Anda di halaman 1dari 19

Revisi Makalah

METODE/PENDEKATAN ILMIAH MODEL PEMIKIRAN/TEORI


REVOLUSI PARADIGMA THOMAS S. KUHN

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas UAS mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Usman, S.S M.Ag

Disusun oleh:

Muchamad Mufid

17204010159

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI UNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Thomas Kuhn sebagai salah satu filsuf ilmu abad XX memberikan


sumbangan yang besar dalam perkembangan filsafat ilmu dengan membongkar
doktrin positivisme yang telah mengakar dalam perkembangan ilmu hingga abad
XX. Kuhn lebih jauh mengenalkan corak pembahasan filsafat ilmu secara inovatif
dengan mendekati ilmu dari aspek sejarah perkembangan ilmu.1
Kuhn menolak pemikiran positivistik-objektifistik dan proses akumulasi,
evolusi, dan eliminasi dalam perkembangan ilmu. Pandangan ilmu dari perspektif
sejarah atau sejarah ilmu adalah dasar pemikiranya. Sejarah ilmu sudah seharusnya
menjadi guru oleh filsafat ilmu untuk dapat memahami hakikat ilmu dan aktivitas
ilmiah yang sesungguhnya. Pandangan Kuhn ini telah membuat dirinya menjadi
prototip pemikir non positivistik. Pemikiran positivisme memang lebih
menggarisbawahi validitas hukum-hukum alam dan hukum sosial yang bersifat
universal yang dapat dibangun oleh rasio.2
Kuhn tercengan oleh jumlah dan tingkat perselisihan pendapat diantara para
ilmuan sosial tentang sifat masalah dan metode ilmiah yang sah. Upaya untuk
menemukan sumber perselisihan itu menyebabkannya menyadari peran riset
ilmiah tentang apa yang sejak itu ia sebut paradigma.3
Pandangan Khun inilah yang banyak menarik para ilmuan untuk mengulas
kembali dan menjadikan pemikiran Kuhn sebagai dasar dan rekomendasi ilmu dari
berbagai bidang. Berdasarkan kajian inilah maka penyusun menganggap perlu

1
Sonjoruri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi dalam Langkah Metodologi Riset
Ilmiah”, Jurnal Filsafat. Vol.18. nomor 3. Desember 2008, hal. 223
2
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2008), hal. 127
3
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993), hal. x

2
adanya pembahasan mendalam tentang metodologi/pendekatan ilmiah model
pemikiran/teori revolusi paradigma Thomas S. Kuhn.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Thomas Samuel Kuhn?
2. Landasan pemikiran apa yang digunakan Thomas Samuel Kuhn?
3. Bagaimana proses terjadinya revolusi paradigma sains menurut Thomas Samuel
Kuhn?

C. Tujuan
1. Mengetahui boigrafi Thomas Samuel Kuhn
2. Mengetahui landasan pemikiran yang digunakan Thomas Samuel Kuhn
3. Mengetahui proses terjadinya revolusi paradigma sains menurut Thomas
Samuel Kuhn

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Thomas Samuel Kuhn
Thomas Samuel Kuhn dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati
Ohio, USA dari keluarga Yahudi. Thomas Kuhn memulai kehidupan akademik di
bidang ilmu fisika. Ia memperoleh gelar Sarjana di bidang ilmu fisika dari
Universitas Harvard dengan summa cumlaude pada tahun 1943. Gelar Master di
bidang ilmu fisika ia selesaikan di Harvard pada tahun 1946 dan gelar Ph.D ia
peroleh pada tahun 1949 di bidang ilmu fisika juga.4
Thomas Kuhn memulai karir akademik sebagai asisten profesor. Ia mengajar
sejarah ilmu bagi mahasiswa humaniora tingkat sarjana di Harvard sejak tahun
1948 hingga 1956. Pada kesempatan ini, Kuhn berkenalan secara mendalam
dengan pustaka yang berkaitan dengan persoalan ilmu yang dilihat dari aspek
sejarah. Pada awalnya Kuhn memberikan perhatian pada sejarah ilmu terutama
pada persoalan teori tentang materi abad delapan belas dan sejarah awal teori
termodinamika.5
Selanjutnya perhatian Kuhn beralih ke persoalan sejarah astronomi dan pada
tahun 1957 terbit buku Kuhn yang pertama, The Copernican Revolution. Tahun
1956 Thomas S. Kuhn pindah ke Berkeley untuk mengambil post-graduate di
departemen Filsafat, Universitas California dengan konsentrasi pada sejarah ilmu
sesuai dengan ketertarikannya sejak awal pada filsafat ilmu. Tahun 1961 Kuhn
menjadi profesor secara penuh di Universitas California, Berkeley. Ketika belajar
di Berkeley inilah, Kuhn berkenalan dengan karya Wittgenstein dan Paul
Fayerabend secara mendalam, yang akhirnya pada tahun 1962 terbitlah buku
kedua The Structure of Scientific Revolutions.6 Buku inilah yang paling terkenal

4
Sonjoruri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi dalam Langkah Metodologi Riset
Ilmiah”, Jurnal Filsafat. Vol.18. nomor 3. Desember 2008, hal. 224
5
Ibid., hal. 224-225
6
Ibid., hal . 225

4
dan mendapat sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuan pada umumnya yang
diterbitkan oleh University of Chicago Press.7
Tahun 1964 Kuhn meninggalkan Berkeley menuju Princeton University
sebagai M. Taylor Pyne Profesor untuk Filsafat dan Sejarah Ilmu. Selanjutnya
pada tahun 1983 kuhn dianugrahi gelar professor untuk kesekian kalinya, kali ini
dari Massachusetts Institute of University. Thomas Kuhn menderita penyakit
kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang akhirnya meninggal
dunia pada hari senin 17 Juni 1996 dalam usia 73 tahun.8
B. Landasan Pemikiran Thomas S. Kuhn
1. Penolakan Thomas Kuhn atas Positivisme
Perlu diungkap terlebih dahulu posisi Thomas Kuhn dalam sejarah filsafat
Barat, terutama pasca berlalunya masa positivisme Auguste Comte yang
diikuti filosof di lingkaran Wina dan falsifikasi Karl Popper. Jika positivisme
membagi pengetahuan menjadi dua: meaningfull (meliputi ilmu yang empiris-
induktif dan dianggap pasti) dan meaningless (termasuk di dalamnya agama,
metafisika dan seni), dalam makna yang sama, Popper mengenalkan istilah
baru: science untuk yang pertama dan pseudoscience untuk yang kedua.
Berbeda dengan positivisme, Popper meyakini bahwa keduanya meaningfull.9
Pandangan Kuhn tentang ilmu dan perkembangannya pada dasarnya
merupakan respon terhadap pandangan neo positivisme dan Popper. Menurut
Thomas Kuhn Positivisme memandang perkembangan ilmu pengetahuan
bersifat kumulatif. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan terus sebagai akumulasi yang terjadi sebagai akibat riset
para ilmuan sepanjang sejarah dan perkembangannya. Positivisme juga
memvonis kriteria ilmiah dan tidak ilmiahnya satu teori atau proposisi
melalui prinsip verifikasi. Sedangkan Popper cenderung untuk tidak sepakat

7
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2008), hal. 125
8
Ibid., hal. 125
9
Mu’ammar Zayn Qadafy, “Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn (1922-1996) dan
Relevansinya bagi Kajian Islam,” Jurnal Al-Murabbi vol. 01 Nomor 01 Juli-Desember 2014, hal. 48

5
dengan prinsip verifikasi dan menggantinya dengan falsifikasi, maksudnya
dapat dibuktikan salahnya suatu teori, proposisi atau hipotesis. Menurut
Popper, perkembangan ilmiah diawali dengan pengajuan hipotesis yang
kemudian dilanjutkan dengan upaya pembuktian salahnya hipotesis tersebut.
Maka sebuah teori ketika telah terbukti kesalahannya, secara otomatis
langsung menggugurkan teori sebelumnya.10
Kuhn menolak pandangan Popper yang terlebih dahulu menguraikan
terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesa untuk kemudian diberlakukan
prinsip falsifikasi (proses eksperimentasi untuk membuktikan salah dari suatu
teori ilmu). Thomas Kuhn yang memandang bahwa tidaklah dapat begitu saja
menggugurkan sebuah teori jika ditemukan ketidaksesuaian antara teori
dengan hasil observasi/eksperimen, karena sebuah teori bukanlah tersusun atas
keterangan tunggal tetapi tersusun dari keterangan yang kompleks, terlebih lagi
jika akan diuji dalam eksperimen maka struktur yang melingkupi teori tersebut
menjadi semakin kompleks.11 Perkembangan dan khususnya perubahan ilmu
pengetahuan menurut Kuhn tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris
melalui proses falsifikasi suatu teori atau sistem, melainkan terjadi melalui
satu perubahan yang sangat mendasar atau melalui suatu revolusi ilmiah.
Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, dalam arti sejarah ilmu,
suatu hal yang sebenarnya juga dilakukan Popper. Sejarah ilmu pengetahuan
hanya dipergunakan Popper sebagai bukti untuk mempertahankan
pendapatnya, Kuhn justru lebih mementingkan sejarah ilmu sebagai titik tolak
penyelidikan. Filsafat ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat
memahami kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya.12
Kuhn muncul sebagai kritik atas dua aliran filsafat di atas. Menurutnya,
baik Auguste Comte dan Popper terlalu sibuk dengan hal-hal yang menurutnya

10
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu: Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2015), hal. 162-163
11
Slamet Subekti, Filsafat Ilmu Karl R. Popper dan Thomas S. Kuhn serta Implikasinya dalam
Pengajaran Ilmu, Jurnal HUMANIKA Vol. 22 No. 2 (2015), hal. 228-229
12
Rizal Muntasyir dan Misbah Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal.
154

6
termasuk dalam tradisi penyelesaian tekai-teki (puzzle-solving tradition) dan
melupakan aspek penting dalam ilmu pengetahuan, yaitu paradigma.
Pandangan Kuhn ini telah membuat dirinya tampil sebagai prototipe
pemikir yang mendobrak keyakinan para ilmuan yang bersifat positivisme.
Pemikiran positivisme lebih menggarisbawahi validitas hukum-hukum alam
dan hukum sosial yang bersifat universal, yang dapat dibangun oleh rasio.
Mereka kurang begitu berminat untuk melihat faktor historis yang ikut
berperan dalam aplikasi hukum-hukum yang dianggap sebagai universal
tersebut.
2. Paradigma Sains Thomas S. Kuhn
Paradigma berarti “pola”, “model” atau “skema” dan “pemahaman”
aspek-aspek tertentu ihwal realitas (kenyataan) yang dikaji. 13 Kuhn
memaknai istilah paradigma untuk menggambarkan sistem keyakinan yang
mendasari upaya pemecahan teka-teki yang bekerja di dalam ilmu. Menurut
Kuhn, paradigma ilmu adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara
memandang dan memahami alam yang telah digunakan oleh sekelompok
ilmuan sebagai pandangan dunianya. Paradigma ilmu berfungsi sebagai lensa
yang melaluinya ilmuan dapat mengamati dan memahami masalah-masalah
ilmiah dalam bidang masing-masing dan jawaban-jawaban ilmiah terhadap
masalah-masalah tersebut.14
Paradigma ilmu dapat dianggap sebagai suatu skema kognitif yang
dimiliki bersama. Paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap
komunitas ilmiah, yang dengannya mereka membaca, menafsirkan,
mengungkap, dan memahami alam. Temuan Kuhn memperkuat alur pemikiran
bahwa sains bukannya value-neutral, seperti yang terjadi dalam pemecahan
persoalan-persoalan matematis, tetapi sebaliknya ilmu pengetahuan

13
Slamet Subekti, Filsafat Ilmu Karl R. Popper dan Thomas S. Kuhn..., hal. 166.
14
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma…, hal. 127-128

7
sesungguhnya adalah value laden, yang erat terkait dengan nilai-nilai sosio-
kultural, nilai-nilai budaya, pertimbangan politik praktis dan lain sebagainya.15
Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, bukan kumulatif sebagaimana pendapat sebelumnya. Revolusi
ilmiah itu pertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang
terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkret.16
Tanpa disadari, paradigma seringkali menjadi pemain utama dalam riset-
riset ilmiah. Ini dikarenakan seseorang tidak pernah bekerja secara a priori
tetapi berdasarkan paradigmanya, yaitu cara pandang yang terbentuk oleh
pengaruh personal, pertimbangan-pertimbangan kekelompokan, dan cara
pandang sosialnya. Imbasnya, alam seringkali tidak menguraikan dirinya
sendiri. Sang ilmuwan itulah yang memberi makna atas pesan-pesan alam,
berdasarkan teori dan keyakinannya.17
Kuhn membuat beberapa klaim terkenal berkaitan dengan kemajuan
pengetahuan ilmiah: bahwa bidang ilmiah berlangsung periodic "paradigm
shifts" ketimbang bergerak maju dalam satu jalur linear dan berkelanjutan;
bahwa paradigm shifts tersebut membuka pendekatan-pendekatan baru untuk
memahami apa yang oleh para ilmuwan tidak pernah dipandang valid
sebelumnya; dan bahwa pengertian tentang kebenaran ilmiah (scientific truth),
pada momen tertentu, tidak dapat dibangun sendiri dengan kriteria objektif
melainkan didefinisikan dengan satu konsensus dari masyarakat ilmiah
(scientific community).18
Paradigma-paradigma yang berkompetisi seringkali incommensurable;
yaitu, mereka berkompetisi pandangantentang realitas yang tidak dapat
direkonsiliasi secara koheren. Oleh karena itu, pemahaan kita tentang
ilmutidak akan pernahsepenuhnya"objectivity"; kita harus mempertimbangkan

15
Ibid., hal. 129
16
Rizal Muntasyir dan Misbah Munir, Filsafat Ilmu..., hal. 154
17
Mu’ammar Zayn Qadafy, “Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn (1922-1996) ..., hal. 51
18
Slamet Subekti, Filsafat ilmu Karl R. Popper dan Thomas S. Kuhn serta implikasinya
dalam pengajaran ilmu, HUMANIKA Vol. 22 No. 2 (2015), hal.42

8
juga perspektif subjektif (subjective perspectives).19 Sebab itulah masyarakat
ilmiah (scientific community) harus memperbanyak serpihan dari teka-teki
yang telah dikumpulkan. Semakin banyak lingkungan ilmiah dapat diterangkan
oleh suatu komunitas ilmiah semakin besar pula kemajuan yang dicapaianya.
Dengan demikian, paradigma ilmu tidak lebih dari suatu kontruksi
segenap komunitas ilmiah, yang dengannya mereka membaca, menafsirkan,
mengungkap dan memahami alam. Berdasarkan bukti-bukti dari sejarah ilmu,
Kuhn menyimpulkan bahwa faktor historis yakni faktor non-matematis-
positivistik, merupakan faktor penting dalam bangunan paradigma keilmuan
secara utuh.20
Kuhn menegaskan bahwa ilmu bukan maju melalui akumulasi linear dari
pengetahuan baru, tetapi berlangsung periodic revolutions, disebut
pula“paradigmshifts” dimana hakikat penyelidikan ilmiah dalam satu bidang
tertentu dalam abruptly transformed. Kuhn memperkenalkan konsep paradigm
shift untuk menandai situasi dalam sejarah ilmu dimana satu teori ditinggalkan
untuk mendukung teori lain, sebagai hasil dari krisis yang didorong oleh
kemunculan sejumlah teka-teki (puzzles) yang tidak dapat dipecahkan dalam
konteks kerangka teori lama (old framework).21 Sementara dijelaskan oleh
muslih bahwa pergeseran paradigma (shifting paradigm), yakni proses dari
keadaan normal science ke wilayah revolutionary science.22

C. Proses Revolusi Paradigma Sains


Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia tidak dapat
terlepas sama sekali dari apa yang disebut keadaan “normal science” dan
“revolutionary science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku

19
Ibid,...hal.42
20
Mohammad Muslih , filsafat ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan,...hal.113
21
Ibid,... hal. 42
22
Ibid,...hal.116

9
adalah termasuk dalam wilayah sains normal.23 Revolusi ilmiah adalah perubahan
yang drastis yang terjadi dalam tahapan perkembangan ilmu pengetahuan.
Perubahan paradigma itu bisa terjadi secara sebagian atau keseluruhan oleh
paradigma baru. Namun yang jelas adalah pergantian paradigma ilmiah akan
mengakibatkan munculnya perbedaan yang sangat mendasar antara paradigma
lama dengan paradigma baru (yang menggatikannya). Dengan demikian, jelas,
perkembangan ilmu pengetahuan terjadi melalui lompatan yang radikal dan
revolusioner dengan pergantian paradigma.24
Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat
digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Normal science (sains yang normal)
Sains yang normal berarti riset yang dengan teguh berdasar atas satu atau
lebih pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah
tertentu pada suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi pondasi bagi praktek
selanjutnya. Sains normal bermakna penyelidikan yang dibuat oleh suatu
komunitas ilmiah dalam usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigma
ilmiahnya. Sains normal adalah usaha sungguh-sungguh dari ilmuan untuk
mendudukkan alam masuk ke dalam kotak-kotak konseptual yang disediakan
oleh paradigma ilmiah dan untuk menjelaskan diumpamakan sains normal itu
dapat menyelesaikan teka-teki.25
Keberhasilan sebuah paradigma pada mulanya sebagian besar adalah janji
akan keberhasilan yang dapat ditemukan dalam contoh-contoh pilihan dan yang
belum lengkap. Sains yang normal terdiri atas perwujudan janji itu, perwujudan
yang dicapai dengan memperluas pengetahuan tentang fakta-fakta yang oleh
paradigma diperlihatkan sebagai sangat membuka pikiran, dengan menaikkan

23
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma…, hal. 129
24
Akhyar Yusuf Lubis, filsafat ilmu klasik hingga kontemporer,..hal.164
25
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma…, hal. 130

10
tingkat kecocokan antara fakta-fakta itu dengan prakiraan paradigma, dan
dengan artikulasi lebih lanjut tentang paradigma itu sendiri.26
Menurut Kuhn riset ilmiah pada periode normal science terjadi dalam tiga
kondisi. Pertama, ilmuwan melakukan riset ilmiah terhadap sekelompok fakta
yang telah diprediksi oleh paradigm tunggal yang berlaku pada periode
tersebut. Kedua, sekelompok fakta tersebut dapat dibandingkan secara langsung
dengan realita melalui prediksi yang telah ditentukan berdasar
teori/konsep/hukum yang ada pada paradigma tunggal tersebut. Ketiga, riset
ilmiah yang terjadi pada periode normal science berkaitan dengan
pengartikulasian paradigma tunggal yang berlaku.27
2. Anomali dan krisis
Dalam wilayah normal science bisa saja ada banyak persoalan yang tidak
dapat terselesaikan, dan bahkan inkonsistensi. Inilah keadaan yang oleh Kuhn
disebut anomalies, keganjilan-keganjilan, ketidaktepatan, ganjalan-ganjalan,
penyimpangan-penyimpangan dari yang biasa, suatu keadaan yang sering kali
tidak dirasakan bahkan tidak diketahui oleh pelaksana di lapangan.28
Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya
ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
Menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuan
terhadap paradigma.29 Satu produk standar dari kegiatan ilmiah itu tidak ada.
Sains yang normal tidak ditunjukkan kepada kebaruan-kebaruan fakta dan teori,
jika berhasil maka tidak menemukan hal-hal tersebut. Meskipun demikian,
gejala-gejala yang baru dan tak terduga itu berulang kali tersingkap oleh riset
ilmiah, dan teori-teori baru yang radikal terus menerus diciptakan oleh para
ilmuan.30 Jika kesadaran akan anomali memainkan peran dalam muculnya
jenis-jenis gejala baru, maka tidak akan mengejutkan bahwa kesadaran yang

26
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993), hal. 26
27
Sonjoruri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi…, hal. 229-230
28
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma…, hal. 130
29
Rizal Muntasyir dan Misbah Munir, Filsafat Ilmu..., hal. 155
30
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains..., hal. 57

11
serupa, tetapi lebih mendalam merupakan prasarat bagi semua perubahan teori
yang dapat diterima.
Anomali tidak dapat dipecahkan secara tuntas dalam wilayah normal
science. Hanya peneliti serius tertentu, pengamat, dan kritikus yang secara
relatif mengetahui adanya anomali tersebut, yang disebut sains luar biasa.
Sains luar biasa berlaku bila dalam perjalanan sains normal suatu komunitas
ilmiah mulai mengumpulkan data yang tidak sejalan dengan pandangan
paradigma mereka terhadap alam. Bila suatu komunitas ilmiah mulai
mempersoalkan kesempurnaan paradigmanya, maka semenjak itu memasuki
keadaan krisis. Krisis adalah suatu mekanisme koreksi diri yang memastikan
bahwa kekauan pada fase sains normal tidak akan berkelanjutan.31
3. Revolusi sains
Jika anomali yang kecil-kecil terakumulasi dan menjadi terasa begitu akut
sehingga pada saatnya ditemukan pemecahan yang lebih memuaskan oleh para
ilmuan. Artinya suatu komunitas ilmiah kemudian dapat menyelesaikan
keadaan krisisnya dengan menyusun diri di suatu paradigma baru, maka
terjadilah apa yang disebut oleh Kuhn dengan revolusi sains (revolutionary
science).32
Sesudah suatu komunitas ilmiah mengalami revolusi, maka kemajuan
penyelesaian teka-teki yang dicapai pada fase sains normal haruslah dinilai dari
keadaan baru sebab gambarnya sudah berubah. Bila suatu komunitas ilmiah
menyusun diri kembali di sekeliling suatu paradigma baru, maka ia memilih
nilai-nilai, norma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara-cara
mengamati dan memahami alam ilmiahnya dengan cara baru. Inilah proses
pergeseran paradigma terjadi, yakni suatu proses dari keadaan normal science
ke wilayah revolusionary science. Dalam periode revolutionary science hampir

31
Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma...,hal. 131
32
Ibid., hal. 131

12
semua kosa kata, istilah-istilah, konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesaian
persoalan, cara berpikir, cara mendekati persoalan berubah dengan sendirinya.33
Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa dipecahkan dengan revolusi
dimana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan paradigma baru.
Namun, apa yang sebelumnya pernah revolusioner itu juga dengan sendirinya
akan mapan dan menjadi ortodoksi baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu berkembang
melalui siklus-siklus: sains normal diikuti oleh revolusi yang diikuti lagi oleh
sains normal dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.34
Teori baru dalam periode scientific revolutions muncul dalam paradigma
yang berbeda dari paradigma sebelumnya, sehingga perkembangan teori pada
periode scientific revolutions berproses non-kumulatif. Hal ini mengakibatkan
sisi inovasi lebih terlihat pada scientific revolutions daripada pada normal
science. Teori yang muncul pada periode scientific revolutions cenderung tidak
mempunyai hubungan langsung dengan teori sebelumnya yang berada di bawah
naungan paradigma lama.35
Suatu teori baru tidak perlu bertentangan dengan teori manapun yang
menjadi pendahulunya. Ia bisa saja menangani semata-mata gejala-gejala yang
tidak dikenal sebelumnya. Juga teori baru itu bisa jadi sekedar teori yang lebih
tinggi tingkatannya daripada yang telah dikenal sebelumnya, teori yang
menjalin erat seluruh kelompok teori tingkat yang lebih rendah tanpa banyak
mengubah yang manapun.36
Pada prinsipnya hanya ada tiga gejala yang disekitarnya bisa berkembang
teori baru, yaitu:
a. Terdiri atas gejala-gejala yang telah diterangkan jelas oleh paradigma-
paradigma yang ada, dan gejala-gejala ini jarang menyajikan motif ataupun
titik tolak bagi penyusunan teori.

33
Ibid., hal. 131-132
34
Ibid., hal.
35
Sonjoruri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi…, hal. 236
36
Thomas S. Kuhn, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains..., hal. 103

13
b. Gejala-gejala yang sifatnya ditunjukkan oleh paradigma yang ada, tetapi
yang rinciannya hanya dapat dipahami melalui artikulasi teori selanjutnya.
c. Anomali-anomali yang diakui, yang karakteristiknya menandai
kebandelannya dalam menolak pengasimilasian kepada paradigma-
paradigma yang ada.
Revolusi ilmiah menurut pandangan Thomas S. Kuhn dapat digambarkan
dalam skema sebagai berikut:37

Kebenaran sebuah teori, menurut Kuhn bisa diuji baik melalui verifikasi
maupun falsifikasi. Yang penting bahwa kebenaran tersebut tidak selalu
dipengaruhi oleh criteria obyektif melainkan juga subyektif, yaitu komitmen
sosiologis maupun psikologis dari sebuah komunitas ilmiah tertentu. Gattei
mengatakan bahwa kebenaran ilmu adalah berlandaskan diterima atau tidaknya
ilmu tersebut oleh sebuah paradigma ilmiah. Bagi Kuhn, tidak ada paradigm yang
sempurnadan terbebas dari anomali-anomali. Akan selalu ada paradigma baru

37
Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat…, hal. 125.

14
yang mengancam kebenaran paradigma lama yang dulunya juga adalah paradigma
baru.38

D. Relevansi Pemikiran Thomas Kuhn dalam Kajian Keislaman


Paling tidak ada tiga hal dalam kajian keislaman yang bisa ditarik
relevansinya dengan pemikiran filosofis Kuhn, yaitu tentang epistimologi Islam,
keanggotaan dalam komunitas ulama’ dan paradigma Islam “jumhur”.39
Pergeseran paradigma dalam epistimologi adalah hal yang biasa dan dalam Islam,
bukan hal baru lagi jika sebuah paradigma epistimologis lama digeser dengan
paradigma epistimologis baru.
Relevansi kedua adalah mengenai keanggotaan dalam komunitas ulama’
semisal Majelis Ulama’Indonesia. Kuhn mengkritik komunitas ilmiah
berdasarkan keterbatasan mereka untuk memperluas frame kajian dan fokus hal-
hal yang berada di luar paradigma mereka, juga keterbatasan komunitas semacam
ini dari isu-isu sosial. Barangkali,solusi sederhananya adalah dengan me mperluas
spesifikasi anggota komunitas tersebut. Meskipun dalam definisi Kuhn, sebuah
komunitas ilmiah meniscayakan pelatihan-pelatihan yang sama terhadap
anggotanya, ini tidak menegasikan keharusan menyamakan spesifikasi anggota
komunitas.
Relevansi yang ketiga ditarik dari paradigma Islam Jumhur. Beberapa kasus
telahmembuktikan bagaimana paradigma mapan pada awalnya tumbuh dari
pendapat nyeleneh yang menyalahi mainstream. Tak jarang, pendapat ini berujung
pada pengasingan, bahkan pemurtadan. Padahal, sebagai sebuah anomali yang
berbeda dengan kebanyakan, pendapat semacam ini patut dikaji secara obyektif
tanpa tendensi-tendensi ideologis.
E. Kritik terhadap Pemikiran Thomas Samuel Kuhn

Jika dilihat dari keterkaitan antara paradigma yang satu dengan


paradigma yang lain maka semua paradigma memiliki kelebihan dan

38
Mu’ammar Zayn Qadafy, “Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn (1922-1996)..., hal. 54-55.
39
Ibid., hal. 56-58.

15
kekurangannya masing-masing. Paradigma baru muncul karena dirasa
paradigma lama sudah tidak mampu lagi menyelesaikan permasalahan pada
saat itu. Salah satunya adalah Thomas S. Kuhn yang memiliki paradigma
Scientific Revolution yang pada saat itu dirasa mampu menyelesaikan
permasalahan yang ada pada paradigma sebelumnya.
Pemikiran Thomas Kuhn diatas memang dapat mendobrak pemikiran lama
yang terkesan kurang melihat sejarah dari ilmu sendiri namun tidak adanya standar
atau netralitas paradigma menjadikan setiap taksiran atau sesuatu, metode serta
instrumen ilmiah (baik konseptual maupun teknis) valid hanya jika dilihat dari
sudut pandang paradigm tertentu yang membingkainya. Dengan sendirinya tidak
ada tesis yang bisa dibandingkan (there is no incommensurability).
Kritikan terhadap Thomas Kuhn juga datang dari Imre Lakatos,
menurutnya teori Kuhn tentang Scientific Revolution merupakan paradigma
yang menakjubkan, sayangnya, teori Kuhn miskin metodologi normatif. Kuhn
hanya cenderung pada peristiwa yang terjadi namun kurang memperhatikan
sebab dan dampak dari terjadinya peristiwa.
Menurut hemat penulis setiap ilmuan/pemikir haruslah bijak dalam
menggunakan metode atau pendekatan, karena setiap pendekatan yang
digunakan tentunya harus didasarkan dengan realita yang ada (objek yang
sedang dikaji), agar pendekatan atau metode yang digunakan dapat tepat
sasaran dan dapat bermanfaat bagi lingkungan sosial masyarakat.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran Kuhn diatas merupakan respon terhadap pandangan neo
positivisme dan pemikiran Popper. Kuhn menolak pandangan positivisme,
falsifikasi, dan refutasi yang berpijak pada pemikiran positivistik-objektivistik dan
proses evolusi, akumulasi dan eliminasi dalam perkembangan ilmu.
Dalam pandangan Kuhn perkembangan dan kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, buka evolusi atau kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya.
Perkembangan ilmu tidak disebabkan oleh adanya pergeseran paradigma.
Paradigma pada dasarnya adalah hasil konstruksi sosial para ilmuan komunitas
ilmiah, yang merupakan seperangkat keyakinan mereka sebagai cara pandang
terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkret.
Cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan
secara umum kedalam tahap-tahap sebagai berikut: pertama, paradigma ilmu
membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal
science). Disini para ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan
paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam.
Selama menjalankan aktivitas ilmiah itu para ilmuan menjumpai berbagai
fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang digunakan yang
dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang memperlihatkan adanya
ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma yang dipakai.
Kedua, menumpuknya anomali me nimbulkan krisis kepercayaan dari para ilmuan
terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan dan mereka
mulai keluar dari jalur ilmu normal. Ketiga, para ilmuan bisa kembali lagi pada
cara-cara ilmiah yang lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu
paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing
aktiviitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma
baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.

17
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat penulis susun secara maksimal semoga
dapat memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Penulis berharap jangan hanya
berhenti disini tetapi masih banyak ilmu pengetahuan yang perlu dipelajari yang
selalu mengalami perkembangan. Tentunya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sehingga penulis harapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat menambah wawasan bagi kita semua.

18
DAFTAR PUSTAKA

Kuhn, Thomas Samuel, Peran Paradigma dalam Revolusi Sains, Bandung:


RemajaRosdakarya, 2012

Lubis, Akhyar Yusuf, Filsafat Ilmu Klasik hingga Kontemporer, Jakarta:Raja


grafindo, 2014

Muslih, Mohammad, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Yogyakarta: Belukar ,2004

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2004

Qadafy, Mu’ammar Zayn, “Revolusi Ilmiah Thomas S. Kuhn (1922-1996) dan


Relevansinya bagi Kajian Islam,” Jurnal Al-Murabbi vol. 01 Nomor 01 Juli-
Desember 2014

Subekti, Slamet, Filsafat ilmu Karl R. Popper dan Thomas S. Kuhn serta implikasinya
dalam pengajaran ilmu, Jurnal HUMANIKA Vol. 22 No. 2, 2015

Trisakti, Sonjoruri B, “Thomas Kuhn dan Tradisi-Inovasi dalam Langkah Metodologi


Riset Ilmiah.” Jurnal Filsafat. Vol. 18. Nomor 3. 2008

19

Anda mungkin juga menyukai