Anda di halaman 1dari 16

DAMPAK RIVALITAS ALJAZAIR-MAROKO TERHADAP UPAYA INTEGRASI

REGIONAL ARAB MAGHREB UNION (AMU) PASCA ARAB SPRING

Proposal Skripsi

Oleh :

Khairil Anhar Pulungan

151190086

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2022
DAMPAK RIVALITAS ALJAZAIR-MAROKO TERHADAP UPAYA RESTORASI

ARAB MAGHREB UNION (AMU) SEBAGAI PILAR INTEGRASI REGIONAL

MAGHRIB PASCA ARAB SPRING

A. Alasan Pemilihan Judul

Kawasan Afrika Utara atau lebih tepatnya Arab Maghrib, masih menjadi salah satu

kawasan dengan tingkat integrasi regional yang paling rendah. Arab Maghreb Union

(selanjutnya disingkat AMU) yang didirikan pada Februari 1979 di kota Marakesh, Maroko,

harus mengalami stagnansi dan disfungsi struktural sebagai akibat dari kurangnya Mutual

Trust (rasa saling percaya antar negara) dan keinginan untuk bekerjasama dari negara-negara

anggotanya, yakni Aljazair, Libya, Tunisia, Maroko dan Mauritania.

Aljazair dan Maroko merupakan dua negara bertetangga di wilayah Afrika Utara

(Maghrib) yang telah terlibat dalam serangkaian permusuhan dan pertentangan selama

beberapa dekade belakangan ini sebagai akibat dari separatisme di wilayah sahara barat.

Sementara di lain sisi, keduanya merupakan anggota dari Arab Maghreb Union (AMU),

sebuah organisasi regional yang berfokus pada integrasi ekonomi, pembangunan, dan politik.

Alasan utama pengambilan judul ini adalah terkait pola hubungan internasional

dimana negara-negara dunia lebih mengarahkan pandangan pada upaya kerjasama yang

bersifat regional seperti ASEAN, Uni-Eropa, dan khususnya AMU. Kerjasama yang bersifat

regional dinilai lebih efisien dan menjanjikan, melihat pada dasarnya sebuah kawasan tertentu

berisi negara-negara yang berbagi nilai budaya, stuktur geografis, hingga latar belakang

sejarah yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Persamaan relatif ini menjadi insentif bagi

Mutual Trust atau rasa saling percaya satu sama lain dalam penciptaan kerjasama yang

memberi keuntungan bagi semua pihak terkait.

1
Pasca serangkaian revolusi dan kudeta masyarakat arab terhadap pemerintahan di

negara-negara arab berkecamuk, wacana restorasi atau pembangunan kembali AMU mulai

dicanangkan oleh beberapa pimpinan negara-negara anggotanya seperti raja Muhammad VI

dari Maroko pada kunjungannya ke Tunisia 2012 lalu. Namun kemudian wacana ini

tampaknya harus terbengkalai setelah pada 24 Agustus 2021 lalu, Aljazair melalui menteri

luar negerinya, Ramdane Lamamra memutuskan hubungan diplomatik dengan maroko

sebagai tindak lanjut dari dugaan serangan siber dan dukungan terhadap kelompok separatis

yang melawan pemerintahan Aljazair.1

Hal inilah yang pada akhirnya menarik penulis untuk menganalisa peran seperti apa yang

dijalankan Aljazair dan Maroko di kawasan, serta bagaimana ketegangan hubungan keduanya

berdampak pada usaha restorasi AMU dan upaya integrasi regional di Arab Maghrib melalui

pendekatan regionalisme dalam hubungan Internasional.

B. Latar Belakang Masalah

Maghrib merupakan sebutan bagi kawasan di Afrika Utara berbatasan langsung dengan laut

mediterania di sebelah Utara dan gurun sahara di sebelah Selatan. Sementara istilah negara

maghrib mengacu pada Aljazair, Libya, Tunisia, Mauritania, dan Maroko (dalam hal ini ada

republik Arab Sahrawi yang statusnya masih dipertentangkan). Negara-negara Maghrib ini

kemudian tergabung dalam Arab Maghreb Union (AMU) dalam usaha mengintegrasikan

Ekonomi, perdagangan, dan politik kawasan.

1
Aljazeera News. 2021. “Algeria cuts diplomatic ties with Morocco over hostile actions”.

2
Gambar 1 : Peta Arab Maghrib dan demografi (Brussel International Center Report. 2019).

Union de Maghrebe de Arabe (UMA), atau secara global dikenal dengan Arab

Maghrib Union (AMU) merupakan organisasi yang bertujuan untuk mengembangkan

integrasi ekonomi politik regional maghrib melalui perdagangan bebas dan pembukaan akses

perbatasan antar negara maghrib untuk memudahkan mobilisasi masyarakat, barang dan jasa.

Organisasi ini di diinisiasikan oleh diktator Libya sebelumnya, Muammar Ghadafi, yang

kemudian mengadakan konferensi bersama di kota Marakesh, Maroko, dengan raja

Muhammad V sebagai tuan rumah untuk menandatangani kesepakatan perdagangan bebas

sekaligus menandai berdirinya AMU pada 17 Februari 1989.2 Perjanjian utama dalam akta

berdirinya AMU tersusun atas keinginan untuk memperdalam Kerjasama ekonomi dan

perdagangan demi pembangunan kesejahteraan, penyempurnaan kemerdekaan, dan

keamanan bersama negara-negara maghrib.

Keinginan untuk menciptakan kawasan Maghrib yang terintegrasi secara ekonomi dan

politik melalui AMU ini berakar pada relativitas kesamaan budaya, sejarah dan kondisi

2
Lounnas, Djalil dan Nizar Messari. 2018. “Algeria-Morocco Relations And Their Impact On the Maghrebi
Regional System”. Menara Working Papers. No. 20, October 2018.

3
geografis kawasan. Secara budaya, masyarakat negara-negara maghrib yang jika ditotalkan

berjumlah lebih dari 100 juta jiwa didominasi oleh orang-orang berbahasa Arab, sementara

sisanya adalah dari etnis berber dan pendatang-pendatang lain dari eropa. Islam sunni sebagai

agama dominan di maghrib juga menjadi salah satu unsur penyusun penting dari kesamaan

budaya masyarakat Maghrib. Dari sisi sejarah, Algeria, Maroko, dan Tunisia dulunya berdiri

sebagai bekas jajahan bangsa Perancis. Sementara seperti dijelaskan sebelumnya, negara-

negara maghribi memiliki kondisi geografis yang hampir mirip dengan struktur savanah laut

mediterania di Utara, lalu gurun pasir sahara di sebelah Selatan. Membentang dari timur

Libya hingga ujung Mauritania. Dimana pendapatan utama dari negara-negara maghrib

berasal dari minyak bumi, agrikultur, mineral alam yang dialamnya termasuk emas dan

fosfat.

Meskipun memberikan jalur dan kemungkinan lebih besar terhadap tujuan integrasi

bersama, kesamaan relatif ini nyatanya tidak cukup kuat untuk membangun integrasi. Proyek

integrasi yang diusahakan AMU harus menghadapi banyak sekali tantangan dan

permasalahan yang nantinya berujung pada hilangnya peran organisasi tersebut menuju

kondisi yang disebut ‘Dormant” atau tertidur, dimana fungsi-fungsinya tidak lagi berjalan

sesuai yang disepakati di awal pembentukannya. Permasalahan-permasalahan seperti

instabilitas politik masing-masing negara, terorisme, separatisme, pemberontakan hingga

perbedaan pandangan antara pemimpin negara menjadi dinding penghalang proses integrasi

regional maghrib. Sementara itu, ketegangan dan pertikaian berkelanjutan dari Aljazair dan

Maroko menjadi semacam semen perekat dari dinding tersebut yang semakin sulit untuk

ditembus menuju integrasi.

Dalam hal ekonomi, negara-negara maghrib sangat tidak terintegrasi terutama dalam

hal perdagangan dan perputaran barang regional. Negara-negara Maghrib cenderung menutup

perbatasannya satu sama lain sebagai dampak dari ketidakstabilan politik, jaringan terorisme,

4
dan ketegangan hubungan seperti yang terjadi antara Aljazair dan Maroko. Negara-negara

maghrib lebih memilih untuk mengembangkan kerjasama ekonomi perdagangan dengan

negara-negara lain diluar maghrib. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam gambar dibawah

ini :

Gambar 2 Diversifikasi pilihan kerjasama ekonomi negara Maghrib.3

Hal ini juga membuat AMU menjadi organisasi regional dengan tingkat integrasi

perdagangan intra-regional paling rendah di Afrika. Keengganan bekerjasama mendatangkan

ketergantungan pada sumber impor dari eropa dan negara maju lainnya, penutupan

perbatasan dan rumitnya proses pembuatan visa memperkecil kemungkinan perdagangan,

kurangnya strategi liberalisasi perdaganan dan kerjasama. Perdagangan intra-regional antara

negara-negara maghrib tahun 2013 jika di rata-ratakan bernilai hanya sekitar 5% dan terus

pengalami penurunan. Dibuktikan dengan hanya 3,1% di 2016, dan 2,7% di 2017. Selain itu,

3
IMF .2018.”Economic Integration in the Maghreb – An Unstapped Source of Growth”. International Monatary
Fund Report

5
negara-negara maghrib juga memberlakukan tariff tinggi untuk barang-barang yang dating

dari sesama mereka. Seperti misalnya Aljazair sendiri dengan tingkat tariff dagang mencapai

12%, menjadikannya sebagai negara dengan pasar paling ketat di region Maghrib.4

Aljazair dan Maroko sendiri merupakan dua negara terdepan di Maghrib yang berbagi

1550 Km perbatasan bersama. Masyarakat kedua negara tersebut pada dasarnya hampir sama,

jika tidak dapat dikatakan sepenuhnya sama. Sekitar 70% penduduk Aljazair berasal dari

etnis arab, tidak jauh berbeda dari 76% etnis arab di Maroko, sementara sisanya merupakan

komposisi dari etnis berber dan imigran dari benua eropa. Secara historis, keduanya juga

merupakan bekas jajahan Perancis yang kemudian memilih untuk Merdeka ditahun 1952

untuk Maroko yang kemudian sepuluh tahun kemudian untuk Aljazair (1962). Permasalahan

utama dari ketegangan hubungan Aljazair dan Maroko adalah isu Sahara barat, dimana

Aljazair dinyatakan telah memberikan sejumlah bantuan terhadap kelompok POLISARIO,

sebuah gerakan separatisme yang ingin mendirikan pemerintahan sahara barat dan keluar dari

negara Maroko. Isu inilah yang membentuk pola hubungan penuh kecurigaan dan rivalitas

antara kedua negara yang berlangsung hingga sekarang ini. 5


pada 2017, Maroko menarik

duta besarnya untuk Aljazair, setelah menteri luar negeri Aljazair melontarkan komentar

negatif terhadap pemerintahan Maroko. Kelanjutannya pada januari 2018, terjadi kontak

militer anatara kelompok POLISARIO dan angkatan perang Maroko di wilayah Guerguerat,

yang merupakan zona demiliterisasi dekat dengan perbatasan Aljazair. Pertempuran ini

sempat dikhawatirkan akan mengalami eskalasi dan menyeret Aljazair dalam perang terbuka

dengan Maroko atas kegiatan militernya di wilayah perbatasan.6

Perbedaan arah politik luar negeri juga menjadi faktor tambahan yang mempengaruhi

hubungan rivalitas Aljazair-Maroko. Seperti pada bulan Mei 2018, Maroko bergabung
4
Parshotam, Amisha.2020. “Regional Integration for the Arab Maghreb Union : Looking Beyond the Horizon”.
Konrad Regional Political Dialogue South Mediteraian. No.30. November 2020
5
Ibid
6
Ibid

6
dengan Islamic Military Counter Terorism Coalllition (IMTC) yang didirikan oleh Arab

Saudi, sementara Aljazair menolak untuk bergabung setelah Maroko melalui IMTC

menyatakan bahwa Iran melalui Hizbullah telah menyuplai persenjataan kepada kelompok

POLISARIO dengan bantuan Aljazair. Setelah menyangkal keterlibatannya, Aljazair

kemudian melaksanakan latihan militer berskala besar diwilayah barat, berdekatan dengan

perbatasan Maroko. Latihan ini merupakan unjuk kekuatan terbesar yang dilakukan oleh

Aljazair pasca kemerdekannya.7

Tensi terus memanas dalam hubungan Aljazair dan Maroko meskipun pada faktanya

mereka masih berhubungan secara diplomatik. Sayangnya hal ini segera hancur setelah

Maroko menginisiasi normalisasi hubungan dengan Israel, yang dikutuk oleh Aljazair sebagai

sebuah penghianatan terhadap tanah Arab.8 Aljazair membalas dengan melakukan review

terhadap hubungan diplomatic dengan Maroko. Yang pada akhirnya berujung pada

diputusnya hubungan diplomatik dengan Maroko oleh Aljazair yang diumumkan melalui

konfernsi pers menteri luar negeri Ramtane Lamamra pada 24 Agustus 2021. Untuk kesekian

kalinya hal ini menutup sebagian jalan bagi cita-cita integrasi yang selalu dicita-citakan

masyarakat AMU.

Aljazair sebelum pemutusan hubungan diplomatik tersebut sebenarnya telah

menginisiasikan dan mengundang para pimpinan maghrib untuk membahas agenda restorasi

AMU pada November 2018. Aljazair menghubungi sekretaris jenderal AMU, Tayeb

Bakouche untuk mengadakan pertemuan antara para menteri luar negeri negara maghrib yang

kemudian akan berlanjut pada koferensi besar para pimpinan maghrib.pertemuan ini akan

membahas terkait restorasi atau lebih jelasnya perbaikan ulang struktur, keaktifan, dan

7
Barth, May.2019. “Regionalism in North Africa: The Arab Maghreb Union in 2019”. Brussels International
Center policy report. June 2019
8
Afrique, Jenue.2021. “Algeria Breaks off Relations with Morocco, Citing Fires and Israel”. The Africa Report
diakses dari https://www.theafricareport.com/121545/algeria-breaks-off-relations-with-morocco-citing-fires-
and-israel/

7
program itegrasi regional maghrib dibawah pilar AMU Sayangnya hal ini harus berhenti pada

hanya pertemuan menteri luar negeri dikarenakan tensi memanas yang berujung pada

penutupan hubungan diplomatis Aljazair-Maroko.

C. Rumusan Masalah

Untuk memfokuskan penelitian ini, penulis bergerak dari pertanyaan penelitian yakni:

“Bagaimana Dampak Ketegangan dan Rivalitas hubungan Aljazair-Maroko terhadap

Restorasi Arab Maghreb Union (AMU) Sebagai Pilar Integrasi Regional Maghrib Pasca Arab

Spring?”

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka penelitian ini pada dasarnya

berpegang pada konsep Regionalisme, Sebuah konsep yang sering dipersamakan dengan

konsep kawasan atau studi region. Teori regionalisme mulai berkembang pada masa pasca

perang dingin dengan berakhirnya dualisme blok barat dan timur melahirkan apa yang

disebut Andrew Hurrel sebagai Regional Awareness/Regional Consciousness dimana negara-

negara mulai menemukan kepentingan untuk menjalin Kerjasama dalam cakupan Kawasan

(Region).

Regionalisme tersusun atas proses yang disebut integrasi regional. Sebuah proses yang

menuntut negara-negara di sebuah region bukan hanya untuk mengoorganisasikan diri

melalui institusi formal, namun lebih jauh lagi untuk meningkatkan hubungan antar negara-

negara tersebut yang membentuk sebuah identitas tunggal bagi mereka. Terbentuknya

identitas tunggal tersebut diartikan sebagai regional Cohesion, sebuah persepsi yang

terbangun antar beberapa negara bahwa mereka berbagi tempat dan kepentingan yang sama

dalam banyak hal seperti budaya, nilai, permasalahan, dan kebutuhan bersama. Regional

8
Cohesion sendiri menurut Andrew Hurrel merupakan kondisi yang mencakup dua hal yakni;

(1) ketika region mampu memainkan peran dalam mengintegrasikan hubungan antara negara-

negara didalamnya dan mengatur cara mereka berinteraksi ke dunia luar secara tidak terpisah

satu sama lain, (2) Ketika region mampu membentuk sebuah basis kebijakan bersama dan

penyelesaian terhadap isu-isu bersama dalam satu kerangka regional.9

Joseph S. Nye mendeskripsikan regionalisme sebagai sebuah bentuk kedekatan

(Cohesion) antar negara-negara bukan hanya dalam hal wilayah geografis, namun juga Social

Cohesiveness (etnisitas, ras, bahasa, agama, hingga latar belakang sejarah dan kebudayaan),

Economic Cohesiveness (pola perdagangan dan interdependensi ekonomi), Political

Cohesiveness (kesamaan pola pemerintahan, rezim dan ideologi), dan Organizational

Cohesiveness (Keberadaan institusi regional).10 Dalam hal ini, negara-negara maghrib masih

dalam proses panjang menuju regionalisme, dengan rivalitas Aljazair-Maroko sebagai satu

contoh kurangnya cohesiveness dan integrasi diantara mereka.

T. May Rudy memberikan penegasan yang dikutip oleh Nuraeni S, Deasy Silvya, dan

Arifin Sudirman bahwa hal yang paling mendasar dan penting dalam kajian regionalisme

adalah peninjauan terhadap derajat keeratan dan Integrasi (Level Of Cohesiveness), Strukur

politik, hubungan dan distribusi peran dalam kawasan (Structure Of Relations, serta tinjauan

terhadap probabilitas kerjasama melalui rasa kebersamaan dan identitas bersama (Mutual

Identity). Namun, dikarenakan kebanyakan faktor diatas lebih bersifat normatif, hal ini
11

cukup sulit untuk diukur dengan indikator spesifik yang tepat. Meskipun dikatakan bahwa

Aljazair-Maroko terlibat dalam rivalitas dan ketegangan, keduanya masih bekerjasama dalam

skala kecil di bidang-bidang tertentu seperti perdagangan.

9
Hurrell, Andrew. 1995. “Explaining the Resurgence of Regionalism in World Politics”. Cambridge Review of
International Studies. Vol. 21, No. 04. October 1995. Hal 331-358
10
Nye, Joseph S. 1968. International Regionalism : readings . Brown and Co. Boston 1968.
11
S, Nuraeni, Deasy Silvya, Arifin Sudirman. Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional. Penerbit
Pustaka Pelajar. Yoyakarta

9
Pada Konferensi Uni Afrika ke-28 pada januari 2017, di Addis Ababa, Raja Muhammad

VI dari Maroko menyatakan bahwa Integrasi kawasan arab maghrib yang dulu diperjuangkan

bersama dalam kerangka AMU sekarang hanyalah mimpi yang telah padam dan hilang dari

jiwa negara-negara maghrib.12 Menjadi bukti bahwa kawasan maghrib kekurangan optimisme

terhadap Integrasi yang menjadi salah satu penysusun utama dari regionalisme. Para

pemimpin Maghrib gagal melihat bahwa kerjasama yang terintegrasi secara ekonomi dan

politik akan memberikan keuntungan bersama yang lebih besar daripada pembatasan dan

penutupan akses seperti yang dijelaskan dibagian sebelumnya. Terutama terkait variabel

utama dalam penelitian ini, yakni rivalitas Aljazair dan Maroko yang merupakan dua

kekuatan utama di kawasan.

E. Argumen Pokok

Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, argumen dasar dari penulis berkaitan

dengan dampak yang disebabkan rivalitas Aljazair-Maroko terhadap upaya restorasi AMU

adalah stagnansi hingga kegagalan total AMU sebagai institusi pelaksana upaya integrasi

regional. Integrasi regional membutuhkan tingkat Regional Cohesion atau kesatuan Kawasan

dan hal inilah yang belum dimiliki oleh AMU dalam regionalismenya. Negara-negara

maghrib belum bisa mencapai level dasar dalam banyak segi Cohesion seperti perdagangan

Intraregional yang tertutup, perbedaan pandangan politik penguasa, hingga minimnya

mobilitas antar penduduk negara di Kawasan maghrib meskipun untuk beberapa bidang

seperti Bahasa dan kebudayaan telah dicapai pada level tertentu. Mengingat bahwa saat ini

Libya masih tenggelam dalam perebutan kekuasaan domestik, menempatkan Aljazair dan

Maroko sebagai dua tokoh utama yang seharusnya berperan sebagai penggerak regionalisme

maghrib. Keengganan mereka untuk bekerjasama satu sama lain, terlihat dari penutupan

12
----. 2018. “Maghreb : Dream of Unity, Reality of Divisions”. Aljazeera Centre For Studies.diakses dari
https://studies.aljazeera.net/en/reports/2018/06/maghreb-dream-unity-reality-divisions-
180603092643658.html

10
perbatasan,tariff dagang tinggi, hingga pemutusan hubungan diplomatik bermakna bahwa

kemungkinan untuk diaktifkannya kembali AMU akan sangat kecil. Ini berarti bahwa pilar

institusi utama bagi integrasi maghrib, yakni AMU akan kembali hilang. Regionalisme dan

Regional Cohesion wilayah maghrib akan semakin jauh untuk dicapai.

F. Metode Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikaji, maka metode penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini yakni:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan penulis yaitu deskriptif kualitatif yang berupa

penjelasan yang disertai fakta-fakta yang berasal dari data yang dapat ditemukan oleh penulis

dalam sumber tertulis yang nantinya akan dicantumkan dalam penelitian ini.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan, yaitu melalui pengumpulan data-data

sekunder yang dapat diperoleh dari hasil penelitian terdahulu, yang sekiranya mempunyai

fokus pembahasan serupa. Selain itu, penulis juga mengumpulkan data-data dari buku, berita,

maupun artikel yang relevan dengan masalah yang dikaji baik dalam bentuk data fisik

ataupun data online yang bersumber dari internet.

3. Teknik Analisis Data

Dalam hal temuan dan data, penulis meganalisisnya melalui cara deskriptif. Temuan

dan data berbentuk apapun yang didapatkan dalam proses penelitian akan dikaji secara

seksama sesuai dengan pisau analisis yang dipakai oleh penulis yang kemudian

diinterpretasikan kedalam penelitian ini dengan lebih sesuai dan relevan kedalam tulisan yang

komprehensif.

G. Tujuan dan Manfaat Penelitian.

11
Tujuan Utama dari penelitian ini adalah untuk menjadi alat bantu bagi penulis dan

pembaca dalam mengetahui bagaimana sebenarnya sebuah pertikaian dan hubungan yang

penuh ketegangan antar negara, dalam hal ini Aljazair dan Maroko berdampak pada agenda

integrasi suatu kawasan, yakni regional arab maghrib. Serta bagaimana hubungan kedua

negara tersebut berdampak pada keberlangsungan sebuah institusi regional, dalam hal ini

Arab Maghrib Union (AMU) yang pada dasarnya tidak hanya terdiri dari Aljazair dan

Maroko saja.

Manfaat dari penelitian ini pada dasarnya adalah sebagai sumber pengetahuan

tambahan tentang studi regional terutama di kawasan Maghrib dan benua Afrika melalui

persfektif ilmu hubungan internasional. Seperti bagaimana dimasa sekarang ini, isu

kawasan/regional menjadi semakin menarik dengan banyaknya institusi-institusi regional

yang telah berhasil maupun dalam proses integrasi sebuah kawasan secara ekonomi,

pembangunan, hingga politik.

H. Batasan Penelitian

Sebuah penelitian memerlukan fokus yang terarah terkait prioritas objek atau

fenomena yang diteliti untuk dapat menghasilkan pemahaman yang lebih komprehensif dan

terstruktur. Maka berangkat dari pertanyaan penelitian sebelumnya, penelitian ini terbatas

pada penjelasan tentang bagaimana rivalitas dan ketegangan antara Aljazair dan Maroko

berdampak pada stagnannya proses integrasi kawasan maghrib yang diperjuangkan oleh

institusi Arab Maghrib Union (AMU). Penjelasan didalam penelitian ini hanya akan melihat

pada beberapa hal seperti, peran apa yang dimainkan oleh Aljazair dan Maroko dalam sistem

regional maghrib, bagaimana wacana restorasi arab maghrib berkembang pasca Arab Spring,

dan keterkaitan antara kedua hal tersebut. Maka dari itu, data yang diambil akan lebih

dominan pada sumber-sumber referensi tahun 2011 sebagai titik puncak fenomena Arab

12
Spring khususnya hingga 3 tahun belakangan ini dimana Covid-19 yang menghancurkan

banyak lini ekonomi berhasil menuntut negara-negara maghrib untuk segera menginisiasikan

kerjasama ekonomi yang lebih terintegrasi.

I. Sistematika Penelitian

Penelitian ini akan terbagi menjadi empat bab, yakni:

Bab Satu, yaitu pendahuluan yang terdiri dari alasan pemilihan judul, latar belakang,

rumusan masalah, kerangka teori, argumen pokok, metode penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, batasan penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab Dua, yaitu pembahasan yang akan menjawab rumusan masalah dengan

memaparkan secara sistematis keberadaan institusi Arab Maghreb Union (AMU), alas an

berdirinya, perkembangan serta permasalahan yang dihadapi AMU terutama dalam hal

kondisi hubungan Aljazair-Maroko. Bab ini juga akan membahas lebih lanjut peran Aljazair-

Maroko dan rivalitas keduanya dalam perjalanan AMU, hingga persoalan-persoalan yang

menjadi kunci bagi ketegangan dan rivalitas mereka dihubungkan dengan kondisi AMU, serta

bagaimana hal pertama tadi berdampak pada proyek integrasi regional melalui restorasi

AMU.

Bab Tiga, yaitu pembahasan tentang implementasi konsep Regionalisme dalam hal

dampak yang disebabkan oleh rivalitas Aljazair dan Maroko terhadap upaya restorasi AMU

dan integrasi kawasan sesuai dengan kacamata regionalisme..

Bab Empat, yaitu penutup yang didalamnya mencakup kesimpulan terhadap

pertanyaan pada rumusan masalah yang diajukan di awal penelitian.

Referensi

Buku

13
S, Nuraeni, Deasy Silvya, Arifin Sudirman. 2010. Regionalisme Dalam Studi Hubungan

Internasional.. Penerbit Pustaka Pelajar. Yoyakarta. Agustus 2010.

Nye, Joseph S. 1968. International Regionalism : readings . Brown and Co. Boston. January

1968.

Report

Lounnas, Djalil dan Nizar Messari. 2018. “Algeria-Morocco Relations And Their Impact On

the Maghrebi Regional System”. Menara Working Papers. No. 20, October 2018.

Parshotam, Amisha.2020. “Regional Integration for the Arab Maghreb Union : Looking

Beyond the Horizon”. Konrad Regional Political Dialogue South Mediteraian. No.30.

November 2020. Diakses dari

https://www.kas.de/en/web/poldimed/single-title/-/content/regional-integration-for-the-

arab-maghreb-union-looking-beyond-the-horizon pada 11 Maret 2022.

Barth, May.2019. “Regionalism in North Africa: The Arab Maghreb Union in 2019”.

Brussels International Center policy report. June 2019. Diakses dari https://www.bic-

rhr.com/research/regionalism-north-africa-arab-maghreb-union-2019 Pada 21 Maret

2022.

Hurrell, Andrew. 1995. “Explaining the Resurgence of Regionalism in World Politics”.

Cambridge Review of International Studies. Vol. 21, No. 04. October 1995. Hal 331-

358. Diakses dari http://journals.cambridge.org/abstract_S0260210500117954 pada 16

Mei 2022.

IMF .2018.”Economic Integration in the Maghreb – An Unstapped Source of Growth”.

International Monatary Fund Report. Diakses dari

https://www.imf.org/en/Publications/Departmental-Papers-Policy-Papers/Issues/

14
2019/02/08/Economic-Integration-in-the-Maghreb-An-Untapped-Source-of-Growth-

46273 pada 15 Maret 2022.

Berita

Afrique, Jenue.2021. “Algeria Breaks off Relations with Morocco, Citing Fires and Israel”.

The Africa Report diakses dari https://www.theafricareport.com/121545/algeria-breaks-

off-relations-with-morocco-citing-fires-and-israel/ pada 28 februari 2022

Aljazeera News. 2021. “Algeria cuts diplomatic ties with Morocco over hostile actions”.

Diakses dari https://www.aljazeera.com/news/2021/8/24/algeria-cuts-diplomatic-ties-

with-morocco pada 28 februari 2022

----. 2018. “Maghreb : Dream of Unity, Reality of Divisions”. Aljazeera Centre For

Studies.diakses dari https://studies.aljazeera.net/en/reports/2018/06/maghreb-dream-

unity-reality-divisions-180603092643658.html Pada 15 Maret 2022.

Belbagi, Zaid. 2020. “Maghreb Countries Must Take This Opportunity To Unite”. Arab

News.Diakses dari https://www.arabnews.com/node/1774881 pada 11 Maret 2022.

Fetouri, Mustafa. 2019. “The Arab Maghreb Union That Never Was”. Middle East Monitor.

Diakses dari https://www.middleeastmonitor.com/20190228-the-arab-maghreb-union-

that-never-was/ pada 15 Maret 2022.

15

Anda mungkin juga menyukai