Anda di halaman 1dari 9

Filsafat Ilmu Baru

Tugas Essay
diajukan untuk memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu: Dr. H. Ahmad Syamsu Rizal, M.Pd

oleh:
Dian Popi Oktari
NIM : 1707376

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN UMUM


SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2017
Filsafat Ilmu Baru
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-
ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-
spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-
menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat
ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-
masing bidang.
Pengetahuan ilmiah atau ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah
filsafat ilmu sebagai penerusan pengembangan filsafat umum. Filsafat ilmu sebagai cabang
filsafat menempatkan objek sasarannya Ilmu (Pengetahuan). Filsafat ilmu adalah segenap
pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut
landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan integrative yang eksistensi dan
pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat
dan ilmu. Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari
filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti
perkembangan zaman dan keadaan. Pengetahuan lama menjadi pijakan untuk mencari
pengetahuan baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat ilmu itu mengandung
konsepsi dasar yang mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sikap kritis dan evaluatif terhadap kriteria-kriteria ilmiah.
2. Sikap sitematis berpangkal pada metode ilmiah.
3. Sikap analisis obyektif, etis dan falsafi atas landasan ilmiah.
4. Sikap konsisten dalam bangunan teori serta tindakan ilmiah.
Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat
ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
 Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
 Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan
filsafat lainnya.
 Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
 Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
 Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek
kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya.
Jadi, Fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami
berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk
membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua
fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif
antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan
berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

B. Revolusi Struktur Ilmiah Thomas Kuhn


Thomas Samuel Kuhn (18 Juli 1922 – 17 Juni 1996) lahir di Cincinnati, Ohio. Ia adalah
seorang Fisikawan Amerika dan filsuf yang menulis secara ekstensif tentang sejarah ilmu
pengetahuan dan mengembangkan gagasan beberapa penting dalam sosiologi dan filsafat
ilmu. Thomas Kuhn memperoleh gelar BS dalam fisika di Universitas Harvard tahun 1943.
Kemudian ia menyelesaikan MS dan Ph.D. Jurusan Fisika pada tahun 1946 dan 1949.
Sebagaimana ia menyatakan dalam beberapa halaman pertama dari kata pendahuluan untuk
edisi kedua dari buku The Structure of Scientific Revolutions, tiga tahun mendapat bebas
akademik sebagai Junior Fellow Harvard membuat dia untuk beralih dari fisika ke dalam
sejarah (dan filsafat) ilmu pengetahuan.
Ia paling terkenal karena bukunya The Structure of Scientific Revolutions di mana ia
menyampaikan gagasan bahwa sains tidak "berkembang secara bertahap menuju kebenaran",
tapi malah mengalami revolusi periodik yang dia sebut pergeseran paradigma. Analisis Kuhn
tentang sejarah ilmu pengetahuan menunjukkan kepadanya bahwa praktek ilmu datang dalam
tiga fase; yaitu:
1) Tahap pertama, tahap pra-ilmiah, yang mengalami hanya sekali dimana tidak ada
konsensus tentang teori apapun. penjelasan Fase ini umumnya ditandai oleh beberapa
teori yang tidak sesuai dan tidak lengkap. Akhirnya salah satu dari teori ini "menang".
2) Tahap kedua, Normal Science. Seorang ilmuwan yang bekerja dalam fase ini
memiliki teori override (kumpulan teori) yang oleh Kuhn disebut sebagai paradigma.
Dalam ilmu pengetahuan normal, tugas ilmuwan adalah rumit, memperluas, dan lebih
membenarkan paradigma. Akhirnya, bagaimanapun, masalah muncul, dan teori ini
diubah dalam ad hoc cara untuk mengakomodasi bukti eksperimental yang mungkin
tampaknya bertentangan dengan teori asli. Akhirnya, teori penjelasan saat ini gagal
untuk menjelaskan beberapa fenomena atau kelompok daripadanya, dan seseorang
mengusulkan penggantian atau redefinisi dari teori ini.
3) Tahap ketiga, pergeseran paradigma, mengantar pada periode baru ilmu pengetahuan
revolusioner. Kuhn percaya bahwa semua bidang ilmiah melalui pergeseran
paradigma ini berkali-kali, seperti teori-teori baru menggantikan yang lama.
Menurut Kuhn, ilmu sebelum dan sesudah pergeseran paradigma begitu jauh berbeda
melihat teori-teori mereka yang tak tertandingi - pergeseran paradigma tidak hanya
mengubah satu teori, hal itu akan mengubah cara bahwa kata-kata yang didefinisikan, cara
para ilmuwan melihat mereka subjek, dan mungkin yang paling penting pertanyaan-
pertanyaan yang dianggap sah, dan aturan-aturan yang digunakan untuk menentukan
kebenaran suatu teori tertentu.
Contoh lain dari pergeseran paradigma dalam ilmu alam yaitu beberapa "kasus-kasus
klasik" dari pergeseran paradigma Kuhn dalam ilmu pengetahuan adalah:
1. Penerimaan teori Biogenesis, bahwa semua kehidupan berasal dari kehidupan, yang
bertentangan dengan teori generasi spontan, yang dimulai pada abad ke-17 dan tidak
lengkap hingga abad ke-19 dengan Pasteur.
2. Penerimaan teori seleksi alam Charles Darwin digantikan Lamarckism sebagai
mekanisme evolusi.
3. Transisi antara pandangan dunia fisika Newton dan pandangan dunia relativistik
Einstein.
“Structure of Scientific Revolutions”, banyak mengubah persepsi orang terhadap apa
yang dinamakan ilmu. Jika sebagian orang mengatakan bahwa pergerakan ilmu itu bersifat
linier-akumulatif, maka tidak demikian halnya dalam penglihatan Kuhn.
Menurut kuhn, ilmu bergerak melalui tahapan-tahapan yang akan berpuncak pada kondisi
normal dan kemudian “membusuk” karena telah digantikan oleh ilmu atau paradigma baru.
Demikian selanjutnya, Paradigma baru mengancam paradigma lama yang sebelumnya juga
menjadi paradigma baru.
Thomas Kuhn sendiri dengan latar belakang orang fisika mencoba memberikan wacana
tentang sejarah ilmu ini sebagai starting point dan kacamata utama dalam menyoroti
permasalahan-permasalahan fundamental dalam epistemologi yang selama ini masih menjadi
teka-teki. Dengan kejernihan dan kecerdasan pikirannya, ia menegaskan bahwa sains pada
dasarnya lebih dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya.
Dengan konsep pemikirannya ini, Thomas Kuhn tidak hanya sekedar memberikan
kontribusi besar dalam sejarah dan filsafat ilmu, tetapi lebih dari itu, dia telah menggagas
teori-teori yang mempunyai implikasi luas dalam ilmu-ilmu sosial, seni, politik, pendidikan
bahkan ilmu-ilmu keagamaan dll.
Gagasan Thomas Kuhn ini sekaligus merupakan tanggapan terhadap pendekatan Popper
pada filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Kuhn, popper memutar balikkan kenyataan dengan
terlebih dahulu menguraikan terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesis yang disusul
dengan upaya falsifikasi. Namun Popper justru menempatkan sejarah ilmu pengetahuan
sebagai contoh untuk menjustifikasi teorinya.
Hal ini sangat bertolak belakang dengan pola pikir Thomas Kuhn yang lebih mengutamakan
sejarah ilmu sebagai titik awal segala penyelidikan. Dengan demikian filsafat ilmu
diharapkan bisa semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktifitas ilmiah yang
sesungguhnya.Begitu urgensinya sejarah ilmu ini dalam membuktikan teori-teori atau sistem,
dapat menghantarkan kemajuan revolusi-revolusi ilmiah. Menurut Thomas Kuhn bahwa
kemajuan ilmiah itu pertama-tama bersifat revolusioner, bukan maju secara kumulatif.

C. Anarkisme metodologis Paul Fayerabend


Paul Karl Feyerabend dilahirkan pada tahun 1924 di Wina, Austria. Ia mempelajari
Astronomi, Matematika, Sejarah, Filsafat dan memperoleh gelar Doktor dalam bidang Fisika
di Wina, Austria. Dalam hidupnya ia percaya bahwa ilmu pengetahuan itu paling hebat dan
bahwa terdapat hukum-hikum universal yang berlaku dalam segala tindakan yang secara
ilmiah dapat dipertanggung jawabkan.
Pada tahun 50-an, ia mengikuti seminar-seminar filsafat dari Karl Popper di London.
Pada saat itu, ia masih memegang teguh keyakinan rasionalitasnya, namun akibat
perkenalannya dengan Lakatos, pemikiran Feyerabend berubah drastis. Ia melihat keyakinan
bahwa dalam sejarah mekanika kuantum, bermacam-macam patokan telah dilanggar dan
anehnya patokan itu dijunjung tinggi oleh para filsuf bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Di sini,kemudian Feyerabend melihat bahwa segala pencarian hukum universal adalah ilusi
belaka.
Pada tahun 1958, ia menjadi guru besar Universitas California di Berkeley dan
berkenalan dengan Carl Freither van Weizsacker, seorang ahli matematika kuantum. Berkat
perkenalannya dengan Weizsacker inilah pemikiran anarkisme ilmu pengetahuan Feyerabend
mencapai puncak. Puncak pemikiran anarkisnya tertuang dalam Against Method yang terbit
pada tahun 1970. Pemikiran Feyerabend tentang anarkisme ilmu pengetahuan dilatar
belakangi oleh dominasi paradigma pemikiran positivistic yang telah dimulai pada abad ke-
19.
Istilah anarkis menunjuk pada setiap gerakan protes terhadap segala bentuk kemapanan.
Anarkisme Epistemologis yang dimaksudkan oleh Feyerabend adalah anarkisme teoritis
dengan alasan historis, bahwa sejarah ilmu pengetahuan tidak hanya bermuatan gagasan-
gagasan dan interprestasi terhadap fakta-fakta itu sendiri serta masalah yang timbul akibat
kesalahan interprestasi. Berdasarkan analisis historis kritis, ia menemukan bahwa oleh para
ilmuwan, fakta hanya ditinjau dari dimensi ide belaka. Maka tidak mengherankan jika sejarah
ilmu pengetahuan menjadi pelik,rancu, dan penuh dengan kesalahan.
Seluruh pemikiran Feyerabend yang diberi nama anarkisme epistemologis, merupakan
suatu kritik. Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mengkritik dari dua sisi. Dalam
sudut ini, keduanya tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, yaitu :
1) Anti – Metode
Atas nama kebebasan individu, Feyerabend mau melawan tubuh ilmu pengetahuan. Ia
memegang semboyan Anti-Metode. Dengan semboyan itu, ia mau melawan ilmu
pengetahuan yang oleh para ilmuwan dianggap mempunyai satu metode yang baku
dan universal serta tahan sepanjang masa, lagi pula dapat membawahi semua fakta
dan penelitian. Menurut Feyerabend, Klaim itu tidak realistis dan jahat. Tidak
realistis, karena kenyataannya ilmu pengetahuan hanya diambil dari pandangan
sederhana atas dasar kemampuan seseorang dan dari lingkungan tertentu. Jahat,
karena ilmu pengetahuan berusaha memaksakan hukum-hukun yang menghalangi
berkembangnya kualitas-kualitas profesiaonal kita dengan mempertaruhkan
kemampuan kita.
2) Anti - Ilmu Pengetahuan
Atas nama kebebasan yang sama, Feyerabend mempunyai sikap anti-ilmu
pengetahuan. Anti-ilmu pengetahuan tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri, melainkan anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali
melampaui maksud utamanya. Dengan sikap ini, ia mau melawan ilmu pengetahuan
yang oleh para ilmuwan dianggap lebih unggul ketimbang bidang-bidang atau bentuk-
bentuk pengetahuan lain, seperti Sihir, Magic, Mitos dan lain sebagainya.

D. Program Riset Imre Lakatos


Imre Lakatos lahir di hungaria pada tanggal 9 Nopember 1922. Menyelesaikan studi di
University of Debrecen pada bidang matimatika, Fisika, dan filsafat. Pada tahun 1965 lakatos
mengadakan suatu symposium yang mempertemukan gagasan Khun dan Popper. Menurut
latakos, bukan teori tunggal yang harus dinilai sebagai ilmiah atau tidak ilmiah, melainkan
rangkaian teori-teori. Rangkaian teori-teori itu sendiri satu sama lain dihubungkan oleh suatu
kontinuitas yang menyatukan teori-teori tersebut menjadi progam progam riset.
Lakatos ingin mengembangkan dan mengkritik atas kekurangan dari pemikiran Popper
dan menghasilkan metode baru yang selanjutnya di sebut Program Riset. Pemikiran Thomas
Kuhn dalam Scientific Revolution nampaknya menimbulkan kegoncangan dalam filsafat
ilmu. Ilmu yang dahulu dianggap pasti dengan metodenya sekarang menjadi goyah dengan
pemaparan Kuhn yang membawa kepada skeptisisme.
Imre Lakatos lebih tertarik dengan menengahi antara perubahan paradigma Kuhn dan
falsifikasi Popper. Pemikiran Lakatos berkaitan dengan struktur teori. Pemikiran ini
berpendapat bahwa dalam sebuah teori terdapat sebuah inti teori yang tidak bisa
dibandingkan satu sama lain. Ini disebut dasar dari dasar (Hardcore) dari sebuah ilmu, dan ini
tidak bisa difalsifikasi. Paradigmanya menggunakan istilah Program penelitan (program
researc). Pemikiran Lakatos cukup rumit sehingga lebih baik difokuskan untuk memahami
bagaimana Lakatos memecahkan problema batas-batas.
Menurut Lakatos perbedaan antara sains dan pseudosains adalah bahwa sebuah sains
adalah sains bahwa sains bisa menciptakan peramalan-peramalan terhadap fenomena baru.
Pseudosains tidak menciptakan peramalan-peramalan baru dan karena itu gagal disebut sains.
Sebuah sains mampu menciptakan peramalan-peramalan terhadap fakta-fakta, entah
ditemukan atau tidak. Sebuah program penelitian disebut progresif ketika dia membuat
ramalan-ramalan mengejutkan yang dikonfirmasi dan degeneratif ketika ramalannya tidak
akurat atau hanya memoles teori agar sesuai dengan fakta.
Lakatos menyebutkan Pseudosains contoh-contohnya adalah astronomi Ptolemy,
kosmogony planetari cosmogony, psychoanalysis Freud, Marxisme abad ke duapuluh,
Biology Lysenko, Quantum mekanik Bohr sebelum 1924, astrologi, psychiatry, sosiologi dan
ekonomi neo-klasik.
Dalam Program Riset ini terdapat aturan-aturan metodologi yang disebut “Heuristik”,
yaitu kerangka kerja konseptual sebagai kosekuensi dari bahasa. Heuristik adalah suatu
keharusan untuk melakukan penemuan-penemuan lewat penalaran induktif dan percobaan-
percobaan sekaligus menghadirkan kesalahan dalam memecahkikan masalah.
Menurut Imre Lakatos terdapat tiga elemen yang masing mempunyai fungsi yang berbeda
dan harus diketahui dalam kaitanya dengan Program Riset, yaitu:
1. Inti Pokok (Hard-core), Asumsi dasar yang menjadi ciri dariprogram riset ilmiah yang
melandasinya, yang tidak dapat ditolak atau dimodifikasi. Inti pokok ini dilindungi
oloeh falsifikasi. Dalam aturan metodologis inti pokok disebut sebagai “heuristik
negatif” maksudnya inti pokok yang menjadi dasar diatas elemen yang lain karena
sifatnya menentukan dari suatu program riset dan menjadi nhepotese teoritis yang
bersifat umum dan sebagai dasar bagi pengembangan program pengembangan.
2. Lingkaran Pelindung (Protective-belt), Yang terdiri dari hepotesa-hipotesa bantu
(auxiliary hypothese) dalam kondisi-kondisi awal. Dalam mengartikulasi lingkaran
pelindung, lingkaran pelindung ini harus menahan berbagai serangan, pengujian dan
memperoleh penyesuaian, bahkan perubahan dan pengertian, demi mempertahankan
hard-core. Dalam aturan metodologis lingklaran pelindung ini disebut “heuristik
positif” maksudnya un tuk menunjukkan bagaimana inti pokok program riset
dilengkapi agar dapat menerangkan dan meramalakan fenomena-fenomena yang
nyata. Heuristik positif terdiri dari saran atau isyarat tentang bagaimana
mengembangkan vaian-varian yang komplek, bagaimana memodifikasi dan
meningkatkan lingkaran pelindung yang fleksibel
3. Serangkaian Teori (a series theory), Keterkaitan teori dimana teori yang berikutnya
merupakan akibat dari klausal bantu yang ditambah dari teori sebelumnya. Menurut
Imre Lakotos, yang harus dinilai sebagai ilmiyah atau tidak ilmiah bukanlah teori
tunggal, melainkan rangkaian teori baru.
Yang terpenting dalam serangkaian teori adalah ditandai oleh kontinuitas yang pasti.
Kontinuitas berangkat dari program riset yang murni. Keilmiahan sebuah program riset
dinilai dari dua syarat, yaitu:
1) Harus memenuhi derajat koherensi yang mengandung perencanaan yang pasti untuk
program riset selanjutnya.
2) Harus dapat menghasilkan penemuan baru.
Dalam struktur program riset ini diharapkan bisa menghasilkan suatu keilmuan baru yang
rasional. Keberhasilan dari suatu program riset ini dilihat dari terjadinya perubahan problem
yang progresif dan sebaliknya dikatakan gagal dalam program riset ini adalah jika hanya
menghasilkan problem yang justru merosot atau degeneratif.
Dengan demikian kegiatan ilmiah selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma
baru, dan jika penemuan baru ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu
pengetahuan. Penemuan baru bukanlah peristiwa-peristiwa yang tersaing, melainkan episode-
episode yang diperluas dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali
dengan kesadaran akan adanya anomali. Kemudian riset berlanjut dengan eksplorasi yang
sedikit banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan riset tersebut hanya akan berakhir bila
teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan
yang diharapkan. Jadi yang jelas, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta
dengan teori yang baru.

Referensi

Amin Abdullah,1995, Falsafah Kalam era Postmodernisme, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,

https://filsafatindonesia1001.wordpress.com/tag/filsafat/

Kamal, M. Ali Mustofa, Revolusi Ilmiah Thomas Kuhn dan Relevansinya bagi Ilmu-Ilmu
Keagamaan, dalam http://www.musthofakamal.com/2009/12/revolusi-ilmiah-thomas-
kuhn-dan.html

Kartanegara, Mulyadhi, 2003, Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam,


Bandung: Mizan.
C. Verhaak & R. Haryono Imam, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 1995
Fericandra, Andraina. A , Filsafat Ilmu Pengetahuan : Pemikiran Popper, Kuhn, dan Lakatos,
http://andraina_af-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-133954-
International%20Relations%20Analysis-
Filsafat%20Ilmu%20Pengetahuan:%20Pemikiran%20Popper,%20Kuhn,%20dan%20Lak
atos.html
http://pendidikan-pemikiran.blogspot.co.id/2012/01/normal-0-false-false-false-in-x-none-
ar.html

http://s-moc.blogspot.co.id/2012/11/anarkisme-epistemologis-paul-karl.html

http://tyarnawulan.blogspot.co.id/2013/04/cara-kerja-filsafat-dan-filsafat-ilmu.html

Anda mungkin juga menyukai