(REVISI MAKALAH)
Disusun oleh:
Mahmudah
17204010138
Ciri khas yang membedakan model filsafat ilmu baru ini dengan model
yang terdahulu adalah pendekatan/perhatiannya yang besar terhadap sejarah ilmu
dan filsafat sains. Bagi Kuhn sejarah ilmu merupakan starting point dan kaca mata
utamanya dalam menyoroti permasalahan-permasalahan fundamental dalam
epistemologi, yang selama ini masih menjadi teka-teki. Menurutnya, dalam setiap
perkembangan ilmu pengetahuan selalu terdapat dua fase yaitu; normal science dan
revolutionary science. Singkatnya, normal science adalah teori pengetahuan yang
sudah mapan sementara revolutionary science adalah upaya kritis dalam
mempertanyakan ulang teori yang mapan tersebut dikarenakan teori tersebut
memang problematis. Oleh karena itu kita sebagai pendidik perlu untuk mengetahui
sejarah ilmu yang dikenal oleh paradigma Kuhn dalam proses memperoleh
pengetahuan sains secara benar menurut konsep cabang filsafat dari epistomologi.
1
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007),
hlm. 151
1
B. Biografi Thomas S. Kuhn
Karya Kuhn cukup banyak, namun yang paling popular dan mendapat
sambutan dari para filsuf ilmu dan ilmuan pada umumnya adalah The Structure of
Scientific Revolutions, sebuah buku yang terbit pada tahun 1962 oleh University of
Chicago Press. Buku itu terjual lebih dari satu juta copy dalam 16 bahasa dan
direkomendasikan menjadi bahan bacaan dalam kasus-kasus atau pengajaran yang
berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset, dan sejarah, serta filsafat
sains. 3
2
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004. Hlm.110
3
Ibdi, ….. hlm. 110.
2
pengetahuan yang terjadi secara terus menerus dan lambat. Demikianlah, ilmu
mengalami kemajuan bahkan ke tingkat yang semakin tinggi di masa depan.4
4
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016, hlm.
153.
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu; …..hlm. 154
5
6
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, Cetakan ke-3, Jakarta:
Rajawali Press, 2016. Hlm. 161.
3
bahwa “teori dan praktik ilmiah yang telah usang” sesungguhnya secara radikal
telah merobohkan sebagian konsepsi dasarnya tentang sifat ilmu pengetahuan
dan alasan keberhasilannya yang istimewa.7
7
Ibid, .... 162
8
Ibid, .....162
9
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar, 2004. Hlm.111
4
maka hipotesis telah berubah menjadi tesis (teori) yang diterima sebagai satu
kebenaran yang tentatif. Artinya, kebenaran teori diterima sampai ditemukan
kesalahan teori itu oleh ilmuan lain.10
2. Revolusi Ilmiah
10
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer,.... Hlm. 162
11
Ibid, .... 163
12
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer,.... Hlm. 163
5
Crisis Science
Paradigma Revolution
Normal
Science
1. Paradigma.
Paradigma didefinisikan sebagai pandangan dasar tentang apa yang
menjadi pokok bahasan yang seharusnya dikaji oleh disiplin ilmu
pengetahuan, mencakup apa yang seharusnya ditanyakan dan bagaimana
rumusan jawabannya disertai dengan interpretasi jawaban. Paradigma
dalam hal ini adalah konsesus bersama oleh para ilmuan tertentu yang
menjadikannya memiliki corak yang berbeda antara satu komunitas ilmuan
dan komunitas ilmuan lainnya. Varian paradigma yang berbeda-beda
dalam dunia ilmiah dapat terjadi karena latar belakang filosofis, teori dan
13
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu,…….. Hlm.118
6
instrumen serta metodologi ilmiah yang digunakan sebagai pisau
analisisnya.14
Kuhn mengatakan paradigm yang dimaksudkan tidak sama dengan
“model” atau “pola”, melainkan lebih dari itu.15 Paradigma dalam
pandangan Kuhn digunakan dalam dua arti. Pertama, sebagai keseluruhan
konstelasi, nilai dan teknik, dan sebagainya yang dimiliki bersama oleh
anggota komunitas ilmiah tertentu. Kedua, sejenis unsur dalam konstelasi
tersebut, pemecahan teka-teki yang konkret, yang digunakan sebagai
model atau contoh, dapat menggantikan kaidah-kaidah yang eksplisit
sebagai dasar teka-teki sains yang normal, yang masih tersisa.16
Menurut Muslih, Paradigma ilmu dianggap sebagai suatu skema
kognitif yang dimiliki bersama. Suatu paradigma ilmu akan memberi
sekumpulan ilmuan cara untuk memahami alam alamiah. Apabil ada
seorang ilmuan memperhatikan suatu fenomena dan mentafsirkan apa
makna yang pemerhatinya itu, maka ilmuan tersebut telah menggunakan
suatu paradigma ilmu untuk memberi makna bagi pemerhatinya itu.
Sedangkan yang dimaksud komunitas ilmiah dalam pandangan Kuhn
adalah apabila ada sekumpulan ilmuan yang memilih pandangan bersama
tentang alam (yaitu pandangan ilmu bersama). Kuhn menyimpulkan
bahwa faktor historis yakni nonmatematis-positivistik, merupakan faktor
penting dalam pembangunan paradigma keilmuan secara utuh. Ilmu
pengetahuan terkait erat dengan nilai-nilai sosio-kultural, nilai-nilai
budaya, pertimbangan politik praktis dan lain sebagainya. Atas
pandangannya yang meyakini bahwa ilmu memiliki keterkaitan dengan
faktor subjektifitas, dalam arti konstruksi sosio-kultural dari komunitas
ilmiah yang berwujud paradigma ilmu, filsafat ilmu Kuhn disebut oleh
kalangan postivism dengan psychology of discovery, yang dibedakan
dengan logic of discovery sebagaimana positivis.
14
Damsyid Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Researches: Dari Nornam K.Denzim hingga John
W. Creswell dan Penerapannya (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 2010), hlm. 59.
15
Singgih, E.G. Kuhn dan Kung; Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya terhadap Teologi
Kristen, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama, (Bandung: Mizan Pustaka, 2005),
hlm. 54
16
Ibid, ....
7
Menurut Kuhn, paradigma ilmu adalah suatu kerangka teoritis atau
suatu cara memandang dan memahami alam, yang telah digunakan oleh
sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunia (world view)-nya. Paradigma
ilmu berfungsi sebagai lensa yang melaluinya ilmuan dapat mengamati
dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan
jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.17
Thomas Kuhn dalam buku The Structure of Scientific Revolution menjelaskan:
By choosing it, I mean to suggest that some accepted examples of
actual scientific practice-examples which include law, theory, application
and instrumentation together-profide.18
Berdasarkan hal-hal di atas dapat dikatakan bahwa paradigma adalah
bagian dari teori lama yang pernah digunakan oleh ilmuan sebagai
inspirasi dalam praktik ilmiah sebagai acuan riset terdahulu dan
dipaparkan berdasarkan dari pengujian-pengujian dan interpretasi dari
kaum ilmuan berdasarkan metode ilmiah yang digunakan. Sehingga output
pradigma dipakai sebagai kesuluruhan manifestasi keyakinan, hukum,
teori, nilai, teknik, dan lain-lain yang telah diakui bersama anggota
masyarakat.19
Paradigm a menurut Kuhn juga juga membantu komunitas ilmiah untu k membatasi disiplinny a dan menciptakan penemuan-penemuan, merumuskan persoalan, memilih metode y ang tepat dalam menjawab persoalan, menentukan wilay ah kajian, dan lain-lain. Jad i, paradigma adalah sesuatu y ang esensial bagi peny elidian ilmiah. 20
Proses munculny a seuatu paradigma adalah melalui proses kompetis i antara berbagai macam teori yang pernah muncul. Hanya teori y ang terbaik saja yang akan dapat diterima sebagai suatu paradigma oleh komunitas ilmiah. Walaupu n begitu , sejarah membuktikan bahwa tida k ada paradigma y ang sempurna dalam meny elesaikan problem ilmiah. Oleh karena itu, penelitian a kan tetap terus d ibutu h kan. Dan suatu paradigma akan membentuk suatu komunitas ilmiah tertentu. 21
2. Normal Science
17
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, .... hlm. 112
18
Kuhn, Thomas S., 1962, The Structure of Scientific Revolution (Leiden: Instituut Voor
Theoretische Biologie, 1962), hlm. 10.
19
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2 Desember 2015, hlm. 255.
20
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu;.....hlm. 160
21
Ibid, ....hlm. 160
22
Muhyar Fanani, Pudarnya Pesona Ilmu Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 25
8
Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia
tidak dapat terlepas sama sekali dari apa yang disebut keadaan “normal
science” dan “revolutionary science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah
23
tertulis dalam texbook adalah termasuk dalam wilayah sains normal.
Paradigma ilmu membimbing dan mengarahkan aktivitas ilmiah dalam
masa ilmu normal (normal science). Di sini para ilmuan menjabarkan dan
mengembangkan paradigma sebagai model ilmiah yang digelutinya secara
rinci dan mendalam. Dalam tahap ini para ilmuan tidak bersikap kritis
terhadap paradigma yang membimbing aktivitas ilmiahnya.24
Menurut Yudi, dalam tahap normal sains ini terdapat tiga fokus bagi
penelitian sains faktual, yaitu:
1. Menentukan fakta yang penting
2. Menyesuaikan fakta dengan teori.
3. Mengartikulasikan teori paradigma dengan memecahkan beberapa
ambiguitasnya yang masih tersisa dan memungkinkan pemecahan
masalah yang sebelumnya hanya menarik perhatian saja.25
3. Anomaly
4. Crisis
23
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan,.....hlm. 114
24
Ibid, .... hlm. 119
25
Yudi, Paradigma Ilmu Pengetahuan Menurut Thomas Kuhn, dalam
https://yherpansi.wordpress.com/2009/11/10/paradigma-kuhn/ diakses pada 29 Desember 2017
26
Keganjilan-keganjilan, ketidaktepatan, ganjalan-ganjalan, penyimpangan-penyimpangan dari
yang biasa, suatu keadaan yang sering kali tidak dirasakan bahkan tidak diketahui oleh para pelaksana di
lapangan.
27
Zaprulkhan, Filsafat Ilmu;.....hlm. 161
9
Selanjutnya seiring dengan perkembangan fakta inilah, problem yang
tak dapat diselesaikan oleh paradigma itu menumpuk. Tumpukan anomali
ini akhirnya berwujud menjadi sebuah krisis. Krisis adalah suatu fase di
mana old normal science yang dilandasi oleh old paradigm yang telah
sempoyongan dalam menyelesaikan problem ilmiah baru.28
5. Science Revolution
28
Muhyar Fanani, Pudarnya Ilmu Agama, ....hlm. 30
29
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan,.....hlm 119
30
Ibid, ..... 115
31
Inayatul, Nushan, Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2 Desember 2015, hlm. 249.
10
matahari dan planet mengorbit mengelilingi
bumi.
Paradigma baru memberi kita cara-cara baru dalam melihat dunia, cara-cara
baru dalam melihat dunia, cara-cara baru dalam berpikir, serta tujuan dan metode-
metode baru dalam mengkaji alam semesta. Sebuah paradigma baru perlu
membuang paradigma lama, bukan hanya sekadar sebuah pengembangan terhadap
teori-teori sebelumnya. Karena itu, revolusi saintifik meniscayakan penolakan
terhadap paradigma lama, bukan Cuma sekadar penambahan terhadap paradigma
baru.33
11
paradigma lama ke paradigma baru berlangsung secara radikal, yang satu
mematikan yang lain. Paradigma lama setelah tidak mampu, digantikan oleh
paradigma baru yang sama sekali berbeda dari paradigma lama. Yang lama mati,
karen munculnya yang baru. Jadi bukan yang lama membimbing yang baru, tetapi
yang lama “ditendang” oleh yang baru. Inilah yang disebut oleh Kuhn The scientific
Revolution. Berangkat dari teori demikian itu, maka Kuhn beranggapan bahwa
sains janyalah social process, concessus of scientific communities. Jadi, dalam
pandangan Kuhn, kebenaran sains itu relatif
Agama islam merupakan agama yang benar dan sempurna. Oleh sebab itu,
tak seorangpun bisa mengadakan pembaruan terhadap teks Islam atau ayat
Alqur’an. Adapun yang perlu diperbarui adalah ‘paradigma’ manusia terhadap
agama. Serta bukan dinamika Alqur’an yang harus digugat untuk menghadapi
perkembangan zaman. Melainkan dinamika umat Islam dalam memahami teks
Alqur’anlah yang harus dimulai dan terus menerus dilakukan sepanjang zaman.
Pernyataan ini hampir sama maksudnya dengan pandangan Kuhn, bahwa ‘kunci
utama perubahan revolusioner ini ada pada metodologi. Alam tidak terlalu
merubah, namun metode pencarian penjelasan akan gejala alam kadang-kadang
revolutif’. Dengan kata lain, bukan teks Alqur’annya yang dirubah tapi
‘metodologi’ dalam memahami teksnya yang harus dirubah (direvolusi).
12
masing komunitas. Namun sekali lagi, pengembangan tersebut tidak bertentangan
dengan prinsip utama ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam konteks ilmu PAI
maka ajaran Islam yang universal (tidak parsial) berwenang memandu dan
mengkonstruk pengembangan ilmu ilmu pendidikan.34
Memang harus diakui Kuhn merupakan ahli fisika, yang selanjutnya menjadi
pengajar filsafat ilmu (cenderung ilmu alam). Karya-karya tulisnya sebelum buku
The Structure of Scientific Revolutions (1962) pun dipenuhi oleh kajian ilmu-ilmu
kealaman, di antaranya tentang Copernican Revolution, Galileo, Kepler, Descartes,
Newton, dll. Di mana sebagian besar bahasanya tersebut tentang fisika dan
astronomi. Menyikapi kenyataan itu, menurut Gray Guitting, dkk. sebagaimana
dikutip oleh Yusuf Suyono bahwa “tesis (pemikiran) Kuhn bisa juga diaplikasikan
pada penelitian-penelitian bidang sejarah, ekonomi, politik, sosiologi, filsafat,
budaya, dan agama.” Selain daripada itu, Suyono menambahi bahwa:35
Namun hal itu tidak harus diartikan sebagai aplikasi total secara
serampangan. Setidaknya dari segi term-termnya seperti discorvey
(penemuan) dan invention (penciptaan) adalah hanya bisa diaplikasikan
dalam ilmu fisika, dan tidak mungkin bisa diaplikasikan dalam ilmu tauhid
secara total. Demikian pula term anomali –sebuah penyimpangan dari suatu
paradigma menurut tesis Kuhn, paling-paling bisa diartikan perbedaan
pendapat yang tidak bisa dikompromikan lagi, sehingga pendapat belakangan
berdiri sendiri dan gilirannya mendapat dukungan serta pengikut dan akhirnya
menjadi aliran.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merahnya, gagasan Kuhn tidak
semuanya mutlak bisa digunakan dalam pengembangan PAI. Bagaimanapun, nilai-
nilai pokok Islam dalam PAI seperti Akidah (ketauhidan), tidak bisa direvolusi.
Kajian monoteisme dalam Islam mesti dibebaskan dari berbagai macam bentuk
ancaman krisis, bahkan anomali (keganjilan) sekalipun. Dengan demikian, akidah
34
A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam Reinterpretasi Berbasis
Interdisipliner, (Yogyakarta: LKS, 2005)
35
Yusuf Suyono, Studi Perbandingan Risalat atTauhid dan The Reconstruction of Religius
Thought in Islam, (Disertasi Doktor, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm.
13-14
13
Islam harus dijaga secara terus menerus oleh komunitas Muslim agar terhindar dari
kritik dan penyimpangan. 36
Hal penting yang perlu ditegaskan adalah bahwa Islam bukanlah sebuah
paradigma. Melainkan, pemahaman dan pengalaman umat Islam tentang agama
Islamlah yang disebut sebagai paradigma. Fungsi Islam adalah sebagai pedoman
mutlak umat Islam dalam membangun paradigma. Sedangkan paradigma
bermanfaat memandu umat islam dalam memahami teks, mengamalkan, dan
mengembangkan peradaban serta kehidupannya. Maka dari itu, pemikiran Kuhn
dalam pengembangan PAI dapat disejajarkan (paralel) dengan konsep agama Islam
(secara historis dan nilai) yang mengusung semangat pembaharuan di segala tempat
dan waktu. 37
Contoh konsep Kuhn jika diterapkan dalam proses pembelajaran, sebagai berikut:
36
A. Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam .....
37
Ibid, .....
14
mental ‘pembaharu’ yang tidak mudah ikut arus yang menjurus negatif.
Misalnya, melalui penekanan dan pemberian semangat bahwa “jika ingin
memperoleh sesuatu yang lebih baik haruslah berusaha dulu, berakit-rakit ke
hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian”. Teknik pengembangan seperti ini didasarkan pada pandangan
sebagian kalangan bahwa gagasan Kuhn merupakan pengetahuan yang bersifat
apriori. Artinya suatu paradigma tidak harus dibangun dari sesuatu yang
empiris, tapi bisa dicukupkan pada asumsi-asumsi (praduga) dasar yang
dipegang teguh bersama.
4. Dengan penekanan dan penanaman nilai-nilai dasar secara terus menerus serta
menggunakan berbagai metode, diharapkan lambat laun orientasi kehidupan
peserta didik berubah. Yakni, yang awalnya hanya ingin menjadi ‘figuran’
dalam kehidupan ini berubah tekad menjadi salah satu bagian dari ‘pemain
utama’ kehidupan.
E. Simpulan
Senada dengan pandangan Kuhn, bahwa kunci utama revolusi ilmiah ada
pada metodologi. Alam tidak serta merta berubahnya, namun metode pencarian
penjelasan akan gejala alam kadang-kadang revolutif (perlu perubahan cepat).
Sehingga dalam pemikiran Islam, bukan teks al-Qurannya yang dirubah. Namun
metodologi dalam memahami teksnya yang harus dirubah (direvolusi).
15
Dalam konteks keilmuan Islam menunjukkan bahwa Islam memiliki dasar
pegangan al-Qur’an dan al-Hadits yang diyakini komunitas muslim sebagai
kebenaran dan pedoman dalam hidup. Tetapi, apabila dalam perkembangannya
muncul berbagai persoalan umat yang belum termaktub di dalam al-Qur’an dan al-
Hadits, maka ilmuan muslim hendaklah terbuka dengan metodologi baru dalam
memahami Islam dengan tetap berpegang teguh pada kebenaran al-Qur’an dan al-
Hadits. Metodologi baru dalam memahami Islam, tidak hanya terpaku pada
pendekatan normatif saja, tetapi banyak pendekatan lain yang dapat digunakan
seperti pendekatan historis, sosiologis, antropologis dan lain-lain. Sehingga, dengan
berbagai metode dan pendekatan dalam studi Islam tersebut dapat memberikan
kontribusi keilmuan yang dapat diterima oleh masyarakat sebagai bukti bahwa
kebenaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan dapat diterima
sepanjang zaman, tidak terbatas pada ruang dan waktu.
16
DAFTAR PUSTAKA
Damsyid Ambo Upe, Asas-Asas Multiple Researches: Dari Nornam K.Denzim hingga
John W. Creswell dan Penerapannya (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana,
2010),
Fanani, Muhyar. Pudarnya Pesona Ilmu Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Inayatul, Nushan. Pemikiran Thomas Kuhn dan Relevansinya terhadap Keilmuan Islam,
Pati: Fikrah; Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi Keagamaan Volume 3, No.2
Desember 2015.
Lubis, Yusuf. Akhyar. Filsafat Ilmu; Klasik Hingga Kontemporer, Cetakan ke-3,
Jakarta: Rajawali Press, 2016
Zaprulkhan. Filsafat Ilmu; Sebuah Analisis Kontemporer, Jakarta: Rajawali Pers, 2016
Singgih, E.G. Kuhn dan Kung; Perubahan Paradigma Ilmu dan Dampaknya terhadap
Teologi Kristen, dalam buku Zainal Abidin Bagir, Integrasi Ilmu dan Agama,
(Bandung: Mizan Pustaka, 2005
17