. Pd. 17


dalam kehidupan kelompok/organisasi masing-masing yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin harus berada di
dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan
merupakan gejala sosial karena harus diwujudkan dalam
interaksi antar-individu di dalam situasi sosial suatu
kelompok atau organisasi (Veitsal Rivai, 2005:53).
Dini Mulyani menyebutkan, fungsi-fungsi
kepemimpinan sebagai berikut:
a. Fungsi perencanaan (planning), yaitu seorang
pemimpin perlu membuat perencanaan yang
menyeluruh bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku
penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
b. Fungsi memandang ke depan, maksudnya bahwa
seorang pemimpin senantiasa memandang ke depan
(visioner), yaitu mampu mendorong apa yang akan
terjadi serta selalu waspada terhadap kemungkinan.
c. Fungsi pengembangan loyalitas, yaitu seseorang
pemimpin harus memberi teladan baik dalam
pemikiran, kata-kata, maupun tingkah laku sehari –
hari yang menunjukkan kepada anak buahnya.
d. Fungsi pengawasan, yaitu meneliti kemampuan
pelaksanaan rencana.
e. Fungsi mengambil keputusan.
f. Fungsi memberi motivasi, yakni bahwa seorang
pemimpin harus dapat memberi semangat,
membesarkan hati, mempengaruhi anak buahnya agar
rajin bekerja dan menunjukkan prestasi yang baik
terhadap organisasi yang dipimpinnya (https://osf.io).
Dalam Islam, menurut Hadar Nawawi (1993:143) ada
enam fungsi pokok kepemimpinan Islam, yaitu fungsi
instruktif (‘irsyadi), fungsi konsultatif (astisyari), fungsi
partisipasi (musyarakah), fungsi delegasi (wafdi), fungsi
pengendalian (muraqbah) dan fungsi keteladanan (uswah).

18 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Secara operasional pendidikan, fungsi kepemimpinan
dalam pendidikan mengacu kepada EMASLIM (Edukator,
Managerial, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan
Motivator). Dalam bidang pendidikan, fungsi kepemimpinan
yang paling berkaitan dengan proses berjalannya pendidikan
adalah fungsi educator, yaitu fungi yang menunjukkan bahwa
kepala sekolah harus dapat melaksanakan program
pembelajaran dengan baik, dapat membimbing guru dan
keluruhan karyawan, dan juga mampu dalam membimbing
kegiatan kesiswaan dan harus mampu menyesuaikan
pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi atau IPTEK (Daryanto, 2001:81).
Menurut Andi Mulyani (2017:253), fungsi pemimpin
dalam suatu organisasi merupakan sesuatu fungsi yang
sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi
yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan
memiliki 2 aspek yaitu:
a. Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi
kebijakan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
b. Fungsi sebagai top manajemen, yakni mengadakan
planning, organizing, staffing, directing, commanding, dan
controlling.
Sondang P. Siagian (1999, 47-48) menguraikan bahwa
untuk mencapai tujuannya, ada lima fungsi kepemimpinan,
yaitu:
a. Pimpinan selaku penentu arah yang akan ditempuh
dalam usaha pencapaian tujuan.
b. Wakil dan juru bicara organisasi dalam hubungan
dengan pihak-pihak di luar organisasi.
c. Pimpinan selaku komunikator yang efektif.
d. Mediator yang handal, khususnya dalam hubungan ke
dalam, terutama dalam menangani situasi konflik.

Dr. Basri, M. Pd. 19


e. Pimpinan selaku integrator uang efektif, rasional,
obkjektif dan netral.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa fungsi kepemimpinan itu banyak sekali, bukan hanya
mengorganisir sebuah organisasi saja, tetapi scope-nya cukup
luas termasuk perencanaan yang matang yang dimulai sejak
awal ia berada dalam sebuah organisasi, bahkan menurut
penulis sebelum ia terjun dalam sebuah organisasi apapun
nama dan bentuknya harus sudah ada perencanaan (planning)
itu. Contoh misalnya jangan sampai seorang kepala daerah
atau kepala sekolah baru membuat perencanaan setelah ia
berada di dalam atau setelah dipilih (dilantik). Yang lebih
baik adalah jauh sebelum ia diberikan kekuasaan atau
memeganag jabatan tertentu, perencaan sudah harus ada.
Selain itu, fungsi evaluatif dan controlling juga bagian
dari fungsi kepemimpinan. Seorang pemimpin sejati adalah
yang senantiasa secara berkala melakukan evaluasi dan
control atas apa yang ia pimpin. Gunanya adalah melihat
sejauhmana prospek apa yang sudah ia planning sebelumnya.
Hal penting lainnya yang hampir dilupakan oleh seorang
pemimpin adalah fungsi mediator dalam kepemimpinan.
Seorang pemimpin harus menguasai teknik-teknik mediasi
yang baik agar bawahan “betah” dan selalu semangat dalam
melaksanakan tugas mereka. Fungsi mediator dalam
kepemimpinan cukup penting dimiliki oleh seorang
pemimpin.

D. Model dan Tipe Kepemimpinan


1. Model Kepemimpinan
Model atau gaya kepemimpinan tidak dapat diterapkan
seragam. Gaya atau model tersebut sangat tergantung kapan,

20 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


di mana, dan dengan siapa kita berhadapan. Demikian juga
harus memperhatikan dalam ruang lingkup dan profesi apa
kita berada. Secara singkat dapat digambarkan bahwa gaya
atau tipe kepemimpinan sangat tergantung dalam siatuasi
dan kondisi apa kita berada (berhadapan).
Gaya atau model kepemimpinan dapat dimaknai
sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang
pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam
memimpin yang dapat mempengaruhi bawahannya atau
orang yang berada di bawah kekuasaannya. Perwujudan
tersebut biasanya membentuk suatu pola tertentu. Mulyasa
(2004:107) menyatakan bahwa cara yang dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya tersebut
dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Lebih lanjut Mulyasa (2009:108) menyatakan bahwa
gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan
pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu pola perilaku seorang
pemimpin yang khas pada saat mempengaruhi anak buah,
apa yang dipilih oleh pemimpin untuk dikerjakan, cara
pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota
kelompok membentuk gaya kepemimpinan. Miftah Thoha
(2010:76) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah
suatu pola perilaku yang konsisten yang kita tunjukkan dan
diketahui oleh pihak lain ketika kita berusaha memengaruhi
kegiatan-kegiatan orang lain.
Gaya atau model kepemimpinan akan sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan sebuah tugas, misi atau
tujuan yang hendak dicapai. Heidjrachman dan Husnan
(2002:174) mengatakan bahwa kepemimpinan yang berhasil
adalah pemimpin yang mampu menerapkan gayanya agar
sesuai dengan situasi tertentu.

Dr. Basri, M. Pd. 21


Gatto dalam Salusu (1996:194-195) mengemukakan 4
gaya kepemimpinan yaitu:
a. Gaya direktif, yaitu pemimpin yang membuat
keputusan-keputusan penting danbanyak terlibat
dalam pelaksanaannya. Semua kegiatan berpusat pada
pemimpin dan sedikit saja kebebasan orang lain untuk
berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya
gaya ini adalah gaya otoriter.
b. Gaya konsultatif, yakni gaya yang dibangun atas gaya
direktif, kurang otoriter dan lebih banyak
melakukaninteraksi dengan para staf atau anggota
dalam organisasi.Fungsi pemimpin dalam hal ini lebih
bayak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi,
memberi nasehat dalam rangka pencapaian tujuan.
c. Gaya partisipatif adalah gaya yang berbeda dengan
gaya konsultatif, yang bisa berkembang ke arah saling
percaya antara pimpinan dan bawahan. Pimpinan
cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan
staf untuk menyelesaikan pekerjaan sebagai tanggung
jawab mereka.Sementara itu kontak konsultatif tetap
berjalan terus. Dalam gaya ini pemimpin lebih banyak
mendengar, menerima, bekerja sama, dan memberi
dorongan dalam proses pengambilan keputusan dan
perhatian diberikan kepada kelompok.
d. Gaya delegasi yaitu mendorong staf untuk menngambil
inisiatif sendiri. Kurang interaksi dan kontrol yang
dilakukan pemimpin, sehingga upaya ini hanya bisa
berjalan apabila staf memperhatikan tingkat
kompetensi dan keyakinan akan mengejar tujuan dan
sasaran organisasi.

22 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


2. Tipe Kepemimpinan
Tipe kepemimpinan dapat dimaknai sebagai cara
pendekatan yang dilakukan oleh seorang pemimpin.
Menurut Sondang P. Siagian (2013:13), ada lima tipe
kepemimpinan yang diakui keberadaannya yaitu:
a. Tipe otokratis. Tipe kepemimpinan ini menurut Hadari
Nawawi (2003:91) adalah tipe kepemimpinan yang
berdasarkan kekuasaan dan paksaan yang mutlak dan
biasanya yang dikembangkan dalam kegiatannya
hanya melaksanakan perintah atasan, sementara
bawahan tidak diberi kesempatan untuk berinisiatif
dan mengeluarkan pendapat-pendapat.
b. Tipe paternalistik. Tipe kepemimpinan ini menurut
Kartini Kartono (1994:810) memiliki sifat-sifat seperti:
(1) menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak/belum dewasa; (2) bersikap terlalu melindungi
(overly protective): (3) jarang memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk mengambil keputusan
sendiri; (4) jarang sekali memberikan kesempatan
kepada bawahannya untuk berinisiatif.
c. Tipe kharismatik. Tipe kepemimpinan ini menurut
Sondang P. Siagian (2003:37) adalah suatu tipe
kepemimpinan yang memiliki karakteristik yang khas
yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga
mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya
kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang
pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para
pengikutnya tidak selalu dapat menjelaskan secara
kongkret mengapa orang tertentu itu dikagumi.
d. Tipe laisser faizer. Tipe kepemimpinan ini menurut
Hadari Nawawi (2003:94-95) adalah pemimpin
berkedudukan sebagai simbol karena dalam realita

Dr. Basri, M. Pd. 23


kepemimpinannya dilakukan dengan memberikan
kebebasan sepenuhnya pada orang yang dipimpin
untuk berbuat dan mengambil keputusan secara
perseorangan. Puncak pimpinan dalam menjalankan
kepemimpinannya hanya berfungsi sebagai penasehat
dengan memberikan kesempatan bertanya manakala
merasa perlu.
e. Tipe demokratis. Tipe kepemimpinan ini berorientasi
pada manusia dan memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya (Kartini Kartono, 1994:86).
Sementara Ngalim Purwanto (2004:48) menyebut hanya
ada tiga tipe kepemimpinan, yaitu:
a. Kepemimpinan otoriter. Menurut Robin dan Coulter
(2007:47) kepemimpina otoriter bertindak sebagai
diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya.
Dominasi yang berlebihan mudah menghidupkan
oposisi atau menimbulkan sifat apatis, atau sifat-sifat
pada anggota-anggota kelompok terhadap
pemimpinnya.
b. Kepemimpinan laisser faizer.
c. Kepemimpinan demokratis.
Berdasarkan konsep, sifat, sikap, dan cara-cara
pemimpin tersebut melakukan dan mengembangkan
kegiatan kepemimpinan dalam lingkungan kerja yang
dipimpinnya, maka kepemimpinan pendidikan menurut
Robn dan Coulter (2007:47-49) dapat diklasifikasikan ke
dalam 4 tipe, yaitu:
a. Tipe otoriter sebagaimana dijelaskan di atas.
b. Tipe Laisser Faizer (telah diuraikan).
c. Tipe demokratis (telah dijelaskan).
d. Tipe pseudo-demokratis yang disebut juga sebagai
demokratis semu atau manipulasi diplomatik.
Pemimpin yang bertipe pseudo demokratis hanya

24 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


tampaknya saja bersifat demokratis padahal
sebenarnya dia bersikap otokratis. Contoh pemimpin
tipe ini adalah jika ia mempunyai ide-ide, pikiran,
konsep-konsep yang ingin diterapkan di lembaga yang
dipimpinnya, ia akan mendiskusikan dan
memusyawarahkan dengan bawahannya, tetapi situasi
diatur dan diciptakan sedemikian rupa sehingga pada
akhirnya bawahan didesak agar menerima
ide/pikiran/konsep tersebut sebagai keputusan
bersama.
Debra dan Campbell (2012:192) menyimpulkan lima
tipe pemimpin untuk mempengaruhi tingkah laku orang lain,
yaitu: (1) Kekuasaan imbalan (reward power), (2) kekuasaan
paksa (coercive power), (3) kekuasaan kewenangan (legitimate
power), (4) kekuasaan daya tarik (referent power), dan 5)
kekuasaan keahlian (expert power).
Para ahli kepemimpinan telah meneliti dan
mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda
sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Mempelajari
subjek kepemimpinan dapat dilakukan dengan cara berbeda-
beda, tergantung pada konsep yang dipakai oleh peneliti
mengenai kepemimpinan dan pilihan metodologi yang
digunakan. Seperti model path goal theory pada Gambar 1
berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 25


Lingkungan
(Locus of control and
ability)

Gaya / Persepsi
Prilaku Motivasi
Pimpinan

Karakteristik

Sumber:Luthan, Fred. 2012


Gambar 1. Model Path Goal Theory

Berdasarkan Gambar 1 di atas, Luthan (2012:350)


menjelaskan bahwa Gaya/perilaku pemimpin mempunyai
pengaruh terhadap peresepsi dan motivasi. Model kinerja
path goal theory, menjelaskan semangkin tinggi tingkat
kemampuan bawahan menurut yang mereka persepsikan
semakin berkurang keinginan mereka untuk menerima
perilaku kepemimpinan.

E. Hakekat Pemimpin dan Kepemimpinan


1. Hakekat Pemimpin
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa
pemimpin adalah orang yang berada di garis terdepan dalam
membawa pengikutnya kepada sesuatu yang berguna dan
bermanfaat. Pemimpin selain membimbing bawahannya juga
memperjuangkan dengan segala daya agar orang-orang yang
berada di bawah kekuasaannya (otoritasnya) aman,
terlindungi, sejahtera, dan mampu membawa mereka untuk

26 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


mencapai kebahagiaan di dunia, bahkan di akhirat kelak.
Hakekat pemimpin tersebut selaras dengan cita-cita politik
Islam atau tujuan dari negara secara keseluruhan. Dalam
narasi lain, pemimpin dalam Islam adalah masing-masing
pemeluk agama, yakni secara pribadi menjadi pemimpin
yang akan diminta pertanggungjawaban kelak. Seluruh
anggota tubuh baik yang tampak (panca indera) maupun
yang tidak tampak (struktur anatomi lainnya) yang berada di
dalam tubuh. Semua itu akan diminta pertanggungjawaban
kelak oleh Allah ke mana digunakan dan dimanfaat
pemberian Tuhan tersebut.
“Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang
kepala negara adalah pemimpin atas rakyatnya dan akan
diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang
dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin atas anggota
keluarganya dan akan ditanya perihal keluarga yang
dipimpinnya. Seorang isteri adalah pemimpin atas rumah
tangga dan anak-anaknya dan akan ditanya perihal
tanggungjawabnya. Seorang pembantu rumah tangga adalah
bertugas memelihara barang milik majikannya dan akan
ditanya atas pertanggung jawabannya. Dan kamu sekalian
pemimpin dan akan ditanya atas pertanggungjawabannya”
(HR. Muslim).
Seorang pemimpin kendati ia memiliki kesempurnaan
fisik, kecerdasan emosional dan spiritual yang tinggi, tetapi
tidak melibatkan SDM lainnya dalam kepemimpinan dan
tidak memiliki program yang baik, maka dipastikan tidak
akan berjalan efektif. Cowley dalam Pierce dan Newstrom
(1995:9) menyatakan, “a leader is a person who has a program and
is moving toward an objective with his group in a definite manner”
(Seorang pemimpin adalah seseorang yang memiliki sebuah

Dr. Basri, M. Pd. 27


program dan bergerak menuju suatu tujuan dengan
kelompoknya secara pasti).
Sementara dalam perspektif dan spektrum pendidikan,
hakekat pemimpin adalah mau dan mampu menggerakkan
peserta didik (siswa, mahasiswa) agar sukses menguasai
setiap materi yang disajikan oleh pendidik (guru, dosen)
mereka. Di sini pemimpin dalam dunia pendidikan secara
umum adalah kepala dinas, rektor, dekan, atau yang
berhubungan secara langsung adalah kepala sekolah. Sekolah
sekolah harus bertanggung jawab untuk meningkatkan mutu
pendidikan.
Syafrida (2015:679) mengatakan, “Kepala Sekolah
adalah pemimpin tertinggi di sekolah. Pola
kepemimpinannya sangat berpengaruh bahkan sangat
menentukan terhadap kemajuan sekolah. Pada saat menjadi
guru tugas pokoknya adalah mengajar dan membimbing
siswa untuk mempelajari mata pelajaran tertentu sedangkan
Kepala Sekolah tugas pokoknya adalah “memimpin“ dan
“mengelola” guru beserta stafnya untuk bekerja sebaik-
baiknya demi mencapai tujuan sekolah.” Kepala sekolah
merupakan pemimpin pada suatu lembaga satuan
pendidikan (Daryanto, 2011:136).
Di sisi lain Wahjosumidjo (2003:83) menyatakan,
“Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana
diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat dimana
terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran.”
Hal senada dikemukakan oleh Soetjipto dan Raflis
Kosasi (2007:68) bahwa kepala sekolah adalah jabatan
pemimpin yang tidak bisa diisi oleh orang-orang tanpa
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan. Siapapun yang
akan diangkat menjadi kepala sekolah arus ditentukan

28 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


melalui prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu
seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman, usia,
pangkat dan integritas.
Jika diperhatikan seksama, hakikat pemimpin dalam
semua organisasi secara umum adalah orang yang
mempunyai kemampuan untuk memepengaruhi perilaku
orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan
kekuasaan agar sesuai keinginan dengan kebijakan/harapan
pemimpin.

2. Hakekat Kepemimpinan
Secara umum dapat dideskripsikan bahwa hakikat
kepemimpinan terletak pada kemampuan seorang pemimpin
mengajak dan mempengaruhi pihak lain termasuk bawahan,
untuk bekerja bersama untuk melakukan kegiatan tertentu
dalam rangka merealisasi tujuan utama secara efektif dan
efisien dalam suasana kerja yang menyenangkan (Sri Utari
dan Moh. Mustofa Hadi, 2020:998).
Wahjosumidjo (2008:17) mengatakan bahwa esensi
kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
menggerakkan, membimbing, mengarahkan orang baik
secara individu maupun kelompok dalam suatu kegiatan
kerja sama untuk mencapai tujuan.

F. Kepemimpinan Pendidikan
Pendidikan adalah kunci utama mengubah nasib atau
masa depan. Pendidikan juga sebagai modal memperbaiki
dan memajukan suatu bangsa dan negara. Tidak sedikit dalil
baik dalam Alquran maupun Hadis Nabi Saw yang
mengetengahkan mengenai urgensi pendidikan. Ketika Nabi
Saw masih hidup, semua sahabat merindukan bisa ikut

Dr. Basri, M. Pd. 29


berperang dengan Rasulullah, tetapi Nabi melarang semua
sahabat ikut ke medan jihad. Rasulullah berkata bahwa
pahala bagi orang yang syahid dalam perang melawan kaum
kafir, sama pahalanya dengan orang yang mengajar ilmu
(pengetahuan) bagi orang lain. Ini menunjukkan betapa
pentingnya ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada
manusia. Pada kesempatan lain Nabi Saw menyebutkan
bahwa para nabi sejak Nabi Adam hingga masa beliau, Allah
Swt tidak mewarikan harta (dinar atu dirham) kepada para
nabi, tetapi ilmu.
“Dan sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi
itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian
yang banyak” (HR. Ibnu Majah).
Dalam Alquran Surat Mujadalah ayat (11) Allah Swt
secara tegas mengatakan bahwa Ia akan mengangkat derajat
para hamba-Nya yang memiliki ilmu pengetahuan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan
kepadamu, “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.
Dan apabila dikatakan, “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya
Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan
Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.”
Dalam dunia pendidikan, pendidik adalah orang yang
sangat menentukan maju atau tidaknya mutu pendidikan.
Peserta didik yang dididik salah, maka tujuan pendidikan
tidak akan tercapai. Maka oleh karena itu diperlukan
manajemen atau seorang leader untuk mencapai tujuan
pendidikan. Orang yang sangat bertanggung jawab dalam
dunia pendidikan adalah kepala sekolah. Efektifitas
kepemimpinan kepala sekolah dipengaruhi banyak faktor.

30 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Menurut H. Jodeph Reitz (Dalam Fattah, 2004:98-100) faktor-
faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan kepala
sekolah meliputi:
a. Kepribadian.
b. Pengharapan dan perilaku atasan.
c. Karakteristik.
d. Kebutuhan tugas.
e. Iklim dan kebijakan organisasi.
f. Harapan dan perilaku rekan.
Kepala sekolah sebagai motor penggerak penentu arah
kebijakan sekolah serta menentukan bagaimana tujuan
pendidikan di sekolah yang dipimpinnya dapat diwujudkan,
dituntut untuk senantiasa meningkatkan kinerja.
Peningkatan kinerja dapat ditunjukan dengan mewujudkan
tujuan pendidikan yang efektif dan efisien. Sehubungan
dengan itu maka diperlukan efektivitas kepemimpinan
kepala sekolah. Mulyasa (2004:126) memberikan kriteria
pemimpinan kepala sekolah yang efektif sebagai berikut:
a. Mampu memberdayakan guru untuk melaksanakan
proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif.
b. Menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan.
c. Menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat, sehingga dapat melibatkan mereka secara
aktif dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan di
sekolah.
d. Menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai
dengan tingkat kedewasaan guru dan pegawai di
sekolah.
e. Bekerja dengan tim manajemen.
f. Mewujudkan tujuan sekolah secara produktif sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan.

Dr. Basri, M. Pd. 31


Mengupayakan dunia pendidikan memiliki kualitas
yang baik adalah harapan semua pihak. Karena pendidikan
adalah kunci mengubah peradaban umat manusia. Kepala
sekolah atau jika di kampus rektor atau dekan adalah orang
yang paling bertanggung jawab dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Di tangan merekalah pendidikan baik
(bermutu) atau tidak, maka memperhatikan kepemimpinan
kepala sekolah atau kepala/ketua lembaga pendidikan suatu
keniscayaan.
Tidak ada artinya penggelontoran anggara dalam
jumlah banyak, bahkan mencapai 20 persen dari anggaran
pendapatan belanja negara (APBN) apabila kepala sekolah
atau pimpinan lain di lembaga pendidikan tidak memiliki
kualifikasi yang diharapkan.

32 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


BAB

II

PERILAKU
KEPEMIMPINAN

Dr. Basri, M. Pd. 33


A. Pengertian Perilaku Kepemimpinan
Dalam pembahasan ini ada dua istilah digunakan, yaitu
perilaku dan kepemimpinan. Konsep tentang kepemimpinan
sudah dibahas pada bab pertama sehingga pada bab ini tidak
dijelaskan kembali. Secara umum dalam teori kepemimpinan
dikenal ada empat kategori teori, yaitu traits theory (teori
sifat), behaviour theories of leadership (teori perilaku
kepemimpinan), situasional theory (teori situasional), dan
neocharismatic theories (teori neo-karismatik). Dalam
pembahasan ini akan diketengahkan mengenai teori perilaku
kepemimpinan saja.
Istilah perilaku berasal dari kata peri dan laku. “Peri”
berarti cara berbuat dan “laku” berarti perbuatan, kelakuan,
cara menjalankan (Poerwadarminta, 1976:27). Dalam Kamus
Pusat Bahasa Indonesia (1995:1161), perilaku diartikan
dengan tanggapan atau reaksi terhadap rangsangan atau
lingkungan.
Abdul Azis Wahab (89) mendefinisikan perilaku adalah
gaya kepemimpinan dalam mengimplementasikan fungsi-
fungsi kepemimpinan yang menurut teori ini sangat besar
pengaruhnya dan bersifat sangat menentukan dalam
mengefektifkan organisasi untuk mencapai tujuannya.
Pendekatan teori perilaku melalui gaya kepemimpinan dalam
realisasi fungsi-fungsi kepemimpinan, merupakan strategi
kepemimpinan yang memiliki dua orientasi yang terdiri dari
orientasi pada tugas dan orientasi pada bawahan.
Terry dalam Hidayat (2012:23) mengatakan, perilaku
kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang
untuk mencapai tujuan kelompok secara sukarela. Koontz
dan O’Donnel dalam Hidayat (2012:23) menyatakan bahwa
perilaku kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang-
orang untuk ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Karena
pemimpin selalu berhubungan dengan bawahannya, maka

34 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


bawahan sangat memperhatikan bagaimana pemimpin
memperhatikan mereka. Sedangkan menurut Miswan
(2012:6), perilaku kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan
yang fokusnya tidak pada sifat-sifat atau karakteristik
pemimpin tetapi pada tindakan interaksi terhadap orang-
orang yang ada disekitar kerjanya dan pada sekelompok
orang/bawahan.
Menurut Mulyasa dalam Nur Efendi (2015:158-159),
perilaku kepemimpinan ada tiga dimensi, yang didasarkan
pada hubungan antara tiga faktor, yaitu perilaku tugas (task
behavior), perilaku hubungan (relationship behavior) dan
kematangan (maturity). Perilaku tugas merupakan pemberian
petunjuk oleh pemimpin terhadap anak buah meliputi
penjelasan tertentu, apa yang harus dikerjakan, bilamana, dan
bagaimana mengerjakannya, serta mengawasi mereka secara
ketat. Perilaku hubungan merupakan ajakan yang
disampaikan oleh pemimpin melalui komunikasi dua arah
yang meliputi mendengar dan melibatkan anak buah dalam
pemecahan masalah. Adapun kematangan adalah
kemampuan dan kemauan anak buah dalam
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas yang
dibebankan kepadanya.
Fungsi perilaku kepemimpinan menurut Hill dan
Caroll dalam Hidayat (2012:24) memiliki 2 (dua) dimensi
yaitu:

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan


untuk mengarahkan (direction) dalam tindakan atau
aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan
orang-orang yang dipimpinnya.
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan
(support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin
dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok

Dr. Basri, M. Pd. 35


organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan
melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa perilaku kepemimpinan adalah gaya atau sifat
(karakter) dan kemampuan seorang pemimpin dalam
menjalankan fungsi organisasi untuk mencapai tujuan.

B. Hakikat Komitmen Organisasi


Komitmen organisasi dari seorang pemimpin sangat
dibutuhkan untuk dapat mencapai tujuan organisasi.
Komitmen organisasi merupakan faktor penentu atau
pembeda adanya pekerja yang dalam posisi yang sama dan
pekerjaan sama namun menunjukkan hasil kerja yang
berbeda-beda. Mc.Sh`ane dan Mary Ann (2007:119)
mengemukakan, komitmen organisasi merupakan
pernyataan emosional karyawan untuk dan terlibat dalam
sebuah organisasi tertentu. Hal ini memberi arti bahwa
komitmen organisasi merupakan gambaran emosi karyawan
yang diwujudkan dengan keterikatannya terhadap suatu
organisasi tertentu.
Newstrom dan Davis (1999:187) mengemukakan bahwa
komitmen organisasi adalah “organizational commitment is the
degree to which an employee identifies with the organization and
wants to continue actively participing in it (suatu derajat
kesenangan setiap karyawan mengidentifikasikan
organisasinya dan menghendaki selalu berpatisipasi aktif
secara terus menerus di dalam organisasi tersebut).
Sementara Luthans menguatkan komitmen organisasi
sebagai berikut:

36 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


1. Keinginan kuat untuk mempertahankan seorang
anggota organisasi tertentu.
2. Sebuah kemauan yang kuat untuk mempertahankan
nama organisasi.
3. Keyakinan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan
organisasi. Dengan kata lain, hal tersebut merupakan
sikap yang merefleksikan kesetiaan karyawan terhadap
organisasi dimana anggota dapat memusatkan
perhatiannya pada keberhasilan dan kemajuan
organisasi secara berkelanjutan.
Pendapat senada disampaikan oleh Robbins dan
Coulter (2016:18) bahwa komitmen organisasi merupakan
orientasi seorang karyawan terhadap organisasi dalam
rangka kesetiaan, identifikasi dan keterlibatannya di dalam
organisasi itu. Hal tersebut karena komitmen organisasi
merupakan salah satu dari tiga sikap yang paling populer
berkaitan dengan pekerjaan yang diminati oleh para manajer,
sedangkan dua sikap lainnya adalah kepuasan kerja dan
keterlibatan pada organisasi.
Menurut George dan Jones (2008:78), yang dimaksud
dengan komitmen organisasional merupakan kumpulan dari
perasaan dan kepercayaan yang dimiliki oleh para karyawan
terhadap organisasinya secara keseluruhan. Robbins
(2015:69) mengemukakan pengertian komitmen pada
organisasi sebagai suatu kemampuan dan derajat untuk
memihak pada organisasinya yang sudah dipilih dengan
segala tujuannya serta bermaksud untuk memelihara
keanggotaannya dalam organisasi. Definisi di atas
memberikan gambaran bahwa komitmen organisasi
merupakan deskripsi kecenderungan perasaan seseorang
untuk selalu terikat kepada organisasinya dalam rangka
menunjang keberhasilan organisasi.

Dr. Basri, M. Pd. 37


Hersey dan Blanchard (1997:5) menyatakan bahwa
keunggulan manejerial timbul dari komitmen yang
merupakan suatu karakteristik individual yang diperuntukan
bagi keberhasilan manajemen. Lebih lanjut dikatakan bahwa
para manajer yang istimewa membuat kesan yang kuat dan
positif kepada orang-orang lain karena mereka mencampur
kepercayaan positif dengan perilaku yang positif, dan
kepercayaan dengan aksinya membentuk komitmen
organisasi berpengaruh terhadap motivasi berprestasi.
Berdasarkan defenisi di atas dapat dijelaskan bahwa
seseorang yang memiliki komitmen adalah orang yang
memiliki kesetiaan, kesenangan dan merasakan adanya
kesesuaian antara keinginannya dengan tujuan organisasi.
Colquitt LePine dan Wesson (2015:67) mengungkapkan
pengertian komitmen organisasi”as desire on the part an
employeee to remain a member of organization”. Hal ini dapat
dilihat pada Gambar 2 berikut:

38 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Sumber: LePine, and Wesson (2015: 64)
Gambar 2. Model Integratif Perilaku Organisasi Colquitt

Berdasarkan paradigma pada Gambar 2 di atas, dapat


diketahui bahwa Colquitt, Lepine, dan Wesson (2015:64)
mengatakan terdapat empat kelompok besar faktor yang
menentukan kinerja dan komitmen organisasi, yakni
mekanisme individual, karakteristik individual, mekanisme
kelompok (group), dan mekanisme organisasi. Faktor yang
secara langsung menentukan adalah mekanisme individual,
meliputi kepuasan kerja (job satisfaction), stres/tekanan

Dr. Basri, M. Pd. 39


(stress), motivasi (motivation), kepercayaan, keadilan, dan
etika (trust, justice, and ethics), belajar dan pengambilan
keputusan (learning and decision making).
Mc.Shane dan Mary Ann (2009:121) mengemukakan
ada 2 (dua) tipe komitmen organisasi, yaitu komitmen afektif
dan komitmen berkelanjutan. Jika para dosen, kepala
pemerintahan, kepala sekolah, atau pimpinan organisasi
lainnya cenderung memiliki banyak komitmen yang afektif,
loyalitas keorganisasian akan tinggi dan menurunkan
turnover (pergantian), yang tentunya dapat membatasi
peluang organisasi untuk menerima dosen baru atau
pimpinan organisasi dengan pengetahuan yang berbeda dan
dianggap lebih segar. Dalam hal ini loyalitas akan
menghasilkan kepatuhan, tentu saja dapat merusak
kreativitas dan semangat inovatif para pemimpin termasuk
dosen, karena terciptanya tingkat loyalitas pimpinan atau
dosen yang berlebihan sehingga tidak seorangpun yang
mempertanyakan atau memberikan pendapat terhadap
segala keputusan manajemen puncak. Tingkat komitmen
lanjutan merupakan gambaran loyaliatas para pimpinan atau
dosen terhadap organisasi karena membutuhkan gaji dan
keuntungan-keuntungan lain karena mereka tersebut tidak
menemukan pekerjaan lain.
George dan Jones (2008:82) menambahkan bahwa
sikap-sikap pekerja, seperti kepuasan kerja dan komitmen
organisasional, terdiri dari tiga komponen, yaitu:
1. Perasaan, komponen kepedulian (affective).
2. Kepercayaan, komponen kognitif atau pengertian.
3. Pemikiran-pemikiran bagaimana untuk berperilaku
atau komponen perilaku. Sementara itu, komitmen
organisasi berhubungan erat dengan perasaan dan
kepercayaan tentang organisasi secara keseluruhan.

40 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


George dan Jones lebih lanjut menyatakan bahwa, para
peneliti telah mengidentifikasi adanya dua tipe komitmen
organisasional, yaitu (1) komitmen kepedulian (affective
commitment), dan (2) komitmen berkelanjutan (continuance
commitment). Komitmen kepedulian ada ketika para
karyawan merasa bahagia sebagai anggota organisasi, dan
berniat untuk melakukan apa yang baik untuk organisasi
tersebut. Sedangkan komitmen berkelanjutan ada hanya
karena ada yang dinginkan dan berlangsung tetap. karena
bila meninggalkan organisasi akan menyebabkan kehilangan
dan terlalu besar resiko seperti senioritas (masa kerja),
keamanan kerja, pensiun, pelayanan kesehatan, dan
sebagainya. Dalam arti komitmen berkelanjutan ada, karena
sangat rugi bagi para karyawan untuk meninggalkan atau
keluar dari organisasi. Sedangkan Spector mengukapkan
bentuk-bentuk komitmen organisasi serta faktor-faktor yang
membentuknya dalam bentuk bagan sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 3 di bawah ini.

Sumber: Sopiah (2008:158)


Gambar 3. Faktor-faktor Pembentuk Komitmen
Organisasi dari Spector

Dr. Basri, M. Pd. 41


Berdasarkan gambar di atas “affective commitment”
dibentuk oleh kondisi pekerjaan dan pengharapan yang
diterima. “Cotinuance commitment” dibentuk oleh kesesuaian
gaji dan ketersediaan pekerjaan. “Normative commitment”
dibentuk oleh nilai-nilai pribadi dan perasaan wajib.
Pada gambar di bawah ini ditunjukkan bahwa ketiga
jenis komitmen organisasi bergabung untuk menciptakan
suatu kesatuan dalam suatu organisasi. Sedangkan komitmen
organisasi tidak hanya tergantung pada organisasi saja,
maksudnya, orang tidak selalu berkomitmen untuk
organisasi, tetapi mereka juga berkomitmen untuk
manajemen puncak pada waktu tertentu, pada departemen di
mana mereka bekerja, pada manajer yang langsung menjadi
supervisor mereka, atau pada tim tertentu atau rekan kerja
dengan siapa mereka bekerja paling dekat.

Sumber: Colquitt, Lepine, dan Wesson (2015:69)


Gambar 4. Drivers of Overall Organizational Commitment

Luthans (2006:130) membagi batasan komitmen atas


tiga dimensi yang berbeda, yaitu: (1) hasrat yang kuat untuk
tetap menjadi anggota organisasi tertentu. Dimensi ini

42 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


memandang komitmen dalam konteks loyalitas seseorang
terhadap pekerjaannya. Dengan demikian, individu yang
memiliki komitmen akan tetap berusaha menjadi anggota
profesi tersebut meskipun pekerjaannya tidak mampu
mengangkat derajat kehidupannya; (2) komitmen sebagai
keinginan untuk mengembangkan tingkat usaha yang tinggi
dalam pekerjaannya. Dimensi ini memandang komitmen
sebagai kekuatan internal yang ada dalam diri individu untuk
mengembangkan standar kinerjanya dalam rangka
peningkatan kinerjanya sendiri; (3) komitmen sebagai
sperangkat keyakinan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan
pekerjaannya. Dimensi ini menggambarkan komitmen
sebagai sikap dalam penerimaan nilai-nilai dan tujuan-tujuan
pekerjaannya dan mengaktualisasikannya ke dalam perilaku
yang relevan.
Selanjutnya Robbins dan Judge (2016:111) lebih
menegaskan bahwa ada tiga dimensi komitmen organisasi,
yaitu: (1) Komitmen afektif atau keperdulian (affective
commitment), merupakan keterkaitan emosi pada organisasi
dan suatu kepercayaan terhadap nilai-nilainya. Seorang
karyawan mungkin akan tetap peduli pada organisasi karena
organisasi tersebut peduli dengan lingkungan seperti yang
disukainya; (2) Komitmen berkelanjutan (continuance
commitment), berkaitan dengan nilai ekonomis yang diterima
jika tetap berada dalam organisasi bila dibandingkan dengan
keluar dari organisasi. Misalnya, seorang karyawan mungkin
berjanji kepada majikannya untuk tetap bekerja pada
organisasi tersebut karena gaji besar dan akan merasa
menyakiti keluarganya jika ia keluar. (3) Komitmen baku atau
normatif (normative commitment), berkaitan dengan kewajiban
untuk tetap bertahan dalam organisasi karena alasan-alasan
moral dan etika.

Dr. Basri, M. Pd. 43


Robbins dan Judge juga (2016:128) menyatakan
individu yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi,
menunjukkan loyalitas dan dedikasi terhadap organisasi.
Menurut teori ini dosen yang memiliki komitmen organisasi
akan melakukan segala cara agar organisasi mampu
mencapai sukses. Ahli ini mengklasifikasikan tiga faktor
utama yang dapat mempengaruhi secara langsung dan tidak
langsung komitmen organisasi. Ketiga faktor tersebut
meliputi karakteristik organisasi (kepemimpinan, kelompok,
dan budaya), termasuk dalam pengaruh langsung terhadap
proses individu (kepuasan kerja, organisasi dan motivasi), hal
ini juga menunjukkan seseorang yang memiliki komitmen
organisasi yang tinggi, menghasilkan loyalitas dan dedikasi
terhadap organisasi.
Berdasarkan teori ini dosen atau pimpinan organisasi
termasuk kepala pemerintahan yang memiliki komitmen
organisasi tinggi akan melakukan segala cara agar organisasi
mampu meraih kesuksesan, seperti tampak pada Gambar 5.
di bawah.

(Robbins dan Judge, 2016)


Gambar 5. Faktor Penentu Performance Organisasi

44 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Greenberg dan Baron (20014:182), mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai tingkat pengenalan individu
dan keterlibatannya dalam organisasi dan keinginannya
untuk tidak meninggalkan organisasi tersebut. Lebih lanjut
Greenberg dan Baron, menyatakan bahwa komitmen
organisasi dipandang sebagai hasil dari tiga faktor, yaitu:
a. Penerimaan dari sasaran sasaran dan nilai-nilai
organisasi.
b. Kerelaan untuk membantu organisasi dalam mencapai
tujuan.
c. Keinginan untuk tetap berada di dalam organisasi.
Pada mulanya Meyer, Alien dan Gellatly, seperti yang
dikutip oleh Greenberg dan Baron, menganjurkan bahwa ada
dua dasar komitmen organisasi, yaitu: komitmen
berkelanjutan (continuance commitment) dan komitmen
kepedulian (affective commitment), namun pada
perkernbangan selanjutnya ditambah dengan kormitmen
normatif (normative commitment).
lvancevich, Konopaske dan Matteson (2014:206)
menjelaskan bahwa komitmen kepada suatu organisasi
melibatkan tiga sikap (attitudes), yaitu: (1) rasa mengenali
tujuan organisasi (a sense of identification with the organization's
goals), (2) rasa keterlibatan dalam tugas tugas organisasi (a
feeling of involvelment in organizational duties), dan (3) rasa
kesetiaan terhadap organisasi (a feeling of loyalty to the
organization). lvancevich, Konopaske, dan Matteson
selanjutnya menambahkan: bukti bukti penelitian
menunjukkan bahwa ketiadaan komitmen dapat
menurunkan efektifitas organisasi dan orang orang yang
memiliki komitmen, kemungkinan kecil untuk keluar dan
menerima pekerjaan lain. Batasan ini menunjukkan bahwa
komitmen organisasi yang dimiliki oleh setiap anggota dapat

Dr. Basri, M. Pd. 45


digunakan untuk memotivasi dan meningkatkan prestasi
anggota tersebut dalam pekerjaan.
Model komitmen organisasi juga dapat dilihat dengan
model yang dikemukakan oleh Wirawan (2017: 270) di mana
motivasi kerja dan kepemimpinan berpengaruh langsung
dengan komitmen organisasi seperti yang tertera pada
Gambar 6. berikut:

Sumber: Wirawan (2017:270)


Gambar 6. Model kepemimpinan diri sendiri

Berdasarkan gambar di atas, diketahui teori motivasi


intristik dan dan kepemimpinan berpengaruh langsung
terhadap komitmen. Sementara itu Koontz, Putti dan
Weihrich (2005:176) menyatakan sesuai dengan prinsip
komitmen perencanaan yang logis meliputi periode waktu di
hari depan yang diperlukan untuk meramalkan sebaik
mungkin terpenuhinya komitmen yang terkandung dalam
keputusan keputusan yang diambil hari ini. Selanjutnya
Koontz, Putti dan Weihrich, menambahkan, Apa yang

46 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


disiratkan oleh prinsip komitmen adalah bahwa perencanaan
jangka panjang sesungguhnya bukan perencanaan untuk
keputusan di masa depan, melainkan perencanaan terhadap
dampak keputusan keputusan hari ini untuk hari depan,
dengan perkataan lain, suatu keputusan adalah suatu
komitmen”. Kemudian ditegaskan bahwa rencana tidak
dapat disebut ada sebelum ada keputusan, yaitu komitmen
yang telah dibuat (A plan cannot be said to exist unless a decision
a commitment has been made). Pendapat tersebut
mengisyaratkan bahwa pembuatan keputusan dalam suatu
perencanaan selalu berdasarkan komitmen, dan komitmen
berpengaruh langsung terhadap pengambilan keputusan.
Pendapat lain dari Newstrom dan Davis,
mengemukakan indikator dalam komitmen dan kesetiaan
pekerjaan pada organisasi yaitu: (1) Adanya partisipasi aktif
dalam beberapa pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan,
(2) Ingin selalu menetap untuk selalu ada pada lingkungan
organisasi, (3) Mempercayai misi dan tujuan untuk selalu
dapat bekerja pada organisasi tersebut, (4) Mengusahakan
pekerjaan semaksimal mungkin untuk dapat mencapai
sukses organisasi dan pribadi sendiri, (5) Bekerja secara
intensif untuk memenuhi penyelesaiaan pekerjaan-pekerjaan
tersebut dengan cepat, (6) Adanya loyalitas untuk selalu
memenuhi perintah yang diberikan kepada para karyawan,
(7) Adanya kemauan dan pengalaman kerja dari para
karyawan tertentu untuk memberikan kesuksesan pada
organisasi, dan (8) Adanya perubahan organisasi yang cukup
rendah. Selanjutnya Newstrom mengemukakan model Loop
Kepuasan-Komitmen sebagai mana pada Gambar 7. di bawah
ini:

Dr. Basri, M. Pd. 47


Sumber: Newstrom (200: 209)
Gambar 7. The Performance-satisfaction-effort loop

Hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja


dengan komitmen sangat krusial, sebab motivasi dan
kepuasan kerja yang dirasakan individu mengarahkan
kepada komitmen yang tinggi seperti halnya Gambar 8
berikut:

Cole & Heslin (2003:177)


Gambar 8. Desain Komitmen Organisasi

48 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Colquitt, Lepine dan Wesson (2015: 69) menyebutkan
ada (3) tiga tipe komitmen organisasi, yaitu; (1) komitmen
afektif (affective commitment), (2) komitmen berkelanjutan
(countinuance comitment), dan (3) komitmen normatif
(normative commitment). Berikut dirangkum melalui tabel 2.1
di bawah ini:

Tabel 2.1
Tiga-tipe Komitmen Organisasi
Apa yang membuat seseorang ingin tetap bersama dengan
organisasi saat ini
Alasan-alasan yang Alasan-alasan yang Alasan-alasan yang
berbasis emosi berbasis biaya berbasis kewajiban
Sebagian teman- Saya bekerja untuk Pimpinan saya
teman saya bekerja mendapatkan sudah
di kantor saya,saya promosi menginvestasikan
akan rindu mereka secepatnya, sedemikian banyak
jika saya akankah saya maju waktu pada diri
meninggalkan dengan cepat di saya, membimbing
perusahaan perusahaan anda? saya, melatih saya,
memperlihatkan
saya “strategi-
strategi.”
Saya benar-benar Salari saya dan Organisasi saya
menyukai atmosfir benefit membuat memberi saya
di pekerjaan saya kita memperoleh kesempatan …
sekarang, ini rumah bagus di mereka
menyenangkan dan kota,.… biaya mengontrak saya
santai. hidup lebih tinggi ketika orang lain
di daerah ini. menganggap saya
tidak memenuhi
syarat.
Tugas-tugas Sistem sekolah itu Pimpinan saya
pekerjaan saya bagus di sini, sudah membantu
sangat memberikan pasangan saya saya keluar dari
penghargaan… mempunyai kemacetan/

Dr. Basri, M. Pd. 49


Apa yang membuat seseorang ingin tetap bersama dengan
organisasi saat ini
saya senang datang pekerjaan yang kesukaran pada
untuk bekerja bagus… kami sejumlah
setiap pagi. sudah benar-benar kesempatan-
“meletakkan dasar- kesempatan…bagai
dasar” di tempat mana saya bisa
keberadaan kita. meninggalkan ia
sekarang ini?.
Komitmen Affektif Komitmen Komitmen
Kelanjutan Normatif
Tinggal karena Tinggal karena Tinggal karena
anda anda anda seharusnya
menginginkannya. membutuhkannya demikian.

Melalui Tabel 2.1 dapat dijelaskan, kolom sebelah kiri


(kolom pertama) merefleksikan alasan-alasan emosional
untuk tetap bersama dengan organisasi yang berjalan,
termasuk perasaan-perasaan tentang persahabatan-
persahabatan, atmosfir atau kultur perusahaan, dan
kepekaan akan kesenangan ketika melengkapi tugas-tugas
pekerjaan. Jenis-jenis alasan emosional ini menciptakan
komitmen afektif, yang didefinisikan sebagai keinginan
untuk tetap menjadi anggota dari organisasi yang disebabkan
pengikutan emosi untuk, dan keterlibatan dengan organisasi
itu. Karena komitmen afektif merefleksikan pertalian
emosional kepada oragnisasi, secara alamiah ikatan-ikatan
emosional diantara rekan pekerja sangat mempengaruhinya.
Kolom bagian tengah (kolom kedua) merefleksikan sebagian
alasan-alasan yang berbasis biaya, termasuk isu-isu salari,
benefit-benefit (kebaikan-kebaikan), dan promosi-promosi,
serta permasalahan-permasalahan tentang menegakkan
sebuah keluarga.

50 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Jenis-jenis alasan ini menciptakan komitmen
kelanjutan, yang didefinisikan sebagai hasrat untuk tetap
menjadi anggota dari sebuah organisasi karena kesadaran
akan biaya-biaya yang terkait meningggalkannya. Dengan
kata lain, anda tinggal karena anda membutuhkannya.
Komitmen berkelanjutan menjadi ada atau menjadi eksis
ketika ada keuntungan yang berkaitan dengan pilihan, tetap
tinggal dan ada resiko jika meninggalkan kantor. Komitmen
berkelanjutan yang tinggi membuat teramat sulit untuk
mengubah organisasi-organisasi karena resiko-resiko yang
tajam yang terkait dengan situasi. Satu faktor yang
meningkatkan komitmen kelanjutan adalah total jumlah
investasi (terkait dengan waktu, upaya, energi dan lain-lain
sebagainya), seorang karyawan sudah berbuat dan
menguasai peran pekerjaannya atau memenuhi tugas-tugas
organisasinya.
Selanjutnya kolom sebelah kanan (kolom ketiga),
mencerminkan sebagian alasan-alasan yang berbasis
kewajiban untuk tetap dengan organisasi yang berjalan,
termasuk kepekaan bahwa hutang dihutangkan kepada bos,
kolega, atau perusahaan yang lebih besar. Jenis-jenis alasan
inilah menciptakan komitmen normatif, yang didefinisikan
sebagai suatu keinginan untuk tetap menjadi anggota dari
organisasi yang disebabkan perasaan akan kewajiban.
Carmeli dan Gefen (2004: 239) dalam penelitiannya
menemukan hubungan yang signifikan antara komitmen
organisasi dan keluaran kerja sebagaimana digambarkan
pada Gambar 9 berikut.

Dr. Basri, M. Pd. 51


Sumber: Carmeli dan Gefen (2004:239)
Gambar 9. Desain Penelitian Komitmen Organisasi

Ambarita, et al., (2012: 97-98) mengemukakan adanya


tiga pilar yang dapat digunakan untuk membentuk
komitmen individu terhadap organisasinya, yaitu: (1)
menciptakan rasa kepemilikan terhadap organisasi; (2)
menciptakan semangat dalam bekerja; dan (3) membangun
keyakinan dalam bekerja. Simanjuntak (2012:16) mengatakan
bahwa orang yang memiliki komitmen yang tinggi
menunjukkan loyalitas dan kemampuan untuk
profesionalnya dalam: (1) rasa identifikasi yaitu kepercayaan
terhadap nilai-nilai organisasi, (2) keterlibatan yaitu
kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
organisasi yang bersangkutan, dan (3) loyalitas yaitu
keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.
Glickman (2009:82) mengatakan karyawan yang
mempunyai komitmen tinggi ditandai dengan (1) memberi
perhatian yang tinggi kepada pekerjaannya, (2) menyediakan
waktu dan energi yang lebih banyak untuk profesinya, dan
(3) berbuat lebih banyak bagi orang lain. Mowday, dkk
(2002:2) mengatakan komitmen bercirikan adanya (1) belief
yang kuat serta penerimaan terhadap tujuan dan nilai

52 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


organisasi, (2) kesiapan untuk bekerja keras, serta (3)
keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi.
Sulistyo (2004:14) mengutip pendapat Mowdy bahwa
komitmen pada profesi ditandai dengan adanya identifikasi
dan keterlibatan kerja individu dengan profesi tertentu.
Konsep ini didasarkan pada tiga faktor, yaitu: (1) rasa
identifikasi yaitu kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi;
(2) keterlibatan yaitu kesediaan untuk berusaha sebaik
mungkin demi kepentingan organisasi yang bersangkutan;
dan (3) loyalitas yaitu keinginan untuk tetap menjadi anggota
organisasi.
Nugrahani (2005:5) mengatakan komitmen pada profesi
terjadi jika individu merasa yakin dengan nilai dan tujuan
profesi, sanggup mengutamakan kepentingan profesi dan
menjaga keanggotaan dalam profesi. Robbins dalam Sopiah
(2008:155) menyebutkan komitmen organisasional sebagai
suatu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak
suka dari karyawan terhadap organisasi. Sebagai suatu sikap
Sutrisno (2010:292) menyatakan komitmen organisasi
merupakan: (1) keinginan yang kuat untuk menjadi anggota
dalam suatu kelompok; (2) Kemauan dan usaha yang tinggi
untuk organisasi; dan (3) Suatu keyakinan tertentu dan
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi.
Luthan (2006:250) mengemukakan pedoman khusus
untuk menginplementasikan sistem manajemen yang dapat
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan
dengan cara: (1) memperjelas dan mengkomunikasikan misi;
(2) menjamin keadilan organisasi; (3) menciptakan rasa
komunitas; (4) mendukung perkembangan karyawan. Purba
(2009:78) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi
komitmen organisasi pekerja yaitu: (1) karakteristik kerja; (2)
sifat imbalan yang diterima; (3) keberadaan kesempatan kerja
alternatif (4) perlakuan terhadap pendatang baru; dan (5)

Dr. Basri, M. Pd. 53


karakteristik pribadi. Berdasarkan penjelasan Luthan dan
Purba dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi komitmen organisasi terdiri dari factor dalam
diri pekerja dan factor lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
komitmen organisasi adalah keberpihakan seseorang sebagai
anggota organisasi terhadap organisasinya dengan berperan
aktif dalam rangka mencapai tujuan organisasi, yang ditandai
dengan keterikatan dengan organisasi, keyakinan akan
organisasi dan kesesuaian dirinya dengan tujuan-tujuan
organisasi. Dengan indikator: (1) keterikatan emosional dosen
dengan organisasi, (2) identifikasi dosen pada organisasi, (3)
kesadaran dosen untuk tetap bekerja, (4) keterlibatan dosen
dalam organisasi, dan (5) perasaan wajib dosen untuk tetap
sebagai anggota organisasi.

C. Hakekat Budaya Organisasi


Menurut John dan Hellriegel (2009:458) budaya
organisasi adalah sistem nilai yang dianut oleh anggota
organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja,
sikap, dan perilaku para anggota organisasi. Definisi dengan
esensi yang sama menyatakan bahwa budaya organisasi
adalah sistem makna dan keyakinan yang dianut oleh para
anggota organisasi, yang menentukan sebahagian besar cara
mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang
luar.
Selanjutnya Bambang, dkk (2013:17) mengemukakan
adanya interaksi antara karakteristik individu dan
karakteristik organisasi akan mewujudkan perilaku
organisasi. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa
dalam suatu organisasi terdapat dua kepribadian, yaitu
kepribadian perseorangan dan kepribadian organisasi.

54 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Gabungan kedua kepribadian tersebut harus saling
mendukung untuk mencapai tujuan organisasi. Perilaku
organisasi inilah yang kemudian diwujudkan dalam tindakan
individu saat berinteraksi dengan lingkungannya, baik di
dalam maupun di luar organisasi. Pembentukan nilai-nilai
yang berlaku dalam organisasi tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:

Sumber: Bambang, dkk (2013:17)


Gambar. 2.9. Pembentukan Nilai Budaya Organisasi

Setiap individu memiliki karakter dan sifat yang


berbeda satu sama lain. Perilaku individu tersebut sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal, baik yang timbul dari dalam
dirinya maupun karena pengaruh lingkungannya. Pengaruh
yang cukup besar yang datang dari dalam individu sendiri
antara lain meliputi kemampuan dan kebutuhan individu
yang bersangkutan dalam berbagai aspek kehidupan. Hal
lain yang juga cukup berpengaruh dalam diri seseorang

Dr. Basri, M. Pd. 55


adalah keyakinan terhadap sesuatu hal, baik yang bersumber
dari nilai-nilai agama, budaya, pengalaman serta harapan
yang ingin dicapainya. Karakteristik tersebut akan dibawa
oleh individu ketika berinteraksi dengan individu yang lain
dalam organisasi atau lingkungannya yang akan
mempengaruhi perilaku organisasi.
Organisasi memiliki visi, misi dan tujuan strategis yang
diharapkan akan dicapai melalui interaksi dan kerjasama
seluruh anggota organisasi. Sebagai anggota organisasi
individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan apa yang
telah ditetapkan organisasi. Setiap orang dalam organisasi
memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai
dengan kedudukan dan perannya dalam organisasi. Selain
itu, penghargaan yang diberikan organisasi kepada
anggotanya juga turut mempengaruhi perilaku individu
dalam organisasi, yang disebut juga sebagai karakteristik
organisasi.
Budaya organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal. Menurut Schein (2012:167) ada dua mekanisme yang
mempengaruhi budaya organisasi, yaitu mekanisme utama
dan mekanisme sekunder. Mekanisme utama meliputi:
a. Perhatian, para pemimpin menyampaikan prioritas,
nilai dan perhatian mereka dengan pilihan mereka akan
hal-hal yang akan ditanyakan, diukur, diberikan
komentar, dipuji dan dikecam.
b. Reaksi terhadap krisis, seorang pemimpin yang setia
mendukung nilai yang menyertai bahkan saat di bawah
tekanan untuk tindakan bijaksana menyampaikan
dengan jelas bahwa nilai-nilai itu amatlah penting.
c. Pembuatan model peran, para pemimpin dapat
menyampaikan nilai dan harapan dengan tindakan
mereka sendiri khususnya tindakan yang

56 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


memperlihatkan kesetiaan, pengorbanan diri dan
pelayanan diluar panggilan tugas.
d. Alokasi penghargaan, kriteria yang digunakan sebagai
dasar untuk mengalokasikan penghargaan
memberikan tanda apa yang dihargai oleh organisasi.
e. Kriteria untuk seleksi dan pemberitahuan, para
pemimpin menyampaikan nilai dan perhatian dengan
memberikan informasi realistis tentang kriteria dan
persyaratan untuk keberhasilan dalam organisasi.
Mekanisme sekunder meliputi:
a. Rancangan sistem dan prosedur. Anggaran formal, sesi
yang direncanakan, laporan, tinjauan kinerja dan
program perkembangan manajemen dapat digunakan
untuk menekankan beberapa aktivitas dan kriteria.
Sebuah pilihan untuk formalitas mencerminkan nilai
yang kuat mengenai kendali dan perintah.
b. Rancangan struktur organisasi. Rancangan struktur
seringkali dipengaruhi oleh asumsi mengenai
hubungan internal atau teori implisit atas manajemen
dibandingkan dengan persyaratan aktual untuk
adaptasi efektif terhadap lingkungan.
c. Rancangan fasilitas. Para pemimpin dapat merancang
fasilitas untuk mencerminkan nilai dasar yaitu semua
orang adalah konsisten dengan nilai egalitarian (semua
orang adalah sama).
d. Cerita, legenda dan mitos. Cerita tentang peristiwa
penting dan orang-orang dalam organisasi membantu
memindahkan nilai-nilai dan asumsi, namun cerita dan
mitos lebih menjadi refleksi dari budaya daripada
faktor penentunya.
e. Pernyataan formal. Pernyataan public dari nilai-nilai
oleh pemimpin dan pernyataan nilai secara tertulis,

Dr. Basri, M. Pd. 57


piagam dan filosofi dapat berguna sebagai tambahan
bagi mekanisme lain.
Gary Yulk (2015:335) mengungkapkan bahwa semua
organisasi harus menyelesaikan permasalahan integrasi
internal dan juga permasalahan adaptasi eksternal. Sasaran
dan strategi tidak dapat dicapai secara efektif tanpa upaya
kerjasama dan kestabilan wajar dari keanggotaan organisasi.
Banyak dimensi-dimensi yang membedakan budaya. Budaya
organisasi merupakan istilah yang mendapat banyak
perhatian dari para pakar tentang organisasi, hal ini tidak lain
karena peranannya sangat penting dan dapat memberikan
pemahaman mendalam tentang kehidupan organisasi.
Menurut Rivai dan Silviana (2014:431) budaya adalah
sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap, dan
kenyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Sedangkan, Robbins (2016:286) menyatakan budaya
organisasi adalah sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dari
organisasi lain. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati
secara lebih seksama adalah seperangkat sekumpulan
karakteristik utama yang dijunjung tinggi oleh organisasi itu.
Kreitner dan Kinicki (2014: 212) mendefinisikan budaya
organisasi adalah perekat organisasi yang mengikat anggota
organisasi melalui nilai-nilai yang ditaati, peralatan simbolik,
dan cita-cita sosial yang ingin dicapai.
Budaya organisasi yang tumbuh dengan baik dapat
menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk
melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang
di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku
di dalam organisasinya. Hofstede (2006:20) mengemukakan
bahwa budaya organisasi mempunyai lima ciri-ciri pokok
yaitu:

58 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


a. Budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang
integral dan saling terkait.
b. Budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari
organisasi yang bersangkutan.
c. Budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal yang
dipelajari oleh para antropolog, seperti ritual, simbol,
ceritera, dan ketokohan.
d. Budaya organisasi dibangun secara sosial, dalam
pengertian bahwa budaya organisasi lahir dari
konsensus bersama dari sekelompok orang yang
mendirikan organisasi tersebut.
e. Budaya organisasi sulit diubah. Dengan kata lain,
budaya organisasi yang baik mempunyai kekuatan
yang penuh dan berpengaruh pada individu dan
kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja.
Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat
strategis untuk mendorong dan meningkatkan keefektifan
kinerja organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial
yang mengikat sesama anggota organiasi secara bersama-
sama dalam suatu visi dan tujuan yang sama. Moeljono
(2015:95) menyatakan budaya organisasi sebagai suatu sistem
nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan
dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat, dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Pengertiannya, bahwa budaya perusahaan adalah nilai yang
menentukan arah prilaku dari anggota di dalam organisasi.
Jika value tadi menjadi shared value, maka terbentuklah sebuah
kesamaaan persepsi akan perilaku yang sesuai dengan
karakter organisasi.

Dr. Basri, M. Pd. 59


Budaya organisasi adalah sebagai suatu pola dari dasar
asumsi untuk bertindak, menentukan, atau mengembangkan
anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan
mengadaptasinya dari luar dan mengintregrasikan kedalam
organisasi, dimana pegawai dapat bekerja dengan teliti, serta
juga bermanfaat bagi pegawai baru sebagai dasar koreksi atas
persepsi mereka, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
mengatasi persoalan. Wirawan (2016:35) menyatakan budaya
mempunyai dampak yang kuat pada organisasi, yaitu:
a. Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak
signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan
dalam jangka panjang.
b. Budaya perusahaan bahkan mungkin merupakan
faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses
atau gagalnya perusahaan dalam dekade mendatang.
c. Budaya perusahaan yang menghambat prestasi
keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah
tidak jarang budaya itu berkembang dengan mudah,
bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang
yang bijaksana dan pandai.
d. Walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan
dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi. Teori
ini menyatakan budaya organisasi dapat memberikan
gambaran fungsi dasar sebagai yaitu memberi identitas
bagi anggota organisasi melalui pemberian norma,
nilai-nilai, dan persepsi dari setiap orang agar sensitif
terhadap kebersamaan.
Budaya organisasi dapat dikatakan baik jika mampu
menggerakkan seluruh personal secara sadar dan mampu
memberikan kontribusi terhadap keefektifan serta
produktivitas kerja yang optimal. Bila dikaitkan dengan
budaya yang ada di tempat bekerja, maka budaya organisasi
merupakan ciri khas yang ada di lingkungan tempat bekerja.

60 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Suharsaputra (2017: 107) mengemukakan budaya organisasi
merupakan kepribadian yang membedakan antara satu
organisasi dengan organisasi lainnya, bagaimana seluruh
anggota organisasi sekolah berperan dalam melaksanakan
tugasnya tergantung pada kenyakinan, nilai dan norma yang
menjadi bagian dari kultur instansi tersebut.
Menurut Robbin dan judge (2016:259), kultur yang kuat
(strong culture) adalah nilai-nilai inti organisasi dipegang
teguh dan dijunjung bersama. Semakin banyak anggota yang
menerima nilai-nilai inti dan semakin besar komitmen
mereka terhadap berbagai nilai itu dan semakin kuat budaya
tersebut. Budaya yang kuat menunjukkan kesepakatan yang
tinggi antara anggota mengenai apa yang dinyakini
organisasi.
Secara rinci Robbin dan judge (2016:263) menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah budaya organisasi, sebagaimana Gambar 10 berikut:

Objective Factors
1. Innovation and risk talking Performance
2. Attention to detail
3. Outcome orientation Organizational
4. People orientation
5. Aggressivencess Culture
6. stability
Satisfaction
Sumber: Robbin dan Judge (2016:263)
Gambar 10. Hubungan Budaya Organisasi dengan
Kepuasan

Berdasarkan Gambar 10 di atas, dapat diketahui bahwa


budaya organisasi terdiri dari enam faktor, yaitu: (1) inovasi
dan pengambilan resiko, (2) perhatian terhadap detail, (3)
orientasi hasil, (4) orientasi orang, (5) orientasi tim agresivitas,
dan (6) stabilitas. Keenam faktor ini secara langsung

Dr. Basri, M. Pd. 61


mempengaruhi kepuasan dan kinerja. Semakin kuat budaya
organisasi, semakin tinggi kepuasan kerja anggota
organisasinya. Budaya organisasi yang kuat akan membantu
organisasi memberikan kepastian bagi seluruh individu yang
ada dalam organisasi untuk berkembang bersama dan
mempertahankan eksistensinya selama mungkin. Sedangkan
budaya organisasi yang lemah akan berpengaruh negatif
pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada
para pegawai sehingga organisasi menjadi tidak efektif dan
kurang kompetitif.
Menurut Kotter dan Hesket (2009:48) teori tentang
hubungan antara budaya organisasi perusahaan dengan
kinerja, yang disebut Teori I yaitu budaya yang kuat (strong
culture) dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Melalui
budaya yang kuat, organisasi dapat membina komitmen,
kesetiaan dan kinerja dari pegawai. Kekuatan budaya
berpengaruh terhadap kinerja yang terdiri atas tiga gagasan
yaitu: Pertama, penyatuan tujuan. Bila dalam suatu organisasi
terdapat budaya yang kuat maka pegawai atau pegawai
cenderung melakukan tindakan kearah yang sama. Kedua,
menciptakan motivasi, komitmen, loyalitas pada diri pegawai
atau pegawai. Ketiga, memberikan stuktur atau kontrol yang
dibutuhkan tanpa harus bersandar pada birokrasi formal
yang dapat menekankan tumbuhnya motivasi dan inovasi.
Beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan
untuk memperkuat budaya organisasi, Suharsaputra
(2017:103) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Seleksi pegawai. Dalam memilih pegawai terlebih
dahulu dipertimbangkan kesesuaian antara aspirasi
calon pegawai dan budaya organisasi, apakah calon
tersebut dapat menerima budaya dan menyesuaikan
diri atau justru akan melemahkan budaya yang
terbentuk.

62 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


b. Penempatan pegawai. Tujuannya adalah agar pegawai
dapat menghargai rekan kerja serta norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku. Penempatan pegawai secara
tepat diharapkan dapat membentuk rasa kesatuan di
antara pegawai.
c. Pendalaman bidang pekerjaan. Setiap pegawai perlu
mendalami bidang pekerjaannya agar memahami benar
apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.
d. Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan.
Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan
dimaksud agar pegawai yang telah menjalankan
pekerjaannya sesuai dengan ketentuan lebih
termotivasi lagi ntuk bekerja secara baik pada masa
yang akan datang. Bentuk penghargaan disesuaikan
dengan situasi yang dihadapi.
e. Penyebaran cerita dan berita. Penyebaran cerita dan
berita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
budaya organisasi bertujuan untuk menekankan
pentingnya nilai-nilai moral bagi setiap pegawai.
f. Pengakuan atas kinerja dan promosi jabatan.
Pengakuan dan promosi diberikan kepada pegawai
yang telah melaksanakan tugas dan kewajibannya,
mengemban tanggung jawab secara optimal dan
menjadi teladan bagi pegawai lainnya. Dalam
memberikan pengakuan dan promosi jabatan ini,
perusahaan harus memiliki kriteria yang baku dan
transparan sehingga dapat diterapkan secara konsisten
pada seluruh pegawai.
Budaya organisasi yang kuat dapat menggambarkan
bagaimana nilai dan norma secara ketat diterapkan. Ini
berarti bahwa kekuatan budaya menunjukkan pada
sejauhmana pegawai berperilaku dengan pengaruh atau
ditentukan oleh asumsi yang menyatukan organisasi. Fred

Dr. Basri, M. Pd. 63


Luthans (2012:186) menyatakan budaya organisasi
mempunyai sejumlah karakteristik penting, di antaranya:
a. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota
organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka
menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang
berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.
b. Norma, adalah standar perilaku, mencakup pedoman
mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan,
yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan
melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.
c. Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap
peserta membagikan nilai-nilai utama. Contohnya
adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan
efisiensi tinggi.
d. Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk
kepercayaan organisasi mengenai bagaimana pegawai
dan atau pelanggan diperlakukan.
e. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan
pencapaian perusahaan. Pendatang baru harus
mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar
diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.
f. Iklim Organisasi. Merupakan keseluruhan “perasaan”
yang disampaikan dengan pengaturan baru yang
bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota
organisasi berhubungan dengan pelanggan dan
individu dari luar.
Menurut Robbins dan Judge (2016:387) Budaya
organisasi memiliki beberapa lapisan seperti kulit bawang.
Pada lapisan terdalam adalah “shared assumption” yang
merupakan basic belief dari kenyataan, hakikat manusia, dan
jalan sebaiknya sebuah tugas dikerjakan. Lapis kedua adalah
“cultural values” yang merepresentasi kepercayaan kelompok,
asumsi dan perasaan tentang apakah sesuatu itu baik,

64 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


normal, rasional, atau bernilai. Dan lapis ketiga adalah “shared
behaviors” termasuk didalamnya norma yang lebih visible dan
lebih mudah merubahnya dibandingkan “value/nilai”. Pada
lapis terluar yang bisa diamati adalah “cultural symbols” yang
meliputi kata-kata (jargon), gesture, gambar atau objek fisik
lain. Atau dapat dinyatakan sebagai artifak.

Artifak

Value

Assumptio
ns

Sumber: Robbins dan Judge (2016:387)


Gambar 11. The Onion Model of Organizational Culture

Menurut Bhatia dan Jai (2013:3) Lapisan yang


mengidentifikasikan tingkatan Budaya Organisasi tersebut
bila di praktekkan dalam organisasi disajikan pada Gambar
11 “Artifak” adalah lapis budaya yang tampak seperti sarana-
prasarana dan uniform. Robbins (2016:247) menyatakan
budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi, dan merupakan
suatu sistem makna bersama, pengertian bersama ini, dalam
pengamatan yang lebih seksama merupakan serangkaian
karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi,
yaitu: inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap
detil, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim,

Dr. Basri, M. Pd. 65


keagresifan, dan kemantapan. Lebih jelas karakter di atas
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Inovasi dan pengambilan resiko. Tingkat daya
pendorong pegawai untuk bersikap inovatif dan berani
mengambil resiko. Dalam hal ini, budaya organisasi
yang baik dapat mendorong para pegawainya untuk
berani mengambil resiko dalam bekerja. Namun
demikian, agar resiko tersebut tidak menjadi sesuatu
yang merugikan bagi organisasi, maka organisasi akan
membekali kemampuan pegawainya untuk memiliki
kemampuan dalam melakukan estimasi.
b. Perhatian terhadap detail. Tingkat tuntutan terhadap
pegawai untuk mampu memperlihatkan ketepatan,
analisis, dan perhatian terhadap detail. Dalam hal ini,
budaya organisasi memfokuskan pada upaya sungguh-
sungguh pada tingkat akurasi dan kedetailan. Dengan
memfokuskan pada tingkat kedetailan ini biasanya
organisasi akan menghasilkan produk (hasil kerja) yang
sangat tinggi kualitasnya.
c. Orientasi hasil. Sejauhmana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil itu. Dengan
memiliki budaya budaya yang berorientasi pada hasil,
organisasi berupaya melakukan penjaminan mutu
keluaran (output) yang dapat dipergunakan
masyarakat.
d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu. Hal ini mengindikasikan bahwa
organisasi ini memandang SDM adalah bagian paling
penting dalam keseluruhan proses yang ada di
organisasi. Organisasi jenis ini akan berusaha
memperlakukan pegawai dengan fleksibilitas yang

66 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


tinggi, dan menjaga hubungan di antara pegawai dan
manajer (kepala) yang sangat hangat.
e. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-
individu. Dalam organisasi yang sangat besar,
seringkali harus beroperasi pada tim-tim kecil yang
sangat efektif. Dengan tim tersebut, organisasi dapat
menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan dengan lebih
cepat dan efektif.
f. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif dan bukannya santai-santai. Hal ini
mengindikasikan bahwa organisasi memandang
keproaktifan adalah di atas segalanya. Organisasi jenis
ini akan selalu berusaha mengeluarkan produk-produk
baru dan inovasi-inovasi baru yang lebih bermutu (baik
kualitasnya) daripada para pesaingnya. Selain itu
organisasi jenis ini juga memiliki semangat
enterpreneurship yang sangat tinggi.
g. Kemantapan. Sejauhmana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada
pertumbuhan. Dalam hal ini budaya organisasi
memfokuskan pada kedinamisan dan pertumbuhan.
Organisasi jenis ini sangat mengandalkan inovasi untuk
pengembangannya.
Menurut Sagala (2013:122) budaya organisasi adalah
suatu sistem nilai dari makna bersama yang menekankan
pentingnya: (1) norma-norma kelompok kerja, (2) sentimen-
sentimen, (3) nilai-nilai dan interaksi-interaksi. Kropp
(2012:17) mengungkapkan budaya organisasi mengacu pada
maksud bersama tentang kepercayaan dan pemahaman
berpegang kepada organisasi atau kelompok tertentu tentang
permasalahan, praktek dan tujuan. Budaya umumnya
mencakup enam istilah (1) perilaku organisasi, (2) ideologi

Dr. Basri, M. Pd. 67


dan filosofi organisasi, (3) norma-norma
kelompok/organisasi, (4) nilai-nilai yang diperlihatkan
organisasi, (5) saling menghormati, (6) kebijakan prosedur
dan (7) aturan sosial.
Banyak dimensi-dimensi yang membedakan budaya.
Gibson (2012: 312) menyebutkan ada tujuh dimensi budaya
organisasi, yakni: (1) hubungan manusia dengan alam, (2)
individualisme versus kolektivisme, (3) orientasi waktu, (4)
orientasi aktivitas, (5) informalitas, (6) bahasa serta (7)
kepercayaan. Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan
untuk membedakan budaya organisasi menurut Robbin dan
Judge (2016:423) ada tujuh karakteristik primer yang secara
bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu:
(1) inovasi dan pengambilan resiko, (2) perhatian ke hal yang
rinci, (3) orientasi hasil, (4) orientasi orang; (5) orientasi tim,
(6) keagresifan (7) kemantapan. Selanjutnya Luthans (2012:
241) menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari
budaya organisasi yaitu: (1) aturan-aturan perilaku, (2)
norma, nilai-nilai dominan, (3) filosofi, (4) kedisiplinan, dan
(5) iklim organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi adalah suatu sistem nilai-nilai (value),
keyakinan (beliefs), norma-norma (norms) dan interaksi-
interaksi yang diperkenalkan dan diajarkan serta diterapkan
dalam instansi untuk mempengaruhi pola pikir, sikap dan
perilaku anggota organisasi. Indikator budaya organisasi
adalah: (1) sistem nilai-nilai (value), (2) keyakinan (beliefs), (3)
norma-norma (norms), (4) interaksi-interaksi yang
mempengaruhi pola pikir, (5) Sikap dan perilaku dosen.

68 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


BAB

III

KEPUASAN
KERJA

Dr. Basri, M. Pd. 69


A. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan adalah salah satu hal penting dalam
kehidupan umat manusia. Tanpa kepuasan meskipun
memiliki honor/gaji yang tinggi tetap kurang bermakna.
Kepuasaan kerja di tempat kerja itu penting karena dengan
kepuasan akan membuat semakin kerja lebih kuat lagi dan
nilai (hasil produksi) akan lebih baik. Maka sebelum
mengetahui manfaat, faktor, dan cara serta hakikat
kepuasaan kerja, dijelaskan apa itu kepuasan kerja.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001:271) kepuasan kerja
adalah “suatu efektifitas atau respons emosional terhadap
berbagai aspek pekerjaan”. Davis dan Newstrom (1985:105)
mendeskripsikan “kepuasan kerja adalah seperangkat
perasaan pegawai tentang menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka”. Menurut Robbins (2003:78) kepuasan
kerja adalah “sikap umum terhadap pekerjaan seseorang
yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan
yag diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini
seharusnya mereka terima”.
Menurut Robbins dalam Triatna (2015:110), kepuasan
kerja adalah “sebagai sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah
penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka
yakini seharusnya mereka terima”. Handoko dalam Sutrisno
(2016:75) menjelaskan kepuasan kerja adalah “keadaan
emosional menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi
para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan
kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Ini tampak dalam sikap positif karyawan
terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya”.
Lebih jauh Locke dalam Wijono (2015:120)
mendefinisikan kepuasan kerja adalah “sebagai suatu tingkat

70 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


emosi yang positif dan menyenangkan individu. Dengan kata
lain, kepuasan kerja adalah suatu hasil perkiraan individu
terhadap pekerjaan atau pengalaman positif dan
menyenangkan dirinya”. Wexley dan Yukl (2005:112),
menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan cara seorang
dalam merasakan dirinya atau pekerjaannya. Hal ini
menunjukkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang
mendukung atau tidak mendukung dalam dirinya yang
berhubungan dengan pekerjaan atau kondisi yang dirasakan.
Berdasarkan paparan di atas dapat dideskripsikan
bahwa kepuasan kerja adalah cerminan emosional yang
positif bagi seseorang yang bekerja pada suatu tempat atau
instansi tertentu. Dengan cerminan itu ia akan lebih
bersemangat lagi dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya sehingga produksi dan kontrobusi pun akan
meningkat.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi


Kepuasan Kerja
Seseorang bekerja di instansi dan organisasi manapun
sangat ditentukan oleh emosional dalam bekerja. Seseorang
akan termotivasi semangat kerjanya diperngaruhi oleh
faktor-faktor tertentu. Stephen Robbins (2003:103)
menyatakan bahwa kepuasan kerja dapat terpengaruhi oleh
beberapa faktor yakni: faktor menially challenging work,
equitable rewards, supportive working conditions, dan faktor
supportive mileagues. Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:
a. Mentally Challenging Work. Faktor mentally challenging
work pegawai dalam kepuasan kerja menggambarkan
bahwa pegawai lebih menyukai pekerjaan yang
memberikan peluang kepadanya untuk menggunakan
seluruh kemampuannya dalam menyelesaikan

Dr. Basri, M. Pd. 71


pekerjaan yang diberikan secara bebas. Pegawai sangat
mengharapkan tanggapan atasan tentang seberapa baik
pekerjaan tersebut dikerjakan. Pekerjaan yang tidak
menantang seringkali membuat pegawai bosan,
sebaliknya jika pekerjaan terlalu menantang cenderung
akan sulit dikerjakan dan membuat pegawai frustasi.
Pekerjaan yang tantangannya di antara kedua batas
ekstrim inilah yang mampu membuat pegawai menjadi
senang dan puas.
b. Equitable Rewards. Pegawai menginginkan kebijakan
organisasi dalam sistem pembayaran dan kesempatan
promosi yang adil dan sesuai dengan yang diharapkan.
Kepuasan kerja akan tercipta jika pembayaran gaji
dilakukan dengan adil yakni sesuai ruang lingkup
pekerjaan, sesuai kemampuan pegawai, serta sesuai
standar yang berlaku. Walaupun tidak semua pegawai
bertujuan mencari uang semata.
c. Supportive Working Conditions. Pegawai selalu akan
memperhatikan lingkungan kerja untuk memperoleh
rasa nyaman. Pegawai tidak menyukai jika fasilitas
kerja tidak menyenangkan dan berbahaya bagi
keselamatan jiwanya. Pegawai menghendaki suasana
lingkungan kerja mendekati suasana ketika sedang
berada di rumah.
d. Supportive Colleagues. Pegawai tidak hanya bekerja
untuk uang atau penghargaan fisik semata. Bagi
kebanyakan pegawai bekerja pada dasarnya adalah
untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosial. Memiliki
dukungan rekan kerja positif akan memberikan
kepuasan kerja pegawai. Perilaku pimpinan juga
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai.

72 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Hal yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Gilmer
dalam As’ad (2004:114-115) dan Sutrisno (2009:82-84) bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah
sebagai berikut:
a. Kesempatan untuk maju.
b. Keamanan kerja.
c. Gaji.
d. Perusahaan dan manajemen.
e. Faktor Instrinsik dari Pekerjaan.
f. Kondisi kerja.
g. Aspek sosial dalam pekerjaan.
h. Komunikasi.
i. Fasilitas.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2001; 225), ada lima
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang,
yaitu sebagai berikut:
1. Pemenuhan kebutuhan, yaitu kesempatan memenuhi
kebutuhan.
2. Perbedaan, yaitu pemenuhan harapan mencerminkan
perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang
diperoleh individu dari pekerjaannya. Bila harapan
lebih besar dari apa yang diterima, orang akan tidak
puas. Sebaliknya individu akan puas bila menerima
manfaat di atas harapan.
3. Pencapaian nilai, yaitu memberikan pemenuhan nilai
kerja individual yang penting.
4. Keadilan, yaitu kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.
5. Komponen genetik, yaitu kepuasan kerja merupakan
fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

Dr. Basri, M. Pd. 73


Prabu menyatakan bahwa kepuasan kerja itu
ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini:
1. Faktor pegawai (IQ, skil khusus, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pengalaman kerja, kondisi fisik,
kepribadian, masa kerja, emosi, cara berpikir, persepsi,
dan sikap kerja.
2. Faktor pekerjaan (jenis pekerjaan, struktur organisasi,
pangkat/golonga, kedudukan, mutu pengawasan,
jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan,
interaksi sosial, dan hubungan kerja.
Singodimedjo dalam Sutrisno (2009:94-98)
mengemukakan faktor yang mempengaruhi disiplin kerja
adalah “besar kecilnya pemberian kompensasi, ada tidaknya
keteladanan pimpinan dalam perusahaan, ada tidaknya
aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan, keberanian
pimpinan dalam mengambil tindakan, ada tidaknya
pengawasan pimpinan, ada tidaknya perhatian kepada para
karyawan, diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung
tegakya disiplin.”
Roderick dan Kelloway dalam Meilthiana Indrasari
(2017:44-45) menyatakan kepuasan kerja dapat meliputi:
a) Karakteristik individu yang meliputi jenis kelamin,
pendidikan, motivasi, kemampuan, dan usia.
b) Karakteristik pekerjaan, yang meliputi otonomi, gaji
dan penghasilan lain, rutinitas, signifikansi, serta
tantangan dan keragaman.
c) Karakteristik organisasi, yakni sentralisasi,
profesionalisme, supervisi, feedback, dan budaya.
Herzberg seperti dalam Meilthiana Indrasari (2017:45)
mengemukakan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
kepuasan kerja banyak sekalai, namun ia menyebut beberapa,
yaitu:

74 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


a) Pencapaian prestasi (achievement).
b) Pengakuan prestasi (recognition for accomplishment).
c) Pekerjaan yang menantang (challenging work).
d) Tanggung jawab yang bertambah (increased
responsibility).
e) Pertumbuhan serta perkembangan (growth and
development).
Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa
faktor yang dapat mempengaruhi kepuasaan kerja di
manapun baik di instansi pemerintah, perusahaan, dan di
berbagai organisasi dan lembaga lainnya sangat dipengaruhi
oleh banyak hal, antara lain keteladanan seorang pimpinan
(pemimpin), honor yang sesuai (adanya keadilan distributif),
pekerjaan sesuai bakat yang dimiliki, memiliki kolega atau
teman kerja yang seorientasi, keamanan terjamin, dan lain-
lain.

C. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja


Menurut Stephen Robbins dalam Widodo (2010:64)
ada 5 faktor yang mendorong terciptanya kepuasan kerja.
Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pekerjaan yang menantang.
b. Imbalan.
c. Kondisi kerja.
d. Rekan kerja.
e. Kesesuain kerja.
Di samping dimensi kepuasan kerja yang dikemukakan
di atas, Smith, Kendall dan Hulin (Gibson, Ivancevich dan
Donnely, 2000) juga mengutarakan 5 (lima) karakter penting
yang mempengaruhi kerja. Adapun karakter tersebut adalah:

Dr. Basri, M. Pd. 75


1. Pekerja, sampai sejauhmana tugas kerja dianggap
menarik dan memberikan kesempatan untuk belajar
dan menerima tanggung jawab.
2. Upah/gaji yaitu suatu jumlah yang diterima dan
keadaan yang dirasakan dari upah/gaji.
3. Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk
maju.
4. Penyelia yaitu kemampuan penyelia untuk membantu
dan mendukung pekerja atau bawahannya.
5. Rekan sekerja yaitu sampai sejauhmana rekan sekerja
bersahabat, kompeten dan saling mendukung.
Sementara As’ad dalam Widodo (2010:64)
mengemukakan juga beberapa faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu:
1. Faktor psikologik, yaitu faktor yang berhubungan
dengan kejiwaan karyawan meliputi minat,
ketentraman dalam kerja, bakat dan ketrampilan.
2. Faktor sosial, yaitu faktor yang berkembang dengan
interaksi sosial baik antara sesama karyawan maupun
dengan atasan.
3. Faktor fisik, yaitu faktor yang berhubungan dengan
kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik
karyawan, seperti jenis pekerjaan, pengaturan waktu
kerja dan waktu istirahat, perlengkapan kerja, keadaan
ruangan, suhu, penerangan dan sebagainya

D. Hakekat Kepuasan Kerja


Kerja adalah ibadah dan kebutuhan. Orang yang tidak
memiliki pekerjaan akan dinilai kurang bermakna oleh
masyarakat lain. Dalam perspektif Islam, orang yang tidak
bekerja adalah sangat dibenci oleh Nabi sendiri. Pekerjaan
yang baik di manapun dan dengan siapapun harus

76 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


memastikan bahwa kerja itu dilihat oleh Tuhan. Bukan bukan
karena ingin mendapat pujian atau reward dari atasan atau
pimpinan. Hakikat kerja dalam Islam adalah tidka lain untuk
mencari kerizaan dari Allah Swt. Karena hasil pekerjaan akan
dipersembahkan untuk menafkahi anak dan istri(keluarga),
bersedakah, membangun tempat tinggal, dan lain-lain.
Apabila niat dan cara kerja serta hasil yang diperoleh
melanggar ketentuan-ketentuan agama, maka semua itu akan
menjadi tidak berarti (sia-sia).
Yusuf Al-Qardhawy, ulama terkenal asal Timur-
Tengah seperti dalam Hidayat (2008) menyatakan, “Allah
sangat mencintai seseorang melakukan sesuatu perbuatan
dan melakukannya secara professional”. Dalam Alquran
Surat At-Taubah ayat 59 Allah Swt berfirman, “Jikalau
mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan
Allah dan Rasulnya kepada mereka, dan berkata : Cukuplah
Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari
karunia-Nya dan demikian (pula) rasul-Nya, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah”.
Selanjut pendiri Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna
et.al (2012) menjelaskan bahwa dalam membentuk kepuasan
kerja, Islam tidak meletakkan ukuran kebendaan sebagai
tolak ukur utama. Ukuran utamanya ialah ibadah, yaitu
sejauh mana seorang pekerja itu berupaya memastikan
tugasnya menjadi ibadah. Dalam hal ini, Islam menegaskan
betapa pentingnya seorang atasan menunaikan tanggung
jawabnya terhadap pekerja termasuk membayar upah atau
gaji yang setimpal, menepati janji, membina hubungan baik,
adil, mewujudkan lingkungan yang sehat, dan menunaikan
amar makruf nahi mungkar. Dalam sebuah Hadis Rasulullah
Saw bersabda “Bayarlah upah pekerjamu sebelum
keringatnya kering” (HR. Ibnu Majah). Para ulama seperti
Imam Al-Ghazali dan Asy-Syatibi merumuskan satu konsep

Dr. Basri, M. Pd. 77


penting yang terkait dengan tujuan dari syariah (maqashid asy
syariah) yaitu menjaga agama, menjaga nyawa (jiwa), menjaga
akal, menjaga keturunan dan menjaga harta. Sehingga apabila
perusahaan atau atasan dapat menjaga lima perkara tersebut,
maka kebahagiaan akan tercapai. Dengan adanya
kebahagiaan, akan muncul kepuasan kerja (Deden
Misbahuddin, 2016:80-81).
Setiap orang bekerja dalam suatu organisasi tentunya
didasarkan adanya kebutuhan dalam dirinya. Kebutuhan
tersebut merupakan gambaran harapan-harapan yang
menyangkut kebutuhan fisik dan non fisik. Terpenuhinya
harapan-harapan tersebut akan memberikan kepuasan,
namun jika tidak terpenuhi maka akan memberi rasa tidak
puas. Kepuasan kerja secara umum merupakan gambaran
terpenuhinya harapan-harapan seseorang terhadap sesuatu
objek.
Greenberg dan Baron memberikan pengertian
kepuasan kerja secara komprehensif yaitu: “job satisfaction as
positive or negative attitude held by individuals toward their jobs.
(kepuasaan kerja adalah sikap positip dan negative yang
mempengaruhi individu dalam pekerjaannya). Colquitt,
Lepine dan Wesson (2009:74) menyebutkan”job statisfaction is
defenined as pleasurable emotional state resulting from the appresial
of one’ job experience. Schermerhon and Osborn”, menambahkan
kepuasan kerja, adalah suatu derajat untuk mana para pekerja
merasa positif ataupun negatif tentang pekerjaan mereka. Hal
ini merupakan suatu sikap dan emosi yang merespon
terhadap tugas pekerjaan yang sama dan juga terjadi pada
keadaan fisik dan sosialnya di tempat kerja. Sebagai
kesimpulan dari pengertian ini, kepuasan kerja merupakan
suatu pernyataan emosional yang menyenangkan atau positif
dihasilkan dari suatu pencapaian kerja atau kegiatan
seseorang.

78 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Berkaitan dengan kondisi psikologis Kreitner dan
Kinichi (2014:309) mengemukakan, kepuasaan kerja
merupakan kesan atau tanggapan emosional terhadap
sesuatu pekerjaan. Stephen Robbins (2014:78)
mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja: The more important factors conducive to job
satisfaction include mentally challenging work, equitable rewards,
supportive working conditions, and supportive colleagues".
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa
kepuasan kerja lebih banyak dipengaruhi faktor kondusif
yang berkaitan dengan mentalitas terhadap pekerjaan yang
menantang, hadiah yang layak, kondisi lingkungan kerja, dan
sikap dukungan dari rekan kerja.
Kepuasan kerja dapat mewakili sikap secara
menyeluruh atau mengacu pada bagian pekerjaan, misalnya
pada isi pekerjaan dan pada konteks pekerjaan. Sebagai
sekumpulan perasaan, kepuasan kerja bersifat dinamik,
artinya dapat naik dan turun dengan cepat sesuai dengan
kepentingan dan kebutuhan individu sehingga perasaan
karyawan terhadap organisasi perlu diperhatikan secara
berkesinambungan.
Model pemenuhan kebutuhan (need fullfilment model),
menggambarkan bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh sifat
pekerjaan yang mampu memenuhi kebutuhan individu. Hal
ini berarti bahwa seorang individu akan merasa puas, jika
kebutuhannya terpenuhi. Kebutuhan yang dapat
menyebabkan rasa puas mencakup kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan untuk aktualisasi diri. Lebih
lanjut Siagian yang mengutip McCleland mengelaborasi
kebutuhan ke dalam kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan.

Dr. Basri, M. Pd. 79


Kepuasan kerja yang tinggi sangat diperlukan dalam
organisasi agar pekerja dapat melakukan tugasnya dengan
senang hati, yang menyebabkan kinerja baik. Greenberg dan
Baron (2000:179-180) mengemukakan pedoman membantu
meningkatkan kepuasan kerja, yaitu: (1) membuat pekerjaan
jadi menyenangkan; (2) memiliki gaji; (3) memiliki
kesempatan promosi yang baik; (4) mendesain pekerjaan agar
menarik dan menyenangkan.
Terdapat berbagai dimensi yang sudah diteliti dan
diukur oleh Job Descriptive Index (JDI) yang berkaitan dengan
kepuasan kerja di USA, dengan lima dimensi dan digunakan
sebagai karakteristik yang banyak manfaatnya, yaitu:
a. Pekerjaan itu sendiri, dengan adanya
pertanggungjawaban, kepentingan, bantuan sosial.
b. Kualitas supervisi, dengan adanya bantuan teknis,
bantuan sosial.
c. Hubungan di antara pekerja, dengan adanya
harmonisasi, penghormatan.
d. Peluang untuk promosi, dengan adanya perubahan dan
perkembangan di masa depan.
e. Pembayaran, dengan adanya perolehan penghasilan
dan perolehan lainnya sebagai tambahan.
Menurut Luthans (2006:126) terdapat 3 (tiga) dimensi
penting dari kepuasan kerja, yaitu: (1) kepuasan kerja
merupakan respons emosional dari situasi kerja yang tidak
terlihat namun disimpulkan, (2) kepuasan kerja sering
ditetapkan sebagai seberapa baik hasil yang diperoleh sama
atau melebihi yang diharapkan, dan (3) kepuasan kerja
menyajikan beberapa sikap yang saling berhubungan.
Selanjutnya Sopiah (2015:172) menambahkan sejumlah
faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan kerja, yaitu: (1)
kesempatan untuk promosi, (2) faktor intrinsik, (3) kondisi
kerja, (4) pendidikan, (5) usaha pribadi, (6) sistem gaji, (7) jam

80 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


kerja, (8) hakikat pekerjaan, dan (9) kesempatan untuk maju
dan berkembang.
Hasil penelitian Mubasysy et.al (2012:189) menemukan
terdapat hubungan yang bermakna antara kepuasan kerja
dengan komitmen organisasi. Dengan demikian kepuasan
kerja merupakan kegiatan para manajer untuk
mempertimbangkan dan melakukan berbagai produktivitas
sesuai bidangnya, berusaha memberikan peluang sebesanya
untuk penghargaan dan peningkatan promosi, memberikan
temperamen dan kepercayaan pada manajemen, memberikan
kontribusi untuk menunjukkan secara psikologis umum
seperti adanya: motivasi, sikap dan perilaku yang baik dan
berguna bagi organisasi.
Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan untuk
memperjelas konsep kepuasan kerja, sebagai berikut:
1. Teori Kebutuhan dari Maslow
Teori ini disebut juga dengan teori motivasi kebutuhan
(Content theories of motivation) yang memfokuskan pada
kebutuhan untuk memotivasi perilaku manusia. Pemenuhan
kebutuhan yang semakin lama semakin meningkat jika salah
satu kebutuhan telah dapat terpenuhi itu merupakan suatu
kebutuhan yang bersifat kodrati, yang semakin lama semakin
tinggi serta sulit untuk dapat dipenuhinya. Maslow
mengklasifikasi kebutuhan manusia berdasarkan logika, yang
memandang kebutuhan manusia yang mendorong seseorang
untuk bertindak itu tersusun ke dalam hirarki yang berkisar
dari kebutuhan yang paling dasar (basic need) sampai kepada
kebutuhan yang paling tinggi.
Kebutuhan manusia itu tersusun dalam 5 (lima)
kebutuhan, yaitu: kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan
aktualisasi diri.Untuk menggambarkan content theories of

Dr. Basri, M. Pd. 81


motivation dan hirarki kebutuhan menurut Maslow dapat
digambarkan sebagai berikut:

Kebutuhan Drive Tindakan

Kepuasan
Sumber: Maslow (2004: 271)
Gambar 12. Content theories of motivation dan hirarki
kebutuhan

Dari Gambar 12 di atas, terlihat bahwa manusia


tergerak untuk berperilaku atau bertindak karena adanya
kebutuhan. Kebutuhan tersebut jika dapat terpenuhi akan
menyebabkan orang tersebut merasa puas. Apabila
kebutuhan seseorang telah dapat terpenuhi, maka akan
muncul kebutuhan baru yang akan mendorong orang
tersebut segera bertindak untuk memenuhinya dalam rangka
mencapai kepuasan. Hirarki kebutuhan manusia menurut
Maslow (2004:271) terdiri dari:
1. Kebutuhan fisiologis, (physiological needs) yaitu
kebutuhan untuk dapat mempertahankan hidup seperti
makanan, minuman, perumahan, tidur, dan
sebagainya.
2. Kebutuhan rasa aman (security needs) yaitu kebutuhan
akan rasa aman, yang meliputi perlindungan bahaya
keselamatan kerja, jaminan kelangsungan pekerjaan,
jaminan hari tua, dan sebagainya.

82 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


3. Kebutuhan sosial (social needs) yaitu kebutuhan
persahabatan, afiliasi dan interaksi dengan orang lain.
4. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan
untuk dihormati, dihargai, pengakuan atas
kemampuan dan keahlian, serta efektivitas kerja
seseorang.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) yaitu
kebutuhan yang berkaitan dengan proses
pengembangan akan potensi yang sesungguhnya dari
seseorang yang menunjukkan kemampuan, keahlian
dan potensi yang dimiliki seseorang.

2. Teori Dua Factor Herzberg (Herzberg’s Two


Factor Theory)
Teori dua faktor Herzberg (2006:215), menyimpulkan
bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan atau
ketidakpuasan kerja seseorang, yaitu hygiene factors (kondisi
ekstrinsik) dan motivators (kondisi intrinsik). Penelitian
Hezberg ini melahirkan dua kesimpulan khusus mengenai
teori tersebut, yaitu:
1. Ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan
(job context), yang menyebabkan rasa tidak puas di
antara para karyawan, apabila kondisi ini tidak ada.
Jika kondisi ini ada, maka hal ini tidak perlu
memotivasi karyawan. Kondisi ini adalah faktor-faktor
yang membuat orang merada tidak puas (dissatisfiers)
atau disebut juga faktor-faktor kesehatan (hygiene
factors). Faktor-faktor ini mencakup: upah, keamanan
kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu
dari supervisi teknis, dan mutu dari hubungan
interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan,
dan dengan bawahan.

Dr. Basri, M. Pd. 83


2. Serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job
content), yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan
menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat
menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi
ini tidak ada, maka kondisi ini ternyata tidak
menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan.
Serangkaian faktor ini dinamakan satisfier atau
motivator, yang meliputi:prestasi (achievement),
pengakuan (recognition), tanggungjawab (responsibility),
kemajuan (advancement), pekerjaan itu sendiri (the work
it self), dan kemungkinan berkembang (the possibility of
growth).
Menurut Robbins (2014: 34) Secara skematis teori
Herzberg dapat dikemukakan pada Gambar 13 berikut ini:

Gambar 13. Teori Dua Faktor Diadaptasi dari Herzberg


Robbins (2014:34)
Perbedaan kedua teori di atas, teori Maslow
mengajukan sistem klasifikasi kebutuhan dan teori Herzberg
membahas faktor-faktor pekerjaan intrinsik dan ekstrinsik.

84 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


3. Teori Penilaian dari Locke
Model kepuasan kerja yang didasarkan kepada
ketidakcocokan atau ketidaksesuaian (discrepancy)
berpendapat bahwa kepuasan kerja tergantung kepada
seberapa jauh terjadi kesesuaian antara nilai outcome yang
diperoleh dalam pekerjaan dengan outcome yang diinginkan.
Seorang karyawan yang menilai bahwa imbalan yang
diperoleh lebih besar dari pada yang diinginkan akan merasa
puas, dan sebaliknya jika imbalan yang diterima ternyata
lebih kecil daripada yang diinginkan, maka akan
menimbulkan ketidakpuasan. Dengan demikian kunci
kepuasan kerja dalam teori ini, adalah discrepancy
(ketidaksesuaian). Jika discrepancy besar, berarti kepuasannya
rendah, sebaliknya jika discrepancy kecil, maka kepuasannya
tinggi.
Menurut Usman (2015:468) berdasarkan hasil penelitian
tim peneliti di University of Minnesota menemukan indikator
kepuasan kerja yang dijadikan dasar pembuatan item-item
Minnesota Satisfaction Questionary (MSQ) adalah:
a. Kebebasan bermanfaatkan waktu luang.
b. Kebebasan bekerja secara mandiri.
c. Kebebasan berganti-ganti pekerjaan dari waktu ke
waktu.
d. Kebebasan bergaul.
e. Gaya kepemimpinan atasan langsung.
f. Kopentensi pengawas.
g. Tugas yang diterima.
h. Kesempatan bertindak terhadap orang lain
i. Persiapan pekerjaan/
j. Kebebasan memerintah.
k. Kebebasan memanfaatkan kemampuan.
l. Kebebasan menerapkan peraturan yang berlaku.
m. Ggaji yang diterima.

Dr. Basri, M. Pd. 85


n. Kesempatan mengembangkan karir.
o. Kebebasan mengambil keputusan.
p. Kesempatan menggunakan metode kerja.
q. Kondisi kerja yang mendukung.
r. Kerjasama.
s. Pnghargaan terhadap prestasi.
t. Perasaan bekerja terhadap prestasinya.
Sesuai dengan indikator kepuasan kerja tersebut diatas
dapat diketahui bahwa kebebasan dan kesempatan individu
dalam melakukan tugas, penghargaan pengawas, gaji, dan
pekerjaan itu sendiri adalah faktor-faktor penting dalam
kepuasan kerja. Stephen Robbins (2016:36) mengemukakan
bahwa faktor penting yang lebih banyak mendatangkan
kepuasan kerja adalah pekerjaan, penghargaan yang layak,
kondisi kerja yang menunjang, dan rekan-rekan kerja yang
mendukung. Teori Persepsi Nilai Kepuasan Kerja, dari
Colquitt, Lepine, dan Wesson (2015: 107-109) menjelaskan
bahwa kepuasan kerja keseluruhan meliputi kepuasan gaji,
kepuasan promosi, kepuasan supervisi, kepuasan rekan kerja,
dengan pekerjaan itu sendiri. Secara rinci Colquitt, Lepine,
dan Wesson membuat Model Teori Persepsi Nilai Kepuasan
Kerja Seperti pada Gambar 14 berikut:

86 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Sumber: Colquitt, Lepine, dan Wesson (2015:107-109)
Gambar 14. The Value-Perceppt Theory of Job Satisfaction

Sesuai dengan Gambar 14 di atas Model Teori Persepsi


Nilai kepuasan Kerja di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perbedaan antara gaji yang diharpkan dengan gaji yang
didapatkan menentukan kepuasan gaji.
2. Perbedaan antara promosi yang diharapkan dengan
promosi yang didapatkan menentukan kepuasan
promosi.
3. Perbedaan antara supervisi yang diharapkan dengan
supervisi yang didapatkan menentukan supervise.

Dr. Basri, M. Pd. 87


4. Perbedaan antara rekan kerja yang diharapkan dengan
rekan kerja yang didapatkan menentukan kepuasan
rekan kerja.
5. Perbedaan kepuasan yang diharapkan dari pekerjaan
dengan kepuasan yang didapatkan dari pekerjaan
menentukan kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri.
Selanjutnya, kepuasan gaji, kepuasan promosi,
kepuasan supervisi, kepuasan rekan kerja, dan
kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri menentukan
kepuasan kerja keseluruhan.
Mullins (2008:701) mengemukakan tingkat kepuasan
kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai variabel, sosial dan
budaya organisasi adalah sebagian dari faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Panji (2009:83)
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja, yaitu:
1. Faktor individu, yang meliputi sikap, umur, dan jenis
kelamin.
2. Faktor hubungan antara pekerja, yang meliputi
hubungan langsung antara pekerja dengan atasan
langsung, hubungan antar sesama pekerja, dan sugesti
dari teman kerja.
3. Faktor lingkungan yang meliputi keadaan keluarga,
tempat rekreasi, dan pendidikan.
Lita (2011:23) mengemukakan beberapa pusat faktor
yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: (1)
pengawasan ; (2) kelompok kerja; (3) isi pekerjaan; (4) tingkat
pekerjan; (5) kekhususan kerja yang mengarah pada efisiensi
kerja; (6) usia; (7) ras dan jenis kelamin; dan (8) tingkat
pendidikan.
Dawn Ostroff (1972:72) menemukan hubungan yang
positif antara kupuasan kerja dengan kinerja dan juga
menemukan bahwa organisasi-organisasi yang karyawannya

88 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


lebih terpuaskan akan cenderung lebih efektif dari organisasi
yang karyawannya lebih terpusatkan akan cenderung lebih
efektif dari pada organisasi yang karyawannya kurang
terpuaskan. Stoner dan Freeman (2005: 450) mengemukakan
ada enam aspek yang dapat mempengaruhi seseorang untuk
mencapai kepuasan kerja, yaitu (1) bayaran yang diterima, (2)
kinerja individu 3) supervisi, (4) kerja kelompok, (5) iklim
kerja.
Model pengharapan Porter dan Lawler dalam Kreitner
dan Kinicki (2004:304) mengidentifikasi sumber nilai dan
harapan orang, dan mengubungkan usaha dengan prestasi
dan kepuasan kerja. Model Pengharapan seperti pada
Gambar 15.

Kreitner dan Kinicki (2004:304)


Gambar 15. Model Pengharapan Porter dan Lawler

Sesuai dengan Gambar 15 Model pengharapan Porter


dan Lawler di atas dapat dijelaskan bahwa: (1) usaha adalah
fungsi dari usaha yang dirasakan sebagai penghargaan yang
dinyatakan nilai penghargaan (kenyataan) dan probalitas

Dr. Basri, M. Pd. 89


usaha yang diharapkan menghasilkan penghargaan yang
dirasakan (harapan), karena para pekerja akan meningkatkan
usaha yang lebih baik. Jika mereka percaya akan menerima
penghargaan yang setimpal dengan usaha tersebut; (2)
prestasi tidak hanya ditentukan oleh usaha, tetapi hubungan
usaha dengan prestasi (kinerja) tergantung dalam
kemampuan, ciri-ciri pekerja, dan persepsi peran; (3)
kepuasan dipengaruhi oleh penghargaan instrinsik dan
penghargaan ekstrinsik, besar variasi pengaruh tersebut
ditentukan oleh penghargaan yang sama yang dirasakan
(keadilan penghargaan). Penghargaan instrinsik adalah
penghargaan yang diberikan oleh diri sendiri yang terdiri
dari hal-hal yang tidak nyata seperti pemahaman terhadap
tujuan dan prestasi, sedangkan penghargaan ekstrinsik
adalah hasil nyata yang didapatkan pekerja seperti upah dan
pengakuan publik.
Mullins (2008:704) menjelaskan bahwa kepuasan kerja
dan prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor khusus dan
berbagai variabel yang terbentuk dari faktor individu, faktor
organisasi, faktor lingkungan, faktor sosial, dan faktor
budaya. Secara rinci. Mullins membuat gambar Model
Kerangka Kerja Studi Kepuasan Kerja seperti pada Gambar
16 yang menjelaskan bahwa kepuasan kerja dan kinerja
dipengaruhi oleh variabel yang berasal dari:
1. Faktor individu yang meliputi kepribadian,
pendidikan, dan kualifikasi, inteligensi, kemampuan,
umur, status perkawinan, dan orientasi kerja.
2. Faktor organisasi yang meliputi keadaan dan ukuran,
struktur formal, kebijakan personal dan pedoman,
hubungan pekerja, keadaan pekerja, teknologi dan
organisasi kerja, supervisi, gaya kepemimpinan, dan
kondisi kerja.

90 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


3. Faktor ingkungan yang meliputi ekonomis, sosial,
pengaruh teknis dan pemerintah.
4. Faktor budaya yang meliputi keyakinan, sikap dan
nilai.
5. Faktor sosial yang meliputi hubungan dengan rekan
kerja, kelompok kerja dan normal, kesempatan untuk
berintekrasi dan organisasi informasi.

Sumber: Mulli (2008:704)


Gambar 16. Framework for the Study of Job Satisfaction

Dr. Basri, M. Pd. 91


Kepuasan dan kinerja juga mendapat pengaruhi khusus
yang meliputi tehnologi informasi dan komunikasi, stres
kerja, organisasi kerja dan desain kerja individual, model
komprehensif pengayaan pekerjaan, pendekatan organisasi
yang lebih luas, pengaturan kerja yang fleksibel
senang/keseimbangan hidu, kualitas lingkungan sekitar,
senang/pekerja produktif, dan faktor kontekstual. Kepuasan
kerja tinggi sangat diperlukan dalam organisasi agar pekerja
dapat melakukan tugasnya dengan senang hati, yang
menyebabkan kinerja baik.
Menurut Luthans (2006:288) teori kepuasan secara
implisit mengasumsikan bahwa kepuasan meningkatkan
kinerja dan ketidakpuasan mengurangi kinerja. Kepuasan
kerja perlu ditingkatkan karena mengurangi stress,
mengurangi pergantian pekerja ketidakhadiran, dan
meningkatkan kinerja. Greenberg dan Baron (2000:179-180)
mengemukakan pedoman membantu meningkatkan
kepuasan kerja yaitu:
a. Membuat pekerjaan menjadi menyenangkan.
b. Memiliki gaji, dan kesempatan promosi yang baik.
c. Menyesuaikan orang dengan pekerjaannya yang sesuai
dengan minat keahliannya.
d. Mendesain pekerjaan agar menarik dan
menyenangkan.
Berdasarkan teori yang mendasari kepuasan kerja
tersebut di atas, mengindikasi bahwa kepuasan kerja akan
dapat diperoleh jika kebutuhan, kepentingan, harapan yang
diinginkan oleh seorang karyawan dapat dipenuhi. Artinya
jika harapan, kebutuhan, kepentingan, keinginan dari
seorang karyawan dapat dipenuhi oleh manajemen
organisasi maka karyawan akan merasa puas. Kebutuhan,
harapan, keinginan tersebut tidak hanya terletak pada
kebutuhan fisik saja, tetapi menyangkut pula kebutuhan akan

92 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


rasa aman, kebutuhan sosial, dihargai, memiliki kesempatan
untuk berkarir dan sebagainya.
Kaitan antara kepuasan kerja dengan komitmen
organisasi dapat didasarkan suatu meta analisis dari 68
penelitian yang melibatkan 35.282 orang individu
mengungkapkan hubungan yang signifikan dan kuat antara
kepuasan kerja dengan komitmen organisasi. Melalui hasil
penelitian ini para manajer disarankan untuk meningkatkan
kepuasan kerja dengan tujuan untuk mendapatkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi. Coulquitt, Lepine dan Wesson
(2009:75) mengemukakan kepuasan kerja memberikan
pengaruh yang positip dalam komitmen organisasi.
Karyawan yang memiliki tingkat pengalaman kerja yang
lebih tinggi merasakan kepuasan kerja yang tinggi pula dan
cenderung mengarah kepada tingkat komitmen normatif.
Pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen
organisasi juga dikemukakan oleh Locke dan Latham yang
dikutip Luthans (2006:212) mengemukakan meskipun
kepuasan berkaitan dengan sikap karyawan terhadap
pekerjaannya, dan komitmen organisasi berkaitan dengan
level organisasi, tetapi hubungan yang kuat antara kepuasan
kerja dengan komitmen organisasi telah diketahui selama
bertahun-tahun.
Berdasarkan uraian di atas kepuasan kerja adalah
respon emosional mengenai perasaan suka atau positif
terhadap aspek-aspek pekerjaan yang memberikan arti
penting bagi pemenuhan kebutuhan psikologis dan fisik serta
refleksi dekan memaknai pekerjaan. Dengan indikator: (1)
kesempatan promosi, (2) pekerjaan itu sendiri, (3) gaji, (4)
rekan kerja, dan (5) pengawasan.

Dr. Basri, M. Pd. 93


BAB

IV

MOTIVASI
KERJA

94 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


A. Pengertian Motivasi Kerja
Menurut Winardi (2012:11) motivasi ditafsirkan dan
diartikan secara berbeda oleh setiap orang tergantung pada
banyaknya aspek seperti tempat, situasi serta perkembangan
ilmu pengetahuan, tetapi apabila ditinjau dari aspek
ekonomi, motivasi merupakan istilah yang berasal dari
bahasa Latin yaitu “movere” yang dapat diartikan bergerak
atau menggerakan. Pengertian ini mengandung makna
bahwa motif merupakan sebuah “daya’ atau “energi” yang
menggerakan seseorang melakukan sesuatu tindakan
tertentu.
Motivasi berasal dari kata motif yang diartikan sebagai
tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk
memulaimelakukan rangkaian kegiatan dalam suatu
perilaku. Motif tidak dapat diamati secara langsung, tetapi
dapat diinterprestasikan dalam tingkah lakunya, berupa
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya
suatu tingkah laku tertentu. Dengan demikian secara
etimologi, motivasi berkaitan dengan hal-hal yang
mendorong atau menggerakan seseorang untuk melakukan
sesuatu tindkan tertentu.
Dalam setiap lapangan pekerjaan (profesi) tentu sangat
membutuhkan motivasi. Motivasi bukan sekedar memberi
semangat untuk bawahan atau pegawai di suatu perkantoran
atau di dalam dunia akademik, akan tetapi ia dibutuhkan
untuk mencapai kenerja yang optimal (optimal performance)
dalam mencapai sebuah tujuan organisasi. Robbins (2007:482)
mendefinisikan motivasi sebagai ”the Process by which a
persons efforts are energized, directed and sustained attaining a
goal” (proses di mana seseorang berupaya mendapatkan
kekuatan, yang diarahkan untuk mencapai tujuan secara
berkelanjutan).

Dr. Basri, M. Pd. 95


Berikut ini beberapa pengertian motivasi yang
disampaikan para ahli:
Chuck:
“is the set of forces that initiates, directs, and makes
people persist in their effort to accomplish a goal.”
Sebuah upaya yang menginisiatifkan,
mengarahkan dan membuat seseorang secara
teguh/keras dalam usahanya mencapai tujuan.
(Yenni, 2005:550).
Gibson:
”…the concept we use when we describe the forces
acting on or within an individual to initiate and direct
behavior” (Sebuah konsep yang kita gunakan pada
saat kita menggambarkan tindakan
kekuatan/usaha pada atau di dalam diri
seseorang untuk menginsiatifkan dan
mengarahkan perilaku). Gibson, et.al, 2006:132).
McShane dan Von Glinow:
“sebuah kekuatan yang ada di dalam diri
seseorang yang berdampak pada arah (directions),
intensitas (intensity) dan keteguhan (persistence)
perilakunya” (McShane dan Von Glinow,
2005:140).
George R. Terry:
“Motivasi kerja adalah suatu keinginan dalam
diri seseorang yang mendorongnya untuk
bertindak sesuatu” (Yenni, 2019:29).
M. Manullang:
“Sebagai pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
manajer memberikan inspirasi, semangat dan
dorongan kepada orang lain, dalam hal ini
karyawan untuk mengambil tindakan-tindakan.
Pemberian dorongan ini bertujuan untuk

96 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


menggiatkan orang-orang karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil
sebagaimana dikehendaki dari orang-orang
tersebut” (Yenni, 2019:29).
Katz:
“Sebuah istilah yang umum digunakan untuk
semua bentuk keinginan, kebutuhan, rasa aman,
dan kekuatan serupa” (Katz, 2014:210).
Robbins dan Judge:
“Motivation as the processes that accout for an
individual’s intensity, direction, and persistence of
effort toward attaining goal” (Robbins dan Judge,
2016:183).
Lussier:
“Motivation is inner desire to satisfly an
unsatisfied need” (Lussier, 2015:208).
Robbin:
“Motivasi adalah keinginan untuk melakukan
sesuatu dan menentukan kemampuan bertindak
untuk memuaskan kebutuhan individu” (Robbin,
2016: 284).
Jones dan Goerge:
“Motivasi adalah kekuatan psikologis yang
menentukan arah tingkat seseorang usaha, dan
tingkat seseorang ketekunan. Jones dan George
juga mengatakan, bahwa motivasi merupakan
sentral manajemen, sebab menjelaskan
bagaimana orang berperilaku dan cara mereka
melakukan pekerjaan di dalam organisasi” (Jones
dan Goerge, 2013:185).
Hasibuan:
“Motivasi adalah pemberian daya pengerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar

Dr. Basri, M. Pd. 97


mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan
terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk
mencapai kepuasan” (Hasibuan, 2017:94).
Mathis dan Jackson:
“Motivasi adalah dorongan dari dalam diri
sendiri yang menyebabkan, menyalurkan, dan
merupakan latar belakang yang melandasi
perilaku seseorang” (Mathis dan Jackson,
2016:115).
Gibson, Ivancevich dan Donnelly:
“Motivasi merupakan konsep yang digunakan
untuk menggambarkan dorongan-dorongan
yang timbul pada atau didalam diri seseorang
untuk menggerakkan dan mengarahkan
perilaku” (Gibson, Ivancevich dan Donnelly, 2012:
252).
Mangkunegara:
“Motivasi adalah kondisi atau energi yang
menggerakkan diri karyawan yang terarah atau
tertuju untuk mencapai tujuan organisasi”
(Mangkunegara, 2012: 61).
Colquitt, LePine, dan Wesson:
“Motivation is defined as a set of energic forces
that orginates both within and outside and
employee, initiates work-related effort, and
determines its direction, intensity and
persistence” (Motivasi didefinisikan sebagai
serangkaian kekuatan energik yang berasal dari
dalam dan luar dan karyawan, memulai usaha
yang berhubungan dengan pekerjaan, dan
menentukan arah, intensitas dan ketekunannya).
(Colquitt, LePine, dan Wesson, 2015:241).

98 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Priansa:
“Seperangkat kekuatan energik yang berasal dari
dalam dan luar diri pekerja, memulai pekerjaan
yang berhubungan dengan usaha, dan
menentukan arah, intensitas dan ketekukan”
(Priansa, 2017:227).
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi adalah sebuah inspirasi
semangat kerja terhadap bawahan yang disampaikan oleh
atasan (pimpinan) untuk menghasilkan hasil kerja yang
optimal. Hasil optimal ini dilakukan tidak lain untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah lembaga
atau organisasi.

B. Aspek dan Indikator Kepuasan Kerja


Keith Davis, Wexley dan Yukl dalam Mangkunegara
(2009:117) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu
perasaan yang mendukung atau tidak mendukung diri
pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun
dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan
pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah, gaji yang
diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan
dengan pegawai lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan,
struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan.
Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya,
antara lain umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan
pendidikan.
Schermerhorn (2005) juga menyatakan bahwa ada lima
aspek dalam kepuasan kerja yaitu:
a. Pekerjaan itu sendiri. Aspek ini mengacu bagaimana
sebuah pekerjaan memiliki daya tarik untuk dikerjakan
dan diselesaikan. Pekerjaan tersebut juga bisa dijadikan

Dr. Basri, M. Pd. 99


sebagai kesempatan untuk belajar dan mengemban
tanggungjawab.
b. Pengawas (supervisi). Aspek ini menunjukkan sejauh
mana kemampuan penyelia dalam menunjukkan
kepedulian pada karyawan seperti memberikan
bantuan teknis dan dukungan perilaku.
c. Rekan kerja. Sumber kepuasan kerja yang paling
sederhana ialah memiliki rekan kerja yang kooperatif.
Rekan kerja maupun tim kerja yang menyenangkan dan
mendukung membuat pekerjaan menjadi efektif.
d. Kesempatan promosi. Berkaitan dengan kesempatan
karyawan untuk lebih maju dalam organisasi. Promosi
atas dasar senioritas akan memberikan kepuasan
berbeda bila dibandingkan promosi atas dasar kinerja.
e. Gaji merupakan imbalan yang diperoleh berdasarkan
hasil/ usaha kerja yang dilakukan. Gaji digunakan
karyawan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
dalam hidupnya termasuk sandang, pengan, dan
papan. Kebutuhan hidup yang tercukupi akan dapat
memberikan kepuasan dalam diri karyawan.
Menurut Robin & Judge seperti dalam Sunarta (2019:66)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan
positif hasil dari evaluasi terhadap karakteristik pekerjaan.
Kepuasan kerja menurut Locke dalam Sunarta (Ibid) meliputi
aspek afektif, kognitif dan perilaku. Perasaan (afektif) positif
menggambarkan bahwa kepuasan kerja merupakan
ungkapan atas apa yang ada dalam hati seseorang dalam
menilai sesuatu yang dilakukannya baik secara individu
maupun bersama.
Locke (1969) menggambarkan bahwa pada dasarnya
kepuasan kerja adalah sebuah ungkapan atas apa yang
dirasakan (sensation), apa yang dipersepsikan (perception)
dan apa yang dipikirkan conception). Berdasarkan hasil

100 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


pendefinisian tentang kepuasan kerja pegawai di dalam
organisasi hampir semua definisi berkaitan dengan persepsi,
sikap, perasaan, dan kesenangan atas suatu hasil kerja.
Dengan kata lain maksud definisi tentang kepuasan kerja
tidak ada yang berbeda secara ekstrim, melainkan hanya
pada redaksi dan penekanan (stressing) saja.
Luthans (2006:244-245) mengungkapkan terdapat
sejumlah indikator-indikator kepuasan kerja, yaitu:
a. Pekerjaan itu sendiri. Kepuasan pekerjaan itu sendiri
merupakan sumber utama kepuasan.
b. Gaji. Upah dan gaji dikenal menjadi signifikan, tetapi
kompleks secara kognitif dan merupakan faktor
multidimensi dalam kepuasan kerja.
c. Promosi. Kesempatan promosi sepertinya memiliki
pengaruh berbeda pada kepuasan kerja karena promosi
memiliki sejumlah bentuk yang berbeda dan memiliki
berbagai penghargaan.
d. Pengawasan. Pengawasan merupakan sumber penting
lain dari kepuasan kerja. Terdapat dua dimensi gaya
pengawasan yang memengaruhi kepuasan kerja. Yang
pertama adalah berpusat pada karyawan dan dimensi
yang lain adalah partisipasi atau pengaruh, seperti
diilustrasikan oleh manajer yang memungkinkan orang
untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
e. Rekan Kerja. Rekan kerja atau anggota tim yang
kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang
paling sederhana pada karyawan secara individu.
Kelompok kerja, terutama tim yang kuat bertindak
sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat, dan
bantuan pada anggota individu.

Dr. Basri, M. Pd. 101


f. Kondisi Kerja. Efek lingkungan kerja pada kepuasan
kerja sama halnya dengan efek kelompok kerja. Jika
segalanya berjalan baik, tidak ada masalah kepuasan
kerja.

C. Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja


Cara meningkatkan kepuasan kerja sangat diperlukan
dalam dunia organisasi manapun. Maka oleh karena itu,
siapapun termasuk kepala pemerintahan atau pimpinan
perguruan tinggi terutama rektor dan dekan harus
menemukan strategi cara meningkatkan kepuasaan kerja
bawahannya sehingga tujuan yang hendak dicapai tidak
stagnan. Hani Handoko (2001:193-194) mengemukakan
bahwa kepuasan kerja (Job Satisfaction) adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dengan para karyawan memandang pekerjaan mereka.
Waktu/lama penyelesaian merupakan pencerminan
perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Rita Setiyati dan Elok Hikmawati (2020:159)
menjelaskan, “Tingkat kepuasan kerja adalah merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi kerjanya
karena yang akhirnya berpengaruh pada efektivitas
organisasi. Dan juga kepuasan kerja pegawai tidak cukup
hanya diberikan insentif saja akan tetapi pegawai juga
membutuhkan motivasi, pengakuan dari atasan atas hasil
pekerjaannya, situasi kerja yang tidak monoton dan adanya
peluang untuk berinisiatif dan berkreasi. Sumber daya terdiri
dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana maupun
pembiayaan sangat menentukan keberhasilan organisasi
untuk menjalankan tugasnya atau beroperasi dengan baik
dalam mencapai tujuan. Aspek penting yang mendukung

102 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


suatu keberhasilan tidak lain adalah tersedianya sumber daya
yang memadai.”
Lebih lanjut Rita Setiyati dan Elok Hikmawati
(2020:161-162) menjelaskan secara umum strategi atau cara
meningkatkan kepuasan kerja adalah:
1. Merumuskan batasan pelaksanaan pekerjaan
bawahannya. Setiap pimpinan unit kerja harus mampu
merumuskan batasan atau mendeskripsikan mengenai
apa yang diharapkannya dari pekerja dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing.
2. Menyediakan dan melengkappi fasilitas untuk
pelaksanaan pekerjaannya. Fasilitas yang menjadi
tanggung jawab pimpinan yang terpenting di
antaranya adalah usaha dalam memperkecil hambatan-
hambatan yang mengganggu kelancaran pekerjaan.
3. Memilih dan melaksanakan cara terbaik dalam
mendorong atau memotivasi.
Selanjutnya Gretchen Rubin, penulis buku The
Happiness Project, seperti diuraikan Rita Setiyati dan Elok
Hikmawati (2020:163) menyebutkan 7 hal yang bisa
meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan kerja karyawan di
kantor, antara lain:
a. Memberikan atau menerapkan atura yang fleksibilitas.
b. Mengurangi stres di perjalanan dengan mengubah jam
kerja termasuk kemungkinan dapat bekerja di rumah
pada saat-saat tertentu.
c. Buat waktu kerja lebih efisien, yakni jangan terlalu
padat jam kerjanya.

Dr. Basri, M. Pd. 103


D. Hakikat Motivasi Kerja
Motivasi adalah mekanisme psikologi yang mendorong
seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi
tertentu sesuai apa yang dikehendakinya, selanjutnya
motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas
individu, arah, dan ketekunan usaha kearah pencapaian
tujuan. Proses yang menggerakkan atau mendorong, dan
mengarahkan seseorang melakukan kegiatan untuk
mencapai tujuan tertentu. Sesuai dengan hakikat motivasi
sebagai proses yang mendorong dan mengarahkan perilaku.
Karakteristik dari seseorang yang mempunyai motivasi
yang tinggi yaitu (1) memiliki tingkat tanggung jawab pribadi
yang tinggi, (2) berani mengambil dan memikul resiko, (3)
memiliki tujuan yang realistis, (4) memiliki rencana kerja
yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasikan tujuan,
(5) memanfaatkan umpan balik yang konkret dalam semua
kegiatan yang dilakukan, (6) mencari kesempatan untuk
merealisasikan rencana yang telah diprogramkan.
Colquitt, LePine, dan Wesson (2015:209) menjelaskan
motivasi suatu kumpulan kekuatan yang energik yang
mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja,
yang mendorong usaha kerja, dalam menentukan arah ,
intensitas, dan kegigihan, ciri tersebut motivasi menurut
Mcleland (2011: 184) antara lain adalah:
1. Menyukai tugas dengan tingkat tantangan moderat.
Sebagai wujud dari keinginan memperoleh
penghargaan, maka individu dengan motivasi yang
berprestasi tinggi menginginkan suatu pekerjaan yang
dikatakan tidak ringan namun secara relative dapat
diselesaikan dengan hasil yang baik, karakteristik ini
sebenarnya ujud dari manajemen dan perhitungan
resiko yang cermat. Pada sisi lain individu dengan
motivasi yang berprestasi dan renah relative tidak akan

104 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


melakukan kalkulasi atas resiko yang diperoleh dalam
mengemban suatu tugas.
2. Suka menerima umpan balik. Sebagai wujud keinginan
menyelesaikan pekerjaan dengan baik maka individu
dengan motivasi yang berprestasi tinggi,
mengharapkan umpan balik yang cepat sehingga dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan standar prestasi yang
telah ditetapkan dengan jelas. Seseorang terdorong
untuk berusaha mencapai standart yang telah
ditetapkan oleh orang lain karena takut kalah dengan
orang lain. Individu yang memiliki motivasi yang
berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik
dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja
orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu
perbandingan dengan prestasi orang lain atau standart
tertentu.
3. Tekun dan gigih. Untuk pekerjaan yang berkitan
langsung dengan dirinya yang didasari keinginan
untuk berprestasi, maka seseorang individu dengan
keinginan berprestasi yang tinggi akan bekerja secara
tekun dan gigih akan memperoleh hasil yang baik dan
kemudian memperoleh penghargaan atas hal tersebut.
Pada sisi lain untuk memberikan pemahaman yang
lebih baik tentan individu dengan motivasi yang
berprestasi tinggi perlu untuk memahami karakteristik
individu dengan motivasi yang rendah. Individu
dengan motivasi yang rendah dijelaskan oleh
Heckhausen (2009:13) yang memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Individu yang selalu melihat masa lampau yang
telah dilakukanya sebagai standar yang ingin
dicapai, tidak ada keinginan secara nyata untuk

Dr. Basri, M. Pd. 105


menciptakan suatu prestasi yang lebih tinggi dari
masa lampau tersebut.
b. Memiliki tugas yang relative sulit dan tidak dapat
dilakukanya bukan karena terpaksa untuk memilih
pekerjaan tersebut namun karena tidak melakukan
pemulihan kerja dengan baik, jika dimungkinkan
untuk memilih maka akan cenderung memiliki
pekerjaan dengan tingkat yang mudah.
c. Perasaan yang pesimis dalam melaksanakan
pekerjaan
d. Keberhasilan bukan dipandang sebagai hasil kerja
namun sebuah kebetulan
e. Relatif melakukan pekerjaan dengan cara bermalas-
malasan
f. Tidak menyenangi pekerjaan yang menuntut
tanggung jawab dan merasa puas sebatas prestasi
yang dicapai.
g. Tidak mengharapkan adanya evaluasi dari pihak
lain.
Slucum (2011:66-74) menyebutkan bahwa nilai-nilai
yang dipercaya oleh individu sebagai faktor internal yang
mempengaruhi persepsi individu adalah keperibadian,
keingian belajar dan motivasi. Kepribadian dibentuk dari
beberapa faktor yakni harga diri, kemampuan individu
mengontrol diri, kecerdasan emosional, sedangkan harga diri
adalah penilaian individu terhadap kemampuan dan
keberartian dirinya. Menurut Sergiovanni (2009:236)
mengutip tanggapan Gellerman terhadap karya Mc.Celland
menggambarkan orang yang memiliki need for achievment
kuat dan memiliki kontribusi yang besar terhadap
keefektivan organisasi. Karyawan menunjukan pola prilaku
wirausaha yang digambarkan M.C.Clelland dengan ciri-
cirinya yaitu:

106 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


a. berani mengambil resiko dengan memfungsikan
ketrampilan.
b. Penuh semangat dan menyukai aktivitas-aktivitas baru.
c. Memiliki tanggung jawab.
d. Memiliki kebutuhan untuk mengetahui hasil yang
dicapai.
e. Mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan
dihadapi.
Victor (2009:97) menyebutkan bahwa motivasi
merupakan produk tiga faktor yakni (1) Valence (V),
menunjukan seberapa kuat keinginan seseorang unuk
memperoleh suatu reward, (2) Expectancy (E), menunjukan
kemungkinan keberhasilan kerja (performance probability),
(3) Instrumentality (I), menunjukan kemungkinan diterimanya
reward jika berhasil selanjutnya menjelaskan bahwa pada
dasarnya motivasi merupakan hasil dari ketiga proses
psikofisik yaitu adanya kebutuhan tetentu yang mendorong
seseorang untuk berusaha mencapainya dan dorongan akan
semakin kuat ketika harapan akan tercapainya kebutuhan itu
makin besar, model ini disederhanakan Atkinson (2010: 35)
dalam sebuah persamaan sebagai berikut:

Motivasi = f ( motif x pengharapan x insentif )

Dalam pandanganya motif menunjukan kecendrungan


yang umum dari individu untuk mendorong pemuasan
kebutuhan, motif mewakili kepentingan tentang pemenuhan
kebutuhan. Pengharapan adalah kalkulasi subyektif tentang
kemungkinan tindakan tertentu yang akan berhasil dalam
memuaskan kebutuhan (mencapai tujuan). Insentif adalah
kalkulasi subyektif tentang nilai pengharapan bagi
pencapaian tujuan. Dengan demikian motivasi dalam
pandanganya dapat dipahami sebagai suatu usaha

Dr. Basri, M. Pd. 107


pemenuhan kebutuhan yang tingkat kepuasannya
bergantung pada kemampuan, usaha dan harapan.
Mc.Clelland (2004:39) mengatakan ada tujuh
karakteristik individu yang memiliki kebutuhan prestasi.
Tujuh karakteristik individu yang memiliki motivasi yaitu:
a. Memiliki hasrat untuk mengerjakan sesuatu yang lebih
baik.
b. Berusaha untuk menapatkan tanggung jawab untuk
pemecahan masalah.
c. Berusaha mendapatkan umpan balik terhadap kinerja
mereka dengan cepat sehingga dapat melakukan
perbaikan.
d. Memiliki tujuan yang menantang.
e. Tidak menyukai keberhasilan yang diperoleh secara
kebutuhan atau karena faktor keberuntungan.
f. Lebih menyukai pekerjaan yang menantang
keterampilan.
g. Memperoleh kepuasan dari perasaan berprestasi dan
usaha yang dilakukan.
Kreitner dan Kinichi (2011:282) mengatakan bahwa
motivasi dipengaruhi oleh financial (material), social dan
psychic. Menurut Sugihartono dkk (2017:78) menjelaskan
jenis-jenis motivasi belajar dapat dibedakan menjadi empat
macam, antara lain: (1) motivasi instrumental; (2) motivasi
sosial, peserta didik belajar untuk penyelenggarakan tugas;
(3) motivasi berprestasi; (4) motivasi instrinsik. Robbins
menjelaskan bahwa suatu kebutuhan tidak terpenuhi akan
menimbulkan ketegangan (tekanan) sehingga dapat
merangsang dorongan dalam individu. Dorongan tersebut
menyebabkan perilaku untuk menemukan tujuan tertentu.

108 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Kebutuan yang
Tidak Takanan Dorongan
terpuaskan (Motif)

Penurunan Kebutuhan yang Perilaku


tekanan terpuaskan pencarian

Sugihartono dkk (2017:78)


Gambar 17. Proses Motivasi Dasar

Berdasarkan penjelasan Lussier dan Robbins di atas


dapat dikemukakan bahwa motivasi adalah keinginan
berbuat untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpuaskan.
Kreitner dan Kinicki mengemukakan teori kebutuhan
Maslow yang menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu
fungsi dari lima kebutuhan dasar yang terdiri dari kebutuhan
fisiologis, keamanan, cinta, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Luthans menggambarkan Hierarki Kebutuhan Maslow
seperti pada Gambar 18 berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 109


Aktualisasi Diri

Kebutuhan Penghargaan
Kebutuhan Cinta
Kebutuhan Keamanan

Kebutuhan Fisiologis
Sumber: Robbins (2016:284)
Gambar 18. Hirarki Kebutuhan Maslow

Sehubungan dengang itu, Robbins mengemukakan inti


dari teori kebutuhan Maslow yang menjelaskan jika satu
tingkat kebutuhan dipenuhi, tingkat tersebut tidak
memotivasi lagi, dan tingkat kebutuhan yang lebih tinggi
berikutnya diaktifkan untuk memotivasi individu.
Berdasarkan fungsi motivasi diatas dapat disimpulkan
bahwa fungsi motivasi adalah memberikan arah dalam
meraih apa yangdiinginkan, menentukan sikap atau tingkah
laku yang akan dilakukan untuk mendapatkan apa yang
diinginkan dan juga sebagai mendorong seseorang untuk
melakukan aktivitas. Sesuai dengan Gambar 18 di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kebutuhan fisiologis adalah tingkat kebutuhan paling
dasar, terkait dengan kebutuhan primer yang terdiri
dari makanan, udara, dan air untuk bertahan hidup.
2. Kebutuhan keamanan adalah tingkat kebutuhan yang
kedua yang terdiri dari kebutuhan untuk aman dari
ancaman fisik maupun psikologis.
3. Kebutuhan cinta adalah tingkat kebutuhan yang ketiga
yang terdiri dari kebutuhan akan kasih sayang dan
memiliki.

110 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


4. Kebutuhan penghargaan adalah tingkat kebutuhan
yang keempat yang terdiri dari kebutuhan akan
reputasi, prestise, dan pengakuan dari orang lain serta
kebutuhan untuk kepercayaan diri dan kekuatan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri yang terdiri dari keinginan
untuk pemenuhan diri menjadi yang terbaik dari apa
yang mampu dilakukan.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan tersebut di atas
dua bagian, yang disebut sebagai kebutuhan tingkat tinggi
dann kebutuhan tingkat rendah. Kebutuhan fisologis dan
kebutuhan keamanan yang dipenuhi secara eksternal berupa
upah, kontrak dan masa kerja disebut kebutuhan tingkat
rendah, sedangkan kebutuhan sosial (cinta), kebutuhan
penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri yang dipenuhi
secara internal berupa tanggung jawab dan prestasi disebut
kebutuhan tingkat tinggi. Gibson, Ivancevich, dan Donnelly
(2012:167) mengemukakan teori kebutuhan McClelland yang
menjelaskan bahwa ketika suatu kebutuhan kuat berada dala
diri seseorang, efeknya adalah memotivasi dia untuk
menggunakan tingkah laku yang mengarah pada pemuasan
kebutuhan.
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly (2012:187)
menggunakan teori motivasi dua faktor dari Hersberg yang
menjelaskan bahwa kepuasan kerja berasal dari keberadaan
motivasi intrinsik dan ketidakpuasan kerja berasal dari
ketidakberadaan faktor-faktor ekstrinsik. Robbin (2016: 178)
mengemukakan teori ERG dari Clayton Alderfer yang
menjelaskan ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness),
pertumbuhan (growth). Kelompok eksistensi memperhatikan
pemberian persyaratan keberadaan material dasar manusia,
yang karakteristiknya tercakup dalam kebutuhan fisiologis
dan kebutuhan keamanan hasil identifikasi Maslow,

Dr. Basri, M. Pd. 111


selanjutnya kelompok pertumbuhan menunjuk pada hasrat
intrinsik untuk perkembangan pribadi, kebutuhan aktualisasi
dari hasilkebutuhan aktualisasi diri hasil identifikasi Maslow.
Sesuai dengan hakikat teori kebutuhan Abraham
Maslow, teori kebutuhan David McMcelland, teori motivasi
dua faktor dari Frederick Herzberg, dan teori ERG dari
Claiton Alderfer yang diuraikan di atas dapat diketahui
bahwa keempat teori tersebut adalah teori motivasi isi yang
berfokus mengidentifikasi dan memahami kebutuhan-
kebutuhan pekerja. Robbins (2016: 190) mengemukakan teori
pengharapan dari Victor Vroom, yaitu: “a theory that says that
the strength of a tendency to act in a certain way depends on the
strength of expectation that the act will be followed by a given
outcome and on the attractiveness of that outcome to the
individual”. Jadi, teori pengharapan adalah teori yang
mengatakan kekuatan kecenderungan untuk bertindak
dengan cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu
harapan bahwa tindakan akan diikuti oleh hasil yang
diberikan dan daya tarik hasil tersebut untuk individu.
Berdasarkan Gambar 19 di bawah, teori pengharapan di
atas dapat diketahui bahwa kinerja individual secara
langsung mempengaruhi ganjaran organisasi, dan pada
akhirnya ganjaran organisasi secara langsung mempengaruhi
sasaran pribadi. Teori tersebut menjelaskan bahwa apabila
seseorang dimotivasi untuk melakukan usaha yang lebih
keras, kinerjanya akan meningkat, kinerja yang baik akan
menyebabkan penambahan ganjaran organisasi.

112 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Individual Individual Organizational Personal
effort performance reward Goal

Sumber: Ivancevich (2014:148)


Gambar 19. Teori Pengharapan

Berdasarkan gambar di atas motivasi perlu dibedakan 3


jenis penghargaan (reward) yakni (1) reward ekstrinsik nyata
yang memiliki nilai ekonomi yang significant termasuk
didalamnya adalah uang dalam bentuk bonus, Peningkatan
upah jasa (merit increase), opsi saham, promosi, tunjangan
kerja, tunjangan sampingan (perquisites) (2) melibatkan
pengakuan dan hubungan pribadi, jenis ini mungkin berupa
bentuk berwujud (tangible) seperti plaque, jabatan atau
upacara pengakuan formal, pengakuan mungkin bisa bersifat
informal, misalnya pujian dari atasan, pelanggan, atau
anggota tim (3) bersifat intrinsic jenis ini termasuk
pengahargaan yang dialami oleh individu ketika mereka atau
tim mereka mencapai sesuatu yang siqnificant, sesuatu yang
ingin mereka capai, sesuatu yang mereka hargai. Jenis reward
ini dapat menyelesaikan proyek dengan sukses, menutup
penjualan, mempelajari keterampilan, atau berbagi jenis
pengalaman positif lainnya.
Herzberg (2008:201) mengembangkan teori hierarki
kebutuhan Maslow menjadi dua faktor tentang motivasi
sebagai berikut (a) Faktor pemuas (motivation factor), Faktor
ini disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation yang
berarti bersumber dari dalam diri seseorang. Faktor-
faktornya antara lain seperti:
1. Prestasi yang diraih (achievement), merupakan daya
penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang,
karena ini akan mendorong seseorang untuk
mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua
kemampuan serta energi yang dimilikinya demi

Dr. Basri, M. Pd. 113


mencapai prestasi tinggi, asalkan diberikan
kesempatan.
2. Tanggung jawab (responbility), merupakan daya
penggerak yang memotivasi sehingga bekerja hati-hati
untuk bisa menghasilkan produk dengan kualitas
istimewa.
3. Kepuasan kerja itu sendiri (the work it self), merupakan
teori yang disebut teori tingkat persamaan kepuasan
mengemukakan bahwa kepribadian merupakan salah
satu faktor penentu stabilitas kepuasan kerja.
Menurut definisi tersebut dapat dikemukakan bahwa
indikator motivasi adalah sebagai berikut:
1. Daya Pendorong, yaitu daya pendorong adalah
semacam naluri, tetapi hanya suatu dorongan kekuatan
yang luas terhadap suatu arah yang umum. cara-cara
yang digunakan dalam mengejar kepuasan terhadap
daya pendorong tersebut berbeda bagi tiap individu
menurut latar belakang kebudayaan masing-masing.
2. Kemauan, yaitu kemauan adalah dorongan untuk
melakukan sesuatu karena terstimulasi (ada pengaruh)
dari luar diri. Kata ini mengindikasikan ada yang akan
dilakukan sebagai reaksi atas tawaran tertentu dari
luar.
3. Kerelaan, adalah suatu bentuk persetujuan atas
adannya permintaan orang lain agar dirinnya
mengabulkan suatu permintaan tertentu tanpa merasa
terpaksa dalam melakukan permintaan tersebut.
4. Membentuk keahlian, adalah membentuk keahlian
adalah proses penciptaan atau pengubahan kemahiran
seseorang dalam suatu ilmu tertentu.
5. Membentuk keterampilan, melakukan pola-pola
tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara
mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai

114 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


hasil tertentu. Keterampilan bukan hanya meliputi
gerakan motorik melainkan juga penguasaan fungsi
mental yang bersifat kognitif.
6. Tanggung jawab, adalah tanggung jawab merupakan
suatu akibat lebih lanjut dari pelaksanaan peranan, baik
peranan itu merupakan hak maupun kewajiban
ataupun kekuasaan. Secara umum tanggung jawab
diartikan sebagai kewajiban untuk melakukan sesuatu
atau berperilaku menurut cara tertentu.
7. Kewajiban, yaitu sesuatu yang harus dilaksanakan atas
sesuatu yang dibebankan kepadanya.
8. Tujuan dalam hal ini tujuan merupakan pernyataan
tentang keadaan yang diinginkan di mana organisasi
atau perusahaan bermaksud untuk mewujudkannya
dan sebagai pernyataan tentang keadaan di waktu yang
akan datang di mana organisasi sebagai kolektivitas
mencoba untuk menimbulkannya.
Berdasarkan uraian di atas, motivasi kerja adalah
dorongan yang berasal dari dalam diri individu untuk
melaksanakan pekerjaanya di dalam organisasi, dengan
indikator: (1) keinginan untuk lebih unggul, (2) pekerjaan
yang menantang, (3) membangun kerjasama, (4)
penghargaan, dan (5) imbalan akan karier.

Dr. Basri, M. Pd. 115


BAB

BUDAYA
ORGANISASI

116 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


A. Pengertian Budaya Organisasi
Istilah budaya organisasi terdiri dari dua kata, budaya
(culture) dan organisasi (organization). Kata Culture berasal
dari bahasa Latin dari Colere (dengan akar kata “Calo” yang
berarti mengerjakan tanah, mengolah tanah atau memelihara
ladang dan memelihara hewan ternak. Mengenai budaya,
Schein (2004:3) menulis, “Culture is an abstraction, yet the forces
that are created in social and organizational situations that derive
from culture are powerful. If we don’t understand the operation of
these forces, we become victim to them” (Budaya adalah abstraksi,
namun kekuatan yang diciptakan dalam situasi sosial dan
organisasi yang berasal dari budaya sangat kuat. Jika kita
tidak memahami operasi kekuatan-kekuatan ini, kita menjadi
korban bagi mereka).
Budaya adalah suatu hasil dari budi dan atau daya,
cipta, karya, karsa, pikiran dan adat istiadat manusia yang
secara sadar maupun tidak, dapat diterima sebagai suatu
perilaku yang beradab. Sedangkan organisasi diartikan
sebagai cara mengatur sesuatu untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Menurut James D. Mooney, organisasi adalah
bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan
bersama. James D .mooney mengemukakan bahwa organisasi
adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai
tujuan bersama (https://www.e-jurnal.com). Morgan dalam
Sobirin (2007:5) menyebutkan, secara harfiah, kata organisasi
berasal dari bahasa Yunani “organon” yang berarti alat atau
instrumen.
Menurut John dan Hellriegel (2009:458), budaya
organisasi adalah sistem nilai yang dianut oleh anggota
organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja,
sikap, dan perilaku para anggota organisasi. Definisi dengan
esensi yang sama menyatakan bahwa budaya organisasi
adalah sistem makna dan keyakinan yang dianut oleh para

Dr. Basri, M. Pd. 117


anggota organisasi, yang menentukan sebahagian besar cara
mereka bertindak satu terhadap yang lain dan terhadap orang
luar.
Robbins (1996:289) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut
dengan organisasi lain. Schein (2010:18) mendefinisikan
budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan
atau dikembangkan oleh suatu kelompok orang selagi
mereka belajar untuk menyelesaikan problem-problem,
menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternal, dan
berintegrasi dengan lingkungan internal.
Sedangkan Brown (1998) seperti yang dikutip oleh
Kenneth et al., (2007) mendefinisikan budaya organisasi
sebagai pola kepercayaan, nilai-nilai, dan cara yang dipelajari
menghadapi pengalaman yang telah dikembangkan
sepanjang sejarah organisasi yang memanifestasi dalam
pengaturan material dan perilaku organisasi.
Secara singkat dapat digambarkan bahwa budaya
organisasi adalah perilaku nilai yang dilakukan oleh para
anggotanya dalam mencapai tujuan yang diingingkan.
Perilaku nilai ini menjadi ciri khas mereka yang
dikembangkan untuk mencapai tujuannya.

B. Fungsi Budaya Organisasi


Menurut Rivai (2003), budaya melakukan sejumlah
fungsi di dalam sebuah organisasi, yaitu meliputi: (1) Budaya
mempunyai suatu peran menetapkan tapal batas, artinya
budaya menciptakan perbedaan yang jelas antara satu
organisasi dengan organisasi yang lain; (2) Budaya
memberikan identitas bagi anggota organisasi. Artinya setiap
anggota organisasi mempunyai sikap dan kepribadian serta

118 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


watak tersendiri sesuai dengan ruang lingkup organisasinya
masing-masing; (3) Budaya mempermudah timbulnya
komitmen yang lebih luas dan pada kepentingan individu.
Artinya dengan budaya organisasi para individu mempunyai
kesempatan dalam mengoptimalkan kapasitas dan
pemikirannya demi tujuan organisasi; (4) Budaya
meningkatkan kemantapan sistem sosial. Artinya suatu
sistem sosial akan sangat dipengaruhi oleh budaya yang
berlaku; (5) Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku
karyawan. Artinya perilaku karyawan sangat dipengaruhi
oleh budaya organisasi di mana ia berada.
Menurut Sobirin (2007) budaya organisasi dapat
memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kinerja
perusahaan. Selain itu budaya organisasi juga berfungsi
untuk mengintegrasikan lingkungan internal dan beradaptasi
dengan lingkungan eksternal. Robins dalam Sutrisno (2010:28)
mengemukakan bahwa fungsi atau manfaat budaya organisai
cukup banyak, antara lain: (1) Mengatasi peran yang
membedakan antara organisasi yang satu dengan organisasi
yang lain. Setiap organisasi memepunyai peran yang berbeda
sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem
dan kegiatan yang ada dalam organisasi; (2) Menimbulkan
rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi. Dengan
budaya organisasi kuat akan merasa memiliki identitas yang
merupakan ciri khas organisasi; (3) Mementingkan tujuan
bersama daripada mengutamakan kepentigan individu; (4)
Menjaga stabilitas organisasi. Kesatuan komponen-
komponen organisasi yag direkatkan oleh pemahaman
budaya yang sama akan memebuata kondisi organisasi relatif
stabil.
Apabila budaya organisasi sesuai dengan local wisdom
setempat dan dalam dalam waktu lama masih

Dr. Basri, M. Pd. 119


digunakan/dipertahankan, keberhasilan suatu organisasi
bukan hanya perusahaan saja semakin hari kian baik, tetapi
pemerintah, dunia pendidikan, dan lain-lain. Oleh karena itu,
suatu budaya organisasi bukan hanya berfungsi sebagai
pembeda dengan lingkungan organisasi lainnya, tetapi dapat
membangun sumber daya manusia. Secara empiris memang
ia tidak tampak di permukaan, tetapi pengaruhnya cukup
besar bagi pengembangan dan keberlangsungan suatu
organisas.

C. Hakekat Budaya Organisasi


Menurut Bambang, dkk (2013:17), adanya interaksi
antara karakteristik individu dan karakteristik organisasi
akan mewujudkan perilaku organisasi. Berdasarkan hal
tersebut dapat dikatakan bahwa dalam suatu organisasi
terdapat dua kepribadian, yaitu kepribadian perseorangan
dan kepribadian organisasi. Gabungan kedua kepribadian
tersebut harus saling mendukung untuk mencapai tujuan
organisasi. Perilaku organisasi inilah yang kemudian
diwujudkan dalam tindakan individu saat berinteraksi
dengan lingkungannya, baik di dalam maupun di luar
organisasi. Pembentukan nilai-nilai yang berlaku dalam
organisasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

120 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Karakteristik Individu:
 Kemampuan
 Kebutuhan
 Keyakinan
 Pengalaman
 Harapan
Perilaku BUDAYA
Individu dalam ORGANISASI
Karakteristik Organisasi: Organisasi
 Visi dan misi
 Hierarki
 Tugas
 Wewenang
 Tanggung Jawab
 Sistem reward
 Pengawasan

Bambang, dkk (2013: 17)


Gambar. 2.9. Pembentukan Nilai Budaya Organisasi

Setiap individu memiliki karakter dan sifat yang


berbeda satu sama lain. Perilaku individu tersebut sangat
dipengaruhi oleh berbagai hal, baik yang timbul dari dalam
dirinya maupun karena pengaruh lingkungannya. Pengaruh
yang cukup besar yang datang dari dalam individu sendiri
antara lain meliputi kemampuan dan kebutuhan individu
yang bersangkutan dalam berbagai aspek kehidupan. Hal
lain yang juga cukup berpengaruh dalam diri seseorang
adalah keyakinan terhadap sesuatu hal, baik yang bersumber
dari nilai-nilai agama, budaya, pengalaman serta harapan
yang ingin dicapainya. Karakteristik tersebut akan dibawa
oleh individu ketika berinteraksi dengan individu yang lain

Dr. Basri, M. Pd. 121


dalam organisasi atau lingkungannya yang akan
mempengaruhi perilaku organisasi.
Organisasi memiliki visi, misi dan tujuan strategis yang
diharapkan akan dicapai melalui interaksi dan kerjasama
seluruh anggota organisasi. Sebagai anggota organisasi
individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan apa yang
telah ditetapkan organisasi. Setiap orang dalam organisasi
memiliki tugas, tanggung jawab dan wewenang sesuai
dengan kedudukan dan perannya dalam organisasi. Selain
itu, penghargaan yang diberikan organisasi kepada
anggotanya juga turut mempengaruhi perilaku individu
dalam organisasi, yang disebut juga sebagai karakteristik
organisasi.
Budaya organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa
hal. Menurut Schein (2012:167) ada dua mekanisme yang
mempengaruhi budaya organisasi, yaitu mekanisme utama
dan mekanisme sekunder. Mekanisme utama meliputi:
a. Perhatian, para pemimpin menyampaikan prioritas,
nilai dan perhatian mereka dengan pilihan mereka akan
hal-hal yang akan ditanyakan, diukur, diberikan
komentar, dipuji dan dikecam.
b. Reaksi terhadap krisis, seorang pemimpin yang setia
mendukung nilai yang menyertai bahkan saat dibawah
tekanan untuk tindakan bijaksana menyampaikan
dengan jelas bahwa nilai-nilai itu amatlah penting.
c. Pembuatan model peran, para pemimpin dapat
menyampaikan nilai dan harapan dengan tindakan
mereka sendiri khususnya tindakan yang
memperlihatkan kesetiaan, pengorbanan diri dan
pelayanan diluar panggilan tugas.
d. Alokasi penghargaan, kriteria yang digunakan sebagai
dasar untuk mengalokasikan penghargaan
memberikan tanda apa yang dihargai oleh organisasi.

122 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


e. Kriteria untuk seleksi dan pemberitahuan, para
pemimpin menyampaikan nilai dan perhatian dengan
memberikan informasi realistis tentang kriteria dan
persyaratan untuk keberhasilan dalam organisasi.
Sedangkan mekanisme sekunder meliputi:
a. Rancangan sistem dan prosedur. Anggaran formal, sesi
yang direncanakan, laporan, tinjauan kinerja dan
program perkembangan manajemen dapat digunakan
untuk menekankan beberapa aktivitas dan kriteria.
Sebuah pilihan untuk formalitas mencerminkan nilai
yang kuat mengenai kendali dan perintah.
b. Rancangan struktur organisasi. Rancangan struktur
seringkali dipengaruhi oleh asumsi mengenai
hubungan internal atau teori implisit atas manajemen
dibandingkan dengan persyaratan aktual untuk
adaptasi efektif terhadap lingkungan.
c. Rancangan fasilitas. Para pemimpin dapat merancang
fasilitas untuk mencerminkan nilai dasar yaitu semua
orang adalah konsisten dengan nilai egalitarian (semua
orang adalah sama).
d. Cerita, legenda dan mitos. Cerita tentang peristiwa
penting dan orang-orang dalam organisasi membantu
memindahkan nilai-nilai dan asumsi, namun cerita dan
mitos lebih menjadi refleksi dari budaya daripada
faktor penentunya.
e. Pernyataan formal. Pernyataan publik dari nilai-nilai
oleh pemimpin dan pernyataan nilai secara tertulis,
piagam dan filosofi dapat berguna sebagai tambahan
bagi mekanisme lain.
Gary Yulk (2015:335) mengungkapkan bahwa semua
organisasi harus menyelesaikan permasalahan integrasi
internal dan juga permasalahan adaptasi eksternal. Sasaran
dan strategi tidak dapat dicapai secara efektif tanpa upaya

Dr. Basri, M. Pd. 123


kerjasama dan kestabilan wajar dari keanggotaan organisasi.
Banyak dimensi-dimensi yang membedakan budaya. Budaya
organisasi merupakan istilah yang mendapat banyak
perhatian dari para pakar tentang organisasi, hal ini tidak lain
karena peranannya sangat penting dan dapat memberikan
pemahaman mendalam tentang kehidupan organisasi.
Menurut Rivai dan Silviana (2014:431) budaya adalah
sejumlah pemahaman penting seperti norma, nilai, sikap, dan
kenyakinan yang dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Sedangkan, Robbins (2016: 286) menyatakan budaya
organisasi adalah sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dari
organisasi lain. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati
secara lebih seksama adalah seperangkat sekumpulan
karakteristik utama yang dijunjung tinggi oleh organisasi itu.
Guru besar dalam bidang manajemen di Arizona
University (AS) Robert Kreitner dan Angelo Kinicki
(2014:212) mendefinisikan budaya organisasi adalah perekat
organisasi yang mengikat anggota organisasi melalui nilai-
nilai yang ditaati, peralatan simbolik, dan cita-cita sosial yang
ingin dicapai.
Budaya organisasi yang tumbuh dengan baik dapat
menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk
melakukan aktivitas kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang
di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku
di dalam organisasinya. Seorang Antropologi Organisasi dan
Manajemen Internasional di Universitas Maastricht di
Belanda, Geert Hofstede (2006:20) mengemukakan bahwa
budaya organisasi mempunyai 5 (lima) ciri-ciri pokok yaitu:
a. Budaya organisasi merupakan satu kesatuan yang
integral dan saling terkait.
b. Budaya organisasi merupakan refleksi sejarah dari
organisasi yang bersangkutan.

124 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


c. Budaya organisasi berkaitan dengan hal-hal yang
dipelajari oleh para antropolog, seperti ritual, simbol,
ceritera, dan ketokohan.
d. Budaya organisasi dibangun secara sosial, dalam
pengertian bahwa budaya organisasi lahir dari
konsensus bersama dari sekelompok orang yang
mendirikan organisasi tersebut.
e. Budaya organisasi sulit diubah. Dengan kata lain,
budaya organisasi yang baik mempunyai kekuatan
yang penuh dan berpengaruh pada individu dan
kinerjanya bahkan terhadap lingkungan kerja.
Budaya organisasi memiliki peranan yang sangat
strategis untuk mendorong dan meningkatkan keefektifan
kinerja organisasi, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Budaya organisasi berperan sebagai perekat sosial
yang mengikat sesama anggota organiasi secara bersama-
sama dalam suatu visi dan tujuan yang sama. Moeljono
(2015:95) menyatakan budaya organisasi sebagai suatu sistem
nilai-nilai yang diyakini semua anggota organisasi dan
dipelajari, diterapkan serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat, dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk
mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan.
Pengertiannya, bahwa budaya perusahaan adalah nilai yang
menentukan arah prilaku dari anggota di dalam organisasi.
Jika value tadi menjadi shared value, maka terbentuklah sebuah
kesamaaan persepsi akan perilaku yang sesuai dengan
karakter organisasi.
Budaya organisasi adalah sebagai suatu pola dari dasar
asumsi untuk bertindak, menentukan, atau mengembangkan
anggota organisasi dalam mengatasi persoalan dengan
mengadaptasinya dari luar dan mengintregrasikan kedalam
organisasi, dimana pegawai dapat bekerja dengan teliti, serta

Dr. Basri, M. Pd. 125


juga bermanfaat bagi pegawai baru sebagai dasar koreksi atas
persepsi mereka, pikiran, dan perasaan dalam hubungan
mengatasi persoalan. Wirawan (2016:35) menyatakan budaya
mempunyai dampak yang kuat pada organisasi, yaitu:
a. Budaya perusahaan dapat mempunyai dampak
signifikan pada prestasi kerja ekonomi perusahaan
dalam jangka panjang.
b. Budaya perusahaan bahkan mungkin merupakan
faktor yang lebih penting dalam menentukan sukses
atau gagalnya perusahaan dalam dekade mendatang.
c. Budaya perusahaan yang menghambat prestasi
keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah
tidak jarang; budaya itu berkembang dengan mudah,
bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang
yang bijaksana dan pandai.
d. walaupun sulit untuk diubah, budaya perusahaan
dapat dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi.
Suharsaputra (2017:107) mengemukakan budaya
organisasi merupakan kepribadian yang membedakan antara
satu organisasi dengan organisasi lainnya, bagaimana
seluruh anggota organisasi sekolah berperan dalam
melaksanakan tugasnya tergantung pada kenyakinan, nilai
dan norma yang menjadi bagian dari kultur instansi tersebut.
Menurut Stephen P. Robbins dan Timothy A. judge
(2016:259), Kultur yang kuat (strong culture) adalah nilai-nilai
inti organisasi dipegang teguh dan dijunjung bersama.
Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan
semakin besar komitmen mereka terhadap berbagai nilai itu
dan semakin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat
menunjukkan kesepakatan yang tinggi antara anggota
mengenai apa yang dinyakini organisasi.

126 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Secara rinci Robbin dan judge (2016:263) menyatakan
bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
adalah budaya organisasi, sebagaimana Gambar 20 berikut:

Objective Factors
1. Innovation and risk
talking
Performance
2. Attention to detail
3. Outcome Organizational
orientation Culture
4. People orientation Satisfaction
5. Aggressivencess
6. Stability

Sumber: Robbin dan judge (2016: 263)


Gambar 20. Hubungan Budaya Organisasi dengan
Kepuasan

Berdasarkan gambar 20 di atas, dapat diketahui bahwa


budaya organisasi terdiri dari enam faktor, yaitu: (1) inovasi
dan pengambilan resiko, (2) perhatian terhadap detail, (3)
orientasi hasil, (4) orientasi orang, (5) orientasi tim agresivitas,
dan (6) stabilitas. Keenam faktor ini secara langsung
mempengaruhi kepuasan dan kinerja. Semakin kuat budaya
organisasi, semakin tinggi kepuasan kerja anggota
organisasinya. Budaya organisasi yang kuat akan membantu
organisasi memberikan kepastian bagi seluruh individu yang
ada dalam organisasi untuk berkembang bersama dan
mempertahankan eksistensinya selama mungkin. Sedangkan
budaya organisasi yang lemah akan berpengaruh negatif
pada organisasi karena akan memberi arah yang salah kepada
para pegawai sehingga organisasi menjadi tidak efektif dan
kurang kompetitif.

Dr. Basri, M. Pd. 127


Menurut John P. Kotter dan John Hesket (2009:48) teori
tentang hubungan antara budaya organisasi perusahaan
dengan kinerja, yang disebut Teori I yaitu budaya yang kuat
(strong culture) dapat meningkatkan kinerja perusahaan.
Melalui budaya yang kuat, organisasi dapat membina
komitmen, kesetiaan dan kinerja dari pegawai. Kekuatan
budaya berpengaruh terhadap kinerja yang terdiri atas tiga
gagasan. Pertama, penyatuan tujuan. Bila dalam suatu
organisasi terdapat budaya yang kuat maka pegawai atau
pegawai cenderung melakukan tindakan kearah yang sama.
Kedua, menciptakan motivasi, komitmen, loyalitas pada diri
pegawai atau pegawai. Ketiga, memberikan stuktur atau
kontrol yang dibutuhkan tanpa harus bersandar pada
birokrasi formal yang dapat menekankan tumbuhnya
motivasi dan inovasi.
Beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan
untuk memperkuat budaya organisasi, Suharsaputra
(2017:103) mengemukakan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Seleksi pegawai. Dalam memilih pegawai terlebih
dahulu dipertimbangkan kesesuaian antara aspirasi
calon pegawai dan budaya organisasi, apakah calon
tersebut dapat menerima budaya dan menyesuaikan
diri atau justru akan melemahkan budaya yang
terbentuk.
b. Penempatan pegawai. Tujuannya adalah agar pegawai
dapat menghargai rekan kerja serta norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku. Penempatan pegawai secara
tepat diharapkan dapat membentuk rasa kesatuan di
antara pegawai. Pendalaman bidang pekerjaan. Setiap
pegawai perlu mendalami bidang pekerjaannya agar
memahami benar apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya.

128 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


c. Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan.
Penilaian kinerja dan pemberian penghargaan
dimaksud agar pegawai yang telah menjalankan
pekerjaannya sesuai dengan ketentuan lebih
termotivasi lagi ntuk bekerja secara baik pada masa
yang akan datang. Bentuk penghargaan disesuaikan
dengan situasi yang dihadapi.
d. Penyebaran cerita dan berita. Penyebaran cerita dan
berita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan
budaya organisasi bertujuan untuk menekankan
pentingnya nilai-nilai moral bagi setiap pegawai.
e. Pengakuan atas kinerja dan promosi jabatan.
Pengakuan dan promosi diberikan kepada pegawai
yang telah melaksanakan tugas dan kewajibannya,
mengemban tanggung jawab secara optimal dan
menjadi teladan bagi pegawai lainnya. Dalam
memberikan pengakuan dan promosi jabatan ini,
perusahaan harus memiliki kriteria yang baku dan
transparan sehingga dapat diterapkan secara konsisten
pada seluruh pegawai.
Budaya organisasi yang kuat dapat menggambarkan
bagaimana nilai dan norma secara ketat diterapkan. Ini
berarti bahwa kekuatan budaya menunjukkan pada
sejauhmana pegawai berperilaku dengan pengaruh atau
ditentukan oleh asumsi yang menyatukan organisasi. Fred
Luthans (2012:186), guru besar manajemen di Universitas
Nebraska – Lincoln (AS) menyatakan bahwa budaya
organisasi mempunyai sejumlah karakteristik penting, di
antaranya:
a. Aturan perilaku yang diamati. Ketika anggota
organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka
menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang
berkaitan dengan rasa hormat dan cara berperilaku.

Dr. Basri, M. Pd. 129


b. Norma. Adalah standar perilaku, mencakup pedoman
mengenai seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan,
yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan
melakukan terlalu banyak; jangan terlalu sedikit”.
c. Nilai dominan. Organisasi mendukung dan berharap
peserta membagikan nilai-nilai utama. Contohnya
adalah kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan
efisiensi tinggi.
d. Filosofi. Terdapat kebijakan yang membentuk
kepercayaan organisasi mengenai bagaimana pegawai
dan atau pelanggan diperlakukan.
e. Aturan. Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan
pencapaian perusahaan. Pendatang baru harus
mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar
diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.
f. Iklim Organisasi. Merupakan keseluruhan ”perasaan”
yang disampaikan dengan pengaturan baru yang
bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota
organisasi berhubungan dengan pelanggan dan
individu dari luar.
Menurut Robbins dan Judge (2016:387) Budaya
organisasi memiliki beberapa lapisan seperti kulit bawang.
Pada lapisan terdalam adalah “shared assumption” yang
merupakan basic belief dari kenyataan, hakikat manusia, dan
jalan sebaiknya sebuah tugas dikerjakan. Lapis kedua adalah
“cultural values” yang merepresentasi kepercayaan kelompok,
asumsi dan perasaan tentang apakah sesuatu itu baik,
normal, rasional, atau bernilai. Dan lapis ketiga adalah “shared
behaviors” termasuk didalamnya norma yang lebih visible dan
lebih mudah merubahnya dibandingkan “value/nilai”. Pada
lapis terluar yang bisa diamati adalah “cultural symbols” yang
meliputi kata-kata (jargon), gesture, gambar atau objek fisik
lain. Atau dapat dinyatakan sebagai artifak.

130 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Artifak

Value

Assumptions

Sumber: Robbins dan Judge (2016:387)


Gambar 21. The Onion Model of Organizational Culture

Menurut Bhatia dan Jai (2013:3) lapisan yang


mengidentifikasikan tingkatan budaya organisasi tersebut
bila dipraktekkan dalam organisasi disajikan pada Gambar 21
“Artifak” adalah lapis budaya yang tampak seperti sarana-
prasarana dan uniform. Robbins (2016:247) menyatakan
budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang
dianut oleh anggota-anggota organisasi, dan merupakan
suatu sistem makna bersama, pengertian bersama ini, dalam
pengamatan yang lebih seksama merupakan serangkaian
karakter penting yang menjadi nilai bagi suatu organisasi,
yaitu: inovasi dan pengambilan resiko, perhatian terhadap
detil, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim,
keagresifan, dan kemantapan. Lebih jelas karakter di atas
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Inovasi dan pengambilan resiko. Tingkat daya
pendorong pegawai untuk bersikap inovatif dan berani
mengambil resiko. Dalam hal ini, budaya organisasi
yang baik dapat mendorong para pegawainya untuk
berani mengambil resiko dalam bekerja. Namun

Dr. Basri, M. Pd. 131


demikian, agar resiko tersebut tidak menjadi sesuatu
yang merugikan bagi organisasi, maka organisasi akan
membekali kemampuan pegawainya untuk memiliki
kemampuan dalam melakukan estimasi.
b. Perhatian terhadap detail. Tingkat tuntutan terhadap
pegawai untuk mampu memperlihatkan ketepatan,
analisis, dan perhatian terhadap detail. Dalam hal ini,
budaya organisasi memfokuskan pada upaya sungguh-
sungguh pada tingkat akurasi dan kedetailan. Dengan
memfokuskan pada tingkat kedetailan ini biasanya
organisasi akan menghasilkan produk (hasil kerja) yang
sangat tinggi kualitasnya.
c. Orientasi hasil. Sejauhmana manajemen memusatkan
perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses
yang digunakan untuk mencapai hasil itu. Dengan
memiliki budaya budaya yang berorientasi pada hasil,
organisasi berupaya melakukan penjaminan mutu
keluaran (output) yang dapat dipergunakan
masyarakat.
d. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen
memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di
dalam organisasi itu. Hal ini mengindikasikan bahwa
organisasi ini memandang SDM adalah bagian paling
penting dalam keseluruhan proses yang ada di
organisasi. Organisasi jenis ini akan berusaha
memperlakukan pegawai dengan fleksibilitas yang
tinggi, dan menjaga hubungan di antara pegawai dan
manajer (kepala) yang sangat hangat.
e. Orientasi tim. Sejauhmana kegiatan kerja
diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-
individu. Dalam organisasi yang sangat besar,
seringkali harus beroperasi pada tim-tim kecil yang
sangat efektif. Dengan tim tersebut, organisasi dapat

132 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan dengan lebih
cepat dan efektif.
f. Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan
kompetitif dan bukannya santai-santai. Hal ini
mengindikasikan bahwa organisasi memandang
keproaktifan adalah di atas segalanya. Organisasi jenis
ini akan selalu berusaha mengeluarkan produk-produk
baru dan inovasi-inovasi baru yang lebih bermutu (baik
kualitasnya) daripada para pesaingnya. Selain itu
organisasi jenis ini juga memiliki semangat
enterpreneurship yang sangat tinggi.
g. Kemantapan. Sejauhmana kegiatan organisasi
menekankan dipertahankannya status quo daripada
pertumbuhan. Dalam hal ini budaya organisasi
memfokuskan pada kedinamisan dan pertumbuhan.
Organisasi jenis ini sangat mengandalkan inovasi untuk
pengembangannya.
Menurut Sagala (2013:122) budaya organisasi adalah
suatu sistem nilai dari makna bersama yang menekankan
pentingnya: (1) norma-norma kelompok kerja, (2) sentimen-
sentimen, (3) nilai-nilai dan interaksi-interaksi. Kropp
(2012:17) mengungkapkan budaya organisasi mengacu pada
maksud bersama tentang kepercayaan dan pemahaman
berpegang kepada organisasi atau kelompok tertentu tentang
permasalahan, praktek dan tujuan. Budaya umumnya
mencakup enam istilah (1) perilaku organisasi, (2) ideologi
dan filosofi organisasi, (3) norma-norma
kelompok/organisasi, (4) nilai-nilai yang diperlihatkan
organisasi, (5) saling menghormati, (6) kebijakan prosedur
dan (7) aturan sosial.

Dr. Basri, M. Pd. 133


Banyak dimensi-dimensi yang membedakan budaya.
Gibson (2012:312) menyebutkan ada tujuh dimensi budaya
organisasi, yakni:
a. Hubungan manusia dengan alam
b. Individualisme versus kolektivisme.
c. Orientasi waktu.
d. Orientasi aktivitas.
e. Informalitas.
f. Bahasa.
g. Kepercayaan.
Sedangkan dimensi-dimensi yang digunakan untuk
membedakan budaya organisasi menurut Robbin dan Judge
(2016:423) ada tujuh karakteristik primer yang secara
bersama-sama menangkap hakikat budaya organisasi, yaitu:
(1) inovasi dan pengambilan resiko, (2) perhatian ke hal yang
rinci, (3) orientasi hasil, (4) orientasi orang; (5) orientasi tim,
(6) keagresifan (7) kemantapan. Selanjutnya Luthans (2012:
241) menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari
budaya organisasi yaitu: (1) aturan-aturan perilaku, (2)
norma, nilai-nilai dominan, (3) filosofi, (4) kedisiplinan, dan
(5) iklim organisasi.
Budaya organisasi pada setiap instansi berbeda, hal ini
dikarenakan sejarah pembentukan setiap instansi juga
berbeda. Perbedaan ini membuat budaya organisasi pada
setiap instansi menjadi unik, tergambar dari bagaimana suatu
instansi melaksanakan peran dan tugasnya bagi masyarat.
Budaya organisasi menjadi keyakinan dan nilai yang
terinternalisasi pada setiap anggota organisasi, sehingga
menjadi prinsip dan pedoman dalam menjalankan peran dan
fungsi masing-masing. Budaya organisasi ditetapkan dengan
orientasi-orientasi bersama, yang menyatukan berbagai
bidang keahlian dan kedudukan personil organisasi dalam
suatu sistem nilai pada tingkat kedalaman yang berbeda dan

134 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


memberi identitas yang berbeda. Setiap organisasi
mempunyai kepribadian sebagai suatu sistem yang diterima
secara bersama, yang seharusnya menghasilkan suatu
organisasi yang efektif serta mempunyai budaya mutu yang
kuat dan berbeda yaitu kompetitif.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
budaya organisasi adalah suatu sistem nilai-nilai (value),
keyakinan (beliefs), norma-norma (norms) dan interaksi-
interaksi yang diperkenalkan dan diajarkan serta diterapkan
dalam instansi untuk mempengaruhi pola pikir, sikap dan
perilaku anggota organisasi. Indikator budaya organisasi
adalah: (1) sistem nilai-nilai (value), (2) keyakinan (beliefs), (3)
norma-norma (norms), (4) interaksi-interaksi yang
mempengaruhi pola pikir, (5) Sikap dan perilaku dosen.

Dr. Basri, M. Pd. 135


BAB

VI

KEPEMIMPINAN
VISIONER

136 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


A. Konsep Kepemimpinan Visioner
Menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah, tidak
dengan simsalabim, tidak juga dengan doa semata, dan
mustahil tujuannya untuk kesenangan yang bersifat hedonis.
Berat dan sulit untuk mendapatkan kepemimpinan yang
ideal, yang menjadi dambaan penghuni bumi ini atau paling
tidak pemimpin di sebuah organisasi baik kecil maupun
besar. Baik organisasi yang bersifat edukasi maupun siyasi.
Semua pemimpin yang hebat bukanlah orang yang tidak
memiliki visi, tetapi tentu hal ini sebuah syarat mutlak
(mandatory requirements).
Pemimpin yang hebat (ideal) bukan hanya lahir dan
“DNA” ke-leadership-an, bukan juga karena memiliki bakat
kepemimpinan atau mengeyam pendidikan berbasis
kepemimpinan, tetapi ia lahir kombinasi dari banyak faktor.
Kepemimpinan yang dilakukan harus membawa orang-
orang yang dipimpinnya mencapai sebuah tujuan kelompok.
Menurut Faishal Umar Basyarahil (2005:41), ada 3 syarat
kepemimpinan, yaitu:
a. Visioner
b. Pengikut yang setia.
c. Motivasi dan Dorongan.
Hal paling utama yang harus ada dalam kepemimpinan
adalah visioner. Ini merupakan syarat utama (pertama).
Istilah visioner berasal dari kata visi atau dalam bahasa
Inggris dikenal dengan vision. Keberadaan visi dalam sebuah
organisasi mutlak perlu karena dengan visi, organisasi dapat
merencanakan keadaan di masa datang. Telah terbukti dalam
kenyataan bahwa organisasi-organisasi yang sukses di
tingkat dunia memiliki visi yang jelas mengenai apa yang
ingin dicapainya di masa depan. Tujuan dari visi tidak lain
adalah untuk mencapai apa yang telah dirumuskan dalam
visinya.

Dr. Basri, M. Pd. 137


Dalam pengertian kata benda (noun), visi (vision)
memiliki beberapa arti, yaitu: (1) Daya lihat atau penglihatan;
(2) Pemandangan; (3) Khayalan atau bayangan yang terlihat
dalam mimpi atau dalam angan-angan; (4) Daya khayal; (5)
Hantu; (6) Sesuatu yang sangat indah atau seseorang yang
sangat cantik. Sedangkan vision sebagai kata kerja (verb)
artinya melihat atau mengkhayalkan (Salim, 1990:2238).
Visi dapat dimakna dengan beberapa pengertian,
sebagai berikut:
a. Gambaran pikiran yang membentuk masa depan yang
diinginkan.
b. Kemampuan untuk melihat apa yang terjadi.
c. Kemampuan untuk berkreasi dan menciptakan apa
yang belum kita peroleh.
d. Kemampuan untuk hidup dalam khayalan setelah
sebelumnya hidup dalam kenangan masa lalu (Faishal
Umar Basyarahil (2005:41).
Visoner oleh sebagian penulis seperti Stephen R. Covey
(1989:168) menyamakan dengan visionaris. Visionaris
menurutnya adalah orang yang telah mengalami personal
victory, dengan membiasakan diri bersikap proaktif (be
proactive), terbiasa memulai aktifitas dengan membayangkan
hasil akhirnya dalam fikiran (begin with the end in mind), dan
terbiasa mendahulukan hal-hal yang utama (pur first thing
first), serta terbiasa untuk memperbarui diri secara terus-
menerus (self-renerwal).
Syarat yang kedua yaitu kepemimpinan harus memiliki
pengikut yang setia. Saat visi itu sudah dihadirkan, kemudian
yang harus dipersiapkan adalah tim atau pengikut yang setia
dalam mengaplikasikan tujuan. Ada beberapa peran dari
pengikut untuk merealisasikan tujuan, Pertama, mereka harus
memahami setiap perintah dari pemimpinnya setelah itu
baru meyakini apa yang akan dikerjakannya. Kedua,

138 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


pengikut harus meluruskan perilaku pemimpin jika
menyimpang dari visi, misi, nilai, dan prinsip-prinsip awal,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Umar bin Khatthab saat
diangkat menjadi pemimpin, “Apabila aku benar dalam
menjalankan amanah ini maka bantulah aku, namun bila aku
salah, maka luruskanlah!” (Faishal Umar Basyarahil”
(2005:46).
Syarat yang ketiga yang harus ada dalam
kepemimpinan adalah motivasi dan dorongan. Motivasi
berasal dari kata move yang artinya bergerak. Motivasi adalah
sesuatu yang menggerakan atau mendorong seseorang atau
kelompok orang, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu (Irianto Anton, 2005:53).
Kepemimpinan memiliki kedudukan yang menentukan
dalam organisasi. Kepemimpinan sebagai proses, pemimpin
menciptakan visi dan melakukan interaksi saling
mempengaruhi para pengikutnya untuk merealisasikan visi.
Menurut pakar teori organisasi AS, Richard L. Daft (2013: 7),
“Leadership as define here is the ability to influence people toward
the attainment of goal. This definition captures the idea that leaders
are involved with other people in the achievement of goals.
Leadership is reciprocal, according among people”.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa
kepemimpinan adalah upaya untuk memepengaruhi orang
lain terhadap apa yang menjadi sebuah tujuan. Seorang
pemimpin harus melibatkan diri dengan bawahannya untuk
mencapai sebuah tujuan bersama Loughead et al., (2014:371)
mengutip pendapat ahli yang mengatakan, “Sergiovanni
describe the heart of leadership as what a leader believes, values and
dream about and is committed to. This is as purposing, which
involves both the vision of the school leaders and the covenant that
the school shares.

Dr. Basri, M. Pd. 139


Penjelasan di atas dipahami bahwa pemimpin itu
adalah seseorang yang dapat dipercaya, memiliki komitmen
dalam menilai dan cita-cita. Hal ini berfungsi kerena
diperlukan dalam pemimpin sekolah yang bervisi dan
perjanjian sebagai bagian dari sekolah. Sedangkan visi adalah
“A vision is an attractive, ideal future that is credible yet not readily
attainable. Visionary leaders speak haerts of employees, letting them
be part of something bigger than themselves. Visioning is dynamic
and collaborative, a process of articulating what the members of an
organization want to create together”.
Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa visi
adalah sebagai suatu hal yang akan diraih di masa datang
yang diinginkan terhadap sesuatu yang dinamis dan
memerlukan kerja sama semua pekerja, proses, dan sebuah
kata yang diciptakan anggota organisasi secara bersama. Visi
merupakan kemampuan untuk melihat pada inti persoalan,
sedangkan visioner adalah orang yang memiliki khayalan
atau wawasan ke depan. Seorang pemimpin mampu melihat
persoalan inti yang ada dan mempunyai wawasan ke depan.
Setelah menemui persoalan inti dalam organisasi, selanjutnya
merumuskan visi dan misi organisasi. Visi dan misi adalah
apa yang hendak dicapai dan bagai mana mencapainya.
Sedangkan kepemimpinan visioner adalah pemimpin yang
mempunyai khayalan/mimpi masa mendatang bagi
organisasinya dalam bekerja mempengaruhi bawahan untuk
mencapai tujuan organisasi.
Adapun kata visi berasal dan bahasa Inggris, yaitu
vision, yang mengandung arti penglihatan atau daya lihat,
pandangan, impian atau bayangan. Dalam bahasa Arab, kata
visi dapat diwakili oleh kata nadzar, jamaknya indzar, yang
berarti seing (penglihatan), eve-sight (pandangan mata), vision
(pandangan), look (penglihatan), glance (pandangan sekilas),
sight (pemikiran), outlook (pandangan), prospect (gambaran ke

140 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


depan), view (peninjauan), aspect (bagian), appearance
(perwujudan), evidence (bukti), insight (pandangan),
penetration (penembusan atau perembesan), perception
(pendapat), contemplation (merenung secara mendalam dan
menyendiri), examination (pelatihan berpikir). Sama halnya
dengan perihal di atas, banyak pendapat yang dipaparkan
oleh beberapa ahli di antaranya Bill Hybels (2009:172)
mengemukakan bahwa setiap visi ketika dimasukakan pada
sebuah lembaga atau tempat, maka akan berdampak
signifikan dan menentukan untuk berlangsungnya
kehidupan menuju ke depan.
Sedangkan kata visioner dapat juga dikatakan dengan
visi yakni jembatan antara masa kini dan masa depan,
sehíngga harus realistis sekaligus idealistis.Realistis dalam
arti berpijak pada kenyataan dan orang percaya bahwa
mimpi itudapat diraih. Idealistis dalam arti visi harus
menyiratkan aspirasi yang tinggi agardapat memacu orang
untuk berupaya keras melakukan yang terbaik dalam
rangkamencapai cita-cita yang digambarkan dalam visi.
Visi juga harus memiliki daya tarik luar biasa, agar
orang teninspirasi dan termotivasi melalui visi itu. Di tangan
seorang pemimpin, visi diharapkan dapat menjadi energizer
dan menciptakan antusiasme. Pada hakikatnya,
kepemimpinanyang visioner adalah kepemimpinan yang
mampu untuk menciptakan dan mengartikulasikan sebuah
visi yang realistis, kredibel, dan mendorong para
pengikutnya untuk tumbuh dan berkembang menuju masa
depan.
Kepemimpinan memiliki kedudukan yang menentukan
dalam organisasi. Pemimpin yang melaksanakan
kepemimpinannya secara efektif dapat menggerakkan
orang/personel ke arah tujuan yang dicita-citakan,
sebaliknya pemimpin yang keberadaannya hanya sebagai

Dr. Basri, M. Pd. 141


figur, tidak memiliki pengaruh, kepemimpinannya dapat
mengakibatkan lemahnya kinerja organisasi, yang pada
akhirnya dapat menciptakan keterpurukan.
Ratna Murni (2017:21) mengemukakan bahwa
kepemimpinan akan memengaruhi kinerja organisasi dengan
sangat kuat sehingga sangat masuk akal apabila
keterpurukan pendidikan salah satunya disebabkan karena
kinerja kepemimpinan yang tidak dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan dan juga tidak membuat strategi
pendidikan yang adaptif terhadap perubahan. Lebih lanjut
Tilaar seperti dikutip Komariah, Aan, Triatna dan Cepi
(2005:81) mengungkapkan bahwa hancurnya dunia
pendidikan nasional salah satu faktornya adalah karena
belum adanya visi strategis yang menempatkan pendidikan
sebagai leading sector.
Hal ini memberikan makna betapa kuatnya visi
pendidikan memengaruhi kinerja pendidikan. Visi
menjadi Trigger semangat meraih kemenangan
pendidikan.Visi dapat mengisi kehampaan, membangkitkan
semangat, menimbulkan kinerja, bahkan mewujudkan
prestasi pendidikan, apalagi ditengah-tengah tuntutan
kemandirian berpikir dan bertindak.
Susanto (2013:64) menjelaskan, visionary berarti
pemimpin mempunyai pandangan yang jauh ke depan
tentang apa yang akan dicapai dan mau dibawa ke mana
organisasi tersebut. Pemimpin yang bertipe visionary berciri
mau menerima resiko, membagi pengetahuan yang
dimilikinya kepada anggota organisasi, senang melakukan
eksperimen dalam organisasinya, memimpin dengan
memberi contoh, dan memfasilitasi pembelajaran dengan
menyemangati tumbuhnya kreatifitas dalam diri tiap anggota
organisasi. Burton Nanus (1996:22) juga menjelaskan sebagai
berikut:

142 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


“Vision is an necessary prediction for strategic planning. Just
having a mission isn’t enough, since mission statements are usually
general statement of purpose offering little guidance for strategy.
With a vision, strategies can become deliberate and proactive,
allowing the organization to create its own opportunities and
opening real possibilities for innovation and change”
Burton Nanus menyatakan bahwa visi itu diperlukan
perencanaan, strategi dan misi saja tidak akan cukup jika
tidak dijabarkan menjadi sebuah strategi. Dengan visi,
strategi dapat menjadi hati-hati dan proaktif, diakui dalam
organisasi sebagai kesempatan miliknya dan membuka
kenyataan untuk berinovasi dan berubah. Suwit Yordsala
(2014:92) mengatakan, “a vision is leader’s ideological statement
of a desired, long-term future for an organization”. Dapat
dimaknai bahwa visi adalah statemen gagasan seseorang
pemimpin yang diinginkan oleh sebuah organisasi dalam
jangka panjang. Burton Nanus juga mengatakan:
“The requires a new age of leadership that combines personal
with visionary leadership to form a new kind of future-creative
leadership. By redefining the roles and skills of leadership in this
way, it will be possible for leaders to provide the direction and
inspiration needed to survive and prosper into the next century”
Kutipan Nanus di atas dapat dijelaskan bahwa dalam
kepemimpinan diperlukan sebuah kombinasi dengan bentuk
baru kepemimpinan yang kreatif di masa depan. Dengan
memberikan definisi kembali peran dan kemampuan
kepemimpinan, memungkinkan pemimpin menentukan
kepemimpinan dan mempertahankan inspirasi dan berhasil
dalam tahun mendatang.
Berdasarkan beberapa konsep visi dan leadership di atas
maka visi dapat diartikan sebagai suatu cita-cita yang akan
diraih di masa mendatang. Sehingga kepemimpinan visioner
adalah bentuk baru kepemimpinan yang kreatif di masa yang
akan datang. George dalam Buchari (2015: 159) menyatakan,

Dr. Basri, M. Pd. 143


“A vision is an guiding theme that articulates the nature of the
business and its intentions for the future. These intentions are based
on how management collectively believes the environment will
unfold, and what the business can and should become in the future.
Visions are not vague expressions of goodwill, but explicit systems
about what it takes to seccesses in the future”.
Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa tanpa ada visi,
maka pimpinan hanya akan bereaksi pada tantangan yang
dihadapi seketika. Sifat semacam ini dikenal sebagai reaktor,
ada unsur ketakutan akan ancaman, mereka sulit manatap
masa depan. Manajer sekolah dengan kepemimpinannya
menjadi penanggung jawab dari hasil yang dicapai dalam
aktivitas proses manajemen. Dengan demikian, kepala
sekolah yang memimpin dengan inovasi, kreatif, cakap, dan
berani mengambil keputusan akan melahirkan kegiatan-
kegiatan organisasi (guru, siswa, anggota sekolah lainnya,
bahkan orang tua dan komite) yang semakin dinamis.
Sebaliknya, kepala sekolah yang tidak kreatif, cakap, inovatif
dan tidak berani mengambil keputusan akan mengakibatkan
sekolah menjadi organisasi yang hanya menjalankan
rutinitas.
Kepemimpinan merupakan suatu proses, dapat
disamakan dengan proses produksi. Proses produksi
kepemimpinan terdiri dari masukan, proses, dan keluaran
kepemimpinan. Suatu proses interaksi mempengaruhi dalam
kepemimpinan memerlukan waktu, yang lamanya waktu
tergantung pada situasi, kualitas pemimpin, dan pengikut.
Dapat dilihat pada tabel 2.2 di bawah ini:

Tabel 2.2 Proses Kepemimpinan


Masukan Proses Keluaran
1. Pemimpin 1. Interaksi sosial 1. Pengikut ter
2. Pengikut antara para pengaruh at
3. Visi misi

144 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


4. Budaya pemimpin dan para au tidak
organisasi pengikut. terpengaruh
5. Kekuasaan 2. Pemimpin dan Pengi 2. Terjadi
6. Sumber-sumber kut saling perubahan
7. Lingkungan int mempengaruhi atau tidak
ernal dan 3. Pemimpin terjadi
eksternal memberdayakan perubahan
kepemimpinan pengikutnya 3. Visi tercapai
4. Proses terjadinya atau tidak
perubahan tercapai
5. Upaya meralisasikan 4. Kehidupan
visi sosial lebih
6. Memanajemeni baik atau
konflik lebih buruk.
7. Memanajemeni
kinerja
Sumber: Wirawan (2013:8)

Berdasarkan pendapat Wirawan di atas dapat


dikatakan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh yang
saling berkaitan dan dapat dikatakan seperti sebuah produk
dimulai dari input, proses, dan output. Kepemimpinan
visioner juga dirumuskan Frances Hesselbein (1997:68)
menyatakan bahwa “visionary leadership” atau pemimpin
masa dapan adalah orang dengan karateristik yang dapat
memimpin dan menjadi pengikut, menjadi sentral dan
marjinar, menjadi hirarki di atas dan di bawah, menjadi
individualitis dan pemain tim dan tentunya seorang
pembelajar yang berkesinambungan. Steven R. Covey dalam
Frances Hesselbein mengatakan bahwa visionary leadership
atau pemimpin masa depan adalah seseorang yang
menciptakan suatu budaya atau sistem nilai yang berpusat
pada prinsip-prinsip.
Max De Pree dalam Leadership as an Art mengatakan,
tanggung jawab utama seorang pemimpin adalah

Dr. Basri, M. Pd. 145


mendefinisikan realita. Warren Gamaliel Bennis dalam
bukunya On Becoming a Leader, mendasarkan gagasan tentang
kepemimpinan atas asumsi bahwa pemimpin adalah
manusia yang mampu menyatakan diri mereka sepenuhnya...
mereka juga tau apa yang mereka kehendaki, mengapa
menghendakinya dan bagaimana mengkomunikasikan apa
yang mereka kehendaki tersebut kepada orang lain, untuk
memperolah kerja sama dan dukungan dari mereka.
Pernyataan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
pemimpin visioner adalah pemimpin yang fleksibel dengan
memegang prinsip yang ke arah tujuan yang jelas yang
didukung dan dikehendaki bersama. Powe dalam Michael
Loughead mengatakan bahwa bahwa kepemimpinan
visioner memiliki beberapa indikator, di antaranya:
1. Mengkritik evaluasi di masa lalu dan masa datang,
keberhasilan dan penilaian kembali yang dibutuhkan
dan memperbaiki tujuan.
2. Mengidentifikasi arah dan isu yang muncul dan
perhatian yang potensial pengaruh kebijakan dan
program.
3. Tujuan dapat dicapai dengan dasar pengetahuan dan
pengalaman yang dapat menguntungkan masa lalu dan
kebutuhan masa datang.
4. Komitmen akan visi.
5. Meliputi yang lain dalam pengembangan visi dan
menguasainya serta mengimplementasikan.
6. Mau membuat perubahan yang kuat diperlukan agar
sukses.
Menurut Nanus (2011:23), kepemimpinan visioner
adalah pernimpin yang dapat bertanggung jawab untuk
menetapkan arah organisasi, mempunyai komitmen yang
tinggi untuk mewujudkan visi organisasi, dapat
memberdayakan karyawanuntuk bertindak serta

146 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


mendengarkan dan memperhatikan arus bawah, serta
menguasai organisasi dalam posisi untuk mencapai potensi
terbesarnya.
Selanjutnya Harper dalam Suprayitno (2015: 121)
menjelaskan bahwa pemimpin visioner harus rnempunyai
keberanian yakni berani dalarn mengambil risiko, dan
berkeinginan menjadikan masa lalu sebagai cerminan artinya
pemimpin visioner menjadikan masa lalu sebagai kenangan
berharga untuk menjadi dasar melangkah lebih maju, ulet
(dapat dijadikan sebagai pemecahan masalah di setiap
permasalahan dan mempermudah tidak mempersulit orang
lain), dan menentukan (memiliki rasa urgensi, menjadi
sungguh-sungguh dan tegas).
Marshall Sashkin (2003:403) berpendapat bahwa
konsep kepemimpinan visioner bukan hanya dilihat dari sisi
karakteristik kepribadian seorang pernimpin saja, bukan pula
perilaku dan situasi juga, namun konsep kepernimpinan
visioner dapat dilihat dan kolaborasi ketiganya.
Pemimpin visioner mempunyai karakteristik
kepribadian tersendiri dibandingkan karakteristik
kepemimpinan lainnya. Selain itu, kepemimpinan visioner
menitik beratkan dalam proses pendalaman visi, kesadaran
dasar merupakan kunci untuk mendikte apa pendekatan
kepemimpinan sesuai dengan situasi yang ada dan setelah itu
menentukan langkah yang perlu dilakukan. Di samping itu
pula, kepemimpinan visioner bukan hanya tahu apa prilaku
yang di perlukan, namun pemimpin visioner juga harus
dapat melakukan prilaku tersebut. Kepemimpinan visioner
merupakan kemampuan untuk menciptakan, mengartikulasi
suatu visi, terpercaya, dan realistik pada masa depan suatu
organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan
membaik saat ini, dan visi diseleksi dan diimplementasikan
secara tepat.

Dr. Basri, M. Pd. 147


Lebih lanjut Tilaar seperti dikutip Ratna Murni
(2017:22) menjelaskan bahwa kepemimpinan visioner adalah
kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan,
mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasi-
kan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal
yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di
antara anggota organisasi dan stakeholder yang diyakini
sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih
atau diwujdukan melalui komitmen semua personil. Menurut
Daniel Golemen (2002:65), kepemimpinan visioner
merupakan pola kepemimpinan yang berusaha untuk
menggerakkan orang-orang ke arah impian bersama dengan
dampak iklim emosi paling positif dan paling tepat
digunakan saat perubahan membutuhkan visi baru atau
ketika dibutuhkan arah yang jelas.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat
dipahami bahwa kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri
yang menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang
menunjukkan kepemimpinannya yang berorientasi kepada
pencapaian visi, jauh memandang ke depan dan terbiasa
menghadapi segala tantangan dan resiko. Di antara ciri-ciri
utama kepemimpinan visioner adalah:
1. Berwawasan ke masa depan: pemimpin visoner
mempunyai pandangan yang jelas terhadap suatu visi
yang ingin dicapai, agar organisasi yang ia bergabung
di dalamnya dapat berkembang sesuai dengan visi
yang ingin dicapai.
2. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya
diri, tidak peragu dan selalu siap menghadapi resiko.
Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga
menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan
akurat.

148 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


3. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan
kerjasama dalam menggapai tujuan. Pemimpin visioner
adalah sosok pemimpin yang patut dicontoh, mau
membuat contoh agar masyarakat sekitar
mencontohinya.
4. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan
menggugah, mengelola mimpi menjadi kenyataan:
pemimpin visioner sangatlah orang yang mempunyai
komitmen yang kuat terhadap visi yang diembannya, ia
ingin mewujudkan visinya ke dalam suatu organisasi
yang ia masuki.
5. Mampu mengubah visi ke dalam aksi: ia dapat
merumuskan visi ke dalam misinya yang selanjutnya
dapat diserap anggota organisasi. Yang dapat
menjadikan bahan acuan dalam setiap melangkah ke
depan.
6. Berpegang erat kepada nilai-niliai spiritual yang
diyakininya: pemimpin visioner sangatlah
profesionalitas terhadap apa yang diyakini.
7. Membangun hubungan secara efektif: pemimpin
visoner sangatlah pandai dalam membangun
hubungan antar anggota, dalam hal memotivasi,
memberi, membuat anggotanya lebih maju dan
mandiri.
8. Inovatif dan proaktif: dalam berfikir pemimpin vioner
sangatlah kreatif dia mengubah berfiir konvesiomal
menjadi paradigma baru, ia sangatlah sosok pemimpin
yang kreatif dan aktif. Ia selalu mengamati langkah-
langkah ke depan dan isu-isu terbaru tentang organisasi
sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa agar
dapat menciptakan pendidikan yang produktif, maka setiap
pemimpin yang melaksanakan tanggungjawabnya harus

Dr. Basri, M. Pd. 149


mampu menetapkan terlebih dahulu visi dalam
melaksanakan program kerjanya guna dapat mencapai tujuan
yang diharapkan. Visi yang akan ditetapkan dan dirumuskan
terlebih dahulu dengan melibatkan unsur-unsur yang
berkompeten di bidang masing-masing dengan melibatkan
stakeholder.
Dengan demikian, kepemimpinan visioner adalah
kemampuan pemimpin untuk mencetuskan idea tau gagasan
suatu visi selanjutnya melalui dialog yang kritis dengan
unsur pimpinan lainnya merumuskan masa depan organisasi
yang dicita-citakan yang harus dicapai memalui komitmen
samua anggota organisasi melalui proses sosialisasi,
transformasi, implementasi gagasan-gagasan ideal oleh
pemimpin organisasi.
Setelah visi teridentifikasi dan ditentukan, maka
pemimpin harus mampu memperagakan visi agar dapat
dilaksanakan. Keterampilan yang diperlukan berkaitan
dengan efektifitas dalam peran visioner sebagaimana
dikemukakan oleh Wahyudi (2012:24) adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk menjelaskan kepada orang lain.
Pemimpin perlu menjelaskan visi dilihat dari segi
tindakan-tindakan yang dituntut dan sasaran-sasaran
memulai komunikasi lisan dan tertulis yang jelas.
2. Mampu mengungkapkan visi melalui perilaku
pemimpin. Ini berarti perilaku pemimpin yang secara
berkesinambungan mendorong pencapaian
misi.Sebagai contoh seorang pemimpin yang terjun
menangani urusan bawahan bila diperlukan agar
masyarakat mendapat pelayanan yang memuaskan.
3. Mampu memperluas visi kepada konteks
kepemimpinan yang lebih luas. Ini berarti kemampuan
untuk mengurutkan aktivitas-aktivitas sehingga visi

150 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


dapat diterapkan pada berbagai situasi pekerjaan pada
suatu organisasi.
Kepemimpinan pendidikan yang visioner pada
gilirannya akan menunjukkan kepemimpinan yang
berkualitas. John Adair (2009:23) mengemukakan ciri-ciri
pemimpin yang berkualitas yaitu:
a. Memiliki integritas pribadi.
b. Memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga
yang dipimpinnya.
c. Mengembangkan kehangatan dan budaya dan iklim
organisasi.
d. Memiliki ketenangan dalam manajemen organisasi.
e. Tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan
kelembagaan.
Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh
kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas
sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar
sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan
lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan
pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut
dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok.
Locke (1999:23) mengatakan bahwa kendati visi sangat
bervariasi, pernyataan visi yang membangkitkan inspirasi
dan memotivasi mempunyai persamaan karakteristik
tertentu, yaitu:
1. Ringkas, bahwa statement visi tidak dirumuskan dalam
kalimat yang panjang lebar, tetapi secara ringkas,
mudah dibaca, mudah dipahami dan dapat sering
dikomunikasikan.
2. Kejelasan; visi yang jelas, tidak mengandung penafsiran
yang berbeda-beda dari pembacanya. Pernyataan visi
yang jelas dapat mempengaruhi penerimaan dan
pemahaman yang menerimanya.

Dr. Basri, M. Pd. 151


3. Abstraksi; bahwa visi bukan tujuan operasional yang
hanya dapat diupayakan dan diraih dalam waktu yang
pendek, tetapi pernyataan ideal tentang cita-cita
organisasi yang mengakomodir kemajuan organisasi.
4. Tantangan; sebuah visi yang baik dirumuskan dengan
pernyataan yang menantang kemampuan personil,
personil yang tertantang dapat menunjukkan
kinerjanya secara optimal dan membentuk rasa percaya
diri yang besar.
5. Orientasi masa depan; visi adalah masa depan. Masa
depan visi adalah kualitas dari seluruh aspek
organisasi.
6. Stabilitas; visi bukan statement yang mudah berubah
karena ia dapat mengakomodir perubahan,
kepentingan dan keinginan organisasi dan individu
dalam jangka waktu yang relatif panjang, sehingga
perubahan-perubahan yang terjadi di luar organisasi
tidak membuat terancamnya visi organisasi.
7. Disukai; Kemampuan pemimpin menciptakan visi dan
menterjemahkannya dalam kenyataan disebut visionary
leadership merupakan sasaran yang menarik, sehingga
terjadi komitmen dari seluruh personil untuk
meraihnya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
pendidikan dapat dikatakan produktif apabila seorang
pemimpin dalam mengelola pendidikannya dapat
melakukan efektivitas dan efisiensi yang
dalampelaksanaannya menerapkan 7 konsep tersebut diatas,
sehubungan dengan penggunaan sumber daya pendidikan
yang tersedia seperti tenaga pendidik ataukependidikan,
dana, fasilitas (sarana dan prasarana), dan kompetensi
kurikulumagar dapat menghasilkan prestasi yang merata,
bermutu, relevan dan mempunyainilai ekonomi bagi

152 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


lulusannya, (sesuai keinginan dan harapan yang
ditetapkandalam visi) yang mampu bersaing di dunia kerja
sesuai keperluan masyarakat/stakeholder. Oleh karena itu,
dalam menghasilkan pendidikan yang produktif dari suatu
lembaga pendidikan, seharusnya dipimpin oleh seorang
pemimpin yangmempunyai visi atau pandangan jauh
kedepan tentang apa yang akan dibutuhkanpasar kerja sesuai
dengan perkembangan zaman dan dapat menghasilkan
sumberdaya manusia yang handal.
Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, secara
sederhana dapat diungkapkan ciri-ciri visi yang baik adalah
sebagai berikut:
1. Memperjelas arah dan tujuan.
2. Mudah dimengerti dan diartikulasikan.
3. Mencerminkan cita-cita dan menetapkan standar of
excellence.
4. Menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan
komitmen.
5. Menciptakan makna bagi anggota organisasi.
6. Merefleksikan keunikan atau keistimewaan organisasi.
7. Menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
organisasi.
8. Konstektual dalam.
Komariah dan Triatna (2017:121) melalui
pembahasannya selalu menghubungkan visi dengan misi,
core beliefs (keyakinan inti/dasar organisasi), dan core Values
(nilai-nilai inti organisasi), seperti terlihat pada Gambar 22
sebagai berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 153


Sumber: Komariah dan Triatna (2017: 121)
Gambar 22. Hubungan misi, visi, core beliefs, core values

Agar menjadi seorang pemimpin yang visioner, maka


kepala sekolah harus melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Memahami konsep visi. Visi adalah idealisasi
pemikiran tentang masa depan organisasi yang
merupakan kekuatan kunci bagi perubahan organisasi
yang menciptakan budaya dan perilaku organisasi
yang maju dan antisipatif terhadap persaingan global
sebagai tantangan zaman. Kepemimpinan visioner
adalah visi kepemimpinan yang harus dimiliki
berdasarkan rambu-rambu tersebut di atas untuk
mewujudkan sekolah yang bermutu.
2. Memahami karaktersitik dan unsur visi. Suatu visi
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memperjelas arah dan tujuan, mudah dimengerti
dan diartikulasikan.
b. Becerminkan cita-cita yang tinggi dan menetapkan
standard of excellence.

154 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


c. Menumbuhkan inspirasi, semangat, kegairahan dan
komitmen.
d. Menciptakan makna bagi anggota organisasi.
e. Merefleksikan keunikan atau keistimewaan
organisasi.
f. Menyiratkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
organisasi.
g. Kontekstual dalam arti memperhatikan secara
seksama hubungan organisasi dengan lingkungan
dan sejarah perkembangan organisasi yang
bersangkutan.
3. Memahami tujuan visi. Visi yang baik memiliki tujuan
utama yaitu:
a. Memperjelas arah umum perubahan kebijakan
organisasi.
b. Memotivasi staf untuk bertindak dengan arah yang
benar.
c. Membantu proses mengkoordinasi tindakan-
tindakan tertentu dari orang yang berbeda-beda.
Visi harus disegarkan sehingga tetap sesuai dan
sepadan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
lingkungan. Karena itu visi dalam konteks ini merupakan
atribut utama seorang pemimpin, sehingga tugas dan
tanggungjawab pimpinan untuk melahirkan, memelihara,
mengembangkan, menerapkan, dan menyegarkan visi agar
tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respons yang
tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan yang
dihadapi organisasi.
Menurut Komariah dan Triatna 2016:74), langkah-
langkah dalam menciptakan kepemimpinan visioner adalah
penciptaan visi, perumusan visi, transformasi visi, dan
implementasi visi Berdasarkan langkah-langkah tersebut,
maka penjabarannya adalah sebagai berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 155


1. Penciptaan visi. Visi tercipta dari hasil kreativitas pikir
pemimpin sebagai refkeksi profesionalisme dan
pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi
pemikiran mendalam dengan pengikut/personil lain
berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa
depan yang ingin diwujudkan bersama Pemimpin
sebagai pencipta visi berarti mampu memikirkan secara
kreatif masa depan organisasi. Terbentuknya visi
dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan,
pengalaman profesional, interaksi dan komunikasi
internsional, pertemuan keilmuan, kegiatan intelektual
yang membentuk pola pikir (mindset) tertentu.Dengan
demikian visi terbentuk dari perpaduan antara
inspirasi, imajinasi “insight”, nilai-nilai informasi,
pengetahuan, dan judgement.
2. Perumusan visi. Kepemimpinan visioner dalam tugas
perumus visi adalah kesadaran akan pentingnya visi
dirumuskan dalam statement yang jelas agar menjadi
komitmen semua personil dalam mewujudkannya
sehingga pemimpin berupaya mengelaborasi informsi,
cita-cita, keinginan pribadi dipadukan dengan cita-
cita/gagasan personil lain dalam forum komunikasi
yang intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi
organisasi.
3. Transformasi visi. Kemampuan membangun
kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan
efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders,
sehingga diperoleh sense of belonging dan sense of
ownership. Dalam upaya transformasi visi, kadang juga
terjadi kegagalan karena beberapa masalah dari visi.
Sebab kegagalan visi organisasi adalah sebagai berikut:
(a) Kerancuan visi dan misi; (b) Secara intrinsik visi dan
misi tidak betul-betul didambakan; (c) Visi dan misi

156 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


tidak mencerminkan penderitaan dan harapan; (d) Visi
dan misi tidak diyakini dapat dicapai; (e) Visi dan misi
tidak fleksibel; dan (f) Visi dan misi tidak didukung
oleh strategi organisasi dan system manajemen yang
tepat.
4. Implementasi visi. Implementasi visi merupakan
Kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan
menterjemahkan visi ke dalam tindakan.Visi
merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi
berperan dalam menentukan masa depan organisasi
apabila diimplementasikan secara komprehensif.
Hidayah (2017:61) menjeskan kepemimpinan begitu
kuat mempengaruhi kinerja organisasi sehingga sangat
rasional jika keterpurukan pendidikan salah satunya
disebabkan oleh kinerja kepemimpinan yang tidak dapat
menyesuiakan diri dengan perubahan dan juga tidak
memiliki perencanaan strategi pendiidkan yang adaptif
terhadap perubahan.
Kepemimpinan visioner atasan (ketua program studi,
dekan, dan rektor, bahkan kepala pemerintahan) yang bervisi
bekerja dalam empat pilar sebagaimana dikatakan Nanus
yaitu: penentu arah, agen perubahan, juru bicara, dan pelatih.
Penjabaran dari empat pilar tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Penentu arah. Pemimpin yang memiliki visi berperan
sebagai penentu arah organisasi. Disaat organisasi
sedang menemui kebingungan menghadapi berbagai
perubahan-perubahan dan struktur baru, visionary
leadership tampil sebagai pelopor yang menentukan
arah yang dituju melalui pikiran-pikiran rasional dan
cerdas tentang sasaran-sasaran yang akan dituju dan
mengarahkan perilaku-perilaku bergerak maju ke arah
yang diinginkan. Bersama-sama mereka, visionary
leadership menganalisa kemungkinan-kemungkinan

Dr. Basri, M. Pd. 157


yang dapat ditempuh, jalan-jalan atau teknik maupun
metode serta sumber daya terpilih apa yang dapat
digunakan untuk meraih kemajuan di masa depan.
2. Agen perubahan. Visionary leadership berperan sebagai
agen perubahan. Pemimpin bertanggung jawab untuk
merangsang perubahan di lingkungan internal.
Pemimpin tidak nyaman dengan situasi organisasi
statis dan status quo, ia memimpikan kesuksesan
organisasi melalui gebrakan-gebrakan baru yang
memicu kinerja dan menerima tantangan-tantangan
dengan menterjemahkannya ke dalam agenda-agenda
kerja yang jelas dan rasional. Peran kepemimpinan
yang memiliki visi adalah untuk menjadi pelopor
inovasi dan menjadi trigger bagi berbagai perubahan
yang terjadi ke arah lebih baik dalam
mengimplementasikan visi.
3. Juru bicara. Visionary leadership berperan sebagai juru
bicara. Seorang pemimpin tidak saja memiliki
kemampuan meyakinkan orang dalam kelompok
internal, tetapi lebih jauhnya lagi adalah bagaimana
pemimpin dapat akses pada dunia luar
memperkenalkan dan mensosialisasikan keunggulan-
keunggulan dan visi organisasinya yang lebih jauhnya
lagi berimplikasi pada kemajuan organisasi dari hasil
negosiasi-negosiasi yang dapat berakhir dengan
kerjasama mutualistik yang menyenangkan secara
moril maupun materil.
4. Pelatih. Visionary leadership berperan sebagai pelatih.
Sebagai pelatih dituntut kesabaran dan suri tauladan
(yang didasari kemampuan/keahlian dan akhlaq
mulia). Sebagai pelatih yang efektif pemimpin haru
smengkomunikasikan, mensosialisasikan sekaligus
bekerja sama dengan orang-orang untuk membangun,

158 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


mempertahankan, dan mengembangkan visi yang
dianutnya, basic competencies yang dipersyaratkannya,
budaya yang harus diciptakan, dan perilaku yang harus
ditampilkan organisasi dan bagaimana cara-cara
merealisasikan visi ke dalam budaya dan perilaku
organisasi. Ini semua menuntut pemimpin sebagai
pakar/ahli yang bertugas sebagai pelatih yang dapat
menularkan kemampuannya kepada orang lain.
Apabila kita mencermati argumentasi tentang Visionary
leadership, maka model kepemimpinan yang dikembangkan
Locke (2010: 7) hampir selaras dengan ide-idenya seperti
terlihat dalam Gambar 23 berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 159


Sumber: Locke (2010:7)
Gambar 23. Kepemimpinan yang dikembangkan Locke

160 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Secara konseptual model kepemimpinan visioner dapat
dilihat pada Gambar 24 di bawah ini:

Wirawan (2017: 452)


Gambar 24. Model Konseptual Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan visioner merupakan interaksi sosial


yang dilakukan antara ketua prodi dan personil lainnya
(dosen, tenaga kependidikan lain, mahasiswa, staf
administrasi, dan stakeholders) untuk transformasi sistem nilai
yang didasarkan pada berbagai perubahan di masa depan
yang dimanipestasikan dalam visi untuk mencapai
universitas yang berkualitas. Universitas yang berkualitas
yang memaksimalkan usahanya dalam pencapaian tujuan
Universitas yaitu kualitas lulusan yang berorientasi pada
lulusan yang memiliki kualifikasi yang berorientasi pada
kebutuhan dunia kerja. Sebuah universitas yang dapat

Dr. Basri, M. Pd. 161


menjalankan secara maksimal fungsi perguruan tinggi
sebagai menara gading. Dalam penelitian ini (berkaitan
dengan kepemimpinan visioner) lebih diarahkan pada
lulusan yaitu mahasiswa dengan kemampuannya yaitu
kompetensi keagamaan, kompetensi akademik, kompetensi
personal, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan
kompetensikepribadian. Pendidikan yang produktif dapat
dihasilkan dengan menggunakan sumber daya yang tersedia
secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan dalam visi.
Berdasarkan uraian di atas, gaya kepemimpinan
visioner adalah profil seorang atasan yang memiliki pilar
pencipta visi, mengartikulasikan visi, terpercaya, realistis dan
mampu sebagai pemikir handal secara kreatif pada masa
depan suatu organisasi, dimana kehidupan pendidikan
mampu berdaya saing dengan kebutuhan perkembangan
informasi dan transformasi global. Dengan indikator: (1)
Pencipta Visi, (2) Mengartikulasikan visi, (3) Terpercaya, dan
(4) Realistis.

B. Karakteristik Kepemimpin Visioner


Semua pemimpin memiliki gaya dan karakter masing-
masing dalam kepemimpinan mereka. Gaya juga penting
dalam memimpin organisasi, tetapi yang tidak kalah
pentingnya adalah karakter sebagai penentu berjalannya
organisasi dengan baik. Karakter pemimpin visioner akan
berpikir kreatif dan inovatif untuk membangun
organisasinya.
Ari Susanto (2021) mengemukakan bahwa beberapa
karakteristik utama kepemimpinan visioner (visionary
leadership) adalah sebagai berikut:

162 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


1. Berani mengambil risiko. Seorang visioner memahami
risiko dari pilihan keputusan yang diambilnya,
memperhitungkannya, dan berani mengambil langkah
maju.
2. Optimistis. Pemimpin visioner selalu berpikir
optimistis dan memercayai apa yang digambarkan di
kepalanya dapat diwujudkan meski terlihat sulit dan
menantang.
3. Terbuka terhadap ide baru. Pemimpin visioner
mendengarkan pendapat anggota timnya, membuka
diri terhadap ide-ide baru, dan tidak takut gagal.
4. Mengambil tanggung jawab. Pemimpin visioner
membuat keputusan di luar pemikiran umum. Setelah
pilihan diambil, maka ia akan bertanggung jawab
penuh atas keputusan tersebut.
5. Inovatif. Pemimpin visioner memiliki pikiran sangat
imajinatif, menyukai inovasi, dan tertarik pada
pembaruan.
6. Berpikir strategis. Seorang visioner tidak fokus pada
hal-hal teknis, melainkan pada masalah yang lebih
besar, seperti merumuskan visi dan merancang strategi
untuk mencapainya.
7. Berorientasi jangka panjang. Pemimpin visioner lebih
berorientasi pada tujuan jangka panjang, bukan sekadar
memenuhi target dan keuntungan jangka pendek.
Dengan karakter di atas, visionary leadership lebih
mengutamakan hal-hal strategis, namun ia kerap kehilangan
fokus pada masalah detail yang juga penting. Sebagai
balancing harus perlu mempekerjakan orang-orang yang
punya kecakapan menangani hal teknis dan detail. Ciri khas
lain adalah berani mengambil risiko tinggi dan
mengorbankan semua yang mereka punya untuk investasi
mewujudkan mimpi mereka. Kemudian tantangan juga

Dr. Basri, M. Pd. 163


kerap menerpa visionary leadership karena ia terlalu fokus
pada satu rencana besar masa depan kerap menyebabkan
pemimpin mengabaikan target dan tujuan jangka pendek.
Dengan tantangan tersebut, pemimpin yang punya visi besar
lebih baik memiliki orang-orang yang kompeten di
sekitarnya yang dapat diandalkan untuk menangani tugas-
tugas secara mandiri. Ini akan membantu pemimpin dalam
banyak pekerjaan penting, termasuk membuat keputusan
yang sifatnya detail.
Menurut Komariah dan Cepi Triatna (2005:91), langkah-
langkah dalam menciptakan kepemimpinan visioner adalah
penciptaan visi, perumusan visi, transformasi visi, dan
implementasi visi. Berdasarkan langkah-langkah tersebut,
maka penjabarannya adalah sebagai berikut:
1. Penciptaan visi. Visi tercipta dari hasil kreativitas pikir
pemimpin sebagai refkeksi profesionalisme dan
pengalaman pribadi atau sebagai hasil elaborasi
pemikiran mendalam dengan pengikut/personil lain
berupa ide-ide ideal tentang cita-cita organisasi di masa
depan yang ingin diwujudkan bersama Pemimpin
sebagai pencipta visi berarti mampu memikirkan
secara kreatif masa depan organisasi. Terbentuknya
visi dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan,
pengalaman profesional, interaksi dan komunikasi
internsional, pertemuan keilmuan, kegiatan
intelektual yang membentuk pola pikir (mindset)
tertentu.Dengan demikian visi terbentuk dari
perpaduan antara inspirasi, imajinasi “insight”, nilai-
nilai informasi, pengetahuan, dan judgement.
2. Perumusan visi. Kepemimpinan visioner dalam tugas
perumus visi adalah kesadaran akan pentingnya visi
dirumuskan dalam statemen yang jelas agar menjadi
komitmen semua personil dalam mewujudkannya

164 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


sehingga pemimpin berupaya mengelaborasi informsi,
cita-cita, keinginan pribadi dipadukan dengan cita-
cita/gagasan personil lain dalam forum komunikasi
yang intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi
organisasi.
3. Transformasi visi. Kemampuan membangun
kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan
efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders,
sehingga diperoleh sense of belonging dan sense of
ownership. Dalam upaya transformasi visi, kadang juga
terjadi kegagalan karena beberapa masalah dari visi.
Sebab kegagalan visi organisasi adalah sebagai berikut:
a. Kerancuan visi dan misi.
b. Secara intrinsik visi dan misi tidak betul-betul
didambakan.
c. Visi dan misi tidak mencerminkan penderitaan dan
harapan.
d. Visi dan misi tidak diyakini dapat dicapai.
e. Visi dan misi tidak fleksibel.
f. Visi dan misi tidak didukung oleh strategi organisasi
dan sistem manajemen yang tepat
4. Implementasi visi. Implementasi visi merupakan
Kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan
menterjemahkan visi ke dalam tindakan.Visi
merupakan peluru bagi kepemimpinan visioner. Visi
berperan dalam menentukan masa depan organisasi
apabila diimplementasikan secara komprehensif.
Nurul Hidayah (2017:61) menjelaskan kepemimpinan
begitu kuat mempengaruhi kinerja organisasi sehingga
sangat rasional jika keterpurukan pendidikan salah satunya
disebabkan oleh kinerja kepemimpinan yang tidak dapat
menyesuiakan diri dengan perubahan dan juga tidak

Dr. Basri, M. Pd. 165


memiliki perencanaan strategi pendidikan yang adaptif
terhadap perubahan.
Seorang Profesor Emeritus di University of Southern
California (AS) Burton Nanus atau dalam tulisannya sering
menulis Burt Nanus (2001:23) mengemukakan bahwa
kepemimpinan visioner bekerja dalam empat pilar, yaitu
penentu arah, agen perubahan, juru bicara, dan pelatih.
Penjabaran dari empat pilar tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Penentu arah (direction setter). Pemimpin yang memiliki
visi berperan sebagai penentu arah organisasi. Di saat
organisasi sedang menemui kebingungan menghadapi
berbagai perubahan-perubahan dan struktur baru,
visionary leadership tampil sebagai pelopor yang
menentukan arah yang dituju melalui pikiran-pikiran
rasional dan cerdas tentang sasaran-sasaran yang akan
dituju dan mengarahkan perilaku-perilaku bergerak
maju ke arah yang diinginkan. Bersama-sama mereka,
visionary leadership menganalisa kemungkinan-
kemungkinan yang dapat ditempuh, jalan-jalan atau
teknik maupun metode serta sumber daya terpilih apa
yang dapat digunakan untuk meraih kemajuan di masa
depan.
2. Agen perubahan (agent of change).Visionary leadership
berperan sebagai agen perubahan. Pemimpin
bertanggung jawab untuk merangsang perubahan di
lingkungan internal. Pemimpin tidak nyaman dengan
situasi organisasi statis dan status quo, ia memimpikan
kesuksesan organisasi melalui gebrakan-gebrakan baru
yang memicu kinerja dan menerima tantangan-
tantangan dengan menterjemahkannya ke dalam
agenda-agenda kerja yang jelas dan rasional. Peran
kepemimpinan yang memiliki visi adalah untuk
menjadi pelopor inovasi dan menjadi trigger bagi

166 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


berbagai perubahan yang terjadi ke arah lebih baik
dalam mengimplementasikan visi.
3. Juru bicara (spokesman). Visionary leadership berperan
sebagai juru bicara. Seorang pemimpin tidak saja
memiliki kemampuan meyakinkan orang dalam
kelompok internal, tetapi lebih jauhnya lagi adalah
bagaimana pemimpin dapat akses pada dunia luar
memperkenalkan dan mensosialisasikan keunggulan-
keunggulan dan visi organisasinya yang lebih jauhnya
lagi berimplikasi pada kemajuan organisasi dari hasil
negosiasi-negosiasi yang dapat berakhir dengan
kerjasama mutualistik yang menyenangkan secara
moril maupun materil.
4. Pelatih (coach). Visionary leadership berperan sebagai
pelatih. Sebagai pelatih dituntut kesabaran dan suri
tauladan (yang didasari kemampuan/keahlian dan
akhlaq mulia). Sebagai pelatih yang efektif pemimpin
haru smengkomunikasikan, mensosialisasikan
sekaligus bekerja sama dengan orang-orang untuk
membangun, mempertahankan, dan mengembangkan
visi yang dianutnya, basic competencies yang
dipersyaratkannya, budaya yang harus diciptakan, dan
perilaku yang harus ditampilkan organisasi dan
bagaimana cara-cara merealisasikan visi ke dalam
budaya dan perilaku organisasi. Ini semua menuntut
pemimpin sebagai pakar/ahli yang bertugas sebagai
pelatih yang dapat menularkan kemampuannya kepada
orang lain.
Menurut pakar psikologi dan motivasi ternama
Amerika Serikat, Edwin A. Locke (1999), motif dan sifat-sifat
yang termasuk karakteristik dari pemimpin yang efektif dapat
dikategorikan sebagai berikut:

Dr. Basri, M. Pd. 167


1. Penuh dengan dorongan, energi dan ambisi.
2. Ulet dan proaktif dalam mengejar tujuannya.
3. Ingin memimpin bukan hanya mendambakan
kekuasaan demi mendominasi orang lain, tetapi demi
mencapai tujuan secara menyeluruh.
4. Jujur dan memiliki integritasnya tidak hanya dapat
dipercaya, tetapi mereka juga mempercayai orang lain.
5. Memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi tidak
hanya dapat melakukan tanggung jawab serius dan
menghasilkan kepercayaan kepada orang lain tetapi
untuk mengatasi banyak situasi yang berpotensi yang
menimbulkan kesulitan dengan mennyelesaikan secara
kreatif.
6. Sangat fleksibel secara strategis ketika situasi
membutuhkan seperti kharismatik tetapi hal ini tidak
penting untuk kepemimpinan yang efektif.

C. Syarat dan Ciri Kepemimpin Visioner


Kepemimpinan visioner merupakan pola
kepemimpinan yang berusaha untuk menggerakkan orang-
orang ke arah impian bersama dengan dampak iklim emosi
paling positif dan paling tepat digunakan saat perubahan
membutuhkan visi baru atau ketika dibutuhkan arah yang
jelas (Daniel Goleman, 2002:65).
Syarat yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner
(visionary leadership) menurut Daniel Goleman (2002:107)
adalah memiliki visi sebagai penggerak cita-cita yang ingin
diwujudkan. Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai
oleh kemampuan pemimpin dalam membuat perencanaan
yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan
tergambar sasaran yang hendak dicapai dari pengembangan
lembaga yang dipimpinnya. Daniel Goleman (2002:69)

168 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


mengungkapkan ciri-ciri kepemimpinan visioner
menggunakan inspirasi bersama yaitu kepercayaan diri,
kesadaran diri dan empati. Pemimpin visioner akan
mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupaka
tujuan sejati dan selaras dengan nilai bersama orang-orang
yang dipimpinnya. Dan karena memang meyakini visi itu,
mereka dapat membimbing orang–orang menuju visi
tersebut dengan tegas. Kepemimpinan visioner dapat
merasakan perubahan orang lain dan memahami sudut
pandang mereka berarti bahwa seorang pemimpin dapat
mengartikulasikan sebuah visi yang benar-benar
menginspirasi.

D. Kompetensi Kepemimpinan Visioner


Seorang pemimpin visioner harus bisa menjadi penentu
arah, agen perubahan, juru bicara danpelatih. Oleh karena itu
seorang pemimpin visioner harus: (1) menyusun arah dan
secara personal sepakat untuk menyebarkan kepemimpinan
visioner ke seluruh organisasi; (2) memberdayakan para
karyawan dalam bertin- dak untuk mendengar dan
mengawasi umpan balik; (3) selalu memfokuskan perhatian
dalam membentuk organisasi mencapai potensi terbesarnya
(Erman Anom, 2008:150).
Pemimpin visioner setidaknya harus memiliki empat
kompetensi kunci sebagaimana dikutip dari Burt Nanus
(1992:10), yaitu:
a. Seorang pemimpin visioner harus memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
dengan manajer dan karyawan lainnya dalam
organisasi. Kemampuan berkomunikasi sangat
dibutuhkan oleh seorang pemimpin, sebab untuk
mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dalam

Dr. Basri, M. Pd. 169


organisasi perlu adanya proses komunikasi. Selain itu
seorang pemimipin yang memiliki kemampuan
berkomunikasi dengan baik akan menumbuhkan iklim
organisasi yang baik pula.
b. Seorang pemimpin visioner harus memahami
lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi
secara tepat atas segala ancaman dan peluang.
Lingkungan luar merupakan pihak yang akan
menikmati hasil dari kerja organisasi, sehingga seorang
pemimpin visioner dituntut untuk paham dan segera
bertindak untuk mengantisipasi perubahan lingkungan
luar organisasi dengan harapan layanan yang akan
diberikan akan sesuai sengan perubahan yang terjadi.
c. Seorang pemimpin visioner memegang peran penting
dalam membentuk dan mempengaruhi praktek
organisasi, prosedur, produk dan jasa. Kompetensi
yang dimaksud dalam hal ini adalah keterlibatan secara
langsung seorang pemimpin dalam segala proses
pelaksanaan kegiatan organisasi, sehingga pemimpin
akan mengetahui sejauh mana pelaksanaan kegiatan
organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
d. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau
mengembangkan pengalaman masa lalu untuk
mengantisipasi masa depan. Pemimpin pasti memiliki
pengalaman yang lebih banyak dibanding anggota
organisasi yang lain, diharapkan dengan adanya
kelebihan itu pemimpin mampu menjadi evaluator
rencana sebelum rencana tersebut dilaksanakan sebagai
program kerja sesuai dengan pengalaman yang telah
dimilki oleh pemimpin.

170 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Dikutip dari Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi
yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner yaitu:
a. Visualizing, yaitu pemimpin visioner hendaknya
mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang
akan dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas
kapan hal itu akan dapat dicapai. Sehingga dalam
pelaksanaannya usaha pencapaian tujuan organisasi
akan tepat perhitungan awal.
b. Futuristic Thinking, yaitu pemimpin visioner tidak
hanya memikirkan sejauh mana posisi organisasi pada
saat ini, tetapi lebih memikirkan sejauh mana posisi
oganisasi yang ingin dicapai pada masa yang akan
datang.
c. Showing Foresight, yakni pemimpin visioner adalah
perencana yang dapat memperkirakan masa depan.
Dalam membuat rencana tidak hanya
mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi
mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi
dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
rencana.
d. Proactive Planning, yaitu pemimpin visioner
menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk
mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu
mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan
potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk
menanggulangi rintangan itu sehingga seorang
pemimpin haruslah selalu aktif mengikuti sejauh mana
rencana dijalankan serta mengetahui apa saja kendala
yang dihadapi.
e. Creative Thinking, yaitu dalam menghadapi tantangan
pemimpin visioner berusaha berfikir kreatif dan
inovatif dalam mencari alternatif jalan keluar yang baru
dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah.

Dr. Basri, M. Pd. 171


f. Taking Risks, yaitu pemimpin visioner berani
mengambil resiko dan menganggap kegagalan sebagai
peluang bukan kemunduran. Sehingga ketika
organisasi mengalami kegagalan dalam mencapai
tujuan, pemimpinlah yang akanmenjadi motivator bagi
anggota organisasi lain unruk tetap semangat.
g. Process alignment, yaitu pemimpin visioner mengetahui
bagaimana caramenghubungkan sasaran dirinya
dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera
menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen
pada seluruh organisasi.
h. Coalition building, yaitu pemimpin visioner menyadari
bahwa dalam rangka mencapai sasaran organisasinya,
dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik
ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari
peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam
individu, departemen dan golongan tertentu.
i. Continuous Learning, yakni pemimpin visioner harus
mampu dengan teratur mengambil bagian dalam
pelatihan dan berbagai jenis pengembangan lainnya,
baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin
visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau
positif, sehingga mampu mempelajari situasi.
Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk
bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang
dapat memperluas pengetahuan, memberikan
tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.

172 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


j. Embracing Change, yaitu pemimpin visioner mengetahui
bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting
bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika
ditemukan perubahan yang tidak diinginkan
pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang
dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut
(Sanusi, A, 2009:123).

E. Hakekat Gaya Kepemimpinan Visioner


Menurut Robbins (2014: 334-345) gaya Kepemimpinan
Visioner (Visionary Leadership Style) adalah pola kemampuan
dan perilaku dalam menciptakan dan mengartikulasi visi
organisasi (atau unit kerja dalam organisasi) secara realistik,
dipercaya (credible) dan menarik, serta bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kondisi organisasi.
Dijelaskan pula bahwa seorang pemimpin Visioner memiliki
kualitaskualitas tertentu, yaitu (a) memiliki kemampuan
menjelaskan dan mengartikulasi visi kepada pengikutnya, (b)
mampu memerinci langkah-langkah tindakan yang
diperlukan untuk mencapai visi tersebut, (c) menunjukkan
perilaku-perilaku yang menjadi teladan (contoh) dalam
kegiatan-kegiatan pencapaian visi, dan (c) memiliki
kemampuan menjabarkan visi tersebut menjadi tujuan-tujuan
yang harus dicapai pada tiap bagian dalam organisasi.
Sooksan Kantabutra dan Gayle C. Avery (2006:57-65)
mengemukakan bahwa karakter yang menonjol pada
pemimpin visioner adalah kemampuannya menghubungkan
kondisi saat kini dengan kondisi masa depan yang
diinginkan. Hasil penelitian Kantabutra dan Avery tersebut
memberikan kesimpulan bahwa keberhasilan kinerja para
pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan visioner
terletak pada 2 faktor utama, yaitu: (a) kemampuan

Dr. Basri, M. Pd. 173


mengarahkan bawahannya pada visi yang akan dicapai
(vision guiding), dan (b) mendorong keterlibatan emosional
(emotional commitment) bawahannya dalam proses pencapaian
visi.
Suwit Yordsala, Kowat Tesaputa dan Anan Sri-Ampai
(2014: 92-101) mengemukakan bahwa terdapat 5 kualitas
pada diri para pimpinan sekolah (school administrators) yang
memiliki gaya Kepemimpinan Visioner yang menonjol, yaitu
(a) mendorong bawahan untuk mengembangkan inisiatif-
inisiatif baru dan inovasi-inovasi, (b) menjadi contoh
(teladan) bagi bawahannya, (c) mengembangkan visi bersama
(shared vision) dengan bawahannya, (d) menggalang pola
bekerja kelompok (teamwork), dan (e) meningkatkan spirit
dan antusiasme bekerja melalui keberhasilan-keberhasilan
kerja kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa Gaya Kepemimpinan Visioner adalah
pola kemampuan dan perilaku yang dimiliki pemimpin
dalam menciptakan dan mengartikulasi visi organisasi secara
realistik, dipercaya dan menarik, yaitu dengan
menghubungkan kondisi organisasi saat ini dengan kondisi
organisasi yang diinginkan pada masa depan.
Kualitas dan karakteristik sebagai indikator-indikator
gaya kepemimpinan visioner adalah:
a. Kemampuan “Visioning”, yaitu kemampuan
mengartikulasi visi, mengarahkan bawahan pada visi
yang akan dicapai, mengembangkan visi bersama, dan
menggalang pola bekerja kelompok untuk mencapai
visi bersama.
b. Keteladanan, yaitu menjadi contoh bagi bawahannya,
dengan menunjukkan perilakuperilaku yang diteladani
bawahan dalam kegiatan pencapaian visi.

174 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


c. Keterlibatan emosional bawahannya, dengan cara
melibatkan bawahan dalam menjabarkan visi menjadi
tujuan-tujuan pada tiap kelompok kerja mereka.
d. Peningkatan spirit (semangat kerja) bawahannya
melalui penghargaan pada keberhasilan-keberhasilan
kerja masing-masing kelompok.
Robbins (2003: 344-345) serta Suwit Yordsala, Kowat
Tesaputa dan Anan SriAmpai (2014:92-101) memiliki
pandangan yang sama bahwa gaya kepemimpinan visioner
digunakan secara efektif oleh organisasi-organisasi yang
ingin melakukan perubahan besar pada masa depan, ingin
merubah atau menciptakan citra organisasi yang baru, atau
organisasi-organisasi yang ingin melakukan konsolidasi
internal dalam menetapkan strategi organisasi.
Dalam konteks fungsi-fungsi manajemen, Gaya
Kepemimpinan Visioner menekankan pentingnya fungsi
perencanaan (planning), khususnya dalam hal perencanaan
strategik (strategic planning) suatu organisasi atau unit kerja.

F. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Visioner


terhadap Motivasi Kerja
Kepemimpinan visioner adalah pola kepemimpinan
yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha
yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota
organisasi dengan cara memberi arahan dan makna pada
kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas.
Gaya kepemimpinan visioner juga bisa dipengaruhi oleh
motivasi kerja. Ketika Gaya kepemimpinan visioner
meningkat, akan berdampak terhadap peningkatan motivasi
kerja. Motivasi berasal dari kata motif, yaitu apa yang
menggerakan atau mendorong seseorang melakukan suatu
yang berhubungan dengan jawaban pertanyaan mengapa

Dr. Basri, M. Pd. 175


demikian tingkah laku sesorang. Motivasi adalah dasar
terpenting untuk menetapkan sebuah perencanaan,
keterampilan organisasi dan pembuatan kebijakan serta
penilaian perilaku kognitif. Dalam hal ini, maka dapat diduga
bahwa kepemimpinan visioner ketua program studi
berpengaruh postif terhadap motivasi kerja.
Gaya kepemimpinan visioner merupakan bentuk
kemampuan pimpinan mempengaruhi bawahan/dosen agar
tercapai tujuan, visi misi organisasi. Dalam menerapkan
kekuasaan dan pengaruhnya ketua program studi, dekan,
dan rektor sebagai pemimpin universitas akan selalu
mengupayakan tidak terjadinya reaksi yang menentang dari
dosen, walaupun dalam hal untuk menegakkan disiplin.
Upaya yang dapat dilakukan oleh seorang pimpinan
adalah menerapkan kekuasaan dengan pendekatan
kolaboratif, artinya keputusan atau kebijaksanaan yang
diambil hendaknya dapat memenuhi untuk tercapainya visi
dimasa depan, dan juga memperhatikan nilai-nilai pribadi
dari dosen dan juga tidak mengabaikan nilai-nilai organisasi.
Dalam arti ketua program studi atau dekan dalam
menerapkan gaya kepemimpinannya terhadap dosen
menganggap sebagai mitra bukan hanya sebagai bawahan,
sehingga dosen merasakan keberadaannya diakui dan
diterima sebagai bagian dari organisasi. Hal ini tentunya akan
menyebabkan semakin meningkatkan rasa memiliki,
tanggung jawab dan kesetiaan dosen terhadap universitas.
Dosen akan mengupayakan segenap potensinya untuk dapat
meningkatkan mutu lulusan mahasiswa yang didiknya, serta
merasakan maju mundurnya universitas merupakan
tanggung jawab dan pertaruhan harga dirinya sebagai
anggota organisasi, dan bukan karena diberikan gaji dan
jaminan hidup yang layak, dalam arti peran dosen bukanlah
sebatas pemenuhan kebutuhan jasmani, namun merupakan

176 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


pertaruhan harga diri sebagai bagian dari organisasi. Dengan
demikian dapat diduga gaya kepemimpinan visioner atasan
berpengaruh positif terhadap komitmen organisasi.
Kepemimpinan visioner (visionary leadership) adalah hal
penting dalam organisasi. Sebagaimana Rasulullah Saw
bersabda: “Apabila keluar tiga orang dalam suatu perjalanan,
hendaknya salah seorang mereka itu dijadikan pemimpin”
(idza kharaja tsalatsatun fi safari, fal yuamirul ahadahum)” (HR.
Abu Daud). Suatu organisasi memiliki kompleksitas, baik
barang/jasa maupun ide, menghadapi berbagai perubahan
yang senantiasa melingkupi setiap saat, menghadapi
berbagai karakteristik personel yang dapat mengembangkan
maupun melemahkan. Hal ini menjadi alasan diperlukannya
orang yang tampil mengatur, memberi pengaruh, menata,
mendamaikan, member penyejuk, dan dapat menetapkan
tujuan yang tepat saat anggota tersesat atau kebingungan
menetapkan arah. Di sinilah perlunya pemimpinan yang
melaksanakan kepemimpinan.

Dr. Basri, M. Pd. 177


DAFTAR
PUSTAKA

1. Buku Teks
Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju
Sekolah Efektif, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Andrew, W. Halpin, Leader Behaviour, New York: The
McMillan, 1970.
As’ad, Psikologi Industri (Seri Ilmu Sumber Daya Manusia),
Yogyakarta, Liberty, 2002.
Abdul Syani, Manajemen Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara,
2000.
Aunur Rohim Fakih–Iip Wijayanto, Kepemimpinan Islam,
Yogyakarta: UII Press, 2001.
Aziz Abdul Wahab, Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan
Pendidikan: Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan
Organisasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta, 2008.
Baharuddin & Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan Islam,
Yogyakarta: ar-Ruzz Media, 2012.
Bernard M. Bass., Stogdills Handbook of Leadership: A Survey of
Theory and Research, New York: McMillan Publishing
Co. Inc, 1981.
Becker, F,D., Creating Environment in Organizations, New York:
Proger Publisher, 1981.
Bill Hybels, Courageous Leadership (Kepemimpinan yang Berani).
Alih Bahasa: Anne Natanae, Batam: Gospel Press, 2004.

178 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Bob Seelert, Start With the Answer: Pemikira Lain bagi Pemimpin,
(Alih bahasa: Natalia RS), Jakarta: PT. Alex
Kompotindo, 2009.
Buchari Alma, Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa
Pendidikan, Bandung: Alpabeta, 2008.
Buchari Alma dan R. Hurryati, Manajemen Coorporate dan
Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan, Bandung: Alfabeta,
2008.
Burt Nanus, Visionary Leadership: Creating a Compelling Sense of
Direction for Your Organization, San Francisco, CA:
Jossey-Bass Publishers, 1992.
Coulquitt, J, A.,Lepine, J,A. and Wesson, M.J., Organizational
Behavior. Improving Permormance and Comitment in The
Workplace, New York: Mc Graw-Hill International
Edition, 2009.
Clayton, McNamara, Organizational Culture. Oxford: Oxford
University Press, 1998.
Daniel Goleman, Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi,
(Terj-Susi Purwoko), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2002.
Daryanto, Administrasi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
---------, Kepala Sekolah Sebagai Pemimpin Pembelajaran,
Yogyakarta: Gava Media, 2011.
Debra L. Nelson dan James Campbell Quick, Organizational
Behavior. South Western: Thomson Corporation, 2006.
Departemen Pendidikan Nasional, Undang-undang Republik
Indonesia Tentang Sistim Pendidikan Nasional, Jakarta:
Depdiknas, 2003.
Depdikbud, Dinamika Kelompok, Proyek Pengembangan
Perguruan Tinggi Tenaga Kependidikan Depdikbud,
Jakarta: Depdikbud, 1985.

Dr. Basri, M. Pd. 179


Didin Kurniawan & Imam Machali, Menajemen Pendidikan,
Konsep dan Prinsip mengelola pendidikan, Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016.
Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Kencana, 2009.
Edgar H. Schein, Organizational Culture and Leadership, United
State: Jossey-Bass, 2004.
Edwin A. Locke, The Essence of Leadership: The Four Keys to
Leading Succussfully, New York: Lexington Books, 1999.
Edwin A. Locke & Associates, Esensi Kepemimpinan : Empat
Kunci untuk Kepemimpinan Penuh Kebersihan., (Terj-Aris
Ananda), Jakarta: Mitra Utama, 1997.
Engkoswara dan Aan Komariah, Administrasi Pendidikan,
Bandung: Alfabeta, 2010.
Ermaya Suradinata, Psikologi Kepegawaian dan Peranan
Pimpinan dalam Motivasi Kerja, Bandung: CV Ramadan,
1995.
John Adair, Kepemimpinan yang Memotivasi, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
John W. Newstoom dan Davis Keith, Organizational Behavior
Human Behavior at Work. New Delhi: Mc. Graw-Hill,
1999.
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004.
Fred Luthans, Perilaku Organisasi, Yogyakarta: ANDI, 2006.
---------, Organization Behavior, 10th. Edition, (Terj- Vivin
Andhika Yureno. Dkk), Yogyakarta: Andi, 2006.
Garry Dessler, Human Resource Management, Edisi 7 Jilid I.
Alih Bahasa Benyamin Molan, Jakarta: PT Prenhallindo,
2004.
Gibson et al., Organisasi, Jilid 2, alih bahasa Nunuk Adiarni,
Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, 2003.

180 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Gibson, J.L, Ivancevich, J, M, Donnelly, Jr, J, H. and
Konopashe, R., Organizational Behavior, Structure,
Processes. New York: Mc. Graw Hill Companies, Inc,
2005.
Greenberg, J. and R. A. Baron, Behaviar in Organizations:
Understanding & Managing The Human Side Of Word Fith
Editions Englewood Clift, New Jersy: Prentice: Hall. Inc,
1995.
Griffin, W.R and Ebert, R.J., Business: Seventh edition, New
Jersey: Pearson Prentice –Hill, 2004.
Gunawan, J., Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi (SPM-PT), Dewan Pendiditan Tinggi,
Ditjen Dikti Depdiknas, 2006.
Hadari Nawawi, Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
Hadari Nawawi, Kepemimpinan menurut Islam, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 1993.
Hadis, Abdul dan Nurhayati, Manajemen Mutu Pendidikan.
Bandung: Alfabeta, 2010.
Hampden T. C., Corporate Culture: How to General
Organizational Streght and Lasting Commencial Advantage,
London: Judy Piatkas, 1994.
Harper, Stephen C., The Forward-Focused Organization:
Visionary Thinking and Breakthrough Leadership to Create
Your Comapany’s Future. New York: AMACOM, 2001.
Hendyat Soetopo, Perilaku Organisasi: Teori dan Praktik di
Bidang Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
2010.
Herbert ,A. S., Administrative Behavior. New York: The Free
Press, 1997.
Hersey, P and Kenneth H. B., Management of Organizational
Behavior, Utilizing Human Resources, New York: Printice
– Hall International, Inc, 1988.

Dr. Basri, M. Pd. 181


Hani Handoko T., Manajemen Personalia dan Sumber Daya
Manusia, Yogyakarta: BPFE UGM, 2011.
Irianto Anton, Born To Win Kunci Sukses Tak Pernah Gagal,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Ivancevich, J, M. R, Konopashe, and M. T. Matteson,
Organization Behaviar and Management. Seventh Edition
Baston: Mc. Graw Hill, 2005.
Jaffe. D., Organizational Theory, Singapore: Mc-Graw-Hill
International Edition, 2001.
James A.F Stoner, Manajemen, (Terj-Alexander Sindoro),
Jakarta: Prenhallindo, 1992.
James A.F. Stoner, R dan Edward Freeman, Management, New
Jersey: Prentice Hall Inc, 1992.
Jalal. F., Perguruan tinggi Indonesia Harus Berlari Kencang,
Jakarta: Dikti.com, 2008.
Jeffrey J. Mayer, Success is a Journal 7 Step to Achieve Success in
the Bussiness of Life, New York: McGraw|-Hill
Companeis, 2001.
Jeninfers G,M. and G.R. Jones, Understanding and Managing
Organizational Behaviar, Fourth Editorial Upper Saddle
River, New Jersey: Pearson Education, Inc, 2005.
John L. Pierce, John W. Newstrom, Leaders & the Leadership
Process: Readings, Self-assesments, and Applications,
United States of America: Austen Press, 1995.
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah
Pemimpin Abnormal Itu, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
1994.
Kontz, H, D., and H. Weinrich, Management, Singapore:
Mc.Graw Hillbook Co, 1988.
------------, Management (terj), Edisi Kedelapan, Jakarta:
Penerbit Erlangga, 2005.
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1997.

182 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Kreitner, Robert and Kinichi, Angelo, Perilaku Organisasi.
Terjemahan Erly Suandy buku 2, Jakarta: Salemba
Empat, 2005.
Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2009.
Martoyo, S., Managemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta,
BPFE, 1998.
Marshal Saskhin, “Visionary Leadseship” in Contenporary Issues
in Leadership.New York: The Free Press, 1995.
Meitinana Indrasari, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan:
Tinjauan dari Dimensi Iklim Organisasi, Kreativitas
Individu, dan Karakteristik Pekerjaan, Sidoarjo: Indomedia
Pustaka, 2017.
Mesiiono, Manajemen & Organisasi, Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2015.
Mulyasa, E, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan
Implementasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004.
---------, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta:
Bumi Aksara, 2011.
---------, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013.
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan,
Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung:
Rosdakarya, 1996.
Ngalim Purwanto, M, Administrasi dan Supervisi Pendidikan,
Bandung: Remaja Karya, 2004.
Nur Efendi, Islamic Educational Leadership, Yogyakarta:
Kalimedia, 2015.
Nurul Hidayah, Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan, Yogyakarta, Ar-Ruzz
Media. 2017.

Dr. Basri, M. Pd. 183


Pahlawan Kayo, Kepemimpinan Islam dan Dakwah, Jakarta:
Amzah, 2005.
Pearcell. J .A R.B. Robinson, Jr., Strategic Management:
Formulation, Implimentation and Central, Boston: Irwin,
1991.
Permadi, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Manajemen,
Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Peter G. Northouse, Kepemimpinan: Teor dan Praktek, Cet. VI;
Jakarta: Penerbit Indeks, 2013.
Reksohadiprojo, Sukanto dan T. Hani Handoko, Organisasi
Perusahaaan: Teori Strukture dan Perilaku, Edisi kedua,
Yokyakarta: BPFE, 1992.
Riduwan, M. dan Engkos, Achmad, K., Analisis Jalur,
Bandung: Alfabeta, 2007.
Richard L. Daft, The Leadership Experience, Ohio: Stamford,
2015.
Richard L. Hughes, Robert C. Ginnett dan Gordon J. Curphy,
Leadership Enhancing the Lessons of Experience. New York:
McGraw-Hill, 2012.
Richard M. Steers; Lyman W. Porter. and Gregory A. Bigley,
Motivation and Leadership at work, New York: The Mc
Graw – Hill Companies, Inc, 1996.
Robert N. Lussier and Christopher F. Achua, Leadership:
Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition,
Mason, Ohio: South-Western Cengage Learning, 2010.
Robbins, S. P., Organizational Behaviour, Diterjemahkan oleh
PT Indeks Kelompok Gramedia dengan Judul Perilaku
Organisasi, Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia,
2003.
Robbins S. P., Organization Behavior, New York: Printice, Hall,
1991.
------------, Organizational Theory: Structure, Design and
Application. USA: Prentice Hall, 2008.

184 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


-----------., Organizational Behavior: Concept, Controvercies and
Application. New Jersey: Prentice Hill, 1998.
------------., Perilaku Organisasi, Jakarta: PT. Prenhelindo, 2000.
Robbins, S.P. and M. Coulter, Management. Edition, (Terj-T.
Hermaya), Jakarta: PT. Prenhallindo, 1999.
Robbins, S. P and T, A, Judge, Organizational Behavior, New
Jersey: Person International Education, 2007.
Robbin dan Coulter, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, PT
Indeks, 2007.
Rosyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam, Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2010.
Roueche J. E, Baker G. A. III, dan Rose R. R., Shared Vision:
Transformational Leadership in America Community
College. Washington DC: Community College Press,
1989.
Santoso Muwarni, R., Statistik, Jakarta: PPS UNJ, 2005.
Sanusi, A., Kepemimpinan Sekarang dan Masa Depan dalam
Membentuk Budaya Organisasi yang Efektif, Bandung:
Prospect, 2009.
Schein, E.H., Organizational Culture and Leadership: A. Dynamic
View. San Fransisco: Jassey-Bass.Inc-Publisher, 2004.
Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, Jakarta:
Rinekacipta, 2003.
-----------, Filsafat Administrasi, Jakarta: Gunung Agung, 1996.
-----------, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi
Aksara, 2002.
-----------, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,
Jakarta: Gunung Agung, 2005.
Soebagyo Atmodiwiro, Manajemen Pendidikan Indonesia,
Jakarta: Ardadizya Jaya, 2003.
Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka
Cipta, 2007.
Sopiah, Perilaku Organisasi, Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008.

Dr. Basri, M. Pd. 185


Siswadi, Budaya Kepemimpinan Pendidikan di Indonesia, dalam
Mujamil Qamar, et.al., Meniti Jalan Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Stephen P. Robbins, Essentials of Organization Behavior, 7th
Edition, New Jersey: Pearson Education, Inc, 2003.
Stephen R. Covey, The 7 Habits of Highly Effiective People,
Simon & Schuster, Mind Garden Inc, 1989.
Steven McShane, L.Steven and Mary Ann, Von Glibav,
Organizational Behavior, New York: Mc Graw Hill
Companies, Inc, 2007.
Syaiful Sagala, Etika dan Moralitas Pendidikan, Peluang dan
Tantangan. Jakarta: Kencana Prenamedia Group., 2013.
Sudjana, Teknik Analisis Regresi dan Korelasi bagi Peneliti,
Bandung: Tarsito, 1999.
Terence W. J., Cross-Cultural Management, London: Jordan
Hill, 1995.
Thariq M. As-Suwaidan/Faishal U.Basyarahil, Mencetak
Pemimpin, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar Grup, 2006.
Tim Penyusuan, Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan,
Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Tilaar H. A. R, Manajemen Pendidikan Nasional, Bandung:
Rosdakarya, 1997.
-----------, Multikulturalisme. Tantangan-tantangan Global dalam
Transformasi Pendidikan Nasional, Jakarta: Grasindo,
2004.
----------, Kekuasaan dan Pendidikan, Manajemen Pendidikan
Nasional dalam Pusaran Kekuasaan, Jakarta: Rhineka
Cipta, 2009.
Toman Sony Tambunan, Pemimpin dan Kepemimpinan, Cet I;
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah (Tinjauan Teoritik
dan Permasalahannya), Jakarta: Raja Grafindo, 2008.

186 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Wahyudi, Kepemimpinan Kepala Sekolah dalam Organisasi
Pembelajar (Learning Organization), Bandung: Alfabeta,
2012.
Walter R. Borg dan Meredith Damien Gall, Educational
Research: An Introduction, New York: Longman, 1979.
Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel, Educational Administration,
New York: Random House, Inc, 2005.
William M. Lindsay., dan Joseph A. Patrick, Total Quality and
Organization Development, USA: St Lucie, 1997.
Winardi, Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1990.
Wheelen dan Hunger, Concepts of Startegic Management and
Business Policy 8 th Edition. New Jersey: Prentice Hall,
2002.
Veitzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perubahan, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2005.
---------, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2006.
Yusuf Al-Qardhawy Al-Asyi, Kepemimpinan Islam: Kebijkan-
kebijakan Politik Rasulullah sebagai Kepala Negara dan
Kepala Pemerintahan, Banda Aceh: PENA, 2016.
Yukl, G. Leadership in Organization, New Jersey: Prentice-Hall,
Inc, 1998.
-----------, Kepemimpinan dalam Organisasi (Leadership in
Organization), Edisi Kelim, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1998.
Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah,
Yogyakarta: IRCiSoD, 2010.
Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam dalam Fiqih dan Ushul
Fiqih, Bandung: Ciptapustaka Perintis, 2013.

Dr. Basri, M. Pd. 187


2. Jurnal/Tesis/Disertasi/Surat Kabar, dll
Ade Irwana, Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dan Kinerja
Guru terhadap Efektivitas Sekolah di Sekolah Dasar, Jurnal
Administrasi Pendidikan”, Vol. XXII No. 2 Oktober
2015.
Ahmad Mappaenre, “Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah,
Kepemimpinan Diri Guru dan Sekolah Efektif”. Jurnal Ilmu
Administrasi Negara, Vol.12, No. 4, 2014.
Andi Mulyani, “Gaya Kepemimpinan Lurah Galung Kecamatan
Lili Riaja Kabupaten Soppeng”, Jurnal Ilmiah Mandala
Education, Vol. 3 No. 1, April 2017.
Aldo Herlambang Gardjito, dkk., “Pengaruh Motivasi Kerja dan
Lingkungan Kerja terhadap Kinerja Kartawan (Studi pada
Karyawan Bagian Produksi PT. Karmand Mitra Andalan
Surabaya)”. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol 13, No 1
tahun 2014.
Barry G. Morris., “A Futurustic Cognitive View of Leadership”.
Jurnal” Educational Administration Quarterly, Vol. 21, No.
1/ 2000.
Barbara, B. Brown, Employee’s Organizational Commitment and
Their Perception of Supervision’s: Relation-Oriented and
Task – Oriented Leadership Behavior, Disertasi. Virginia
University: Charlottesville, 25 March, 2003.
Dedy H. Karwan, Hasan Hariri, dan Riswanti Rini.
“Membangun Budaya Guru Pembelajar Melalui
Kepemimpinan Visioner”. Jurnal Pendidikan Progresif, Vol.
VII, No. 2, 2017.
Deden Misbahuddin Muayyad, “Pengaruh Kepuasan Kerja
terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Bank Syariah X
Kantor Wilayah II”, Jurnal Manajemen dan Pemasaran
Jasa, Vol.9 No. 1 /2016.
Djoko M. Hartono, “Kepemimpinan Visioner: Mewujudkan
Sekolah Bernuansa Islam Siap Bersaing di Era Globalisasi:

188 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Ponpes Jagad 'Alimussirry”, Jurnal, ISBN: 978-602-
18299-9-8, 2014.
Dudung Juhana, dkk., “Pengaruh Kepemimpinan Visioner dan
Pengembangan Karier terhadap Kepuasan Kerja serta
Implikasinya pada Kinerja Pegawai Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi Jawa Barat”, Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship Vol. 6, No. 1, April 2012, 15-25 ISSN
2443-0633.
Erie Hidayat Sukriadi, “Pengaruh Kepemimpinan Visioner dan
Motivasi Kerja terhadap Kepuasaan Kerja”. The Journal
Tourism and Hospitality Essentoials. Vol. 8, No .2, 2018.
Erman Anom, “Kepemimpinan Visioner dalam Mewujudkan
Keutuhan NKRI”, Jurnal Lex Jurnalica Vol. 5 No. 3,
Agustus 2008.
Faidi, “Pengaruh Kepemimpinan Visioner terhadap Pelayanan
Prima”, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ISSN.
2442-6962 Vol. 3, No. 2 Tahun 2014.
Fajar Riani, “Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan
Kepemimpinan terhadap Efektivitas Kerja”, Jurnal Ilmu
Administrasi dan Organisasi, Vol 16. No. 1 Tahun 2009.
Feska Ajeri, “Efektifitas Kepemimpinan dalam Manajemen
Berbasis Madrasah”, Al-Idarah: Jurnal Kependidikan
Islam VII (I) (2017).
Harian Analisa, ”Pengangguran di Indonesia Mencapai 9 Juta”,
Medan: Harian Analisa, 2009.
Harian Kompas, Edisi 11 November 2008, ”Kewirausahan
Digalakkan di PTN-PTS”.
Harian Kompas, Edisi 15 Maret 2005, ”Pendidikan Nasional
Semakin Memprihatinkan”.
Harian Kompas, Edisi 28 Maret 2008, ”Ada Apa dengan Kualitas
Perguruan Tinggi”.
Ika Alifiyah, “Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah dalam
Mengembangkan Karakter Peserta Didik”, JAMP: Jurnal

Dr. Basri, M. Pd. 189


Adminitrasi dan Manajemen Pendidikan, Volume 2
Nomor 1 Maret 2019.
Karsidi, Ravik, “Penerapan Teknologi Untuk Peningkatan Mutu
Pendidikan”. Makalah. Pada seminar Pendidikan
Tingkat Regional FKIP Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2007.
Lutfi Yuhandi, ”Subsidi Ilmiah: Perguruan Tinggi Swasta
Menuju Standar International”, Jakarta: Sindo, Edisi 26
November 2006.
Meijen, Jolise, V.S., “The Influence of Organizational Culture on
Organizational Commitment at selected Local
Municipality”, Tesis. Grahamstone: Rhodes University,
December, 2007.
Popa, Brindusa Maria, “The Relationship between Leadership
Effectiveness and Organitazional Performance”, Journal of
Defense Resources Management Studies, Vol. 3, No.
1/2012.
Ratna Murni, “Upaya Kepala Sekolah Meningkatkan Motivasi
Kerja Guru SD Melalui Penerapan Model Kepemimpinan
Visioner”, Jurnal Manajer Pendidikan, Volume 10,
Nomor 1, Maret 2017.
Ritta Setiyati dan Elok Hikmawati, “Strategi Meningkatkan
Kepuasan Kerja dan Motivasi Kerja”, Jurnal Forum Ilmiah
Volume 17 Nomor 2 Mei 2020.
Siti Munfarijah, “Upaya Meningkatkn Motivasi Kerja dan
Kreativitas Dalam Kepemimpinan PAUD”, Jurnal
Kependidikan, Vol. 3, No. 2 Tahun 2015.
Sri Utari dan Moh. Mustofa Hadi, “Gaya Kepemimpinan
Demokratis Perpustakaan Kota Yogyakarta (Studi Kasus)”,
Jurnal Pustaka Ilmiah, Volume 6 Nomor 1, Juni 2020.
Suarga, “Efektivitas Penerapan Prinsip-prinsip Kepemimpinan
Kepala Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Layanan

190 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


Administrasi Pendidikan” Jurnal Idaarah, Vol. I, No. 1,
Juni 2017.
Sumarto dan Andi Subroto, “Organizational Culture and
Leadership Role for Improving Organizational Performance:
Automotive Components Industry in Indonesia”. Journal of
Innovation Management and Technology. Vol. 2, No. 1
Tahun 2011.
Sunarta, “Kepemimpinan Visioner dalam Kancah Global”, Jurnal
Manajemen Pendidikan, No. 02/Th II/Oktober/2006.
----------, “Pentingnya Kepuasan Kerja”, Jurnal Efisiensi – Kajian
Ilmu Administrasi, Vol. XVI No. 2, Agustus 2019.
Sunedi, Kepemimpinan Visioner: Solusi Peningkatan Kualitas
Persekolahan, Pedagogik Jurnal Pendidikan, Volume 8
Nomor 2, Oktober 2013.
Suprayitno, “Pemimpin Visioner dalam Perubahan
Organisasional”, Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan
Vol. 7, No. 2, Oktober 2007.
Syafrida, “Kepemimpinan Kepala Sekolah”, Jurnal Manajer
Pendidikan, Volume 9, Nomor 5, November 2015.
Yenni, “Pengaruh Motivasi Kerja terhadap Kinerja Pegawai”,
Jurnal Menata, Vol.2. No. 2 Juli-Desember 2019.
Widodo, “Model Pengembangan Kepuasan Kerja dengan
Kepuasan Keluarga”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi, Vol.17,
No.1, Maret 2010.

Dr. Basri, M. Pd. 191


3. Websites
Agus W. Soehadi, ”Kontribusi perguruan tinggi mencetak wira
usaha terdidik”, diakses melalui: http:www.Swa.
Ari Susanto, “Karakteristik dan Tantangan Visionary Leadership
(Kepemimpinan Visioner)”, diakses melalui:
https://employers.glints.id.https://fikes.unsoed.ac.id.
John Mayer, and Allen’s, Organizational
Commitment.http://Wikipedia
/org/wiki/Organizational/ Commitment P.1.
Thomas., A.H. (2001). Downsizing and Organization
culture.(http://Paijcom/hickok. html).
https://osf.io.
(https://www.e-jurnal.com).

192 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


BIOGRAFI
PENULIS

BASRI bin Muhammad Yunus Rasyid


lahir di Meunasah Mesjid (Pidie Jaya,
Aceh), 18 September 1966. Pendidikan
formal mulai SD hingga SMA diselesaikan
di Pidie Jaya. Program Strata Satu (S-1)
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
(FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK)
Banda Aceh tahun 1990. Program Magister
Manajemen Pendidikan USK (S-2) tahun 2011, dan Program
Doktoral di Manajemen Pendidikan (S-3) Universitas Negeri
Medan (2014-2020). Staf pengajar DPK di Universitas Jabal
Ghafur (Unigha) dari tahun 2011 sampai sekarang.
Mendapatkan amanah sebagai Wakil Dekan FKIP Unigha
sejak tahun 2015 sampai sekarang.

Dr. Basri, M. Pd. 193


BIOGRAF
EDITOR

Safrijal, lahir di Desa Drien Kecamatan


Indrajaya Kabupaten Pidie Provinsi Aceh
pada tanggal 29 Agustus 1974, anak
pertama dari lima bersaudaara dari
pasangan ayah Alm. Zainal Abidin dan
Ibu Alm. Sakdiah. Menyelesaikan
pendidikan di SD Negeri 2 Bluek Grong-
Grong pada tahun 1987, SMP Negeri Caleu pada tahun 1990
dan SMA Negeri Beureunuen pada tahun 1993.
Pada tahun 1994 melanjutkan pendidikan di Program
Studi D-III Pemasaran Fakultas Ekonomi Universitas Syiah
Kuala dan pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan di
Program Studi Ekonomi Manajemen Universitas Jabal Ghafur
dan Lulus menjadi Sarjana Ekonomi pada tahun 2004. Pada
tahun 2008 melanjutkan studi di Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Medan pada Progran Studi Administrasi
Pendidikn dan Lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2015
mengikuti Program S3 Manajemen Pendidikan Program
Pasca Sarjana Universitas Negeri Medan dan Lulus pada
Tahun 2021. Bekerja sebagai Dosen Tetap di Universitas Jabal
Ghafur Sigli dari tahun 2021 s/d Sekarang. Pada tahun 2008
s/d 2018 sebagai Dosen Tetap STIKes Cut Nyak Dhien Langsa
dan tahun 2018 s/d 2021 di Universitas Sains Cut Nyak
Dhien. Pada tahun 2010 s/d 2014 sebagai dosen tidak tetap di
Akademi Kebidanan Bunga Bangsa Idi, tahun 2011 s/d 2017
sebagai dosen tidak tetap di STIKes Bina Bangsa Idi, pada

194 KAJIAN TEORITIS KEPEMIMPINAN VISIONER


tahun 2013 s/d 2016 sebagai dosen tidak tetap di STIKes
Bunga Bangsa Kuala Simpang, dan pada tahun 2018 s/d
Sekarang sebagai dosen luar biasa di Universitas Iskandar
Muda Banda Aceh. Menikah dengan Wazrina,S.Kep pada
tanggal 14 April 2013 dan dikaruniai 2 orang anak yakni laki-
laki bernama Muhammad Raihan Abbrar dan perempuan
bernama Ayra Meysha Naira.

Yusuf Al-Qardhawy Al-Asyi lahir


di Samalanga (Bireuen), 20 Desember
1980. Pendidikan formal mulai SD – SMP
diselesaikan di Samalanga - Bireuen tahun
1995. Selanjutnya (Tingkat Aliyah) di
Dayah/Pondok Pesantren
Madinatuddiniyah Babussalam Blang
Blahdeh Bireuen dari tahun 1996 - 1999. Sejak tahun 2000 –
2004 belajar di Pondok Pesantren Darul Aman Tungkop,
Aceh Besar. Belajar di Dayah Prof. Dr. Muhibuddin Waly Al-
Khalidy sampai tahun 2008. Dari 2008 – 2010 di Dayah
Lampoh Cut Ingin Jaya Aceh Besar. Pendidikan formal
lainnya: (S-1) Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh;
(S-2) Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Banda
Aceh; dan (S-3) Kandidat Doktor Ilmu Hukum Universitas
Syiah Kuala Banda Aceh (sejak 2017-sekarang). Selain aktif
menulis, menjadi editor dari berbagai karya ilmiah sudah
lama dijalankan. Sejak tahun 2019 menjadi anggota
Perkumpulan Penulis Profesional Indonesia (Penpro).

Dr. Basri, M. Pd. 195

Anda mungkin juga menyukai