Anda di halaman 1dari 18

EPISTEMOLOGI: THOMAS SAMUEL KUHN

DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

(REVISI MAKALAH)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Filsafat Ilmu”


Dosen Pengampu Dr. Sangkot Sirait, M. Ag.

Disusun oleh:
Mahmudah
17204010138

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2017
A. Pendahuluan

Salah satu bidang garapan dalam filsafat ilmu adalah epistemologi.


Epistemologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang asal muasal,
sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitan
dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan bagaimana proses yang
memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana
prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang benar? Apa yang disebut dengan kebenaran itu sendiri? Apakah
kriterianya? Cara atau teknik atau sarana apa yang membantu kita dalam
mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? 1

Pada perkembangan filsafat ilmu dalam memahami beberapa kerangka


teori keilmuan dan juga paradigma keilmuan, terdapat beberapa filsuf yang
terkenal karena hasil pemikiran dan karyanya berpengaruh terhadap perkembangan
suatu ilmu, Salah satu tokoh filsafat yang terkenal yaitu Thomas Kuhn yang
mengarang buku The Structure of Scientific revolution tahun 1962.

Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model
yang terdahulu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu
dan filsafat sains. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata
utamanya dalam menyoroti permasalahan-permasalahan fundamental dalam
epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-teki. Menurutnya, dalam setiap
perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fase yaitu; normal science dan
revolutionary science. Singkatnya, normal science adalah teori pengetahuan yang
sudah mapan sementara revolutionary science adalah upaya kritis dalam
mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teori tersebut
memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untuk mengetahui
sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigma Kuhn dalam proses memperoleh
pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomologi.

1
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
hlm. 151

1
B. Biografi Thomas S. Kuhn

Thomas S. Kuhn lahir pada 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio Amerika


Serikat. Pada tahun 1949 ia memperoleh gelar Ph.D dalam bidang ilmu fisika di
Havard University. Di tempat yang sama ia kemudian bekerja sebagai asisten dosen
dalam bidang pendidikan umum dan sejarah ilmu. Pada tahun 1956, Kuhn
menerima tawaran kerja di Universitas California, Berkeley sebagai dosen dalam
bidang sejarah sains. Tahun 1964, ia mendapat anugerah gelar Guru besar
(professor) dari Princeton University dalam bidang filsafat dan sejarah sains.
Selanjutnya pada tahun 1983 ia dianugerahi gelar professor untuk ke sekian
kalinya, kali ini dari Massachusetts Instituse of University. Thomas Kuhn
menderita penyakit kanker selama beberapa tahun di akhir masa hidupnya, yang
akhirnya meninggal dunia pada hari senin 17 Juni 1996 dalam usia 73 tahun. 2

Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling popular dan mendapat
sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuan pada umumnya adalah The Structure of
Scientific Revolutions, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962 oleh University of
Chicago Press. Buku itu terjual lebih dari satu juta copy dalam 16 bahasa dan
direkomendasikan menjadi bahan bacaan dalam kasus-kasus atau pengajaran yang
berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset, dan sejarah, serta filsafat
sains. 3

C. Pemikiran Thomas S. Kuhn

Salah satu tujuan Kuhn dalam bukunya The Structure of Scientific


Revolution adalah untuk menantang anggapan umum yang berlaku mengenai cara
terjadinya perubahan ilmu. Menurut pandangan orang awam dan kebanyakan
ilmuan, kemajuan ilmu terjadi secara kumulatif, setiap tahap kemajuan tanpa
terelakkan dibangun di atas seluruh kemajuan yang telah tercapai sebelumnya. Ilmu
telah mencapai tingkat kemajuan yang sekarang melalui kenaikan atau tambahan

2
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004. Hlm.110
3
Ibdi, ….. hlm. 110.

2
pengetahuan yang terjadi secara terus menerus dan lambat. Demikianlah, ilmu
mengalami kemajuan bahkan ke tingkat yang semakin tinggi di masa depan.4

Dalam konteks inilah, makna ungkapan fisikawan legendaries dunia Sir


Isaac Newton di atas: “Jika aku dapat melihat jauh ke depan, itu karena aku berdiri
di atas bahu para raksasa”. Namun, Kuhn menganggap konsepsi tentang
perkembangan ilmu secara kumulatif itu sebagai mitos dan ia berusaha untuk
menyingkirkannya. Walaupun Kuhn juga tetap mengakui bahwa proses akumulasi
memainkan peran dalam kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi perubahan besar yang
sesungguhnya terjadi akibat revolusi ilmiah.5

Pemikiran Kuhn merupakan pemberontak terhadap paradigma positivisme


(seperti yang dilakukan juga oleh Karl Raimund Popper, Paul Feyerabend, atau
Stephen Toulmin). Gagasan Kuhn sangat radikal dan memberi sumbangan
pemikiran dan pengaruh yang sangat besar bagi pos-positivisme dan epistemologi
posmodern dengan pluralisme paradigma ilmiahnya. Seorang ilmuan, menurut
Kuhn harus ahli dalam bidangnya, kalau tidak, tidak akan berhasil memecahkan
teka teki yang dihadapinya. Ilmuan harus melihat jelas “jaringan” antara konseptual
teoretis, instrumental, metodologis, yang semuanya merupakan pertautan yang
dibutuhkan bagi pemecahan teka teki unutuk program riset ilmu pengetahuan
normal selanjutnya. 6

1. Pemahaman Sejarah Ilmu Pengetahuan dan Penolakan atas Postivisme.

Karya Kuhn “The Structure of Science Revolution” dianggap sebagai


karya monumental mengenai perkembangan sejarah dan filsafat ilmu
pengetahuan dengan mengemukakan konsep paradigma sebagai konsep sentral.
Karya ini ditulis Kuhn ketika ia hampir menyelesaikan disertasinya di bidang
fisika teoritis. Keterlibatannnya dengan kuliah eksperimental mengenai ilmu
fisika pada akhirnya membawanya pada satu kekaguman dan kesimpulan

4
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm.
153.
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; …..hlm. 154
5
6
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, Cetakan ke-3, Jakarta:
Rajawali Press, 2016. Hlm. 161.

3
bahwa “teori dan praktik ilmiah yang telah usang” sesungguhnya secara radikal
telah merobohkan sebagian konsepsi dasarnya tentang sifat ilmu pengetahuan
dan alasan keberhasilannya yang istimewa.7

Kuhn sempat menelaah bidang-bidang yang jauh lebih spesialisnya


seperti psikologi (khususnya eksperimen Piaget, psikologi Gestalt), serta
pengaruh bahasa terhadap pernyataan ilmiah (khususnya berkaitan dengan teori
B.L. Whorf dan Wittgenstein II yang menolak bahasa sebagai cermin realitas).
Penelurusan bidang-bidang ilmiah itu secara tidak sengaja menarik perhatian
Kuhn untuk memahami sejarah ilmu pengetahuan.8 Kuhn memandang ilmu
dari perspektif sejarah, dalam arti sejarah ilmu, suatu hal yang sebenarnya juga
dilakukan oleh Popper. Bedanya Kuhn lebih mengeksplorasi tema-tema yang
lebih besar, misalnya apakah hakikat ilmu, baik dalam praktiknya yang nyata
maupun dalam analisis konkrit dan empiris. Jika Popper menggunakan sejarah
ilmu sebagai bukti untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn justru
menggunakan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikannya. Baginya filsafat
ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat memahami hakikat
ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya. 9

Dalam buku tersebut, Kuhn juga mengkritik dengan tajam pandangan


positivisme dan falsifikasi Popper. Positivisme melihat perkembangan ilmu
pengetahuan bersifat kumulatif. Artinya ilmu pengetahuan berkembang terus
sebagai akumulasi yang terjadi sebagai akibat riset para para ilmuan sepanjang
sejarah perkembangannya. Selanjutnya, positivisme juga menetapkan kriteria
ilmiah dan tidak ilmiahnya satu teori atau proposisi melalui prinsip verifikasi.
Sedangkan Popper menolak prinsip verifikasi itu dengan menggantinya
falsifikasi, maksudnya dapat dibuktikan salahnya suatu teori, proposisi atau
hipotesis. Teori yang dapat dibuktikan salah, secara langsung menggugurkan
teori. Popper mengemukakan bahwa perkembangan ilmiah diawali oleh
pengajuan hipotesis yang kemudian disusul oleh upaya untuk membuktikan
kesalahan hipotesis itu. Jika kita tidak menemukan kesalahan hipotesis lagi,

7
Ibid, .... 162
8
Ibid, .....162
9
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004. Hlm.111

4
maka hipotesis telah berubah menjadi tesis (teori) yang diterima sebagai satu
kebenaran yang tentatif. Artinya, kebenaran teori diterima sampai ditemukan
kesalahan teori itu oleh ilmuan lain.10

Berdasarkan penelitian tentang sejarah ilmu pengetahuan, Kuhn menolak


pandangan Popper itu yang dianggapnya tidak sesuai dengan fakta.
Perkembangan dan khususnya perubahan ilmu pengetahuan menurut Kuhn
tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris melalui proses falsifikasi suatu
teori atau sistem, melainkan terjadi satu perubahan yang sangat mendasar atau
melalui suatu revolusi ilmiah. Kuhn menolak jika pandangan positivisme
bahwa ilmu pengetahuan berkembang secara kumulatif dan evolusioner.
Menurut Kuhn, ilmu pengetahuan berkembang melalui revolusi ilmiah, dan
revolusi ilmiah terjadi lewat perubahan paradigma.11

2. Revolusi Ilmiah

Revolusi ilmiah adalah perubahan yang drastis yang terjadi dalam


tahapan perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan paradigma itu bisa terjadi
secara bagian atau keseluruhan oleh paradigma baru. Namun yang jelas, adalah
pergantian ilmiah akan mengakibatkan munculnya perbedaan yang sangat
mendasar antara paradigma lama dengan paradigma baru (yang
menggantikannya). Dengan demikian, jelas, perkembangan ilmu pengetahuan
terjadi melalui lompatan-lompatan yang radikal dan revolusioner dengan
pergantian paradigma. Berikut skema revolusi ilmiah Kuhn:12

10
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer,.... Hlm. 162
11
Ibid, .... 163
12
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer,.... Hlm. 163

5
Crisis Science
Paradigma Revolution
Normal
Science

Normal Anomaly Paradigma


Science Baru

Gambar Skema Revolusi Ilmiah Kuhn

Dalam pandangan Kuhn, perkembangan dan kemajuan ilmiah bersifat


revolusioner, bukan evolusi atau akumulatif sebagaimana anggapan
sebelumnya. Perkembangan ilmu itu tidak disebabkan oleh dikuatkan dan
dibatalkannya suatu teori, tetapi lebih disebabkan oleh adanya pergeseran
paradigm. paradigma pada dasanya adalah hasil konstruksi social para ilmuan
(komunitas ilmiah), yang merupakan seperangkat keyakinan mereka sebagai
cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktik ilmiah
konkrit. 13

Penjelasan cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah seperti


pada gambar skema di atas adalah sebagai berikut:

1. Paradigma.
Paradigma didefinisikan sebagai pandangan dasar tentang apa yang
menjadi pokok bahasan yang seharusnya dikaji oleh disiplin ilmu
pengetahuan, mencakup apa yang seharusnya ditanyakan dan bagaimana
rumusan jawabannya disertai dengan interpretasi jawaban. Paradigma
dalam hal ini adalah konsesus bersama oleh para ilmuan tertentu yang
menjadikannya memiliki corak yang berbeda antara satu komunitas ilmuan
dan komunitas ilmuan lainnya. Varian paradigma yang berbeda-beda
dalam dunia ilmiah dapat terjadi karena latar belakang filosofis, teori dan

13
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu,…….. Hlm.118

6
instrumen serta metodologi ilmiah yang digunakan sebagai pisau
analisisnya.14
Kuhn mengatakan paradigm yang dimaksudkan tidak sama dengan
“model” atau “pola”, melainkan lebih dari itu.15 Paradigma dalam
pandangan Kuhn digunakan dalam dua arti. Pertama, sebagai keseluruhan
konstelasi, nilai dan teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh
anggota komunitas ilmiah tertentu. Kedua, sejenis unsur dalam konstelasi
tersebut, pemecahan teka-teki yang konkret, yang digunakan sebagai
model atau contoh, dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit
sebagai dasar teka-teki sains yang normal, yang masih tersisa.16
Menurut Muslih, Paradigma ilmu dianggap sebagai suatu skema
kognitif yang dimiliki bersama. Suatu paradigma ilmu akan memberi
sekumpulan ilmuan cara untuk memahami alam alamiah. Apabil ada
seorang ilmuan memperhatikan suatu fenomena dan mentafsirkan apa
makna yang pemerhatinya itu, maka ilmuan tersebut telah menggunakan
suatu paradigma ilmu untuk memberi makna bagi pemerhatinya itu.
Sedangkan yang dimaksud komunitas ilmiah dalam pandangan Kuhn
adalah apabila ada sekumpulan ilmuan yang memilih pandangan bersama
tentang alam (yaitu pandangan ilmu bersama). Kuhn menyimpulkan
bahwa faktor historis yakni nonmatematis-positivistik, merupakan faktor
penting dalam pembangunan paradigma keilmuan secara utuh. Ilmu
pengetahuan terkait erat dengan nilai-nilai sosio-kultural, nilai-nilai
budaya, pertimbangan politik praktis dan lain sebagainya. Atas
pandangannya yang meyakini bahwa ilmu memiliki keterkaitan dengan
faktor subjektifitas, dalam arti konstruksi sosio-kultural dari komunitas
ilmiah yang berwujud paradigma ilmu, filsafat ilmu Kuhn disebut oleh
kalangan postivism dengan psychology of discovery, yang dibedakan
dengan logic of discovery sebagaimana positivis.

14
Damsyid Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Researches: Dari Nornam K.Denzim hingga John
W. Creswell dan Penerapannya (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 2010), hlm. 59.
15
Singgih, E.G. Kuhn dan Kung; Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya terhadap Teologi
Kristen, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005),
hlm. 54
16
Ibid, ....

7
Menurut Kuhn, paradigma ilmu adalah suatu kerangka teoritis atau
suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh
sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunia (world view)-nya. Paradigma
ilmu berfungsi sebagai lensa yang melaluinya ilmuan dapat mengamati
dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan
jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.17
Thomas Kuhn dalam buku The Structure of Scientific Revolution menjelaskan:
By choosing it, I mean to suggest that some accepted examples of
actual scientific practice-examples which include law, theory, application
and instrumentation together-profide.18
Berdasarkan hal-hal di atas dapat dikatakan bahwa paradigma adalah
bagian dari teori lama yang pernah digunakan oleh ilmuan sebagai
inspirasi dalam praktik ilmiah sebagai acuan riset terdahulu dan
dipaparkan berdasarkan dari pengujian-pengujian dan interpretasi dari
kaum ilmuan berdasarkan metode ilmiah yang digunakan. Sehingga output
pradigma dipakai sebagai kesuluruhan manifestasi keyakinan, hukum,
teori, nilai, teknik, dan lain-lain yang telah diakui bersama anggota
masyarakat.19
Paradigm a menurut Kuhn juga juga membantu komunitas ilmiah untu k membatasi disiplinny a dan menciptakan penemuan-penemuan, merumuskan persoalan, memilih metode y ang tepat dalam menjawab persoalan, menentukan wilay ah kajian, dan lain-lain. Jad i, paradigma adalah sesuatu y ang esensial bagi peny elidian ilmiah. 20
Proses munculny a seuatu paradigma adalah melalui proses kompetis i antara berbagai macam teori yang pernah muncul. Hanya teori y ang terbaik saja yang akan dapat diterima sebagai suatu paradigma oleh komunitas ilmiah. Walaupu n begitu , sejarah membuktikan bahwa tida k ada paradigma y ang sempurna dalam meny elesaikan problem ilmiah. Oleh karena itu, penelitian a kan tetap terus d ibutu h kan. Dan suatu paradigma akan membentuk suatu komunitas ilmiah tertentu. 21

2. Normal Science

Suatu paradigma yang sudah disepakati oleh komunitas ilmiah,


karena keunggulannya dalam menyelesaikan problem ilmiah, akan
menjadi fondasi bagi munculnya normal science. Normal science terdiri
dari satu paradigma saja. Karena apabila terjadi dari banyak paradigma,
akan berakibat tumpang tindih dan tidak menjadi normal science lagi.22

17
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, .... hlm. 112
18
Kuhn, Thomas S., 1962, The Structure of Scientific Revolution (Leiden: Instituut Voor
Theoretische Biologie, 1962), hlm. 10.
19
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2 Desember 2015, hlm. 255.
20
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu;.....hlm. 160
21
Ibid, ....hlm. 160
22
Muhyar Fanani, Pudarnya Pesona Ilmu Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 25

8
Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia
tidak dapat terlepas sama sekali dari apa yang disebut keadaan “normal
science” dan “revolutionary science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah
23
tertulis dalam texbook adalah termasuk dalam wilayah sains normal.
Paradigma ilmu membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam
masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuan menjabarkan dan
mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara
rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuan tidak bersikap kritis
terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya.24
Menurut Yudi, dalam tahap normal sains ini terdapat tiga fokus bagi
penelitian sains faktual, yaitu:
1. Menentukan fakta yang penting
2. Menyesuaikan fakta dengan teori.
3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa
ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan
masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja.25
3. Anomaly

Selama menjalankan aktivitas ilmiah itu, para ilmuan menjumpai


sebagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang
digunakan sebagai bimbingan aktivitas ilmiahnya, inilah yang disebut
dengan keadaan Anomali.26 Anomali adalah suatu keadaan yang
memperlihatkan adanya ketidak-cocokan antara kenyataan (fenomena)
dengan paradigma yang dipakai. Anomali muncul karena paradigma lama
tidak mampu lagi menjawab problem-problem ilmiah yang muncul
belakangan. 27

4. Crisis

23
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan,.....hlm. 114
24
Ibid, .... hlm. 119
25
Yudi, Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas Kuhn, dalam
https://yherpansi.wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/ diakses pada 29 Desember 2017
26
Keganjilan-keganjilan, ketidaktepatan, ganjalan-ganjalan, penyimpangan-penyimpangan dari
yang biasa, suatu keadaan yang sering kali tidak dirasakan bahkan tidak diketahui oleh para pelaksana di
lapangan.
27
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu;.....hlm. 161

9
Selanjutnya seiring dengan perkembangan fakta inilah, problem yang
tak dapat diselesaikan oleh paradigma itu menumpuk. Tumpukan anomali
ini akhirnya berwujud menjadi sebuah krisis. Krisis adalah suatu fase di
mana old normal science yang dilandasi oleh old paradigm yang telah
sempoyongan dalam menyelesaikan problem ilmiah baru.28

Menumpuknya anomali, sehingga menimbulkan krisis kepercayaan


dari para ilmuan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan
dipertanyakan. Para ilmuan mulai keluar dari jalur ilmu normal.29
Sehingga, krisis adalah suatu mekanisme koreksi diri yang memastikan
bahwa kekakuan pada fase sains normal tidak akan berkelanjutan. 30

5. Science Revolution

Krisis tersebut terjadi dengan hebatnya, kemudian mengantarkan


jalan untuk menuju fase Science Revolution. Pada fase revolusi inilah
kemudian muncul paradigma baru yang memiliki jawaban atas persoalan
yang muncul dari paradigma sebelumnya.31 Awalnya sebagian kominitas
ilmiah tidak menerima (meragukan) paradigma baru ini. Akhirnya karena
bermanfaatnya paradigma baru ini maka perlahan-lahan paradigma baru
tersebut diterima. Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru
inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.

Contoh revolusi ilmiah tentang gejala alam:

Paradigma Lama : Ahli fisika dan astronomi menjadikan


filsafat alam Aristoteres dan Ptolemeus
sebagai model untuk menjelaskan gejala-
gejala alam: bumi adalah pusat alam
semesta (teori geosentris), sedangkan

28
Muhyar Fanani, Pudarnya Ilmu Agama, ....hlm. 30
29
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan,.....hlm 119
30
Ibid, ..... 115
31
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2 Desember 2015, hlm. 249.

10
matahari dan planet mengorbit mengelilingi
bumi.

Anomali : Adanya penolakan dari Copernicusian


dengan teori heliosentrinya (dimana
mataharilah yang menjadi pusat peredaran
tata surya).
Revolusi sains : Teori geosentris terkalahkan oleh teori
heliosentris sehingga teori geosentris
dianggap sebagai pengetahuan sejarah saja.

Paradigma lama ditinggalkan bukan karena kurang ilmiah dibandingkan yang


baru, melainkan karena dianggap tidak sesuai lagi untuk memecahkan masalah.
Tetapi Kuhn menambahkan bahwa kebanyakan ilmuan memilih untuk bertahan
dalam ilmu normal dan mengikuti paradigma yang lama, oleh karena mengikuti
paradigma yang baru membawa dampak yang berat bagi studi dan kegiatan mereka.
32

Paradigma baru memberi kita cara-cara baru dalam melihat dunia, cara-cara
baru dalam melihat dunia, cara-cara baru dalam berpikir, serta tujuan dan metode-
metode baru dalam mengkaji alam semesta. Sebuah paradigma baru perlu
membuang paradigma lama, bukan hanya sekadar sebuah pengembangan terhadap
teori-teori sebelumnya. Karena itu, revolusi saintifik meniscayakan penolakan
terhadap paradigma lama, bukan Cuma sekadar penambahan terhadap paradigma
baru.33

Menurut Kuhn, perkembangan ilmiah tidak berjalan akumulatif-evolusioner,


tetapi nonakumulatif dan revolusioner. Alasan Kuhn adalah bahwa perubahan
32
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu;.....hlm. 164
33
Ibid,.....hlm. 164

11
paradigma lama ke paradigma baru berlangsung secara radikal, yang satu
mematikan yang lain. Paradigma lama setelah tidak mampu, digantikan oleh
paradigma baru yang sama sekali berbeda dari paradigma lama. Yang lama mati,
karen munculnya yang baru. Jadi bukan yang lama membimbing yang baru, tetapi
yang lama “ditendang” oleh yang baru. Inilah yang disebut oleh Kuhn The scientific
Revolution. Berangkat dari teori demikian itu, maka Kuhn beranggapan bahwa
sains janyalah social process, concessus of scientific communities. Jadi, dalam
pandangan Kuhn, kebenaran sains itu relatif

D. Implementasi Konsep Thomas S. Kuhn dalam Pendidikan Islam

Agama islam merupakan agama yang benar dan sempurna. Oleh sebab itu,
tak seorangpun bisa mengadakan pembaruan terhadap teks Islam atau ayat
Alqur’an. Adapun yang perlu diperbarui adalah ‘paradigma’ manusia terhadap
agama. Serta bukan dinamika Alqur’an yang harus digugat untuk menghadapi
perkembangan zaman. Melainkan dinamika umat Islam dalam memahami teks
Alqur’anlah yang harus dimulai dan terus menerus dilakukan sepanjang zaman.
Pernyataan ini hampir sama maksudnya dengan pandangan Kuhn, bahwa ‘kunci
utama perubahan revolusioner ini ada pada metodologi. Alam tidak terlalu
merubah, namun metode pencarian penjelasan akan gejala alam kadang-kadang
revolutif’. Dengan kata lain, bukan teks Alqur’annya yang dirubah tapi
‘metodologi’ dalam memahami teksnya yang harus dirubah (direvolusi).

Paradigma PAI adalah pandangan mendasar yang terkait dengan


permasalahan utama dalam suatu ilmu pendidikan, dengan menggunakan ajaran
ajaran islam sebagai asasnya. Bisa dikatakan seseorang boleh menggunakan
berbagai sudut pandang (kajian ilmu) dalam melihat, meneliti, dan mengetahui
permasalahan PAI. Kemudian mencari solusinya dengan menggunakan berbagai
pendekatan yang memungkinkan.di mana semuanya itu, baik cara mengetahui
maupun memecahkan masalahnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Oleh
karena itu, PAI sebuah ilmu sekaligus keyakinan dan pengalaman dalam beragama
tidak bisa dimiliki atau diklaim oleh komunitas tertentu saja. Implikasinya,
siapapun boleh melakukan pengembangan PAI sesuai dengan paradigma masing-

12
masing komunitas. Namun sekali lagi, pengembangan tersebut tidak bertentangan
dengan prinsip utama ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam konteks ilmu PAI
maka ajaran Islam yang universal (tidak parsial) berwenang memandu dan
mengkonstruk pengembangan ilmu ilmu pendidikan.34

Memang harus diakui Kuhn merupakan ahli fisika, yang selanjutnya menjadi
pengajar filsafat ilmu (cenderung ilmu alam). Karya-karya tulisnya sebelum buku
The Structure of Scientific Revolutions (1962) pun dipenuhi oleh kajian ilmu-ilmu
kealaman, di antaranya tentang Copernican Revolution, Galileo, Kepler, Descartes,
Newton, dll. Di mana sebagian besar bahasanya tersebut tentang fisika dan
astronomi. Menyikapi kenyataan itu, menurut Gray Guitting, dkk. sebagaimana
dikutip oleh Yusuf Suyono bahwa “tesis (pemikiran) Kuhn bisa juga diaplikasikan
pada penelitian-penelitian bidang sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, filsafat,
budaya, dan agama.” Selain daripada itu, Suyono menambahi bahwa:35

Namun hal itu tidak harus diartikan sebagai aplikasi total secara
serampangan. Setidaknya dari segi term-termnya seperti discorvey
(penemuan) dan invention (penciptaan) adalah hanya bisa diaplikasikan
dalam ilmu fisika, dan tidak mungkin bisa diaplikasikan dalam ilmu tauhid
secara total. Demikian pula term anomali –sebuah penyimpangan dari suatu
paradigma menurut tesis Kuhn, paling-paling bisa diartikan perbedaan
pendapat yang tidak bisa dikompromikan lagi, sehingga pendapat belakangan
berdiri sendiri dan gilirannya mendapat dukungan serta pengikut dan akhirnya
menjadi aliran.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merahnya, gagasan Kuhn tidak
semuanya mutlak bisa digunakan dalam pengembangan PAI. Bagaimanapun, nilai-
nilai pokok Islam dalam PAI seperti Akidah (ketauhidan), tidak bisa direvolusi.
Kajian monoteisme dalam Islam mesti dibebaskan dari berbagai macam bentuk
ancaman krisis, bahkan anomali (keganjilan) sekalipun. Dengan demikian, akidah

34
A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam Reinterpretasi Berbasis
Interdisipliner, (Yogyakarta: LKS, 2005)
35
Yusuf Suyono, Studi Perbandingan Risalat atTauhid dan The Reconstruction of Religius
Thought in Islam, (Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm.
13-14

13
Islam harus dijaga secara terus menerus oleh komunitas Muslim agar terhindar dari
kritik dan penyimpangan. 36

Hal penting yang perlu ditegaskan adalah bahwa Islam bukanlah sebuah
paradigma. Melainkan, pemahaman dan pengalaman umat Islam tentang agama
Islamlah yang disebut sebagai paradigma. Fungsi Islam adalah sebagai pedoman
mutlak umat Islam dalam membangun paradigma. Sedangkan paradigma
bermanfaat memandu umat islam dalam memahami teks, mengamalkan, dan
mengembangkan peradaban serta kehidupannya. Maka dari itu, pemikiran Kuhn
dalam pengembangan PAI dapat disejajarkan (paralel) dengan konsep agama Islam
(secara historis dan nilai) yang mengusung semangat pembaharuan di segala tempat
dan waktu. 37

Contoh konsep Kuhn jika diterapkan dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:

1. Pendidik dapat merangsang peserta didiknya dengan menunjukkan data-data


anomali. Dari data tersebut diharapkan pendidik mampu mengubah peradigma
(nilai kehidupan, mental, dan kognisi) peserta didik ke arah yang lebih baik.
Asumsinya, selama peserta didik tidak mau merubah paradigmanya
(merevolusi) ke arah yang lebih unggul, maka tingkat pengetahuannya akan
tetap seperti semula, tidak terjadi pengembangan.
2. Pendidik juga harus menyadarkan mereka bahwa kebenaran ilmu itu bersifat
tentatif. Oleh karena itu, semangat untuk mencari anomali senantiasa terus
dilakukan, kemudian disusul dengan spirit penciptaan. Di mana ‘mencipta’
atau merubah tidak hanya pada di bidang sosial, akan tetapi di bidang teknologi
hingga ilmu alam seperti fisika, kimia, dan biologi. Nilai-nilai dasar sebagai
intagible assets seperti itu selayaknya tidak hanya ditanamkan dan dimiliki
oleh peserta didik. Namun pendidik beserta seluruh manusia yang terlibat
langsung dalam pengembangan PAI perlu mempunyai jiwa tersebut.
3. Mengubah paradigma peserta didik yang cenderung “pasif-pesimis-permitif”
menjadi “aktif-optimis-progresif”. Dengan itu peserta didik akan mempunyai

36
A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam .....
37
Ibid, .....

14
mental ‘pembaharu’ yang tidak mudah ikut arus yang menjurus negatif.
Misalnya, melalui penekanan dan pemberian semangat bahwa “jika ingin
memperoleh sesuatu yang lebih baik haruslah berusaha dulu, berakit-rakit ke
hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian”. Teknik pengembangan seperti ini didasarkan pada pandangan
sebagian kalangan bahwa gagasan Kuhn merupakan pengetahuan yang bersifat
apriori. Artinya suatu paradigma tidak harus dibangun dari sesuatu yang
empiris, tapi bisa dicukupkan pada asumsi-asumsi (praduga) dasar yang
dipegang teguh bersama.
4. Dengan penekanan dan penanaman nilai-nilai dasar secara terus menerus serta
menggunakan berbagai metode, diharapkan lambat laun orientasi kehidupan
peserta didik berubah. Yakni, yang awalnya hanya ingin menjadi ‘figuran’
dalam kehidupan ini berubah tekad menjadi salah satu bagian dari ‘pemain
utama’ kehidupan.

E. Simpulan

Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Pemikiran Kuhn


merupakan pemberontakan terhadap paradigma positivisme dan falisfikasi Popper.
Yang mana Positivisme memandang perkembangan ilmu terjadi secara kumulatif
dan evolusioner, dengan melalui prinsip verifikasi. Sedangkan Popper menolak
prinsip verifikasi tersebut dengan menggantikannya dengan falsifikasi. Popper
memandang perkembangan ilmiah diawali dengan pengajuan hipotesis. Sedangkan
Kuhn mengemukakan bahwa perubahan ilmu pengetahuan tidak mungkin terjadi
karena upaya empiris melalui proses falsifikasi suatu teori, melainkan terjadi
melalui satu perubahan yang sangat mendasar yang disebut sebagai revolusi ilmiah.

Senada dengan pandangan Kuhn, bahwa kunci utama revolusi ilmiah ada
pada metodologi. Alam tidak serta merta berubahnya, namun metode pencarian
penjelasan akan gejala alam kadang-kadang revolutif (perlu perubahan cepat).
Sehingga dalam pemikiran Islam, bukan teks al-Qurannya yang dirubah. Namun
metodologi dalam memahami teksnya yang harus dirubah (direvolusi).

15
Dalam konteks keilmuan Islam menunjukkan bahwa Islam memiliki dasar
pegangan al-Qur’an dan al-Hadits yang diyakini komunitas muslim sebagai
kebenaran dan pedoman dalam hidup. Tetapi, apabila dalam perkembangannya
muncul berbagai persoalan umat yang belum termaktub di dalam al-Qur’an dan al-
Hadits, maka ilmuan muslim hendaklah terbuka dengan metodologi baru dalam
memahami Islam dengan tetap berpegang teguh pada kebenaran al-Qur’an dan al-
Hadits. Metodologi baru dalam memahami Islam, tidak hanya terpaku pada
pendekatan normatif saja, tetapi banyak pendekatan lain yang dapat digunakan
seperti pendekatan historis, sosiologis, antropologis dan lain-lain. Sehingga, dengan
berbagai metode dan pendekatan dalam studi Islam tersebut dapat memberikan
kontribusi keilmuan yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai bukti bahwa
kebenaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan dapat diterima
sepanjang zaman, tidak terbatas pada ruang dan waktu.

16
DAFTAR PUSTAKA

Damsyid Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Researches: Dari Nornam K.Denzim hingga
John W. Creswell dan Penerapannya (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana,
2010),

Fanani, Muhyar. Pudarnya Pesona Ilmu Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Inayatul, Nushan. Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2
Desember 2015.

Lubis, Yusuf. Akhyar. Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, Cetakan ke-3,
Jakarta: Rajawali Press, 2016

Muslih Muhammad. Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara,


2007.

Yusuf Suyono, Studi Perbandingan Risalat atTauhid dan The Reconstruction of


Religius Thought in Islam, Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2005.

Zaprulkhan. Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016

Singgih, E.G. Kuhn dan Kung; Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya terhadap
Teologi Kristen, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2005

17

Anda mungkin juga menyukai