Anda di halaman 1dari 217

SURAT PERJANJIAN

MELAKSANAKAN PEKERJAAN KONSULTASI


KEGIATAN
PENYUSUNAN
RENCANA PENGEMBANGAN PARIWISATA PENDUKUNG
BROMO-TENGGER-SEMERU DI KABUPATEN PASURUAN

Nomor : 050 /1557.1/424.101.1/2020


Nomor : 0308.08/J10.1.12/PK2ND/2020

Pada hari ini Senin tanggal Tiga bulan Agustus tahun Dua Ribu Dua Puluh,
kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Ir. Naily Sofi, MT


NIP : 196805211999012001

Jabatan : Pejabat Pembuat Komitmen


Alamat : Jl. Raya Raci KM.9 Pasuruan-Bangil Kabupaten Pasuruan

selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK KESATU

N a m a : Dr. Susilo, SE., MS


NIP : 19601030 198601 1 001
Jabatan : Ketua Pusat Kajian Keuangan Negara dan Daerah (PK2ND)
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeristas Brawijaya
Alamat : Jl. MT. Hariyono No. 165 Malang
selanjutnya dalam perjanjian ini disebut sebagai PIHAK KEDUA

Dengan ini kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan Perjanjian, dalam rangka
pelaksanaan Pekerjaan : Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan, dengan ketentuan -
ketentuan sebagai berikut :

PASAL 1
KETENTUAN UMUM
(1) Yang dimaksud dengan Surat Perjanjian ini adalah perjanjian dimana PIHAK
KESATU mengikat PIHAK KEDUA sebagaimana pula PIHAK KEDUA telah
sepakat untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Surat Perjanjian ini.
(2) Surat Perjanjian ini ditandatangani berdasarkan kesepakatan PIHAK KESATU dan
PIHAK KEDUA tanpa ada unsur paksaan.
PASAL 2
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
PIHAK KESATU mengadakan kerjasama dengan PIHAK KEDUA, dengan ruang
lingkup pekerjaan, sebagai berikut :
(1) Melakukan kajian Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan;
(2) Melakukan analisis Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan; dan
(3) Menyusun arah kebijakan Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan.

PASAL 3
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN
Pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan dalam jangka waktu 120
(Seratus Dua Puluh) hari kalender sejak diterbitkannya Surat Perintah Mulai Pekerjaan
(SPMK).

PASAL 4
KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
(1) PIHAK KEDUA wajib melaksanakan, menyelesaikan, dan memperbaiki pekerjaan
dengan ruang lingkup sebagaimana telah diatur pada Pasal 2.
(2) Menyelesaikan dan menyerahkan hasil pekerjaan kepada PIHAK KESATU sesuai
dengan batas waktu yang ditetapkan.

PASAL 5
KEWAJIBAN PIHAK KESATU
(1) PIHAK KESATU menjamin kelancaran pelaksanaan pekerjaan PIHAK KEDUA di
lokasi pekerjaan, penggunaan sarana dan prasarana sebagaimana yang
dinyatakan dalam Surat Perjanjian Kerjasama.
(2) Membayar kepada PIHAK KEDUA atas pelaksanaan pekerjaan / kegiatan
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 Surat Perjanjian ini.

PASAL 6
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN PEKERJAAN
(1) Pengawasan dan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan ini akan dilakukan oleh
PIHAK KESATU atau PIHAK LAIN yang ditunjuk oleh PIHAK KESATU.
(2) PIHAK KEDUA harus melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perintah/petunjuk
PIHAK KESATU dan atau PIHAK LAIN yang ditunjuk menurut batas-batas yang
telah ditetapkan dalam Surat Perjanjian ini.
PASAL 7
BIAYA PELAKSANAAN PEKERJAAN
(1) Jumlah nilai biaya pelaksanaan pekerjaan pada Surat Perjanjian Kerjasama ini
adalah sebesar Rp. 215.000.000 (Dua Ratus Lima Belas Juta Rupiah).
(2) Pajak-pajak yang timbul akibat perjanjian ini, ditanggung oleh PIHAK KEDUA.
(3) Biaya pelaksanaan pekerjaan ini dibebankan pada sumber dana APBD Kabupaten
Pasuruan Tahun Anggaran 2020.

PASAL 8
CARA PEMBAYARAN
(1) Pembayaran pekerjaan Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan dalam 1
(Satu) kali pembayaran/termin.
(2) Ketentuan pembayaran pekerjaan oleh PIHAK KESATU kepada PIHAK KEDUA,
dengan menyerahkan : Draf Laporan pendahuluan 10 (Sepuluh Eksemplar),
Laporan pendahuluan 5 (Lima Eksemplar), Draf Laporan Fakta Analisa 10 (Sepuluh
Eksemplar), Laporan Fakta Analisa 5 (Lima Eksemplar), Draf Laporan Akhir
sebanyak 10 (Sepuluh Eksemplar), Laporan Akhir dan Peta sebanyak 10 (Sepuluh
Eksemplar) dan CD File sebanyak 5 (lima) buah, serta Laporan
Pertanggungjawaban Penggunaan Dana sebanyak 2 (dua) eksemplar
(3) Seluruh pembayaran ditransfer ke Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur
Cabang Universitas Brawijaya Malang dengan Nomor Rekening 0041036133 atas
nama RPL 032 UB KONTRAK KERJASAMA A.

PASAL 9
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)
(1) Yang dimaksud dalam “Keadaan Kahar” adalah suatu keadaan yang terjadi diluar
kehendak kedua belah pihak, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak
atau Surat Perjanjian ini menjadi tidak dapat dipenuhi.
(2) Yang digolongkan “Keadaan Kahar” sebagaimana dimasksud pada ayat (1) pasal
ini adalah :
a. Peperangan;
b. Kerusuhan;
c. Revolusi;
d. Bencana alam : banjir, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, wabah
penyakit, dan angin topan;
e. Pemogokan;
f. Kebakaran;
g. Gangguan lainnya.

(3) Apabila terjadi “Keadaan Kahar” PIHAK KEDUA harus memberitahukan kepada
PIHAK KESATU secara tertulis selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas)
hari setelah terjadinya “Keadaan Kahar”.
(4) Atas pemberitahuan PIHAK KEDUA tersebut, maka PIHAK KESATU dapat
menyetujui atau menolak secara tertulis adanya “Keadaan Kahar” itu dalam jangka
waktu 3 x 24 jam sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) pasal ini.
(5) Jika dalam waktu 3 x 24 jam sejak diterimanya pemberitahuan PIHAK KEDUA
kepada PIHAK KESATU tentang “Keadaan Kahar” tersebut tetapi PIHAK KESATU
tidak memberikan jawabannya, maka dianggap tidak menyetujui “Keadaan Kahar”
tersebut.

PASAL 10
AMANDEMEN PERJANJIAN
(1) Amandemen perjanjian harus dibuat dan disetujui oleh PIHAK KESATU dan
PIHAK KEDUA apabila terjadi perubahan perjanjian ini.
(2) Perubahan perjanjian dapat dilakukan apabila :
a. Perubahan pekerjaan yang disebabkan oleh sesuatu hal yang dilakukan oleh
PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA, sehingga merubah ruang lingkup
pekerjaan dalam perjanjian.
b. Perubahan jadwal pelaksanaan pekerjaan akibat adanya perubahan pekerjaan.
c. Perubahan harga perjanjian akibat adanya perubahan ruang lingkup pekerjaan
dan pelaksanaan pekerjaan.

PASAL 11
SANKSI
(1) Jika PIHAK KEDUA tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah
ditetapkan dalam pasal 4 Surat Perjanjian Kerjasama ini, maka PIHAK KEDUA
diwajibkan untuk mengembalikan dana kepada PIHAK KESATU setelah
memperhitungkan kewajiban-kewajiban yang telah dilaksanakan oleh PIHAK
KEDUA.
(2) Jika tahapan pekerjaan tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan karena kesalahan atau kelalaian PIHAK KEDUA maka PIHAK KEDUA
berkewajiban untuk membayar denda kepada PIHAK KESATU sebesar 1/1000
(satu per seribu) dari nilai Perjanjian Kerjasama untuk setiap hari keterlambatan.
(3) Pasal ini tidak diberlakukan dalam keadaan Kahar, sebagaimana dimaksud pada
pasal 9 Surat Perjanjian Kerjasama ini.

PASAL 12
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1) Apabila terjadi perselisihan antara PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA, maka
pada dasarnya diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat.
(2) Jika tidak mendapatkan penyelesaikan yang layak dan memuaskan kedua belah
pihak, maka akan diselesaikan oleh “Panitia Pendamai” yang berfungsi sebagai
juri/wasit, dibentuk dan diangkat oleh kedua belah pihak, terdiri dari 3 (tiga) anggota
:
a. Seorang wakil dari PIHAK KESATU sebagai anggota;
b. Seorang wakil dari PIHAK KEDUA sebagai anggota;
c. Seorang ahli sebagai ketua, yang dipilih dan disetujui kedua belah pihak.
(3) Keputusan “Panitia Pendamai” akan mengikat kedua belah pihak, dan biaya
penyelesaian perselisihan yang dikeluarkan dibebankan secara bersama kepada
PIHAK KESATU dan PIHAK KEDUA.
(4) Jika keputusan sebagaimana pada ayat (3) pasal ini tidak dapat diterima oleh salah
satu pihak atau kedua belah pihak, maka perselisihan tersebut akan diteruskan
melalui Pengadilan Negeri Setempat.
RENCANA ANGGARAN BELANJA

Nama Kegiatan : Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata Pendukung


Bromo-Tengger-Semeru Di Kabupaten Pasuruan
Pagu Dana : Rp. 215.000.000
Waktu Pelaksanaan : 3 Agustus - 30 November 2020
Tahun Anggaran : 2020

No. Uraian Satuan RENCANA ANGGARAN BIAYA


Kuan Jangka Harga
Ukuran Total (Rp.)
titas Waktu Satuan PAJAK PPH 21 PPH 23 PPN
I BIAYA PERSONIL
A Tenaga Ahli Rp 92,100,000
Ketua Ahli Perencanaan Pembangunan

1 Setyo Tri Wahyudi, SE., M.Ec.,Ph.D


NIP 198107022005011002 org-jam-hari 3 50 200,000 30,000,000
Penata, III/c Rp 1,500,000
Tenaga Ahli Ekonomi Kuantitatif
2 Atu Bagus Wiguna , S.E., M.E.
NIK 2016079101181001 org-jam-hari 3 46 150,000 20,700,000
Penata Muda Tk.I, III/b Rp 1,035,000
Tenaga Ahli Ekonomi Pariwisata

3 Moh. Athoillah , S.E., M.E.


NIP. 198411212019031004 org-jam-hari 3 46 150,000 20,700,000
Penata Muda Tk.I, III/b Rp 1,035,000
Tenaga Ahli Ekonomi Pembangunan
4
Alfi Muflikhah Lestari, SE., ME org-jam-hari 3 46 150,000 20,700,000 Rp 1,035,000

B Tenaga Pendukung Rp 56,000,000


1 Tenaga Surveyor orang/bulan 5 4 2,000,000 40,000,000 Rp 2,000,000
2 Tenaga Administrasi orang/bulan 2 4 2,000,000 16,000,000 Rp 800,000

II BIAYA LANGSUNG NON PERSONIL


A Biaya Kantor Rp 7,939,600
1 Alat Tulis Kantor Ls 1 3,000,000 3,000,000
2 Penggandaan Kuisioner Ls 1 4,939,600 4,939,600

B Biaya Operasional Kantor Rp 4,440,000


1 Biaya Konsumsi Rapat Internal:
a. Pembahasan Laporan Pendahuluan
- Nasi Kotak org x rapat 11 25,000 275,000
- Snack org x rapat 11 15,000 165,000
- Literatur Rapat lembar 1,500 200 300,000
b. Pembahasan Laporan Pengumpulan
Data
- Nasi Kotak org x rapat 11 25,000 275,000
- Snack org x rapat 11 15,000 165,000
- Literatur Rapat lembar 2,300 200 460,000
c. Pembahasan Laporan Draf Laporan
Akhir
- Nasi Kotak org x rapat 11 25,000 275,000
- Snack org x rapat 11 15,000 165,000
- Literatur Rapat lembar 4,320 200 864,000
d. Pembahasan Laporan Akhir
- Nasi Kotak org x rapat 11 25,000 275,000
- Snack org x rapat 11 15,000 165,000
- Literatur Rapat lembar 5,280 200 1,056,000

C Biaya Perjalanan/Survey Rp 18,050,000


1 Perjalanan Dalam Rangka Laporan
Pendahuluan:
Uang Harian Tenaga Ahli orang 2 400,000 800,000
Uang Harian Surveyor orang 5 350,000 1,750,000
Biaya Transportasi (Sewa Mobil) Unit 1 800,000 800,000
2 Perjalanan Dalam Rangka Laporan
Fakta Analisa :
Uang Harian Tenaga Ahli orang 2 400,000 800,000
Uang Harian Surveyor orang 5 350,000 1,750,000
Biaya Transportasi (Sewa Mobil) Unit 1 800,000 800,000
3 Perjalanan Dalam Rangka Laporan
Akhir:
Uang Harian Tenaga Ahli orang 2 400,000 800,000
Uang Harian Surveyor orang 5 350,000 1,750,000
Biaya Transportasi (Sewa Mobil) Unit 1 800,000 800,000
4 Perjalanan Survey :
Uang Harian Tenaga Surveyor orang x
20 400,000 8,000,000
kegiatan
D Biaya Penyusunan Laporan Rp 12,625,000
1 Draf Laporan Pendahuluan buku 10 150,000 1,500,000
2 Laporan Pendahuluan buku 5 185,000 925,000
3 Draf Laporan Fakta Analisa buku 10 200,000 2,000,000
4 Laporan Fakta Analisa buku 5 225,000 1,125,000
5 Draf Laporan Ahir buku 10 250,000 2,500,000
6 Laporan Akhir buku 10 300,000 3,000,000
7 Peta buku 10 150,000 1,500,000
8 CD File Unit 5 15,000 75,000

PPN 10 % Rp 19,545,455 Rp 19,545,455


PPH 23 Rp 4,300,000 Rp 4,300,000
TOTAL I + II
Rp 215,000,055

TOTAL Rp 215,000,000
Rp 7,405,000 Rp 4,300,000 Rp 19,545,455
No. Uraian Satuan RENCANA ANGGARAN BIAYA
Kuan Jangka Harga
Ukuran Total (Rp.)
titas Waktu Satuan PAJAK PPH 21 PPH 23 PPN
PEMERINTAH KABUPATEN PASURUAN
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
Komplek Perkantoran Pemerintah Kabupaten Pasuruan
Jl. Raya Raci KM .9 Bangil - Pasuruan 67153
Telp. (0343) 741212, 741414 Fax. (0343) 741313
www.bappeda.pasuruankab.go.id email : bappedakabpas@gmail.com
PASURUAN 67115

Pasuruan, 27 Juli 2020

Nomor : 050 /1237/424.101/2020 Kepada


Sifat : Penting Yth Dekan Fakultas Ekonomi dan
Lampiran : - Bisnis Universitas Brawijaya
Perihal : Penawaran Kerjasama cq. Ketua Pusat Kajian Keuangan
Negara dan Daerah (PK2ND)
di
MALANG

Menindaklanjuti Memorandum of Understanding (MoU) antara


Bupati Pasuruan dengan Universitas Brawijaya Malang, Nomor :
007/UN/10/KS/2019 dan Nomor : 520/08/424.012/2019, tanggal 28 Januari
2019, serta mencermati Peraturan Presiden Nomor : 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah, beserta peraturan lain
yang menyertainya, maka dengan ini kami bermaksud melakukan
kerjasama Swakelola dengan instansi pemerintah lain untuk pelaksanaan
kegiatan sebagaimana tertuang dalam Dokumen Perubahan Pelaksanaan
Anggaran (DPPA) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
Pasuruan Tahun Anggaran 2020.
Adapun Paket kegiatan yang akan diswakelolakan adalah, Jasa
Konsultansi Penyusunan Rencana Pengembangan Pariwisata di
Kabupaten Pasuruan - Kegiatan Penyusunan Perencanaan Pembangunan
Bidang Pariwisata, Penanaman Modal dan Ketenagakerjaan dengan biaya
sebesar Rp. 215.000.000,00 ( Dua Ratus Lima Belas Juta Rupiah ).
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan tersebut, penjelasan pekerjaan
dituangkan dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Apabila Saudara bersedia menerima penawaran kami tersebut,
maka dimohon segera mengajukan surat kesanggupan kerjasama dengan
mengacu pada KAK dan ditujukan kepada Pengguna Anggaran Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan melampirkan :
1. Rencana Anggaran Biaya
2. Time Schedule Pelaksanaan Kegiatan
3. Struktur Organisasi Pelaksana
4. Surat Kesanggupan Tenaga Ahli diketahui oleh Pejabat / Penanggung
Jawab Pelaksana Kegiatan
5. Dokumen – dokumen lain dengan mengacu pada Perpres Nomor : 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah beserta
peraturan lain yang menyertainya.
Demikian untuk menjadi maklum, atas perhatian dan
kerjasamanya diucapkan terima kasih.
KERANGKA ACUAN KERJA (KAK)
JASA KONSULTANSI PENYUSUNAN
RENCANA PENGEMBANGAN PARIWISATA PENDUKUNG
BROMO-TENGGER-SEMERU DI KABUPATEN PASURUAN
KEGIATAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG
PARIWISATA, PENANAMAN MODAL DAN KETENAGAKERJAAN

1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun


2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di
Kawasan Gresik – Bangkalan – Mojokerto – Surabaya
– Sidoarjo – Lamongan, Kawasan Bromo – Tengger –
Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas
Selatan, salah satu strategi untuk percepatan
pembangunan ekonomi adalah pembangunan pusat
pertumbuhan ekonomi baru. Pembangunan pusat
pertumbuhan ekonomi baru dilakukan dengan
dukungan infrastruktur yang telah ada ditambah dengan
infrastruktur tambahan untuk mendukung pusat
pertumbuhan baru. Pengembangan dilakukan untuk
kawasan-kawasan yang aktivitas ekonominya belum
optimal, dan perlu didorong untuk menciptakan
kesejahteraan dan memajukan pemerataan ekonomi.
Wilayah Bromo – Tengger – Semeru merupakan salah
satu prioritas pengembangan kawasan strategis di
Provinsi Jawa Timur dengan fokus utama pada sektor
pariwisata, dan agroproduksi dan agroindustri.
Kawasan Bromo-Tengger-Semeru meliputi Kabupaten
Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang,
Kabupaten Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Batu,
Kota Malang, dan Kota Probolinggo. Wilayah
Kabupaten Pasuruan yang berbatasan langsung
dengan Kawasan Bromo-Tengger- Semeru adalah
Kecamatan Tosari dan Kecamatan Tutur, dengan
kawasan pendukung adalah Kecamatan Puspo,
Kecamatan Purwodadi dan Kecamatan Purwosari, seta
destinasi wisata yang telah berkembang di Kecamatan
Sukorejo, Pandaan dan Prigen.
Destinasi Bromo-Tengger-Semeru merupakan destinasi
wisata yang dikelola oleh Pemerintah melalui Balai
Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru (TN-BTS),
sehingga untuk meningkatkan pendapatan daerah dan
penumbuhan ekonomi masyarakat Kabupaten
Pasuruan, Pemerintah Kabupaten Pasuruan harus
mengembangkan destinasi pendukung TN-BTS di
wilayah Kecamatan-kecamatan sekitar TN-BTS. Dalam
Perpres 80 Tahun 2019 telah tertuang rencana
pengembangan beberapa destinasi wisata baru di
Kabupaten Pasuruan, antara lain : Pengembangan
Wisata Agro dan Budaya Tengger di Kecamatan Tosari;
Pengembangan Wisata Agropolitan di Kecamatan
Tutur; Pengembangan Wisata Edukasi Peternakan di
Kecamatan Purwosari.
Dalam upaya pengembangan destinasi wisata
pendukung TN-BTS, masih banyak permasalahan yang
dihadapi oleh Pemerintah Kabupaten Pasuruan, antara
lain : (1) Masih terbatasnya hasil identifikasi potensi
ekonomi, lingkungan, social dan budaya di wilayah
Bromo-Tengger-Semeru dan wilayah sekitarnya di
Kabupaten Pasuruan; (2) Masih terbatasnya
pemanfaatan potensi kawasan BTS dalam upaya
meningkatkan perekonomian Kabupaten Pasuruan; (3)
Masih belum terintegrasinya pengelolaan
kepariwisataan di Kabupaten Pasuruan (termasuk
kawasan BTS); (4) Masih terbatasnya koordinasi
pengelolaan dan pengembangan BTS dengan
Pemerintah Daerah; dan (5) Belum adanya roadmap
maupun rencana aksi pengembangan pariwisata,
khusus BTS maupun kawasan pendukung di
Kabupaten Pasuruan.
Oleh karena itu, guna menyediakan dokumen
perencanaan sebagai acuan pengembangan pariwisata
di kawasan pendukung Bromo-Tengger-Semeru secara
terpadu perlu disusun dokumen Perencanaan
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-
Tengger-Semeru.

2. Maksud dan Tujuan Maksud :


Maksud dari pengadaan jasa konsultansi Penyusunan
Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan Tahun
2020 adalah menyediakan dokumen sebagai acuan
perencanaan maupun pelaksanaan pengembangan
pariwisata penunjang BTS secara terpadu antar sektor
di wilayah Kecamatan pendukung wisata BTS.
Tujuan :
Sedangkan tujuan dari jasa konsultansi penyusunan
perencanaan pengembangan pariwisata ini adalah :
1. Mewujudkan perencanaan pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
wilayah Kabupaten Pasuruan yang terpadu antar
sektor dan antar sumber pendanaan.
2. Mewujudkan perencanaan pengembangan
pariwisata di Kabupaten Pasuruan dengan
memanfaatkan kunjungan wisata ke Bromo dan
Tengger, berdasarkan semua potensi/sumber daya
yang ada di masing-masing wilayah dan
menghubungkan destinasi wisata yang ada menjadi
pariwisata yang terpadu.

3. Sasaran Sasaran Penyusunan Perencanaan Pengembangan


Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan Tahun 2020 adalah :
1. Terdentifikasi dan terinventarisasinya permasalahan
yang dihadapi oleh masyarakat dan pelaku usaha
wisata dalam pengembangan pariwisata pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan
wisata BTS oleh masyarakat.
2. Teridentifikasinya potensi ekonomi, lingkungan,
social dan budaya di wilayah BTS dan wilayah
pendukungnya.
3. Teridentifikasinya dampak social budaya, dampak
ekonomi dan dampak lingkungan akibat
berkembangnya pariwisata pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan.
4. Terlaksananya pemetaan potensi, peluang dan
tantangan pengembangan destinasi wisata, sektor
ekonomi kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor
pendukung wisata (hotel, guest house, transportasi,
rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
5. Tersusunnya konsep model pengembangan
pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.
6. Tersusunnya strategi dan arah kebijakan serta
rekomendasi pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan.

4. Lokasi Kegiatan Lokasi Kegiatan Penyusunan Perencanaan


Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan meliputi wilayah
Kecamatan Tosari, Kecamatan Tutur, Kecamatan Puspo,
Kecamatan Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kecamatan
Purwodadi.

5. Sumber Pendanaan Pelaksanaan Jasa Konsultansi Penyusunan


Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan dibiayai
dari Dana APBD Kabupaten Pasuruan pada DPA
Bappeda Kabupaten Pasuruan Tahun 2020 Kegiatan
sebesar Rp 215.000.000,- (Dua ratus lima belas juta
rupiah).

6. Nama dan Organisasi Kepala Bidang Ekonomi - Badan Perencanaan


Pejabat Pembuat Pembangunan Daerah Kabupaten Pasuruan
Komitmen

7. Tahapan Kegiatan 1. Tahap Persiapan


a. Menginventarisasi seluruh tahapan kegiatan
yang akan dilaksanakan.
b. Penyiapan data awal / bahan / alat yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan.
c. Penyiapan peta wilayah dan rencana tata ruang.
d. Penyiapan persyaratan administrasi yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan.
2. Pengumpulan Data
 Data kependudukan pada lokasi perencanaan
 Data penggunaan lahan pada lokasi
perencanaan, termasuk pemanfaatan wilayah
BTS oleh masyarakat pelaku wisata.
 Data sarana prasarana wilayah : prasarana jalan,
sarana transportasi, air bersih, listrik, sistem
telekomunikasi, sarana pengelolaan air limbah,
dan sistem pengelolaan persampahan.
 Data sektor ekonomi pendukung pariwisata :
hotel/penginapan/homestay, rumah makan /
restoran, pusat oleh-oleh, destinasi wisata,
atraksi wisata, usaha mikro/kecil, usaha ekonomi
kreatif dan perbankan/jasa keuangan.
 Data kelembagaan pendukung pariwisata : desa
wisata, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), jasa
guide, travel agent, kelompok budaya, event
budaya dan wisata.
 Data dampak sosial, budaya, ekonomi dan
lingkungan akibat pengembangan pariwisata di
wilayah BTS dan sekitarnya.
 Data potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi
kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor
pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-
oleh, guide dan masyarakat pelaku wisata).
 Data spasial atau peta (skala 1 : 5.000 atau 1 :
25.000): peta kondisi eksisting wilayah
perencanaan, peta pengembangan wilayah
perencanaan, peta dasar (wilayah perencanaan),
peta rencana tata guna lahan (RTRW), dan peta
jaringan jalan.
3. Penyusunan Laporan Pendahuluan
Kegiatan ini merupakan laporan kemajuan
pelaksanaan pekerjaan tahap I, yang berisi latar
belakang, maksud dan tujuan, sasaran, lokasi,
metodologi pelaksanaan pekerjaan, jadwal
pelaksanaan pekerjaan dan tenaga ahli yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan, serta hasil
awal survey instansional (pengumpulan data
sekunder).
4. Analisa Data
Analisa data kondisi eksisting dilakukan untuk data-
data baik primer maupun sekunder yang telah
diperoleh dari hasil survey (data tabulasi maupun
data spasial), serta analisa rencana pengembangan
wisata pada wilayah perencanaan.
5. Penyusunan Laporan Fakta dan Analisa
Kegiatan ini merupakan laporan kemajuan
pelaksanaan pekerjaan tahap II, yang berisikan
semua data-data hasil survey lapangan dan
instansional, kondisi eksisting dan permasalahan di
wilayah perencanaan, serta hasil awal dari analisa
yang dilakukan pada data-data yang telah diperoleh.
Laporan dilengkapi dengan grafik, tabel, peta-peta
maupun gambar pendukungnya (peta minimal
ukuran A3).
6. Diskusi
Kegiatan ini sebagai sarana penjaringan masukan
dan saran dari pihak yang berkepentingan/stake
holders guna perbaikan data yang didapat dan hasil
analisa yang dilakukan. Dalam pelaksanaan kegiatan
ini pihak pelaksana pekerjaan bertanggung jawab
atas penyediaan materi, penyampaian materi dan
segala akomodasi yang diperlukan dalam
pelaksanaan kegiatan. Kegiatan diskusi
dilaksanakan 3 (tiga) kali, yaitu Diskusi Draft Laporan
Pendahuluan; Diskusi Draft Laporan Fakta dan
Analisa; serta Diskusi Draft Laporan Akhir (Laporan
Rencana).
7. Penyusunan Laporan Akhir
Kegiatan penyusunan laporan akhir merupakan
tahapan akhir dari pelaksanaan pekerjaan
Penyusunan Perencanaan Pengembangan
Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan. Materi dalam laporan akhir
meliputi data-data yang termuat dalam Laporan
Fakta dan Analisa yang dilengkapi hasil analisa dan
rencana pengembangan pariwisata pendukung BTS
di wilayah perencanaan yang dilengkapi dengan
gambar, tabel, grafik dan peta yang diperlukan (peta
minimal ukuran A3).

8. Referensi Hukum a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


Pemerintahan Daerah;
b. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
c. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2019 tentang
Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan
Gresik - Bangkalan - Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo -
Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger - Semeru,
serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan;
d. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 3
Tahun 2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 –
2019;
e. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 12
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Pasuruan Tahun 2009 – 2029;
f. Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 1
Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Pasuruan
Tahun 2018 – 2023;
g. Peraturan Bupati Pasuruan Nomor 135 Tahun 2019
tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Pasuruan Tahun
Anggaran 2020;
h. Peraturan Perundangan lain yang terkait.

9. Lingkup Materi Lingkup data dan materi yang minimal harus tertuang
dalam Dokumen Perencanaan Pengembangan
Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan meliputi :
a. Data permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
wilayah Kabupaten Pasuruan.
b. Data dampak sosial, dampak ekonomi dan dampak
lingkungan akibat berkembangnya pariwisata
pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan.
c. Data dan peta potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi
kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor pendukung
wisata (hotel, guest house, transportasi, rumah
makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
d. Data dan peta terkait kondisi eksisting wilayah dan
rencana tata guna lahan (RTRW) wilayah
perencanaan.
e. Laporan Rencana yang memuat konsep model
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan,
strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan yang
dilengkapi skala prioritas, tahapan pengembangan
dan Perangkat Daerah penanggung jawab.

10. Keluaran Keluaran atau laporan yang dihasilkan dari kegiatan


penyusunan perencanaan ini, sebagai bahan laporan
adalah :
1. Draf Laporan Pendahuluan
2. Laporan Pendahuluan
3. Draf Laporan Fakta dan Analisa
4. Laporan Fakta dan Analisa
5. Draft Laporan Akhir
6. Laporan Akhir
7. Peta
8. CD File

11. Jangka Waktu Jasa Konsultansi Penyusunan Perencanaan


Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan dilaksanakan dalam
jangka waktu 120 (Seratus Dua Puluh) hari kalender
sejak penandatanganan Surat Perintah Kerja.

12. Personil Tenaga Ahli maupun tenaga pendukung yang dibutuhkan


dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan adalah :
A. Tenaga Ahli
1. Ahli Perencanaan Pembangunan/ Tim Leader
Latar belakang pendidikan S-3 Ekonomi
Pembangunan konsentrasi Perencanaan
Pembangunan dengan pengalaman kerja sebagai
Team Leader minimal 4 tahun.
2. Ahli Ekonomi Kuantitatif
Latar belakang pendidikan S-2 Ekonomi
Pembangunan konsentrasi Ekonomi Kuantitatif,
pengalaman kerja minimal 3 tahun..
3. Ahli Ekonomi Pariwisata
Latar belakang pendidikan S-2 Ekonomi
Pembangunan konsentrasi Ekonomi Pariwisata
dengan pengalaman kerja minimal 3 tahun.
4. Ahli Ekonomi Pembangunan
Latar belakang pendidikan S-2 Ekonomi
Pembangunan pengalaman kerja minimal 3 tahun.
B. Tenaga Pendukung
1. Tenaga Surveyor (5 orang)
Latar belakang pendidikan SMA / SMK / sederajat,
dengan pengalaman minimal sebagai surveyor
minimal 2 tahun.
2. Tenaga Administrasi (2 orang)
Latar belakang pendidikan SMA / SMK / sederajat,
dengan pengalaman minimal sebagai tenaga
administrasi minimal 2 tahun.

13. Keluaran 1. Laporan Pendahuluan


Laporan Pendahuluan ini terdiri dari Draf Laporan
Pendahuluan dan Laporan Pendahuluan.
Draf Laporan Pendahuluan antara lain memuat latar
belakang, maksud, tujuan, sasaran, lingkup kegiatan,
metodologi pelaksanaan pekerjaan, penugasan tenaga
ahli maupun asisten tenaga ahli, sistim pelaporan,
gambaran umum ,hasil awal pelaksanaan survey serta
dokumentasi/foto kondisi saat ini. Draft Laporan dibuat
rangkap 10 (sepuluh) sebagai bahan diskusi dengan Tim
Teknis dan Pemberi Pekerjaan, serta dilengkapi
peta/bagan/gambar yang diperlukan. Laporan diserahkan
paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kalender setelah
kontrak kerja ditandatangani.
Sedangkan Laporan Pendahuluan memuat hal-hal
sebagai berikut :
a. Bab I memuat Latar Belakang, Maksud dan Tujuan,
Sasaran, Ruang Lingkup Kegiatan, Dasar Hukum
dan Sistematika Pembahasan;
b. Bab II memuat Tinjauan Teori, memuat tentang
landasan teori dan kondisi lapangan yang digunakan
untuk analisa;
c. Bab III memuat Metodologi Penelitian, memuat hal-
hal terkait kerangka / alur pikir, metode pengumpulan
data, metode analisa yang digunakan dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan.
Laporan Pendahuluan diselesaikan dan diserahkan
kepada pengguna jasa paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kalender setelah Surat Perjanjian Kerjasama
ditandatangani.
Ketentuan penulisan Laporan Pendahuluan adalah
sebagai berikut :
a. Pengetikan dua spasi pada kertas HVS polos
ukuran A4 – 80 gram, dengan sampul buku
menyesuaikan.
b. Judul Buku “LAPORAN PENDAHULUAN
PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
PARIWISATA PENDUKUNG BROMO –
TENGGER - SEMERU DI KABUPATEN
PASURUAN”
c. Jumlah buku laporan yang diserahkan sebanyak 5
(lima) eksemplar.

2. Laporan Fakta dan Analisa


Laporan Fakta dan Analisa terdiri dari Draf Laporan
Fakta dan Analisa serta Laporan Fakta dan Analisa.
Draf Laporan Fakta dan Analisa ini memuat semua data
hasil survey lapangan dan instansional, gambaran dan
kondisi eksisting jaringan drainase, serta hasil dari
analisa yang dilakukan pada data-data yang telah
diperoleh, dimana analisa yang dilakukan sebagaimana
tercantum dalam poin tahapan kegiatan. Draft Laporan
dibuat rangkap 10 (sepuluh) sebagai bahan diskusi
dengan Tim Teknis dan Pemberi Pekerjaan, serta
dilengkapi peta/bagan/gambar yang diperlukan. Laporan
diserahkan paling lambat 80 (delapan puluh) hari
kalender setelah kontrak kerja ditandatangani.
Sedangkan Laporan Fakta dan Analisa memuat hal-hal
sebagai berikut :
a. Bab I memuat Latar Belakang, Maksud dan Tujuan,
Sasaran, Ruang Lingkup Kegiatan, Dasar Hukum
dan Sistematika Pembahasan;
b. Bab II memuat Tinjauan Teori, memuat tentang
landasan teori dan kondisi lapangan yang digunakan
untuk analisa;
c. Bab III memuat Metodologi Penelitian, memuat hal-
hal terkait kerangka / alur pikir, metode pengumpulan
data, metode analisa yang digunakan dan jadwal
pelaksanaan pekerjaan.
d. Bab IV memuat gambaran umum Kabupaten
Pasuruan yang berkaitan dengan pengembangan
pariwisata Kabupaten Pasuruan.
e. Bab V memuat data-data hasil survey dan identifikasi
permasalahan, dampak social, dampak ekonomi,
dampak lingkungan pengembangan destinasi wisata
pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan. Hasil pemetaan potensi,
peluang dan tantangan pengembangan destinasi
wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mikro dan
kecil, serta sektor pendukung wisata (hotel, guest
house, transportasi, rumah makan/restoran, pusat
oleh-oleh, guide dan masyarakat pelaku wisata),
dalam bentuk tabel dan spasial.
f. Bab VI memuat hasil analisa dari semua data-data
yang didapat dari hasil survey dan identifikasi,
sebagai dasar penyusunan perencanaan
pengembangan pariwisata di kawasan pendukung
Bromo-Tengger-Semeru, dalam bentuk tabel dan
spasial.
Ketentuan penulisan Laporan Fakta Analisa adalah
sebagai berikut :
a. Pengetikan dua spasi pada kertas HVS polos ukuran
A4 – 80 gram, dengan sampul buku menyesuaikan.
Untuk peta atau data spasial ukuran kertas A3.
b. Judul Buku “LAPORAN FAKTA ANALISA
PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
PARIWISATA PENDUKUNG BROMO – TENGGER
- SEMERU DI KABUPATEN PASURUAN”
c. Jumlah buku laporan yang diserahkan sebanyak 5
(lima) eksemplar.
d. Laporan Fakta dan Analisa paling lambat diserahkan
paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender
setelah kontrak kerja ditandatangani.
3. Draft Laporan Akhir
Memuat draft Rencana Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo – Tengger – Semeru di Kabupaten
Pasuruan, yang memuat konsep model pengembangan
pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan, strategi dan arah
kebijakan serta rekomendasi pengembangan pariwisata
terpadu pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan yang dilengkapi skala prioritas,
tahapan pengembangan dan Perangkat Daerah
penanggung jawab, serta peta-peta yang diperlukan.
Laporan diserahkan paling lambat 110 (seratus sepuluh
lima) hari kalender setelah kontrak kerja ditandatangani,
sebanyak 10 (lima) buku sebagai bahan diskusi.
4. Laporan Akhir
Laporan ini merupakan hasil revisi / perbaikan dari Draft
Laporan Akhir yang telah didiskusikan berdasarkan
masukan dari pemangku kepentingan. Laporan
dilengkapi lampiran table, grafik, gambar dan peta
(eksisting maupun rencana). Laporan dibuat dalam
format A4 sedangkan untuk peta dalam format A3 dan
diserahkan sebanyak 10 (sepuluh) buku beserta CD file-
nya. Laporan diserahkan paling lambat 120 (seratus dua
puluh) hari kalender setelah kontrak kerja
ditandatangani.
Ketentuan penulisan Laporan Fakta Analisa adalah
sebagai berikut :
a. Pengetikan dua spasi pada kertas HVS polos ukuran
A4 – 80 gram, dengan sampul buku menyesuaikan.
Untuk peta atau data spasial ukuran kertas A3.
b. Judul Buku “LAPORAN FAKTA ANALISA
PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN
PARIWISATA PENDUKUNG BROMO – TENGGER
- SEMERU DI KABUPATEN PASURUAN”
c. Jumlah buku laporan yang diserahkan sebanyak 10
(sepuluh) eksemplar.

14. Lain-lain Hal-hal lain yang perlu diperhatikan, dipertimbangkan


dan menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan ini
adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi
di Kawasan Gresik - Bangkalan - Mojokerto - Surabaya -
Sidoarjo - Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger -
Semeru, serta Kawasan Selingkar Wilis dan Lintas
Selatan, serta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Pasuruan. Rencana pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru harus
berwawasan lingkungan dan berbasis masyarakat/desa.

Pasuruan, 10 Juli 2020


BADAN PERENCANAAN FAKULTAS EKONOMI DAN
PEMBANGUNAN DAERAH BISNIS UNIVERSITAS
KABUPATEN PASURUAN BRAWIJAYA

PENYUSUNAN
RENCANA
PENGEMBANGAN
PARIWISATA
PENDUKUNG BROMO-
TENGGER-SEMERU DI
KABUPATEN
PASURUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 3
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN ..................................................... 4
1.4 SASARAN ............................................................................................. 5
BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata ....................................................... 7
2.2 Teori Permintaan dan Penawaran dalam Industri Pariwisata ............... 14
BAB III METODE KEGIATAN ....................................................................... 29
3.1 LINGKUP KEGIATAN .......................................................................... 29
3.2 KELUARAN ......................................................................................... 30
3.3 LOKASI PENELITIAN .......................................................................... 30
3.4 PENDEKATAN PENELITIAN.............................................................. 30
3.5 JENIS DAN SUMBER D ...................................................................... 30
3.6 ANALISA DATA ................................................................................... 32
BAB IV ORGANISASI PELAKSANA KEGIATAN .......................................... 49
Daftar Pustaka .............................................................................................. 50

LAPORAN PENDAHULUAN i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kawasan wisata Bromo Tengger Semeru (BTS) merupakan salah satu
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) atau 10 Bali baru. Hal ini
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016
tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Perpres
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kunjungan wisata dan investasi di
Indonesia.
Kawasan BTS merupakan salah satu gunung berapi aktif yang
dikelilingi oleh lautan pasir, danau dan kawasan alam lainnya. Kawasan ini
secara teritorial masuk kedalam wilayah Kabupten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Kawasan BTS
memiliki peran strategis tidak hanya untuk pariwisata saja namun juga aspek
sosial, ekonomi, budaya dan adat istiadat. Dari sisi pariwisata, jumlah
kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tercatat
sebanyak 690.831 pada tahun 2019. Namun demikian, tingginya minat
wisatawan, pemerintah perlu juga memperhatikan pengembangan pariwisata
di sekitar BTS, daya dukung lingkungan, aspek kebencanaan, tata kelola, dan
masyarakat hukum adat.
Pembangunan di sektor kepariwisataan perlu ditingkatkan dengan cara
mengembangkan dan mendayagunakan sumber-sumber serta potensi
kepariwisataan khususnya di kawasan BTS. Hal ini, dimaksudakan untuk
menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan dalam rangka
memperbesar pendapatan asli daerah, memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat
setempat. Hal ini sejalan dengan Perpres no 3 tahun 2016, dan Peraturan
Presiden no 80 tahun 2019 tentang percepatan pembangunan ekonomi di
Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabya, Lamongan, Kawasan BTS,
serta Kawasan slingkar Wilis dan Lintas Selatan.

LAPORAN PENDAHULUAN 1
Lebih lanjut tentang percepatan pembangunan ekonomi kawasan,
Peraturan Presiden no 80 tahun 2019 mengamanatkan adanya proses
pembangunan yang terpadu, terintegrasi, dan berkelanjutan sesuai dengan
Rencana Induk Pembangunan Kawasan. Dengan demikian arah
pembangunan kepariwisataan yang dimaksud akan berada dalam lingkup: 1)
industri pariwisata, 2) destinasi pariwisata,3) pemasaran dan 4) kelembagaan
kepariwisataan dengan mengutamakan karakter lokal yang telah dimiliki.
Kabupaten Pasuruan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan
Nomor 6 Tahun 2016 menekankan adanya kawasan pembangunan
pariwisata yang telah memiliki daya tarik. Seperti diamanatkan dalam
peraturan daerah tersebut, terdapat kelompok daya tarik wisaya yang menjadi
kekuatan Kabupaten Pasuruan yakni:
a) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah barat yaitu Kecamatan
Sukorejo, Pandaan, Prigen dan Gempol sebagai kawasan pusat
wisata alam, budaya, buatan, religi, edukasi, belanja dan kuliner;
b) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah tengah, yaitu Kecamatan
Rembang, Wonorejo, Kejayan, Pohjentrek, Gondangwetan, sebagai
kawasan industri, agro dan minat khusus;
c) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah timur, yaitu Kecamatan Grati,
Lumbang, Winongan, Gondang wetan sebagai kawasan wisata alam,
industri mebel dan religi;
d) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah utara yaitu Kecamatan Beji,
Bangil, Kraton, Rejoso, Lekok dan Nguling sebagai kawasan wisata
budaya, belanja, kuliner, bahari dan religi;
e) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah selatan, yaitu Kecamatan
Purwosari, Purwodadi, Tutur, Tosari, Puspo dan Pasrepan sebagai
kawasan wisata alam, budaya, agro, kuliner, belanja dan edukasi.
Dengan demikian, melalui arah pembangunan yang telah ditetapkan,
pembangunan kawasan dapat terwujud dengan memposisikan BTS sebagai
daya tarik utama. Adapun ke-lima kawasan yang telah ditetapkan merupakan
pionir dalam merespon daya tarik BTS dengan memanfaatkan daya tarik lokal
yang tersedia.
Setidaknya ada tiga peranan pariwisata di kawasan BTS yaitu peranan
ekonomi, peranan sosial dan kebudayaan. Peranan ekonomi dapat
LAPORAN PENDAHULUAN 2
meningkatkan pendapatan pemerintah dan masyarakat. Peningkatan
pendapatan masyarakat dan pemerintah berasal dari pembelanjaan dan biaya
yang dikeluarkan wisatawan selama perjalanan dan persinggahannya seperti
untuk hotel, makan dan minum, cenderamata, angkutan dan sebagainya.
Pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang
usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja yaitu membuka peluang bagi
masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma, restoran,
warung, angkutan dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan
kesempatan kepada masyarakat lokal untuk bekerja dan sekaligus dapat
menambah pendapatan untuk dapat menunjang kehidupan rumah tangganya.
Salah satu permasalahan utama masih terbatasnya pengembangan
BTS adalah terbatasnya koordinasi dan pengelolaan terpadu Kawasan BTS
secara professional. Hal ini, salah satunya dikarenakan keterlibatan berbagai
pihak baik dari pemerintah pusat melalui Kementrian kehutan, dan juga
beberapa daerah sekitar BTS dalam pengelolaan Kawasan BTS yang belum
bersinergi. Selain meningkatkan sinergitas antar pemangku kepentingan,
pemerintah Kabupaten Pasuruan sangat berkepentingan dalam upaya
pengembangan Kawasan di sekitar BTS. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
kajian secara mendalam mengenai potensi dan pengembangan pariwisata
khusus wilayah BTS. Dimana salah satu tujuannya adalah peningkatan
perekonomian masyarakat sekitar dan juga perekonomian Kabupaten
Pasuruan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan
Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Tahun 2016 – 2025. Oleh karena itu, kajian mengenai
Pengembangan pariwisata khusus wilayah Bromo Tengger Semeru sangat
penting dan perlu untuk dilakukan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam
Penyusunan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan Tahun 2020 adalah
1. Bagaimana kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan

LAPORAN PENDAHULUAN 3
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata
BTS oleh masyarakat ?
2. Bagaimana potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya?
3. Bagaimana dampak social budaya, dampak ekonomi dan dampak
lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan?
4. Bagaimana potensi, peluang dan tantangan pengembangan
destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mikro dan kecil,
serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house, transportasi,
rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan masyarakat
pelaku wisata) ?
5. Bagaimana konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Pasuruan?
6. Bagaimana strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN


Maksud dari kegiatan Penyusunan Perencanaan Pengembangan
Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan
adalah menyediakan dokumen sebagai acuan perencanaan maupun
pelaksanaan pengembangan pariwisata penunjang BTS secara terpadu antar
sektor di wilayah Kecamatan pendukung wisata BTS.

Sedangkan tujuan kegiatan yang ingin dicapai adalah

1. Mengidentifikasi dan menginventarisir permasalahan yang dihadapi


oleh masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata
BTS oleh masyarakat.

LAPORAN PENDAHULUAN 4
2. Mengidentifikasi potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya.
3. Mengidentifikasi dampak social budaya, dampak ekonomi dan
dampak lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan.
4. Melakukan pemetaan potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha
mikro dan kecil, serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
5. Menyusun konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Pasuruan.
6. Menyusun strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.

1.4 SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya dokumen hasil Kajian
Penyusunan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan. Secara lebih spesifik, sasaran
kegiatan ini adalah
1. Terdentifikasi dan terinventarisasinya permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata BTS oleh
masyarakat.
2. Teridentifikasinya potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya.
3. Teridentifikasinya dampak social budaya, dampak ekonomi dan
dampak lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan.

LAPORAN PENDAHULUAN 5
4. Terlaksananya pemetaan potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mikro
dan kecil, serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
5. Tersusunnya konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.
6. Tersusunnya strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan.

LAPORAN PENDAHULUAN 6
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata


2.1.1 Ruang Lingkup Pariwisata
Pariwisata berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 2010
tentang Kepariwisataan, didefinisikan sebagai beragam kegiatan wisata
yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010 – 2025, Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Lebih lanjut mengenai karakteristik pariwisata, menurut Yoeti
(2008) merupakan aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara waktu
dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan
untuk menetap atau mencari nafkah, melainkan hanya untuk memenuhi
rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan
tujuan lainnya. Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di
luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan,
politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar
ingin tahu, menambahkan pengalaman ataupun untuk belajar.

Menurut Damanik & Weber (2006) pariwisata merupakan


kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan
rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas, pariwisata
telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju
dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Sebagai suatu
aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia,

LAPORAN PENDAHULUAN 7
barang dan jasa yang sangat kompleks, terkait dengan hubungan
kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan
layanan, dan sebagainya.
Untuk menyamakan pemahaman mengenai istilah-istilah dan
pengertian pariwisata, di Indonesia mengacu pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Gunn (1988) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side)
dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa
keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat
tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan
kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana
pengembangan pariwisata. Dari sisi permintaan misalnya, harus dapat
diidentifikasikan segmen-segmen pasar yang potensial bagi daerah
yang bersangkutan dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi
daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan
penelitian pasar dengan memanfaatkan alat-alat statistik multivariat
tingkat lanjut, sehingga untuk masing-masing segmen pasar yang
sudah teridentifikasi dapat dirancang strategi produk dan layanan yang
sesuai.

2.1.2 Komponen Pengembangan Pariwisata


Menurut Lee (2015) Komponen pengembangan pariwisata
terdiri dari 4 atribut atau biasa disebut 4A: attractions (atraksi), access
(aksesabilitas), amenities (amenitas), dan ancillary services
(layanan tambahan). Atraksi pada dasarnya menjadi titik awal sebuah
tempat menjadi tempat wisata sebab menjadi memotivasi wisatawan
untuk mengunjungi destinasi tersebut. Kemudian, amenitas mencakup

LAPORAN PENDAHULUAN 8
berbagai fasilitas dan layanan yang dibutuhkan wisatawan di tempat
tujuan, seperti akomodasi, makanan, dan hiburan. Selanjutnya,
aksesabilitas mengacu pada kondisi ketersediaan transportasi dan
sarana penghubung ke tempat-tempat wisata tujuan. Terakhir, layanan
tambahan merupakan semua fasilitas dan layanan agar terciptanya
industri pariwisata berkelanjutan seperti keberlanjutan kelembagaan
pariwisata, tersedianya organisasi pengelola, tersedianya sistem
informasi dan pemasaran, hingga sistem keamanan yang handal.

2.1.2.A Daya Tarik (Atraksi) Pariwisata


Berkenaan dengan atraksi, PP No.50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
2025, mendefinisikan daya Tarik Wisata sebagai segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Ketiga jenis atraksi tersebut
dapat dijelaskan dalam kelompok sebagai berikut:
A. Wisata Alam
Daya Tarik wisata alam beasal dari keanekaragaman dan keunikan
lingkungan alam baik pada wilayah perairan maupun daratan. Daya
Tarik wilayah perairan dapat meilputi: i) Bentang pesisir pantai ii)
Bentang laut, baik perairan di sekitar pesisir pantai maupun lepas
pantai yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi
bahari, iii) Kolam air dan dasar laut. Sedangkan daya Tarik wilayah
daratan dapat berupa: i) Pegunungan dan hutan alam/taman
nasional/taman wisata alam/taman hutan raya; ii) Perairan sungai
dan danau; iii) Bentang alam khusus, seperti gua, batuan karst,
padang pasir, dan sejenisnya.
B. Wisata Budaya
Daya Tarik Wisata Budaya dapat berupa hasil olah cipta, rasa dan
karsa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya
selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:
i. Wisata budaya yang bersifat tangible, diantaranya:
a. Cagar Budaya
LAPORAN PENDAHULUAN 9
1. Benda Cagar budaya adalah benda alam
dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak
maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-
sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan
manusia, contoh : angklung, keris, gamelan, dan
sebagainya;
2. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding dan
beratap;
3. Struktur cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam dan/atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang kegiatan yang menyatu dengan alam,
sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia;
4. Situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di
darat dan/atau di air yang mengandung benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau
struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian pada masa lalu;
5. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas;
b. Perkampungan tradisional dengan adat dan tradisi
budaya masyarakat yang khas;
c. Museum
ii. Daya Tarik Wisata budaya bersifat tidak berwujud
(intangible), seperti:

LAPORAN PENDAHULUAN 10
a. Kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan aktifitas
budaya masyarakat yang khas di suatu area/tempat,
contoh : sekaten, karapan sapi, pasola, pemakaman
Toraja, ngaben, pasar terapung, kuin, dan sebagainya;
b. Kesenian, contoh: angklung, sasando, reog, dan
sebagainya.
C. Wisata Buatan
Daya Tarik Wisata hasil buatan adalah daya tarik wisata khusus
yang merupakan kreasi artifisial (artificially created) dan kegiatan-
kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan wisata
budaya. Daya tarik wisata hasil buatan manusia/khusus,
selanjutnya dapat dijabarkan meliputi antara lain:
i. Fasilitas rekreasi dan hiburan/taman bertema, yaitu fasilitas
yang berhubungan dengan motivasi untuk rekreasi, hiburan
(entertainment) maupun penyaluran hobi;
ii. Fasilitas peristirahatan terpadu (integrated resort), yaitu
kawasan peristirahatan dengan komponen pendukungnya
yang membentuk kawasan terpadu;
iii. Fasilitas rekreasi dan olahraga;
Ketiga jenis Daya Tarik Wisata tersebut dapat dikembangkan
lebih lanjut dalam
Lebih lanjut, berdasarkan Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 –
2024, atraksi / daya Tarik wisata juga dapat dikelompokan berdasarkan
sub jenis atau kategori kegiatan wisata seperti:
a) Wisata Petualangan (Adventure Tourism);
b) Wisata Bahari (Marine Tourism);
c) Wisata Agro (Farm Tourism);
d) Wisata Kreatif (Creative Tourism);
e) Wisata Kapal Pesiar (Cruise Tourism);
f) Wisata Kuliner (Culinary Tourism);
g) Wisata Budaya (Cultural Tourism);
h) Wisata Sejarah (Heritage Tourism);

LAPORAN PENDAHULUAN 11
i) Wisata Memorial (Dark Tourism), Contoh: Ground Zero World
Trade Centre, Ground Zero Legian Bali, Merapi Pasca Letusan;
j) Wisata Ekologi (Ecotourism/Wild Tourism);
k) Wisata Pendidikan (Educational Tourism);
l) Wisata Ekstrim-Menantang Bahaya (Extreme Tourism), Contoh:
Bercanda Dengan Hiu, Bercanda Dengan Buaya;
m) Wisata Massal (Mass Tourism);
n) Wisata Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi Dan Pameran
(Meeting, Incentive, Convention, And Exhibition Tourism);
o) Wisata Kesehatan (Medical Tourism/Wellness Tourism);
p) Wisata Alam (Nature-Based Tourism);
q) Wisata Religi (Religious Tourism/Pilgrimage Tourism);
r) Wisata Budaya Kekinian (Pop Culture Tourism);
s) Wisata Desa (Rural Tourism);
t) Wisata Luar Angkasa (Space Tourism);
u) Wisata Olahraga (Sport Tourism);
v) Wisata Kota (Urban Tourism); Dan
w) Wisata Relawan (Volunteer Tourism).

2.1.2.B Accessibilities (Aksesabilitas) Pariwisata


Aksesabilitas pada dasarnya merupakan isu konektivitas yang
menghubungkan antara penyelenggara pariwisata dengan
pengunjung/wisatawan. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024
mendefinisikan aksesabilitas sebagai fasilitas yang dapat
memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar
sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhannya.
Lebih lanjut, aksesablitas parwisata didukung oleh tersedianya
prasarana transportasi yang mencukupi baik secara ekonomi maupun
sosial. Prasarana transportasi ekonomi yang dimaksud berupa jasa
transportasi (mobil, pesawat, ataupun kapal), jalan penghubung, dan
saluran informasi serta media. Disisi lain, prasarana transportasi sosial

LAPORAN PENDAHULUAN 12
merupakan penunjang transportasi seperti petugas operator jasa
transportasi, pelayanan kesehatan dan keamanan.

2.1.2.C Amenities (Amenitas) Pariwisata


Amenitas pada dasarnya merupakan fasilitas yang tersedia di
sekitar obyek wisata yang menunjang atraksi dari pariwisata yang
disediakan (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024). Beberapa unsur
amenitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Fasilitas (sarana) Pokok Kepariwisataan, adalah perusahaan yang
hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus
kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk
dalam kelompok ini adalah travel agent atau tour operator,
perusahaan-perusahaan angkutan wisata, hotel, dan jenis
akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya serta obyek
wisata dan atraksi wisata;
2) Fasilitas (sarana) pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-
perusahaan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk
rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para
wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata.
Yang termasuk dalam kelompok ini seperti sarana olahraga dan
lainnya;
3) Fasilitas (sarana) penunjang kepariwisataan adalah perusahaan
yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan
berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada
suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting adalah
agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan
uangnya ditempat yang dikunjunginya. Kegiatan yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain coffee shop dan steambath,
souvenir shop dan lain-lain.
2.1.2.D Ancillary Services (Layanan Tambahan) Pariwisata
Layanan tambahan merupakan seluruh penunjang untuk
memperkuat atraksi, amenitas, dan aksesabilitas pariwisata. Meskipun
LAPORAN PENDAHULUAN 13
merupakan komponen terakhir, keberlanjutan pariwisata sangat
tergantung dari komponen ini dikarenakan pengembangan pariwisata
merupakan merupakan upaya terstruktur yang membutuhkan
kerjasama antar komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat.
Kunci utama dari komponen ini adalajh keberadaan tata kelola
kelembagaan yang kuat sebagai mekanisma penegakan aturan serta
acuan seluruh komponen penyelenggara dalam melaksanakan kegiatan
pariwisata. Dalam PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025,
pengembangan kelembagaan pariwisata merupakan upaya terpadu dan
sistematik dalam rangka pengembangan organisasi Kepariwisataan,
pengembangan SDM Pariwisata untuk mendukung dan meningkatkan
kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan di
Destinasi Pariwisata. Dalam hal ini, kelembagaan Kepariwisataan
adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara
terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan
masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme
operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

2.2 Teori Permintaan dan Penawaran dalam Industri Pariwisata


Dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok
yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem,
yakni : a) permintaan atau kebutuhan; b) penawaran atau pemenuhan
kebutuhan berwisata itu sendiri; c) pasar dan kelembagaan yang
berperan untuk memfasilitasi keduanya; dan d) pelaku yang
menggerakkan ketiga elemen tersebut. Pada Gambar 2.1 dijelaskan
keterkaitan antar keempat unsur tersebut sebagai sistem pariwisata.
Kebijakan pemerintah untuk pariwisata dapat mempengaruhi
adanya permintaan dan penawaran dari pariwisata itu sendiri, sehingga
nantinya dapat mendorong dan mengendalikan produk atau obyek
pariwisata itu sendiri. Dari sisi penawaran melakukan pengembangan

LAPORAN PENDAHULUAN 14
dan pemasaran obyek pariwisata ke pasar maupun pelaku pariwisata,
dan dari sisi permintaan melakukan kegiatan membeli dan
menggunakan barang dan jasa yang ditawarkan obyek pariwisata itu
sendiri.

KEBIJAKAN
PARIWISATA

P P
E E
E R
N M
A I
W N
A T
R A
A A
N N
PRODUK

PASAR / PELAKU PARIWISATA

Sumber: Damanik dan Weber, 2006

Gambar 2.1. Sistem Kepariwisataan

Permintaan terhadap kegiatan pariwisata didefinisikan sebagai jumlah


total dari orang-orang yang melakukan atau yang berkeinginan melakukan
perjalanan, dengan menggunakan fasilitas dan jasa pariwisata di daerah
tujuan wisata yang jauh dari tempat tinggal biasanya. Permintaan terhadap
kegiatan pariwisata terdiri dari 3 (tiga) kategori pokok :
1. Permintaan aktual atau efektif adalah mengacu pada orang-orang yang
saat ini melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata dan menggunakan
jasa dan fasilitas wisata,
2. Permintaan potensial adalah orang-orang yang memiliki motivasi untuk
melakukan perjalanan tetapi tidak mampu melakukan perjalanan karena
keterbatasan waktu atau adanya kendala keuangan, dan

LAPORAN PENDAHULUAN 15
3. Permintaan tertunda adalah termasuk kategori orang-orang yang dapat
melakukan perjalanan, tetapi mereka belum melakukannya karena
kekurangan informasi, fasilitas atau kombinasi dari keduanya.
Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah
wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya
(produk dan jasa) wisata. Ketersediaan sumberdaya hanya sebagai
pemicu perjalanan. Faktor lain yang turut berperan adalah aksesibilitas
yang semakin mudah pada produk dan obyek pariwisata. Oleh sebab
itu harus ada media yang menghubungkan wisatawan dengan produk
tersebut, yakni akses yang dalam hal ini berupa infrastruktur
transportasi (Mundt, 1998).

Berbeda dengan teori permintaan untuk barang normal yang


menjadikan harga sebagai determinan utama, karakteristik permintaan
pariwisata dipengaruhi oleh elemen bauran pemasaran, termasuk sifat
produk atau jasa, distribusi, strategi promosi, dan tingkat harga itu
sendiri. Namun, penetapan harga dalam hal ini menjadi lebih kompleks
karena terdapat sejumlah strategi unik pada penetapan harga yang
mungkin diterapkan oleh penyedia pariwisata (suppy side), termasuk:
harga prestise; harga penetrasi; penetapan harga berbasis biaya; harga
yang berbeda dan harga yang seragam.
Menurut Yoeti. (2008) Permintaan (demand) dalam
kepariwisataan terdiri dari berbagai macam-macam unsur yang satu
dengan yang lainnya tidak hanya berbeda sifat dan bentuk, tetapi juga
manfaat dan kegunaannya bagi wisatawan. Produk yang dihasilkan
oleh perusahaan industri pariwisata dihasilkan oleh bermacam-macam
perusahaan yang satu dengan yang lain banyak berbeda dan
diperlukan oleh wisatawan pada waktu yang berbeda pula. Permintaan
dalam kepariwisataan tidak hanya terbatas selama masa / periode
perjalanan (tours) dilakukan, tetapi unsur demand yang terpenting
adalah pada saat sebelum perjalanan tersebut diselenggarakan seperti,
ketersediaan informasi, travel documents, tickets, hotel reservations
dan money changers, dan sebagainya yang memerlukan pula
pelayanan yang memuaskan sebelum tours diselenggarakan.
LAPORAN PENDAHULUAN 16
Namun demikian, menrut Camilleri, et al. (2018) yang
menentukan harga sudah sesuai adalah wisatawan itu sendiri. Jika
harga yang ditentukan dirasa tidak mencerminkan nilai yang akan
didapatkan, maka wisatawan tidak akan melakukan perjalanan wisata
tersebut. Selain itu harga yang ditetapkan juga bergantung pada
permintaan konsumen. Pada kurva pemintaan barang normal kurva
berupa garis miring ke bawah kanan. Hal ini menunjukan bahwa saat
harga naik maka kuantitasnya akan turun, sebaliknya jika harga turun
maka kuantitasnya akan naik. Pariwisata masuk ke barang prestise
sehingga kurvanya berbeda dengan barang normal.

Gambar 2. 2 Kurva Barang Normal dan Barang Prestise

Sumber: Camilleri, et al., 2018

Gambar 2.2 menggambarkan kurva permintaan barang normal


dan kurva permintaan barang prestise. Untuk barang prestise kurva
berbentuk miring ke atas. Dimana harga lebih tinggi dianggap sebagai
indikasi bahwa barang berkualitas tinggi dan memberikan nilai yang
lebih. Selain itu, permintaan tidak bergantung pada harga saja.
Pergeseran kurva misalnya peningkatan permintaan dapat disebabkan
oleh berbagai alasan seperti selera pelanggan yang dipengaruhi oleh
variabel lain seperti promosi. Penurunan permintaan juga bisa terjadi

LAPORAN PENDAHULUAN 17
ketika ada produk pengganti. Misalnya wisatawan menemukan moda
transportasi yang lebih murah bagi mereka. (Camilleri, 2018)

Menurut Yoeti (2008) , penawaran (supply) dalam


kepariwisataan meliputi semua unsur yang ditawarkan kepada
wisatawan oleh penyelenggara pariwisata. Ha tersebut mulai dari unsur-
unsur daya tarik alam (nature) dan hasil ciptaan manusia (man-made),
hingga barang-barang dan jasa-jasa (goods & services) yang dapat
mendorong pengnjung ke suatu daerah tujuan wisata.

Supply dalam kepariwisataan mempunyai ciri yang sangat khas.


Pertama, merupakan supply untuk komoditas jasa (Service Supply) di
mana memiliki sifat yang trelatif sulit untuk dipindahkan. Kedua, Supply
sangat kaku (rigid), karena itu sangat sukar menyesuaikan diri (market
clearance). Ketiga, Supply dalam kepariwisataan sangat tergantung
pada persaingan dari supply barang-barang dan jasa-jasa lain.

Implikasi dari keunikan industri pariwisata adalah pada


banyaknya ragam strategi penetapan harga yang dilakukan oleh
penyedia jasa. Pada pemahaman tradisional, penetapan harga merujuk
pada prinsip efisiensi dan profit maximization oleh produsen / penyedia
jasa. Dalam industri pariwisata beberapa pertimbangan disesuaikan
dengan beberapa kondisi sebagai berikut:

A. Prestige Pricing
Strategi ini dilakukan untuk menarik konsumen dengan karakter
hedonic (high-end costumers) dengan cara meningkakan harga dan
kualitas untuk meningkatkan penjualan.
B. Penetration Pricing
Strategi ini dilakukan dengan set harga yang rendah dengan tujuan
penetrasi pasar, merarik konsumen, hingga meningkatkan
penjualan jangka pendek.
C. Volume Pricing
Strategi ini dilakukan dengan penetapan harga berbeda pada
konsumen dengan pembelian dalam jumlah besar. Contohnya

LAPORAN PENDAHULUAN 18
adalah penetapan harga yang lebih rendah pada permintaan
traveling dalam grp yang besar.

2.2 Megatrend Pariwisata


Penyelenggaraan kepariwisataan global beberapa tahun ke
depan diprediksi akan dipengaruhi oleh 10 (sepuluh) tren, yang disebut
Tourism Megatrends. Tren pariwisata ini merupakan hasil kajian yang
dilakukan oleh Howarth HTL (Hotel, Tourism and Leisure) di mana
secara garis besar Tourism Megatrends dapat dilihat dari 2 (dua) sisi
yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Lebih
detail mengenai tren tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sepuluh Tren Pariwisata ke Depan

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL).

Pertama, dari sisi permintaan, tren terbagi menjadi 5 (lima) yaitu


silver hair tourist, generation X & Y, growing middle class, emerging
destination dan political issues and terrorism. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Silver Hair Tourist


Berdasarkan Howarth HTL, populasi masyarakat senior (usia lebih
dari 60 tahun) di dunia akan terus meningkat dan diperkirakan akan

LAPORAN PENDAHULUAN 19
memberikan share 21% dari total wisawatan internasional. Hal ini
tentunya mendorong timbulnya segmen pariwisata baru untuk usia
lanjut (senior).

Gambar 2.4 Peningkatan Populasi Masyarakat Senior (Usia >60) di


Dunia

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Beberapa karakteristik dari wisatawan senior, antara lain (i) siap


secara finansial; (ii) harapan hidup yang makin panjang karena
kemajuan ilmu kedokteran; (iii) wisatawan senior memiliki keinginan
yang lebih besar untuk melakukan perjalanan yang disebabkan
karena ketersediaan informasi yang semakin banyak dan mudah
diakses; (iv) berorientasi kepada pengalaman dengan mencoba
destinasi baru namun tidak mengejar kemewahan melainkan
keunikan berwisata; (v) mencari produk pariwisata yang dapat
memberikan kesehatan dan kebugaran dengan alasan medis
maupun spiritual.
B. Generation X & Y
Segmen generasi muda akan berkembang dengan cepat. Generasi
Y atau biasa disebut milenial, diharapkan mewakili 50% wisatawan

LAPORAN PENDAHULUAN 20
di tahun 2025. Fokus para milenial dalam berwisata adalah
eksplorasi, interaksi dan pengalaman emosional. Demi memenuhi
pengalaman tersebut, beberapa akomodasi baru muncul untuk
mengakomodir kebutuhan para milenial ini, yaitu dengan konsep
minimalis dan menarik (eye catching). Pelayanan kepada para
milenial berfokus pada empati dan hubungan pelanggan (customer
relation). Tren ini diharapkan lebih cepat memberikan dampak
positif terhadap pariwisata dengan dukungan percepatan
digitalisasi, karena teknologi merupakan unsur penting bagi para
milenial.

Gambar 2.5 Profil Generasi Z

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Sementara generasi Z atau biasa di sebut iGen, Click and Go


Children dengan rentang usia 6 hingga 20 tahun, diprediksi memiliki
gaya hidup dan lingkungan hidup yang sangat berbeda dengan
generasi Y. Hal tersebut didorong faktor ketersediaan informasi
bagi generasi Z yang lebih tinggi, gaya hidup yang dinamis dan

LAPORAN PENDAHULUAN 21
tingkat pendidikan yang tinggi. Generasi Z terintegrasi penuh
dengan dunia digital dan mengharapkan informasi yang real time,
pesan singkat namun kuat, sebagian besar dikirimkan melalui
gambar, video dan saluran yang memungkinkan untuk berinteraksi.
Generasi Z berbicara menggunakan emoticon yang berfungsi
menggantikan teks atau narasi. Penyedia layanan pariwisata harus
dapat ‘belajar bahasa’ Generasi Z untuk dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan mereka.
C. Growing Middle Class
Kelas menengah meningkat dari 1,8 miliar pada tahun 2009
menjadi 3,2 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 4,9 miliar pada tahun 2030. Peningkatan kelas
menengah ini akan mengubah profl wisatawan. Mayoritas kelas
menengah berasal dari kawasan Asia Pasifk yang mewakili dua per
tiga dari populasi kelas menengah global dan berkontribusi
terhadap 59% konsumsi kelas menengah tahun 2030. Sebaliknya
populasi kelas menengah di Eropa dan Amerika Utara cenderung
stagnan. Kelas menengah memiliki kencenderungan mandiri dalam
berwisata, tidak memerlukan pemandu wisata. Ketika
merencanakan perjalanan wisata, kelas menengah cenderung
menggunakan transportasi ‘low budget’ seperti pesawat dengan
tarif murah, kereta api atau bus. Kecenderungan lain yaitu kelas
menengah meluangkan waktu untuk mencari informasi perjalanan
yang menawarkan potongan harga atau promo.
D. Emerging Destination
Pertumbuhan kelas menengah dan karakteristik kelas menengah
dalam memilih destinasi pariwisata, mendorong berkembangnya
banyak destinasi pariwisata di negara berkembang (Asia, Amerika
Selatan, Mediterania Timur, Eropa Tengah, Eropa Timur, Timur
Tengah dan Afrika). Negara- negara ini memiliki lebih banyak
kunjungan wisatawan daripada destinasi pariwisata di negara maju
(Amerika Utara, Eropa Barat, serta daerah maju di Asia dan
Pasifik). Pada tahun 1950, sebesar 97% kedatangan turis
terkonsentrasi di 15 negara tujuan, namun terjadi penurunan
LAPORAN PENDAHULUAN 22
menjadi 56% di tahun 2009. Saat ini hampir 100 negara menerima
lebih dari 1 juta kedatangan wisatawan per tahun.
E. Political Issues and Tourism
Gejolak politik dapat berdampak terhadap seluruh sektor di dalam
suatu negara, termasuk pariwisata. Kerusuhan politik di Yunani
contohnya, mempengaruhi pariwisata baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Yunani menjadi tujuan wisata yang dihindari (travel
warning) sehingga akan menghilangkan kepercayaan investor di
masa mendatang. Isu terorisme atau peristiwa tragis juga dapat
mengakibatkan kemunduran besar. Dampaknya adalah penurunan
jumlah pengunjung internasional. Teror yang terjadi di Mesir,
Tunisia dan Thailand memiliki dampak negatif langsung terhadap
pariwisata. Selain itu, isu keamanan transportasi yang kadang
menjadi obyek serangan teroris seperti di pesawat, kereta, bandara
juga dipandang penting sehingga petugas meningkatkan
pengamanan yang berdampak pada lamanya prosedur
pemeriksaan barang.

Sementara dari sisi penawaran (supply), tren terbagi menjadi 5


(lima) yaitu technological (r)evolution, digital channels, loyalty v.X.0,
health and healthy lifestyle, dan sustainability. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Technology (R)evolution
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi berdampak
pada pariwisata karena membentuk dan mengubah aspek
kehidupan sehari-hari. Teknologi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan. Internet telah mengubah cara
wisatawan mencari dan menjelajahi informasi, memesan dan
berwisata. Penggunaan robot, tampilan interaktif, dan smartphone
ke depannya akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sektor pariwisata. Selama liburan, wisatawan akan mendapatkan
informasi secara real time tentang program dan kegiatan pariwisata
untuk memberikan pengalaman wisata yang lengkap sehingga

LAPORAN PENDAHULUAN 23
kepuasan wisatwan menjadi lebih besar. Pada akhirnya, hal
tersebut berdampak pada tingkat konsumsi yang meningkat dan
menimbulkan kesetiaan (loyalitas).

Gambar 2.6 Tren Utama Teknologi yang Mempengaruhi Pariwisata

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

B. Digital Channels
Penetrasi internet mendorong dimulai dan diakhirinya kegiatan
liburan dengan internet. Dimulai dari perencanaan liburan,
mengumpulkan ide, memutuskan berlibur kemudian memberikan
liputan perjalanan dan pengalaman selama berlibur. Saat ini,
setelah berlibur, para wisatawan memberikan feedback tentang
pengalaman mereka melalui social media. Pada tahun 2013, 65%
pencarian dimulai dengan menggunakan telepon seluler dan
dilanjutkan dengan komputer.

LAPORAN PENDAHULUAN 24
Gambar 2.7. Tren Kunci Digitalisasi dalam Pariwisata

Sumber: Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know


about The Future of Tourism (Howarth HTL)

Penyelenggara pariwisata diwajibkan memiliki berbagai platform


dan saluran yang mampu menjangkau wisatawan dan melakukan
komunikasi interaktif. Hal tersebut didorong oleh teknologi yang
mengubah kompleksitas persaingan menjadi lebih tinggi.
Keunggulan di sektor digital, akan berpotensi menjadikan suatu
penyelenggara pariwisata lebih baik daripada pesaingnya. Hal
tersebut tentunya menjadi tantangan baru bagi penyelenggara
pariwisata tradisional.
C. Loyalty v.X.0
Program loyalitas (loyalty program) terintegrasi dengan pengalaman
berwisata serta kecepatan dalam merespon lingkungan digital yang
dinamis. Program loyalitas kuno seperti pengumpulan poin yang
dapat ditukarkan dengan hadiah, harus dipikirkan ulang.
Transformasi perubahan loyalitas dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan program tersebut ke dalam keseluruhan
perjalanan wisata sehingga meningkatkan pengalaman ber wisata

LAPORAN PENDAHULUAN 25
mulai dari perencanaan, akomodasi, aktivitas, pengalaman di hotel
dan di tempat tujuan.

Gambar 2.8. Transformasi Program Loyalitas

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Integrasi juga perlu dilakukan antara pemangku kepentingan sektor


pariwisata (seperti operator, penyedia hotel, pemerintah) dengan
melakukan penyelarasan proses bisnis. Untuk memudahkan
integrasi, proses ini dilakukan dengan dukungan digital atau TIK.
Program loyalitas membutuhkan peningkatan teknologi baru ke
bentuk digital seperti aplikasi seluler dan portal online. Penggunaan
alat dan teknik seperti Big Data memungkinkan wawasan yang
lebih mendalam dan relevan (baik secara waktu, layanan maupun
referensi tempat tertentu) sehingga dapat memberikan penawaran
wisata yang tepat.
D. Health and Healthy Lifesye
Gaya hidup sehat merupakan pencegahan dan faktor kunci dalam
peningkatan kesehatan. Kesadaran akan kesehatan semakin tinggi
dan teknologi juga berkembang pesat mendorong munculnya bisnis
pariwisata seperti Spa yang bertujuan untuk pemantauan

LAPORAN PENDAHULUAN 26
kesehatan. Kerjasama terpadu antara sektor kesehatan dan
pariwisata akan membuka ceruk pasar baru dalam health tourism.

Gambar 2.9. Spectrum of Healthy Trends in Tourism

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

E. Sustainability
Pertumbuhan pariwisata yang fenomenal merupakan salah satu
penggerak sosio-ekonomi di seluruh dunia. Selain itu, pariwisata
juga memberi dampak pada pembangunan dunia, kemakmuran dan
kesejahteraan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pariwisata perlu
dijaga keberlangsungannya. Pariwisata berkelanjutan merupakan
pariwisata yang menghormati penduduk setempat dan wisatawan
lain, warisan budaya dan lingkungan. Terdapat 3 (tiga) pilar yang
harus diseimbangkan agar pembangunan pariwisata berkelanjutan
dapat berlangsung dalam jangka panjang yaitu pilar sosial
(community), pilar lingkungan (environment) dan pilar ekonomi
(economy). Pilar pertama yaitu keberlanjutan sosialmengacu pada
isu kesejahteraan masyarakat, aset budaya, partisipasi masyarakat

LAPORAN PENDAHULUAN 27
dan kepuasan wisatawan. Pembangunan pariwisata harus
memperhatian kelestarian situs budaya, situs sejarah dan
bangunan warisan sebagai bentuk penghargaan terhadap
masyarakat sekitar. Serbuan wisatawan dapat berdampak negatif
terhadap keberlangsungan sosial di sekitar destinasi.
Pembangunan berlebihan dapat menyebabkan antipati atau
penolakan penduduk setempat terhadap pariwisata. Pilar kedua
yaitu lingkungan sebagai atraksi utama bagi wisatawan. Tidak
dapat dipungkiri fakta bahwa aktivitas pariwisataberkontribusi
terhadap produksi CO2. Misalnya, kapal pesiar setidaknya
menghasilkan 17% dari total emisi nitrogen oksida, belum termasuk
aliran limbah yang dihasilkan. Pilar ketiga yaitu ekonomi
berkelanjutan dimana pariwisata memberikan manfaat bagi semua
pemangku kepentingan yang terlibat, pendistribusian yang adil,
kesempatan kerja dan peluang penghasilan. Faktor kunci
keberlanjutan ekonomi antara lain peningkatan standar hidup,
ketersediaan waktu rekreasi, pembangunan dan kemakmuran
ekonomi, serta stabilitas politik.

LAPORAN PENDAHULUAN 28
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 LINGKUP KEGIATAN


Kajian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan
(pengumpulan data) dan tahap analisis.

1. Tahap Persiapan (Pengumpulan Data)


Pengumpulan data dan informasi terkait kondisi terkini dan
berbagai permasalah pengembangan destinasi wisata
pendudkung wisata Bromo tengger Semeru di kabupaten
Pasuruan melalui survei literatur dan instansional dan survei
lapangan.

 Survei Literatur dilakukan untuk mendapatkan teori-teori


yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan wisata
terpadu;
 Survey Instansional dilakukan untuk mendapatkan dokumen
yang dibutuhkan. Pada tahap ini, data sekunder digunakan
untuk melakukan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi
potensi dan kondisi saat ini terkait wisata BTS dan
pendukungnya;
 Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer
terkait potensi, permasalahan, sarana dana sarana
pendukung pengembangan daerah wisata pendukung BTS
yang selanjutnya akan di analisa secara mendalam.
2. Tahap Analisis
Tahapan ini merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan dan
metode serta teknis analisis studi yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara
praktis. Analisis dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu :

 Analisis deskrtptif kuantitatif mengenai kondisi wisata daerah


pendukung BTS;

LAPORAN PENDAHULUAN 29
 Analisis identifikasi permasalahan terhadap masih
terbatasnya perkembangan wisata di daerah pendukung
BTS dari sisi internal maupun eksternal;
 Analisa spasial untuk melihat potensi dan keterkaitan antar
wilayah BTS melalui pemetaan dan survey lapangan
 Analisa perumusan strategis dan rekomendasi kebijakan
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan

3.2 KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari rangkaian kegiatan kajian ini adalah
suatu hasil kajian dan analisa komprehensif sampai dengan rekomendasi bagi
penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Pasuruan dalam upaya
merencanakan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan.

3.3 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Pasuruan meliputi wilayah
Kecamatan Tosari, Kecamatan Tutur, Kecamatan Puspo, Kecamatan
Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Pandaan.

3.4 PENDEKATAN PENELITIAN


Jenis penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan data-data kuantitatif dan intepretasi dari berbagai jenis
publikasi data. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian korelatif.
Dimana penelitian korelatif adalah penelitian yang menghubungkan data-data
yang ada. Sesuai dengan pengertian tersebut peneliti menghubungkan data-
data yang di dapat antara yang satu dengan yang lain.

3.5 JENIS DAN SUMBER DATA

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode
survey, Focus Group Discussion (FGD), in depth interview kepada nara
sumber yang antara lain terdiri dari:
LAPORAN PENDAHULUAN 30
1. Dinas yang terkait, antara lain: Bappeda, Dinas parawisata, Dinas
Pekerjaan Umum dan Bina Marga, Dinas Pertanian dan lain
sebagainya.
2. Pelaku pariwisata dan masyarakat di lokasi penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait
dengan kebutuhan data sebagai berikut,
Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder dan Sumber Data
No Kebutuhan Data Sumber Data
1 Data kependudukan pada lokasi perencanaan BPS, Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil, Dinas
Tenaga Kerja
2 Data penggunaan lahan pada lokasi Dinas Pekerjaan Umum
perencanaan, termasuk pemanfaatan wilayah dan Bina Marga, Dinas
BTS oleh masyarakat pelaku wisata. Perhubungan
3 Data sarana prasarana wilayah : prasarana jalan,
Dinas Pekerjaan Umum
sarana transportasi, air bersih, listrik, sistem
dan Bina Marga, Dinas
telekomunikasi, sarana pengelolaan air limbah,
Perhubungan
dan sistem pengelolaan persampahan.
4 Data sector ekonomi pendukung pariwisata :
hotel/penginapan/homestay, rumah makan / Dinas Pariwisata, Dinas
restoran, pusat oleh-oleh, destinasi wisata, atraksi Industri, Dinas Koperasi
wisata, usaha mikro/kecil, usaha ekonomi kreatif dan Usaha Mikro
dan perbankan/jasa keuangan.
5 Data kelembagaan pendukung pariwisata : desa
wisata, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), jasa
Dinas Pariwisata
guide, travel agent, kelompok budaya, event
budaya dan wisata.
6 Data dampak social, budaya, ekonomi dan
lingkungan akibat pengembangan pariwisata di Dinas Pariwisata
wilayah BTS dan sekitarnya.
7 Data potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi
kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor
Dinas Pariwisata
pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-
oleh, guide dan masyarakat pelaku wisata).
8 Data spasial atau peta (skala 1 : 5.000 atau 1 :
25.000) : peta kondisi eksisting wilayah
perencanaan, peta pengembangan wilayah
Bappeda
perencanaan, peta dasar (wilayah perencanaan),
peta rencana tata guna lahan (RTRW), dan peta
jaringan jalan
Sumber : Hasil Pemikiran, 2020

LAPORAN PENDAHULUAN 31
3.6 ANALISA DATA

Dalam menjawab berbagai rumusan masalah yang telah dikemukakan


pada bab pendahuluan, Analisa data yang digunakan adalah sebagai beriut:
No Rumusan Masalah Analisa Data
Analisa deskriptif yang
Bagaimana kondisi dan digunakan untuk
permasalahan yang dihadapi oleh mendeskripsikan temuan-
masyarakat dan pelaku usaha wisata temuan di lapangan, dan
dalam pengembangan pariwisata mengintrepetasikan analisis
1
pendukung Bromo-Tengger-Semeru data yang dilakukan. Penyajian
di wilayah Kabupaten Pasuruan, hasil analisis ini dapat berupa
serta kondisi eksisting pemanfaatan deskripsi umum, matriks,
wisata BTS oleh masyarakat? bagan, dan bentuk penyajian
lainnya.
Analisis deskriptif yang
digunakan untuk
Bagaimana potensi ekonomi,
mengidentifikasi berbagai
lingkungan, social dan budaya di
2 bentuk kegaiatan dan potensi
wilayah BTS dan wilayah
ekonomi lingkungan dan sosial
pendukungnya?
budaya di wilayah BTS dan
wilayah pendukungnya.
Analisa cost effectiveness
Bagaimana dampak social budaya, untuk melihat dampak social
dampak ekonomi dan dampak budaya, dampak ekonomi dan
lingkungan akibat berkembangnya dampak lingkungan akibat
3
pariwisata pendukung Bromo- berkembangnya pariwisata
Tengger-Semeru di wilayah pendukung Bromo-Tengger-
Kabupaten Pasuruan? Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan
Bagaimana potensi, peluang dan
Analisa Spasial dan Analisa
tantangan pengembangan destinasi
matriks SWOT untuk
wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha
mengidentifikasi masalah,
mikro dan kecil, serta sektor
peluang dan tantangan
4 pendukung wisata (hotel, guest
pengembangan destinasi
house, transportasi, rumah
wisata, sektor ekonomi kreatif,
makan/restoran, pusat oleh-oleh,
usaha mikro dan kecil, serta
guide dan masyarakat pelaku wisata)
sektor pendukung wisata
?
Bagaimana konsep model Analisis deskriptif mengenai
pengembangan pariwisata terpadu pengembangan pariwisata
5
pendukung wisata Bromo-Tengger- terpadu pendukung wisata
Semeru di Kabupaten Pasuruan? Bromo-Tengger-Semeru di

LAPORAN PENDAHULUAN 32
Kabupaten Pasuruan
Matrik QSPM untuk menyusun
Bagaimana strategi dan arah strategi dan arah kebijakan
kebijakan serta rekomendasi serta rekomendasi
6 pengembangan pariwisata terpadu pengembangan pariwisata
pendukung wisata Bromo-Tengger- terpadu pendukung wisata
Semeru di Kabupaten Pasuruan? Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan
Dari tabel diatas, penjelasan masing – masing analisa data adalah sebagai
berikut

1. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan temuan-temuan


di lapangan, dan mengintrepetasikan analisis data yang dilakukan.
Penyajian hasil analisis ini dapat berupa deskripsi umum, matriks,
bagan, dan bentuk penyajian lainnya. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kegiatan di sektor parawisata
dan berbagai kelembagaannya.

Analisis Deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai


subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian
hipotesis. Sekalipun penelitian yang dilakukan bersifat inferensial,
sajian keadaan subjek dan data penelitian secara deskriptif tetap perlu
diketengahkan lebih dahulu sebelum pengujian hipotesis dilakukan.
Penyajian hasil analisis deskriptif biasanya berupa frekuensi dan
persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan chart
pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik
kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang bukan
kategorikal.

Penyajian persentase dan proporsi memberikan gambaran


mengenai distribusi subjek menurut kategori-kategori nilai variabel.
Oleh karena itu, analisis ini didasarkan pada distribusi frekuensi.
Secara visual, penggunaan tabel frekuensi dan grafik sangat
membantu memahami keadaan data yang disajikan. Penyajian
persentase dapat dijadikan lebih informatif dengan menyertakan

LAPORAN PENDAHULUAN 33
variabel lain ke dalam tabel-silang yang sudah ada sehingga menjadi
sebuah tabel tiga-jalan.

2. Analisis cost effectiveness

Pada dasarnya, analisis cost effectiveness adalah analisis


komparatif antara biaya dan efektivitas dari suatu kebijakan atau
program di mana umumnya digunakan pada suatu dampak yang sulit
diukur secara keuangan. Koridor utama dari analisis ini adalah dampak
dari adanya dampak sebagai akibat dari program terkait
pengembangan pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
wilayah Kabupaten Pasuruan. Dalam hal ini, dampak sosial, budaya,
ekonomi dan lingkungan menjadi unit yang dianalisis dengan satuan
yang masing – masin berbeda.
Tahapan yang dilakukan pada analisis ini diantaranya a) identifikasi
setiap biaya yang dikeluarkan dalam program pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan; b) Identifikasi indikator yang menjadi ukuran pada dampak
sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan; c) Membuat rasio
perbandingan antara biaya dan dampak dari setiap program
pengembangan pariwisata; d) Membuat Analisa terkait dampak sosial,
budaya, ekonomi dan lingkungan dari adanya program pengembangan
pariwisata pendukung.

3. Analisa Spasial

Analisis spasial merupakan metoda penelitian yang menjadikan


peta, sebagai model yang merepresentasikan dunia nyata yang
diwakilinya, sebagai suatu media analisis guna mendapatkan hasil-
hasil analisis yang memiliki atribut keruangan. Analisis spasial ini
penting untuk mendapatkan gambaran keterkaitan di dalam
permasalahan antar-wilayah dalam wilayah studi.
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang digunakan sebagai alat
(tool) yang membantu pengguna (user) dalam memperoleh informasi
yang lebih lengkap. Lengkap dalam arti bahwa informasi yang disajikan

LAPORAN PENDAHULUAN 34
telah mencakup penggambaran secara keruangan (spasial) sehingga
pengguna dapat dengan lebih mudah dalam memperoleh maupun
menganlisa informasi lebih lanjut.
Untuk keperluan analisis spasial ini dibutuhkan data spatial sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Beberapa data spasial yang
dibutuhkan seperti : Peta Jalan (line); Sungai (line) dan Land zone
(pertanian, Pariwisata, urban, rural dan konservasi) dengan tipe
polygon. Data-data spasial diatas yang diperoleh dari
BAKOSURTANAL digunakan sebagai data dasar untuk melakukan
analisis seperti buffer, union, merge, intersect, clip dan operasi query.
Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster
dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda,
selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan
hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan
representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat
dikenali dan diproses oleh computer.
Model data vektor merupakan model data yang paling banyak
digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai
koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang
dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis
(line), dan area (polygon). Titik merupakan representasi grafis yang
paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi
tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun
dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi
Fasilitas Kesehatan, dll. Garis merupakan bentuk linear yang
menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek
dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai, dll. Poligon merupakan
representasi obyek dalam dua dimensi.Contoh : Danau, Persil Tanah,
dll.

LAPORAN PENDAHULUAN 35
Gambar 3.1 Kategori Model Data Vektor

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1 diatas, model data


vektor terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
 Topologi, biasa digunakan dalam analisis spasial dalam
SIG. Topologi merupakan model data vektor yang
menunjukan hubungan spasial diantara obyek spasial. Salah
satu contoh adalah bahwa persimpangan diantara dua garis
di pertemukan dalam bentuk titik, dan kedua garis tersebut
secara explisit dalam atributnya mempunyai informasi
sebelah kiri dan sebelah kanan. Salah satu contoh analisis
spasial yang dapat dilakukan dalam format topologi adalah
proses tumpang tindih (overlay) dan analisis work analysis)
dalam SIG.
 Non Topologi, merupakan model data yang mempunyai sifat
yang lebih cepat dalam menampilkan, dan yang paling
penting dapat digunakan secara langsung dalam perangkat
lunak (software) SIG yang berbeda-beda. Non-topologi
digunakan dalam menampilkan atau memproses data
spasial yang sederhana dan tidak terlalu besar ukuran
filenya.
 Model data vektor dalam topologi lebih jauh lagi dapat
dikembangkan dalam dua kategori, yaitu Data Sederhana

LAPORAN PENDAHULUAN 36
(Simple Data) yang merupakan representasi data yang
mengandung tiga jenis data (titik, garis, poligon) secara
sederhana. Sedangkan Data Tingkat Tinggi (Higher Data
Level), dikembangkan lebih jauh dalam melakukan
pemodelan secara tiga dimensi (3 Dimensi/3D). Model
tersebut adalah dengan menggunakan TIN (Triangulated
Irregular Network).
 Region, merupakan sekumpulan poligon, dimana masing-
masing poligon tersebut dapat atau tidak mempunyai
keterkaitan diantaranya akan tetapi saling bertampalan
dalam satu data set.
 Dymanic Segmentation, adalah model data yang dibangun
dengan menggunakan segmen garis dalam rangka
membangun model jaringan (network).

4. Analisa QSPM

Dalam upaya merumuskan dan menyusun strategi pengembangan


wisata di Kawasan BTS dan wilayah pendukung di Kabupaten Pasuruan,
peneliti akan menggunakan model perumusan strategi yang dikembangkan
oleh F.R. David. Seperti yang dikemukakan Umar (2008:31), menurut teori
manajemen strategis, strategi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan
tugas. Strategi-strategi tersebut adalah strategi generik (generic strategy)
yang akan dijabarkan menjadi strategi utama/induk (grand strategy). Strategi
induk ini selanjutnya dijabarkan menjadi strategi tingkat fungsional, yang
sering disebut dengan strategi fungsional.
Masih menurut Umar (2008:32), dalam menganalisis strategi
organisasi, perlu diketahui bahwa bentuk strategi akan berbeda-beda antar-
industri, antar-organisasi, dan antar-situasi. Terdapat beberapa model
perumusan strategi generik dan strategi utama, yaitu model Wheelen dan
Hunger, model Michael P. Porter, dan model F.R. David. Kegiatan ini akan
menggunakan model F.R. David. Berdasarkan model ini penentuan strategi
utama dilakukan melalui tiga tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan
matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk

LAPORAN PENDAHULUAN 37
matriks-matriks itu telah sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi,
sehingga dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam
mengidentifikasi, megevaluasi, dan memilih strategi-strategi yang paling tepat.
Tahapan dalam model F.R. David yang akan digunakan dalam kegiatan ini
dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Tahap 1: THE INPUT STAGE


Matriks EFE Matriks IFE

Tahap II: THE MATCHING STAGE


Matriks SWOT Matriks IE

Tahap III: THE DECISION STAGE


QSPM

Sumber: Umar (2008)


Gambar 3.1. Tahapan Model Strategi F.R. David
Perangkat atau alat analisis dalam setiap tahapan tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut.
a. Matriks External Factor Evaluation (Matrik EFE)
Matriks EFE digunakan untuk membuat perencanaan strategis yang
dapat meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, hukum, teknologi, dan persaingan serta
berbagai bidang eksternal di mana organisasi berada, serta data eksternal
relevan lainnya. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks EFE, yaitu:
1. Daftar critical success factors untuk aspek eksternal mencakup perihal
peluang (opportunities) dan ancaman (treaths) bagi suatu organisasi
dalam hal ini pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung.
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.

LAPORAN PENDAHULUAN 38
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1. 1 = di bawah rata-rata 2. 3 = di atas rata-rata
3. 2 = rata-rata 4. 4 = sangat bagus
Rating mengacu efektivitas strategi organisasi. Dengan demikian nilainya
didasarkan pada kondisi yang ada.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skor critical success factor.
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai skor total 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi
merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang
ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara
itu, skor total 1,0 menunjukkan bahwa organisasi tidak memanfaatkan
peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman
eksternal.
Tabel 3.1. Matiks EFE
Faktor Strategi Rating
Bobot (A) Skor (A x B)
Eksternal (B)
Kekuatan:
1
2
:
n
Kelemahan:
1
2
:
n
Total

Sumber: David (2004)


b. Matriks Internal Factor Evaluation (Matrik IFE)
Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang bersifat
meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang ada

LAPORAN PENDAHULUAN 39
terkait pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung. Data dan
informasi aspek internal dapat digali dari beberapa fungsional organisasi,
misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem
informasi, dan produksi. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks IFE,
yaitu:
1. Daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai
dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek
internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata jawaban.
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1 = di bawah rata-rata 3 = di atas rata-rata
2 = rata-rata 4 = sangat bagus
Jadi rating mengacu pada kondisi organisasi, sedangkan bobot mengacu
pada kriteria yang telah disepakati.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skornya.
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5; jika nilainya di bawah 2,5 maka
menandakan bahwa secara internal adalah lemah. Sedangkan nilai yang
berada di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks EFE
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Matiks IFE
Rating
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Skor (A x B)
(B)
Kekuatan:
1
2
:
n

LAPORAN PENDAHULUAN 40
Kelemahan:
1
2
:
n
Total

Sumber: David (2004)

Matriks SWOT
Matriks Strength-Weaknesses-Opportunities-Threat (SWOT) merupakan
matching tool yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe
strategi, yaitu strategi SO (Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-
Opportunity), strategi ST (Strength-Threat), dan strategi WT (Weakness-
Threat). Keempat tipe strategi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Strategi SO (Strength-Opportunitiy), strategi ini menggunakan kekuatan
internal pemerintah daerah untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
pemerintah daerah.
 Strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal pemerintah daerah terkait
pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung dengan memanfaatkan
peluang-peluang eksternal.
 Strategi ST (Strength-Threat), melalui strategi ini pemerintah daerah
berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-
ancaman eksternal.
 Strategi WT (Weakness-Threat), strategi ini merupakan taktik untuk
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari
ancaman.

LAPORAN PENDAHULUAN 41
Stengths-S Weaknesses-W
1. 1.
IFAS
2. 2.
3. Catatlah kekuatan- 3. Catatlah kelemahan-
Kosong kekuatan internal kelemahan internal
. organisasi . organisasi
. .
EFAS
9. 9.
10. 10.
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
1. 1. 1.
Daftar kekuatan Daftar untuk memperkecil
2. Catatlah peluang- 2. untuk meraih 2. kelemahan dengan
peluang eksternal
3. yang ada 3. keuntungan dari 3. memanfaatkan keuntungan
peluang yang ada dari peluang yang ada
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.
Treaths-T Strategi ST Strategi WT
1. 1. 1. Daftar untuk memperkecil
Daftar kekuatan
2. Catatlah ancaman- 2. untuk menghindari 2. kelemahan dan
ancaman eksternal menghindari ancaman
3. yang ada 3. ancaman 3.
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.

Gambar 3.2. Contoh Matriks SWOT


Sedangkan unsur-unsur yang diperhatikan dalam menggunakan
SWOT pada kegiatan ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

LAPORAN PENDAHULUAN 42
Tabel 3.3.Beberapa unsur dan variabel dalam Analisis SWOT Parawisata
Unsur Variabel
Atraksi Alam Lokasi, jumlah, mutu, masalah, dan daya
tarik
Atraksi budaya Lokasi, jenis, jumlah, mutu, masalah, daya
tarik
Dampak Lingkungan yang Perubahan lingkungan fisik, ekologis, daya
Potensial dukung
Aksesibilitas Daya angkut, akses, mutu, frekuensi,
ongkos
Pasar Daerah asal, tipe perjalanan, tipe kegiatan
Usaha Jasa Mutu, kesesuaian dengan pasar, masalah
lain
Informasi Wisata Mutu peta, buku panduan wisata,
pemaparan, akurasi dan autensitas
informasi
Promosi Efektivitas advertensi, publisitas,
kehumasan, insentif, moda promosi
Organisasi dan Kelembagaan Organisasi terkait, hubungan kerja,
kemitraan, teamwork pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung
Komitmen Pelaku Wisata Dukungan dari berbagai sektor, sikap
publik dan masyarakat lokal terhadap
pengembangan wisata BTS dan wilayah
pendukung

Sumber: Gunn dalam Damanik dan Weber (2006)

Matriks Internal-Eksternal (IE)


Sebagaimana dikemukakan David (2004 : 300), matriks IE
memosisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel, seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 3.3. Matriks IE didasari pada dua dimensi
kunci, yaitu total rata-rata tertimbang IFAS pada sumbu x dan total rata-rata

LAPORAN PENDAHULUAN 43
tertimbang EFAS pada sumbu y. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari
1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah
menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Demikian pula dengan
sumbu y, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai
dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah
tinggi.

4,0 Kuat 3,0 Rata-rata 2,0 Lemah 1,0

II III
Kuat I Grow and Build Hold and

3,0 Grow and Build Maintain


V VI
Rata-rata
IV Hold and Harvest or
2,0 Grow and Build Maintain Divestiture

Lemah
VIII IX
VII Harvest or Harvest or
1,0
Hold and Divestiture Divestiture
Maintain

Sumber: David (2004)


Gambar 3.3. Matriks IE
Matriks IE (Gambar 3.3) dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang
memiliki implikasi strategi yang berbeda, yaitu:
1. Sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan
(grow and build). Strategi-strategi yang sesuai adalah strategi intensif
(market penetration, market development, dan product development) atau
strategi terintegrasi (backward integration, forward integration, dan
horizontal integration).
2. Sel III, V, VII dapat dikendalikan dengan strategi jaga dan pertahankan
(hold and maintain). Strategi yang umum yang digunakan adalah market
penetration dan product development.
3. Sel VI, VIII, IX rekomendasi yang umum diberikan adalah menggunakan
strategi tuai atau divestasi (harvest or divestiture).

LAPORAN PENDAHULUAN 44
Matriks Quantitative Strategies Planning (QSPM)
Menurut David (2004:308), QSPM adalah alat yang
direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan
strategi alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internal
dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Teknik ini termasuk dalam
tahap III dari kerangka kerja analisis perumusan strategi. Teknik ini secara
objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik.
QSPM menggunakan input dari analisis tahap I dan hasil pencocokan
dari analisis tahap II, untuk menentukan secara objektif di antara alternatif
strategi. Mekanismenya yaitu penggabungan matriks EFE, matrik IFE yang
membentuk tahap I; dengan matriks SWOT, matriks IE yang membentuk
tahap II. Hasil dari penggabungan ini akan menghasilkan informasi yang
dibutuhkan untuk membuat QSPM.
Secara konsep, seperti yang dikemukakan David (2004:309), QSPM
menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa
jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau
diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set
alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari setiap faktor
keberhasilan kunci internal dan eksternal. Jumlah set alternatif yang
dimasukkan dalam QSPM tidak dibatasi, tetapi hanya strategi dalam set yang
sama dapat dievaluasi satu sama lain.
Keunggulan QSPM adalah bahwa set strategi dapat dievaluasi secara
bertahap atau bersama-sama. Selain itu teknik ini menyusun stategi untuk
mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses
keputusan. Dengan demikian teknik ini dapat meminimalkan kemungkinan
terabaikannya suatu faktor kunci atau pemberian bobot yang tidak sesuai.
Walaupun pengembangan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan
subjektif, perumusan keputusan kecil selama proses akan memperbesar
kemungkinan bahwa keputusan strategis final adalah yang terbaik bagi
organisasi. QSPM dapat dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe
organisasi (organisasi kecil/besar, berorientasi laba/nirlaba).
Di sisi lain, QSPM juga memiliki keterbatasan. Seperti alat analisis
untuk memformulasikan strategi lainnya, QSPM juga membutuhkan intituitive
judgement yang baik. Metode ini selalu membutuhkan penilaian intuitif dan
LAPORAN PENDAHULUAN 45
asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan
keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun telah didasarkan pada
informasi yang objektif. Keterbatasan lainnya yaitu metode ini hanya dapat
bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang
mendasari penyusunannya.
Komponen-komponen utama dari suatu QSPM terdiri dari factors,
strategic alternative, weights, attractiveness score, total atractiveness score,
dan sum total atracctiveness score (David, 2004). Matriks QSPM disajikan
pada Tabel 3.4, sedangkan penjelasan mengenai langkah-langkah
pengembangan suatu QSPM adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4. QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix)


Faktor-Faktor Sukses Kritis Bobot Alternatif Strategi
Strategi I Strategi II Strategi III
AS TAS AS TAS AS TAS
Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
Jumlah Total Nilai Daya Tarik

Sumber: David (2004)


Tahap 1 : Pembuatan daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan
kelemahan organisasi di kolom sebelah kiri QSPM.
Informasi tersebut diambil dari matriks IFAS dan EFAS.
Tahap 2 : Pemberian bobot pada masing-masing external and internal
critical success factor. Bobot tersebut sama dengan bobot
pada IFAS matrix dan EFAS matrix.
Tahap 3 : Pengevaluasian matrik pada stage 2 dan identifikasi
strategi alternatif yang pelaksanaannya harus
dipertimbangkan organisasi. Catatlah strategi-strategi ini di
bagian atas baris QSPM.
Tahap 4 : Penetapan Attractiveness Score (AS) untuk setiap strategi

LAPORAN PENDAHULUAN 46
berdasarkan peran faktor tersebut terhadap setiap alternatif
strategi. Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 =
agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat
menarik.
Tahap 5 : Penghitungan Total Attractiveness Score (TAS) dengan
mengalikan bobot dengan AS.
Tahap 6 : Perhitungan jumlah seluruh TAS untuk setiap alternatif
strategi. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS
dari alternatif strategi yang tertinggilah yang menunjukkan
bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama. Nilai
TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini
menjadi pilihan terakhir.

LAPORAN PENDAHULUAN 47
Gambar 3.5. Alur Kegiatan

Analisis
1,5 ptDeskriptif
Identifikasi Kondisi Geografis Mendeskripsikan berbagai kondisi
umum yang mempengaruhi
pengembangan wisata BTS dan
Identifikasi Kondisi Sosial wilayah pendukung ke depan seperti
kondisi geografis, sosial, demografi dan
ketenagakerjaan, infrastruktur, dan
capaian kondisi ekonomi beberapa
Identifikasi demografi dan tahun terakhir.
Studi Studi
Pendahuluan Literatur ketenagakerjaan Strategi dan Konsep
pengembangan pariwisata
Analisis QSPM pendukung Bromo-Tengger-
Identifikasi Kondisi Sarana dan Semeru
menyusun strategi dan arah kebijakan
Prasarana serta rekomendasi pengembangan
pariwisata terpadu pendukung wisata
Identifikasi Arah dan Kebijakan
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Masalah pengembangan pariwisata
Pasuruan
pendukung Bromo-Tengger-
Semeru
Identifikasi Kondisi Ekonomi
Analisis Spasial

mengidentifikasi masalah, peluang dan


tantangan pengembangan destinasi karakteristik Integrasi
wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha sektor dan pariwisata Bromo
Identifikasi Regulasi terkait mikro dan kecil, serta sektor pendukung sumber tengger Semeru
parawisata daerah wisata dengan GWR (Geographically pendanaan
weighted regression) dan indeks Moran

Identifikasi:
Analisis cost effectiveness
1. Data dampak social, budaya, Rencana terpadu
ekonomi dan lingkungan melihat dampak social budaya, dampak
2. Data potensi, peluang dan pengembangan pariwisata
tantangan pengembangan destinasi ekonomi dan dampak lingkungan akibat pendukung Bromo-Tengger-
wisata, sektor ekonomi kreatif, berkembangnya pariwisata pendukung Semeru
usaha mikro dan kecil, serta sektor
Input pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
3. Data kelembagaan pendukung
pariwisata
Kabupaten Pasuruan LAPORAN PENDAHULUAN 61
Proses 4. Data sector ekonomi pendukung
pariwisata
Output
BAB IV
ORGANISASI PELAKSANA KEGIATAN

4.1 JADWAL KEGIATAN

Bulan

No Kegiatan Agustus September Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan
2 Penyusunan Laporan
Pendahuluan
3 Seminar Laporan Pendahuluan
(Diskusi)
4 Pengumpulan Data (primer dan
sekunder)
5 Kompilasi dan tabulasi data
6 Penyusunan Laporan Kemajuan/
Fakta Analisa
7 Seminar Laporan Kemajuan/
Fakta Analisa (Diskusi)
8 Penyusunan Draft Laporan Akhir
9 Seminar Draft Laporan Akhir
(Diskusi)
10 Penyusunan Laporan Akhir
11 Penyelesaian Kegiatan

LAPORAN PENDAHULUAN 49
Daftar Pustaka
Yoeti, O. A. (2008). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Percetakan
Penebar Swadaya.

Camilleri, A. M. (2018). Travel Marketing, Tourism Economics and the Airline Product.
Switzerland: Springer.

Undang-Undang No.9 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025.

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan


Tahun 2014 – 2024.

Lee, Cheng-Fei (2015). An investigation of factors determining industrial tourism


attractiveness. Tourism and Hospitality Research 0(0) 1–14.

Horwath HTL (2015). Tourism Megatrends Report.


https://horwathhtl.com/publication/tourism-megatrends-report/

LAPORAN PENDAHULUAN 50
BADAN PERENCANAAN FAKULTAS EKONOMI DAN
PEMBANGUNAN DAERAH BISNIS UNIVERSITAS
KABUPATEN PASURUAN BRAWIJAYA

PENYUSUNAN RENCANA
PENGEMBANGAN PARIWISATA PENDUKUNG
BROMO – TENGGER – SEMERU
DI KABUPATEN PASURUAN

LAPORAN AKHIR 0
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... i


DAFTAR TABEL ........................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ......................................................................................... 3
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN .................................................................. 4
1.4 SASARAN ............................................................................................................ 5
BAB II TELAAH PUSTAKA ............................................................................................ 7
2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata..................................................................... 7
2.2 Komponen Pengembangan Pariwisata ............................................................... 8
2.3 Teori Permintaan dan Penawaran dalam Industri Pariwisata ........................... 14
2.4 Megatrend Pariwisata ........................................................................................ 19
BAB III METODE KEGIATAN ...................................................................................... 29
3.1 LINGKUP KEGIATAN ........................................................................................ 29
3.2 KELUARAN ........................................................................................................ 30
3.3 LOKASI PENELITIAN ........................................................................................ 30
3.4 PENDEKATAN PENELITIAN............................................................................. 30
3.5 JENIS DAN SUMBER DATA ............................................................................. 31
3.6 ANALISA DATA.................................................................................................. 32
BAB VI Identifikasi Permasalahan dalam Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo Tengger Semeru .............................................................................................. 49
4.1 Arah Pengembangan Pariwisata Pendukung Berdasarkan Regulasi dan Sistem
Tata Kelola ............................................................................................................... 49
4.2 Identifikasi Permasalahan Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS
Berdasarkan 4A ........................................................................................................ 52
4.2.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 53
4.2.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 58
4.2.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 60
4.2.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 63
4.2.5 Kecamatan Purwosari ..................................................................................... 66
4.2.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 68
4.3 Identifikasi Permasalahan Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS
Berdasarkan Kondisi Tata Kelola dan Sumber Daya Manusia ............................... 70

LAPORAN AKHIR i
BAB V Identifikasi Potensi Ekonomi, Lingkungan, Sosial dan Budaya di Wilayah
Pariwisata Pendukung Bromo Tengger Semeru ......................................................... 76
5.1 Potensi Ekonomi Pariwisata Pendukung BTS ................................................... 76
5.1.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 76
5.1.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 78
5.1.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 79
5.1.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 79
5.1.5 Kecamaan Purwosari ...................................................................................... 80
5.1.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 81
5.2 Potensi Lingkungan Pariwisata Pendukung BTS .............................................. 81
5.2.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 81
5.2.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 83
5.2.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 84
5.2.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 84
5.2.5 Kecamaan Purwosari ...................................................................................... 85
5.2.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 86
5.3 Potensi Sosial Pariwisata Pendukung BTS ....................................................... 86
5.3.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 86
5.3.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 87
5.3.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 87
5.3.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 88
5.3.5 Kecamaan Purwosari ...................................................................................... 88
5.3.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 89
5.4 Potensi Budaya Pariwisata Pendukung BTS .................................................... 89
5.4.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 89
5.4.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 90
5.4.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 90
5.4.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 91
5.4.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 92
BAB VI Analisis Dampak Sosial Budaya Ekonomi dan Lingkungan dalam
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo Tengger Semeru .............................. 93
6.1 Dampak Ekonomi dari Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS ............... 93
6.1.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 93
6.1.2 Kecamatan Tosari ........................................................................................... 95
6.1.3 Kecamatan Puspo ........................................................................................... 96
6.1.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................... 96
6.1.5 Kecamaan Purwosari ...................................................................................... 97
6.1.6 Kecamatan Sukorejo ....................................................................................... 98

LAPORAN AKHIR ii
6.2 Dampak Lingkungan Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS ...... 99
6.2.1 Kecamatan Tutur............................................................................................. 99
6.2.2 Kecamatan Tosari ......................................................................................... 101
6.2.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................. 103
6.2.5 Kecamaan Purwosari .................................................................................... 103
6.3 Dampak Sosial Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS ............. 105
6.3.1 Kecamatan Tutur........................................................................................... 105
6.3.2 Kecamatan Tosari ......................................................................................... 107
6.3.3 Kecamatan Puspo ......................................................................................... 107
6.3.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................. 108
6.3.5 Kecamaan Purwosari .................................................................................... 109
6.3.6 Kecamatan Sukorejo ..................................................................................... 109
6.4 Dampak Budaya Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS ........... 110
6.4.1 Kecamatan Tutur........................................................................................... 110
6.4.2 Kecamatan Tosari ......................................................................................... 112
6.4.3 Kecamatan Puspo ......................................................................................... 112
6.4.4 Kecamatan Purwodadi .................................................................................. 113
6.4.5 Kecamaan Purwosari .................................................................................... 113
6.4.6 Kecamatan Sukorejo ..................................................................................... 114
BAB VII Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo Tengger Semeru ......................................................................... 115
7.1 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Tutur .................................................................................................... 116
7.2 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
KecamatanTosari ................................................................................................... 118
7.3 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Puspo .................................................................................................. 119
7.4 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Purwodadi ........................................................................................... 121
7.5 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Purwosari ............................................................................................ 122
7.6 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Sukorejo .............................................................................................. 124
BAB VIII Kesimpulan & Saran ................................................................................... 126
9.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 126
9.2 Saran ................................................................................................................ 126
Daftar Pustaka ........................................................................................................... 127

LAPORAN AKHIR iii


DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder dan Sumber Data ............................................ 31


Tabel 3.2. Matiks EFE.................................................................................................. 39
Tabel 3.3. Matiks IFE ................................................................................................... 41
Tabel 3.4. Beberapa unsur dan variabel dalam Analisis SWOT Parawisata ............. 43
Tabel 3.5. QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix) ....................................... 46
Tabel 4.1 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Tutur Berdasarkan 4A .. 53
Tabel 4.2 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Tutur ................................... 56
Tabel 4.3 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Tosari Berdasarkan 4A. 58
Tabel 4.4 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Tosari.................................. 59
Tabel 4.5 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Puspo Berdasarkan 4A 61
Tabel 4.6 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Puspo ................................. 62
Tabel 4.7 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Purwodadi Berdasarkan
4A ................................................................................................................................. 64
Tabel 4.8 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Purwodadi .......................... 64
Tabel 4.9 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Purwosari Berdasarkan
4A ................................................................................................................................. 66
Tabel 4.10 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Purwosari ......................... 67
Tabel 4.11 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Sukorejo Berdasarkan
4A ................................................................................................................................. 69
Tabel 4.12 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Sukorejo ........................... 69
Tabel 4.13 Identifikasi Kondisi Pengelolaan Destinasi Wisata yang Dikelola Oleh
Pemerintah ................................................................................................................... 72
Tabel 4.14 Identifikasi Kondisi Pengelolaan Destinasi Wisata yang Dikelola Oleh
Swasta.......................................................................................................................... 74
Tabel 4.15 Permasalahan Pengembangan Wisata dari Segi SDM dan Tata Kelola . 75
Tabel 5.1 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Tutur ........................................... 76
Tabel 5.2 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Tosari ......................................... 78
Tabel 5.3 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Pupso ......................................... 79
Tabel 5.4 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Purwodadi .................................. 80
Tabel 5.5 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Purwosari ................................... 80
Tabel 5.6 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Sukorejo ..................................... 81
Tabel 5.7 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Tutur ...................................... 81
Tabel 5.8 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Tosari .................................... 83
Tabel 5.9 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Puspo .................................... 84
Tabel 5.10 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Purwodadi ........................... 85
Tabel 5.11 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Purwosari ............................ 85
Tabel 5.12 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Sukorejo .............................. 86
Tabel 5.13 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Tutur ............................................. 86
Tabel 5.14 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Tosari ........................................... 87
Tabel 5.15 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Puspo ........................................... 88
Tabel 6.16 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Purwodadi .................................... 88
Tabel 5.17 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Purwosari ..................................... 89
Tabel 5.18 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Sukorejo ....................................... 89
Tabel 5.19 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Tutur .......................................... 90
Tabel 5.20 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Tosari ......................................... 90
Tabel 5.21 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Puspo ......................................... 91
Tabel 5.22 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Purwodadi .................................. 91
Tabel 5.23 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Purwosari ................................... 92

LAPORAN AKHIR iv
Tabel 6.1 Analisa Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi ........................................ 94
Tabel 6.2 Analsis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi ........................................ 95
Tabel 6.3 Analsisi Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi ....................................... 96
Tabel 6.4 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi ....................................... 97
Tabel 6.5 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi ....................................... 97
Tabel 6.6 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi. ...................................... 99
Tabel 6.7 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Lingkungan di Kecamatan Tosari.
.................................................................................................................................... 102
Tabel 6.8 Analisis Dampak Lingkungan Akibat Adanya Destinasi Wisata ............... 102
Tabel 6.9 Analisis Dampak Lingkungan Keberadaan Destinasi Wisata ................... 103
Tabel 6.10 Analisis Dampak Lingkungan Adanya Keberadaan Destinasi Wisata di
Kecamatan Purwosari ................................................................................................ 104
Tabel 6.11 Analisis Dampak Lingkungan Adanya Keberadaan Destinasi Wisata di
Kecamatan Sukorejo.................................................................................................. 104
Tabel 6.12 Analsis Dampak Sosial Akibat Adanya Destinasi Wisata di Kecamatan
Tutur ........................................................................................................................... 105
Tabel 6.13 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisasta di Kecamatan
Tosari ......................................................................................................................... 107
Tabel 6.14 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Puspo ......................................................................................................................... 107
Tabel 6.15 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwodadi .................................................................................................................. 108
Tabel 6.16 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwosari ................................................................................................................... 109
Tabel 6.17 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwodadi .................................................................................................................. 110
Tabel 6.18 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Tutor ........................................................................................................................... 110
Tabel 6.19 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Tosari ......................................................................................................................... 112
Tabel 6.20 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwodadi .................................................................................................................. 112
Tabel 6.21 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwodadi .................................................................................................................. 113
Tabel 6.22 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwosari ................................................................................................................... 113
Tabel 6.23 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Sukorejo ..................................................................................................................... 114

LAPORAN AKHIR v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Sistem Kepariwisataan ........................................................................... 15


Gambar 2.2 Kurva Barang Normal dan Barang Prestise ........................................... 17
Gambar 2.3 Sepuluh Tren Pariwisata ke Depan......................................................... 19
Gambar 2.4 Peningkatan Populasi Masyarakat Senior (Usia >60) di Dunia .............. 20
Gambar 2.5 Profil Generasi Z ...................................................................................... 21
Gambar 2.6 Tren Utama Teknologi yang Mempengaruhi Pariwisata......................... 24
Gambar 2.7. Tren Kunci Digitalisasi dalam Pariwisata ............................................... 25
Gambar 2.8. Transformasi Program Loyalitas ............................................................ 26
Gambar 2.9. Spectrum of Healthy Trends in Tourism ................................................ 27
Gambar 3.1 Kategori Model Data Vektor .................................................................... 36
Gambar 3.2. Contoh Matriks SWOT............................................................................ 42
Gambar 3.3. Matriks IE ................................................................................................ 44
Gambar 3.4. Alur Kegiatan .......................................................................................... 48
Gambar 4.1. Arah Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS Kab. Pasuruan ....... 51
Gambar 4.2 Fishbone Anlysis Destinasi Wisata di Kecamatan Tutur ........................ 57
Gambar 4.3 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Tosari .................... 60
Gambar 4.4 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Puspo .................... 63
Gambar 4.5 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Purwodadi ............. 65
Gambar 4.6 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Purwosari .............. 68
Gambar 4.7 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Sukorejo ................ 70
Gambar 4.8. Pola SDM dan Tata Kelola dengan Dominasi Pemerintah .................... 72
Gambar 4.9. Pola SDM dan Tata Kelola dengan Dominasi Swasta .......................... 74

LAPORAN AKHIR vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kawasan wisata Bromo Tengger Semeru (BTS) merupakan salah satu
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) atau 10 Bali baru. Hal ini
sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016
tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Perpres
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kunjungan wisata dan investasi di
Indonesia.
Kawasan BTS merupakan salah satu gunung berapi aktif yang
dikelilingi oleh lautan pasir, danau dan kawasan alam lainnya. Kawasan ini
secara teritorial masuk kedalam wilayah Kabupten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Kawasan BTS
memiliki peran strategis tidak hanya untuk pariwisata saja namun juga aspek
sosial, ekonomi, budaya dan adat istiadat. Dari sisi pariwisata, jumlah
kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tercatat
sebanyak 690.831 pada tahun 2019. Namun demikian, tingginya minat
wisatawan, pemerintah perlu juga memperhatikan pengembangan pariwisata
di sekitar BTS, daya dukung lingkungan, aspek kebencanaan, tata kelola, dan
masyarakat hukum adat.
Pembangunan di sektor kepariwisataan perlu ditingkatkan dengan cara
mengembangkan dan mendayagunakan sumber-sumber serta potensi
kepariwisataan khususnya di kawasan BTS. Hal ini, dimaksudakan untuk
menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan dalam rangka
memperbesar pendapatan asli daerah, memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat
setempat. Hal ini sejalan dengan Perpres no 3 tahun 2016, dan Peraturan
Presiden no 80 tahun 2019 tentang percepatan pembangunan ekonomi di
Kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabya, Lamongan, Kawasan BTS,
serta Kawasan slingkar Wilis dan Lintas Selatan.

LAPORAN AKHIR 1
Lebih lanjut tentang percepatan pembangunan ekonomi kawasan,
Peraturan Presiden no 80 tahun 2019 mengamanatkan adanya proses
pembangunan yang terpadu, terintegrasi, dan berkelanjutan sesuai dengan
Rencana Induk Pembangunan Kawasan. Dengan demikian arah
pembangunan kepariwisataan yang dimaksud akan berada dalam lingkup: 1)
industri pariwisata, 2) destinasi pariwisata,3) pemasaran dan 4) kelembagaan
kepariwisataan dengan mengutamakan karakter lokal yang telah dimiliki.
Kabupaten Pasuruan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan
Nomor 6 Tahun 2016 menekankan adanya kawasan pembangunan
pariwisata yang telah memiliki daya tarik. Seperti diamanatkan dalam
peraturan daerah tersebut, terdapat kelompok daya tarik wisaya yang menjadi
kekuatan Kabupaten Pasuruan yakni:
a) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah barat yaitu Kecamatan
Sukorejo, Pandaan, Prigen dan Gempol sebagai kawasan pusat
wisata alam, budaya, buatan, religi, edukasi, belanja dan kuliner;
b) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah tengah, yaitu Kecamatan
Rembang, Wonorejo, Kejayan, Pohjentrek, Gondangwetan, sebagai
kawasan industri, agro dan minat khusus;
c) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah timur, yaitu Kecamatan Grati,
Lumbang, Winongan, Gondang wetan sebagai kawasan wisata alam,
industri mebel dan religi;
d) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah utara yaitu Kecamatan Beji,
Bangil, Kraton, Rejoso, Lekok dan Nguling sebagai kawasan wisata
budaya, belanja, kuliner, bahari dan religi;
e) Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah selatan, yaitu Kecamatan
Purwosari, Purwodadi, Tutur, Tosari, Puspo dan Pasrepan sebagai
kawasan wisata alam, budaya, agro, kuliner, belanja dan edukasi.
Dengan demikian, melalui arah pembangunan yang telah ditetapkan,
pembangunan kawasan dapat terwujud dengan memposisikan BTS sebagai
daya tarik utama. Adapun ke-lima kawasan yang telah ditetapkan merupakan
pionir dalam merespon daya tarik BTS dengan memanfaatkan daya tarik lokal
yang tersedia.
Setidaknya ada tiga peranan pariwisata di kawasan BTS yaitu peranan
ekonomi, peranan sosial dan kebudayaan. Peranan ekonomi dapat
LAPORAN AKHIR 2
meningkatkan pendapatan pemerintah dan masyarakat. Peningkatan
pendapatan masyarakat dan pemerintah berasal dari pembelanjaan dan biaya
yang dikeluarkan wisatawan selama perjalanan dan persinggahannya seperti
untuk hotel, makan dan minum, cenderamata, angkutan dan sebagainya.
Pengembangan pariwisata berpengaruh positif pada perluasan peluang
usaha dan kerja. Peluang usaha dan kerja yaitu membuka peluang bagi
masyarakat tersebut untuk menjadi pengusaha hotel, wisma, restoran,
warung, angkutan dan lain-lain. Peluang usaha tersebut akan memberikan
kesempatan kepada masyarakat lokal untuk bekerja dan sekaligus dapat
menambah pendapatan untuk dapat menunjang kehidupan rumah tangganya.
Salah satu permasalahan utama masih terbatasnya pengembangan
BTS adalah terbatasnya koordinasi dan pengelolaan terpadu Kawasan BTS
secara professional. Hal ini, salah satunya dikarenakan keterlibatan berbagai
pihak baik dari pemerintah pusat melalui Kementrian kehutan, dan juga
beberapa daerah sekitar BTS dalam pengelolaan Kawasan BTS yang belum
bersinergi. Selain meningkatkan sinergitas antar pemangku kepentingan,
pemerintah Kabupaten Pasuruan sangat berkepentingan dalam upaya
pengembangan Kawasan di sekitar BTS. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
kajian secara mendalam mengenai potensi dan pengembangan pariwisata
khusus wilayah BTS. Dimana salah satu tujuannya adalah peningkatan
perekonomian masyarakat sekitar dan juga perekonomian Kabupaten
Pasuruan. Hal ini sejalan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan
Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Daerah Tahun 2016 – 2025. Oleh karena itu, kajian mengenai
Pengembangan pariwisata khusus wilayah Bromo Tengger Semeru sangat
penting dan perlu untuk dilakukan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam
Penyusunan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan Tahun 2020 adalah
1. Bagaimana kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
LAPORAN AKHIR 3
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata
BTS oleh masyarakat ?
2. Bagaimana potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya?
3. Bagaimana dampak social budaya, dampak ekonomi dan dampak
lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan?
4. Bagaimana potensi, peluang dan tantangan pengembangan
destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mikro dan kecil,
serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house, transportasi,
rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan masyarakat
pelaku wisata) ?
5. Bagaimana konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Pasuruan?
6. Bagaimana strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN


Maksud dari kegiatan Penyusunan Perencanaan Pengembangan
Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan
adalah menyediakan dokumen sebagai acuan perencanaan maupun
pelaksanaan pengembangan pariwisata penunjang BTS secara terpadu antar
sektor di wilayah Kecamatan pendukung wisata BTS.

Sedangkan tujuan kegiatan yang ingin dicapai adalah

1. Mengidentifikasi dan menginventarisir permasalahan yang dihadapi


oleh masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah
Kabupaten Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata
BTS oleh masyarakat.

LAPORAN AKHIR 4
2. Mengidentifikasi potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya.
3. Mengidentifikasi dampak social budaya, dampak ekonomi dan
dampak lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan.
4. Melakukan pemetaan potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha
mikro dan kecil, serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
5. Menyusun konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Pasuruan.
6. Menyusun strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.

1.4 SASARAN
Sasaran kegiatan ini adalah tersedianya dokumen hasil Kajian
Penyusunan Perencanaan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-
Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan. Secara lebih spesifik, sasaran
kegiatan ini adalah
1. Terdentifikasi dan terinventarisasinya permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat dan pelaku usaha wisata dalam pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan, serta kondisi eksisting pemanfaatan wisata BTS oleh
masyarakat.
2. Teridentifikasinya potensi ekonomi, lingkungan, social dan budaya di
wilayah BTS dan wilayah pendukungnya.
3. Teridentifikasinya dampak social budaya, dampak ekonomi dan
dampak lingkungan akibat berkembangnya pariwisata pendukung
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten Pasuruan.

LAPORAN AKHIR 5
4. Terlaksananya pemetaan potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mikro
dan kecil, serta sektor pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-oleh, guide dan
masyarakat pelaku wisata).
5. Tersusunnya konsep model pengembangan pariwisata terpadu
pendukung wisata Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten Pasuruan.
6. Tersusunnya strategi dan arah kebijakan serta rekomendasi
pengembangan pariwisata terpadu pendukung wisata Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan.

LAPORAN AKHIR 6
BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Konsep Pengembangan Pariwisata


Pariwisata berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 2010
tentang Kepariwisataan, didefinisikan sebagai beragam kegiatan wisata
yang didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun
menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun
2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional
Tahun 2010 – 2025, Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang
terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin
yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta
interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama
wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha.
Lebih lanjut mengenai karakteristik pariwisata, menurut Yoeti
(2008) merupakan aktivitas perjalanan yang dilakukan sementara waktu
dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan
untuk menetap atau mencari nafkah, melainkan hanya untuk memenuhi
rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan
tujuan lainnya. Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses
kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di
luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan,
politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti sekedar
ingin tahu, menambahkan pengalaman ataupun untuk belajar.

Menurut Damanik & Weber (2006) pariwisata merupakan


kegiatan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan
rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas, pariwisata
telah menjadi bagian penting dari kebutuhan dasar masyarakat maju
dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. Sebagai suatu
aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia,

LAPORAN AKHIR 7
barang dan jasa yang sangat kompleks, terkait dengan hubungan
kelembagaan dan individu, kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan
layanan, dan sebagainya.
Untuk menyamakan pemahaman mengenai istilah-istilah dan
pengertian pariwisata, di Indonesia mengacu pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan,
yang menyatakan bahwa Pariwisata adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya
tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.
Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari
kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat
sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
Gunn (1988) mendefinisikan pariwisata sebagai aktivitas ekonomi
yang harus dilihat dari dua sisi yakni sisi permintaan (demand side)
dan sisi pasokan (supply side). Lebih lanjut dia mengemukakan bahwa
keberhasilan dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah sangat
tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan
kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana
pengembangan pariwisata. Dari sisi permintaan misalnya, harus dapat
diidentifikasikan segmen-segmen pasar yang potensial bagi daerah
yang bersangkutan dan faktor-faktor yang menjadi daya tarik bagi
daerah tujuan wisata yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan
penelitian pasar dengan memanfaatkan alat-alat statistik multivariat
tingkat lanjut, sehingga untuk masing-masing segmen pasar yang
sudah teridentifikasi dapat dirancang strategi produk dan layanan yang
sesuai.

2.2 Komponen Pengembangan Pariwisata


Menurut Lee (2015) Komponen pengembangan pariwisata
terdiri dari 4 atribut atau biasa disebut 4A: attractions (atraksi), access
(aksesabilitas), amenities (amenitas), dan ancillary services
(layanan tambahan). Atraksi pada dasarnya menjadi titik awal sebuah
tempat menjadi tempat wisata sebab menjadi memotivasi wisatawan
untuk mengunjungi destinasi tersebut. Kemudian, amenitas mencakup
LAPORAN AKHIR 8
berbagai fasilitas dan layanan yang dibutuhkan wisatawan di tempat
tujuan, seperti akomodasi, makanan, dan hiburan. Selanjutnya,
aksesabilitas mengacu pada kondisi ketersediaan transportasi dan
sarana penghubung ke tempat-tempat wisata tujuan. Terakhir, layanan
tambahan merupakan semua fasilitas dan layanan agar terciptanya
industri pariwisata berkelanjutan seperti keberlanjutan kelembagaan
pariwisata, tersedianya organisasi pengelola, tersedianya sistem
informasi dan pemasaran, hingga sistem keamanan yang handal.

2.1.2.A Daya Tarik (Atraksi) Pariwisata


Berkenaan dengan atraksi, PP No.50 Tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-
2025, mendefinisikan daya Tarik Wisata sebagai segala sesuatu yang
memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman
kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi
sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Ketiga jenis atraksi tersebut
dapat dijelaskan dalam kelompok sebagai berikut:
A. Wisata Alam
Daya Tarik wisata alam beasal dari keanekaragaman dan keunikan
lingkungan alam baik pada wilayah perairan maupun daratan. Daya
Tarik wilayah perairan dapat meilputi: i) Bentang pesisir pantai ii)
Bentang laut, baik perairan di sekitar pesisir pantai maupun lepas
pantai yang menjangkau jarak tertentu yang memiliki potensi
bahari, iii) Kolam air dan dasar laut. Sedangkan daya Tarik wilayah
daratan dapat berupa: i) Pegunungan dan hutan alam/taman
nasional/taman wisata alam/taman hutan raya; ii) Perairan sungai
dan danau; iii) Bentang alam khusus, seperti gua, batuan karst,
padang pasir, dan sejenisnya.
B. Wisata Budaya
Daya Tarik Wisata Budaya dapat berupa hasil olah cipta, rasa dan
karsa manusia sebagai makhluk budaya. Daya tarik wisata budaya
selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:
i. Wisata budaya yang bersifat tangible, diantaranya:
a. Cagar Budaya
LAPORAN AKHIR 9
1. Benda Cagar budaya adalah benda alam
dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak
maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-
sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan
manusia, contoh : angklung, keris, gamelan, dan
sebagainya;
2. Bangunan cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan/atau tidak berdinding dan
beratap;
3. Struktur cagar budaya adalah susunan binaan
yang terbuat dari benda alam dan/atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan
ruang kegiatan yang menyatu dengan alam,
sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia;
4. Situs cagar budaya adalah lokasi yang berada di
darat dan/atau di air yang mengandung benda
cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau
struktur cagar budaya sebagai hasil kegiatan
manusia atau bukti kejadian pada masa lalu;
5. Kawasan cagar budaya adalah satuan ruang
geografis yang memiliki dua situs cagar budaya
atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas;
b. Perkampungan tradisional dengan adat dan tradisi
budaya masyarakat yang khas;
c. Museum
ii. Daya Tarik Wisata budaya bersifat tidak berwujud
(intangible), seperti:

LAPORAN AKHIR 10
a. Kehidupan adat dan tradisi masyarakat dan aktifitas
budaya masyarakat yang khas di suatu area/tempat,
contoh : sekaten, karapan sapi, pasola, pemakaman
Toraja, ngaben, pasar terapung, kuin, dan sebagainya;
b. Kesenian, contoh: angklung, sasando, reog, dan
sebagainya.
C. Wisata Buatan
Daya Tarik Wisata hasil buatan adalah daya tarik wisata khusus
yang merupakan kreasi artifisial (artificially created) dan kegiatan-
kegiatan manusia lainnya di luar ranah wisata alam dan wisata
budaya. Daya tarik wisata hasil buatan manusia/khusus,
selanjutnya dapat dijabarkan meliputi antara lain:
i. Fasilitas rekreasi dan hiburan/taman bertema, yaitu fasilitas
yang berhubungan dengan motivasi untuk rekreasi, hiburan
(entertainment) maupun penyaluran hobi;
ii. Fasilitas peristirahatan terpadu (integrated resort), yaitu
kawasan peristirahatan dengan komponen pendukungnya
yang membentuk kawasan terpadu;
iii. Fasilitas rekreasi dan olahraga;
Ketiga jenis Daya Tarik Wisata tersebut dapat dikembangkan
lebih lanjut dalam
Lebih lanjut, berdasarkan Rencana Induk Pengembangan
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 –
2024, atraksi / daya Tarik wisata juga dapat dikelompokan berdasarkan
sub jenis atau kategori kegiatan wisata seperti:
a) Wisata Petualangan (Adventure Tourism);
b) Wisata Bahari (Marine Tourism);
c) Wisata Agro (Farm Tourism);
d) Wisata Kreatif (Creative Tourism);
e) Wisata Kapal Pesiar (Cruise Tourism);
f) Wisata Kuliner (Culinary Tourism);
g) Wisata Budaya (Cultural Tourism);
h) Wisata Sejarah (Heritage Tourism);

LAPORAN AKHIR 11
i) Wisata Memorial (Dark Tourism), Contoh: Ground Zero World
Trade Centre, Ground Zero Legian Bali, Merapi Pasca Letusan;
j) Wisata Ekologi (Ecotourism/Wild Tourism);
k) Wisata Pendidikan (Educational Tourism);
l) Wisata Ekstrim-Menantang Bahaya (Extreme Tourism), Contoh:
Bercanda Dengan Hiu, Bercanda Dengan Buaya;
m) Wisata Massal (Mass Tourism);
n) Wisata Pertemuan, Perjalanan Insentif, Konferensi Dan Pameran
(Meeting, Incentive, Convention, And Exhibition Tourism);
o) Wisata Kesehatan (Medical Tourism/Wellness Tourism);
p) Wisata Alam (Nature-Based Tourism);
q) Wisata Religi (Religious Tourism/Pilgrimage Tourism);
r) Wisata Budaya Kekinian (Pop Culture Tourism);
s) Wisata Desa (Rural Tourism);
t) Wisata Luar Angkasa (Space Tourism);
u) Wisata Olahraga (Sport Tourism);
v) Wisata Kota (Urban Tourism); Dan
w) Wisata Relawan (Volunteer Tourism).

2.1.2.B Accessibilities (Aksesabilitas) Pariwisata


Aksesabilitas pada dasarnya merupakan isu konektivitas yang
menghubungkan antara penyelenggara pariwisata dengan
pengunjung/wisatawan. Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024
mendefinisikan aksesabilitas sebagai fasilitas yang dapat
memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar
sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat
memenuhi kebutuhannya.
Lebih lanjut, aksesablitas parwisata didukung oleh tersedianya
prasarana transportasi yang mencukupi baik secara ekonomi maupun
sosial. Prasarana transportasi ekonomi yang dimaksud berupa jasa
transportasi (mobil, pesawat, ataupun kapal), jalan penghubung, dan
saluran informasi serta media. Disisi lain, prasarana transportasi sosial

LAPORAN AKHIR 12
merupakan penunjang transportasi seperti petugas operator jasa
transportasi, pelayanan kesehatan dan keamanan.

2.1.2.C Amenities (Amenitas) Pariwisata


Amenitas pada dasarnya merupakan fasilitas yang tersedia di
sekitar obyek wisata yang menunjang atraksi dari pariwisata yang
disediakan (Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Kabupaten Pasuruan Tahun 2014 – 2024). Beberapa unsur
amenitas yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Fasilitas (sarana) Pokok Kepariwisataan, adalah perusahaan yang
hidup dan kehidupannya sangat tergantung kepada arus
kedatangan orang yang melakukan perjalanan wisata. Termasuk
dalam kelompok ini adalah travel agent atau tour operator,
perusahaan-perusahaan angkutan wisata, hotel, dan jenis
akomodasi lainnya, restoran dan rumah makan lainnya serta obyek
wisata dan atraksi wisata;
2) Fasilitas (sarana) pelengkap kepariwisataan adalah perusahaan-
perusahaan atau tempat-tempat yang menyediakan fasilitas untuk
rekreasi yang fungsinya tidak hanya melengkapi sarana pokok
kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah menjadikan para
wisatawan lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata.
Yang termasuk dalam kelompok ini seperti sarana olahraga dan
lainnya;
3) Fasilitas (sarana) penunjang kepariwisataan adalah perusahaan
yang menunjang sarana pelengkap dan sarana pokok dan
berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih lama tinggal pada
suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting adalah
agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan
uangnya ditempat yang dikunjunginya. Kegiatan yang termasuk
dalam kelompok ini antara lain coffee shop dan steambath,
souvenir shop dan lain-lain.
2.1.2.D Ancillary Services (Layanan Tambahan) Pariwisata
Layanan tambahan merupakan seluruh penunjang untuk
memperkuat atraksi, amenitas, dan aksesabilitas pariwisata. Meskipun
LAPORAN AKHIR 13
merupakan komponen terakhir, keberlanjutan pariwisata sangat
tergantung dari komponen ini dikarenakan pengembangan pariwisata
merupakan merupakan upaya terstruktur yang membutuhkan
kerjasama antar komponen penyelenggara pariwisata yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat.
Kunci utama dari komponen ini adalajh keberadaan tata kelola
kelembagaan yang kuat sebagai mekanisma penegakan aturan serta
acuan seluruh komponen penyelenggara dalam melaksanakan kegiatan
pariwisata. Dalam PP No. 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025,
pengembangan kelembagaan pariwisata merupakan upaya terpadu dan
sistematik dalam rangka pengembangan organisasi Kepariwisataan,
pengembangan SDM Pariwisata untuk mendukung dan meningkatkan
kualitas pengelolaan dan penyelenggaraan kegiatan Kepariwisataan di
Destinasi Pariwisata. Dalam hal ini, kelembagaan Kepariwisataan
adalah kesatuan unsur beserta jaringannya yang dikembangkan secara
terorganisasi, meliputi Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta dan
masyarakat, sumber daya manusia, regulasi dan mekanisme
operasional, yang secara berkesinambungan guna menghasilkan
perubahan ke arah pencapaian tujuan di bidang Kepariwisataan.

2.3 Teori Permintaan dan Penawaran dalam Industri Pariwisata


Dari sisi ekonomi, pariwisata muncul dari empat unsur pokok
yang saling terkait erat atau menjalin hubungan dalam suatu sistem,
yakni : a) permintaan atau kebutuhan; b) penawaran atau pemenuhan
kebutuhan berwisata itu sendiri; c) pasar dan kelembagaan yang
berperan untuk memfasilitasi keduanya; dan d) pelaku yang
menggerakkan ketiga elemen tersebut. Pada Gambar 2.1 dijelaskan
keterkaitan antar keempat unsur tersebut sebagai sistem pariwisata.
Kebijakan pemerintah untuk pariwisata dapat mempengaruhi
adanya permintaan dan penawaran dari pariwisata itu sendiri, sehingga
nantinya dapat mendorong dan mengendalikan produk atau obyek
pariwisata itu sendiri. Dari sisi penawaran melakukan pengembangan
LAPORAN AKHIR 14
dan pemasaran obyek pariwisata ke pasar maupun pelaku pariwisata,
dan dari sisi permintaan melakukan kegiatan membeli dan
menggunakan barang dan jasa yang ditawarkan obyek pariwisata itu
sendiri.

KEBIJAKAN
PARIWISATA

P P
E E
E R
N M
A I
W N
A T
R A
A A
N N
PRODUK

PASAR / PELAKU PARIWISATA

Sumber: Damanik dan Weber, 2006

Gambar 2.1. Sistem Kepariwisataan

Permintaan terhadap kegiatan pariwisata didefinisikan sebagai jumlah


total dari orang-orang yang melakukan atau yang berkeinginan melakukan
perjalanan, dengan menggunakan fasilitas dan jasa pariwisata di daerah
tujuan wisata yang jauh dari tempat tinggal biasanya. Permintaan terhadap
kegiatan pariwisata terdiri dari 3 (tiga) kategori pokok :
1. Permintaan aktual atau efektif adalah mengacu pada orang-orang yang
saat ini melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata dan menggunakan
jasa dan fasilitas wisata,
2. Permintaan potensial adalah orang-orang yang memiliki motivasi untuk
melakukan perjalanan tetapi tidak mampu melakukan perjalanan karena
keterbatasan waktu atau adanya kendala keuangan, dan

LAPORAN AKHIR 15
3. Permintaan tertunda adalah termasuk kategori orang-orang yang dapat
melakukan perjalanan, tetapi mereka belum melakukannya karena
kekurangan informasi, fasilitas atau kombinasi dari keduanya.
Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah
wisatawan dan penduduk lokal yang menggunakan sumberdaya
(produk dan jasa) wisata. Ketersediaan sumberdaya hanya sebagai
pemicu perjalanan. Faktor lain yang turut berperan adalah aksesibilitas
yang semakin mudah pada produk dan obyek pariwisata. Oleh sebab
itu harus ada media yang menghubungkan wisatawan dengan produk
tersebut, yakni akses yang dalam hal ini berupa infrastruktur
transportasi (Mundt, 1998).

Berbeda dengan teori permintaan untuk barang normal yang


menjadikan harga sebagai determinan utama, karakteristik permintaan
pariwisata dipengaruhi oleh elemen bauran pemasaran, termasuk sifat
produk atau jasa, distribusi, strategi promosi, dan tingkat harga itu
sendiri. Namun, penetapan harga dalam hal ini menjadi lebih kompleks
karena terdapat sejumlah strategi unik pada penetapan harga yang
mungkin diterapkan oleh penyedia pariwisata (suppy side), termasuk:
harga prestise; harga penetrasi; penetapan harga berbasis biaya; harga
yang berbeda dan harga yang seragam.
Menurut Yoeti. (2008) Permintaan (demand) dalam
kepariwisataan terdiri dari berbagai macam-macam unsur yang satu
dengan yang lainnya tidak hanya berbeda sifat dan bentuk, tetapi juga
manfaat dan kegunaannya bagi wisatawan. Produk yang dihasilkan
oleh perusahaan industri pariwisata dihasilkan oleh bermacam-macam
perusahaan yang satu dengan yang lain banyak berbeda dan
diperlukan oleh wisatawan pada waktu yang berbeda pula. Permintaan
dalam kepariwisataan tidak hanya terbatas selama masa / periode
perjalanan (tours) dilakukan, tetapi unsur demand yang terpenting
adalah pada saat sebelum perjalanan tersebut diselenggarakan seperti,
ketersediaan informasi, travel documents, tickets, hotel reservations
dan money changers, dan sebagainya yang memerlukan pula
pelayanan yang memuaskan sebelum tours diselenggarakan.
LAPORAN AKHIR 16
Namun demikian, menrut Camilleri, et al. (2018) yang
menentukan harga sudah sesuai adalah wisatawan itu sendiri. Jika
harga yang ditentukan dirasa tidak mencerminkan nilai yang akan
didapatkan, maka wisatawan tidak akan melakukan perjalanan wisata
tersebut. Selain itu harga yang ditetapkan juga bergantung pada
permintaan konsumen. Pada kurva pemintaan barang normal kurva
berupa garis miring ke bawah kanan. Hal ini menunjukan bahwa saat
harga naik maka kuantitasnya akan turun, sebaliknya jika harga turun
maka kuantitasnya akan naik. Pariwisata masuk ke barang prestise
sehingga kurvanya berbeda dengan barang normal.

Sumber: Camilleri, et al., 2018

Gambar 2.2 Kurva Barang Normal dan Barang Prestise

Gambar 2.2 menggambarkan kurva permintaan barang normal


dan kurva permintaan barang prestise. Untuk barang prestise kurva
berbentuk miring ke atas. Dimana harga lebih tinggi dianggap sebagai
indikasi bahwa barang berkualitas tinggi dan memberikan nilai yang
lebih. Selain itu, permintaan tidak bergantung pada harga saja.
Pergeseran kurva misalnya peningkatan permintaan dapat disebabkan
oleh berbagai alasan seperti selera pelanggan yang dipengaruhi oleh
variabel lain seperti promosi. Penurunan permintaan juga bisa terjadi

LAPORAN AKHIR 17
ketika ada produk pengganti. Misalnya wisatawan menemukan moda
transportasi yang lebih murah bagi mereka. (Camilleri, 2018)

Menurut Yoeti (2008) , penawaran (supply) dalam


kepariwisataan meliputi semua unsur yang ditawarkan kepada
wisatawan oleh penyelenggara pariwisata. Ha tersebut mulai dari unsur-
unsur daya tarik alam (nature) dan hasil ciptaan manusia (man-made),
hingga barang-barang dan jasa-jasa (goods & services) yang dapat
mendorong pengnjung ke suatu daerah tujuan wisata.

Supply dalam kepariwisataan mempunyai ciri yang sangat khas.


Pertama, merupakan supply untuk komoditas jasa (Service Supply) di
mana memiliki sifat yang trelatif sulit untuk dipindahkan. Kedua, Supply
sangat kaku (rigid), karena itu sangat sukar menyesuaikan diri (market
clearance). Ketiga, Supply dalam kepariwisataan sangat tergantung
pada persaingan dari supply barang-barang dan jasa-jasa lain.

Implikasi dari keunikan industri pariwisata adalah pada


banyaknya ragam strategi penetapan harga yang dilakukan oleh
penyedia jasa. Pada pemahaman tradisional, penetapan harga merujuk
pada prinsip efisiensi dan profit maximization oleh produsen / penyedia
jasa. Dalam industri pariwisata beberapa pertimbangan disesuaikan
dengan beberapa kondisi sebagai berikut:

A. Prestige Pricing
Strategi ini dilakukan untuk menarik konsumen dengan karakter
hedonic (high-end costumers) dengan cara meningkakan harga dan
kualitas untuk meningkatkan penjualan.
B. Penetration Pricing
Strategi ini dilakukan dengan set harga yang rendah dengan tujuan
penetrasi pasar, merarik konsumen, hingga meningkatkan
penjualan jangka pendek.
C. Volume Pricing
Strategi ini dilakukan dengan penetapan harga berbeda pada
konsumen dengan pembelian dalam jumlah besar. Contohnya

LAPORAN AKHIR 18
adalah penetapan harga yang lebih rendah pada permintaan
traveling dalam grp yang besar.

2.4 Megatrend Pariwisata


Penyelenggaraan kepariwisataan global beberapa tahun ke
depan diprediksi akan dipengaruhi oleh 10 (sepuluh) tren, yang disebut
Tourism Megatrends. Tren pariwisata ini merupakan hasil kajian yang
dilakukan oleh Howarth HTL (Hotel, Tourism and Leisure) di mana
secara garis besar Tourism Megatrends dapat dilihat dari 2 (dua) sisi
yaitu sisi permintaan (demand) dan sisi penawaran (supply). Lebih
detail mengenai tren tersebut, dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Sepuluh Tren Pariwisata ke Depan


Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The
Future of Tourism (Howarth HTL).

Pertama, dari sisi permintaan, tren terbagi menjadi 5 (lima) yaitu


silver hair tourist, generation X & Y, growing middle class, emerging
destination dan political issues and terrorism. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Silver Hair Tourist


Berdasarkan Howarth HTL, populasi masyarakat senior (usia lebih
dari 60 tahun) di dunia akan terus meningkat dan diperkirakan akan

LAPORAN AKHIR 19
memberikan share 21% dari total wisawatan internasional. Hal ini
tentunya mendorong timbulnya segmen pariwisata baru untuk usia
lanjut (senior).

Gambar 2.4 Peningkatan Populasi Masyarakat Senior (Usia >60) di Dunia

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Beberapa karakteristik dari wisatawan senior, antara lain (i) siap


secara finansial; (ii) harapan hidup yang makin panjang karena
kemajuan ilmu kedokteran; (iii) wisatawan senior memiliki keinginan
yang lebih besar untuk melakukan perjalanan yang disebabkan
karena ketersediaan informasi yang semakin banyak dan mudah
diakses; (iv) berorientasi kepada pengalaman dengan mencoba
destinasi baru namun tidak mengejar kemewahan melainkan
keunikan berwisata; (v) mencari produk pariwisata yang dapat
memberikan kesehatan dan kebugaran dengan alasan medis
maupun spiritual.
B. Generation X & Y
Segmen generasi muda akan berkembang dengan cepat. Generasi
Y atau biasa disebut milenial, diharapkan mewakili 50% wisatawan
di tahun 2025. Fokus para milenial dalam berwisata adalah
eksplorasi, interaksi dan pengalaman emosional. Demi memenuhi

LAPORAN AKHIR 20
pengalaman tersebut, beberapa akomodasi baru muncul untuk
mengakomodir kebutuhan para milenial ini, yaitu dengan konsep
minimalis dan menarik (eye catching). Pelayanan kepada para
milenial berfokus pada empati dan hubungan pelanggan (customer
relation). Tren ini diharapkan lebih cepat memberikan dampak
positif terhadap pariwisata dengan dukungan percepatan
digitalisasi, karena teknologi merupakan unsur penting bagi para
milenial.

Gambar 2.5 Profil Generasi Z

Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The


Future of Tourism (Howarth HTL)

Sementara generasi Z atau biasa di sebut iGen, Click and Go


Children dengan rentang usia 6 hingga 20 tahun, diprediksi memiliki
gaya hidup dan lingkungan hidup yang sangat berbeda dengan
generasi Y. Hal tersebut didorong faktor ketersediaan informasi
bagi generasi Z yang lebih tinggi, gaya hidup yang dinamis dan
tingkat pendidikan yang tinggi. Generasi Z terintegrasi penuh
dengan dunia digital dan mengharapkan informasi yang real time,
pesan singkat namun kuat, sebagian besar dikirimkan melalui
gambar, video dan saluran yang memungkinkan untuk berinteraksi.

LAPORAN AKHIR 21
Generasi Z berbicara menggunakan emoticon yang berfungsi
menggantikan teks atau narasi. Penyedia layanan pariwisata harus
dapat ‘belajar bahasa’ Generasi Z untuk dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan mereka.
C. Growing Middle Class
Kelas menengah meningkat dari 1,8 miliar pada tahun 2009
menjadi 3,2 miliar pada tahun 2020 dan diperkirakan akan
meningkat menjadi 4,9 miliar pada tahun 2030. Peningkatan kelas
menengah ini akan mengubah profl wisatawan. Mayoritas kelas
menengah berasal dari kawasan Asia Pasifk yang mewakili dua per
tiga dari populasi kelas menengah global dan berkontribusi
terhadap 59% konsumsi kelas menengah tahun 2030. Sebaliknya
populasi kelas menengah di Eropa dan Amerika Utara cenderung
stagnan. Kelas menengah memiliki kencenderungan mandiri dalam
berwisata, tidak memerlukan pemandu wisata. Ketika
merencanakan perjalanan wisata, kelas menengah cenderung
menggunakan transportasi ‘low budget’ seperti pesawat dengan
tarif murah, kereta api atau bus. Kecenderungan lain yaitu kelas
menengah meluangkan waktu untuk mencari informasi perjalanan
yang menawarkan potongan harga atau promo.
D. Emerging Destination
Pertumbuhan kelas menengah dan karakteristik kelas menengah
dalam memilih destinasi pariwisata, mendorong berkembangnya
banyak destinasi pariwisata di negara berkembang (Asia, Amerika
Selatan, Mediterania Timur, Eropa Tengah, Eropa Timur, Timur
Tengah dan Afrika). Negara- negara ini memiliki lebih banyak
kunjungan wisatawan daripada destinasi pariwisata di negara maju
(Amerika Utara, Eropa Barat, serta daerah maju di Asia dan
Pasifik). Pada tahun 1950, sebesar 97% kedatangan turis
terkonsentrasi di 15 negara tujuan, namun terjadi penurunan
menjadi 56% di tahun 2009. Saat ini hampir 100 negara menerima
lebih dari 1 juta kedatangan wisatawan per tahun.

LAPORAN AKHIR 22
E. Political Issues and Tourism
Gejolak politik dapat berdampak terhadap seluruh sektor di dalam
suatu negara, termasuk pariwisata. Kerusuhan politik di Yunani
contohnya, mempengaruhi pariwisata baik jangka panjang maupun
jangka pendek. Yunani menjadi tujuan wisata yang dihindari (travel
warning) sehingga akan menghilangkan kepercayaan investor di
masa mendatang. Isu terorisme atau peristiwa tragis juga dapat
mengakibatkan kemunduran besar. Dampaknya adalah penurunan
jumlah pengunjung internasional. Teror yang terjadi di Mesir,
Tunisia dan Thailand memiliki dampak negatif langsung terhadap
pariwisata. Selain itu, isu keamanan transportasi yang kadang
menjadi obyek serangan teroris seperti di pesawat, kereta, bandara
juga dipandang penting sehingga petugas meningkatkan
pengamanan yang berdampak pada lamanya prosedur
pemeriksaan barang.

Sementara dari sisi penawaran (supply), tren terbagi menjadi 5


(lima) yaitu technological (r)evolution, digital channels, loyalty v.X.0,
health and healthy lifestyle, dan sustainability. Masing-masing akan
dibahas lebih rinci sebagai berikut.

A. Technology (R)evolution
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi berdampak
pada pariwisata karena membentuk dan mengubah aspek
kehidupan sehari-hari. Teknologi menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam kehidupan. Internet telah mengubah cara
wisatawan mencari dan menjelajahi informasi, memesan dan
berwisata. Penggunaan robot, tampilan interaktif, dan smartphone
ke depannya akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
sektor pariwisata. Selama liburan, wisatawan akan mendapatkan
informasi secara real time tentang program dan kegiatan pariwisata
untuk memberikan pengalaman wisata yang lengkap sehingga
kepuasan wisatwan menjadi lebih besar. Pada akhirnya, hal
tersebut berdampak pada tingkat konsumsi yang meningkat dan
menimbulkan kesetiaan (loyalitas).

LAPORAN AKHIR 23
Gambar 2.6 Tren Utama Teknologi yang Mempengaruhi Pariwisata
Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The
Future of Tourism (Howarth HTL)

B. Digital Channels
Penetrasi internet mendorong dimulai dan diakhirinya kegiatan
liburan dengan internet. Dimulai dari perencanaan liburan,
mengumpulkan ide, memutuskan berlibur kemudian memberikan
liputan perjalanan dan pengalaman selama berlibur. Saat ini,
setelah berlibur, para wisatawan memberikan feedback tentang
pengalaman mereka melalui social media. Pada tahun 2013, 65%
pencarian dimulai dengan menggunakan telepon seluler dan
dilanjutkan dengan komputer.

LAPORAN AKHIR 24
Gambar 2.7. Tren Kunci Digitalisasi dalam Pariwisata
Sumber: Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know
about The Future of Tourism (Howarth HTL)

Penyelenggara pariwisata diwajibkan memiliki berbagai platform


dan saluran yang mampu menjangkau wisatawan dan melakukan
komunikasi interaktif. Hal tersebut didorong oleh teknologi yang
mengubah kompleksitas persaingan menjadi lebih tinggi.
Keunggulan di sektor digital, akan berpotensi menjadikan suatu
penyelenggara pariwisata lebih baik daripada pesaingnya. Hal
tersebut tentunya menjadi tantangan baru bagi penyelenggara
pariwisata tradisional.
C. Loyalty v.X.0
Program loyalitas (loyalty program) terintegrasi dengan pengalaman
berwisata serta kecepatan dalam merespon lingkungan digital yang
dinamis. Program loyalitas kuno seperti pengumpulan poin yang
dapat ditukarkan dengan hadiah, harus dipikirkan ulang.
Transformasi perubahan loyalitas dapat dilakukan dengan
mengintegrasikan program tersebut ke dalam keseluruhan
perjalanan wisata sehingga meningkatkan pengalaman ber wisata

LAPORAN AKHIR 25
mulai dari perencanaan, akomodasi, aktivitas, pengalaman di hotel
dan di tempat tujuan.

Gambar 2.8. Transformasi Program Loyalitas


Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The
Future of Tourism (Howarth HTL)

Integrasi juga perlu dilakukan antara pemangku kepentingan sektor


pariwisata (seperti operator, penyedia hotel, pemerintah) dengan
melakukan penyelarasan proses bisnis. Untuk memudahkan
integrasi, proses ini dilakukan dengan dukungan digital atau TIK.
Program loyalitas membutuhkan peningkatan teknologi baru ke
bentuk digital seperti aplikasi seluler dan portal online. Penggunaan
alat dan teknik seperti Big Data memungkinkan wawasan yang
lebih mendalam dan relevan (baik secara waktu, layanan maupun
referensi tempat tertentu) sehingga dapat memberikan penawaran
wisata yang tepat.
D. Health and Healthy Lifesye
Gaya hidup sehat merupakan pencegahan dan faktor kunci dalam
peningkatan kesehatan. Kesadaran akan kesehatan semakin tinggi
dan teknologi juga berkembang pesat mendorong munculnya bisnis
pariwisata seperti Spa yang bertujuan untuk pemantauan

LAPORAN AKHIR 26
kesehatan. Kerjasama terpadu antara sektor kesehatan dan
pariwisata akan membuka ceruk pasar baru dalam health tourism.

Gambar 2.9. Spectrum of Healthy Trends in Tourism


Sumber: Tourism Megatrend: 10 Things You Need to Know about The
Future of Tourism (Howarth HTL)

E. Sustainability
Pertumbuhan pariwisata yang fenomenal merupakan salah satu
penggerak sosio-ekonomi di seluruh dunia. Selain itu, pariwisata
juga memberi dampak pada pembangunan dunia, kemakmuran dan
kesejahteraan. Oleh karena itu, penyelenggaraan pariwisata perlu
dijaga keberlangsungannya. Pariwisata berkelanjutan merupakan
pariwisata yang menghormati penduduk setempat dan wisatawan
lain, warisan budaya dan lingkungan. Terdapat 3 (tiga) pilar yang
harus diseimbangkan agar pembangunan pariwisata berkelanjutan
dapat berlangsung dalam jangka panjang yaitu pilar sosial
(community), pilar lingkungan (environment) dan pilar ekonomi
(economy). Pilar pertama yaitu keberlanjutan sosialmengacu pada
isu kesejahteraan masyarakat, aset budaya, partisipasi masyarakat
dan kepuasan wisatawan. Pembangunan pariwisata harus

LAPORAN AKHIR 27
memperhatian kelestarian situs budaya, situs sejarah dan
bangunan warisan sebagai bentuk penghargaan terhadap
masyarakat sekitar. Serbuan wisatawan dapat berdampak negatif
terhadap keberlangsungan sosial di sekitar destinasi.
Pembangunan berlebihan dapat menyebabkan antipati atau
penolakan penduduk setempat terhadap pariwisata. Pilar kedua
yaitu lingkungan sebagai atraksi utama bagi wisatawan. Tidak
dapat dipungkiri fakta bahwa aktivitas pariwisataberkontribusi
terhadap produksi CO2. Misalnya, kapal pesiar setidaknya
menghasilkan 17% dari total emisi nitrogen oksida, belum termasuk
aliran limbah yang dihasilkan. Pilar ketiga yaitu ekonomi
berkelanjutan dimana pariwisata memberikan manfaat bagi semua
pemangku kepentingan yang terlibat, pendistribusian yang adil,
kesempatan kerja dan peluang penghasilan. Faktor kunci
keberlanjutan ekonomi antara lain peningkatan standar hidup,
ketersediaan waktu rekreasi, pembangunan dan kemakmuran
ekonomi, serta stabilitas politik.

LAPORAN AKHIR 28
BAB III
METODE KEGIATAN

3.1 LINGKUP KEGIATAN


Kajian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap persiapan
(pengumpulan data) dan tahap analisis.

1. Tahap Persiapan (Pengumpulan Data)


Pengumpulan data dan informasi terkait kondisi terkini dan
berbagai permasalah pengembangan destinasi wisata
pendudkung wisata Bromo tengger Semeru di kabupaten
Pasuruan melalui survei literatur dan instansional dan survei
lapangan.

 Survei Literatur dilakukan untuk mendapatkan teori-teori


yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan wisata
terpadu;
 Survey Instansional dilakukan untuk mendapatkan dokumen
yang dibutuhkan. Pada tahap ini, data sekunder digunakan
untuk melakukan analisis deskriptif untuk mengidentifikasi
potensi dan kondisi saat ini terkait wisata BTS dan
pendukungnya;
 Survey lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer
terkait potensi, permasalahan, sarana dana sarana
pendukung pengembangan daerah wisata pendukung BTS
yang selanjutnya akan di analisa secara mendalam.
2. Tahap Analisis
Tahapan ini merupakan penilaian terhadap berbagai keadaan
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip pendekatan dan
metode serta teknis analisis studi yang dapat
dipertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun secara
praktis. Analisis dilakukan sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, yaitu :

 Analisis deskrtptif kuantitatif mengenai kondisi wisata daerah

LAPORAN AKHIR 29
pendukung BTS;
 Analisis identifikasi permasalahan terhadap masih
terbatasnya perkembangan wisata di daerah pendukung
BTS dari sisi internal maupun eksternal;
 Analisa spasial untuk melihat potensi dan keterkaitan antar
wilayah BTS melalui pemetaan dan survey lapangan
 Analisa perumusan strategis dan rekomendasi kebijakan
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan

3.2 KELUARAN
Keluaran yang diharapkan dari rangkaian kegiatan kajian ini adalah
suatu hasil kajian dan analisa komprehensif sampai dengan rekomendasi bagi
penyelenggaraan pembangunan di Kabupaten Pasuruan dalam upaya
merencanakan Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo-Tengger-
Semeru di Kabupaten Pasuruan.

3.3 LOKASI PENELITIAN


Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Pasuruan meliputi wilayah
Kecamatan Tosari, Kecamatan Tutur, Kecamatan Puspo, Kecamatan
Purwosari, Kecamatan Sukorejo, Kecamatan Pandaan.

3.4 PENDEKATAN PENELITIAN


Jenis penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kuantitatif dengan
menggunakan data-data kuantitatif dan intepretasi dari berbagai jenis
publikasi data. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian korelatif.
Dimana penelitian korelatif adalah penelitian yang menghubungkan data-data
yang ada. Sesuai dengan pengertian tersebut peneliti menghubungkan data-
data yang di dapat antara yang satu dengan yang lain.

LAPORAN AKHIR 30
3.5 JENIS DAN SUMBER DATA
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode
survey, Focus Group Discussion (FGD), in depth interview kepada nara
sumber yang antara lain terdiri dari:
1. Dinas yang terkait, antara lain: Bappeda, Dinas parawisata, Dinas
Pekerjaan Umum dan Bina Marga, Dinas Pertanian dan lain
sebagainya.
2. Pelaku pariwisata dan masyarakat di lokasi penelitian.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait
dengan kebutuhan data sebagai berikut,

Tabel 3.1 Kebutuhan Data Sekunder dan Sumber Data


No Kebutuhan Data Sumber Data
1 Data kependudukan pada lokasi perencanaan BPS, Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil, Dinas
Tenaga Kerja
2 Data penggunaan lahan pada lokasi Dinas Pekerjaan Umum
perencanaan, termasuk pemanfaatan wilayah dan Bina Marga, Dinas
BTS oleh masyarakat pelaku wisata. Perhubungan
3 Data sarana prasarana wilayah : prasarana jalan,
Dinas Pekerjaan Umum
sarana transportasi, air bersih, listrik, sistem
dan Bina Marga, Dinas
telekomunikasi, sarana pengelolaan air limbah,
Perhubungan
dan sistem pengelolaan persampahan.
4 Data sector ekonomi pendukung pariwisata :
hotel/penginapan/homestay, rumah makan / Dinas Pariwisata, Dinas
restoran, pusat oleh-oleh, destinasi wisata, atraksi Industri, Dinas Koperasi
wisata, usaha mikro/kecil, usaha ekonomi kreatif dan Usaha Mikro
dan perbankan/jasa keuangan.
5 Data kelembagaan pendukung pariwisata : desa
wisata, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), jasa
Dinas Pariwisata
guide, travel agent, kelompok budaya, event
budaya dan wisata.
6 Data dampak social, budaya, ekonomi dan
lingkungan akibat pengembangan pariwisata di Dinas Pariwisata
wilayah BTS dan sekitarnya.
7 Data potensi, peluang dan tantangan
pengembangan destinasi wisata, sektor ekonomi
kreatif, usaha mikro dan kecil, serta sektor
Dinas Pariwisata
pendukung wisata (hotel, guest house,
transportasi, rumah makan/restoran, pusat oleh-
oleh, guide dan masyarakat pelaku wisata).
8 Data spasial atau peta (skala 1 : 5.000 atau 1 :
Bappeda
25.000) : peta kondisi eksisting wilayah
LAPORAN AKHIR 31
No Kebutuhan Data Sumber Data
perencanaan, peta pengembangan wilayah
perencanaan, peta dasar (wilayah perencanaan),
peta rencana tata guna lahan (RTRW), dan peta
jaringan jalan
Sumber : Hasil Pemikiran, 2020

3.6 ANALISA DATA


Dalam menjawab berbagai rumusan masalah yang telah dikemukakan
pada bab pendahuluan, Analisa data yang digunakan adalah sebagai beriut:
No Rumusan Masalah Analisa Data
Analisa deskriptif yang
Bagaimana kondisi dan digunakan untuk
permasalahan yang dihadapi oleh mendeskripsikan temuan-
masyarakat dan pelaku usaha wisata temuan di lapangan, dan
dalam pengembangan pariwisata mengintrepetasikan analisis
1
pendukung Bromo-Tengger-Semeru data yang dilakukan. Penyajian
di wilayah Kabupaten Pasuruan, hasil analisis ini dapat berupa
serta kondisi eksisting pemanfaatan deskripsi umum, matriks,
wisata BTS oleh masyarakat? bagan, dan bentuk penyajian
lainnya.
Analisis deskriptif yang
digunakan untuk
Bagaimana potensi ekonomi,
mengidentifikasi berbagai
lingkungan, social dan budaya di
2 bentuk kegaiatan dan potensi
wilayah BTS dan wilayah
ekonomi lingkungan dan sosial
pendukungnya?
budaya di wilayah BTS dan
wilayah pendukungnya.
Analisa cost effectiveness
Bagaimana dampak social budaya, untuk melihat dampak social
dampak ekonomi dan dampak budaya, dampak ekonomi dan
lingkungan akibat berkembangnya dampak lingkungan akibat
3
pariwisata pendukung Bromo- berkembangnya pariwisata
Tengger-Semeru di wilayah pendukung Bromo-Tengger-
Kabupaten Pasuruan? Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan
Bagaimana potensi, peluang dan Analisa Spasial dan Analisa
tantangan pengembangan destinasi matriks SWOT untuk
wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha mengidentifikasi masalah,
4
mikro dan kecil, serta sektor peluang dan tantangan
pendukung wisata (hotel, guest pengembangan destinasi
house, transportasi, rumah wisata, sektor ekonomi kreatif,

LAPORAN AKHIR 32
makan/restoran, pusat oleh-oleh, usaha mikro dan kecil, serta
guide dan masyarakat pelaku wisata) sektor pendukung wisata
?
Analisis deskriptif mengenai
Bagaimana konsep model
pengembangan pariwisata
pengembangan pariwisata terpadu
5 terpadu pendukung wisata
pendukung wisata Bromo-Tengger-
Bromo-Tengger-Semeru di
Semeru di Kabupaten Pasuruan?
Kabupaten Pasuruan
Matrik QSPM untuk menyusun
Bagaimana strategi dan arah strategi dan arah kebijakan
kebijakan serta rekomendasi serta rekomendasi
6 pengembangan pariwisata terpadu pengembangan pariwisata
pendukung wisata Bromo-Tengger- terpadu pendukung wisata
Semeru di Kabupaten Pasuruan? Bromo-Tengger-Semeru di
Kabupaten Pasuruan

Dari tabel diatas, penjelasan masing – masing analisa data adalah sebagai
berikut

1. Analisa Deskriptif

Analisa deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan temuan-temuan


di lapangan, dan mengintrepetasikan analisis data yang dilakukan.
Penyajian hasil analisis ini dapat berupa deskripsi umum, matriks,
bagan, dan bentuk penyajian lainnya. Analisis deskriptif digunakan
untuk mengidentifikasi berbagai bentuk kegiatan di sektor parawisata
dan berbagai kelembagaannya.

Analisis Deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai


subjek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari
kelompok subjek yang diteliti dan tidak dimaksudkan untuk pengujian
hipotesis. Sekalipun penelitian yang dilakukan bersifat inferensial,
sajian keadaan subjek dan data penelitian secara deskriptif tetap perlu
diketengahkan lebih dahulu sebelum pengujian hipotesis dilakukan.
Penyajian hasil analisis deskriptif biasanya berupa frekuensi dan
persentase, tabulasi silang, serta berbagai bentuk grafik dan chart
pada data yang bersifat kategorikal, serta berupa statistik-statistik

LAPORAN AKHIR 33
kelompok (antara lain mean dan varians) pada data yang bukan
kategorikal.

Penyajian persentase dan proporsi memberikan gambaran


mengenai distribusi subjek menurut kategori-kategori nilai variabel.
Oleh karena itu, analisis ini didasarkan pada distribusi frekuensi.
Secara visual, penggunaan tabel frekuensi dan grafik sangat
membantu memahami keadaan data yang disajikan. Penyajian
persentase dapat dijadikan lebih informatif dengan menyertakan
variabel lain ke dalam tabel-silang yang sudah ada sehingga menjadi
sebuah tabel tiga-jalan.

2. Analisis cost effectiveness

Pada dasarnya, analisis cost effectiveness adalah analisis


komparatif antara biaya dan efektivitas dari suatu kebijakan atau
program di mana umumnya digunakan pada suatu dampak yang sulit
diukur secara keuangan. Koridor utama dari analisis ini adalah dampak
dari adanya dampak sebagai akibat dari program terkait
pengembangan pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di
wilayah Kabupaten Pasuruan. Dalam hal ini, dampak sosial, budaya,
ekonomi dan lingkungan menjadi unit yang dianalisis dengan satuan
yang masing – masin berbeda.
Tahapan yang dilakukan pada analisis ini diantaranya a) identifikasi
setiap biaya yang dikeluarkan dalam program pengembangan
pariwisata pendukung Bromo-Tengger-Semeru di wilayah Kabupaten
Pasuruan; b) Identifikasi indikator yang menjadi ukuran pada dampak
sosial, budaya, ekonomi dan lingkungan; c) Membuat rasio
perbandingan antara biaya dan dampak dari setiap program
pengembangan pariwisata; d) Membuat Analisa terkait dampak sosial,
budaya, ekonomi dan lingkungan dari adanya program pengembangan
pariwisata pendukung.

LAPORAN AKHIR 34
3. Analisa Spasial

Analisis spasial merupakan metoda penelitian yang menjadikan


peta, sebagai model yang merepresentasikan dunia nyata yang
diwakilinya, sebagai suatu media analisis guna mendapatkan hasil-
hasil analisis yang memiliki atribut keruangan. Analisis spasial ini
penting untuk mendapatkan gambaran keterkaitan di dalam
permasalahan antar-wilayah dalam wilayah studi.
Sistem Informasi Geografis (SIG) yang digunakan sebagai alat
(tool) yang membantu pengguna (user) dalam memperoleh informasi
yang lebih lengkap. Lengkap dalam arti bahwa informasi yang disajikan
telah mencakup penggambaran secara keruangan (spasial) sehingga
pengguna dapat dengan lebih mudah dalam memperoleh maupun
menganlisa informasi lebih lanjut.
Untuk keperluan analisis spasial ini dibutuhkan data spatial sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan. Beberapa data spasial yang
dibutuhkan seperti : Peta Jalan (line); Sungai (line) dan Land zone
(pertanian, Pariwisata, urban, rural dan konservasi) dengan tipe
polygon. Data-data spasial diatas yang diperoleh dari
BAKOSURTANAL digunakan sebagai data dasar untuk melakukan
analisis seperti buffer, union, merge, intersect, clip dan operasi query.
Terdapat dua model dalam data spasial, yaitu model data raster
dan model data vektor. Keduanya memiliki karakteristik yang berbeda,
selain itu dalam pemanfaatannya tergantung dari masukan data dan
hasil akhir yang akan dihasilkan. Model data tersebut merupakan
representasi dari obyek-obyek geografi yang terekam sehingga dapat
dikenali dan diproses oleh computer.
Model data vektor merupakan model data yang paling banyak
digunakan, model ini berbasiskan pada titik (points) dengan nilai
koordinat (x,y) untuk membangun obyek spasialnya. Obyek yang
dibangun terbagi menjadi tiga bagian lagi yaitu berupa titik (point), garis
(line), dan area (polygon). Titik merupakan representasi grafis yang
paling sederhana pada suatu obyek. Titik tidak mempunyai dimensi
tetapi dapat ditampilkan dalam bentuk simbol baik pada peta maupun

LAPORAN AKHIR 35
dalam layar monitor. Contoh : Lokasi Fasilitasi Kesehatan, Lokasi
Fasilitas Kesehatan, dll. Garis merupakan bentuk linear yang
menghubungkan dua atau lebih titik dan merepresentasikan obyek
dalam satu dimensi. Contoh : Jalan, Sungai, dll. Poligon merupakan
representasi obyek dalam dua dimensi.Contoh : Danau, Persil Tanah,
dll.

Gambar 3.1 Kategori Model Data Vektor

Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.1 diatas, model data


vektor terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
 Topologi, biasa digunakan dalam analisis spasial dalam
SIG. Topologi merupakan model data vektor yang
menunjukan hubungan spasial diantara obyek spasial. Salah
satu contoh adalah bahwa persimpangan diantara dua garis
di pertemukan dalam bentuk titik, dan kedua garis tersebut
secara explisit dalam atributnya mempunyai informasi
sebelah kiri dan sebelah kanan. Salah satu contoh analisis
spasial yang dapat dilakukan dalam format topologi adalah
proses tumpang tindih (overlay) dan analisis work analysis)
dalam SIG.
 Non Topologi, merupakan model data yang mempunyai sifat
yang lebih cepat dalam menampilkan, dan yang paling
penting dapat digunakan secara langsung dalam perangkat

LAPORAN AKHIR 36
lunak (software) SIG yang berbeda-beda. Non-topologi
digunakan dalam menampilkan atau memproses data
spasial yang sederhana dan tidak terlalu besar ukuran
filenya.
 Model data vektor dalam topologi lebih jauh lagi dapat
dikembangkan dalam dua kategori, yaitu Data Sederhana
(Simple Data) yang merupakan representasi data yang
mengandung tiga jenis data (titik, garis, poligon) secara
sederhana. Sedangkan Data Tingkat Tinggi (Higher Data
Level), dikembangkan lebih jauh dalam melakukan
pemodelan secara tiga dimensi (3 Dimensi/3D). Model
tersebut adalah dengan menggunakan TIN (Triangulated
Irregular Network).
 Region, merupakan sekumpulan poligon, dimana masing-
masing poligon tersebut dapat atau tidak mempunyai
keterkaitan diantaranya akan tetapi saling bertampalan
dalam satu data set.
 Dymanic Segmentation, adalah model data yang dibangun
dengan menggunakan segmen garis dalam rangka
membangun model jaringan (network).

4. Analisa QSPM

Dalam upaya merumuskan dan menyusun strategi pengembangan


wisata di Kawasan BTS dan wilayah pendukung di Kabupaten Pasuruan,
peneliti akan menggunakan model perumusan strategi yang dikembangkan
oleh F.R. David. Seperti yang dikemukakan Umar (2008:31), menurut teori
manajemen strategis, strategi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkatan
tugas. Strategi-strategi tersebut adalah strategi generik (generic strategy)
yang akan dijabarkan menjadi strategi utama/induk (grand strategy). Strategi
induk ini selanjutnya dijabarkan menjadi strategi tingkat fungsional, yang
sering disebut dengan strategi fungsional.
Masih menurut Umar (2008:32), dalam menganalisis strategi
organisasi, perlu diketahui bahwa bentuk strategi akan berbeda-beda antar-

LAPORAN AKHIR 37
industri, antar-organisasi, dan antar-situasi. Terdapat beberapa model
perumusan strategi generik dan strategi utama, yaitu model Wheelen dan
Hunger, model Michael P. Porter, dan model F.R. David. Kegiatan ini akan
menggunakan model F.R. David. Berdasarkan model ini penentuan strategi
utama dilakukan melalui tiga tahapan (three-stage) kerangka kerja dengan
matriks sebagai model analisisnya. Perangkat atau alat yang berbentuk
matriks-matriks itu telah sesuai dengan segala ukuran dan tipe organisasi,
sehingga dapat dipakai untuk membantu para ahli strategi dalam
mengidentifikasi, megevaluasi, dan memilih strategi-strategi yang paling tepat.
Tahapan dalam model F.R. David yang akan digunakan dalam kegiatan ini
dapat digambarkan dalam bagan berikut.

Tahap 1: THE INPUT STAGE


Matriks EFE Matriks IFE

Tahap II: THE MATCHING STAGE


Matriks SWOT Matriks IE

Tahap III: THE DECISION STAGE


QSPM

Sumber: Umar (2008)


Gambar 3.1. Tahapan Model Strategi F.R. David
Perangkat atau alat analisis dalam setiap tahapan tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut.
a. Matriks External Factor Evaluation (Matrik EFE)
Matriks EFE digunakan untuk membuat perencanaan strategis yang
dapat meringkas dan mengevaluasi informasi ekonomi, sosial, budaya,
demografi, lingkungan, politik, hukum, teknologi, dan persaingan serta
berbagai bidang eksternal di mana organisasi berada, serta data eksternal
relevan lainnya. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks EFE, yaitu:
1. Daftar critical success factors untuk aspek eksternal mencakup perihal
peluang (opportunities) dan ancaman (treaths) bagi suatu organisasi

LAPORAN AKHIR 38
dalam hal ini pemerintah daerah yang terkait dengan pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung.
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata industrinya.
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1. 1 = di bawah rata-rata 2. 3 = di atas rata-rata
3. 2 = rata-rata 4. 4 = sangat bagus
Rating mengacu efektivitas strategi organisasi. Dengan demikian nilainya
didasarkan pada kondisi yang ada.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skor critical success factor.
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai skor total 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi
merespon dengan cara yang luar biasa terhadap peluang-peluang yang
ada dan menghindari ancaman-ancaman di pasar industrinya. Sementara
itu, skor total 1,0 menunjukkan bahwa organisasi tidak memanfaatkan
peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancaman-ancaman
eksternal.

Tabel 3.2. Matiks EFE


Faktor Strategi Rating
Bobot (A) Skor (A x B)
Eksternal (B)
Kekuatan:
1
2
:
n
Kelemahan:
1
2
:

LAPORAN AKHIR 39
n

Total

Sumber: David (2004)


b. Matriks Internal Factor Evaluation (Matrik IFE)
Matriks IFE merupakan alat perumusan strategi yang bersifat
meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama yang ada
terkait pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung. Data dan
informasi aspek internal dapat digali dari beberapa fungsional organisasi,
misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem
informasi, dan produksi. Menurut Umar (2008), tahapan kerja matriks IFE,
yaitu:
1. Daftar critical success factors (faktor-faktor utama yang mempunyai
dampak penting pada kesuksesan atau kegagalan usaha) untuk aspek
internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
2. Penentuan bobot (weight) dari critical success factor tadi dengan skala
yang lebih tinggi dari yang berprestasi tinggi dan begitu pula sebaliknya.
Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung
berdasarkan rata-rata jawaban.
3. Pemberian rating (nilai) antara 1 sampai 4 bagi masing-masing faktor yang
memiliki nilai:
1 = di bawah rata-rata 3 = di atas rata-rata
2 = rata-rata 4 = sangat bagus
Jadi rating mengacu pada kondisi organisasi, sedangkan bobot mengacu
pada kriteria yang telah disepakati.
4. Pengalian nilai bobot dengan nilai rating-nya dari masing-masing faktor
untuk menentukan nilai skornya.
5. Penjumlahan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi organisasi
yang dinilai. Nilai rata-rata adalah 2,5; jika nilainya di bawah 2,5 maka
menandakan bahwa secara internal adalah lemah. Sedangkan nilai yang
berada di atas 2,5 menunjukkan posisi internal yang kuat. Matriks EFE
dapat dilihat pada Tabel 3.2.

LAPORAN AKHIR 40
Tabel 3.3. Matiks IFE
Rating
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Skor (A x B)
(B)
Kekuatan:
1
2
:
n
Kelemahan:
1
2
:
n
Total

Sumber: David (2004)

Matriks SWOT
Matriks Strength-Weaknesses-Opportunities-Threat (SWOT) merupakan
matching tool yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe
strategi, yaitu strategi SO (Strength-Opportunity), strategi WO (Weakness-
Opportunity), strategi ST (Strength-Threat), dan strategi WT (Weakness-
Threat). Keempat tipe strategi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Strategi SO (Strength-Opportunitiy), strategi ini menggunakan kekuatan
internal pemerintah daerah untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar
pemerintah daerah.
 Strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal pemerintah daerah terkait
pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung dengan memanfaatkan
peluang-peluang eksternal.
 Strategi ST (Strength-Threat), melalui strategi ini pemerintah daerah
berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-
ancaman eksternal.
 Strategi WT (Weakness-Threat), strategi ini merupakan taktik untuk
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari
ancaman.

LAPORAN AKHIR 41
Stengths-S Weaknesses-W
1. 1.
IFAS
2. 2.
3. Catatlah kekuatan- 3. Catatlah kelemahan-
Kosong kekuatan internal kelemahan internal
. organisasi . organisasi
. .
EFAS
9. 9.
10. 10.
Opportunities-O Strategi SO Strategi WO
1. 1. 1.
Daftar kekuatan Daftar untuk memperkecil
2. Catatlah peluang- 2. untuk meraih 2. kelemahan dengan
peluang eksternal
3. yang ada 3. keuntungan dari 3. memanfaatkan keuntungan
peluang yang ada dari peluang yang ada
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.
Treaths-T Strategi ST Strategi WT
1. 1. 1. Daftar untuk memperkecil
Daftar kekuatan
2. Catatlah ancaman- 2. untuk menghindari 2. kelemahan dan
ancaman eksternal menghindari ancaman
3. yang ada 3. ancaman 3.
. . .
. . .
9. 9. 9.
10. 10. 10.

Gambar 3.2. Contoh Matriks SWOT


Sedangkan unsur-unsur yang diperhatikan dalam menggunakan
SWOT pada kegiatan ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

LAPORAN AKHIR 42
Tabel 3.4. Beberapa unsur dan variabel dalam Analisis SWOT Parawisata
Unsur Variabel
Atraksi Alam Lokasi, jumlah, mutu, masalah, dan daya
tarik
Atraksi budaya Lokasi, jenis, jumlah, mutu, masalah, daya
tarik
Dampak Lingkungan yang Perubahan lingkungan fisik, ekologis, daya
Potensial dukung
Aksesibilitas Daya angkut, akses, mutu, frekuensi,
ongkos
Pasar Daerah asal, tipe perjalanan, tipe kegiatan
Usaha Jasa Mutu, kesesuaian dengan pasar, masalah
lain
Informasi Wisata Mutu peta, buku panduan wisata,
pemaparan, akurasi dan autensitas
informasi
Promosi Efektivitas advertensi, publisitas,
kehumasan, insentif, moda promosi
Organisasi dan Kelembagaan Organisasi terkait, hubungan kerja,
kemitraan, teamwork pengembangan
wisata BTS dan wilayah pendukung
Komitmen Pelaku Wisata Dukungan dari berbagai sektor, sikap
publik dan masyarakat lokal terhadap
pengembangan wisata BTS dan wilayah
pendukung

Sumber: Gunn dalam Damanik dan Weber (2006)

Matriks Internal-Eksternal (IE)


Sebagaimana dikemukakan David (2004 : 300), matriks IE
memosisikan berbagai divisi organisasi dalam tampilan sembilan sel, seperti
yang diilustrasikan pada Gambar 3.3. Matriks IE didasari pada dua dimensi
kunci, yaitu total rata-rata tertimbang IFAS pada sumbu x dan total rata-rata
tertimbang EFAS pada sumbu y. Pada sumbu x, total rata-rata tertimbang dari

LAPORAN AKHIR 43
1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai dari 2,0 hingga 2,99 adalah
menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah tinggi. Demikian pula dengan
sumbu y, total rata-rata tertimbang dari 1,0 hingga 1,99 dianggap rendah; nilai
dari 2,0 hingga 2,99 adalah menengah; dan nilai dari 3,0 hingga 4,0 adalah
tinggi.

4,0 Kuat 3,0 Rata-rata 2,0 Lemah 1,0

II III
Kuat I Grow and Build Hold and

3,0 Grow and Build Maintain


V VI
Rata-rata
IV Hold and Harvest or
2,0 Grow and Build Maintain Divestiture

Lemah
VIII IX
VII Harvest or Harvest or
1,0
Hold and Divestiture Divestiture
Maintain

Sumber: David (2004)

Gambar 3.3. Matriks IE


Matriks IE (Gambar 3.3) dapat dibagi menjadi tiga daerah utama yang
memiliki implikasi strategi yang berbeda, yaitu:
1. Sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai tumbuh dan kembangkan
(grow and build). Strategi-strategi yang sesuai adalah strategi intensif
(market penetration, market development, dan product development) atau
strategi terintegrasi (backward integration, forward integration, dan
horizontal integration).
2. Sel III, V, VII dapat dikendalikan dengan strategi jaga dan pertahankan
(hold and maintain). Strategi yang umum yang digunakan adalah market
penetration dan product development.
3. Sel VI, VIII, IX rekomendasi yang umum diberikan adalah menggunakan
strategi tuai atau divestasi (harvest or divestiture).

LAPORAN AKHIR 44
Matriks Quantitative Strategies Planning (QSPM)
Menurut David (2004:308), QSPM adalah alat yang
direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan
strategi alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internal
dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Teknik ini termasuk dalam
tahap III dari kerangka kerja analisis perumusan strategi. Teknik ini secara
objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang terbaik.
QSPM menggunakan input dari analisis tahap I dan hasil pencocokan
dari analisis tahap II, untuk menentukan secara objektif di antara alternatif
strategi. Mekanismenya yaitu penggabungan matriks EFE, matrik IFE yang
membentuk tahap I; dengan matriks SWOT, matriks IE yang membentuk
tahap II. Hasil dari penggabungan ini akan menghasilkan informasi yang
dibutuhkan untuk membuat QSPM.
Secara konsep, seperti yang dikemukakan David (2004:309), QSPM
menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa
jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau
diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set
alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari setiap faktor
keberhasilan kunci internal dan eksternal. Jumlah set alternatif yang
dimasukkan dalam QSPM tidak dibatasi, tetapi hanya strategi dalam set yang
sama dapat dievaluasi satu sama lain.
Keunggulan QSPM adalah bahwa set strategi dapat dievaluasi secara
bertahap atau bersama-sama. Selain itu teknik ini menyusun stategi untuk
mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam proses
keputusan. Dengan demikian teknik ini dapat meminimalkan kemungkinan
terabaikannya suatu faktor kunci atau pemberian bobot yang tidak sesuai.
Walaupun pengembangan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan
subjektif, perumusan keputusan kecil selama proses akan memperbesar
kemungkinan bahwa keputusan strategis final adalah yang terbaik bagi
organisasi. QSPM dapat dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe
organisasi (organisasi kecil/besar, berorientasi laba/nirlaba).
Di sisi lain, QSPM juga memiliki keterbatasan. Seperti alat analisis
untuk memformulasikan strategi lainnya, QSPM juga membutuhkan intituitive
judgement yang baik. Metode ini selalu membutuhkan penilaian intuitif dan
LAPORAN AKHIR 45
asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan
keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun telah didasarkan pada
informasi yang objektif. Keterbatasan lainnya yaitu metode ini hanya dapat
bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan analisis pencocokan yang
mendasari penyusunannya.
Komponen-komponen utama dari suatu QSPM terdiri dari factors,
strategic alternative, weights, attractiveness score, total atractiveness score,
dan sum total atracctiveness score (David, 2004). Matriks QSPM disajikan
pada Tabel 3.5 sedangkan penjelasan mengenai langkah-langkah
pengembangan suatu QSPM adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5. QSPM (Quantitative Strategies Planning Matrix)


Faktor-Faktor Sukses Kritis Bobot Alternatif Strategi
Strategi I Strategi II Strategi III
AS TAS AS TAS AS TAS
Peluang
Ancaman
Kekuatan
Kelemahan
Jumlah Total Nilai Daya Tarik

Sumber: David (2004)


Tahap 1 : Pembuatan daftar peluang, ancaman, kekuatan, dan
kelemahan organisasi di kolom sebelah kiri QSPM.
Informasi tersebut diambil dari matriks IFAS dan EFAS.
Tahap 2 : Pemberian bobot pada masing-masing external and internal
critical success factor. Bobot tersebut sama dengan bobot
pada IFAS matrix dan EFAS matrix.
Tahap 3 : Pengevaluasian matrik pada stage 2 dan identifikasi
strategi alternatif yang pelaksanaannya harus
dipertimbangkan organisasi. Catatlah strategi-strategi ini di
bagian atas baris QSPM.
Tahap 4 : Penetapan Attractiveness Score (AS) untuk setiap strategi
berdasarkan peran faktor tersebut terhadap setiap alternatif

LAPORAN AKHIR 46
strategi. Batasan nilai AS adalah 1 = tidak menarik, 2 =
agak menarik, 3 = secara logis menarik, 4 = sangat
menarik.
Tahap 5 : Penghitungan Total Attractiveness Score (TAS) dengan
mengalikan bobot dengan AS.
Tahap 6 : Perhitungan jumlah seluruh TAS untuk setiap alternatif
strategi. Dari beberapa nilai TAS yang didapat, nilai TAS
dari alternatif strategi yang tertinggilah yang menunjukkan
bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama. Nilai
TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini
menjadi pilihan terakhir.

LAPORAN AKHIR 47
Gambar 3.4. Alur Kegiatan

Analisis
1,5 ptDeskriptif
Identifikasi Kondisi Geografis Mendeskripsikan berbagai kondisi
umum yang mempengaruhi
pengembangan wisata BTS dan
Identifikasi Kondisi Sosial wilayah pendukung ke depan seperti
kondisi geografis, sosial, demografi dan
ketenagakerjaan, infrastruktur, dan
capaian kondisi ekonomi beberapa
Identifikasi demografi dan tahun terakhir.
Studi Studi
Pendahuluan Literatur ketenagakerjaan Strategi dan Konsep
pengembangan pariwisata
Analisis QSPM pendukung Bromo-Tengger-
Identifikasi Kondisi Sarana dan Semeru
menyusun strategi dan arah kebijakan
Prasarana serta rekomendasi pengembangan
pariwisata terpadu pendukung wisata
Identifikasi Arah dan Kebijakan
Bromo-Tengger-Semeru di Kabupaten
Masalah pengembangan pariwisata
Pasuruan
pendukung Bromo-Tengger-
Semeru
Identifikasi Kondisi Ekonomi
Analisis Spasial

mengidentifikasi masalah, peluang dan


tantangan pengembangan destinasi karakteristik Integrasi
wisata, sektor ekonomi kreatif, usaha sektor dan pariwisata Bromo
Identifikasi Regulasi terkait mikro dan kecil, serta sektor pendukung sumber tengger Semeru
parawisata daerah wisata dengan GWR (Geographically pendanaan
weighted regression) dan indeks Moran

Identifikasi:
Analisis cost effectiveness
1. Data dampak social, budaya, Rencana terpadu
ekonomi dan lingkungan melihat dampak social budaya, dampak
2. Data potensi, peluang dan pengembangan pariwisata
tantangan pengembangan destinasi ekonomi dan dampak lingkungan akibat pendukung Bromo-Tengger-
wisata, sektor ekonomi kreatif, berkembangnya pariwisata pendukung Semeru
usaha mikro dan kecil, serta sektor
Bromo-Tengger-Semeru di wilayah LAPORAN AKHIR 48
Input pendukung wisata
3. Data kelembagaan pendukung Kabupaten Pasuruan
pariwisata
Proses 4. Data sector ekonomi pendukung
pariwisata
Output
BAB VI
Identifikasi Permasalahan dalam Pengembangan Pariwisata Pendukung
Bromo Tengger Semeru

Identifikasi permasalahan dalam Pengembangan Pariwisata Pendukung


BTS (Bromo tengger Smeru) dilakukan dengan mempertimbangkan 1) kerangka
regulasi dan sistem tata kelola yang terkait langsung dengan pengembangan
destinasi wisata pendukung; 2) 4A (Attraction, Amenities, Accesability, dan
Anciliary Services), dan 3) Kondisi Sumber Daya Manusia. Analisis dilakukan
secara spesifik pada 6 lokasi penelitian yakni Kecamatan Tosari, Tutur, Puspo,
Purwoadi, Purwosari, dan Sukorejo. Lebih lanjut identifikasi tersebut diuraikan
dalam beberapa sub bab sebagai berikut.

4.1 Arah Pengembangan Pariwisata Pendukung Berdasarkan Regulasi dan


Sistem Tata Kelola

4.1.1 Arah Pembangunan Pariwisata Pendukung Berdasarkan Peraturan


presiden No 80 tahun 2019 tentang tentang Percepatan Pembangunan
Ekonomi di Kawasan Gresik - Bangkalan - Mojokerto - Surabaya - Sidoarjo -
Lamongan, Kawasan Bromo - Tengger - Semeru, Serta Kawasan Selingkar
Wilis Dan Lintas Selatan

Secara umum, Kawasan Bromo-Tengger-Semeru (BTS) merupakan


kawasan prioritas yang terdiri atas wilayah inti dan kawasan pendukung yang ada
di sekitarnya, dimana secara administrasi terdiri atas 3 (tiga) kota dan 4 (empat)
kabupaten, yaitu Kota Malang, Kota Batu, Kota Pasuruan, Kabupaten Malang,
Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, dan Kabupaten Pasuruan.
Wilayah inti Kawasan BTS adalah Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru (TN BTS) yang didasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 178/
Menhut-II/2005 tanggal 29 Juni 2005. Wilayah TN BTS terletak di dataran tinggi
dengan karakter wilayah pegunungan yang terdiri dari kompleks Pegunungan
Tengger di utara dan kompleks Gunung Jambangan di sebelah selatan. Secara
geografis wilayah TN BTS terletak antara 7'54' - 8'13' LS dan 112"51' - 113"04'

LAPORAN AKHIR 49
BT. Wilayah ini memiliki karakter khas berupa padang pasir, serta ekologi alam
pegunungan dan budaya masyarakat setempat (Suku Tengger). Oleh sebab itu
kawasan ini merupakan destinasi wisata yang khas dan menarik untuk
ditingkatkan pengembangan destinasi wisatanya.
Kawasan BTS beriklim tropis, dengan suhu udara rata-rata 21 - 31 derajat
Celcius. Potensi ketersediaan air di Kawasan BTS saat ini bergantung pada air
permukaan berupa sungai yang merupakan bagian dari Wilayah Sungai Brantas,
Wilayah Sungai Welang Rejoso, Wilayah Sungai Pekalen Sampean dan Wilayah
Sungai Bondoyudo Bedadung. Kawasan BTS dikelilingi oleh beberapa aktif
sehingga termasuk dalam kawasan rawan bencana gunung api.
Kemudian, sektor unggulan di Kawasan BTS adalah potensi-potensi wisata
yang beragam dan menyebar, baik wisata alam dan wisata budaya. Pertama,
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS) memiliki potensi sumber daya
alam yang menonjol, seperti keberadaan flora langka yang menarik dan endemic,
ekosistem yang khasm gunung berapi yang aktif, habitat satwa migran,
fenomena/gejala alam yang unik dan menakjubkan seperti kaldera di dalam
kaldera, ranu/danau yang sangat luas dan indah di atas pegunungan, keunikan
Kaldera Tengger dengan laut pasirnya. Kedua, terdapat sukuk lokal yang
merupakan warisan budaya khas dan adat istiadat yakni masyarakat Suku
Tengger.
Berkaitan dengan keunikan suku tengger, terdapat tradisi budaya yang
melembaga di masyarakata (terutama masyarakat Tengger), seperti: Karo,
Yadnya Kasodo, Entas-entas, Unan-unan, Pujan Mubeng, dan lain-lain. Selain itu,
permukiman Suku Tengger yang memiliki ciri khas khusus sehingga bisa
dijadikan sebagai objek tujuan wisata yang memuliki arsitektur vernacular.

LAPORAN AKHIR 50
Gambar 4.1. Arah Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS Kab. Pasuruan

Konsep Pengembangan pariwisata pendukung BTS tampak pada gambar


5.1. Berdasarkan peraturan ini, BTS menjadi salah satu pusat pertumbuhan baru
bagi beberapa wilayah disekitarnya khususnya Kabupaten Pasuruan. Kegiatan
ekonomi yang layak menjadi pemicu pertumbuhan di Kawasan BTS adalah
Pariwisata yang berbasis pada 1) adat budaya Suku Tengger; 2) wisata berbasis
agropolitan (agrowisata) Tosari-Tutur-Puspo – Purwosari; dan 3) wisata edukasi
Unit peternakan Aliandsi (UPTD Budidaya Ternak).

4.1.2 Arah Pembangunan Pariwisata Pendukung Berdasarkan Peraturan


Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Daerah tahun 2015 - 2025

Melalui perda Kab. Pasuruan no 6 tahun 2016, telah ditetapkan khususnya


pada pasal 19 bahwa pengembangan daya Tarik pariwisata melingkupi beberapa
hal berdasarkan karakteristik wilayah sebagai berikut:
a. Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah barat yaitu Kecamatan Sukorejo,
Pandaan, Prigen dan Gempol sebagai kawasan pusat wisata alam,
budaya, buatan, religi, edukasi, belanja dan kuliner dengan memperhatikan
konservasi cagar budaya dan kawasan lindung serta pengembangan ruang
terbuka hijau;

LAPORAN AKHIR 51
b. Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah tengah, yaitu Kecamatan
Rembang, Wonorejo, Kejayan, Pohjentrek, Gondangwetan, sebagai
kawasan industri, agro dan minat khusus dengan memperhatikan
pengembangan ruang terbuka hijau;
c. Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah timur, yaitu Kecamatan Grati,
Lumbang, Winongan, Gondang wetan sebagai kawasan wisata alam,
industri mebel dan religi dengan tetap memperhatikan konservasi
pengembangan ruang terbuka hijau;
d. Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah utara yaitu Kecamatan Beji, Bangil,
Kraton, Rejoso, Lekok dan Nguling sebagai kawasan wisata budaya,
belanja, kuliner, bahari dan religi dengan memperhatikan pengembangan
ruang terbuka hijau; dan
e. Kawasan Kabupaten Pasuruan wilayah selatan, yaitu Kecamatan
Purwosari, Purwodadi, Tutur, Tosari, Puspo dan Pasrepan sebagai
kawasan wisata alam, budaya, agro, kuliner, belanja dan edukasi dengan
memperhatikan pengembangan ruang terbuka hijau dan kawasan lindung.

Menginat lingkup kajian, poin e menjadi titik terpenting dalam arah


pengembangan pariwisata Kab. Pasuruan khususnya di wilayah selatan yakni
dengan tema kawasan wisata alam, budaya, agro, kuliner, belanja dan edukasi.
Selain itu sebagian dari poin a cukup menjadi perhatian karena Sukorejo yang
menjadi salah satu pusat wisata agro termasuk di wilayah barat Kab. Pasuruan
dengan tema kawasan pusat wisata alam, budaya, buatan, religi, edukasi, belanja
dan kuliner.

4.2 Identifikasi Permasalahan Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS


Berdasarkan 4A

4A digunakan sebagai framework yang digunakan dalam identifikasi


permasalahan. Pertama, attraction merupakan komponen daya tarik dari sebuah
destinasi wisata, dalam bentuk keunikan, keindahan, atau nilai yang berupa
keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang
menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Kedua, amenities pada

LAPORAN AKHIR 52
dasarnya merupakan fasilitas yang tersedia di sekitar obyek wisata yang
menunjang atraksi dari pariwisata yang disediakan. Ketiga, accessibility pada
dasarnya merupakan isu konektivitas yang menghubungkan antara
penyelenggara pariwisata dengan pengunjung/wisatawan. Keempat, ancillary
services merupakan seluruh penunjang untuk memperkuat atraksi, amenitas, dan
aksesabilitas pariwisata di mana komponen ini bergantung dari keberadaan
pengelola yang mampu memberikan tawaran produk/jasa penunjang yang dapat
memberikan pendapatan tambahan.

4.2.1 Kecamatan Tutur


Secara umum, kecamatan Tutur memiliki 14 destinasi wisata dan 1 desa
yang sedang dikembangkan menjadi desa wisata. Keseluruhan destinasi tersebut
berpotensi menjadi pariwisata pendukung BTS dengan tema agrowisata.
Destinasi Wisata Kecamatan Tutur mayoritas merupakan wisata alam dengan
mengedepankan hasil – hasil pertanian yang dikelola dengan professional.
Beberapa destinasi wisata masih sangat asri berupa wisata pegunungan dan
bukit masih perlu diperkuat dalam hal pengelolaan agar lebih memberikan efek
yang besar pada kesejahteraan masyarakt sekitar. Kondisi kseluruhan destinasi
wisata dapat dilihat pada tabel berdasarkan kerangka 4A yakni attraction,
amenities, accessibility, dan ancillary services sebagai berkut.

Tabel 4.1 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Tutur Berdasarkan 4A


Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Air Terjun Coban Menikmati Sarana dan Akses jalan kurang Belum ada jasa
Waru panorama alam dan prasarana memadai tambahan pariwisata
pemandian pendukung yang ditawarkan
(Wisata pariwisata terbatas
Panorama
Pegunungan)
Agro Durian  Menikmati Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh
Montong panorama seperti air bersih, perseorangan/swasta
memadai
perkebunan listrik dan namun tawaran
(Wisata  Memetik dan pengelolaan sampah kegiatan pendukung
perkebunan) membeli durian lengkap pariwisata yang
berpotensi
menambah
pendapatan masih
sebatas pameran
atau festival yang
bersifat tidak
terjadwal

LAPORAN AKHIR 53
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Agro Bunga  Menikmati Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh
Krisan dan panorama seperti air bersih, perseorangan/swasta
memadai
Paprika perkebunan listrik dan namun tawaran
 Memetik dan pengelolaan sampah kegiatan pendukung
(Wisata membeli bunga lengkap pariwisata yang
perkebunan) dan paprika berpotensi
menambah
pendapatan masih
sebatas pameran
atau festival yang
bersifat tidak
terjadwal
Agro Wisata Petik  Menikmati Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh
Apel panorama seperti air bersih, perseorangan/swasta
memadai
perkebunan listrik dan namun tawaran
(Wisata Petik  Memetik dan pengelolaan sampah kegiatan pendukung
Apel, Panorama membeli apel lengkap pariwisata yang
Alam) berpotensi
menambah
pendapatan masih
sebatas pameran
atau festival yang
bersifat tidak
terjadwal
Bhakti Alam  Menikmati Fasilitas penunjang Akses jalan Sudah memiliki paket
panorama seperti air bersih, wisata terintegrasi
memadai
(Wisata perkebunan listrik dan dengan produk
Perkebunan,  Menikmati pengelolaan sampah utama yakni
Outbond, panorama lengkap pertanian
Penginapan, perkebunan
Peternakan)  Edukasi
berbasis
pertanian
 Outbond

Bukit Flora  Edukasi Fasilitas penunjang Akses jalan Sudah memiliki paket
berbasis flora seperti air bersih, wisata terintegrasi
memadai
(Wisata  Outbond listrik dan dengan produk
Penginapan,  Menikmati pengelolaan sampah utama yakni berbasis
Outbond, Taman panorama alam lengkap flora
Bunga)

Wisata Kampung  Edukasi Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh


Susu berbasis seperti air bersih, koperasi yang
memadai
peternakan listrik dan menwarkan paket
(Peternakan Sapi  Wahana pengelolaan sampah wisata edukasi
Perah) permainan anak lengkap

Agro Wisata  Wisata kuliner Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh
Oemah Tutur dan oleh – oleh seperti air bersih, perseorangan
memadai
 Menikmati listrik dan dengan tawaran
panorama alam pengelolaan sampah tambahan berupa
lengkap oleh -oleh khas lokal
Kedai Susu KPSP Wisata kuliner dan Fasilitas penunjang Akses jalan Menawarkan paket
“Setia Kawan” oleh – oleh produk seperti air bersih, wisata berbasis
memadai
susu serta olahan listrik dan peternakan dan

LAPORAN AKHIR 54
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
nya pengelolaan sampah edukasi
lengkap
Omah Kopi Wisata kuliner Fasilitas penunjang Akses jalan Dikelola oleh
berbasis kopi seperti air bersih, perseorangan
memadai
listrik dan dengan tawaran
pengelolaan sampah tambahan berupa
lengkap oleh -oleh khas lokal
Wisata Bukit Menikmati  Tempat Parkir Akses jalan kurang Pengelola masih
Suwati panorama alam kurang memadai menyediakan tempat
memadai
 Toilet dan parkir yang terbatas
tempat Ibadah
tidak ada
 Tidak ada
pengelolaan
sampah

Wisata Gunung Menikmati  Tempat Parkir Akses jalan kurang Pengelola masih
Lawangan panorama alam kurang memadai menyediakan tempat
memadai
 Toilet dan parkir yang terbatas
tempat Ibadah
tidak ada
 Tidak ada
pengelolaan
sampah

Wisata Gunung Menikmati  Tempat Parkir Akses jalan kurang Pengelola masih
Tanggung panorama alam kurang memadai menyediakan tempat
memadai
 Toilet dan parkir yang terbatas
tempat Ibadah
tidak ada
 Tidak ada
pengelolaan
sampah

Wisata Gunung Menikmati  Tempat Parkir Akses jalan kurang Pengelola masih
Gendhis panorama alam kurang memadai menyediakan tempat
memadai
 Toilet dan parkir yang terbatas
tempat Ibadah
tidak ada
 Tidak ada
pengelolaan
sampah

Desa Kalipucang  Desa wisata  Memiliki Akses jalan Memiliki pokdarwis


dengan konsep homestay yang berupaya
memadai
kampung susu  Fasilitas menawarkan jasa –
 Wisata kuliner pendukung jasa tambahan pada
berbasis menyesuaikan wisatawan
pertanian seperti dengan rumah
Kopi, keripik warga local
pisang, dan  Memiliki pusat
susu oleh – oleh khas

LAPORAN AKHIR 55
Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan
dalam rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Tutur. Hasil anaisis
disampaikan pada tabel identifikasi akar masalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Tutur


No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Sulit nya infrastruktur akses pariwisata Belum adanya dokumen rencana / rencana bisnis
seperti akses jalan kearah destinasi wisata pariwisata yang menjadikan pembangunan
dan signal khususnya pada destinasi infrastruktur sebagai prioritas awal pembangunan
wisata gunung atau bukit baik desa maupun destinasi wisata
Atraksi belum tereksplor
2 Belum adanya papan penunjuk jalan yang 1. Belum adanya paket pariwisata terintegrasi
membantu mengarahkan wisatawan sehingga memudahkan perancangan penunjuk
menuju satu destinasi wisata ke destinasi jalan sesuai dengan tema – tema destinasi
wisata lainnya wisata
2. Kesadaran masyarakat pariwisata yang lemahh
sehingga kelompok sadar wisata tidak terkelola
dengan baik
3. Pengetahuan SDM pariwisata yang belum
memadai
3 Terbatasnya pusat oleh – oleh khas Kab 1. Belum adanya kerjasama antar destinasi wisata
Pasuruan ataupun dari kecamatan Tutur di dengan komunitas UMKM Kab Pasuruan.
sekitar area beberapa destinasi wisata 2. Masih terbatasnya pengunjung / wisatawan
sehingga minat UMKM untuk masuk ke
destinasi yang dimaksud masih minim.
4 Promosi dan Pemasaran Pariwisata yang 1. Promosi dilakukan masih secara individual oleh
minim mengakibatkan jumlah pengunjung masing – masing destinasi wisata baik melalui
belum mencapai target masing – masing word of mouth, media sosial ataupun website
destinasi wisata 2. Masih terbatasnya kemampuan promosi dan
pemasaran beberapa pengelola destinasi
wisata
3. Masih belum optimalnya pembinaan Kelompok
Sadar Wisata atau pengelola wisata di
beberapa Desa
4. KURANG TIC
Beberaa Amenities lengkap, beberapa
belum

LAPORAN AKHIR 56
Sebagai wilayah agrowisata potensial, kecamatan Tutur sudah memililiki
destinasi wisata basis hasil – hasil komoditas pertanian yang cukup dikenal luas.
Kendala pengembangan yang terjadi sejauh ini berujung pada kurang terintegrasi
nya pemasaran antar destinasi wisata, sehingga kegiatan masih bersifat sewaktu
waktu saja dan bukan merupakan kegiatan regular yang sifat nya rutin. Dengan
adanya hub yang menghubungkan antar destinasi wisata secara tematik serta
informasi yang terpusat dengan akses 1 pintu diharap bisa menyelesaikan
permasalahan ini secara perlahan serta kemudian menambah kunjungan
wisatawan secara gradual.
Adapun destinasi wisata yang secara penuh mengandalkan alam seperti
pegunungan atau bukit mengalami permasalahan yang berujung pada belum
adanya perencanaan bisnis baik jangka pendek hingga panjang. Akibatnya jmlah
pengunjung cenderung stagnan, tidak ada tambahan usaha penunjang
pariwisata, dan kesejahteraan masyarakat tidak terangkat dengan adanya
wisatawan. Sesuai dengan uraian akar masalah diatas, maka dapat digambarkan
dalam fishbone analysis sebagai berikut

Gambar 4.2 Fishbone Anlysis Destinasi Wisata di Kecamatan Tutur

LAPORAN AKHIR 57
4.2.2 Kecamatan Tosari
Kecamatan Tosari dicirikan oleh keberadaan desa wisata yakni Desa
Podokoyo dan Desa Wonokitri. Secara umum, kedua desa menawarkan daya
Tarik berbasis alam dan hasil – hasil pertanian. Lebih lanjut, Desa Podokoyo
dicirikan dengan adat budaya suku Tengger yang masih kental dengan dalam
kehidupan masyarakat dan juga diterapkan oleh pelaku wisata dalam
menawarkan jasa pada wisatawan. Dengan salam khas suku Tengger (Hong Ulun
Basuki Langgeng), Kecamatan Tosari menawarkan konsep wisata berbasis adat
suku Tengger yang menjadi pembeda dengan destinasi wisata baik di Kabupaten
pasuruan maupun wisata lainnya di Indonesia.

Tabel 4.3 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Tosari Berdasarkan 4A


Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Desa Podokoyo  Menikmati  Sarana dan Akses jalan kurang  Dikelola oleh
panorama alam prasarana memadai di Pokdarwis
 Wisata adat pendukung beberapa titik  Memiliki oleh –
budaya suku pariwisata menuju destinasi oleh khas yakni
Tengger terbatas dan wisata batik tengger
 Wisata alam dikelola secara meskipun masih
Bromo Forest swadaya dalam kapasitas
dan Bromo Fun  Memiliki produksi
Tracking homestay terbatas

Desa Wonokitri  Menikmati  Memiliki Akses jalan  Memiliki


panorama alam homestay paguyuban jeep
memadai
 Agrowisata
sayur mayur dan
perkebunan
edelweiss

Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan


dalam rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Tosari khususnya
sebagai desa wisata yang sarat denga nadat istiadat suku Tengger. Hasil anaisis
disampaikan pada tabel identifikasi akar masalah sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR 58
Tabel 4.4 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Tosari
No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Adanya calo wisata sehingga membuat Konflik sosial yang masih perlu diselesaikan
iklim wisata kurang kondusif dengan pendekatan adat dan budaya
2 Promosi dan Pemasaran Pariwisata yang 1. Promosi dilakukan masih secara individual
masih belum optimal oleh masing – masing destinasi wisata baik
melalui word of mouth, media sosial
ataupun website
2. Masih terbatasnya kemampuan promosi
dan pemasaran beberapa pengelola
destinasi wisata
3. Masih belum optimalnya pembinaan
Kelompok Sadar Wisata atau pengelola
wisata khususnya perihal pengembangan
pemasaran dan promosi
4. Aplikasi terpadu wisata belum beroperasi
dan masih berupaya dikembangkan
3 Adanya kompetisi antar desa wisata Belum adanya tema pariwisata terintegrasi
sehingga tiap desa wisata bisa melakukan
penguatan sesuai tema wisata masing –
masing

Sebagai wilayah dengan adat istiadat dan budaya kental suku Tengger,
Kecamatan Tosari sesungguhnya sudah memiliki daya tawar tersendiri bagi calon
wisatawan. Permasalahan pengembangan destinasi wisata sejauh ini adalah
berujung pada pemasaran yang belum optimal karena dilakukan secara
tradisional. Meskipun demikian, pengembangan destinasi wisata cukup progresif
dengan kunjungan dari wisatawan nusantara yang cukup banyak dan rutin.
Penetapan tema wisata budaya dapat lebih memperkuat iklim pariwisata di masa
yang akan datang. Sehingga, uraian akar masalah diatas dapat digambarkan
dengan fishbone analysis sebagai berikut

LAPORAN AKHIR 59
Gambar 4.3 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Tosari

4.2.3 Kecamatan Puspo


Kecamatan Puspo yang berlokasi dengan kecamatan Tutur dan Tosari
berpotensi menjadi wisata penunjang BTS. Meskipun masih dalam tahap rintisan,
potensi hasil pertanian dan peternakan di Kecamatan Puspo khususnya di Desa
Puspo akan menjadi destinasi wisata baru yang dapat menjadi pilihan wisatawan.
Adapun Desa Keduwung saat ini belum mengembangkan potensi wisata, namun
adat istiadat suku Tengger yang masih kental mebuat Desa ini menawarkan
potensi wisata berbasis adat. Sesungguhnya terdapat pula wisata air terjun
Rambut Moyo yang sudah cukup dikenal sebaga destinasi wisata, namun
pengelolaan yang tidak optimal membuat destinasi ini belum berkembang
sebagaimana yang diharapkan sebagai penunjang wisata BTS. Berikut ini
merupakan kondisi destinasi wisata Kecamatan Puspo dalam perspektif 4A.

LAPORAN AKHIR 60
Tabel 4.5 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Puspo Berdasarkan 4A
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Desa Puspo  Menikmati  Sarana dan  Akses jalan  Memiliki Tourism
panorama alam prasarana memadai Information
 Destinasi wisata pendukung Centre,
Bukit red flower pariwisata meskipun belum
 Wisata berbasis memadai beroperasi
pertanian dan  Memiliki  Terdapat
peternakan susu homestay dan pedagang lokal
sapi rest area yang menjadi
pusat oleh - oleh
 Dikelola oleh
BUMDes yang
mengembangka
n sektor usaha
terkait wisata

Desa Keduwung  Wisata adat  Belum memiliki  Akses jalan  Belum dikelola
Tengger di mana homestay kurang memadai secara optimal
terdapat (dalam tahap
kelompok suku pengembangan)
Tengger tertua
(tetua adat)
 Terdapat rumah
adat suku
Tengger
 Terdapat pura
tempat
beribadah
Air Terjun Rambut  Menikmati  Fasilitas  Akses jalan  Belum dikelola
Moyo keindahan alam pendukung kurang memadai secara optimal,
belum memadai masih di kelola
oleh kelompok
masyarakat
secara swadaya

Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan


dalam rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Puspo yang memiliki
potensi wisata berbasis hasil pertanian dan peternakan serta adat suku Tengger.
Hasil anaisis disampaikan pada tabel identifikasi akar masalah sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR 61
Tabel 4.6 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Puspo
No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Perkembangan wisata yang cenderung 1. Kesadaran dan optimisme masyarakat
stagnan meskipun memiliki lokasi yang masih rendah tentang potensi pariwisata di
cukup strategis Kecamatan Puspo secara keseluruhan
2. Tingkat keamanan yang kurang terjaga
bagi wisatawan
3. Desa maupun destinasi wisata belum
dikelola secara optimal karena baik
BUMDes maupun POKDARWIS masih
dalam tahap perintisan
2 Sarana pendukung pariwisata yang 1. Belum menjadikan kecamatan Puspo dan
relative tidak memadai sebagai wisata desa wisata potensial sebagai prioritas
pendukung BTS pembangunan dalam jangka Panjang
sehingga memiliki perencanaan yang jelas
2. Belum adanya alokasi untuk pengadaan
maupun pembangunan infrastruktur
pariwisata karena prospek pariwisata yang
masih cenderung rendah

Destinasi wisata di Kecamatan Puspo mengalami kesulitan pada kondisi


pariwisata yang stagnan. Hal ini diakibatkan karena belum seriusnya
pengembangan bisnis pariwisata baik yang dilakukan oleh perangkat desa
maupun POKDARWIS. Namun potensi wisata yang besar membuat pengelola
wisata mulai sadar dan merintis usaha – usaha pengembangan desa baik kearah
agrowisata maupun wisata adat budaya. Berdasarkan akar masalah diatas dapat
disimpulkan dalam gambar fishbone analysis sebagai berikut

LAPORAN AKHIR 62
Gambar 4.4 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Puspo

4.2.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi memiliki 2 destinasi wisata yang potensial sebagai
pendukung BTS. Pertama, Kabun Raya Purwodasi sebagai destinasi wisata
potensial yang menawarkan atraksi wisata edukasi tumbuhan dan lingkungan
hidup. Kemudian, kedua, terdapat Desa Tambaksari yang telah mendeklarasikan
diri sebagai desa wisata dengan pengelolaan yang sudah cukup maju dan
jaringan yang luas. Kedua wisata bertemakan wisata berbasih pertanian yang
kemudia perlu diintegrasikan lebih lanjut sehingga menjadi wisata yang
terintegrasi satu sama lain.

LAPORAN AKHIR 63
Tabel 4.7 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Purwodadi Berdasarkan
4A
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Kebun Raya  Wisata edukasi  Fasilitas Akses jalan  Belum ada
Purwodadi tumbuhan dan pendukung memadai upaya
lingkungan hidup seperti air, listrik, penyediaan jasa
drainase sangat tambahan wisata
memadai dari pihak
 Terdapat pengelola
penginapan dan karena ketatnya
aula namun aturan
masih jarang konservasi
digunakan tumbuhan

Desa Tambaksari  Wisata alam,  Fasilitas Akses jalan kurang  Sudah dikelola
budaya dan pendukung memadai oleh
religi seperti, listrik, POKDARWIS
 Wisata Edukasi drainase cukup dan Desa
(Alpukat memadai dengan
Organik)  Ketersediaan air jangkauan
 Wisata buatan bersih menjadi kerjasama dan
Arjuno Deep kendala diwaktu mitra yang
Adventure padat cukup luas
pengunjung
 Homestay
tersedia
sejumlah 58 unit
dengan kondisi
yang baik

Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan dalam


rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Purwodadi yang
memiliki potensi wisata berbasis hasil pertanian. Hasil anaisis disampaikan pada
tabel identifikasi akar masalah sebagai berikut:

Tabel 4.8 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Purwodadi


No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Infratruktur penunjang seperti air dan Belum adanya dokumen rencana / rencana
akses jalan di desa wisata kurang bisnis pariwisata yang menjadikan
memadai pembangunan infrastruktur sebagai prioritas
awal pembangunan baik desa maupun
destinasi wisata
2 Kurangnya promosi dan pemasaran 1. Belum adanya tema pariwisata terintegrasi
destinasi dan desa wisata sehingga memudahkan perancangan

LAPORAN AKHIR 64
penunjuk jalan sesuai dengan tema – tema
destinasi wisata pariwisata karena prospek
pariwisata yang masih cenderung rendah
2. Kurangnya kesadaran dan partisipasi
masyarakat lokal dalam memajukan desa
dan destinasi wisata

Purwodadi merupakan wilayah kecamatan yang sudah terkenal luas


dengan kebun raya purwodadi. Namun permasalahan pengembangan sebagai
destinasi wisata adalah belum ada nya upaya pengembangan bisnis pariwisata
sebagai akibat ketatnya aturan konservasi tumbuhan di destinasi tersebut.
Dengan infrastruktur yang cukup lengkap dan memadai, Kebun Raya Purwodadi
tetap menjadi wisata penunjang BTS yang dapat menawarkan edukasi dan
agrowisata yang terintegrasi dengan kecamatan Tutur.
Adapun dari segi desa wisata, Desa Tambaksari merupakan desa wisata
yang sudah berkembang dengan festival dan kegiatan wisata rutin. Kesulitan
pengembangan berada pada pembangunan infrastruktur dan pemasaran,
sehingga dengan pembinaan yang intensif desa ini berpotensi menjadi desa
wisata agro dan edukasi yang mendukung Pariwisata BTS. Adapun uraian
mengenai permasalahan yang ada di Kecamatan Purwodadi dapat digambarkan
pada fishbone Analysis sebagai berikut

Gambar 4.5 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Purwodadi

LAPORAN AKHIR 65
4.2.5 Kecamatan Purwosari
Kecamatan Purwosari memiliki beberapa pilihan wisata yang potensial
sebagai pendukung BTS. Pertama, dari segi potensi wisata edukasi, tedapat Unit
Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak), Eduwisata Kembang Kuning, dan
Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi. Kemudian, terdapat wisata buatan
Saygon Park dan Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo. Adapun desa wisata
juga dimiliki kecamatan purwosari yakni Desa Kertosari yang merupakan desa
wisata berdasarkan ketetapan Bupati Kab. Pasuruan. Namun pengelolaan yang
belum optimal membuat desa wisata ini belum memberikan banyak tawaran
sebagai desa wisata yang berbasis produk – produk pertanian.

Tabel 4.9 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Purwosari Berdasarkan


4A
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Unit Peternakan  Potensi wisata  Sarana dan Akses jalan kurang  Merupakan unit
edukasi bididaya prasarana memadai pelaksana
Aliansi (UPTD
peternakan pendukung dibawah dinas
Budidaya Ternak) seperti listrik, air, peternakan dan
pengelolaan ketahanan
sampah pangan sehingga
memadai fleksibilitas
 Tidak memiliki sebagai entitas
fasilitas bisnis sangat
akomodasi terbatas

Desa Kertosari  Potensi wisata  Belum memiliki Akses jalan  Merupakan salah
berbasis hasil homestay memadai satu desa wisata
pertanian  Belum memiliki dengan yang
akomodasi ditetapkan
pemerintah Kab.
Pasuruan namun
belum dikelola
secara optimal

Eduwisata  Wisata Edukasi  Sarana dan Akses jalan kurang  Dikelola secara
Kembang Kuning Pertanian prasarana memadai perorangan dan
 Beberapa pendukung masih minim
wahana atraksi seperti listrik, air, adanya barang
buatan seperti pengelolaan dan jasa
flying fox dan sampah tambahan yang
river-tubing memadai disediakan bagi
 Akomodasi pengunjung
masih terbatas

Wisata Edukasi  Wisata edukasi  Sarana, Akses jalan kurang  Dikelola secara
dan Resort Kebun berbasis prasarana, dan memadai professional oleh
pertanian akomodasi perseorangan/sw

LAPORAN AKHIR 66
Destinasi Wisata Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Pak Budi  Wahana lengkap asta
permainan dan  Sudah memiliki
outbond paket wisata
edukasi

Rafting Kali  Wahana River  Sarana, Akses jalan kurang  Dikelola oleh
Jempingan di Tubing prasarana, dan memadai perseorangan
Desa Sumberjo  Menikmati akomodasi
pemandangan (restoran dan
alam caffee) cukup
lengkap

Saygon Park  Wisata buatan  Sarana, Akses jalan  Dikelola secara


Waterpark prasarana, dan memadai professional oleh
akomodasi perseorangan/sw
lengkap asta

Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan dalam


rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Purwosari yang
memiliki potensi wisata edukasi secara dominan. Hasil anaisis disampaikan pada
tabel identifikasi akar masalah sebagai berikut:

Tabel 4.10 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Purwosari


No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Untuk desa wisata, perkembangan 1. Baru dirintisnya pengelola wisata seperti
kepariwisataan stagnan BUMDes dan Pokdarwis yang belum
bekerja secara optimal
2. Belum tersentuh pembinaan dinas terkait
dikarenakan organisasi pengurus pengelola
wisata baru terbentuk
2 Kesulitan pengembangan sarana dan 1. Pengelolaan masih bersifat swadaya
prasarana kepariwisataan karena 2. Belum adanya keeratan dan kerjasama
terbatasnya pendanaan (khususnya bagi dengan pemerintahan desa sehingga dapat
destinasi wisata kembang kuning dan menjadi prioritas pemangunan yang dapat
rafting jempinang) berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi
daerah
3 Untuk UPA sebagai wisata edukasi, UPA 1. Model kelembagaan UPA membuat ruang
masih fokus pada budi daya ternak dan gerak bisnis pariwisata sangat terbatas
masih perlu mengembangan daya tarik 2. UPA sebagai unit dibawah Dinas
serta infrastruktur pendukung pariwisata Peternakan Dan Ketahanan Pangan belum
lainnya memiliki rencana model bisnis sebagai
destinasi wisata

Kecamatan Purwosari menawarkan potensi destinasi wisata yang kental


akan konsep wisata edukasi. Kesulitan pengembangan banyak ditemui
khususnya bagi pengelola dari pemerintah baik desa maupun unit pelaksana
teknis (UPA). Hal tersebut disebabkan karena belum tersedianya proses bisnis

LAPORAN AKHIR 67
pariwisata yang direncanakan baik jagka pendek maupun jangka panjang.
Meskipun demikian, wilayah ini sudah didukung oleh beberapa destinasi yang
dikelola secara professional oleh pihak swasta sehingga di masa yang akan
datang, penguatan desa wisata dan UPA menjadi kunci akan keberhasilan
kecamatan Purwosari sebagai pusat wisata edukasi. Berdasarkan uraian diatas,
dapat secara ringkas digambarkan dalam fishbone analysis sebagai berikut.

Gambar 4.6 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Purwosari

4.2.6 Kecamatan Sukorejo


Sebagai destinasi wisata, kecamatan Sukorejo merupakan calon destinasi
wisata baru yang sedang merintis usaha – usaha terkiat pariwisata. Terdapat
desa Wonokerto yang sedang mengusung konsep desa wisata berbasih hasil
pertanian dan perkebunan. Dengan keunikan Komoditas Matoa yang didatangkan
dari Papua, desa ini akan menjadi destinasi wisata unik yang sebagai pilihan
agrowisata. Kemudian, selain itu, terdapat wisata yang sudah cukup berkembang

LAPORAN AKHIR 68
yakni Wisata Kebun Kurma yang dikelola oleh pihak swasta sehingga menjadi
ikon unik bagi kecamatan Sukorejo.

Tabel 4.11 Gambaran Kondisi Destinasi Wisata Kecamatan Sukorejo Berdasarkan


4A
Destinasi
Attraction Amenities Accesibility Ancillary Services
Wisata
Desa Wonokerto  Wisata  Sarana dan Akses jalan masih  Jasa tambahan
perkebunan prasarana kurang memadai pariwisata terbuka
Mangga pendukung lebar mengingat
 The city of pariwisata pemerintahan desa
Matoa (sedang belum memadai telah
dalam tahap dan masih mendeklarasikan
pengembangan) dalam tahap sebagai desa wisata
pembangunan dengan dukungan
pihak kecamatan

Wisata Kebun  Wisata edukasi  Sarana, Akses jalan kurang  Dikelola secara
berbasis prasarana dan memadai professional oleh
Kurma
tanaman kurma akomodasi perseorangan/swast
 Agrowisata memadai a
kurma
 Wahana
permainan
keluarga

Kemudian, focus group discussion dan wawancara mendalam dilakukan


dalam rangka menghimpun masalah dan menganalisis akar masalah terkait
pengembangan pariwisata pendukung BTS di Kecamatan Sukorejo yang memiliki
potensi agrowisata. Hasil anaisis disampaikan pada tabel identifikasi akar
masalah sebagai berikut:

Tabel 4.12 Masalah Pengembangan Wisata Kecamatan Sukorejo


No Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
1 Kurangnya minat masyarakat dalam Saat ini kecamatan Sukorejo belum memiliki
mengembangkan sektor pariwisata daya Tarik wisatawan yang sudah dikenal
secara luas. Namun, upaya perangkat daerah
khususnya mulai dari tingkat kecamatan hingga
desa untuk mengembangkan pariwisata sudah
mulai dijalankan dengan branding komoditas
perkebunan, bunga, serta matoa
2 Kurangnya infrastruktur penunjang seperti Mengingat Kecamatan Sukorejo merupakan
pariwisata mulai dari akses jalan hingga wilaya yang baru merintis sektor pariwisatanya,
akomodasi infrastruktur selalu menjadi permasalahan
awal. Namun demikian, seiring berkembangnya
kegiatan kepariwisataan, penataan
pembangunan infrastruktur penunjang dapat
dilakukan secara bertahap.

LAPORAN AKHIR 69
Kecamatan Sukorejo termasuk baru mendeklarasikan diri sebagai wilayah
penunjang wisata. Meskpun demikian, potensi agrowisata sudah tampak dengan
keberadaan rencana brand “The City of Matoa” dan wisata petik kurma yang tidak
dimiliki wilayah lain di Indonesia. Oleh karena itu, dengan pemusatan
pembangunan bisnis pariwisata, Sukorejo akan menjadi pendamping kecamatan
Tutur sebagai pusat Agrowisata Kecamatan Tutur. Berdasarkan uraian identifkasi
masalah diatas dapat disimpulkan dalam fishbone analyasis sebagai berikut

Gambar 4.7 Fishbone Analysis Destinasi Wisata di Kecamatan Sukorejo

4.3 Identifikasi Permasalahan Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS


Berdasarkan Kondisi Tata Kelola dan Sumber Daya Manusia
Kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan tata kelola destinasi wisata
memiliki kaitan yang erat. Semakin terampil sumber daya pengelola wisata akan
diikuti oleh tata kelola / manajemen destinasi wisata yang efisien serta
berkelanjutan. Secara umum SDM pengelola destinasi wisata dapat dikategorikan
menjadi beberapa kelompok yakni sebagai berikut:
a. Pemerintah
Merupakan pihak pengelola destinasi wisata mulai dari pemerintah pusat,
Kabupaten Pasuruan, hingga perangkat desa. Karaketeristik pola
pengembangan SDM dan tata kelola pada pengelola tipe ini cenderung

LAPORAN AKHIR 70
melibatkan masyarakat secara luas. Namun demikian, ragam keterampilan
pariwisata sumber daya lokal seringkali menjadi kendala sehingga
pendampingan dan bimbingan dari dinas terkait sangat dibutuhkan. Selain
itu, tingkat artisipasi masyarakat sangat beragam terkait pembangunan
wisata yang sedang dijalankan sehingga dalam kondisi tertentu,
pemerintah telah menjalakan upaya pembelakan dan pendampingan
namun tidak direspon secara penuh oleh masyarakat. Oleh karena itu,
local leadership dan kewirausahaan menjadi kunci penting pengembangan
destinasi wisata yang dikelola secara dominan oleh pemerintah.
b. Swasta
Merupakan pihak pengelola destinasi wisata yang berasal dari pihak privat
sehingga motif utama nya merupakan protif generating. Meski demikian,
paradigma manajemen entitas bisnis privat telah berevolusi pada
pendekatan kemasyarakatan sehingga swasta seringkali tetap berupaya
melibatkan masyarakat sekitar meskipun dalam jumlah tertentu.
Keuntungan pengelolaan privat adalah profesionalisme SDM yang tinggi
sehingga melahirkan manajemen destinasi wisata yang efisien dan
berkelanjutan.
c. Masyarakat.
Merupakan pihak pengelola destinasi wisata yang berasal dari inisiatif
masyarakat sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan
kepariwisataan lokal. Dikarenakan merupakan inisiatif masyarakat,
pendanaan juga dilakukan secara swadaya sehingga daya dukung
investasi dan pengembangan destinasi wisata cenderung sangat kecil.
Pada tipe ini, masyarakat pengelola di Kab. Pasuruan selalu menemui
kendala terkait Batasan pendanaan dan infrastruktur pendukung. Konflik
horizontal juga sering terjadi di mana terdapat resistensi masyarakat akibat
rasa ketidak percayaan dan ketimpangan sosial-ekonomi yang cukup
tinggi.

Pola SDM dan Tata Kelola destinasi wisata di 6 kecamatan Kab. Pasuruan
(Kec. Tosari, Tutur, Puspo, Purwodadi, Purwosari, dan Sukorejo) berdasarkan

LAPORAN AKHIR 71
hasil Focus Group Discussion dan wawancara dapat dikelompokan menjadi 2
pola. Pertama adalah pola dominasi pemerintah sebagai berikut:

Gambar 4.8. Pola SDM dan Tata Kelola dengan Dominasi Pemerintah

Pemerintah
(Pemerintah
Kabupaten,
BUMDes dan
Pokdarwis)

Masyarakat
Swasta
(UMKM Lokal
(Investor) dan penyedia
jasa pendukung)

Pola ini merupakan hubungan di mana masyarakat dilibatkan secara


menyeluruh dengan adanya peran perangkat desa dan Kelompok Sadar Wisata
(Pokdarwis). Peran masyarakat dilibatkan dalam bentuk keterlibatan usaha
sebagai penyedia jasa akomodasi lokal seperti homestay, atau penyediaa
makanan minuman seperti kedai, restoran, atau pusat oleh – oleh. Adapun
swatsa dapat terlibat yakni usaha – usaha diluar desa ataupun investor meskipun
sejauh ini peran nya masih sangat kecil. Berikut merupakan pemetaan kecamatan
dan destinasi wisata dengan pola dominasi pemerintah:

Tabel 4.13 Identifikasi Kondisi Pengelolaan Destinasi Wisata yang Dikelola Oleh
Pemerintah
No Kecamatan Destinasi Wisata Kondisi Pengelolaan
1 Tutur Wisata Bukit Suwati, Wisata Gunung Kurang berkembang
Lawang, Wisata Gunung Tanggun, disebabkan oleh pola
Wisata Gendhis, dan Desa Kalipucung pengelolaan yang tradisional
dan masih fokus pada
kekayaan alam tanpa ada
fasilitas penunjang pariwisata
lainnya

LAPORAN AKHIR 72
No Kecamatan Destinasi Wisata Kondisi Pengelolaan
2 Tosari Desa Podokoyo dan Desa Wonokitri Pengelolaan destinasi wisata
sudah cukup berkembang
namun perlu terus mendapat
bimbingan khususnya
mengenai promosi ,
pemasaran, serta perbaika
infrastruktur penunjang
3 Puspo Desa puspo dan Desa Keduwung Kurang berkembang karena
masih merintis pembentukan
pengelola
4 Purwodadi Desa Tambaksari Pengelolaan destinasi wisata
sudah cukup berkembang
namun perlu terus mendapat
bimbingan khususnya
mengenai promosi ,
pemasaran, serta perbaika
infrastruktur penunjang
5 Purwosari Unit Peternakan Aliansi Tata kelola masih menjadi
hambatan karena bentuk
kelembagaan belum sesuai
untuk menunjang bisnis
pariwisata, meskipun memiliki
kualitas SDM yang baik
Desa Kertosari Kurang berkembang karena
sempat terjadi konflik
kepengelolaan
6 Sukorejo Desa Wonokerto Kurang berkembang karena
masih baru mendeklarasikan
diri sebagai desa wisata

Kemudian, pola kedua adalah dominasi swasta di mana pengelola


destinasi wisata merupakan sektor privat namun dengan kebijakan usaha yang
arahnya tetap memberkan kontribusi ke masyarakat. Pola yang di maksud adalah
sebagai berikut:

LAPORAN AKHIR 73
Gambar 4.9. Pola SDM dan Tata Kelola dengan Dominasi Swasta

Swasta

Masyarakat
(UMKM Pemerintah
Lokal)

Pola pengelolaan ini dikelola secara professional dengan kualitas SDM


yang sesuai dengan pengembangan usaha pariwisata secara umum. Keterlibatan
baik masyarakat dan pemerintah ada dalam bentuk penyediaan jasa – jasa
penyedia makan dan minuman di lokasi area sekitar ataupun oleh – oleh lokal.
Selain itu beberapa tempat memberikan pengelolaan lahan parkir kepada
masyarakat yang dikelola kemudian oleh BUMDes dan kelompok masyarakat
sekitar. Kendala model pengelolaan ini pada pemasaran dan jumlah kunjungan
yang fluktuatif. Berikut pemetaan destinasi wisata dengan dominan pengelolaan
oleh swatsa.

Tabel 4.14 Identifikasi Kondisi Pengelolaan Destinasi Wisata yang Dikelola Oleh
Swasta
No Kecamatan Destinasi Wisata Kondisi Pengelolaan
1 Tutur Agro Durian Montong, Agro Bunga Dikelola secara professional
Krisan dan Paprika, Agro Wisata Petik baik oleh swasta maupun
Apel, Bhakti Alam, Bukit Flora, Agro koperasi
Wisata Oemah Tutur, Omah Kopi,
Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”, dan
Wisata Kampung Susu
2 Purwodadi Kebun raya Purwodadi Dikelola secara professional,
namun masih fokus pada
konservasi tumbuhan
3 Purwosari Eduwisata Kembang Kuning, Wisata Dikelola secara profesional
Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi,
Rafting Kali Jempingan di Desa

LAPORAN AKHIR 74
No Kecamatan Destinasi Wisata Kondisi Pengelolaan
Sumberjo, Saygon Park
4 Sukorejo Wisata Kebun Kurma Dikelola secara profesional

Selanjutnya dilakukan FGD dan wawancara mendalam untuk mengetahui


permasalahan yang dihadapi wisata pendukung BTS dari sisi SDM dan Tata
Kelola. Secara umum dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.15 Permasalahan Pengembangan Wisata dari Segi SDM dan Tata Kelola
Temuan Identifkasi Permasalahan Akar Masalah
Pola dominasi pemerintah
Kurangnya kapasitas dan keterampilan 1. Beberapa pengelola wisata masih baru dan
SDM khususnya mengenai pengelolaan bahkan di beberapa detinasi belum terbentuk
wisata secara professional, 2. Kesadaran dan optimisme masyarakat wisata
pengembangan bisnis pariwisata, dan yang masih rendah sehingga enggan
serta pemasaran destinasi wisata berpartisipasi dalam pengembangan sektor
pariwisata
Pola dominasi swasta
Pola Pemasaran yang kurang efektif 1. Belum adanya pemasaran pariwisata yang
meskipun sudah dilakukan secara terintegrasi di Kabupaten pasuruan sehingga
professional sehingga jumlah pengunjung upaya yang sejauh ini dilakukan masih bersifat
selalu berfluktuatif individual bahkan saling berkompetisi satu sama
lain
2. Belum memiliki paket wisata yang secara rutin
ditawarkan pada calon wisatawan

Tampak bahwa permasalahan dari sisi Tata Kelola dan SDM bagi destinasi
wisata yang dikelola oleh pemerintah adalah pada kemampuan dan keterampilan
bisnis pariwisata yang masih terbatas. Constrain pengembangan SDM adalah
pada minat untuk mengembangkan diri karena perasaan pesimis bagi masyarakat
untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai usaha utama.
Adapun bagi pengelola dari pihak swasta, kesulitan pengembangan adalah
pada upaya mendapatkan wisatawan secara rutin. Meskipun upaya pemasaran
mayoritas sudah dilakukan secara professional, namun kegiatan tersebut
dilakukan secara individual sehingga belum menjadi top of mind bagi calon
wisatawan.

LAPORAN AKHIR 75
BAB V
Identifikasi Potensi Ekonomi, Lingkungan, Sosial dan Budaya di Wilayah
Pariwisata Pendukung Bromo Tengger Semeru

Identifikasi potensi Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS (Bromo


tengger Smeru) dilakukan dengan mempertimbangkan 1) Kondisi ekonomi berupa
sektor unggulan; 2) Kondisi Lingkungan berupa daya dukung lingkungan 3)
kondisi sosial berupa keeratan / kohesi dan interaksi masyarakat; dan 4) Budaya
berupa keberadaan nilai / adat istiadat khas. Analisis dilakukan secara spesifik
pada 6 lokasi penelitian yakni Kecamatan Tosari, Tutur, Puspo, Purwoadi,
Purwosari, dan Sukorejo. Melalui hasil identifikasi potensi ini kemudian didapatan
kondisi eksisting tiap kecamatan sehingga dapat menggambarkan tema integrasi
pariwisata yang akan dikelompokan menjadi tema wisata adat, agrowisata, atau
wisata edukasi. Lebih lanjut identifikasi tersebut diuraikan dalam beberapa sub
bab sebagai berikut.

5.1 Potensi Ekonomi Pariwisata Pendukung BTS

5.1.1 Kecamatan Tutur


Secara umum, potensi ekonomi kecamatan tutur ditandai oleh keberadaan
komoditas unggulan pertanian pada setiap destinasi wisatannya. Fakta tersebut
semakin memperkuat bahwa potensi kecamatan tutur merupakan kecamatan
dengan konsep dan brand pusat agrowisata yang tepat. Beberapa komoditas
unggulan yang sudah siap dalam bentuk kemasan kegiatan pariwisata
diantaranya adalah durian, kopi, bunga Krisan, sayur – sayuran, aneka buah –
buahan, serta komoditas peternakan berupa aneka produk olahan susu.

Tabel 5.1 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Tutur


Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Air Terjun Coban Waru  Sumber Mata Air untuk daerah Tutur
(Wisata Panorama Pegunungan)
Agro Durian Montong  Wisata Petik Durian secara langsung di kebun
(Wisata perkebunan)  Komoditas unggulan adalah beberapa varietas durian
dengan harga yang variatif

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Wisata Bunga Krisan dan Paprika langsung dari
(Wisata perkebunan) kebun
 Komoditas unggulan adalah bunga krisan dan

LAPORAN AKHIR 76
Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
tanaman hortikultura paprika

Agro Wisata Petik Apel  Wisata petik apel langsung dari kebun
(Wisata Petik Apel, Panorama Alam)  Komoditas unggulan adalah perkebunan apel

Bhakti Alam  Wisata edukasi pertanian berbasis organik


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan,  Memiliki potensi perkebunan dengan varietas yang
beraneka ragam seperti perkebunan durian, melon,
Peternakan)
dan buah lainnya.
 Menyediakan tempat untuk outbound dan cottage
untuk menginap

Bukit Flora  Wisata edukasi mengenai tanaman bunga


(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga)  Komoditas unggulannya adalah segala jenis bunga
dari yang banyak di pasaran hingga langka

Wisata Kampung Susu Kalipucang  Wisata edukasi peternakan sapi perah


(Peternakan Sapi Perah)  Komoditas unggulan adalah olahan susu sapi perah
asli Kalipucang

Agro Wisata Oemah Tutur  Menyajikan berbagai macam makanan khas dari
Kecamatan Tutur. (seperti rumah makan)

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  Menjual berbagai produk olahan susu yang didapat
dari desa-desa yang ada di Kecamatan Tutur

Omah Kopi  Menyediakan tempat kopi dengan suasana pedesaan


 Menjual berbagai macam produk olahan kopi khas
desa Kalipucang

Wisata Bukit Suwati  Komoditas unggulan di sekitar daerah Bukit Suwati


adalah tanaman apel dan kopi

Wisata Gunung Lawangan  Komoditas unggulan di daerah Gunung Lawangan


adalah komoditas perkebunan seperti apel dan kopi

Wisata Gunung Gendhis  Terdapat jalur pendakian ke Puncak Gunung Gendhis


Desa Tlogosari Kecamatan Tutur
 Komoditas unggulan di daerah Gunung Gendhis
adalah apel

Desa Kalipucang  Memiliki beberapa destinasi wisata yakni Bukit


Tumang, Sumber Nyonya dan 7 Sumber Telaga,
eduwisata kampoeng susu dan omah kopi.
 Komoditas unggulan adalah perkebunan kopi dan
peternakan sapi perah
 Potensi Ekonomi Pariwisata seperti homestay

Kemudian terdapat potensi desa wisata Kalipucang yang menjanjikan


sebagai destinasi agrowisata. Pada desa tersebut, telah terdapat beberapa

LAPORAN AKHIR 77
atraksi wisata yang disediakan untuk wisatawan seperti di mana keseluruhan
berbasis alam dan hasil produksi pertanian desa. Ditunjang oleh keberadaan
homestay dan pusat oleh – oleh membuat Desa ini semakin menjadi destinasi
wisata potensial untuk lebih dikembangkan lagi di mana yang akan datang.

5.1.2 Kecamatan Tosari


Kecamatan Tosari merupakan salah satu wilayah yang sangat dekat
dengan BTS. Potensi ekonomi yang dimiliki adalah berbagai macam produk hasil
pertanian khususnya sayur – sayuran. Tidak hanya itu, kecamatan tosari memiliki
potensi potensi eonomi kratif dalam bentuk usaha – usaha kerajinan, pahat dan
seni ukir. Sejauh ini, meskipun belum di produksi dalam skala yang besar, potensi
ekonomi kreatif ini sudah disandingkan Bersama aktivitas kepariwisataan
sehingga menjadi daya tarik yang memiliki nilai tambah bagi destinasi wisata.

Tabel 5.2 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Tosari


Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Desa Podokoyo  Komoditas unggulan pertanian sayuran yaitu kentang,
sawi, dan wortel.
 Potensi Ekonomi Kreatif seperti seni pahat dan ukiran.
 Terdapat homestay dan UMKM lokal

Desa Wonokitri  Komoditas unggulan pertanian yaitu tanaman


hortikultura
 Potensi Ekonomi Pariwisata seperti homestay dan
persewaan kendaraan.

Potensi lainnya adalah keberadaan homestay dan UMKM (Usaha Mikro


Kecil dan Menengah) lokal yang dapat dikembangkan agar menjadipusat oleh –
oleh bagi wisatawan. Di masa yang akan datang potensi ini bisa diperkuat dengan
kerjasama antar UMKM dan komunitas seperti Pasuruan Creartive Network
(PANCENE) ataupun UMKM SMART yang sudah sedemikian maju sehingga
mampu menghimpun produk secara terkoordinir melalui anggota komunitas yang
dimaksud.

LAPORAN AKHIR 78
5.1.3 Kecamatan Puspo
Kecamatan Puspo memiliki potensi yang cukup banyak namun belum
kembangkan secara optimal. Sebagaimana kecamatan Tutur dan Puspo,
Kecamatan Puspo memiliki kelimpahan produk pertanian khususnya sayur dan
buah – buahan. Meskipun belum menjadikan kegiatan pertanian sebagai bagian
dari pariwisata, secara ekonomi, Kecamatan Puspo dapat menjadi wilayah
penopang yang berkontribusi menjadi pemasok komoditas oleh – oleh hasil
pertanian derta olahan nya.

Tabel 5.3 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Pupso


Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Desa Puspo  Komoditas pertanian seperti susu segar dan
komoditas perkebunan seperti durian, alpukat, kopi
dan cengkeh

Desa Keduwung  Komoditas pertanian hortikultura seperti kentang dan


jagung

Air Terjun Rambut Moyo  Terdapat kios umkm sebelum ke obyek wisata

Red Flower Puspo  Terdapat kios umkm dan oleh-oleh di dalam obyek
wisata

Adapun potensi lainnya adalah dibeberapa titik destinasi wisata, terdapat


kelompok pengusaha kecil menjual berbagai macam produk. Saat ini UMKM
tersebut melakukan aktivitas usaha secara terpisah, namun demikian di masa
yang akan datang, UMKM tersebut dapat menjadi penunjang bagi wilayah
pariwisata Puspo maupun kecamatan lain disekitar-nya.

5.1.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi menyimpan potensi ekonomi berupa pertanian serta
olahan turunannya khususnya yang berasal dari Desa Tambaksari. Secara
spesifik, Desa tersebut menjadi pusat budidaya tanaman aplukat sehingga tidak
hanya dapat dapat dikembangkan sebagai agrowisata tetapi juga wisata edukasi.
Adapun kebun Raya Purwodadi saat in masih fokus pada fungsi konservasi
tanaman sehingga belum menonjolkan hasil pertanian sebagai produk komersial.

LAPORAN AKHIR 79
Tabel 5.4 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Purwodadi
Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Kebun Raya Purwodadi  Terdapat outlet produk Kebun Raya Purwodadi

Desa Tambaksari  Menyediakan umkm untuk oleh-oleh khas dan petik


buah alpukat

5.1.5 Kecamaan Purwosari


Kecamatan Purwosari menyimpan potensi ekonomi berupa produk hasil
pertanian, perkebunan dan peternakan. Keberadaan UPTD Budidaya Ternak,
Desa Kertosari, Eduwisata Kembang Kuning dan Wisata Edukasi dan Resort
Kebun Pak Budi memegang peranan penting bagi kekuatan pariwisata
kecamatan Purwosari di bidang ekonomi. Hal tersebut ditambah dengan
keberadaan Saygon Park dan Rafting Kali Jempingan yang memberikan fasilitas
wahana hiburan buatan dan akomodasi bagi wisatawan.

Tabel 5.5 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Purwosari


Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Budidaya ternak
 Komoditas unggulan produksi susu

Desa Kertosari  Memiliki komoditas unggulan pada sektor tanaman


pangan

Eduwisata Kembang Kuning  Komoditas unggulan terletak pada sektor pertanian

Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  Memiliki komoditas unggulan pada sektor perkebunan
seperti buah-buahan.
 Menyediakan oleh-oleh khas dan produk umkm asli
Kabupaten Pasuruan

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  Menyediakan persewaan alat tubing/rafting

Saygon Park  Menyediakan tempat hiburan seperti waterpark dan


wahana taman bermain

LAPORAN AKHIR 80
5.1.6 Kecamatan Sukorejo
Kecanatan Sukorejo memiliki potensi ekonomi yang sangat khas yakni
komoditas Matoa dan Kurma yang akan dibalut dalam tema agrowisata. Meskipun
terbilang baru sebagai pelaku wisata, Kecamatan Sukorejo khususnya melalui
Desa Wonokerto mempersiapkan diri untuk menjadi the city of matoa. Selain itu,
produk kurma beserta komoditas olahan nya juga sudah disiapkan sehingga satu
– satunya pilihan untuk agrowisata Kurma adalah di wilayah Kecamatan Sukorejo.

Tabel 5.6 Potensi Ekonomi Pariwisata Kecamatan Sukorejo


Destinasi Wisata Potensi Ekonomi
Desa Wonokerto  Komoditas unggulan adalah perkebunan Matoa dan
Perkebunan Mangga
 Terdapat UMKM produk Matoa dan manga kiloan (kios
buah)

Wisata Kebun Kurma  Komoditas unggulan adalah perkebunan kurma dan


perkebunan matoa
 Terdapat kios buah

5.2 Potensi Lingkungan Pariwisata Pendukung BTS

5.2.1 Kecamatan Tutur


Kecamatan Tutur yang berpotensi sebagai pusat agrowisata Kabupaten
Pasuruan memiliki keunggulan lingkungan di mana seluruhnya memiliki
keindahan alam yang menarik sebagai destinasi wisata. Terdapat wisata
kampung susu yang sudah limbang sebagai energi yang ramah lingkungan.
Beberapa destinasi wisata khusunya di area pegunungan dan bukit dikelilingi oleh
hutan sehingga dapat dikembangan wahana – wahan pariwisata buatan yang
tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.

Tabel 5.7 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Tutur


Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Air Terjun Coban Waru  Panorama alam dan sumber mata air
(Wisata Panorama Pegunungan)
Agro Durian Montong  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan
(Wisata perkebunan)  Kesuburan Tanah

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan

LAPORAN AKHIR 81
Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
(Wisata perkebunan)  Kesuburan Tanah

Agro Wisata Petik Apel  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


(Wisata Petik Apel, Panorama Alam)  Kesuburan Tanah

Bhakti Alam  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan,  Kesuburan Tanah
 Konservasi Tanaman Perkebunan
Peternakan)

Bukit Flora  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga)  Konservasi bunga

Wisata Kampung Susu  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


(Peternakan Sapi Perah)  Pemanfaatan limbah ternak yang dapat dijadikan
untuk biogas

Agro Wisata Oemah Tutur  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


 Pemanfaatan tempat yang mungkin bisa dijadikan rest
area

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  Pemanfaatan tempat yang mungkin bisa dijadikan rest
area
 Lokasi berada di pusat kecamatan

Omah Kopi  Panorama dan Suasana Alam Pedesaan


 Lokasi dekat dengan perkebunan kopi

Wisata Bukit Suwati  Terdapat jalur perndakian ke Bukit Suwati Desa


Blarang Kec Tutur dan Gunung Tanggung Desa
Blarang Kec Tutur
 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi lingkungan

Wisata Gunung Lawangan  Terdapat jalur pendakian menuju Puncak Gunung


Lawangan yang ada Desa Blarang Kec Tutur
 Panorama alam yang masih alami dengan
menyuguhkan suasana pegunungan
 Konservasi Lingkungan/Hutan

Wisata Gunung Tanggung  Terdapat jalur pendakian menuju Puncak Gunung


Lawangan yang ada di dusun Pronojiwo Desa Blarang
Kec Tutur
 Panorama alam yang masih alami dengan
menyuguhkan suasana pegunungan
 Konservasi Lingkungan/Hutan

Wisata Gunung Gendhis  Terdapat jalur pendakian menuju Puncak Gunung


Lawangan yang ada di dusun Pronojiwo Desa Blarang
Kec Tutur
 Panorama alam yang masih alami dengan
menyuguhkan suasana pegunungan
 Konservasi Lingkungan/Hutan

LAPORAN AKHIR 82
Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Desa Kalipucang  Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Memiliki destinasi wisata alam yaitu Bukit Tumang,
Sumber Nyonya, dan 7 Sumber Telaga

Sebagai contoh, desa Kalipucang dengan kondisi lingkungan yang


mendukung sedang mengupayakan adanya tambahan atraksi wisata buatan
seperti flying fox dan paralayang. Namun demikian, tantangan dari potensi
lingkunga tersebut adalah terkait dengan pengelolaan sampah di mana semakin
banyak nya kunjungan wisatawan berpotensi menambah sambah sehingga perlu
dikelola secara optimal sehingga tidak merusak lingkungan desa.

5.2.2 Kecamatan Tosari


Kecamatan Tosari merupakan wilayah dengan potensi lingkungan
yang sangat menjanjikan bagi wisata berbasis alam dan lingkungan. Potensi yang
dimaksud telah dimanfaatkan oleh pengelola wisata untuk mendesain wisata
berbasis alam dan lingkungan yakni Bromo Fun Tracking dan Bromo Forest di
mana wisatawan dimanjakan oleh keindahan dan keasrian lingkungan di sekitar
BTS.
Tabel 5.8 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Tosari
Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Desa Podokoyo  Kesuburan Tanah
 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam dan Budaya
 Memiliki destinasi Bromo Fun Tracking dan Bromo
Forest yang disediakan bagi wisatawan yang ingin
menikmati lingkungan Bromo secara alami.

Desa Wonokitri  Kesuburan Tanah


 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam dan Budaya

LAPORAN AKHIR 83
5.2.3 Kecamatan Puspo
Kecamatan Pusp yang letaknya berdekatan dengan Kecamatan Tosari dan
Tutur juga memiliki karakteristi potensi lingkungan yang serupa. Kondisi
lingkungan yang masih asri dan menjadi daya Tarik lingkungan bagi wisatawan.
Selain itu, terdapat destinasi wisata air terjun Rambut Moyo yang dapat
dimanfaatkan sebagai wahana wisata buatan. Namun demikian potensi tersebut
belum dimanfaatkan akibat pengelolaan yang tidak optimal oleh pengelola wisata
air terjun yang dimaksud.

Tabel 5.9 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Puspo


Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Desa Puspo  Kesuburan Tanah
 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam dan Budaya

Desa Keduwung  Kesuburan Tanah


 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam dan Budaya

Air Terjun Rambut Moyo  Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Air dan pemanfaatan sumber mata air

5.2.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi melalui kebun raya Purwodari memiliki potensi
lingkungan sebagai konservasi tanaman sehingga kondisi lingkungan sudah
diatur sedemikian rupa agar mendukung fungsi konservasi yang dimaksud. Selain
itu, Desa Tambaksari kecamatan Purwodadi menyimpan potensi lingkungan yang
masih asri. Saat ini potensi lingkungan yang terdapat di desa telah dimanfaatkan
untuk wahana wisata buatan yakni jeep adventure serta budidaya tanaman
alpukat.

LAPORAN AKHIR 84
Tabel 5.10 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Purwodadi
Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Kebun Raya Purwodadi  Konservasi Tanaman
 Pusat kajian dan penelitian tumbuhan

Desa Tambaksari  Kesuburan Tanah


 Panorama Pegunungan dan Suasana Alam Pedesaan
 Cagar Alam dan Budaya karena terdapat beberapa
situs purbakala yang masih ada di Desa Tambaksari

5.2.5 Kecamaan Purwosari


Potensi lingkungan di sekitar destinasi wisata ke Kecamatab Purwosari
cukup beragam karena jenis daya Tarik wisata yang berbeda. Pertama terdapat
UPTD Budidaya ternak yang memiliki kegiatan pengolahan limbah ternak dalam
rangka menjaga kesuburan tanah sehingga mampu menghasilkan tambahan
pakan ternak. Kemudian terdapat destinasi yang memanfaatkan kondisi aliran
sungai seperti Rafting Kali Jempingan dan Eduwisata Kembang Kuning. Selain
itu terdapat Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi yang memiliki keindahan
alam dan lingkungan serta telah dimanfaatkan untuk menambah atraksi wisata
buatan seperti flying fox dan camping ground.

Tabel 5.11 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Purwosari


Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Memiliki pengelolaan limbah ternak

Desa Kertosari  Kesuburan Tanah


 Panorama dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam

Eduwisata Kembang Kuning  Konservasi dan Edukasi Alam


 Pemanfaatan aliran sungai

Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  Kesuburan Tanah


 Panorama dan Suasana Alam Pedesaan
 Konservasi Alam

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  Pemanfaatan arung jeram/arus air


 Konservasi air dan pelestarian daerah sungai

Saygon Park  Suasana Alam Pedesaan


 Pemanfaatan Air untuk wahana wisata (waterpark)

LAPORAN AKHIR 85
5.2.6 Kecamatan Sukorejo
Potensi lingkungan di Kecamatan Sukorejo khususnya di desa Wonokerto
adalah memiliki tanah yang subur sehingga menghasilkan manga dan beberapa
produk pertanian yang sangat melimpah. Selain itu, terdapat wisata kebun kurma
di mana telah di set sedemikan rupa agar sesuai untuk budidaya dan konservasi
tanaman kurma.

Tabel 5.12 Potensi Lingkungan Pariwisata Kecamatan Sukorejo


Destinasi Wisata Potensi Lingkungan
Desa Wonokerto  Kesuburan Tanah
 Konservasi Tanaman buah Matoa

Wisata Kebun Kurma  Kesuburan Tanah


 Konservasi Tanaman Kurma

5.3 Potensi Sosial Pariwisata Pendukung BTS

5.3.1 Kecamatan Tutur


Potensi sosial ditunjukan oleh keberadaan kerekatan antar individua tau
kelompok masyarakat. Secara umum disekitar wisata Kecamatan Tutur memiliki
kondisi masyarakat yang sangat ramah dan senantiasa bekerjasama dalam
beberapa kesempatan. Hal tersebut diantaranya terdapat panen dan tanam hasil
tani yang dilakukan secara Bersama – sama baik oleh warga maupun pengelola
destinasi wisata. Adapun beberapa destinasi lainnya belum melibatkan banyak
interaksi dengan warga sehingga belum tampak jelas potensi sosial yang dimiliki
dalam rangka pengembangan wisata.

Tabel 5.13 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Tutur


Destinasi Wisata Potensi Sosial
Agro Durian Montong  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
(Wisata perkebunan) ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
(Wisata perkebunan) ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan

Agro Wisata Petik Apel  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
(Wisata Petik Apel, Panorama Alam) ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng

LAPORAN AKHIR 86
Destinasi Wisata Potensi Sosial
secara bersamaan

Bhakti Alam  Sifat Kekeluargaan dalam menggaet wisatawan untuk


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan, berkunjung ke tempat wisata
Peternakan)
Desa Kalipucang  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan

5.3.2 Kecamatan Tosari


Kecamatan Tosari sebagai wilayah yang memiliki desa wisata berdasarkan
keputusan Bupati, sudah memiliki kesadaran wisata sehingga kerekatan antar
warga dan wisatawan sangat tinggi. Selain itu, kegiatan gotong royong juga
diimpementasikan khususnya pada saat penanaman dan panen mengingat
mayoritas penduduk merupakan petani.

Tabel 5.14 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Tosari


Destinasi Wisata Potensi Sosial
Desa Podokoyo  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

Desa Wonokitri  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang


ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

5.3.3 Kecamatan Puspo


Kecamatan Puspo memiliki karakteristik interaksi masyarakat yang serupa
dengan desa lainnya yakni hubungan sosial yang erat satu sama lain. Hal
tersebut ditunjukan oleh kegiatan panen dan tanam bersama antar warga. Bahka
beberapa menunjukan tindakan kolektif yang cukup kuat melalui pengelolaan Air
Terjun Rambut moyo yang selama ini tidak di rawat dengan optimal.

LAPORAN AKHIR 87
Tabel 5.15 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Puspo
Destinasi Wisata Potensi Sosial
Desa Puspo  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

Desa Keduwung  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang


ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

Air Terjun Rambut Moyo  Inisiatif beberapa elemen masyarakat dalam


mengelola potensi wisata sangat tinggi meskipun
masih secara swadaya

5.3.4 Kecamatan Purwodadi


Potensi sosial di kecamatan Purwodadi ditunjukan oleh keberadaan desa
Tambaksari yang sebagai salah satu desa yang berkomitmen memajukan
kegiatan wisata-nya. Sebagaimana desa lain, keeratan antar warga sangat tinggi
dan warga lokal bersedia berpartisipasi sebagai pelaku wisata khususnya
penyedia jasa homestay di mana wisatawan dan warga tinggal bersama dalam
satu atap dalam jangka waktu tertentu.

Tabel 6.16 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Purwodadi


Destinasi Wisata Potensi Sosial
Desa Tambaksari  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

5.3.5 Kecamaan Purwosari


Potensi sosial di kecamatan Purwosari ditunjukan oleh Unit Peternakan
Aliansi (UPTD Budidaya Ternak) yang masih erat dan rukun antar warga dan juga
pengelolanya sehingga banyak kerjasama yang dilakukan secara berkala dalam
berbagai bentuk. Keberadaan desa Kertosari yang sebagai salah satu desa yang
berkomitmen memajukan kegiatan wisata-nya. Selain itu di Desa Kertosari,

LAPORAN AKHIR 88
kegiatan gotong royong juga diimplementasikan khususnya pada saat
penanaman dan panen mengingat mayoritas penduduk merupakan petani.

Tabel 5.17 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Purwosari


Destinasi Wisata Potensi Sosial
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Keeratan dan kerukunan antar warga dan pengelola
sudah dijalin secara baik sehingga sering dilakukan
kerjasama dilakukan secara berkala dalam bentuk
penjagaan keamanan ataupun jual -beli hasil
pertanian

Desa Kertosari  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang


ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

5.3.6 Kecamatan Sukorejo


Potensi sosial di kecamatan Sukorejo ditunjukan oleh Desa Wonokerto
yang memiliki sifat kekeluargaan yang msaih kuat meskipun wisatawan bukan
bagian dari keluarga, kegiatan gotong royong juga diimplementasikan khususnya
pada saat penanaman dan panen mengingat mayoritas penduduk merupakan
petani. Di Wisata Kebun Kurma sendiri terdapat partisipasi masyarakat melalui
karang taruna khususnya dalam pengelolaan lahan parkir.

Tabel 5.18 Potensi Sosial Pariwisata Kecamatan Sukorejo


Destinasi Wisata Potensi Sosial
Desa Wonokerto  Sifat Gotong Royong Masyarakat masih ada yang
ditunjukkan dengan adanya panen dan tanam bareng
secara bersamaan
 Sifat Kekeluargaan masyarakat masih kuat meskipun
wisatawan bukan bagian dari keluarga

Wisata Kebun Kurma  Adanya partisipasi masyarakat melalui karang taruna


dalam pengelolaan lahan parkir

5.4 Potensi Budaya Pariwisata Pendukung BTS

5.4.1 Kecamatan Tutur


Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan memiliki potensi budaya dalam
destinasi wisata Omah Kopi yang mana masih memiliki budaya ngopi desa. Di

LAPORAN AKHIR 89
Desa Kalipucang sendiri masih banyak ditemukan budaya tradisional seperti
jaranan, bantengan, dan pencak silat.

Tabel 5.19 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Tutur


Destinasi Wisata Potensi Budaya
Omah Kopi  Budaya Ngopi Desa

Desa Kalipucang  Jaranan


 Bantengan
 Pencak Silat

5.4.2 Kecamatan Tosari


Potensi budaya yang dimiliki Kecamatan Tosari sendiri dapat ditemui di
Desa Podokoyo yang mana akan banyak menemui upacara-upacara adat yang
masih lekat di daerah tersebut. Terdapat beberapa upacara adat, seperti Upacara
Adat Karo, Upcara Kasodo, Adat entas-entas, Adat Barikan, dan Acara Leliwet.
Selain Desa Podokoyo, upacara adat seperti itu dapat ditemui juga di Desa
Wonokitri yang memiliki upacara adat dan kegiatan adat yang serupa dengan
Desa Podokoyo.
Tabel 5.20 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Tosari
Destinasi Wisata Potensi Budaya
Desa Podokoyo  Upacara Adat Karo
 Upacara Kasodo
 Adat Entas-Entas
 Adat Barikan
 Acara Leliwet

Desa Wonokitri  Upacara Adat Karo


 Upacara Kasodo
 Adat Entas-Entas
 Adat Barikan
 Acara Leliwet

5.4.3 Kecamatan Puspo


Kecamatan Puspo khusus nya di Desa Puspo sendiri memiliki potensi
budaya yang tak jauh beda dengan Kecamatan Tosari. Dapat ditemui potensi
budaya seperti Upacara Adat Karo, Upacara Kasodo, Adat Entas-Entas, Adat
Barikan, dan Adat Leliwet. Namun kegiatan adat yang berbeda dapat ditemui di
Desa Keduwung yang memperlihatkan potensi budaya yang lebih banyak, seperti

LAPORAN AKHIR 90
kegiatan Upacara Pujan, Upacara Hasil Bumi, Upacara Adat Unan-Unan, Tari
Sodor, Tari Ujung, dan Gending Surobalen.

Tabel 5.21 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Puspo


Destinasi Wisata Potensi Budaya
Desa Puspo  Upacara Adat Karo
 Upacara Kasodo
 Adat Entas-Entas
 Adat Barikan
 Acara Leliwet

Desa Keduwung  Upacara Adat Karo


 Upacara Kasodo
 Adat Entas-Entas
 Adat Barikan
 Acara Leliwet
 Upacara Pujan
 Upacara Hasil Bumi
 Upacara adat Unan-Unan
 Tari Sodor (Pembuka Upacara Karo)
 Tari Ujung
 Gending Surobalen

5.4.4 Kecamatan Purwodadi


Potensi yang dimiliki Kecamatan Purwodadi dapat ditemui di Desa
Tambaksari. Dapat ditemui kegiatan seperti Tradisi Sedekah Bumi dan Jamasan
Gongso yang terdapat pada desa tersebut.
Tabel 5.22 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Purwodadi
Destinasi Wisata Potensi Budaya
Desa Tambaksari  Tradisi Sedekah Bumi
 Jamasan Gongso

6.4.5 Kecamaan Purwosari


Kecamatan Purwosari sendiri memiliki potensi budaya khususnya di Desa
Kertosari. Layaknya Desa Tambaksari di Kecamatan Purwodadi, Desa Kertosari
juga memiliki tradisi yang sama yaitu Tradisi Sedekah Bumi.

LAPORAN AKHIR 91
Tabel 5.23 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Purwosari
Destinasi Wisata Potensi Budaya
Desa Kertosari  Tradisi Sedekah Bumi

5.4.6 Kecamatan Sukorejo


Berbeda dengan kecamatan lainnya, Kecamatan Sukorejo belum memiliki
potensi budaya yang mampu diunggulkan layaknya kecamatan lainnya. Dalam
Desa Wonokerto sendiri belum memiliki potensi budaya yang spesifik, hal yang
sama juga dapat dilihat pada Wisata Kebun Kurma Kecamatan Sukorejo.
Tabel 6.24 Potensi Budaya Pariwisata Kecamatan Sukorejo
Destinasi Wisata Potensi Budaya
Desa Wonokerto  Belum memiliki budaya spesifik

Wisata Kebun Kurma  -

LAPORAN AKHIR 92
BAB VI
Analisis Dampak Sosial Budaya Ekonomi dan Lingkungan dalam
Pengembangan Pariwisata Pendukung Bromo Tengger Semeru

Analisis dampak pengembangan Pariwisata Pendukung BTS (Bromo


tengger Smeru) dilakukan dengan mempertimbangkan 1) Dampak ekonomi dalam
konteks perkembangan usaha dan penyerapan tenaga kerja; 2) Dampak
Lingkungan berupa perubahan pengelolaan lingkungan 3) Dampak sosial berupa
perubahan keeratan / kohesi dan interaksi masyarakat; dan 4) Dampak budaya
berupa pergeseran nilai / adat istiadat khas. Analisis dilakukan secara spesifik
pada 6 lokasi penelitian yakni Kecamatan Tosari, Tutur, Puspo, Purwoadi,
Purwosari, dan Sukorejo. Lebih lanjut analisis yang dimaksud diuraikan dalam
beberapa sub bab sebagai berikut.

6.1 Dampak Ekonomi dari Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS


Keberdaan BTS sebagai pemicu perkembangan wilayah lokal sekitar
membawa berbagai macam dampak bagi daerah wilayah pengembangan, salah
satunya adalah dampak ekonomi. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai dampak
ekonomi yang tampak pada beberapa kecamatan dengan berbagai potensi yang
dimiliki.

6.1.1 Kecamatan Tutur


Kecamatan Tutur memiliki berbagai macam potensi destinasi wisata yang
dapat dikembangkan sesuai dengan karakteristik lokasi wisata tersebut.
Karakteristik lokasi wisata nantinya akan mempengaruhi besar kecilnya dampak
yang ditimbulkan oleh adanya wisata tersebut. Berikut, penjelasan mengenai
destinasi wisata yang dapat dikembangkan potensinya sekaligus dampak
ekonomi yang akan ditimbulkan dengan adanya wisata yang dikembangkan.

LAPORAN AKHIR 93
Tabel 6.1 Analisa Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi
Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Air Terjun Coban Waru  Membuka lapangan pekerjaan
(Wisata Panorama Pegunungan)  Membuka kios UMKM sebagai penunjang pariwisata

Agro Durian Montong  Membuka lapangan pekerjaan


(Wisata perkebunan)  Mampu menciptakan produk olahan durian

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Membuka lapangan pekerjaan


(Wisata perkebunan)  Mampu menciptakan produk dan branding yang
mampu memberikan nilai tambah untuk paprika dan
bunga krisan

Agro Wisata Petik Apel  Membuka lapangan pekerjaan


(Wisata Petik Apel, Panorama Alam)  Mampu menciptakan produk olahan apel dan
meningkatkan branding apel
 Menciptakan UMKM produk olahan apel

Bhakti Alam  Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan, sekitar
 Mampu menciptakan produk olahan hasil perkebunan
Peternakan)
dan branding produk
 Menyediakan tempat UMKM bagi masyarakat

Bukit Flora  Membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat


(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga)
Wisata Kampung Susu  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
(Peternakan Sapi Perah) penghasilan masyarakat
 Mampu menciptakan produk olahan susu dan
branding produk

Agro Wisata Oemah Tutur  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi KSP dan anggota
 Mampu mencptakan produk olahan susu dan branding
produk oleh-oleh khas kecamatan Tutur

Omah Kopi  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Mampu meningkatkan nilai jual kopi yang ada di desa
Kalipucang

Wisata Bukit Suwati  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

Wisata Gunung Lawangan  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

Wisata Gunung Tanggung  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

LAPORAN AKHIR 94
Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Wisata Gunung Gendhis  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar

Desa Kalipucang  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan dari komoditas
unggulan yang ada di Desa Kalipucang
 Mampu menciptakan UMKM yang ada di Desa
Kalipucang

Hasil pengembangan 15 destinasi wisata yang dimiliki oleh Kecamatan


Tutur dapat memberikan dampak langsung maupun tidak langsung pada
perekonomian masyarakat sekitar lokasi wisata. Secara umum dari 15 destinasi
wisata memberikan dampak ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja,
peningkatan taraf hidup masyarakat dari penambahan penghasilan masyarakat,
dan penciptaan produk serta branding terhadap produk.

6.1.2 Kecamatan Tosari


Kecamatan Tosari merupakan salah satu Kabupaten yang masuk dalam
wilayah pengembangan BTS untuk meningkatkan potensi wisata daerah.
Keberadaan destinasi wisata menimbulkan dampak yang positif bagi masyarakat
sekitar, salah satunya dampak ekonomi. Berikut akan diuraikan mengenai
dampak ekonomi yang tampak pada setiap destinasi wisata.

Tabel 6.2 Analsis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi


Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Desa Podokoyo  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas
unggulan yang ada di Desa Podokoyo
 Meningkatkan terciptanya UMKM dan Ekonomi Kreatif
yang ada di Desa Podokoyo

Desa Wonokitri  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar terutama pada
penawaran jasa persewaan jeep dan penginapan
 Menciptakan branding produk UMKM untuk produk
oleh-oleh khas

LAPORAN AKHIR 95
Berdasarkan tabel analisa diatas, menunjukkan ada dua desa yang
menjadi destinasi wisata, desa Podokoyo dan Desa Wonokitri. Masing-masing
memiliki dampak ekonomi yang baik bagi masyarakat sekitar. Beberapa dampak
ekonomi yang dapat dirasakan masyarakat adalah terciptanya lapangan kerja,
peningkatan taraf hidup dari penghsilan yang diterima, dan terciptanaya UMKM
serta ekonomi kreatif yang ada di masing-masing desa.

6.1.3 Kecamatan Puspo


Keberadaan destinasi wisata juga berada di Kecamatan Puspo.
Kecamatan Puspo sendiri memiliki destinasi wisata sejumlah tiga tempat destinasi
wisata. Masing-masing dari destinasi wisata tersebut memiliki dampak ekonomi
yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Berikut uraian yang disajikan dalam tabel
destinasi wisata dan dampak ekonomi.

Tabel 6.3 Analsisi Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi


Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Desa Puspo  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas
unggulan yang ada di Desa Puspo

Desa Keduwung  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas
unggulan yang ada di Desa Keduwung.

Air Terjun Rambut Moyo  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

Hasil dari tabulasi analisisi diatas menunjukkan dampak ekonomi yang


dirasakan oleh masyarakat. Dampak yang dirasakan adalah penciptaan lapangan
kerja, terciptanya produk unggulan dari desa destinasi wisata, hingga dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat.

6.1.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan berikutnya yang menjadi daerah pengembangan wisata yaitu,
Kecamatan Purwodadi. Kecamatan Purwodadi memiliki dua desitinasi wisata
yang dapat dikembangkan dan ditingkatkan potensinya. Salah satu destinasi

LAPORAN AKHIR 96
wisata yang seringkali dikunjungi adalah kebun raya purwodadi. Berikut uraian
mengenai tujuan destinasi wisata sekaligus dampak ekonomi yang ditimbulkan.

Tabel 6.4 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi


Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Kebun Raya Purwodadi  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar.

Desa Tambaksari  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas
unggulan yang ada di Desa Tambaksari.
 Menciptakan UMKM

Hasil uraian tabel diatas menunjukkan bahwa adanya dua destinasi wisata
yang ada di Kecamatan Purwodadi sangat memiliki dampak ekonomi yang luas,
terutama untuk penciptaan lapangan kerja. Sehingga, warga sekitar lokasi wisata
terserap untuk bekerja di tempat wisata tersebut. Selain itu, dapat pula
menciptakan produk unggulan dan UMKM.

6.1.5 Kecamaan Purwosari


Selanjutnya adalah Kecamatan Purwosari yang lokasi wilayahnya menjadi
tujuan destinasi wisata. Ada enam destinasi wisata yang dapat dikembangkan
potensinya dan dapat memberikan dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat
sekitar. Berikut uraian destinasi wisata beserta dampak ekonomi yang dapat
dirasakan oleh masyarakat.

Tabel 6.5 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi


Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan UPA Purwosari.

Desa Kertosari  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 aMenciptakan branding produk olahan komoditas
unggulan yang ada di Desa Kertosari.

Eduwisata Kembang Kuning  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding wisata kembang kuning.

LAPORAN AKHIR 97
Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas yang
ada di Kebun Pak Budi.
 Menyediakan stand khusus UMKM bagi masyarakat
sekitar.

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk jasa Rafting di Desa
Sumberjo.

Saygon Park  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar

Hasil uraian diatas menunjukkan dampak ekonomi adanya destinasi wisata


yang ada di Kecamatan Purwodadi. Dampak yang dirasakan bisa secara
langsung maupun tidak langsung. Salah satu yang utama adalah dapat
terciptanya lapangan kerja, sehingga manfaat ekonomi dalam peningkatan taraf
hidup masyarakat bisa ditingkatkan. Selain hal tersebut dapat pula mendorong
adanya terciptanya produk unggulan sekaligus dapa menciptakan UMKM dengan
masing-masing produk unggulan.

6.1.6 Kecamatan Sukorejo


Kecamatan terakhir yang menjadi wilayah pengembangan destinasi wisata
adalah Kecamatan Sukorejo. Kecamatan ini memiliki dua destinasi wisata yang
dapat dikunjungi dan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.
Destinasi wisata tersebut adalah di desa Wonokerto dan wisata kebun kurma.
Berikut uraian mengenai dampak ekonomi yang ditimbulkan dari masing-masing
destinasi wisata.

LAPORAN AKHIR 98
Tabel 6.6 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Ekonomi.
Destinasi Wisata Dampak Ekonomi
Desa Wonokerto  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah
penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas Matoa
dan Mangga yang ada di Desa Wonokerto.

Wisata Kebun Kurma  Membuka lapangan pekerjaan dan menambah


penghasilan bagi masyarakat sekitar
 Menciptakan branding produk olahan komoditas Matoa
dan Mangga yang ada di Desa Wonokerto.

Hasil dari uraian tabel diatas menunjukkan bahwa dengan adanya dua
destinasi wisata tersebut masyarakat merasakan manfaat secara ekonomi begitu
besar. Salah satu manfaatnya adalah terciptanya lapangan kerja dan peningkatan
taraf hidup masyarakat serta terciptanya produk unggulan yang bisa
dikembangkan.
Harapannya, keenam Kecamatan yang menjadi daerah pengembangan
wisata dapat memanfaatkan potensi yang ada di wilayahnya. Sehingga tidak
hanya bermanfaat bagi masyarakat sekitar, namun juga manfaat bagi kabupaten
Pasuruan lewat terserapnya PAD dari destinasi wisata maupun sumber-sumber
pendapatan daerah lain yang sah.

6.2 Dampak Lingkungan Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS


Keberadaan destinasi wisata tidak hanya menciptakan dampak ekonomi
namun juga dampak lingkungan dan sosial bagi masyarakat di wilayah tersebut.
Uraian penjelasan pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai dampak lingkunga
akibat pengembangan pariwisata pendukung BTS.

6.2.1 Kecamatan Tutur


Kecamatan pertama dalam pengembangan pariwisata pendukung BTS
adalah Kecamatan Tutur. Ada sejumlah 15 destinasi wisata yang ada di
Kecamatan Tutur. Tentu saja dengan adanya destinasi wisata tersebut tidak lepas
dari dampak lingkungan yang tercipta. Dampak tersebut bisa berupa dampak
negatif maupun positif bagi lingkungan. Berikut uraian destinasi wisata dan
dampak lingkungan yang tercipta
Tabel 7.7 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Lingkungan di Kecamatan Tutur

LAPORAN AKHIR 99
Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Air Terjun Coban Waru  (+) Lingkungan mejadi terjaga karena adanya
(Wisata Panorama Pegunungan) konservasi
 (-) banyak sampah di aliran sungai

Agro Durian Montong  (+) Observasi lahan dapat terjaga


(Wisata perkebunan)  (-) Penggunaan pestisida berlebihan akan merusak
tanah dan lingkungan

Agro Bunga Krisan dan Paprika  (+) Observasi lahan dapat terjaga
(Wisata perkebunan)  (-) Penggunaan pestisida berlebihan akan merusak
tanah dan lingkungan

Agro Wisata Petik Apel  (+) Observasi lahan dapat terjaga


(Wisata Petik Apel, Panorama Alam)  (-) Penggunaan pestisida berlebihan akan merusak
tanah dan lingkungan

Bhakti Alam  (+) Observasi lahan dapat terjaga


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan,  (-) Penggunaan pestisida berlebihan akan merusak
tanah dan lingkungan
Peternakan)

Bukit Flora  (+) Observasi lahan dapat terjaga


(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga)  (-) Penggunaan pestisida berlebihan akan merusak
tanah dan lingkungan

Wisata Kampung Susu  (+) Observasi lahan dapat terjaga


(Peternakan Sapi Perah)  (-) Limbah ternak perlu dikelola dengan baik

Agro Wisata Oemah Tutur  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Lahan pertanian semakin berkurang

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  (+) Observasi lahan dapat terjaga

Omah Kopi  (+) Observasi lahan dapat terjaga

Wisata Bukit Suwati  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi

Wisata Gunung Lawangan  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi

Wisata Gunung Tanggung  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi

LAPORAN AKHIR 100


Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Wisata Gunung Gendhis  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi

Desa Kalipucang  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan

Berdasarkan hasil uraian diatas terdapat dampak positif dari adanya


destinasi wisata tersebut. Banyak dari tempat destinasi wisata yang perlu
pengelolaan lahan lebih lanjut dan perlu pengelolaan limbah yang ramah
lingkungan. Wilayah yang rawan adanya longsor perlu perbaikan lahan.

6.2.2 Kecamatan Tosari


Kecamatan berikutnya adalah Kecamatan Tosari yang masuk dalam
wilayah pengembangan pariwisata pendukung BTS. Destinasi wisata yang ada di
kecamatan ini perlu memperhatikan dampak lingkungan dengan baik. Berikut
uraian mengenai dampak lingkungan dari masing-masing destinasi wisata.

LAPORAN AKHIR 101


Tabel 6.7 Analisis Destinasi Wisata dan Dampak Lingkungan di Kecamatan Tosari.
Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Desa Podokoyo  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi
 (-) Minim air bersih karena letaknya berada di lereng
gunung

Desa Wonokitri  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi
 (-) Lahan pertanian semakin berkurang

Dari hasil tabulasi destinasi wisata beserta dampak lingkungan akibat


keberadaan wisata tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak lingkungan yang
harus dilakukan tindakan preventif adalah pencegahan tanah longsor, pemfaatan
limbah sampah dan menjaga unsur ketahanan lahan supaya masih produktif.
7.2.3 Kecamatan Puspo
Kecamatan selanjutnya adalah Kecamatan Puspo yang juga masuk dalam
pengembangan pariwisata pendukung BTS. Ada tiga tempat destinasi wisata
yang berada di Kecamatan Puspo. Berikut uraian penjelasan mengenai dampak
lingkungan dari destinasi wisata yang ada di Kecamatan Puspo

Tabel 6.8 Analisis Dampak Lingkungan Akibat Adanya Destinasi Wisata


Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Desa Puspo  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya reboisasi

Desa Keduwung  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya reboisasi

Air Terjun Rambut Moyo  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari aliran sungai
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya reboisasi

LAPORAN AKHIR 102


Berdasarkan hasil uraian diatas, bagi wilayah destinasi wisata yang
memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, harus melakukan tindakan preventif
untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan. Pencegahan tersebut
berupa pengelolaan limbah sampah yang baik, peremajaan tanaman dan
pencegahan tanah longsor. Aspek keselamatan perlu diutamakan pada wilayah
yang ada destinasi wisatanya, untuk menjamin kenyamanan pengunjung serta
mencegah musibah sebagai akibat dampak negatif.

6.2.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi juga masuk kedalam wilayah pengembangan
destinasi wisata penunjang BTS. Kecamatan ini memiliki destinasi wisata dua
tempat, Kebun Raya Purwodadi dan Desa Tambaksari. Masing-masing dari
kedua areal lokasi tersebut memiliki keunggulan masing-masing.

Tabel 6.9 Analisis Dampak Lingkungan Keberadaan Destinasi Wisata


Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Kebun Raya Purwodadi  (+) Observasi lahan dapat terjaga

Desa Tambaksari  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan
 (-) Rawan tanah longsor sehingga perlu adanya
reboisasi
 (-) Musim Kemarau terkadang minim air bersih

Berdasarkan hasil uraian diatas, kebun raya purwodadi memiliki dampak


positif sendiri, karena selain menjadi destinasi wisata, lokasi tersebut juga
merupakan kawasan konservasi dan penelitian besar tumbuhan, sehingga
lokasinya dapat terjaga dengan baik. Sedangkan destinasi wisata lain yaitu desa
tambaksari perlu adanya pemeliharaan lahan dan pencegahan dari tanah longsor
serta pengelolaan limbah sampah yang baik.

6.2.5 Kecamaan Purwosari


Kecamatan purwosari memiliki enam destinasi wisata yang dapat
dikembangkan menjadi wisata penunjang BTS. Keenam destinasi wisata tersebut
masing-masing memberikan dampak positif maupu negatif terhadap lingkungan.
Uraian penjelasan mengenai dampak lingkungan akan keberadaan destinasi
wisata tersebut tertera dalam tabel dibawah ini :

LAPORAN AKHIR 103


Tabel 6.10 Analisis Dampak Lingkungan Adanya Keberadaan Destinasi Wisata di
Kecamatan Purwosari
Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu pengelolaan limbah ternak

Desa Kertosari  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan

Eduwisata Kembang Kuning  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan dan aliran sungai

Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  (+) Observasi lahan dapat terjaga

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan dan aliran sungai

Saygon Park  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan

Berdasarkan hasil uraian diatas, hanya wisata edukasi dan resort kebun
pak budi yang tidak memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Destinasi
wisata yang lain memerlukan tindakan preventif untuk menanggulangi dampak
negatif pada lingkungan seperti, pencegahan terjadinya longsor, pemeliharaan
dan pengolahan limbah sampah yang baik.
7.2.6 Kecamatan Sukorejo
Kecamatan terakhir yakni Kecamatan Sukoreja dengan dua destinasi
wisata yang dimiliki oleh kecamatan tersebut. Destinasi wisata tersebut memiliki
dampak lingkungan positif maupun negatif. Berikut uraian penjelasan mengenai
dampak lingkungan keberadaan destinasi wisata di Kecamatan Sukorejo.

Tabel 6.11 Analisis Dampak Lingkungan Adanya Keberadaan Destinasi Wisata di


Kecamatan Sukorejo
Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
Desa Wonokerto  (+) Observasi lahan dapat terjaga
 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak

LAPORAN AKHIR 104


Destinasi Wisata Dampak Lingkungan
mencemari lingkungan

Wisata Kebun Kurma  (+) Observasi lahan dapat terjaga


 (-) Perlu adanya pengelolaan sampah agar tidak
mencemari lingkungan

Hasil uraian penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perlu adanya


tindakan pencegahan untuk menanggulangi dampak lingkungan yang terjadi
akibat adanaya destinasi wisata tersebut. Pencegahan yang dilakukan seperti
pengelolaan limbah sampah yang baik sehingga tidak mencemari lingkungan.

6.3 Dampak Sosial Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS


Adanya pengembangan pariwisata pendukung BTS menimbulkan dampak
tidak hanya ekonomi dan lingkungan namun juga dampak sosial yang dirasakan
oleh masyarakat. Selanjutnya akan dibahas dampak sosial akibat pengembangan
pariwisata pendukung BTS pada tiap Kecamatan.

6.3.1 Kecamatan Tutur


Dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Tutur sesuai
dengan karakteristik wilayah desa dan pengembangan destinasi wisatanya.
Kecamatan Tutur yang memiliki 15 tempat wisata memiliki bentuk dampak sosial
yang beragam. Berikut uraian penjelasan mengenai dampak sosial akibat
keberadaaan destinaasi wisata.

Tabel 6.12 Analsis Dampak Sosial Akibat Adanya Destinasi Wisata di Kecamatan
Tutur
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Air Terjun Coban Waru  Muncul organisasi kepemudaan dan lembaga
(Wisata Panorama Pegunungan) swadaya masyarakat untuk mengelola daya tarik
wisata

Agro Durian Montong  Muncul Paguyuban wisata petik durian montong


(Wisata perkebunan)  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Muncul Paguyuban wisata petik krisan dan paprika
(Wisata perkebunan)  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Agro Wisata Petik Apel  Muncul Paguyuban wisata petik apel


(Wisata Petik Apel, Panorama Alam)  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah

LAPORAN AKHIR 105


Destinasi Wisata Dampak Sosial
terkait promosi dan branding

Bhakti Alam  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah


(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan, terkait promosi dan branding
Peternakan)
Bukit Flora  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga) terkait promosi dan branding

Wisata Kampung Susu  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
(Peternakan Sapi Perah) terkait promosi dan branding

Agro Wisata Oemah Tutur  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Omah Kopi  Muncul Pokja/Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Wisata Bukit Suwati  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Wisata Gunung Lawangan  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Wisata Gunung Tanggung  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Wisata Gunung Gendhis  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Desa Kalipucang  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding (UMKM)

Hasil dari uraian penjelasan dalam tabel, dampak sosial yang ditimbulkan
dapat berupa terbangunnya relasi dengan luar daerah untuk kegiatan promosi
dan brandin, terbentuknya pokdarwis, dan muncul lembaga swadaya masyarakat
yang terbentuk atas kesamaan ingin mengembangkan destinasi wisata.

LAPORAN AKHIR 106


6.3.2 Kecamatan Tosari
Kecamatan Tosari merupakan salah satu dari enam wilayah kecamatan
yang masuk dalam pengembangan pariwisata pendukung. Kecamatan tersebut
memiliki dua desa yang dijadikan destinasi wisata. Dua destinasi tersebut
memberikan dampak sosial yang baik bagi masyarakat. Berikut uraian mengenai
dampak sosial keberadaan destinasi wisata di wilayah Kecamatan Tosari.

Tabel 6.13 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisasta di Kecamatan


Tosari
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Desa Podokoyo  Muncul Pokdarwis
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Desa Wonokitri  Muncul Pokdarwis


 Muncul Paguyuban Persewaan Jeep dan Homestay
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Uraian pada tabel 7.12 menjelaskan bahwa terbentuk dampak sosial


berupa relasi yang dibangun tidak hanya dengan internal desa namun juga
eksternal. Selain hal tersebut juga terbentuk paguyuban yang menaungi usaha di
desa Wonokitri.

6.3.3 Kecamatan Puspo


Puspo merupakan Kecamatan yang masuk dalam daftar pengembangan
pariwisata pendukung BTS. Kecamatan tersebut memiliki tiga destinasi wisata
yang menarik dan dapat dikembangkan lebih baik lagi. Adanya destinasi wisata
terserbut menciptakan beberapa dampak sosial. Dampak sosial tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut

Tabel 6.14 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Puspo
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Desa Puspo  Muncul Pokdarwis
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Desa Keduwung  Muncul Pokdarwis


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

LAPORAN AKHIR 107


Destinasi Wisata Dampak Sosial
 Masyarakat lebih terbuka dengan dunia luar

Air Terjun Rambut Moyo  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Uraian pada tabel diatas menjelaskan bahwa tiga destinasi yang ada di
Kecamatan Puspo menciptakan dampak sosial yang positif. Beberapa dampak
sosial tersebut seperti, adanya relasi yang tidak hanya terjalin di internal destinasi
wisata namun juga eksternal, masyarakat lebih terbuka, dan memunculkan
kelompok yang sadar akan wisata (Pokdarwis).

6.3.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi sendiri memiliki dua destinasi wisata yaitu Kebun
Raya Purwodadi dan Desa Tambaksari. Dua destinasi wisata dapat dikatakan
memberikan dampak sosial yang baik. Dampak sosial yang terjadi dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.

Tabel 6.15 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Purwodadi
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Kebun Raya Purwodadi  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Desa Tambaksari  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding
 Masyarakat lebih terbuka dengan dunia luar

Tabel diatas menunjukan bahwa adanya destinasi wisata Kebun Raya


Purwodadi dan Desa Tambaksari memberikan dampak sosial seperti terjalinnya
hubungan dengan luar daerah yang membantu kegiatan promosi destinasi wisata.
Tak hanya itu di Desa Tambaksari sendiri muncul Pokdarwis dan kelompok sadar
lingkungan, dampak sosial lainnya juga dapat membantu kegiatan promosi dan
keadaan masyarakat yang lebih terbuka dengan dunia luar

LAPORAN AKHIR 108


6.3.5 Kecamaan Purwosari
Dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Purwosari
sesuai dengan karakteristik wilayah desa dan pengembangan destinasi
wisatanya. Kecamatan Purwosari yang memiliki 6 destinasi wisata memiliki
bentuk dampak sosial yang beragam. Pada Tabel dibawah ini dapat dilihat
dampak sosial yang diberikan pada Kecamatan Purwosari dari 6 destinasi wisata
yang ada.

Tabel 6.16 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Purwosari
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Desa Kertosari  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Eduwisata Kembang Kuning  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah
terkait promosi dan branding (kerja sama)

Saygon Park  Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah


terkait promosi dan branding (kerja sama)

Dapat dilihat pada tabel diatas, kebanyakan dari adanya destinasi wisata di
Kecamatan Purwosari membuat munculnya pokdarwis dan kelompok yang sadar
akan lingkungan. Selain itu karena adanya relasi atau hubungan dengan luar
daerah membantu juga dalam kegiatan wisata karena menopang kegiatan
promosi/branding.

6.3.6 Kecamatan Sukorejo


Kecamatan terakhir yang masuk dalam wilayah pengembangan pariwisata
penunjang adalah Kecamatan Sukorejo. Kecamatan Sukorejo memiliki dua
destinasi wisata yang dapat dikembangkan. Destinasi wisata tersebut juga

LAPORAN AKHIR 109


membawa dampak sosial yang baik bagi masyarakat sekitar. Berikut uraian
mengenai dampak sosial dari adanya destinasi wisata.

Tabel 6.17 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Purwodadi
Destinasi Wisata Dampak Sosial
Desa Wonokerto  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan
 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah terkait
promosi dan branding
 Muncul kelompok UMKM

Wisata Kebun Kurma  Muncul Pokdarwis dan kelompok sadar lingkungan


 Adanya relasi atau hubungan dengan luar daerah terkait
promosi dan branding

Uraian pada tabel diatas membuka seluas-luasnya hubungan interaksi


sosial masyarakat di wilayah destinasi wisata dengan pihak luar sehingga terjadi
sebuah relasi yang baik dan dapat meningkatkan promosi serta branding. Selain
membangun relasi, adanya destinasi wisata tersebut memunculkan kelompok
UKM, Pokdarwis, dan kelompok yang sadar akan lingkungan.

6.4 Dampak Budaya Akibat Pengembangan Pariwisata Pendukung BTS

6.4.1 Kecamatan Tutur


Dampak Budaya yang terjadi di Kecamatan Tutur sangat beragam. Dari 15
destinasi wisata yang ada tentunya akan memberikan berbagai dampak. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 6.18 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Tutor
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Air Terjun Coban Waru  Mungkin sejarah asal muasal obyek wisata bisa
(Wisata Panorama Pegunungan) dijadikan story board

Agro Durian Montong  Budaya menanam dan panen durian bisa dijadikan
(Wisata perkebunan) sebagai budaya

Agro Bunga Krisan dan Paprika  Budaya menanam dan panen Krisan dan Paprika bisa
(Wisata perkebunan) dijadikan sebagai budaya

Agro Wisata Petik Apel  Budaya menanam dan panen apel bisa dijadikan
(Wisata Petik Apel, Panorama Alam) sebagai budaya

Bhakti Alam  Budaya menanam dan panen bisa dijadikan sebagai


budaya

LAPORAN AKHIR 110


Destinasi Wisata Dampak Budaya
(Wisata Perkebunan, Outbond, Penginapan,  Budaya untuk menjaga lingkungan
Peternakan)  Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya
modern

Bukit Flora  Budaya menanam dan panen bisa dijadikan sebagai


(Wisata Penginapan, Outbond, Taman Bunga) budaya
 Budaya untuk menjaga lingkungan
 Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya
modern

Wisata Kampung Susu  Budaya perah susu tradisional bisa dijadikan sebagai
(Peternakan Sapi Perah) budaya
 Budaya untuk menjaga lingkungan

Agro Wisata Oemah Tutur  Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya
modern

Kedai Susu KPSP “Setia Kawan”  Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya
modern

Omah Kopi  Budaya menanam. panen, dan proses mengolah kopi


bisa dijadikan sebagai budaya
 Budaya untuk menjaga lingkungan

Wisata Bukit Suwati  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Wisata Gunung Lawangan  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Wisata Gunung Tanggung  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Wisata Gunung Gendhis  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Desa Kalipucang  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Hasil dari tabel diatas menunjukan bahwa dampak budaya yang terjadi ialah
kebanyakan budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur yang
ada. Selain itu terdapat beberapa kegiatan panen yang dapat dijadikan budaya
seperti yang terdapat di beberapa desa, kegiatan perah susu yang terdapat di
salah satu desa pun dapat dijadikan budaya.

LAPORAN AKHIR 111


6.4.2 Kecamatan Tosari
Kecamatan Tosari yang ditopang dari 2 desa wisatanya yaitu Desa
Podokoyo dan Desa Wonokitri kurang lebih memberikan dampak budaya yang tak
jauh berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.19 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Tosari
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Desa Podokoyo  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati
leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Desa Podokoyo mampu dijadikan
sebagai story board

Desa Wonokitri  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Desa Wonokitri mampu dijadikan
sebagai story board

Uraian pada tabel diatas memperlihatkan dampak budaya yang terjadi


pada 2 destinasi wisata di Kecamatan Tosari yaitu budaya untuk menjaga
lingkungan dan menghormati leluhur yang ada serta budaya di masing-masing
desa yang mampu dijadikan sebagai story board.

6.4.3 Kecamatan Puspo


Dampak budaya yang dirasakan oleh Kecamatan Puspo dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel 6.20 Analisis Dampak Sosial Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan
Purwodadi
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Desa Puspo  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Desa Puspo mampu dijadikan sebagai story
board

Desa Keduwung  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Desa Keduwung mampu dijadikan sebagai story
board

Air Terjun Rambut Moyo  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Air Terjun Rambut Moyo mampu dijadikan
sebagai story board

Tabel diatas menunjukan bahwa dampak budaya yang di Kecamatan


Puspo khususnya terdapat di 3 destinasi wisata yaitu Desa Puspo, Desa
Keduwung, Air Terjun Rambut Moyo memberikan dampak yang serupa yaitu

LAPORAN AKHIR 112


budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur yang ada serta
budaya di masing-masing destinasi wisata yang dapat dijadikan story board.

6.4.4 Kecamatan Purwodadi


Kecamatan Purwodadi yang memiliki 2 destinasi wisata yaitu Kebun Raya
Purwodadi dan Desa Tambaksari memberikan dampak yang tak jauh berbeda
dengan Kecamatan Puspo, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.21 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Purwodadi
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Kebun Raya Purwodadi  Budaya untuk menjaga lingkungan

Desa Tambaksari  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada
 Budaya yang ada di Desa Tambaksari mampu
dijadikan sebagai story board

Uraian dalam tabel diatas yang memperlihatkan 2 destinasi wisata di Kecamatan


Purwodadi memberikan dampak yang serupa yaitu budaya untuk menjaga
lingkungan di Kebun Raya Purwodadi. Di Desa Tambaksari sendiri memiliki
dampak budaya yang sedikit berbeda dengan Kebun Raya Purwodadi yaitu
budaya yang ada di Desa Tambaksari mampu dijadikan sebagai storyboard.

6.4.5 Kecamaan Purwosari


Terdapat 6 destinasi wisata di Kecamatan Purwosari yang memberikan
dampak budaya nya tersendiri bagi kecamatan ini. Seperti yang dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 6.22 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Purwosari
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Unit Peternakan Aliansi (UPTD Budidaya Ternak)  Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya
modern

Desa Kertosari  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Eduwisata Kembang Kuning  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

LAPORAN AKHIR 113


Destinasi Wisata Dampak Budaya
Wisata Edukasi dan Resort Kebun Pak Budi  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati
leluhur yang ada

Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati
leluhur yang ada

Saygon Park  Memasukkan unsur budaya tradisional dan budaya


modern

Tabel diatas memperlihatkan di destinasi wisata Unit Peternakan Aliansi dan


Saygon park memberikan dampak budaya yang sama yaitu memasukkan unsur
budaya tradisional dan budaya modern. Sedangkan di 4 destinasi wisata lainnya
yaitu Desa Kertosari, Eduwisata Kembang Kuning, Wisata Edukasi dan Resort
Kebun Pak Budi, serta Rafting Kali Jempingan di Desa Sumberjo memberikan
dampak budaya yang sama yaitu untuk menjaga lingkungan dan menghormati
leluhur yang ada.

6.4.6 Kecamatan Sukorejo


Kecamatan terakhir yaitu Kecamatan Sukorejo yang memiliki 2 destinasi
wisata memberikan dampak budaya yang serupa seperti yang terlihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 6.23 Analisis Dampak Budaya Keberadaan Destinasi Wisata di Kecamatan


Sukorejo
Destinasi Wisata Dampak Budaya
Desa Wonokerto  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati
leluhur yang ada

Wisata Kebun Kurma  Budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati


leluhur yang ada

Tabel diatas memperlihatkan Kecamatan Sukorejo yang memiliki 2 destinasi


wisata yaitu Desa Wonokerto dan Wisata Kebun Kurma memiliki dampak budaya
yang sama yaitu budaya untuk menjaga lingkungan dan menghormati leluhur
yang ada.

LAPORAN AKHIR 114


BAB VII
Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Pendukung Bromo Tengger Semeru

Pada bagian ini, dilakukan pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan


Pengembangan pariwisata pendukung BTS di 6 kecamatan di Kabupaten
Pasuruan, melalui analisis SWOT. Analisis tersebut merupakan teknik analisis
yang digunakan dalam menginterpretasikan kondisi eksisting suatu wilayah,
khususnya dengan mempertimbangkan kompleksitas faktor eksternal dan faktor
internal di wilayah yang dimaksud. Lebih lanjut, analisa ini bertujuan untuk
menjelaskan rencana pengembangan sektor pariwisata pendukung dengan
memanfakan masalah dan potensi yang ada.
Melalui matriks Strength-Weaknesses-Opportunities-Threat (SWOT)
dilakukan matching tool di mana hal tersebut perlu dilakukan untuk membantu
mengembangkan empat tipe strategi, yaitu strategi SO (Strength-Opportunity),
strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi ST (Strength-Threat), dan strategi
WT (Weakness-Threat). Keempat tipe strategi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Strategi SO (Strength-Opportunitiy), strategi ini menggunakan
kekuatan internal kawasan pariwisata untuk meraih peluang-peluang
yang ada di luar kawasan pariwisata.
2. Strategi WO (Weakness-Opportunity), strategi bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal kawasan pariwisata
terkait pengembangan wisata BTS dan wilayah pendukung dengan
memanfaatkan peluang-peluang eksternal.
3. Strategi ST (Strength-Threat), melalui strategi ini kawasan
pariwisata berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak
dari ancaman-ancaman eksternal.
4. Strategi WT (Weakness-Threat), strategi ini merupakan taktik untuk
bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta
menghindari ancaman.

LAPORAN AKHIR 115


7.1 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Tutur

Kekuatan
1. Memiliki destinasi agrowisata yang
sudah dikelola secara professional
dengan dukungan sarana,
Kelemahan
prasarana, dan akses yang
1. Beberapa destinasi belum dikelola
memadai
secara optimal dan hanya
2. Memiliki desa wisata yang sudah
mengandalkan keindahan alam
berkembang
2. Promosi dan pemasaran pariwisata
3. Memiliki variasi produk pertanian
dilakukan secara tradisiional dan
unggulan yang banyak mulai dari
individual
pangan, holtikultura, perternakan,
3. Masih terbatasnya integrasi wisata
dan perkebunan
4. Memiliki destinasi wisata
pegunungan yang memiliki
segmentasi wisatawan tersendiri
Strategi S-O Strategi W-O
Peluang:
1. Merancang paket agrowisata yang 1. Merancang struktur organisasi dan
1. Dukungan Perpres no 80
terpusat di tutur dengan didukung rencana bisnis pariwisata khususnya
tahun 2019 terkait
oleh destinasi sejenis lainnya baik di pagi pengelola yang
pengembangantema
Kecamatan Tutur ataupun menggantungkan wisata pada
agrowisata yakni wisata
kecamatan sekitar kondisi alam semata
berbasis kawasan
2. Merancang atraksi wisata tambahan 2. Melakukan promosi dan marketing
agropolitan
yang sesuai dengan kondisi alam secara terpusat di Kabupaten
2. Banyaknya jasa yang
dan lngkungan masing – masing Pasuruan tentant agrowisata Tutur
dapat ditawarkan pagi
destinasi wisata
wisatawan pendaki
3. Membuka kerjasama dengan
gunung
komunitas UMKM agar memiliki
3. Terdapat komunitas
tawaran produk oleh – oleh yang
UMKM di Kabupaten
semakin variative
Pasuruan yang secara
4. Menjalin kerjasama dengan
akitf membina dan
komunitas porter atau tour guide
memasarkan produk
sehingga memberikan nilai tambah
anggotanya
pada destinasi wisata pegunungan

Strategi S-T Strategi W-T


Ancaman: 1. Memberdayakan masyarakat untuk 1. Meningkatkan peran aktif dari
1. Sarana dan prasarana menawarkan homestay dan pengelola wisata maupun
pariwisatayang kurang penyedia jasa akomodasi POKDARWIS untuk secara bertahap
memadai pada destinasi 2. Memberdayakan masyarakat lokal membangun iklim bisnis pariwisata
wisata bukit dan gunung sebagai penyedia jasa yang kondusif
2. Infrastruktur akses belum transportation-hub 2. Melakukan edukasi dan ajakan pada
memadai di beberapa masyaratat sekitar destinasi wisata
lokasi destinasi wisata tentang perannya wisata berbasis
pastisipasi masyarakat

IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
1. Memiliki destinasi agrowisata
yang sudah dikelola secara
professional dengan
dukungan sarana, prasarana,
dan akses yang memadai
2. Memiliki desa wisata yang
sudah berkembang
3. Memiliki variasi produk
pertanian unggulan yang

LAPORAN AKHIR 116


banyak mulai dari pangan,
holtikultura, perternakan, dan
perkebunan
4. Memiliki destinasi wisata
pegunungan yang memiliki
segmentasi wisatawan
tersendiri

Kelemahan:
1. Beberapa destinasi belum
dikelola secara optimal dan
hanya mengandalkan
keindahan alam
2. Promosi dan pemasaran
pariwisata dilakukan secara
tradisiional dan individual
Total

EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangantema
agrowisata yakni wisata
berbasis kawasan
agropolitan
2. Banyaknya jasa yang dapat
ditawarkan pagi wisatawan
pendaki gunung
3. Terdapat komunitas UMKM
di Kabupaten Pasuruan yang
secara akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Kelemahan:
1. Sarana dan prasarana
pariwisatayang kurang
memadai pada destinasi
wisata bukit dan gunung
2. Infrastruktur akses belum
memadai di beberapa lokasi
destinasi wisata
Total

LAPORAN AKHIR 117


7.2 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
KecamatanTosari
Kekuatan
1. Memiliki desa wisata yang sudah
berkembang
2. Memiliki daya tarik berupa keunikan Kelemahan
adat dan budaya suku Tengger Promosi dan pemasaran pariwisata
3. Memiliki hasil pertanian khususnya dilakukan secara tradisiional dan
holtikultura dan perkebunan yang individual
melimpah
4. Memiliki usaha ekonomi kreatif
berbasis kesenian lokal
Peluang: Strategi S-O Strategi W-O
1. Dukungan Perpres no 80 1. Membuat paket wisata adat yang 1. Melakukan promosi dan marketing
tahun 2019 terkait berdasarkan pada adat busaya suku secara terpusat di Kabupaten
pengembangan tema Tengger Pasuruan tentang Wisata Adat
kawasan wisata 2. Merancang usaha – usaha produk Budaya Suku tengger
adat/budaya olahan pertanian dan kesenian 2. Melakukan kerjasama pemasaran
2. Telah ditetapkan sebagai sebagai oleh – oleh lokal dan promosi antara destinasi wisata
salah satu desa wisata di 3. Merancang kegiatan rutin (festival) dengan komunitas UMKM
Kabupaten Pasuruan berbasis seni dan budaya lokal
3. Terdapat komunitas untuk memperkuat daya Tarik wisata
UMKM di Kabupaten 4. Bekerjasama dengan komunitas
Pasuruan yang secara UMKM Kab. Pasuruan untuk
akitf membina dan memperluas usaha lokal Kecamatan
memasarkan produk Tosari
anggotanya

Strategi S-T Strategi W-T


1. Melibatkan masyarakat secara lebih Melakukan pendampingan pada
Ancaman:
luas dalam kegiatan kepariwisataan pengelola wisata tentang pemasaran dan
1. Adanya konflik sosial
mulai dari pengadaan usaha publikasi pariwisata berbasis teknologi
(calo) yang membuat
pendukung hingga keamanan sehingga di satu sisi menghindari konflik
iklim bisnis pariwisata
2. Memperkuat organisasi / paguyuban sosial dan disisi lain menyediakan
kurang kondusif
jeep agar melalui pendekatan – informasi satu pintu bagi wisatawan
2. Infrastruktur akses
pendekatan adat-budaya agar dapat
kurang memadai
mengatasi sulitnya akses
3. Persepsi bahwa kondisi
infrastuktur jalan
keamanan yang rawan
3. Menyediakan pos penjagaan
bagi wisatawan
bekerjasama dengan polisi
pariwisata

IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
1. Memiliki desa wisata yang
sudah berkembang
2. Memiliki daya tarik berupa
keunikan adat dan budaya
suku Tengger
3. Memiliki hasil pertanian
khususnya holtikultura dan
perkebunan yang melimpah
4. Memiliki usaha ekonomi
kreatif berbasis kesenian lokal
Kelemahan:
Promosi dan pemasaran
pariwisata dilakukan secara
tradisiional dan individual

Total

LAPORAN AKHIR 118


EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangan tema
kawasan wisata adat/budaya
2. Telah ditetapkan sebagai
salah satu desa wisata di
Kabupaten Pasuruan
3. Terdapat komunitas UMKM
di Kabupaten Pasuruan yang
secara akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Kelemahan:
1. Adanya konflik sosial (calo)
yang membuat iklim bisnis
pariwisata kurang kondusif
2. Infrastruktur akses kurang
memadai
3. Persepsi bahwa kondisi
keamanan yang rawan bagi
wisatawan
Total

7.3 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata


Kecamatan Puspo
Kekuatan Kelemahan
1. Memiliki desa dengan kekentalan 1. Belum memiliki pengelolaan wisata
adat/budaya suku Tengger yang profesional
2. Memiliki produk pertanian unggulan 2. Belum melakukan kegiatan promosi
holtikultura dan perkebunan dan pemasaran pariwisata
Peluang: Strategi S-O Strategi W-O
1. Dukungan Perpres no 80 1. Merancang paket wisata adat – 1. Melakukan pendampingan dan
tahun 2019 terkait budaya Suku Tengger bimbingan bagi pengelola pariwisata
pengembangan tema 2. Berkontribusi pada penyediaan dan POKDARWIS
agrowisata dan wisata komoditas / produk oleh – oleh khas 2. Bekerja sama dengan komunitas
adat melalui usaha – usaha pengolahan UMKM untuk memasarkan
2. Terdapat komunitas produk pertanian pariwisata dan produk – produk hasil
UMKM di Kabupaten olahan pertanian lokal
Pasuruan yang secara
akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Strategi S-T Strategi W-T


Ancaman:
1. Menjadikan sektor pariwisata Bekerjasama dengan kecamatan Tutur
1. Sarana dan prasarana
sebagai prioritas dan merancang untuk membuat rencana pengembangan
pariwisata yang kurang
rencana bisnis pariwisata desa mulai agrowisata dan kecamatan Tosari untuk
memadai
dari perbaikan infrastruktur secara rencana pengembangan wisata adat-
2. Infrastruktur akses belum
perlahan hingga pengadaan jasa – budaya
memadai di beberapa
jasa pariwisata pendukung yang
titik
melibatkan masyarakat
3. Persepsi bahwa kondisi
2. Menyediakan pos penjagaan
keamanan yang rawan
bekerjasama dengan polisi
bagi wisatawan
pariwisata

LAPORAN AKHIR 119


IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
1. Memiliki desa dengan
kekentalan adat/budaya suku
Tengger
2. Memiliki produk pertanian
unggulan holtikultura dan
perkebunan
Kelemahan:
1. Belum memiliki pengelolaan
wisata yang professional
2. Belum melakukan kegiatan
promosi dan pemasaran
pariwisata
Total

EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangan tema
agrowisata dan wisata adat
2. Terdapat komunitas UMKM
di Kabupaten Pasuruan yang
secara akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Kelemahan:
1. Sarana dan prasarana
pariwisata yang kurang
memadai
2. Infrastruktur akses belum
memadai di beberapa titik
3. Persepsi bahwa kondisi
keamanan yang rawan bagi
wisatawan
Total

LAPORAN AKHIR 120


7.4 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata
Kecamatan Purwodadi

Kelemahan
Kekuatan
1. Belum dipasarkan secara luas
1. Memiliki destinasi wisata yang
sebagai destinasi wisata
sudah dikenal cukup luas (Kebun
2. Masih terbatasnya kegiatan yang
raya Purwodadi)
melibatkan masyarakat secara luas
2. Memiliki desa wisata yang sudah
berkembang
Peluang: Strategi S-O Strategi W-O
1. Dukungan Perpres no 80 1. Mengembangkan paket agrowisata 1. Melakukan promosi dan marketing
tahun 2019 terkait terintegrasi dengan kecamatan Tutur secara terpusat di Kabupaten
pengembangan tema 2. Pengembangan jasa tambahan Pasuruan tentang terkait agro wisata
agrowisata yakni wisata pariwisata seperti akomodasi 2. Ikut berpartisipasi dalam komunitas
berbasis kawasan penginapan, penyedia makanan – UMKM Kabupaten Pasuruan
agropolitan minuman, ataupun menjadi pusat sehingga menjadi ajang pemasaran
2. Terdapat komunitas pendidikan dan pelatihan bagi destinasi wisata
UMKM di Kabupaten
Pasuruan yang secara
akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Ancaman: Strategi S-T Strategi W-T


1. Aturan pusat yang 1. Merancang bisnis tambahan yang Meningkatkan peran aktif dari pengelola
sangat kompleks dapat menambah jumlah kunjungan wisata maupun POKDARWIS untuk
mengenai konservasi wisatawan seperti menjadi pusat secara bertahap membangun rencana
tanaman sehingga sulit pelatihan dan pendidikan atau iklim bisnis pariwisata yang lebih
untuk mengembangkan penyediaan pusat oleh - oleh kondusif
bisnis pariwisata (khusus 2. Melibatkan partisipasi masyarakat
keun raya purwodasi) secara lebih luas (seperti pihak
2. Akses jalan yang kurang perguruan tinggi atau dana CSR)
memadai untuk menuju untuk memperbaiki infrastruktur dan
desa wisata penyediaan saluran air bersih
3. Desa wisata memiliki
kesulitan penyediaan air
bersih

IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
1. Memiliki destinasi wisata yang
sudah dikenal cukup luas
(Kebun raya Purwodadi)
2. Memiliki desa wisata yang
sudah berkembang
Kelemahan:
1. Belum dipasarkan secara luas
sebagai destinasi wisata
2. Masih terbatasnya kegiatan
yang melibatkan masyarakat
secara luas

Total

LAPORAN AKHIR 121


EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangan tema
agrowisata yakni wisata
berbasis kawasan
agropolitan
2. Terdapat komunitas UMKM
di Kabupaten Pasuruan yang
secara akitf membina dan
memasarkan produk
anggotanya

Kelemahan:
1. Aturan pusat yang sangat
kompleks mengenai
konservasi tanaman
sehingga sulit untuk
mengembangkan bisnis
pariwisata (khusus keun
raya purwodasi)
2. Akses jalan yang kurang
memadai untuk menuju desa
wisata
3. Desa wisata memiliki
kesulitan penyediaan air
bersih
Total

7.5 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata


Kecamatan Purwosari
Kekuatan
1. Memiliki daya tarik pariwisata
edukasi pertanian yang dikelola
secara professional Kelemahan
2. Memiliki destinasi wisata buatan 1. Terdapat destinasi wisata yang
yang cukup mengakomodasi belum memiliki rencana bisnis
segmentasi keluarga sehingga pariwisata dalam jangka pendek,
mendukung tema wisata edukasi menengah maupun panjang
3. Memiliki variasi produk pertanian 2. Desa wisata belum memiliki SDM
unggulan yang banyak mulai dari pariwisata yang profesional
holtikultura, perternakan, dan 3. Promosi dan pemasaran pariwisata
perkebunan dilakukan individual
4. Kebanyakan destinasi wisata
memiliki hubungan yang baik
dengan masyarakat sekitar
Peluang: Strategi S-O Strategi W-O
1. Dukungan Perpres no 80 1. Mengembangkan UPA menjadi 1. Pengembangan paket wisata
tahun 2019 terkait entitas bisnis pariwisata dengan edukasi Sukorejo
pengembangan tema rencana bisnis jangka panjang 2. Melakukan pelatihan dan pendidikan
wisata edukasi yang 2. Mengembangkan UPA menjadi SDM POKDARWIS di UPA
terpusat di UPA (Unit pusat pelatihan dan pendidikan yang 3. Melakukan pemasaran dan distinasi
Peternakan Aliansi) terbuka untuk masyarakat luas wisata edukasi secara terpusat
2. Telah direncanakan 3. Membuat paket wisata edukasi melalui Kabupaten Pasuruan

LAPORAN AKHIR 122


membangun beberapa terintegrasi dengan melibatkan UPA
infrastruktur penunjang di sebagai atraksi pertunjukan
UPA dan sekitarnya budidaya ternak

Strategi S-T Strategi W-T


Ancaman: 1. Memberdayakan masyarakat sekitar Mengembangkan rencana bisnis
1. Infrastruktur akses jalan untuk menyediakan jasa angkutan pariwisata mulai dari jangka pendek
kurang memadai di maupun penyedia akses informasi (seperti penyediaan akses informasi dan
beberapa lokasi destinasi menuju destinasi wisata yang sulit akomodasi) hingga jangka Panjang
wisata terjangkau (seperti pengembangan atraksi – atraksi
baru)

IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
1. Memiliki daya tarik pariwisata
edukasi pertanian yang
dikelola secara professional
2. Memiliki destinasi wisata
buatan yang cukup
mengakomodasi segmentasi
keluarga sehingga
mendukung tema wisata
edukasi
3. Memiliki variasi produk
pertanian unggulan yang
banyak mulai dari holtikultura,
perternakan, dan perkebunan
4. Kebanyakan destinasi wisata
memiliki hubungan yang baik
dengan masyarakat sekitar
Kelemahan:
1. Terdapat destinasi wisata
yang belum memiliki rencana
bisnis pariwisata dalam jangka
pendek, menengah maupun
panjang
2. Desa wisata belum memiliki
SDM pariwisata yang
professional
3. Promosi dan pemasaran
pariwisata dilakukan individual
Total

EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangan tema wisata
edukasi yang terpusat di
UPA (Unit Peternakan
Aliansi)
2. Telah direncanakan
membangun beberapa
infrastruktur penunjang di
UPA dan sekitarnya

LAPORAN AKHIR 123


Kelemahan:
Infrastruktur akses jalan kurang
memadai di beberapa lokasi
destinasi wisata

Total

7.6 Pemetaan Potensi, Peluang dan Tantangan Pengembangan Pariwisata


Kecamatan Sukorejo

Kelemahan
Kekuatan 1. Desa wisata belum memiliki
Memiliki daya Tarik agrowisata yang rancangan bisnis pariwisata
sangat unik yakni kebun matoa dan 2. Belum terpublikasi secara luas
kurma karena seluruh destinasi wisata baru
dirintis
Peluang: Strategi S-O Strategi W-O
1. Dukungan Perpres no 80 1. Mengembangkan paket agrowosata 1. Bekerjasama dengan kecamatan
tahun 2019 terkait terintegrasi dengan kecamatan Tutur Tutur (khususnya pihak desa) dalam
pengembangantema 2. Pengembangan atraksi / wahana merancang bisnis agrowisata
agrowisata yakni wisata wisata tambahan di desa terintegrasi
berbasis kawasan 3. Bekerjasama dengan komunitas 2. Bekerjasama dengan komunitas
agropolitan UMKM untuk mengembangkan jasa UMKM untuk memasarkan destinasi
2. Desa mendeklarasikan akomodasi penyedia makanan dan wisata secara lebih luas melalui
diri untuk fokus menjadi minuman sebagai usaha penunjang produk olahan kurma dan Matoa
desa wisata pariwisata sekitar
3. Melakukan kerjasama
dengan komunitas
UMKM untuk pengadaan
pusat oleh - oleh

Strategi S-T Strategi W-T


Ancaman:
1. Memasarkan destinasi wisata Mengembangkan rencana bisnis
1. Sarana dan prasarana
dengan mengandalkan teknologi pariwisata mulai dari jangka pendek
pariwisata yang kurang
untuk mengatasi kendala akses (seperti penyediaan akses informasi dan
di desa wisata
infrastruktur fisik akomodasi) hingga jangka Panjang
2. Infrastruktur akses jalan
2. Mengembangkan bisnis olahan (seperti pengembangan atraksi – atraksi
yang belum memadai di
kurma dan matoa sebagai usaha baru)
beberapa desa wisata
penunjang pariwisata

IFAS
Faktor Strategi Internal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)
Kekuatan:
Memiliki daya Tarik agrowisata
yang sangat unik yakni kebun
matoa dan kurma

Kelemahan:
1. Desa wisata belum memiliki
rancangan bisnis pariwisata
2. Belum terpublikasi secara luas
karena seluruh destinasi
wisata baru dirintis
Total

LAPORAN AKHIR 124


EFAS

Faktor Strategi Eksternal Bobot (A) Rating (B) Skor (A x B)


Kekuatan:
1. Dukungan Perpres no 80
tahun 2019 terkait
pengembangantema
agrowisata yakni wisata
berbasis kawasan
agropolitan
2. Desa mendeklarasikan diri
untuk fokus menjadi desa
wisata
3. Melakukan kerjasama
dengan komunitas UMKM
untuk pengadaan pusat oleh
- oleh

Kelemahan:
1. Sarana dan prasarana
pariwisata yang kurang di
desa wisata
2. Infrastruktur akses jalan
yang belum memadai di
beberapa desa wisata
Total

LAPORAN AKHIR 125


BAB VIII
Kesimpulan & Saran

9.1 Kesimpulan
Pengembangan destinasi wisata perlu adanya kerjasama dari seluruh pihak tidak
hanya dukungan dari pemerintah, tetapi peran masyarakat atau komunitas lokal
perlu dilakukan. Berdasarkan uraian kajian yang telah dilakukan, kesimpulan dari
kajian ini adalah :

1. Perlunya penguatan komunitas lokal dan dukungannya untuk melakukan


pengembangan pariwisata penunjang BTS.
2. Perbaikan infrastruktur dan sarpras penunjang untuk kenyamanan
pengunjung destinasi wisata dan akses ke wisata.
3. Pengembangan destinasi wisata harus juga diikuti pengembangan
kelembagaan dari unit usaha bisnis yang dilakukan seperti statu UPTD
dirubah menjadi BLU supaya lebih leluasa dan produktif dalam
pengelolaan dan administrasi.
4. Terintegrasinya destinasi wisata yang satu dengan yang lainnya dalam
bentuk paket wisata serta perluasan informasi melalui media sosial
mengenalkan destinasi wisata.

9.2 Saran
Saran yang dapat diajukan dalam kajian ini adalah

1. Pemerintah daerah perlu merubah bentuk kelembagaan di salah satu


destinasi wisata menjadi bentuk BLU dan membuat rancangan bisnis
pengembangan selanjutnya.
2. Komunitas lokal perlu memberdayakan SDM yanga ada di wilayah
destinasi untuk menggerakkan ekonomi lokal maupun tempat wisata.
3. Bagi yang dijadikan sebagai destinasi wisata adat, perlu penguatan
komunitas adat dan pelestarian budaya-budaya yang bisa dijadikan atraksi
wisata di wilayah tersebut.

LAPORAN AKHIR 126


Daftar Pustaka
Yoeti, O. A. (2008). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Percetakan
Penebar Swadaya.

Camilleri, A. M. (2018). Travel Marketing, Tourism Economics and the Airline Product.
Switzerland: Springer.

Undang-Undang No.9 Tahun 2010 tentang Kepariwisataan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025.

Rencana Induk Pengembangan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Pasuruan


Tahun 2014 – 2024.

Lee, Cheng-Fei (2015). An investigation of factors determining industrial tourism


attractiveness. Tourism and Hospitality Research 0(0) 1–14.

Horwath HTL (2015). Tourism Megatrends Report.


https://horwathhtl.com/publication/tourism-megatrends-report/

LAPORAN AKHIR 127

Anda mungkin juga menyukai