com
desyrindah.blogspot.com
desyrindah.blogspot.com
Curiosity House
The Fearsome Firebird
Buku Tiga
Diterjemahkan dari buku The Curiosity House #3, The Fearsome Firebird karya
Lauren Oliver & H.C. Chester terbitan HARPER, an imprint of Harper Collins.
Text copyright © 2017 by Laura Schechter & Harold Schechter
www.nourabooks.co.id
“SAM!”
Terperanjat gara-gara suara yang menggemuruh di
loteng sempit, Sam tak sengaja meremas model kapal
Viking kecil berskala sesuai aslinya, alhasil
meremukkannya hingga berkeping-keping.
“Luar biasa.” Thomas mengerutkan kening.
“Sekarang kita harus menggunakan apa sebagai
Pemundur?”
Thomas dan Sam sedang bermain Jebakan Maut,
permainan kompleks ciptaan Thomas sendiri yang
memanfaatkan motif bergelombang di karpet sebagai
papan dan beragam benda pampasan dari museum
sebagai pion. Kapal Viking memiliki peran kritis nan
penting: kapal mesti diputar sampai berhenti dan,
tergantung kepala naganya menghadap ke mana,
pemain bisa saja harus mundur beberapa langkah atau
bahkan memulai dari awal.
desyrindah.blogspot.com
lain.
“Kalau begitu,” suara Danny kembali meninggi
dengan nada mengancam, “kenapa aku masih saja
GATAL?”
Jenderal Farnum mengeluarkan suara mirip
geraman. “Pernahkah kau mempertimbangkan bahwa
kau dihinggapi tuma? Oh, pada zaman perang kami
melihat banyak tuma. Prajurit-prajurit paling jorok
selalu paling terpengaruh.”
“Dasar bedebah busuk, baru empat hari lalu aku
mandi—”
“Justru itu maksudku. Kau bau!”
“Kawan-Kawan.” Lash menengahi sekali lagi.
“Tidak ada alasan untuk marah-marah. Danny,” dia
menoleh kepada sang Manusia Kerdil yang berang,
“aku benci berkata begini, tapi Jenderal Farnum
benar. Nyatanya, kau tidak seharum sebuket aster.
Dan Jenderal Farnum,” Lash menoleh kepada sang
Jenderal sebelum Danny lagi-lagi berceloteh gusar,
“bisa saja salah satu, anu, spesimenmu kabur, ya
‘kan?”
“Tidak,” kata Jenderal Farnum kaku. “Aku tidak
pernah kehilangan anak buah, Langtry—atau kutu,
dalam konteks ini.”
“Nah,” kata Lash buru-buru, sebelum
desyrindah.blogspot.com
itu.
Setengah anggota kepolisian New York City dan
setim agen khusus telah menyisir kota untuk mencari
Rattigan, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil,
sedangkan tiap perampokan berlangsung mulus sejauh
ini, tidak meninggalkan indikasi apa pun mengenai
siapa kira-kira dalangnya.
Pippa, Max, Sam, dan Thomas tahu Rattigan pasti
bertanggung jawab atas perampokan bank. Dan, jauh
di lubuk hati, jauh sekali, Pippa merasa sedikit ... lega.
Tentu saja Pippa tidak akan mau mengakui itu:
teman-temannya tidak akan mengerti dan, biasanya,
Pippa ikut-ikutan mengutarakan harapan semoga
Rattigan menghilang saja dari muka bumi.
Namun, jika Rattigan meninggal, maka Pippa tidak
akan memiliki kesempatan untuk menanyai pria itu
tentang orangtuanya. Dia tahu pendapat temannya
lain-lain. Tom merasa museum adalah rumah
sejatinya. Max berpikir bahwa memiliki orangtua
justru merepotkan dan dengan bangga menyatakan
dirinya yatim piatu kepada siapa saja yang mau
mendengarkan. Sam tahu orangtuanya bernama
Priscilla dan Joe dan tampaknya sudah puas.
Pippa menginginkan lebih. Bukan hanya nama,
melainkan juga foto, fakta-fakta, dan cerita-cerita.
desyrindah.blogspot.com
secepat kilat.
“Sudah tiga kali Anda menginjak …,” dia mulai
berucap, tetapi kata-katanya tersangkut di
tenggorokan. Rasa takut nan dingin
mencengkeramnya, seakan lantai baru saja ambruk
dan dia telah tercebur ke air es.
Pria itu mengenakan mantel panjang dengan kerah
ditegakkan dan topi fedora yang ditarik ke bawah
sehingga menutupi mata. Kedua tangannya yang
bersarung dimasukkan ke saku.
Salah satunya mencengkeram senjata api.
desyrindah.blogspot.com
Pria itu perlahan mengalihkan pandang ke arah
Pippa. Matanya cokelat tua, hampir hitam, dan
sedingin batu. Dia mengerutkan bibir sehingga
desyrindah.blogspot.com
menyerahkannya kepadamu.”
“Tolong menepi kalau Anda belum siap
bertransaksi,” kata pria bermuka kuyu dengan suara
cempreng, seperti dikeluarkan dari kaleng.
“Belum, ah,” kata Thomas kepada Sam.
“Sudah.”
“Belum.”
“Saudara-Saudara, saya mesti meminta Anda untuk
menepi supaya nasabah kami yang lain—”
“Thomas,” Pippa mencoba lagi, putus asa. Pria
bermantel panjang memindahkan tumpuan di
belakangnya. Pippa bisa merasakan bahwa
ketidaksabarannya semakin memuncak—bisa melihat
moncong senjatanya, beringsut naik di sakunya,
teracung tepat ke punggung bawah Pippa.
“Jangan sekarang, Pippa.” Thomas memelototi
Sam. “Kau kira aku tidak ingat kalau—”
Dia tidak sempat berkata-kata lebih lanjut. Pria
bermantel panjang mendorong Pippa kuat-kuat
sekaligus mencabut pistol dari sakunya. Dalam
sekejap, pria itu menyambar kerah baju Thomas dan
menodongkan revolver ke lehernya, merenggut
Thomas hingga terangkat dari lantai dan
menempelkan wajahnya ke jendela yang
memisahkannya dari kasir bank.
desyrindah.blogspot.com
pistol ….”
“Begitu.” Wajah Hardaway semakin merengut.
“Jadi, dia menakut-nakutimu setengah mati. Ada
lagi?” Dia mengedarkan pandang ke khalayak di
sepenjuru ruangan. Ketika tak seorang pun angkat
bicara, dia mendengus tak sabaran. “Sampaikan apa
saja. Apa dia tinggi? Pendek? Berkulit gelap? Terang?”
“Tinggi,” kata seorang wanita pendek sambil
bergidik. “Sangat tinggi.”
“Tidak tinggi-tinggi amat,” kata seorang pria
jangkung, tidak setuju. “Rata-rata, malah.”
“Dia mengenakan topi, tapi bisa kulihat rambutnya
berwarna gelap,” kata yang lain, tepat saat seorang
wanita sepuh yang menggendong seekor pudel
menggeliang-geliut berujar, “Kulitnya lumayan terang.
Rambutnya pirang, praktis putih.”
“Dia jelek,” kata Max.
“Dia membawa slip taruhan di saku,” kata Pippa,
“dan sebungkus korek api.”
“Dia berkumis,” imbuh Sam. “Kumisnya jelek.”
“Luar biasa.” Andaikan Hardaway anjing, Thomas
yakin dia akan menggeram untuk memamerkan gigi-
giginya. “Jadi, kita mencari pria yang mungkin tinggi
atau rata-rata, berambut terang atau gelap, berkumis,
suka berjudi, dan kadang-kadang membutuhkan
desyrindah.blogspot.com
mampet.
Setelah menggumamkan permohonan maaf, Max
kembali bergegas ke tangga penampil dan meloncati
dua anak tangga sekaligus, berhenti di tiap tingkat
untuk mengecek kalau-kalau Pippa, Thomas, atau
Sam berada di sana. Dia menemukan mereka di
loteng. Sam masih berpiama dan dia merona ketika
melihat Max, entah mengapa.
“Lihat,” sengal Max sambil menyodorkan surat
kepada Thomas dan nyaris tersandung Freckles, yang
sontak mengeong dengan nada menegur.
Thomas membaca surat itu dan mendunglah
wajahnya. Pippa, yang membaca bahkan tanpa
melihat lembar kertas secara langsung, menjadi pucat.
Sam mengambil surat dari Thomas, memegang kertas
dengan dua jari seperti takut digigit.
“Keras-keras,” kata Max dengan suara tercekik.
Dia sudah tahu dari siapa surat itu. Dia hanya perlu
tahu isinya.
Sam membaca dengan suara gemetar:
“‘Selamat, Anak-Anak, atas aksi kalian yang lagi-
lagi mempertunjukkan kesaktian pemberianku. Aku
bangga sekali. Tidak lama lagi, kuharap kalian juga
akan sangat bangga kepadaku.’”
Surat itu ditandatangani dengan satu nama; kata
desyrindah.blogspot.com
N-E-M-O-N-I-A.
N-U-M-O-N-I-A.
P-N-U-M-O-N-I-A.
Max menggigiti ujung pensilnya. Otaknya nyeri
karena kebanyakan berpikir. Mengapa mengeja saja
rumitnya minta ampun? Dan mengapa sejumlah kata
lebih panjang daripada kata-kata lain? Andaikan Max
menjadi presiden, dia akan menitahkan bahwa kata-
kata tidak boleh mengandung lebih dari dua suku
kata.
Jika begitu, tentu saja dia tidak bisa menjadi
presiden. Dia semata-mata akan menjadi presden.
Atau presid.
Monsieur Cabillaud mengetukkan penggaris ke
kertas Max. “Mata ke ujian,” katanya sambil
desyrindah.blogspot.com
besar.”
“Tiga menit,” Monsieur Cabillaud mengumumkan,
alhasil membuyarkan lamunan Max. Pria itu lalu
bersin keras-keras.
Max mendesah dan mencoba sekali lagi. P-N-E-U-
M-O-N-I-A. Dia menggeleng. Sudah pasti salah.
Namun, sebelum Max sempat menghapus jawaban
itu, seseorang menjerit—raungan tinggi merana yang
merambat dari lantai papan dan menggertakkan gigi
Max sampai ngilu.
Monsieur Cabillaud terlompat dari pinggir meja,
tempatnya bertengger. “Diam di zini, Anak-Anak.
Mata kalian—aw.” Dia tidak menyelesaikan
kalimatnya. Max keburu memelesat lewat, lari secepat
kilat ke tangga spiral hingga hampir menabrak
Monsieur Cabillaud. Pippa dan Sam mengikuti cepat-
cepat di belakangnya.
Monsieur Cabillaud buru-buru membetulkan
kacamata di hidung kecilnya yang mancung. “Zebagai
tutor kalian, aku menuntut agar kalian kembali ke zini
zekarang juga!” pekiknya.
Namun, sudah terlambat.
Dia berbicara ke ruang kelas yang kosong.
pria itu.
Disertai desahan dalam yang mengguncangkan
seluruh tubuhnya, Farnum akhirnya mampu
berbicara.
“Mati!” semburnya. “Mereka semua—mati!”
Untuk kali pertama, Max menyadari bahwa
terarium kaca, yang biasanya penuh sosok gelap yang
berkelebat ke sana kemari, ternyata sepi. Mendekat
sambil memicingkan mata, dia melihat seratusan titik
bertebaran di pasir: kutu-kutu mati, sekecil ujung
pensil, teronggok di lantai sirkus.
Betty terkesiap. Smalls merangkul wanita itu
dengan lengannya yang mahabesar dan menundukkan
kepala.
“Selamat malam, Kutu-Kutu Manis. Semoga
nyanyian bidadari mengiringi kalian ke tempat
peristirahatan,” kata Smalls khidmat sambil mengusap
setetes air mata.
“Mungkin mereka cuma tidur siang,” terka
Caroline.
“Jangan bodoh, Caroline,” kata Quinn. “Tentu
saja mereka bukan sedang tidur.” Dia menoleh kepada
Jenderal Farnum dan memegangi pundak pria itu
untuk menghibur. “Mungkin mereka cuma sedang
demam parah.”
desyrindah.blogspot.com
tentang Rosie.”
Kata-kata publisitas gratis berdampak pada Mr.
Dumfrey seperti kabel yang menyetrum baterai mati.
Posturnya seketika berubah. Bahunya menjadi tegak.
Dia membetulkan dasi kupu-kupunya yang mulai
miring ke kiri. Mr. Dumfrey berdeham.
“Wah,” katanya dengan sangat berwibawa,
“kurasa demi teman kita Jenderal Farnum, yang lalu-
lalu mesti aku ikhlaskan. Beres, kalau begitu. Besok,
akan kuhubungi Rosie Bickers sesegera mungkin!”[]
desyrindah.blogspot.com
11
sepakat.
Rosie kembali bersiul.
“Tapi,” Mr. Dumfrey buru-buru menambahkan,
“Jenderal Farnum tidak mungkin membunuhnya.
Kehormatan dan kekesatriaan. Dia hidup demi itu.”
“Dan kutu,” gumam Thomas.
“Hmm.” Rosie merentangkan jemari tangannya
lebar-lebar. “Apa lagi?”
Mr. Dumfrey terkesiap. “Apa maksud Anda?”
Rosie mencondongkan tubuh. “Mari kita buka-
bukaan kepada satu sama lain, Mr. Dumfrey,”
katanya. “Saya tidak dungu seperti pengunjung
museum Anda, yang melongo dan tercengang gara-
gara putri duyung palsu atau foto hasil utak-atik atau
jembalang kebun Inggris.”
“Semua spesimen alami saya seratus persen asli,”
kata Mr. Dumfrey kaku.
Rosie mengangkat alis tapi tidak mendebatnya.
“Inti dari perkataan saya adalah,” katanya, “kita
sama-sama tahu Anda ke sini karena satu alasan.
Cuma satu, titik. Saya menerima kasus yang berat-
berat. Yang nihil harapan, sebagaimana yang tertera
di pintu.” Dia menyandar ke kursi. “Jadi, apa lagi?
Polisi pasti mempunyai amunisi lebih daripada yang
Anda sampaikan barusan.”
desyrindah.blogspot.com
mulai.”
Berjam-jam mereka menelaah tumpukan koran
menguning yang berjamur, mencari-cari berita
mengenai Rattigan dan petunjuk tentang identitas
orang-orang yang membantu pria itu setelah pertama
kali kabur dari penjara. Namun, ternyata sia-sia.
Koran tidak dikelompokkan menurut tahun—sama
sekali tidak dikelompokkan secara teratur, malah—
dan sekalipun mereka menemukan banyak informasi
tentang Rattigan, semuanya sudah mereka ketahui.
Akhirnya, Thomas berdiri. “Ini percuma,” katanya.
Sam seratus persen setuju. Lututnya ngilu karena
duduk bersila, sedangkan punggungnya pegal karena
membungkuk untuk membaca cetakan berumur
puluhan tahun. Lagi pula, hari sudah mulai gelap dan
barang-barang Sadowski yang menggunung mulai
memancarkan bayangan gelap ke lantai,
mengingatkan Sam akan jari-jari bengkok yang
hendak menggapai.
Mereka merunut jalan ke pintu, tetapi justru
tersasar ke sebuah ruangan asing yang hampir
seluruhnya dipenuhi sangkar burung.
“Hmm.” Thomas mengerutkan kening. “Mungkin
kita seharusnya belok kiri di patung dada plester
Beethoven?”
desyrindah.blogspot.com
harapan.
“Tidak, bukan Von Stikk.” Thomas menggosok-
gosok samping hidungnya. “Maksudku, kita bisa
membantu Jenderal Farnum.”
Sam menatapnya. “Tapi, polisi—”
Pippa serta-merta menyuarakan protes, seolah Sam
barusan mengumpat.
“Polisi selalu mencari solusi yang kelihatannya
sudah jelas,” kata Thomas sambil menggeleng.
“Farnum tidak membunuh Ernie Erskine. Soal itu kita
sudah sepakat, ya ‘kan?”
Semua mengangguk.
“Tapi, dia memang mendatangi Erskine,” lanjut
Thomas. “Artinya, si pembunuh pasti menemui
Erskine setelah Jenderal Farnum. Mungkin dia
meninggalkan barang bukti.”
“Misalkan apa?” dengus Max. “Jejak tangan
berlumur darah?”
“Tidak mungkin!” Burung Api berkoak sambil
mengacak-acak bulunya, seperti sedang mengakak.
“Sangat tidak mungkin!”
“Oh, tutup paruhmu,” kata Pippa dongkol.
Thomas mengangkat bahu. “Misalkan apa saja.
Layak untuk dicari, ‘kan?” Tidak ada yang
menimpali. “Betul, ‘kan? Atau haruskah kita percaya
desyrindah.blogspot.com
langkah selanjutnya.
Namun, di manakah Rattigan? Dan, apa yang
selanjutnya akan dia lakukan?
Masih banyak penonton yang berkeliaran di
seputar lobi, sebagian mengelilingi Emily, yang dengan
riang memberikan tanda tangannya. Pippa melihat
Rosie Bicker di pojok, di dekat awetan emu Tasmania
raksasa, sedang bercakap-cakap serius dengan Mr.
Dumfrey. Mr. Dumfrey memeluk sangkar Burung Api
dan sesekali menoleh untuk mendekut-dekut kepada
unggas itu, rupanya sedang berusaha menenangkan si
burung selepas musibah di atas panggung.
Berdasarkan reaksi burung itu—yakni memekik,
mengepak-ngepakkan sayap, dan berusaha menggigit
hidung Mr. Dumfrey sampai putus—kelihatannya
upaya Mr. Dumfrey kurang berhasil.
Sebelum mereka sempat mencapai pintu, Mr.
Dumfrey menoleh dan melihat mereka. “Sam!
Thomas! Pippa! Max!” Dia mengedikkan dagu ke
langit-langit dan, kalaupun Pippa tidak bisa membaca
pikiran, dia niscaya memahami maksud Mr. Dumfrey:
Ke kantorku, sekarang.
ada alasan.
“Polisi sekarang harus membebaskan Farnum.”
Sam mengedarkan pandang penuh harap ke sepenjuru
ruangan. “Akan kita buktikan bahwa Erskine masih
hidup ketika Jenderal Farnum pergi. Saksi mata yang
Anda temukan tinggal kita ajak saja ke polisi.”
“Ah, mengenai itu.” Rosie meringis. “Dengar, aku
rela memercayakan nyawa kepada narasumberku.
Mereka tidak pernah mengecewakanku, tidak pernah
mengibuliku. Tapi, pendapat polisi mungkin tidak
sama. Salah satu pernah ditahan beberapa tahun di
Sing Sing karena kasus pemalsuan, sedangkan yang
satu lagi pernah diinterogasi karena mencuri apel dari
keranjang belanjaan. Kejadiannya pada hari
Thanksgiving,” imbuhnya. “Apel curian enak untuk
dijadikan pai.”
Sam mengerang. “Hebat,” katanya. “Saksi mata
andalan kita ternyata pemalsu dan pencuri.”
“Kriminal!” Burung Api berkoak. “Sampah
masyarakat! Pecundang!”
Mr. Dumfrey bangkit dari kursi, menyambar
selimut rajut Navajo dari rak, dan melemparkannya
tanpa babibu ke sangkar Burung Api, alhasil meredam
koak si burung yang tiada henti.
“Aku pernah berhasil dengan amunisi yang malah
desyrindah.blogspot.com
bukti.”
Rosie bersedekap. Berdasarkan ekspresinya, Pippa
tak tahu dia marah atau tidak. “Kalian masuk dengan
cara apa? Bukankah polisi menempatkan penjaga di
luar?”
“Wah, dia agak ... sibuk karena ada urusan,” kata
Pippa. Dia tidak menyinggung-nyinggung bahwa
kesibukan tersebut adalah membantu Thomas yang
mengaku-aku sedang mencari alamat fiktif di Elmore
Street yang juga fiktif dan ujung-ujungnya semakin
membingungkan polisi sampai-sampai pria itu bahkan
tidak tahu arah ke Sungai East. “Kemudian Sam, anu,
mencermati bahwa kenop pintu patah.”
“Barang sering kali patah secara spontan ketika
Sam hadir, menurut pengamatanku,” komentar Mr.
Dumfrey.
Rosie mengangkat alis tetapi tidak mengatakan
apa-apa. Pippa merasa wanita itu tampak sedikit
terkesan.
Thomas menimpali untuk menceritakan sisanya:
“Kami menemukan sekotak racun bernama Kutu
Kocar-Kacir. Tapi, botolnya kosong semua. Erskine
pasti sudah kehabisan racun.” Dia lalu menjelaskan
mengenai surat ancaman yang mereka temukan di
bawah pengisap tinta, bahwa Erskine sepertinya
desyrindah.blogspot.com
kepalang.
Sesaat berselang, Sam beringsut-ingsut ke depan
dengan canggung. Dia mengangkat tangan seolah
hendak menepuk-nepuk bahu Mallett—kemudian,
kentara sekali teringat bahwa dia bisa saja merusak
tulang punggung Mallett jika tidak hati-hati, Sam
semata-mata menurunkan tangannya.
“Jangan menangis, Mr. Mallett,” kata Sam. “Tidak
mungkin seburuk itu. Pasti ada hal lain yang bisa
Anda kerjakan.”
“Iya,” kata Max. “Mungkin Anda bisa membuat
racun tikus.”
Mallett mendongakkan wajah yang demikian
merana sehingga Thomas mau tak mau merasa iba
kepadanya.
“Kutu,” kata Mallett. “Kutu adalah bagian tak
terpisahkan dari hidupku.”
Mendengar pernyataan pria itu, Thomas merasa
mereka tidak bisa berkata apa-apa lagi.[]
desyrindah.blogspot.com
17
mendesah senang.
Gil Kestrel mendengus. “Menurutku kelihatannya
meragukan.” Max teringat Sam sempat
memberitahunya bahwa Gil dulu seorang pilot.
“Musem Dumfrey,” Pippa membaca keras-keras.
Dia mengerutkan kening. “Bukankah seharusnya
Museum?”
“Musem, Museum, sama saja!” Mr. Dumfrey
menepiskan tangan. “Yang penting adalah Emily.”
Lash terkekeh. “Mengeja bukan keahlian Ace
O’Toole sedari dulu,” katanya. “Tapi, dia pilot yang
andal. Penyemprot pestisida terbaik di Oklahoma.”
“Penyemprot pestisida?” Max tidak pernah
mendengar kata-kata tersebut. “Apa itu?”
Lash tersenyum kepada Max, kulit di seputar
matanya ikut berkerut-kerut hingga matanya nyaris
tidak kelihatan. “Kau anak kota tulen, ya?
Penyemprot pestisida adalah pilot yang disewa untuk
menerbangkan pesawat di atas ladang, untuk
menyemprotkan zat pembasmi hama. O’Toole
termasuk orang terbaik di bidang itu.”
Max kembali memicingkan mata ke langit,
memandangi kata-kata yang kini mulai terbuyarkan
karena tiupan angin.
“Bagaimana dengan kalkun oranye besar itu?”
desyrindah.blogspot.com
akan mendatangimu.
Akhirnya, pada pukul empat lewat, Max pasrah
dan bangun saja. Meski begitu, Max tetap tidak bisa
menyingkirkan kenangan menyedihkan tentang
Mallett yang seorang diri di mejanya. Menurut koran,
Mallett bunuh diri beberapa jam saja setelah bertemu
anak-anak. Mungkinkah mereka bisa
menghentikannya? Mungkinkah mereka bisa
menolong?
Thomas berdeham dan melanjutkan membaca.
“‘Polisi nyatanya terlambat datang. Ketika mereka
tiba, polisi mendapati Benny Mallett dalam keadaan
tak bernyawa, diduga karena bunuh diri. Pemeriksaan
medis awal menyimpulkan bahwa dia tewas seketika
karena luka tembak di dada. Senjata pembunuhan
masih tergenggam di tangan korban ketika dia
ditemukan.’” Thomas mendorong koran ke tengah-
tengah meja. “Lihat. Malah ada fotonya.”
“Ih. Tidak usah, terima kasih,” kata Pippa sambil
merengut. “Sudah cukup aku melihat jenazah untuk
seumur hidup, terima kasih banyak.”
“Jangan pengecut,” kata Thomas kalem.
“Darahnya bahkan tidak kelihatan.”
“Makasih. Kata-katamu menenangkan sekali.
Mayat membuat perutku mual. Aku akan
desyrindah.blogspot.com
melewatkannya saja.”
Max memasukkan empat kantong teh celup
sekaligus ke mok berisi air panasnya, menunggu
sampai cairan berubah warna menjadi sehitam
lumpur. Dia membawa mok ke meja, mengabaikan
mimik Pippa yang muak ketika dia memasukkan lima
sendok teh gula ke tehnya. Rasa keakraban yang
sempat terjalin di antara mereka kemarin sudah
lenyap. Sirna pada pukul setengah lima pas, lebih
tepatnya, ketika Pippa mendadak menyibakkan
selimut, duduk tegak, dan mendesis, “Kalau kau
hendak membolak-balikkan badan tiap dua menit
sekali, bisakah kau setidaknya pergi ke tempat lain?
Sebagian dari kita ingin tidur dengan tenang.”
Max membungkuk ke koran sambil menyesap teh
banyak-banyak. Dia serta-merta menjadi lebih awas.
Thomas benar: darahnya tidak kelihatan. Pada foto
buram itu, kepala Benny Mallett terkulai ke meja di
samping segunung surat. Tangan kanannya, yang
masih mencengkeram pistol, tampak di samping
kepalanya.
“Benny yang malang,” ujar Sam. Dia berjengit,
seolah hantu Mallett mungkin saja melayang dari
lembaran kertas. “Dia sungguh-sungguh menyukai
kutu.”
desyrindah.blogspot.com
sangat keji.”[]
20
Dumfrey.
“Mungkin cuma kebetulan,” kata Sam.
“Barangkali ada sepuluh ribu orang yang mengunyah
permen karet Tendermint. Barangkali Mallett suka
merek itu.”
“Aku tidak pernah mendengar merek itu,” kata
Pippa. “Lagi pula,” dia mengernyitkan hidung,
“firasatku mengatakan sudah berhari-hari Mallett
tidak dekat-dekat dengan permen mint—atau sikat
gigi.”
“Tidak masuk akal.” Max bersedekap sambil
meniup helaian rambut kusut yang menutupi
wajahnya. “Apa untungnya bagi Sir Barrenswott atau
siapa pun namanya kalau dia menghabisi Mallett?”
“Aku tidak tahu,” Pippa mengakui. Dagunya
meninggi ke udara sedikit demi sedikit. Saat marah
besar, kepalanya terangkat sampai kita bisa melihat ke
dalam lubang hidungnya. “Bukankah dia baru
kembali dari Afrika?”
“Itu menurut pengakuannya,” kata Thomas.
Sesuatu masih mengusik Thomas: dia bisa merasakan
bahwa ada yang bengkok, sudut kemiringan foto yang
tidak pas. Atau mungkin Thomas sendiri yang tidak
pas mencocokkan petunjuk. Dia melewatkan sesuatu
yang penting.
desyrindah.blogspot.com
saling melindungi.
Dan, ketika saat itu tiba, mungkin saja, mudah-
mudahan saja, mereka sudah siap.
Begitu memasuki kantor Rosie, Sam tahu bahwa
kedatangan mereka adalah langkah keliru—terutama
ketika mereka harus langsung mengelak supaya tidak
tersambar kertas-kertas yang beterbangan bak angin
puting beliung ke arah mereka.
“Sudah kubilang, jangan masuk!” Rosie meraung
dari bagian kantornya yang tak terlihat—kalimat yang
sepertinya ditujukan kepada seorang pemuda yang
mereka lihat berlari menuruni tangga—sedangkan
asisten Rosie yang sibuk sekali lagi berusaha dengan
maksimal untuk melebur ke mejanya. Sesaat
berselang, kepala Rosie menyembul dari sudut
ruangan dan Sam spontan memekik waswas. Rambut
keriwil Rosie mengembang di seputar wajahnya,
seperti anemon laut raksasa yang menempel ke batok
kepalanya dan sedang berupaya dengan kalut untuk
melepaskan diri.
“Oh, anak-anak ajaib,” kata Rosie. Dia
kedengarannya tidak kesal melihat mereka, tetapi
tidak senang juga. Dia menepuk-nepuk rambutnya,
yang tetap saja mengembang. “Masuk, masuk. Maaf
berantakan. Pekan yang sibuk. Bentrok kecil-kecilan
desyrindah.blogspot.com
bukanlah bukti.”
“Tapi—” Kali ini, Pippa mencoba angkat bicara.
“Kataku dengar,” kata Rosie. Namun, kemudian,
selama sekurang-kurangnya semenit, dia diam saja.
Dia memunggungi mereka dan justru melayangkan
pandang ke jendela. Dari sana, Sam bisa melihat mesin
derek dan konstruksi, gedung-gedung setengah jadi
yang menggapai langit. Ketika Rosie akhirnya bicara
lagi, nada bicaranya berubah drastis—ragu-ragu,
lembut. “Kalian anak-anak istimewa,” katanya. “Aku
paham. Tapi, yang tidak kalian pahami adalah betapa
beruntungnya kalian.” Dia berbalik untuk kembali
menghadap mereka. “Dumfrey sudah berusaha
semaksimal mungkin untuk melindungi kalian.
Mungkin caranya berbeda daripada yang dilakukan
orang lain pada umumnya, tapi dia serius ingin
menjaga kalian supaya aman. Kalian pintar, berbeda,
dan kuat, jadi kalian mengira kalian sanggup
menghadapi seisi dunia.” Dia memandangi mereka
satu per satu secara bergiliran—termasuk Max, yang
akhirnya berpaling dari lantai. Ketika mata Rosie
tertumbuk kepada Sam, dia mengerti apa sebabnya
Rosie dapat memenangi kasus-kasus yang nihil
harapan, apa sebabnya wanita itu merupakan salah
satu pengacara paling tenar di New York City. Sam
desyrindah.blogspot.com
mereka?
Berpikir begini menjadikan otak Pippa serasa ruwet
seperti simpul yang mengikat Thomas dalam aksinya
di atas panggung dan, tidak lama berselang, Pippa
sudah menyerah. Faktanya, upaya mereka untuk
membebaskan Jenderal Farnum belum membuahkan
hasil sama sekali. Mereka semata-mata mesti
mengandalkan Rosie karena jika tidak ….
Nah. Pippa tidak mau memikirkan kelanjutannya.
Yang lain jelas-jelas khawatir dan tidak senang
juga, sama seperti Pippa. Dia tidak perlu menjadi
pembaca pikiran untuk mengetahui itu. Thomas diam
saja, tidak biasa-biasanya, dan alih-alih mengocehkan
cara untuk menambang baja atau sifat-sifat kimia
arang atau pembuatan mesin kompresi ganda atau apa
pun di antara miliaran fakta yang sempat dia baca di
buku, Thomas semata-mata menatap lantai dengan
murung sambil menggigit bibir. Max membersihkan
kuku dengan pisau, berjuang supaya terkesan acuh tak
acuh—tetapi tangannya gemetaran dan kulitnya
tergores pisau dua kali. Sam yang malang
mencengkeram pegangan kereta bawah tanah kencang
sekali sampai-sampai menghasilkan cap tangan pada
baja, menyebabkan sejumlah orang menoleh dan
memperhatikan sementara mereka keluar buru-buru,
desyrindah.blogspot.com
kasih.”
Mr. McNulty bertumpu dengan berat ke
tongkatnya, yang bercat kuning cerah. “Silakan lihat-
lihat,” serunya sambil merogoh saku jas. “Yang
penting, hati-hati. Segalanya terkesan asyik dan cuma
main-main sampai ada yang kena—semprot.” Tangan
di dalam sakunya berkedut-kedut dan, sekonyong-
konyong, bunga di kerah jasnya menyemprotkan air
tepat ke mata Pippa.
Pippa memekik dan terhuyung-huyung ke
belakang, sedangkan Max tertawa terbahak-bahak.
“Tidak lucu,” kata Pippa, memelototi Mr.
McNulty dengan galak sambil mengelap air dari
pipinya.
“Oh, ayolah, Pippa.” Thomas merangkul pundak
Pippa. Kekesalannya sudah lenyap tak bersisa. “Harus
kau akui bahwa yang barusan memang sedikit lucu.”
“Sedikit sekali,” kata Pippa. Namun, dia masih
cemberut ketika Mr. McNulty mulai tertawa.
Mereka berkeliling toko, sesekali berhenti untuk
mengagumi salah satu barang lawakan Mr. McNulty:
sestoples selai kacang yang melontarkan ular-ularan
pegas ketika tutupnya dibuka, es batu palsu berisi
kecoak. Bom bau ternyata sudah habis dan Mr.
McNulty masih menunggu kiriman berikutnya,
desyrindah.blogspot.com
Mengenai balon.”
Mr. McNulty akhirnya menangkap kejanggalan
ekspresi Thomas. Dia mengerutkan kening. “Kubilang
balon memelesat seperti pesawat,” katanya. “Seperti
pesawat penyemprot pestisida, menaburkan bubuk ke
mana-mana.”
“Penyemprot ….” Thomas memejamkan mata dan
berdiri sambil bergoyang depan belakang, seolah
hendak jatuh.
“Ada apa?” desis Pippa. “Kau sakit atau apa?”
Thomas terus membisu barang sekejap. Kemudian,
dia membuka mata lagi, rona kini menyebar ke
wajahnya serta-merta. “Kapal zeppelin.” Thomas
menoleh kepada Pippa sambil menyambar lengannya.
“Dari mana kapal zeppelin diluncurkan?”
“Kapal zeppelin?” Perubahan topik pembicaraan
yang tiba-tiba sekali membuat Pippa mengira dia salah
dengar.
“Ya, kapal zeppelin!” bentak Thomas.
“Diluncurkannya besok dari mana?”
“Aku tidak tahu.” Wajah Pippa memerah. Dia
merasakan pikiran Thomas bergerak secepat kilat—
seperti korsel yang berputar-putar kencang sekali
sehingga kuda-kudanya berkelebat kabur. “Aku tidak
ingat radio mengumumkan apa. Dari pabrik besar di
desyrindah.blogspot.com
semua.”
“Anda bilang kami sudah semakin besar,” Thomas
berargumen. “Anda bilang kami harus saling
melindungi.”
Mr. Dumfrey melepas kacamatanya dan menatap
mereka secara bergiliran. “Kubilang, akan tiba
waktunya ketika aku tidak akan bisa lagi melindungi
kalian,” katanya. “Untung saja waktunya bukan hari
ini. Kalian dengar aku. Naik dan tidurlah dan tidak
boleh membantah. Laporan ke polisi biar kuurus.”
Diiringi kata-kata itu, Mr. Dumfrey menggiring anak-
anak ke luar kantornya dan membanting pintu di
belakang mereka. Kesannya seolah Mr. Dumfrey
membawa serta seluruh udara juga bersamanya. Max
hanya bisa berdiri tak berdaya, merasa sesak napas
karena ketakutan.
Dia menggeleng untuk menyibakkan rambut dari
wajah. “Kalian berani bertaruh berapa polisi bakal
menganggap laporan Mr. Dumfrey sebagai lelucon?”
katanya. “Mustahil mereka percaya Rattigan akan
beraksi besar-besaran seperti itu. Apalagi separuh
anggota kepolisian sudah mencarinya berbulan-bulan
—mereka akan menganggap laporan kita melantur.”
“Mereka harus melakukan sesuatu, ‘kan?” Pippa
menoleh kepada Thomas.
desyrindah.blogspot.com