Anda di halaman 1dari 6

RANCANGAN PANEL INFORMASI INTERAKTIF MENGENAI BANGUNAN

CAGAR BUDAYA DI KOTA SINGKAWANG

Pendahuluan

Kota Singkawang selain dikenal sebagai kota industri kreatif juga dikenal sebagai kota yang banyak terdapat bangunan
bersejarah. Hal ini dapat terjadi karena pada akhir abad ke 19 hingga awal abad ke-20 pemerintahan kolonial Belanda
mengadakan pembangunan gedung secara besar-besaran sebagai dampak dari rencana pemindahan ibukota Hindia
Belanda ke Kota Singkawang. Pada masa itu, ribuan bangunan dibangun di kota ini, mulai dari pembangunan
[1]
rumah tinggal, gedung pemerintahan, hingga bangunan perkantoran .

Wajah Kota Singkawang perlahan-lahan berubah semenjak kemerdekaan Indonesia. Perubahan drastis yang sangat
mengancam tata kota terjadi sejak akhir abad ke-20. Banyak kawasan yang terdapat bangunan cagar budaya beralih
fungsi menjadi area perkantoran dan bisnis. Kawasan kota tua telah berubah menjadi factory outlet, restoran maupun
hotel tempat berwisata masyarakat dari luar Kota Singkawang. Bangunan komersial tersebut dibangun untuk
memberikan akomodasi terhadap turis yang singgah di Kota Singkawang, yang jumlah totalnya mencapai empat juta
turis pada tahun
[2]
2011 lalu . Selain itu, minimnya jumlah bangunan yang dilindungi undang-undang yaitu sekitar dua ratus dari
sebelumnya lima ratus bangunan menjadikan keberadaan bangunan-bangunan tersebut terancam. Sebelum seluruh
bangunan cagar budaya di Kota Singkawang hilang, maka perlu diadakan revitalisasi terhadap bangunan-
bangunan tersebut. Upaya ini dilakukan agar seluruh masyarakat semakin peduli dan memaknai arti penting bangunan
cagar budaya terutama di Kota Singkawang.

Untuk memberikan wawasan kepada masyarakat, diperlukan suatu media informasi interaktif kepada masyarakat
tentang bangunan cagar budaya tersebut. Media interaktif ini lebih bersifat memberikan informasi sederhana mengenai
bangunan cagar budaya di Kota Singkawang dan fungsi utamanya adalah sebagai jembatan penghubung antara
pengguna dan bangunan tersebut. Alat ini tidak menjadi tujuan akhir dari keseluruhan proses informasi, karena yang
menjadi obyek disini adalah bangunan cagar budaya tersebut.

Secara umum informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam suatu bentuk yang lebih berguna
dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian-kejadian yang nyata yang digunakan untuk
pengambilan keputusan. Informasi merupakan data yang telah diklasifikasikan atau diolah atau diinterpretasi untuk
digunakan dalam proses pengambilan keputusan.

Proses Studi Kreatif

Setelah dilakukan pengumpulan data dari tiga puluh orang responden melalui proses kuesioner, 90 % responden
mengatakan bahwa bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Singkawang berpotensi menjadi magnet wisatawan
yang datang. Kemudian sebagian besar responden (21 orang) menyatakan media interaktif yang dapat membantu
masyarakat dalam mengenal bangunan cagar budaya di Kota Singkawang adalah melalui sarana edukasi yang
ditempatkan di public space/tempat umum, mereka beranggapan karena sarana yang ditempatkan di tempat umum
lebih mudah diakses oleh semua kalangan.

Pengembangan produk ditujukan bagi kelompok usia remaja dan dewasa, tapi tidak tertutup kemungkinan untuk dapat
digunakan lebih banyak kalangan. Alat ini bukan tujuan akhir dari proses informasi, tetapi lebih sebagai sebagai media
penghubung antara pengguna dengan bangunan cagar budaya di Kota Singkawang.
Obyek (Heritage)

Kebutuhan akan Kebutuhan akan


learning (konservasi) informasi

Permasalahan terkait
informasi bagi publik

Studi lingkungan Studi visual


(Singkawang sebagai kota
wisata)

Studi material Studi Studi bentuk Studi ergonomi Aspek interaksi


penempatan

Analisis

Rancangan produk
interactive information kiosk

Skema 1. Skema proses desain

Hasil Studi dan Pembahasan

Pada sketsa desain dibawah mulai ditemukan bentuk-bentuk yang sesuai untuk menjawab kebutuhan pengguna.
Bentuk- bentuk tersebut adalah sketsa awal dari tourist information kiosk , yakni alat/media informasi bagi para turis
ketika berkunjung ke suatu daerah. Dalam sketsa kiosk-kiosk tersebut ada yang berfungsi sebagai tempat menyimpan
pamflet, tempat memajang peta, dan ada pula kiosk yang berfungsi sebagai tempat telepon untuk panggilan
internasional. Peneliti lalu menilai bahwa kiosk yang berukuran terlalu besar kurang cocok untuk ditempatkan di
jalanan Kota Singkawang karena karakter trotoar/public space-nya yang sempit. Lalu dicari alternatif lain yaitu
dengan desain kiosk yang ramping dan bisa ditempatkan dimana saja.
Gambar 1 Sketsa desain alternatif

Gambar 2. Sketsa desain terpilih

Studi material kemudian dilakukan guna mendapatkan bentuk yang baik dan sesuai untuk alat ini. Kemudian
disimpulkan bahwa bahan yang digunakan disesuaikan dengan bahan yang dipakai untuk information kiosk pada
umumnya, seperti stainless steel untuk bagian tombol, akrilik untuk bagian cover, dan besi sebagai tiang penyangganya.

Studi lingkungan dilakukan dengan cara mengadakan survei langsung ke tempat yang cocok untuk penempatan produk.
Survei lapangan dilakukan di sekitar Jalan Braga, Jalan Asia-Afrika, Jalan Aceh dan jalan lain di Kota Singkawang
yang banyak terdapat bangunan cagar budaya. Dari hasil survei diatas dapat diketahui bahwa tidak sepenuhnya
trotoar di Kota Singkawang itu sempit dan rusak. Masih ada beberapa titik yang lebarnya cukup (sekitar 2 meter) dan
kondisinya memungkinkan untuk dipakai sebagai tempat berdirinya produk ini. Contohnya adalah di sekitar Jalan
Braga, Singkawang. Kondisi trotoarnya cukup lebar dan juga banyak terdapat bangunan cagar budaya sehingga sangat
cocok bagi penempatan produk ini.
Selain di trotoar atau pedestrian yang dianggap layak menjadi area penempatan alat tersebut, ada pula ruang publik
lain yang tepat bagi penempatannya. Tempat tersebut yakni taman kota. Taman Kota yang dianggap layak bagi
tempat produk tersebut didirikan adalah di Taman Cikapayang, Dago. Taman ini menjadi ikon baru bagi Kota
Kembang dan memiliki space yang cukup luas.

Gambar 3. Gambar tampak produk panel informasi interaktif

Studi ergonomi dilakukan dengan berdasar pada ukuran-ukuran pada fasilitas layanan umum yakni telepon umum. Hal
ini dikarenakan telepon umum adalah alat yang biasa ditempatkan di luar ruangan (outdoor), digunakan oleh satu orang
pengguna, dan dimensinya tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki di trotoar atau tempat umum.

Desain akhir dari studi diatas adalah kiosk yang berfungsi sebagai media informasi interaktif mengenai bangunan cagar
budaya di Kota Singkawang. Alat ini memanjakan pengguna tidak hanya secara visual, tetapi juga melalui interaksi
fisikal. Informasi yang diberikan adalah informasi umum mengenai lokasi bangunan heritage dan bentuk fisiknya,
sehingga seluruh lapisan masyarakat dapat mengoperasikannya tanpa perlu dipandu manual book.
Gambar 4. Penjelasan bagian-bagian dalam interactive information kiosk

Gambar 5. Ilustrasi penggunaan produk oleh pengguna

Alat ini harus memiliki ketahanan akan cuaca dan vandalisme, karena alat ini akan ditempatkan di area umum dan
dikhawatirkan akan diganggu/dirusak tangan-tangan jahil. Oleh karena itu, material dan bentuk yang digunakan harus
tahan terhadap kemungkinan-kemungkinan tersebut. Material yang digunakan untuk bagian tiang adalah besi yang
ditanam ke dalam tanah lalu diperkuat dengan mur, sedangkan material untuk bagian badan adalah thermoplastic,
akrilik, aluminium, dan sebagainya.

Alat ini memiliki beberapa bagian, yakni bagian panel denah lokasi bangunan cagar budaya, keyboard, dan bagian
tambahan yaitu bagian tempat penyimpanan pamflet. Pamflet yang dimaksud adalah pamflet mengenai bangunan-
bangunan heritage tersebut.

Cara kerjanya adalah, pertama-tama pengguna menekan tombol dengan nama bangunan tertentu di sebelahnya, ketika
ditekan, maka salah satu bangunan di panel map akan menyala dan secara bersamaan, kubah hologram pun akan
menyala dan menampilkan bentuk bangunan tersebut secara tiga dimensi. Setelah mendapatkan informasi melalui alat
ini, pengguna kemudian tinggal menuju lokasi yang telah ditentukan.
Gambar 6. Skema cara kerja produk pada bagian panel map
(dimulai dengan menekan tombol (bawah), menyalanya kubah hologram (tengah) dan
menyalanya lampu indikator lokasi bangunan pada bagian panel map (atas) )

Penutup

Perkembangan Kota Singkawang sebagai kota wisata populer dan kota kreatif dunia sayangnya tidak dibarengi
dengan perhatian yang serius terhadap kelestarian bangunan cagar budaya. Padahal bangunan-bangunan tersebut
adalah saksi bisu perkembangan kota dan dapat menjadi media pembelajaran bagi generasi berikutnya akan peradaban
di masa lampau. Panel informasi interaktif yang didesain diharapkan menjadi solusi bagi permasalahan
terpinggirkannya bangunan-bangunan cagar budaya tersebut.

Hal yang perlu diingat oleh pengguna adalah alat ini bukanlah tujuan akhir dari proses informasi mengenai bangunan
cagar budaya, tetapi lebih kepada media penghubung atau feeder agar kemudian pengguna mencari tahu keberadaan
bangunan tersebut. Oleh karena itu diperlukan kerjasama multi-displin terutama dengan kalangan arsitek yang bertugas
merevitalisasi bangunan cagar budaya itu sendiri.

Penelitian mengenai media interaktif tentang bangunan cagar budaya ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
generasi berikutnya untuk kemudian dikembangkan dan dihasilkan alat yang jauh lebih baik. Agar kemudian tercipta
suatu tatanan masyarakat yang paham dan cinta akan bangunan-bangunan bersejarah di kotanya. Masyarakat yang mau
berbagi ruang dengan bangunan cagar budaya dan mengerti arti penting dari keberadaannya.

Anda mungkin juga menyukai