Anda di halaman 1dari 17

PARADIGMA DAN REVOLUSI ILMIAH

THOMAS SAMUEL KHUN

Makalah

(Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu)

Oleh:
Aliva Fitria NIM: 223206010031
Radiv Muhammad Aflah Annaba NIM

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
NOVEMBER 2023
Daftar Isi

Daftar Isi...............................................................................................................................................i
Kata Pengantar....................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Fokus Penelitian.......................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Thomas Samuel Khun..................................................................................4
B. Pemikiran Thomas Samuel Khun...........................................................................................5
C. Revolusi Paradigma Sains Menurut Thomas Samuel Khun................................................8
BAB III...............................................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................................13
A. Kesimpulan............................................................................................................................13
B. Daftar Pustaka.......................................................................................................................13

i
Kata Pengantar

Alhamdulillah senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang hingga
saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga kita diberi kekuatan dan
kemudahan untuk menyelesaikan tugas makalah tentang “Paradigma dan Revolusi Ilmiah
Thomas Samuel Khun”. Makalah ini ditylis untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Filsafat Ilmu.
Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah Filsafat Ilmu, yang telah memberikan amanah kepada saya untuk menyusun makalah
ini. Berkat tugas yang diberikan, saya dapat menambah wawasan berkaitan dengan topik
yang diberikan.
Penulis menyadari jika penyusunan makalah ini masih memiliki banyak sekali
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat terbuka untuk diterima dengan sifat yang
membangun. Diharapkan semoga makalah ini bisa memberi manfaat dengan baik.

Jember, 10 November 2023

Penulis

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan selama ini diposisikan sebagai sesuatu yang bebas nilai, harus
independen, dan empiris. Pandangan ini kemudian ditolak oleh Thomas Samuel Kuhn
yang memahami ilmu pengetahuan tidak bisa terlepas dari “paradigma”. Suatu paradigma
berisi suatu pandangan yang dapat dipengaruhi oleh latar belakang ideologi, relasi kuasa
(otoritas), dan fanatisme mendasar tentang apa yang menjadi inti persoalan suatu ilmu. 1
Sehingga, tidak ada satu ilmu pengetahuanpun yang hanya bisa dijelaskan dengan satu
teori yang dianggap lebih kuat, terlebih hanya diperolah melalui pembuktian empiris.
Bagaimanapun, gugatan atas penyimpangan (anomali) ilmu pengetahuan akan selalu ada
secara terus menerus. Anomali terjadi pada saat teori tidak dapat menjawab atau
menjelaskan sebuah fenomena, sehingga muncullah kebenaran baru. Begitu pula setelah
diketemukan kebenaran baru, siapapun tidak bisa menyalahkan kebenaran lama yang
digunakan pada masa lalu, karena itu, sebuah teori dianggap benar pada masanya. Begitu
pula teori baru yang dianggap benar pada masa sekarang belum tentu akan dianggap
benar pada masa yang akan datang
Gagasan perkembangan ilmu pengetahuan yang dicetuskan oleh Thomas Samuel
Kuhn dikenal dengan sebutan revolusi ilmiah. Gagasan revolusi ilmiah beranggapan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung secara drastis dan revolutif. Adalah
pergeseran paradigma dari paradigma lama kepada paradigma yang baru secara sebagian
atau keseluruhan sehingga mengakibatkan suatu lompatan-lompatan ilmu pengetahuan
yang radikal bersifat revolusioner. Artinya, dengan bergesernya paradigma (Shifting
Paradigm) inilah yang mengantarkan suatu ilmu pengetahuan berkembang secara radikal.
Pergeseran paradigma itu sendiri terjadi melewati beberapa tahapan sebelum paradigma
baru menggantikan paradigma sebelumnya. Tahapa-tahapan tersebut adalah paradigma
lama, sains normal, anomali sains, krisis, revolusi sains, dan paradigma baru 2. Gagasan
revolusi ilmiah merupakan kritik terhadap pandangan positivisme dan falsifikasi Popper.
Positivisme beranggapan bahwa ilmu pengetahuan berkembang secara evolutif dan
1
Inayatul Ulya dan Nasukhan Abdi, Pemikiran Thomas Khun dan Relevansinya Terhadap Keilmuan Islam, Jurnal
Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol 3, Nomor 2 (Kudus: IAIN Kudus, 2015) hlm 251
2
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, Edisi 1. 2015) hlm 163

1
bersifat kumulatif. Artinya, ilmu pengetahuan berkembang terus sebagai akumulasi yang
terjadi sebagai akibat riset para ilmuwan sepanjang sejarah perkembangannya.
Selanjutnya, positivisme juga menetapkan kriteria ilmiah dan tidak ilmiahnya suatu teori
atau proposisi melalui prinsip verifikasi.
Adapun Popper juga menolak prinsip verifikasi (positivisme) ini, dengan
menggantinya dengan falsifikasi. Falsifikasi adalah pembuktian kesalahan suatu teori,
proposisi atau hipotesis. Teori yang dapat dibuktikan salah, secara langsung
menggugurkan teori. Dia beranggapan bahwa suatu perkembangan ilmiah dimulai dari
pengajuan hipotesis kemudian disusul oleh upaya untuk membuktikan kesalahan hipotesis
tersebut. Hal ini berjalan hingga tidak ditemukan lagi kesalahan hipotesis itu. Jika sudah
tidak ditemukan lagi celah kesalahan, maka hipotesis tersebut menjadi tesis (teori) yang
diterima sebagai suatu kebenaran yang tentatif. Artinya, kebenaran teori diterima sampai
ditemukan kesalahan teori itu oleh ilmuwan.
Mengkaji pemikiran Thomas Samuel Kuhn tentang revolusi ilmiah dengan
berupaya mengkaji relevansinya terhadap ilmu-ilmu keislaman menjadi suatu yang tidak
mudah. Pasti ada perbedaan yang amat mendasar dan filosofis mengingat segi-segi
kesejarahan dan awal mula kemunculannya yang memang memiliki karasteristik yang
berbeda. Akan tetapi, upaya-upaya adaptif serta akomodatif tersebut dalam sejarah
keilmuwan Islam pernah terjadi. Beberapa filosof muslim seperti al-Kindi, al-Farabi, Ibnu
Rusyd merupakan contoh kaum muslim yang banyak mengemukakan pandangan yang
menarik, khususnya dalam penyebaran filsafat dan penetrasinya dalam studi-studi
keislaman. Sehingga para filosof muslim tersebut menghasilkan afinitas dan ikatan yang
kuat antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.3
B. Fokus Penelitian
Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat dimunculkan fokus
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang Thomas Samuel Khun ?
2. Bagaimana pemikiran Thomas Samuel Khun?
3. Bagaimana revolusi pradigma sains menurut Thomas Samue Khun?
C. Tujuan Penelitian
Dari fokus penelitian diatas, maka dapat ditentukan bahwa tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan latar belakang Thomas Samuel Khun.
3
Inayatul, Pemikiran Thomas Khun, hlm 269

2
2. Untuk mendeskripsikan pemikiran Thomas Samuel Khun.
3. Untuk mendeskripsikan paradigma sains menurut Thomas Samuel Khun.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Thomas Samuel Khun


Filosof yang dikenal dengan jargon “Revoluis Sains” yang bernama lengkap
Thomas Samuel Khun lahir pada 18 Juli 1922 di Cincinnati, Ohio dan meninggal pada
tanggal 17 Juni 1996 di Cambridge, Massachusetts USA. Khun hidup bersama seorang
istri bernama Jehane R. Khun dan dua orang puterinya yaitu Sarah Khun di
Massachussets dan Elizabeth Khun di Los Angeles serta seorang putera yang bernama
Nathaniel S. Khun di Arlington.
Khun memperoleh gelar sarjana Fisika di tahun 1943 di Universitas Havard, dan
gelar master Fisika di tahun 1946 di Universitas Havard, dan menyelesaikan program
doktornya di Universitas California, Berkeley di bidang Fisika. Kemudian di tahun 1948-
1956 Khun diterima di Havard sebagai asisten profesor pada pendidikan umum dan
sejarah ilmu, di jangka ini adalah masa transisi fokus dari Ilmu Fisika ke Sejarah Ilmu
Pengetahuan. Dan ditahun 1956 Khun menerima tawaran kerja di Universitas California,
Berkeley sebagai dosen dalam bidang sejarah sains. Dan di tahun 1964-1979 Khun
mengajar di Universitas Princeton dan mendapat gelar Profesor. Dan lanjut di tahun 1979-
1991 Khun mengajar di Institut Teknologi Massachusetts sebagai profesor Filsafat.4
Kuhn yang dikenal sebagai seorang fisikawan Amerika dan filsuf menulis secara
ekstensif tentang sejarah ilmu pengetahuan dan mengembangkan gagasan penting dalam
sosiologi dan filsafat ilmu. Salah satu karyanya yang amat terkenal dan mendapatkan
sambutan dari para filsuf ilmu dan para ilmuan pada umumnya yaitu “The Structure of
Scientific Revolution” yang terbit pada tahun 1962.5 Karya The Structure of Scientific
Revolution (1962) menjadi karya yang monumental tentang sejarah dan filsafat ilmu
pengetahuan dengan konsep dan teori besarnya tentang paradigma dan revolusi ilmu.
Karya Kuhn tersebut ketika ia hampir menyelesaikan disertasinya dalam bidang fisika
teoretis. Pengalaman ilmiahnya tentang eksperimen dalam ilmu fisika membawanya pada

4
Ensiklopedia Britannica, “Thomas S. Khun American Philosopher and Historian”.
https://www.britannica.com/biography/Thomas-S-Kuhn. Diakses tanggal 10 November 2023.
5
Ulfa Kesuma, Ahmad Wahyu Hidayat. “Pemikiran Thomas S. Khun Teori Revolusi Paradigma”. Jurnal Pemikiran
Islam. Vol. 21 Nomor 2. 2020 hlm 171.

4
suatu kesimpulan bahwa teori dan praktek ilmiah telah usang sehingga secara radikal
telah merobohkan sebagian konsepsi dasarnya tentang sifat ilmu pengetahuan.
B. Pemikiran Thomas Samuel Khun
1. Penolakan Thomas Khun atas Positivisme
Perlu diungkap terlebih dahulu posisi Thomas Kuhn dalam sejarah filsafat
Barat, terutama pasca berlalunya masa positivisme Auguste Comte yang diikuti
filosof di lingkaran Wina dan falsifikasi Karl Popper. Jika positivisme membagi
pengetahuan menjadi dua: meaningfull (meliputi ilmu yang empirisinduktif dan
dianggap pasti) dan meaningless (termasuk di dalamnya agama, metafisika dan
seni), dalam makna yang sama, Popper mengenalkan istilah baru: science untuk
yang pertama dan pseudoscience untuk yang kedua. Berbeda dengan positivisme,
Popper meyakini bahwa keduanya meaningfull.6
Pandangan Kuhn tentang ilmu dan perkembangannya pada dasarnya
merupakan respon terhadap pandangan neo positivisme dan Popper. Menurut
Thomas Kuhn Positivisme memandang perkembangan ilmu pengetahuan bersifat
kumulatif. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan mengalami perkembangan terus
sebagai akumulasi yang terjadi sebagai akibat riset para ilmuan sepanjang sejarah
dan perkembangannya. Positivisme juga memvonis kriteria ilmiah dan tidak
ilmiahnya satu teori atau proposisi melalui prinsip verifikasi. Sedangkan Popper
cenderung untuk tidak sepakat dengan prinsip verifikasi dan menggantinya
dengan falsifikasi, maksudnya dapat dibuktikan salahnya suatu teori, proposisi
atau hipotesis. Menurut Popper, perkembangan ilmiah diawali dengan pengajuan
hipotesis yang kemudian dilanjutkan dengan upaya pembuktian salahnya hipotesis
tersebut. Maka sebuah teori ketika telah terbukti kesalahannya, secara otomatis
langsung menggugurkan teori sebelumnya.
Kuhn menolak pandangan Popper yang terlebih dahulu menguraikan
terjadinya ilmu empiris melalui jalan hipotesa untuk kemudian diberlakukan
prinsip falsifikasi (proses eksperimentasi untuk membuktikan salah dari suatu
teori ilmu). Thomas Kuhn yang memandang bahwa tidaklah dapat begitu saja
menggugurkan sebuah teori jika ditemukan ketidaksesuaian antara teori dengan
hasil observasi/eksperimen, karena sebuah teori bukanlah tersusun atas keterangan
tunggal tetapi tersusun dari keterangan yang kompleks, terlebih lagi jika akan diuji

6
Mu’ammar Zayn Qudafy, “Refolusi Ilmiah Thomas S. Khun (1922-1996) dan Relevansinya bagi Kajian Islam”.
Jurnal Al-Murabbi Vol. 1 Nomor 1, 2014 hal 48

5
dalam eksperimen maka struktur yang melingkupi teori tersebut menjadi semakin
kompleks.7 Perkembangan dan khususnya perubahan ilmu pengetahuan menurut
Kuhn tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris melalui proses falsifikasi
suatu teori atau sistem, melainkan terjadi melalui satu perubahan yang sangat
mendasar atau melalui suatu revolusi ilmiah.
Kuhn memandang ilmu dari perspektif sejarah, dalam arti sejarah ilmu, suatu
hal yang sebenarnya juga dilakukan Popper. Sejarah ilmu pengetahuan hanya
dipergunakan Popper sebagai bukti untuk mempertahankan pendapatnya, Kuhn
justru lebih mementingkan sejarah ilmu sebagai titik tolak penyelidikan. Filsafat
ilmu harus berguru kepada sejarah ilmu, sehingga dapat memahami kenyataan
ilmu dan aktivitas ilmiah yang sesungguhnya. Kuhn muncul sebagai kritik atas
dua aliran filsafat di atas. Menurutnya, baik Auguste Comte dan Popper terlalu
sibuk dengan hal-hal yang menurutnya termasuk dalam tradisi penyelesaian tekai-
teki (puzzle-solving tradition) dan melupakan aspek penting dalam ilmu
pengetahuan, yaitu paradigma.
Pandangan Kuhn ini telah membuat dirinya tampil sebagai prototipe pemikir
yang mendobrak keyakinan para ilmuan yang bersifat positivisme. Pemikiran
positivisme lebih menggarisbawahi validitas hukum-hukum alam dan hukum
sosial yang bersifat universal, yang dapat dibangun oleh rasio. Mereka kurang
begitu berminat untuk melihat faktor historis yang ikut berperan dalam aplikasi
hukum-hukum yang dianggap sebagai universal tersebut.
2. Paradigma Sains Thomas Samuel Khun
Paradigma berarti “pola”, “model” atau “skema” dan “pemahaman” aspek-
aspek tertentu ihwal realitas (kenyataan) yang dikaji. 8 Kuhn memaknai istilah
paradigma untuk menggambarkan sistem keyakinan yang mendasari upaya
pemecahan teka-teki yang bekerja di dalam ilmu. Menurut Kuhn, paradigma ilmu
adalah suatu kerangka teoritis, atau suatu cara memandang dan memahami alam
yang telah digunakan oleh sekelompok ilmuan sebagai pandangan dunianya.
Paradigma ilmu berfungsi sebagai lensa yang melaluinya ilmuan dapat mengamati
dan memahami masalah-masalah ilmiah dalam bidang masing-masing dan
jawaban-jawaban ilmiah terhadap masalah-masalah tersebut.

7
Slamet Subekti, “Filsafat Ilmu Karl R Popper dan Thomas S. Khun serta Implikasinya dalam Pengajaran Ilmu”.
Jurnal Humanika Vol 22, Nomor 2. 2015 hal 228
8
Slamet, Filsafat Ilmu, hal 166

6
Paradigma ilmu dapat dianggap sebagai suatu skema kognitif yang dimiliki
bersama. Paradigma ilmu tidak lebih dari suatu konstruksi segenap komunitas
ilmiah, yang dengannya mereka membaca, menafsirkan, mengungkap, dan
memahami alam. Temuan Kuhn memperkuat alur pemikiran bahwa sains
bukannya value-neutral, seperti yang terjadi dalam pemecahan persoalan-
persoalan matematis, tetapi sebaliknya ilmu pengetahuan sesungguhnya adalah
value laden, yang erat terkait dengan nilai-nilai sosiokultural, nilai-nilai budaya,
pertimbangan politik praktis dan lain sebagainya.9 Kuhn berpendapat bahwa
perkembangan atau kemajuan ilmiah bersifat revolusioner, bukan kumulatif
sebagaimana pendapat sebelumnya. Revolusi ilmiah itu pertama-tama menyentuh
wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh prestasi
atau praktek ilmiah konkret. Tanpa disadari, paradigma seringkali menjadi pemain
utama dalam riset-riset ilmiah. Ini dikarenakan seseorang tidak pernah bekerja
secara a priori tetapi berdasarkan paradigmanya, yaitu cara pandang yang
terbentuk oleh pengaruh personal, pertimbangan-pertimbangan kekelompokan,
dan cara pandang sosialnya. Imbasnya, alam seringkali tidak menguraikan dirinya
sendiri. Sang ilmuwan itulah yang memberi makna atas pesan-pesan alam,
berdasarkan teori dan keyakinannya.
Kuhn membuat beberapa klaim terkenal berkaitan dengan kemajuan
pengetahuan ilmiah: bahwa bidang ilmiah berlangsung periodic "paradigm shifts"
ketimbang bergerak maju dalam satu jalur linear dan berkelanjutan; bahwa
paradigm shifts tersebut membuka pendekatan-pendekatan baru untuk memahami
apa yang oleh para ilmuwan tidak pernah dipandang valid sebelumnya; dan bahwa
pengertian tentang kebenaran ilmiah (scientific truth), pada momen tertentu, tidak
dapat dibangun sendiri dengan kriteria objektif melainkan didefinisikan dengan
satu konsensus dari masyarakat ilmiah (scientific community).10
Paradigma-paradigma yang berkompetisi seringkali incommensurable; yaitu,
mereka berkompetisi pandangantentang realitas yang tidak dapat direkonsiliasi
secara koheren. Oleh karena itu, pemahaan kita tentang ilmu tidak akan
pernahsepenuhnya "objectivity"; kita harus mempertimbangkan juga perspektif
subjektif (subjective perspectives). Sebab itulah masyarakat ilmiah (scientific

9
Mohammad Muslih, “Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2008) hal 125
10
Slamet, Filsafat Ilmu, hal 42

7
community) harus memperbanyak serpihan dari teka-teki yang telah dikumpulkan.
Semakin banyak lingkungan ilmiah dapat diterangkan oleh suatu komunitas
ilmiah semakin besar pula kemajuan yang dicapaianya. Dengan demikian,
paradigma ilmu tidak lebih dari suatu kontruksi segenap komunitas ilmiah, yang
dengannya mereka membaca, menafsirkan, mengungkap dan memahami alam.
Berdasarkan bukti-bukti dari sejarah ilmu, Kuhn menyimpulkan bahwa faktor
historis yakni faktor non-matematispositivistik, merupakan faktor penting dalam
bangunan paradigma keilmuan secara utuh.11
Kuhn menegaskan bahwa ilmu bukan maju melalui akumulasi linear dari
pengetahuan baru, tetapi berlangsung periodic revolutions, disebut
pula“paradigmshifts” dimana hakikat penyelidikan ilmiah dalam satu bidang
tertentu dalam abruptly transformed. Kuhn memperkenalkan konsep paradigm
shift untuk menandai situasi dalam sejarah ilmu dimana satu teori ditinggalkan
untuk mendukung teori lain, sebagai hasil dari krisis yang didorong oleh
kemunculan sejumlah teka-teki (puzzles) yang tidak dapat dipecahkan dalam
konteks kerangka teori lama (old framework).21 Sementara dijelaskan oleh muslih
bahwa pergeseran paradigma (shifting paradigm), yakni proses dari keadaan
normal science ke wilayah revolutionary science.
C. Revolusi Paradigma Sains Menurut Thomas Samuel Khun
Menurut Kuhn, proses perkembangan ilmu pengetahuan manusia tidak dapat
terlepas sama sekali dari apa yang disebut keadaan “normal science” dan “revolutionary
science”. Semua ilmu pengetahuan yang telah tertulis dalam buku adalah termasuk dalam
wilayah sains normal.12 Revolusi ilmiah adalah perubahan yang drastis yang terjadi dalam
tahapan perkembangan ilmu pengetahuan. Perubahan paradigma itu bisa terjadi secara
sebagian atau keseluruhan oleh paradigma baru. Namun yang jelas adalah pergantian
paradigma ilmiah akan mengakibatkan munculnya perbedaan yang sangat mendasar
antara paradigma lama dengan paradigma baru (yang menggatikannya). Dengan
demikian, jelas, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi melalui lompatan yang radikal
dan revolusioner dengan pergantian paradigma.13
Menurut Kuhn cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat
digambarkan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1. Normal science ( sains yang normal)
11
Mohammad Muslih, “Filsafat Ilmu : Kajian”, hal 113
12
Muhammad Muslih, “Filsafat Ilmu: Kajian”, hal 129
13
Akhyar, “Filsafat Ilmu”, hal 164

8
Sains yang normal berarti riset yang dengan teguh berdasar atas satu atau lebih
pencapaian ilmiah yang lalu, pencapaian yang oleh masyarakat ilmiah tertentu pada
suatu ketika dinyatakan sebagai pemberi pondasi bagi praktek selanjutnya. Sains
normal bermakna penyelidikan yang dibuat oleh suatu komunitas ilmiah dalam
usahanya menafsirkan alam ilmiah melalui paradigma ilmiahnya. Sains normal adalah
usaha sungguh-sungguh dari ilmuan untuk mendudukkan alam masuk ke dalam
kotak-kotak konseptual yang disediakan oleh paradigma ilmiah dan untuk
menjelaskan diumpamakan sains normal itu dapat menyelesaikan teka-teki.14
Keberhasilan sebuah paradigma pada mulanya sebagian besar adalah janji
akan keberhasilan yang dapat ditemukan dalam contoh-contoh pilihan dan yang
belum lengkap. Sains yang normal terdiri atas perwujudan janji itu, perwujudan yang
dicapai dengan memperluas pengetahuan tentang fakta-fakta yang oleh paradigma
diperlihatkan sebagai sangat membuka pikiran, dengan menaikkan tingkat kecocokan
antara fakta-fakta itu dengan prakiraan paradigma, dan dengan artikulasi lebih lanjut
tentang paradigma itu sendiri.15
Menurut Kuhn riset ilmiah pada periode normal science terjadi dalam tiga
kondisi. Pertama, ilmuwan melakukan riset ilmiah terhadap sekelompok fakta yang
telah diprediksi oleh paradigm tunggal yang berlaku pada periode tersebut. Kedua,
sekelompok fakta tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan realita melalui
prediksi yang telah ditentukan berdasar teori/konsep/hukum yang ada pada paradigma
tunggal tersebut. Ketiga, riset ilmiah yang terjadi pada periode normal science
berkaitan dengan pengartikulasian paradigma tunggal yang berlaku
2. Anomali dan krisis

Dalam wilayah normal science bisa saja ada banyak persoalan yang tidak
dapat terselesaikan, dan bahkan inkonsistensi. Inilah keadaan yang oleh Kuhn disebut
anomalies, keganjilan-keganjilan, ketidaktepatan, ganjalan-ganjalan, penyimpangan-
penyimpangan dari yang biasa, suatu keadaan yang sering kali tidak dirasakan bahkan
tidak diketahui oleh pelaksana di lapangan. Anomali adalah suatu keadaan yang
memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan
paradigma yang dipakai. Menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan
dari para ilmuan terhadap paradigma. 16 Satu produk standar dari kegiatan ilmiah itu

14
Mohammad Muslih, “Filsafat Ilmu”, hal 130
15
Thomas S. Khun, “Peran Paradigma dalam Revolusi Sains”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hal 26
16
Rizal Muntasyir dan Misbah Munir, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hal 154

9
tidak ada. Sains yang normal tidak ditunjukkan kepada kebaruan-kebaruan fakta dan
teori, jika berhasil maka tidak menemukan hal-hal tersebut. Meskipun demikian,
gejala-gejala yang baru dan tak terduga itu berulang kali tersingkap oleh riset ilmiah,
dan teori-teori baru yang radikal terus menerus diciptakan oleh para ilmuan. 17 Jika
kesadaran akan anomali memainkan peran dalam muculnya jenis-jenis gejala baru,
maka tidak akan mengejutkan bahwa kesadaran yang serupa, tetapi lebih mendalam
merupakan prasarat bagi semua perubahan teori yang dapat diterima.
Anomali tidak dapat dipecahkan secara tuntas dalam wilayah normal science.
Hanya peneliti serius tertentu, pengamat, dan kritikus yang secara relatif mengetahui
adanya anomali tersebut, yang disebut sains luar biasa. Sains luar biasa berlaku bila
dalam perjalanan sains normal suatu komunitas ilmiah mulai mengumpulkan data
yang tidak sejalan dengan pandangan paradigma mereka terhadap alam. Bila suatu
komunitas ilmiah mulai mempersoalkan kesempurnaan paradigmanya, maka
semenjak itu memasuki keadaan krisis. Krisis adalah suatu mekanisme koreksi diri
yang memastikan bahwa kekauan pada fase sains normal tidak akan berkelanjutan.18
3. Revolusi Sains
Jika anomali yang kecil-kecil terakumulasi dan menjadi terasa begitu akut
sehingga pada saatnya ditemukan pemecahan yang lebih memuaskan oleh para
ilmuan. Artinya suatu komunitas ilmiah kemudian dapat menyelesaikan keadaan
krisisnya dengan menyusun diri di suatu paradigma baru, maka terjadilah apa yang
disebut oleh Kuhn dengan revolusi sains (revolutionary science).
Sesudah suatu komunitas ilmiah mengalami revolusi, maka kemajuan
penyelesaian teka-teki yang dicapai pada fase sains normal haruslah dinilai dari
keadaan baru sebab gambarnya sudah berubah. Bila suatu komunitas ilmiah
menyusun diri kembali di sekeliling suatu paradigma baru, maka ia memilih nilai-
nilai, norma-norma, asumsi-asumsi, bahasa-bahasa, dan cara-cara mengamati dan
memahami alam ilmiahnya dengan cara baru. Inilah proses pergeseran paradigma
terjadi, yakni suatu proses dari keadaan normal science ke wilayah revolusionary
science. Dalam periode revolutionary science hampir semua kosa kata, istilah-istilah,
konsep-konsep, idiom-idiom, cara penyelesaian persoalan, cara berpikir, cara
mendekati persoalan berubah dengan sendirinya.

17
Thomas S. Khun, “Peran Paradigma”, hal 57
18
Muhammad Muslih, “Filsafat Ilmu”, hal 131

10
Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa dipecahkan dengan revolusi
dimana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan paradigma baru. Namun,
apa yang sebelumnya pernah revolusioner itu juga dengan sendirinya akan mapan dan
menjadi ortodoksi baru. Jadi menurut Kuhn, ilmu berkembang melalui siklus-siklus:
sains normal diikuti oleh revolusi yang diikuti lagi oleh sains normal dan kemudian
diikuti lagi oleh revolusi.19
Teori baru dalam periode scientific revolutions muncul dalam paradigma yang
berbeda dari paradigma sebelumnya, sehingga perkembangan teori pada periode
scientific revolutions berproses non-kumulatif. Hal ini mengakibatkan sisi inovasi
lebih terlihat pada scientific revolutions daripada pada normal science. Teori yang
muncul pada periode scientific revolutions cenderung tidak mempunyai hubungan
langsung dengan teori sebelumnya yang berada di bawah naungan paradigma lama. 20
Suatu teori baru tidak perlu bertentangan dengan teori manapun yang menjadi
pendahulunya. Ia bisa saja menangani semata-mata gejala-gejala yang tidak dikenal
sebelumnya. Juga teori baru itu bisa jadi sekedar teori yang lebih tinggi tingkatannya
daripada yang telah dikenal sebelumnya, teori yang menjalin erat seluruh kelompok
teori tingkat yang lebih rendah tanpa banyak mengubah yang manapun.21
Pada prinsipnya hanya ada tiga gejala yang disekitarnya bisa berkembang teori
baru, yaitu:
a. Terdiri atas gejala-gejala yang telah diterangkan jelas oleh paradigma-paradigma
yang ada, dan gejala-gejala ini jarang menyajikan motif ataupun titik tolak bagi
penyusunan teori
b. Gejala-gejala yang sifatnya ditunjukkan oleh paradigma yang ada, tetapi yang
rinciannya hanya dapat dipahami melalui artikulasi teori selanjutnya.
c. Anomali-anomali yang diakui, yang karakteristiknya menandai kebandelannya
dalam menolak pengasimilasian kepada paradigmaparadigma yang ada.

Revolusi ilmiah menurut pandangan Thomas S. Khun dapat digambarkan


dalam skema sebagai berikut22:

19
Muhammad Muslih, “Filsafat Ilmu”, hal 132
20
Sonjuri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi dalam Langkah Metodologi Riset Ilmiah, Jurnal Filsafat
Volume 18 Nomor 3, 2008, hal 224
21
Thomas S. Khun, “Peran Paradigma”, hal 103
22
Rizal Muntasyir, Filsafat Ilmu”,hal 125

11
Kebenaran sebuah teori, menurut Kuhn bisa diuji baik melalui verifikasi
maupun falsifikasi. Yang penting bahwa kebenaran tersebut tidak selalu dipengaruhi
oleh criteria obyektif melainkan juga subyektif, yaitu komitmen sosiologis maupun
psikologis dari sebuah komunitas ilmiah tertentu. Gattei mengatakan bahwa
kebenaran ilmu adalah berlandaskan diterima atau tidaknya ilmu tersebut oleh sebuah
paradigma ilmiah. Bagi Kuhn, tidak ada paradigm yang sempurnadan terbebas dari
anomali-anomali. Akan selalu ada paradigma baru yang mengancam kebenaran
paradigma lama yang dulunya juga adalah paradigma baru.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemikiran Kuhn diatas merupakan respon terhadap pandangan neo positivisme
dan pemikiran Popper. Kuhn menolak pandangan positivisme, falsifikasi, dan refutasi
yang berpijak pada pemikiran positivistik-objektivistik dan proses evolusi, akumulasi dan
eliminasi dalam perkembangan ilmu.
Dalam pandangan Kuhn perkembangan dan kemajuan ilmiah bersifat
revolusioner, buka evolusi atau kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya.
Perkembangan ilmu tidak disebabkan oleh adanya pergeseran paradigma. Paradigma pada
dasarnya adalah hasil konstruksi sosial para ilmuan komunitas ilmiah, yang merupakan
seperangkat keyakinan mereka sebagai cara pandang terhadap dunia dan contoh-contoh
prestasi atau praktek ilmiah konkret.
Cara kerja paradigma dan terjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan secara
umum kedalam tahap-tahap sebagai berikut: pertama, paradigma ilmu membimbing dan
mengarahkan aktivitas ilmiah dalam masa ilmu normal (normal science). Disini para
ilmuan berkesempatan menjabarkan dan mengembangkan paradigma sebagai model
ilmiah yang digelutinya secara rinci dan mendalam. Selama menjalankan aktivitas ilmiah
itu para ilmuan menjumpai berbagai fenomena yang tidak dapat diterangkan dengan
paradigma yang digunakan yang dinamakan anomali. Anomali adalah suatu keadaan yang
memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena) dengan paradigma
yang dipakai. Kedua, menumpuknya anomali me nimbulkan krisis kepercayaan dari para
ilmuan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan dan mereka
mulai keluar dari jalur ilmu normal. Ketiga, para ilmuan bisa kembali lagi pada cara-cara
ilmiah yang lama sembari memperluas dan mengembangkan suatu paradigma tandingan
yang dipandang bisa memecahkan masalah dan membimbing aktiviitas ilmiah berikutnya.
Proses peralihan dari paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi
ilmiah.
B. Daftar Pustaka
Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu Klasik Hingga Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers,
Edisi 1. 2015)

13
Edi Kurniawan Farid, “Paradigma dan Revolusi Ilmiah Thomas S. Khun Serta
Relevansinya dalam Ilmu-Ilmu Keislaman, Jurnal Studi Agama-Agama dan
Pemikiran Islam, Vol 19 No. 1, 2021
Inayatul Ulya dan Nasukhan Abdi, “Pemikiran Thomas Khun dan Relevansinya
Terhadap Keilmuan Islam”, Jurnal Aqidah dan Studi Keagamaan, Vol 3, Nomor
2 (Kudus: IAIN Kudus, 2015)
Mohammad Muslih, “Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka
Teori Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Penerbit Belukar, 2008)
Mu’ammar Zayn Qudafy, “Refolusi Ilmiah Thomas S. Khun (1922-1996) dan
Relevansinya bagi Kajian Islam”. Jurnal Al-Murabbi Vol. 1 Nomor 1, 2014
Rizal Muntasyir dan Misbah Munir, “Filsafat Ilmu”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004)
Slamet Subekti, “Filsafat Ilmu Karl R Popper dan Thomas S. Khun serta Implikasinya
dalam Pengajaran Ilmu”. Jurnal Humanika Vol 22, Nomor 2. 2015
Sonjuri B. Trisakti, “Thomas Khun dan Tradisi-Inovasi dalam Langkah Metodologi Riset
Ilmiah, Jurnal Filsafat Volume 18 Nomor 3, 2008,
Thomas S. Khun, “Peran Paradigma dalam Revolusi Sains”, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1993)
Ulfa Kesuma, Ahmad Wahyu Hidayat. “Pemikiran Thomas S. Khun Teori Revolusi
Paradigma”. Jurnal Pemikiran Islam. Vol. 21 Nomor 2. 2020
Ensiklopedia Britannica, “Thomas S. Khun American Philosopher and Historian”.
https://www.britannica.com/biography/Thomas-S-Kuhn. Diakses tanggal 10
November 2023.

14

Anda mungkin juga menyukai