Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATERI

DASAR-DASAR SAINS

BAB V

Dosen Pengampu: Drs. Agus Suyudi, M.Pd

Oleh:

Tsaqiila Putri Ayyashi (210321606842)

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No.5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145
September 2021
BAB V

Perkembangan Sains

A. Lingkaran Wina: Verifikasi Terus-Menerus


Pada tahun 1922-1938 para ahli ilmu alam berdiskusi terkait ilmu alam terutama
fisika. Menyatukan ilmu alam serta memperbaiki jalannya ilmu pengetahuan pada
jalur positivisme di Inggris yang sangat empiris dengan memberi masukan dari
beberapa aliran lain merupakan tujuan utama Lingkaran Wina. Tokoh – tokoh penting
dalam Lingkaran Wina sebagai berikut :
1. Ludwig Wittgeinstein (1889-1951) mencari garis batas antara penyataan
bermakna dab tidak bermakna berdasarkan bisa tidaknya penyataan tersebut
diverifikasi.
2. Bertrand Russel & A.N Whitehead dalam Principia Mathematica bahwa
logika adalah inti dari matematika
Rudolf Carnap (1891-1970) mengembangkan versi baru positivisme yaitu
empirisme logis atau positivisme logis.

B. Popper: Prinsip Falsifikasi dan Metode Ilmu Pengetahuan


1. Pengertian Falsifikasi
Dalam falsifikasi, sepenuhnya diakui bahwa pengamatan akan dituntun oleh
teori yang melatarbelakanginya. Dan perkembangan ilmu pengetahuan alam tentu
saja didukung oleh teori, dan semakin banyak teori, semakin jauh ilmu pengetahuan
dari objek asalnya.
Falsificationism atau fallibilism adalah prinsip yang menyalahkan apa yang
telah ada sebelumnya dan menyebabkan keharusan dicarinya alternatif yang lebih
benar daripada yang sudah ada tersebut. Sebenarnya falsifikasi sangat berhubungan
erat dengan usaha verifikasi yang dikemukakan oleh para tokoh Lingkaran Wina.
Cara verifikasi adalah falsifikasi atau falibilitas
Derajat falibilitas adalah sejauh mana suatu pertanyaan dapat disalah kan
dalam prosesnya verifikasinya. Jika teori dapat disalahkan maka teori ini baik
daripada teori yang kurang dapat disalahkan
2. Jenis Falsifikasi
1. Falsifikasi Metode

Ada beberapa hal yang harus kita ingat menyangkut fasilibisme metode:

a) Mencoba sesuatu yang baru yang berasal dari variasi metode lama.
b) Memverifikasi hipotesis yang menyangkut bagaimana prediksi divariasi
dan diverifikasi dengan menguji coba kecocokan dengan latar belakang
teori dan melihat beberapa contoh.
c) Kelemahan metode empiris terutama metode induksi adalah tidak
pernah bisa mengumpulkan semua fakta secara lengkap untuk menarik
kesimpulan.
2. Falsifikasi Objek
a) Realitas objek
b) Evolusi objek
3. Filsut Pasca-Popper
Setelah populer banyak filsuf alam maupun para ahli ilmu akan bermunculan
dan memberikan perbandingan teori falibisme popper. beberapa nama yang sering
muncul adalah Thomas kuhn Paul feyeravend dan Irme lakatos

C. Kuhn: Revolusi Sains


Thomas Samuel Kuhn adalah pemikir sains yang sebelumnya mendapatkan
gelar doktornya dalam bidang ilmu fisika. Pada saat dia menyelesaikan studi fisikanya
dia menulis buku yang sangat terkenal The Structure of Scientific Revolutions. Bidang
studi Kuhn pada saat itu adalah fisika teoretis, dan Kahn banyak mendapatkan inspirasi
dari sana. Dari sekian banyak bangunan kukuh, teti sering ada yang tidak berasal dari
pencarian sistematis ilmuwannya, tetapi berupa hasil dari peristiwa yang kebetulan,
atau bahkan juga "pemakanan" masuknya penggunaan suatu teori untuk menjelaskan
gejala alam. Hal ini membuat Kuhn agak skeptis dalam menerima kebenaran ilmiah
yang sudah ada dan dianggap matang ini. Bagi dia masyarakat ilmiah yang ada terlalu
fanatik memegang beberapa teori dan berusaha melindungi teori tersebut dengan
penyodoran semua fakta yang mendukung serta terus mengumpulkan fakta baru untuk
mempertahankan teori tersebut.
Kuhn pada mulanya pernah mempelajari sejarah perkembangan sains dan pada
suatu saat dia terkesima, bahwa perkembangan sains dari zaman Aristoteles sampai
revolusi Copernicus bukanlah suatu aliran penemuan yang ditambahkan satu ke yang
lain. Singkat kata, bukan penemuan sains yang merupakan kekuatan pendorong ilmu
pengetahuan ke arah kemajuan. Sains bukanlah kumpulan yang stabil dan terus-
menerus ditambah dengan penemuan baru, tetapi lebih merupakan serangkaian selingan
yang dimulai dari revolusi intelektual para pemikir. Setelah ada revolusi, konsep baru
akan menggantikan konsep sains lama. Peristiwa serupa ini akan terjadi berulang-ulang
sepanjang sejarah manusia. Lalu Kuhn dengan tegas menyarankan supaya kita semua
belajar dari sejarah, dan titik tolaknya haruslah pada sejarah. Menurut Kuhn perubahan
mendalam dalam sejarah ilmu justru lahir dari revolusi ilmiah, bukan berdasarkan
upaya empiris yang membuktikan salah satu teori atau sistem dan upaya falsifikasi
untuk tujuan penyempurnaannya. Mengomentari Popper, Kuhn menyatakan bahwa
metode induksi serta upaya falsifikasi dan penyempurnaan dalam sains yang
berkembang tidak memberikan bukti yang berarti dalam sejarah. Dengan demikian apa
yang sebenarnya ada di benak manusia mengenai alam selama ini terpecah-pecah dan
tidak mempunyai struktur.
Konsep sentral Kuhn adalah apa yang disebut paradigma. Kegiatan penelitian
pada dasarnya adalah pengumpulan pengamatan secara random dalam kerangka topik
yang disebut paradigma, dan tiap paradigma mempunyai metode dan teknik tersendiri
untuk berkembang dan memecahkan masalah yang ada di dalamnya. Paradigma itu
sendiri terbangun atas sekumpulan konsep yang berhubungan satu sama lain dan
ditambah beberapa asumsi dan kepercayaan akan penyelesaian objektif atas beberapa
masalah dengan cara yang dimengerti bersama oleh beberapa ilmuwan. Penelitian
adalah kegiatan "problem solving" di dalam tiap paradigma maka dalam kerangka
paradigma inilah terbentuk konsep fundamental maupun hukum alamnya sendiri. Cara
kerja ini efektif dan dapat diyakini seolah-olah manusia telah menemukan
kebenarannya. Hanya dalam paradigma maka ilmu pengetahuan dapat berkembang
dengan baik dan bermakna.
Bahkan menurut Kuhn, usulan Popper mengenai metode falsifikasi kurang
menjelaskan apa yang sesungguhnya telah terjadi dalam sains yang berkembang
sepanjang sejarah. Tidak cukup hanya mempersalahkan sebagian-sebagian dari teori
besar dan menggantinya dengan teori lain yang lebih cocok dan lebih mendukung teori
besar yang sudah ada. Suatu saat diperlukan penggantian teori besar tersebut dan inilah
yang disebut dengan perubahan paradigma dalam revolusi sains.
Namun, terciptanya paradigma baru akan menyebabkan paradigma yang sudah
lama harus dievaluasi ulang. Misalnya, ini terjadi di zaman ditemukannya konsep
heliosentris. Semua konsep dasar dalam paradigma lama dengan terpaksa ditinggalkan
dan inilah yang terjadi dari waktu ke waktu.
Gambaran Kuhn mengenai kemajuan ilmiah dapat dilukiskan ke dalam skema
terbuka, yaitu prasains-sains normal - revolusi krisis-sains normal baru-krisis baru.
Aktivitas-aktivitas yang mengawali lahimnya sains baru akan menghasilkan perubahan
dan pembentukan struktur baru yang menghasilkan paradigma baru yang dicetuskan
oleh masyarakat ilmiah tertentu. Dalam proses ini paradigma baru dapat dibangun dari
asumsi teoretis yang umum dan teknik serta metode yang dipilih dan diadopsi oleh
masyarakat ilmiah tertentu.
Jika suatu fenomena alam dijadikan bahan penelitian lebih lanjut dan ditemui
bahwa semua hukum dan teori yang ada dalam paradigma saat itu tidak lagi relevan
dan diperkuat oleh bukti yang akurat serta logis maka dimulailah era krisis dalam
paradigma tersebut yang menuntut dicarikannya teori baru berdasarkan pengamatan
yang tidak relevan tadi. Dalam tahap ini mekanisme falibilitas dari Popper bekerja
dengan otomatis. Jika masa krisis ini berakhir dengan digantinya teori dan asumsi yang
terdahulu maka dikatakan bahwa ada paradigma baru telah lahir dalam masyarakat
ilmiah tersebut. Paradigma baru ini dapat bersifat revolusioner seperti paradigma yang
diciptakan dengan mantap oleh Galileo Galilei dahulu, yang benar-benar mengubah
arah ilmu pengetahuan yang telah mantap selama kurun waktu tertentu.
Bagi Kuhn, kunci utama perubahan revolusioner ini ada pada metodologi Alam
tidak terlalu berubah, tetapi metode pencarian penjelasan akan gejala alam kadang-
kadang revolusi. Menurut Kuhn pula, ada fase-fase penjelajahan manusia akan gejala-
gejala alam yang terbagi ke dalam tahap-tahap,
Paradigma dan krisis adalah dua periode yang sangat berbeda. Paradigma
adalah kemapanan dan keamanan suatu teori dan semua fenomena yang dapat
dijelaskan oleh teori ini dalam sistem tertentu. Sementara itu, krisis adalah keadaan di
mana bagian yang tidak dapat masuk ke dalam teori tadi mencari penjelasannya. Krisis
akan membawa ke revolusi, dan hal ini ditekankan oleh Kuhn. Dari krisis akan lahir
pemecahan yang mungkin sangat jauh dari paradigma semula dan spektakuler.
Kuhn juga mengatakan bahwa membandingkan paradigma satu dengan lainnya
bukanlah hal yang mudah karena semua yang menyusun paradigma sangat berbeda dan
tidak analog. Walaupun masalah yang dihadapi sama, tetapi untuk dua paradigma yang
berbeda akan terjadi dualisme seperti halnya dualisme cahaya sebagai gelombang dan
materi. Dua hal yang berbeda sama sekali akan sangat berguna untuk menjelaskan
gejala-gejala yang berbeda.

D. Lakatos: Program Penelitian


Selain Samuel Kuhn, Imre Lakatos menganggap teori pengetahuan sebagai
struktur yang dibahasakan sebagai paradigma . Dam program penelitian terdapat dua
aturan metodologis : cara yang harus dihindari (heuristik negatif) dan cara yang harus
dijalankan (heuristik positif) yang merupakan inti pokok program yang dilindungi oleh
hipotesis pendukung, kondisi awal, landasan teori dan lain-lain. Metodolgi ini memiliki
pranan penting dalam memperluas “sabuk pengaman” inti teori atau hardcore. Selain
hard core, perbandingan antara program penelitian yang satu dengan yang program
yang lain juga tak kalah penting.
Maka dapat ditarik kesimpulan yaitu metodologi merupakan bagian dari sains
yang memuat kreativitas manusia dan menjadi motor dalam perkembangan sains saat
ini serta akan terus berubah dan berkembang hingga menghasilkan produk yang selalu
baru di zamannya.

E. Feyerabend: Pendekatan Anarkistis


Dalam bukunya Against Method (1975) Paul Feyerabend (1924-1994)
perkembangan ilmu yang di rumuskan ke dalam aturan dan hukum, seperti telah
ditemukan Popper, Khun, dan Lakatos. Feyerabend berpendapat bahwa sebaiknya
ilmuwan tidak dibatasi ketat oleh aturan dan hukum walaupun mungkin pada awalnya
di bimbing oleh metode yang ada. Ilmuwan harus bebas dan kegiatan keilmuwan adalah
“anarkistik” (kata ini berbeda dalam konteks ilmu kemasyarakatan). Anarkistik. Dalam
banyak hal ilmuwan hanya mengambil satu teori dan menggunakannya ke dalam
penelitiannya ke dalam penelitiannya serta menerima semua fakta yang mendasari
diterimanya teori tersebut tanpa memeriksa kembali ataupun mencari bentuk yang
cocok dengan peneitiannya yang baru. Hal in terjadi karena ada ribuan teori yang tidak
sempat diteliti satu per satu agar dapat memilih yang paling tepat dalam penelitian
ilmuwan di zaman modern
Buku lain karya Feyerabend adalah Farewell to Reason (1897) buku ini
terkenal dengan sikap skeptisnya terhadap rasionalitas dalam sains. Bahkan menurut
dia sukses dicapai oleh imuwan hanyalah konsekuensi dari politik, retorika, dan
propaganda, bukan merupakan hasil dari kemajuan pengetahuan objektif akan alam ini.
Contohnya penelitian sains untuk memperbaiki lingkungan yang digerakkan
propoganda cinta lingkungan atau pemulihan lingkungan. Ada beberapa kesan yang
dituliskan oleh Gaston Bachelard, pemikir dan ahli sains dari perancis. Bachelard telah
memikirkan hilangnya mata rantai perkembangan sains karena metodologi tidak
bergerak dan pengetahuan seakan-akan terputus (ada “gap” epistemologis) satu sama
lain, padahal keduannya di mulai dari tempat yang sama dan akan bermuara di tempat
yang sama pula. Bachelard akhirnya banyak membahas masalah ini dan mengaitkannya
dengan metode sintesis yang di sebut sebagai cara dialektika. Sains bukan satu-satunya
ilmu yang terbaik di antara ilmu-ilmu lainnya karena objektivitasnya yang tinggi
Pendapat Feyerabend yang memberikan tempat penting pada kebebasan
individu dalam perkembangan sains, sesuatu yang sepanjang sejarah seakan terlupakan
karena sains pada hakikatnya adalah pengetahuan objektif dan karena ini jauh dari
pengaruh subjektivitas ilmuwannya. Keadaan ideal menurut Feyerabend adalah
keadaan dimana ilmuwan dapat memutuskan sendiri penelitian ilmiah yang dilakukan
dengan tujuan yang telah di putuskan sendiri, bukan di putuskan oleh masyarakat atau
negara.

F. Bachelard: Pentingnya Sejarah


Gaston Bachelard (1884- 1962) adalah ilmuwan perancis yang sangat tertarik
pada matematika. Bachelard banyak menyumbangkan pikirannya ke dalam analisis
mengenai perkembangan ilmu pengetahuan alam. Tulisan dia mengenai fenomenologi
dalam ilmu alam (berbeda dengan termonologi Edmund Husserl, pencetus aliran
fenomenologi di Jerman di zaman itu) sangatlah memikat. Gejala alam yang menjadi
pusat perhatiannya di rumuskan ke dalam tuisannya mengenai filsafat alam. Salah satu
hal yang membuat Bachelard menarik adalah usahanya untuk memadukkan nafas alam
dan nafas seni. Namun karya mengenai puisi dan fisika banyak mendapat tantangan
pada saat itu.
Bachelard sejak dahulu sudah mengambil inspirasi dari mekanika gelombang
untuk menjelaskan dualisme cahaya sebagai gelombang dan materi yang
menggambarkan dua cara pandang yang tidak dapat ditinggalkan namun tidak dapat
digabungkan. Menurut Bachelard, mekanika gelombang juga mencerminkan
“dialektika” (cara pandang yang mementingkan konsep-konsep yang berlawanan yang
dimiiki oleh objek ada thesis, antithesis, dan kemudian sintesis). Konsep ini akhirnya
menjadi ide utama dalam sintesis.
Menurut Bachelard, alam tingga dan berjalan seperti adanya, sedangkan
pengetahuan manusia berkembang menciptakan sistem yang dapat menjelaskan alam
menurut pemahaman manusia dan kemampuan manusia untuk memahami. Semua
proses pencarian pengetahuan alam ditentukan oleh konteksnya dalam sejarah.
Syaratnya adalah para ilmuwan harus meihat sejarah dengan lebih seksama karena
dalam sejarah pasti terkandung informasi yang menentukan, bahkan bisa menjadi kunci
jawaban atas permasaahan yang ada.
Gaston Bachelard sangat berjasa dalam melihat ilmu pengetahuan sebagai satu
mata rantai proses pengembangan pengetahuan manusia mengenai alam. Bachelard
juga meneliti akar kesalahan metodologis yang sering terjadi dan kadang-kadang tidak
terhindarkan karena masing-masing ilmuwan atau masyarakat ilmiah tidak sepenuhnya
mengetahui teori dan data yang di acu dalam penelitiannya.

Anda mungkin juga menyukai