Anda di halaman 1dari 14

Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi ilmu-ilmu

atau Pemikiran Islam

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu


Diampu oleh:
Dr. Alim Ruswantoro, M. Ag.

Disusun Oleh:

Aiyuhan Nurul Ain


(20205011004)

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2020/2021
A. Pendahuluan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini tidak terlepas


dari peran dan jasa para ilmuwan dan filosof yang telah memberikan
sumbangan pemikiran yang sangat besar bagi kemajuan peradaban.1 Berbicara
tentang ilmu pengetahuan tentu saja erat hubungannya dengan filsafat.
Keduanya tidak dapat dipisahkan, hal ini tercermin dalam tiga pembagian
ranah kajian filsafat yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi. Ketiganya
membahas seputar ilmu pengetahuan, mulai dari bagaimana memperolehnya,
hakikatnya, serta nilai dari ilmu pengetahuan.2

Membahas seputar epistemologi juga tidak bisa lepas dari sejarah ilmu
pengetahuan. Sejarah memcatat bahwa selama berpuluh-puluh tahun
paradigma epistemologi positivistik telah menguasai pola pemikiran dunia
dalam bidang filsafat. Akan tetapi dalam tiga dasawarsa terakhir ini muncul
paradigma baru dengan konsep pemikiran yang berbeda dengan sebelumnya,
sehingga dianggap sebagai bentuk pembaharuan dalam ilmu pengetahuan.3
Seperti sahal satu tokoh filosof yang terkenal yaitu Thomas Khun, dia
mengkritisi kebenaran implisit dan eksplisit di dalam sains itu sendiri yang
tertuang dalam bukunya The Structure of Scientific Revolutions pada tahun
1962.

Sains memiliki wilayah otonom dan teritorium yang berbeda dalam


pencarian kebenaran. Sains menerangi worldview ilmiah tentang realitas yang
sama, namun dalam perspektif yang berbeda. Kebenaran sains lebih bersifat
sebagai representasi realitas. Sains tidak mengenal suatu kebenaran yang
stationer yang mendoktrin once for all (sekali untuk selamanya). Kebenaran

1
Afriadi Putra, “Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi Studi Al-
Qur’an”, Refleksi, XV, Januari 2015, hlm. 2
2
Afif Kholisun, “Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Pengembangan
dan Pembaharuan Ilmu Nahw”, Jurnal Pusaka, VI, 2019, hlm.2
3
Ibid,hlm.2
sains bersifat coutinuous (berkali-kali) sementara sains mencakup all at once
(segalanya pada satu). Sains ingin menjelaskan dunia dan kehidupan dalam
perspektif worldview yang mempengaruhi semua orang.4

Ilmu pengetahuan selama ini diposisikan sebagai sesuatu yang bebas


nilai, harus independen, dan empiris. Pandangan ini ditolak Thomas Kuhn
yang memahami ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari “paradigma”. Suatu
paradigma berisi suatu pandangan yang dapat dipengaruhi oleh latar belakang
ideologi, relasi kuasa (otoritas), dan fanatisme mendasar tentang apa yang
menjadi inti persoalan suatu ilmu. Sehingga, tidak ada satu ilmu
pengetahuanpun yang hanya bisa dijelaskan dengan satu teori yang dianggap
lebih kuat, terlebih hanya diperoleh melalui pembuktian empiris.
Bagaimanapun, gugatan atas penyimpangan (anomali) ilmu pengetahuan akan
selalu ada secara terus menerus. Anomali terjadi pada saat teori tidak dapat
menjawab atau menjelaskan sebuah fenomena, sehingga muncullah kebenaran
baru. Begitu pula setelah ditemukan kebenaran baru, siapapun tidak bisa
menyalahkan kebenaran lama yang digunakan pada masa lalu, oleh karena itu,
sebuah teori dianggap benar pada masanya. Begitu pula teori baru yang
dianggap benar pada masa yang akan datang.5

Dari pembahasan di atas, penulis akan mencoba menjelaskan tentang


epistemologi revolusi ilmiah Thomas Kuhn dan relevansinya bagi ilmu-ilmu
atau pemikiran keislaman.

B. Biografi Thomas Kuhn

4
Nurkhalis, “Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn”, Islam Futura, XI, Febuari 2012,
hlm 80
5
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 251
Thomas Samuel Kuhn atau Thomas Kuhn merupakan seorang filsuf,
fisikawan, sejarawan, dari Amerika serikat pada era abad ke-20. Ia lahir pada
tanggal 18 Juli tahun 1922 di Cincinnati, Ohio Amerika dan meninggal pada
tanggal 17 Juni tahun 1996 di Cambridge, Massachusetts Amerika pada umur
74 tahun. Thomas Kuhn lahir dari pasangan Samuel L. Kuhn seorang insinyur
industri dengan Minette Stroock Khun. Thomas Kuhn menyelesaikan studi
doktornya dalam ilmu Pasti-alam di Harvard sebagai asisten profesor pada
pengajaran umum dan sejarah ilmu atas usulan presiden Universitas James
Conant. Setelah meninggalkan Harvard dia belajar di Universitas of California
di Berkeley dan menjadi profesor sejarah ilmu tahun 1961.6

Sebagai seorang filosof ilmu pengetahuan modern, Kuhn mulai


dikenal publik sejak ia mengarang buku “The Structure of Scientific
Revolution” (diterbitkan pertama kali pada tahun 1962) yang kemudian
menjadi materi kuliah di Institute Lowell, Boston tahun 1951 kemudia
dikembangkan pada tahun 1958-1959 ketika berada pada Pusat Studi Lanjutan
(Centre for Advance Studies) dalam bidang ilmu behavior. Pada tahun 1962
karya tersebut dipublikasikan dalam ensiklopedia pengetahuan internasional
dan menyusul kemudian karya The Copernican Revolution: Planetary
Astronomy in the Development of Western Thought (1957). Diantara kaya-
karya yang telah ditulis oleh Kuhn, yaitu:

1. The Copernican Revolution: Planetary Astronomy in the Development of


Western Thought, Cambridge Mass: Harvard University Press. 1957
2. The Structure of Scientific Revolutions, Chicago: University of Chicago
Press (1970, 2nd edition, with postscript). 1962/1970.
3. The Essential Tension. Selected Studies in Scientific Tradition and
Change, Chicago: University of Chicago Press. 1977.

6
Fia alifah putri (dkk), “Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan”, Nizhamiyah, X, Desember 2020, hlm. 97
4. Black-Body Theory and the Quantum Discontinuity, Oxford: Clarendon
Press (2nd edition, Chicago: University of Chicago Press). 1978
5. The Road Since Structure, edited by James Conant and John Haugeland,
Chicago: University of Chicago Press. 2000.7

Karyanya The Structure of Scientific Revolution menjadi karya yang


monumental tentang sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan dengan konsep dan
teori besarnya tentang paradigma dan revolusi ilmu.8 Buku ini terjual lebih
dari satu juta salinan dalam 16 bahasa. Menurut pendapat Thomas Kuhn
revolusi dalam ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah penggantian
paradigma lama oleh suatu paradigma baru yang dipandang dpat menjelaskan
lebih banyak gejala atau dapat memberikan jawaban yang lebih tepat atas
pertanyaan-pertanyaan baru yang dikemukakan.9

Pemikiran Thomas Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution,


juga mengkritik pandangan positivisme dan falsifikasi Popper. Menurut
Thomas Kuhn, Positivisme memandang perkembangan ilmu pengetahuan
bersifat kumulatif. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan terus sebagai akumulasi yang terjadi sebagai akibat riset para
ilmuan sepanjang sejarah dan perkembangannya. Positivisme juga memvonis
kriteria ilmiah dan tidak ilmiahnya satu teori atau proposisi melalui prinsip
verifikasi. Sedangkan Popper cenderung untuk tidak sepakat dengan prinsip
verifikasi dan menggantinya dengan falsifikasi, maksudnya dapat dibuktikan
salahnya suatu teori, proposisi atau hipotesis.

Menurut Popper, perkembangan ilmiah diawali dengan pengajuan


hipotesis yang kemudian dilanjutkan dengan upaya pembuktian salahnya
7
Afriadi Putra, “Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi Studi Al-
Qur’an”, Refleksi, XV, Januari 2015, hlm. 3-4
8
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 252
9
Fia alifah putri (dkk), “Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan”, Nizhamiyah, X, Desember 2020, hlm. 98
hipotesis tersebut. Maka sebuah teori ketika telah terbukti kesalahannya,
secara otomatis langsung menggugurkan teori sebelumnya. Tetapi jika tidak
menemukan kesalahan hipotesis lagi, maka hipotesis berubah menjadi tesis
(teori) yang diterima sebagai sebuah kebenaran, tetapi sifatnya tentatif.
Maksudnya, kebenaran teori diterima sampai diketemukan kesalahan teori itu
ketika diuji oleh ilmuan lain.

Pandangan Popper tersebut ditolak Kuhn karena dianggap tidak sesuai


fakta. Secara tegas Kuhn mengemukakan bahwa perubahan ilmu pengetahuan
tidak mungkin terjadi karena upaya empiris melalui proses falsifikasi suatu
teori, melainkan terjadi melalui satu perubahan yang sangat mendasar yang
disebut sebagai revousi ilmiah. Thomas Kuhn juga tidak sepakat dengan
pandangan positivisme bahwa perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan
cara kumulatif dan evolusioner. Dalam hal ini, Thomas Kuhn berpendapat
bahwa ilmu pengetahuan dapat berkembang melalui cara revolusi ilmiah,
sedangkan revolusi ilmiah terjadi lewat perubahan paradigma. Berdasarkan
temuan tersebut, istilah paradigma dan revolusi ilmiah akhirnya menjadi
karakteristik yang melekat pada corak pemikiran Thomas Kuhn.10

C. Pemikiran Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn

Pemikiran Kuhn terdapat istilah yang ia gunakan sebagai key word,


yaitu paradigm. Sebelum membahas lebih jauh tentang konsep paradigm ala
Kuhn, perlu dibicarakan terlebih dahulu apa itu sains yang normal (normal
science), karena dua istilah ini saling berhubungan. Sains yang normal adalah
sebuah riset yang berdasar atas satu atau lebih penemuan ilmiah yang
kemudian dijadikan sebagai landasan dan pemberi fondasi bagi praktek
selanjutnya. Sebagai contoh sains normal yaitu pada abad ke-19 terdapat
banyak buku yang dijadikan pedoman ilmiah saat itu, seperti karya Aristoteles
10
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 252-253
dengan judul Physica, karya Newton yang berjudul Principa dan opticks.
Karya-karya tersebut digunakan secara mutlak oleh generasi pelaku ilmiah,
karena memiliki dua karakteristik yang esensial. Pertama, bahwa karya
tersebut bisa dibilang baru dan memang belum ada sebelumnya. Kedua,
penemuan tersebut bersifat terbuka, sehingga seluruh masalah diserahkan
kepada kelompok pemraktek untuk dicari pemecahan yang lebih baik.
Penemuan yang memiliki karakteristik tersebut dinamakan “paradigma” oleh
Kuhn.11

Paradigma berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu
para dan dekyani. Para yang berarti disamping atau disebelah, dekyani yang
berarti model atau contoh. Sedangkan menurut KBBI paradigma merupakan
model dalam teori ilmu pengetahuan atau sering disebut juga kerangka
berpikir.12 Paradikma adalah suatu pendekatan investigasi suatu objek atau
titik awal mengungkapkan point of view, formulasi suatu teori, mendesign
pertanyaan atau refleksi yang sederhana. Akhirnya paradigma dapat
diformulasikan sebagai keseluruhan sistem kepercayaan, nilai dan teknik yang
digunakan bersama oleh kelompok komunitas ilmiah. Paradigma identik
sebagai sebuah bentuk atau model untuk menjelaskan suatu proses ide secara
jelas. Paradigma sebagai seperangkat asumsi-asumsi teoris umum dan hukum-
hukum serta teknik-teknik aplikasi yang dianut secara bersama oleh para
anggota suatu komunitas ilmiah.13

Paradigma ini membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal,


dimana para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkannya
secara terperinci dan mendalam. Dalam tahap ini, ilmuan tidak besikap kritis
11
Afif Kholisun, “Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Pengembangan
dan Pembaharuan Ilmu Nahw”, Jurnal Pusaka, VI, 2019, hlm.4-5
12
Fia Alifah putri (dkk), “Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan”, Nizhamiyah, X, Desember 2020, hlm.98
13
Nurkhalis, “Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn”, Islam Futura, XI, Febuari 2012,
hlm. 83
terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya. Jadi hubungan
antara sains yang normal dengan paradigma yaitu bahwa secara historis, sains
yang normal merupakan seperangkat pengetahuan yang muncul setelah pra-
ilmu, yang kemudian digunakan oleh ilmuan sebagai paradigma untuk
dijadikan pijakan dalam aktifitas ilmiah.14

Paradigma dipahami sama dengan word view (pandangan dunia),


general perspective (cara pandang umum), atau way of breaking down the
complexity (cara untuk menguraikan kompleksitas). Makna wordview sebagai
kepercayaan, perasaan dan apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang
berfungsi sebagai motor bagi keberlangsungan dan perubahan sosial dan
moral. Suatu worldview umumnya memiliki 5 struktur konsep atau pandangan
yang terdiri dari 1) struktur konsep tentang ilmu, 2) tentang alam semesta, 3)
tentang manusia, 4) tentang kehidupan, dan 5) tentang nilai moralitas.
Paradigma adalah kerangka interpretatif yang dipandu oleh seperangkat
keyakinan dan perasaan tentang dunia dan bagaimana harus dipahami dan
dipelajari.15

Sebuah paradigma juga dapat terlahir dari sebuah teori yang


dikemukakan oleh ilmuan, meskipun tidak semua teori dapat menjadi
paradigma-paradigma. Salah satu prasyarat utama untuk memperoleh status
sebagai paradigma, sebuah teori harus lebih baik dari teori sebelumnya
sehingga teori tersebut menjadi solusi dan acuan terhadap problem kekinian.
Kuhn mengatakan bahwa perubahan sebuah teori bukan hanya sekedar
peningkatan dari teori yang lama, tetapi menyentuh pada perubahan struktural.
Jadi tidak ada lagi tampak sebuah inti yang terlindungi dari sebuah teori
ketika dikalahkan oleh teori tandingan. Teori gravitasi Newton secara

14
Afif Kholisun, “Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Pengembangan
dan Pembaharuan Ilmu Nahw”, Jurnal Pusaka, VI, 2019, hlm.5
15
Nurkhalis, “Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn”, Islam Futura, XI, Febuari 2012,
hlm. 84-85
struktural hancur ketika diserang oleh relativitas Einstein, sama halnya dengan
kejatuhan geosentris Ptolemeus dari heliosentris Copernicus. Kuhn
menamakan perubahan menyeluruh ini sebagai gestaltswitch. Sehingga teori
yang dikalahkan tinggal sebagai pengetahuan sejarah.16

Pada pembahasan sebelumnya para ilmuan sepakat menjadikan


paradigma sebagai pedoman dalam melakukan aktivitas ilmiah. Namun
demikian dalam perkembangannya, mereka menemukan anomali-anomali
sehingga timbul krisis kepercayaan ilmuan mencari paradigma baru yang
dapat membantu aktivitas yang lebih memadai dari paradigma sebelumnya.
Data anomali berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru
yang diawali dengan kegiatan ilmiah. Dalam keterkaitan ini, Kuhn
menguraikan dua macam kegiatan ilmiah, puzzle solving dan penemuan
paradigma baru. Dalam puzzle solving, para ilmuan membuat percobaan dan
mengadakan observasi yang tujuannya untuk memecahkan masalah teka teki,
bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik, suatu
paradigma baru harus diciptakan.

Penemuan diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni dengan


pengakuan, dan ia hanya berakhir jika teori atau paradigma itu telah
disesuaikan sehingga yang menyimpang itu menjadi yang diharapkan. Jadi
yang jelas dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan
teori yang baru. Setelah melalui kompetisi berbagai paradigma, kemudian
diperoleh satu paradigma sebagai kesepakatan ilmuan untuk dipakai dalam
kerja ilmiahnya. Proses intelektual dan hubungannya di antara unsur atau
tahap perkembangan ilmu digambarkan sebagai berikut:

Normal
Paradigma I Anomali
16 Science
Afriadi Putra, “Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi Studi Al-
Qur’an”, Refleksi, XV, Januari 2015, hlm. 6
New Normal
Revolution Crisis
Science

Paradigma II

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa 1) perkembangan


sains menurut Kuhn bersifat revolusioner, 2) revolusi ilmiah merupakan
proses peralihan dari paradigma lama keparadigma baru dalam diri para
ilmuan, dan 3) proses terjadinya revolusi ilmiah bermula dari digunakannya
suatu paradigma dalam masa sains normal. Kemudian dalam kenyataan
terdapat anomali yang merupakan kesenjangan anatara paradigma yang
berlaku dengan fenomena. Dengan menumpuknya anomali kemudian timbul
krisis yang mengakibatkan para ilmuan meninggalkan paradigma lama dan
menggunakan paradigma baru yang disepakati para ilmuan.17

Pergeseran paradigm diartikan sebagai perpindahan persepsi dan cara


pandang tentang suatu objek keilmuan tertentu dari pandangan lama ke
pandangan baru, dari kebenaran lama ke kebenaran baru. Konsepsi tentang
pergeseran paradigma membuka kesadaran bersama bahwa para ilmuan itu
tidak selamanya meyekini sebuah produk keilmuan itu sebagai sesuatu yang
final kebenarannya, obyektivitas atau kebenaran ilmiah itu mulai diragukan
validitasnya dan beralih pada keyakinan kebenaran paradigma baru.18
17
Fia Alifah putri (dkk), “Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Ilmu Pengetahuan dan
Pendidikan”, Nizhamiyah, X, Desember 2020, hlm. 101-102
18
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 267
Para pengkaji dan peneliti ilmiah yang sejati selalu saja memiliki
subjektivitas naluriah untuk bergerak secara inovatif guna mencari dan
menemukan alur-alur pendekatan baru, atau untuk mempromosikan cara
pendekatan yang sampai saat itu sebenarnya sudah ada namun yang selama ini
terpendam dan terabaikan oleh kalangan yang selama ini berkukuh pada
paradigma lama yang diyakini telah berhasil menyajikan sehimpunan
pengetahuan yang normal dan tak lagi diragukan legitimasinya.19

D. Relevansinya dalam pemikiran islam

Revolusi ilmiah dan transformasi hukum Islam dalam dialektika


pemikiran Islam menjadi kenyataan objektif yang terus terjadi sepanjang
sejarah. Sehingga dalam hal ini memahami paradigma ajaran islam
dibutuhkan berbagai kerangka kerja metodologis yang dapat digunakan
sebagai pisau analisis. Kerangka kerja metodologis tersebut dapat ditempuh
melalui berbagai pendekatan, selain pendekatan teologis normatif juga
terdapat banyak pilihan metode lain, misalnya pendekatan historis, sosiologis
antropologis dan pendekatan multidisiplin keilmuan (interdisipliner) yang
dalam bahasanya Amin Abdullah diistilahkan sebagai integrasi dan
interkoneksi.

Senada dengan pandangan Kuhn, bahwa kunci utama revolusi ilmiah


ada pada metodologi. Alam tidak serta merta berubah namun metode
pencarian penjelasan akan gejala alam kadang-kadang revolutif (perlu
perubahan cepat). Sehingga dalam pemikiran Islam, bukan teks Al-Qur’an
yang dirubah. Namun metodologi dalam memahami teksnya yang harus
dirubah (direvolusi).20

19
Nurkhalis, “Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn”, Islam Futura, XI, Febuari 2012,
hlm. 85-86
20
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 271
Pergeseran paradigma yang digagas oleh Kuhn telah menjelajah semua
bidang ilmu pengetahuan tidak terkecuali ilmu-ilmu agama, mendorong para
ilmuan untuk terus mengembangkan teori dan penelitian. Dalam pandangan
islam, worldview yang terbentuk juga berdasarkan komitmen para ilmuan,
namun semuanya berpangkal dari sumber tunggal yakni pesan-pesan Kitab
Suci Al-Qur’an dipandang sebagai kitab yang komplit, sempurna, dan
mencakup segala-galanya termasuk sistem kemasyarakatan, ilmu pengetahuan
dan teknologi modern.21

Agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin memiliki


ajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman dan waktu. Oleh sebab itu,
tidak perlu pembaharuan terhadap teks ajaran Islam. Akan tetapi yang perlu
diperbarui adalah paradigma manusia terhadap agama dan bukan Al-Qur’an
yang harus digugat untuk menghadapi perkembangan zaman. Hadalm hal ini,
ayat-ayat Al-Qur’an perlu dipahami dan diberi interpretasi berdasarkan
realitas kekinian. Dengan interpretasi beserta reinterpretasi tersebut
menjadikan agama mampu dan sejajar atau bahkan posisinya lebih tinggi dan
teratas dalam berdialog dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.22

Dari pemaparan di atas, apabila pemaknaan dalam ajaran Islam


terdapat anomali (penyimpangan) dari paradigma tentang isi Al-Qur’an, maka
perlu diadakan reinterpretasi terhadap teksnya. Sehingga kajiannya dapat
menggunakan analisis teks dan konteks.23

E. Penutup
Thomas Kuhn merupakan filosof, fisikawan, sekaligus sejarawan dari
Amerika pada era abad ke-20. Karyanya yang paling terkenal yaitu The
21
Afriadi Putra, “Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi Studi Al-
Qur’an”, Refleksi, XV, Januari 2015, hlm. 12
22
Inayatul Ulya (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam”,
Fikrah, III, Desembar 2015, hlm. 271-272
23
Ibid, hlm. 272
Structure of Scientific Revolution. Menurut Kuhn paradigma selalu mengalami
perpindahan (shift) yaitu adanya worldview yang berbeda. Paradigma akan
menjawab teka-teki (puzzle solving). Ilmu pengetahuan akan bersifat terbuka
untuk menyelesaikan masalah itu sendiri, sehingga ilmu pengetahuan akan
menjadi paradigma masyarakat.
Paradigma yang terdapat anomali dan sudah tidak bisa menjawab
permasalahan zaman akan mengalami krisis sehingga perlu dikaji agar krisis
tersebut berevolusi dan melahirkan paradigma baru yang nantinya paradigma
yang sudah di setujui kebenarannya oleh para ilmuan tersebut akan menjadi
worldview baru.

Daftar Pustaka

Alifah Putri Fia (dkk), “Paradigma Thomas Kuhn: Revolusi Ilmu Pengetahuan
dan Pendidikan”, dalam Nizhamiyah, X, 2020.
Kholisun Afif, “Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap
Pengembangan dan Pembaharuan Ilmu Nahw”, dalam Jurnal
Pusaka, VI, 2019.
Nurkhalis, “Konstruksi Teori Paradigma Thomas S. Kuhn”, dalam Islam
Futura, XI, 2012.
Putra Afriadi, “Epistemologi Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan
Relevansinya bagi Studi Al-Qur’an”, dalam Refleksi, XV, 2015.
Ulya Inayatul (dkk), “Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya Terhadap
Keilmuan Islam”, dalam Fikrah, III, 2015.

Anda mungkin juga menyukai