Anda di halaman 1dari 6

Pertanyaan dari Bu Santy Nurmalasari

Apa saja sumbangan dari paradigma Thomas S. Kuhn dalam Ilmu Dan Pendidikan yang bisa
diterapkan untuk kita sebagai penerus Pendidikan?

Jawaban: Intepretasi Paradigma Khun terhadap Problem Based Learning dan Discovery
Learning. Problem Based Learning (PBL) merupakan proses pembelajaran dalam suatu
lingkungan pekerjaan yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan. Metode ini
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan
pengetahuan baru. Metode ini dalam kegiatan pembelajaran juga berfokus pada keaktifan peserta
didik. Peserta didik tidak lagi seperti pada metode pembelajaran konvensional diberikan materi
belajar secara satu arah (Muhson, 2009:173). Dutch mendefinisikan PBL sebagai metode
instruksional yang menantang siswa untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata agar bekerja
sama dalam kelompok, masalah ini diguakan untuk mengingatkan rasa keingintahuan serta
kemampuan analitis dan inisiatif atas materi pelajaran (Amir, 2009:21).

Discovery learning (DL) menurut Djamarah adalah belajar mencari dan menemukan sendiri atau
mengarah pada terbentuknya kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari.
Siswa berpeluang untuk mencari dan menemukan sendiri inti dari pembelajaran yang ingin
dicapai bukan dari guru yang menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk akhir, seperti rumus
yang instan. Guru hanya membantu, memfasilitasi, dan mengarahkan sehingga tujuan dan proses
pembelajaran dapat tercapai (Djamarah, 2002:7).

Kuhn mengartikan dan mengidentifikasi paradigma dalam teori belajar sebagai sebuah “skema”.
Skema akan berubah terus menerus seiring dengan perkembangan mental anak dalam belajar.
Kuhn sendiri mendefinisikan skema sebagai suatu struktur mental atau kognisi yang dengannya
seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengoordinasi lingkungan sekitarnya (Zubaedi dkk,
2007:208). Anak akan menghadapi rangsangan atau pengalaman baru yang tidak sesuai dengan
skema yang ada ketika dalam perkembangan belajarnya dan juga tidak dapat mengasimilasikan
pengalaman barunya dengan skema yang ia miliki, hal ini yang kemudian dapat diartikan dengan
anomali Kuhn dalam belajar. Keadaan ini akan menuntut anak untuk mengadakan akomodasi
atau membentuk skema baru yang dapat sesuai dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi
skema yang ada sehingga sesuai dengan data anomali. Perubahan ini yang kemudian Kuhn sebut
dengan revolusi skema. Guru perlu mendesain proses belajar mengajar yang kemudian dapat
merangsang atau menyediakan data-data anomali, sehingga dapat mengubah skema pengetahuan
murid ke arah suatu skema yang lebih baik. Murid sendiripun tidak akan berkembang dan
pengetahuannya tetap seperti semula apabila murid tersebut tidak mau mengubah skema atau
merevolusi pengetahuan yang telah ia miliki ke arah skema yang lebih unggul.

Pertanyaan dari Bu Eneng Rahmawati

Apa yang dimaksud dengan sains mencoba menyelesaikan secara objektif dan dapat dirasakan
sebagain besar secara independent dari paradigma, serta implikasi contohnya

Jawaban : Karakter dan prinsip tersebut memang diperlukan untuk memisahkan antara sains
dengan kaidah keilmuan yang lain. Adapun karakter dan prinsip dari sains itu sendiri yaitu
diantaranya pertamasains harus rasional maksudnya adalah satu kesatuan yang tak dapat
dipisahkan. Itu sebabnya sains bisa didapatkan melalui pemikiran yang menggunakan nalar
secara logis, kedua sains harus objektif yang berarti sesuai dengan fakta tanpa dipengaruhi oleh
pandangan pribadi. Dalam hal ini, sains tidak boleh menutupi fakta yang ada, apalagi sampai
mengubah fakta-fakta di lapangan. Jika pun ada pendapat atau pandangan pribadi, maka
pendapat tersebut juga harus didasarkan pada prinsip dan karakter sains yang ada, ketiga sains
harus dibuktikan secara empiris melalui pengamatan, eksperimen, studi, dan penelitian yang
mendalam akan suatu hal. Setelah pengamatan empiris tersebut dilakukan, maka seorang
ilmuwan dapat membentuk sebuah model dasar yang bisa dijadikan panduan dalam membuat
hipotesis, keempat sains harus bersifat akumulatif artinya, sains harus terbuka dengan segala
kemungkinan yang ada, teori atau hipotesa terbaru harus bisa menyempurnakan teori dan
hipotesa sains yang lama.

Selain itu sains sebagain besar secara independent dari paradigma maksudnya adalah sians tidak
bergantung pada ilmu lain atau bisa dikatakan dapat berdiri sendiri atau dapat berhubungan
dengan ilmu yang lainnya. Selain itu juga Sains bersikap netral dan tidak politis yang berarti
dalam hal prinsip, sains harus dapat menunjukkan bahwa segala yang digagas olehnya adalah
netral dan murni ilmu pengetahuan. Sains bukanlah sebuah keilmuan yang dapat dijadikan
propaganda politis bagi siapa pun. Itu sebabnya sains wajib bersikap netral dan tidak bersifat
politis terhadap siapa atau apapun.
Siapakah yang menyatakan bahwa pengetahuan ilmiah itu berkembang secara kumulatif?

Jawab: Kaum positivisme.

Pertanyaan Arizaldy

Apa perbedan antara Popper dan Kuhn dari ilmu pengethauan yang dikaikan dengan contoh
Pendidikan?
Jawaban:
Menurut Popper tak ada fondasi yang tak tergoyahkan bagi ilmu pengetahuan. Semua
pengetahuan bersifat tentatif (Syamsuri, 2013). Menurut Popper, teori-teori senantiasa dapat
disalahkan. Karena itu tidak ada teori yang benar, pasti dan mantap. Jika teori tidak ada yang
pasti, maka tidak ada teori yang diterima tanpa sikap kritis. Popper kemudian mengritik
empirisme yang menyatakan bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah pengalaman. Kesalahan
utama kaum empiris adalah tidak dapat membedakan antara pernyataan mengenai asal-usul
(context of discovery) teori dalam ilmu pengetahuan dan pernyataan mengenai validitasnya
(context of justification.). Popper berangapan bahwa suatu teori hanya akan diterima bila sudah
dapat meruntuhkan teori yang lama (sebelumnya.) Pengujian atas kekuatan teori dilakukan
melalui tes suatu teori terbukti salah, maka teori tersebut dianggap batal, sedangkan teori yang
bertahan dan lolos dari pengujian, diterima (corroboration) Dcngan demikian, ilmu pengetahuan
berkembang dan maju bukan melalui proses akumulasi tetapi lewat proses eliminasi yang ketat
terhadap kemungkinan kesalahan dan kekeliruan. Menurut Popper, perkembangan ilmu
pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang didasarkan pada
metodologi yang ketat. Ide baru bisa saja berupa kilatan intuisi atau refleksi religius. Observasi
tidak pernah mendahului teori seperti yang diyakini positifisme logis karena semua observasi
bermuatan teori dan merupakan interpretasi fakta-fakta (Syamsuri, 2013)
Pandangan Popper tentang falsifikasi dan evolusi ilmu pengetahuan tersebut dikritrik oleh
Thomas S. Kuhn, seorang failasuf ilmu pengetahuan yang menggemparkan wacana falsafat ilmu
lewat bukunya The Structure of Scientific Revolution (1962) Menurut Kuhn, Popper menjungkir-
balikkan kenyataan dengan terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui hipotesis
yang disusul dengan upaya falsifikasi. Kuhn memertanyakan apakah yang diuji itu ‘hipotesis’
atau ‘teori’? Hipotesis yang diajukan untuk diuji biasanya dihubungkan dengan korpus penelitian
yang diterima. Jika pengujian berhasil, maka ilmuwan telah menemukan sesuatu, atau setidaknya
ia telah memecahkan teka-teki yang diduganya semula. Jika tidak, ilmuwan harus meninggalkan
keseluruhan teka-teki itu atau menyelesaikannya dengan mengajukan hipotesis baru
Kuhn pada dasarnya menyerang tesis kesatuan ilmu yang selama ini diadopsi positifisme dan
menurutnya masih meninggalkan jejaknya pada Popper. Menurut Kuhn ilmu tidaklah satu
melainkan plural, ilmuwan selalu bekerja di bawah satu payung paradigma yang memuat asumsi
ontologis, metodologis, dan struktur nilai. Sebagai konsep, paradigma memiliki definisi yang
jumlahnya berkembang sampai 22 buah definisi yang secara garis besar dapat dirangkum menjadi
tiga definisi. Pertama, kerangka konseptual untuk menglasifikasi dan menerangkan obyek-obyek
fisikal alam. Kedua, patokan untuk menspesifikasi metode yang tepat, teknik-teknik, dan
instrumen dalam meneliti obyek-obyek dalam wilayah yang relevan. Ketiga, kesepakatan tentang
tujuan-tujuan kognitif yang absah. Oleh para ilmuwan, paradigma dijadikan kerangka konseptual
dalam memersepsi semesta. Karena itu, tidak ada observasi yang netral. Semua pengalaman
perseptual ilmuwan selalu dibentuk oleh kerangka konseptual yang digunakan. Misalnya,
Aristoteles melihat gerak benda jatuh sebagai garis lurus, sedangkan Newton memersepsinya
sebagai gerak pendulum. Hal ini menurut Kuhn disebabkan oleh perbedaan paradigma yang
dianut keduanya. Aristoteles dan Newton mengadopsi asumsi ontologis yang berbeda tentang
semesta.
Sejak Popper, perdebatan dalam wacana falsafat ilmu pengetahuan adalah tentang kemajuan ilmu
pengetahuan. Popper sendiri meyakini ilmu pengetahuan bergerak secara evolusioner ilmu
pengetahuan mendekati kebenaran. Popper meyakini ada akumulasi kognitif yang memungkinkan
ada perbandingan rasional antara teori satu dan teori lain. Artinya antara teori satu dengan teori
lainnya terdapat semacam kesinambungan. Kuhn menolak gagasan Popper ini. Kuhn mengajukan
prinsip ketidakterbandingan. Prinsip ini pada dasarnya hendak mengatakan bahwa
kesinambungan antar teori adalah mustahil karena masing-masing bekerja di bawah payung
paradigmanya masing-masing. Para ilmuwan sudah dituntun dalam merumuskan masalah, pola
riset, dan lain sebagainya. Kuhn memutuskan garis kesinambungan ilmu pengetahuan yang
diyakini Popper dan menggantinya dengan ketidaksinambungan (Syamsuri, 2013)
Bagaimana paradigma membentuk persepsi, penjelasan materi sebelum praktikum pada
pendidikannya bagaimana?

Jawaban :

Dalam hal ini memang sebelum kita menguji teori aatu menguji paradigma suatu cara pikir, kita
harus terlebih dahulu untuk mengetahui konsep apa yang ingin dibahas dan diteliti lebih lanjut.
Setelah itu barulah kita dapat mempelajari lebih lanju dengan cara mengujinya apakah teori itu
benar atau tidaknya. Sains dalam hal ini mencoba menyelsaikan masalah contohnya pada teknik
pewarnaan gram bakteri untuk menentukan dan mencari perbedaan antara bakteri postif dan
bakteri negatif. Mkaa kita perlu dulu untuk membaca dan memahami prosedur dengan baik apa
yang menjadi poin utama dari yang ingin dicari baik dalam bentuk sains secara modern ataupun
sians secara konvensional dengan menggunakan buah naga. Barulah setelah itu kita dapat
langsung menguji coba dan hasilnya mengetahui dari apa yang ditemukan. Adapun hasil
akhirnya adalah penemuan konsep persepsi yang berasal dari paradigm aatau cara pandang kita
terhadap suatu penemuan baru atau masalah.

Pertanyaan Putra Habib

Apakah teori atom itu contoh dari ilmu pengetahuan berkembang secara kumulatif?

Jawab: Ya. Konsep atom pertama kali dicetuskan oleh Democritus itu akhirnya dikembangkan
oleh John Dalton pada tahun 1800-an. Sayangnya, teori yang dibuat oleh Dalton masih belum
memuaskan, sebab berdasarkan beberapa percobaan ternyata atom masih bisa dipecah menjadi
beberapa partikel penyusunnya, yaitu: proton, neutron dan elektron. Elektron adalah bagian atom
yang bermuatan negatif, ditemukan oleh J. J. Thomson pada tahun 1897. Proton merupakan
bagian dari atom yang bermuatan positif, ditemukan oleh E. Rutherford pada tahun 1911. Di
suatu saat antara Thomson dan Chadwick, para fisikawan menyadari bahwa seharusnya ada
muatan positif di dalam atom untuk menyeimbangkan muatan negatif elektron, sehingga dapat
membentuk atom yang bermuatan netral. Oleh karena itu siapa yang menjadi penemu proton
sering menjadi perdebatan, namun Rutherford-lah yang membuktikan ini melalui eksperimen.
Dalam eksperimen ia menemukan bahwa atom mempunyai muatan positif yang terkonsentrasi di
inti yang mengandung sebagian besar dari massa atom. Neutron merupakan bagian atom yang
tak bermuatan dan ditemukan pada tahun 1932 oleh James Chadwick. Sejak masa Rutherford
telah diketahui bahwa nomor massa (A) dari nukleus lebih besar dari dua kali dari nomor atom
(Z) untuk sebagian besar atom. Secara esensial semua massa dari sebuah atom terkonsentrasi
dalam nukleus. Mulai dari sekitar tahun 1930 proton dan elektron telah dianggap sebagai partikel
dasar, tetapi entah bagaimana membutuhkan sejumlah kecil elektron yang terikat di nukleus
untuk meniadakan sebagian muatan proton (pada saat ini kita tahu bahwa hal itu tidak dapat
terjadi karena tidak terdapat energi yang cukup). Akhirnya Chadwick berhasil menghitung massa
dari neutron, sehingga lengkaplah penyusun sebuah atom.

DAPUS TAMBAHAN
Syamsuri. (2013). Doktrin Obyektifisme Ilmu Pengetahuan Modern. Refleksi. Volume 13, No
14.

Anda mungkin juga menyukai