Oleh:
Vienna Lisdiani Ramdaniah
1603160127
Dosen Pembimbing 1:
Dosen Pembimbing 2:
a. Story line belum jelas (berdasarkan hasil observasi yang patokannya adalah standar
museum yang baik, baik menurut jurnal penelitian maupun peraturan pemerintahan
tentang permuseuman, identifikasi masalah ini juga didapat dari hasil respon kuisioner
pengunjung yang segmentasinya adalah pelajar SMP,SMA, Mahasiswa, dan
Masyarakat umum yang pernah berkunjung.)
b. Tidak ada ruang pengkondisian (pre-exhibition) membuat pengunjung tidak rehat dulu
namun langsung menerima materi saat pertama kali datang, yang berimbas pada kurang
baiknya penangkapan informasi saat touring. (identifikasi masalah ini didapat karena
mengacu pada standar museum yang baik menurut ICOM, dan juga didapat dari hasil
kuisioner pengunjung.)
c. Sign system kurang informatif (didapat dari hasil observasi yang patokannya standar
museum yang baik menurut ICOM dan peraturan pemerintah tentang permuseuman,
serta hasil kuisioner pengunjung)
d. Kurangnya treatment terhadap pengunjung baik secara experience, ambience,
recreational, entertaining space, education (identifikasi masalah ini didapat dari
observasi yang patokannya adalah standar museum menurut ICOM, peraturan
pemerintah tentang permuseuman, serta hasil kuisioner pengunjung)
Dari Identifikasi masalah yang ditentukan, maka rumusan masalah yang akan
diselesaikan dalam perancangan ulang Museum Sribaduga adalah sebagai berikut :
a. Bagaimana dan metode seperti apa yang tepat untuk menyajikan story line yang jelas
pada museum sri baduga yang mana dapat berimbas pada laju flow pengunjung?
b. Bagaimana dan metode seperti apa yang tepat untuk menyajikan ruang pengkondisian
yang baik sebelum touring agar berimbas pada tersampaikannya materi dengan baik
pada museum sri baduga?
c. Bagaimana cara menyajikan sign system yang informatif lewat elemen interior pada
museum sri baduga?
d. Bagaimana dan metode seperti apa agar treatment terhadap pengunjung baik secara
experience, ambience, recreational, entertaining space, dan education dapat terpenuhi
lewat interior?
1.4 Tujuan Perancangan
a. Menyajikan story line yang jelas pada museum sri baduga yang patokannya adalah
standar museum yang baik, baik menurut jurnal penelitian maupun peraturan
pemerintahan tentang permuseuman, serta standar interior museum baik secara
universal maupun lokal, yang akan berimbas pada baiknya flow pengunjung.
b. Membuat dan merancang ruang pengkondisian (pre-exhibition) sesuai standar
museum yang baik menurut ICOM, peraturan pemerintah tentang permuseuman,
maupun standar interior museum agar dapat berimbas pada baiknya penangkapan
informasi saat touring karena telah rileks sebelumnya.
c. Menyajikan sign system yang informatif yang tentu berimbas pada flow yang baik.
d. Merancang elemen-elemen interior yang dapat memberikan treatment kepada
pengunjung baik secara experience, ambience, recreational, entertaining space, dan
education, yang treatnya akan berimbas tidak hanya pada satu panca indera saja
(mata), namun mentreat seluruh panca indera.
a. Bab 1
Bab ini membahas tentang fenomena yang berhubungan dengan perancangan ulang
Museum Sribaduga. Fenomena tersebut memunculkan beberapa identifikasi masalah
yang akan di rumuskan di dalam bab 1. Rumusan masalah tersebut menghasilkan
beberapa tujuan perancangan yang menjadi landasan perancangan. Beberapa tujuan
perancangan menentukan proses metode penulisan dan kerangka berfikir pada
perancangan Museum Sribaduga.
b. Bab 2
Bab ini merupakan tahap pengumpulan data berupa penjelasan definisi projek
perancangan, klasifikasi projek, penentuan standarisasi projek, pendekatan
perancangan yang berdasarkan teori perancangan, dan pemilihan studi preseden
sebagai referensi proses penerapan sebuah pendekatan perancangan.
c. Bab 3
Tahap ini merupakan Analisis studi banding dari 3 studi yang memiliki fungsi
bangunan serupa di beberapa lokasi berbeda. Data studi banding sebagai dasar
pembuatan tabel komparasi yang dapat menjadi referensi beberapa permasalahan dari
ketiga tempat tersebut dan diterapkan pada perancangan. Bab ini juga membahas
deskripsi projek perancangan dan analisa perancangan yang berupa analisa site,
bangunan, alur aktivitas, dan kebutuhan ruang.
d. Bab 4
Bagian ini membahas tema yang mengacu pada tujuan perancangan, dan pendekatan
perancangan. Pembahasan tema memunculkan konsep perancangan yang diterapkan
pada perancangan ulang Museum Sribaduga. Konsep perancangan menjabarkan
tentang pengolahan elemen interior berdasarkan pendekatan perancangan.
1.5 Kerangka Berpikir
BAB II
KAJIAN LITELATUR
2.1 Fenomena
2.1.1 Fenomena
Kata museum berasal dari bahasa Yunani yaitu mouseion yang berarti tempat para muse. Muse
adalah sembilan anak wanita Dewa Zeus yang memberikan inspirasi pada seniman. Yang kemudian
mouseion tersebut dijadikan nama kuil tempat memuja dewi-dewi tersebut. Pada perkembangannya,
mouseion dipakai sebagai tempat penyimpanan hadiah dan persembahan untuk dewa dari para umat
(Encarta Researcher, 2003) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 601) museum / museum / n
gedung yang digunakan sbg tempat untuk pameran tetap bendabenda yg patut mendapat perhatian umum,
spt peninggaian sejarah, seni dan ilmu, tempat menyimpan barang kuno: • ABRI museum tempat
memamerkan benda-benda yang pernah dipergunakan oleh ABRI dl perang masa lampau; • sejarah
museum tempat memamerkan benda-benda bersejarah (menggambarkan peristiwa sejarah) Menurut
Internalional Council of Museum (ICOM) museum adalah suatu lembaga yang memelihara dan
memamerkan kumpulan benda-benda koleksi yang bernilai budaya dan ilmiah untuk tujuan penelitian,
pendidikan dan hiburan. Peranan museum yang utama adalah menyajikan koleksinya kepada masyarakat
untuk membantu pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan rasa senangnya (Douglas dalam
Desintha, 2002 ; 7). Sedangkan menurut Caleb Setiawan (Devi, 1996 ; 7) museum adalah bangunan untuk
menempatkan koleksi obyek untuk diteliti, dipelajari dan dinikmati. Museum mengumpulkan berbagai
material dari berbagai tempat dan waktu yang berbeda ke dalam sebuah bangunan. Disamping itu museum
merupakan lembaga tetap tempat memelihara, menyelidiki, mengajar, memamerkan dan memeragakan
benda konservasi kepada masyarakat luas untuk tujuan publikasi, informasi, edukasi dan rekreasi.
Perancangan interior Museum Sri Baduga terletak di Jl. B.K.R. 185, Jawa Barat atau lebih dikenal
dengan jalan lingkar selatan dan lokasinya sangat dekat dengan lapangan bersejarah di Bandung yaitu
lapangan Tega lega yang di dalamnya terdapat Monumen Bandung Lautan Api. Penempatan proyek
perancangan di Jl. B.K.R ini karena objek merupakan bangunan bersejarah di Jawa Barat yang harus
bersifat lokasi tetap.
Luas seluruh perancangan interior Museum Sri Baduga sebesar 1621,74 m2. Dengan lantai 1 dan
2 sebesar 1128,9 m2 dan lantai 3 seluas 483,9 m2 Perancangan interior Museum Sri Baduga ini memiliki
batasan luasan sebesar 1500m2 sampai 2000m2.
Perancangan interior pada Museum Sri Baduga yang akan dirancang meliputi;
• Lobby
• Resepsionis
• Ruang tiket
• Area lantai 1
• Area lantai 2
• Area lantai 3
2.3 Klasifikasi Museum
C. Menurut Drs. Moh. Amir Sutaarga, museum dapat diklasifikasikan berdasarkan 5 jenis, yaitu :
Berdasarkan Penyelenggaraannya :
A. Lokasi Museum
Lokasi yang dipilih bukan untuk kepentingan pendirinya, tetapi untuk masyarakat umum, pelajar,
mahasiswa, ilmuwan, wisatawan, dan masyarakat umum lainnya.
Lokasi sehat diartikan lokasi yang tidak terletak di daerah industri yang banyak pengotoran udara,
bukan daerah yang berawa atau tanah pasir, elemen iklim yang berpengaruh pada lokasi itu antara
lain : kelembaban udara setidaknya harus terkontrol mencapai netral, yaitu 55 65 %.
B. Persyaratan Bangunan
Persyaratan Umum
3) Pintu masuk khusus (service utama) untuk bagian pelayanan, perkantoran, rumah jaga serta
ruang-ruang pada bangunan khusus.
4) Area semi publik terdiri dari bangunan administrasi termasuk perpustakaan dan ruang rapat.
- Laboratorium Konservasi
- Studio Preparasi
- Storage
- Auditorium, keamanan, gift shop, cafetaria, ticket box, penitipan barang, lobby / ruang
istirahat, dan tempat parkir.
Persyaratan Khusus
1) Bangunan Utama, yang mewadahi kegiatan pameran tetap dan temporer, harus dapat:
- Memuat benda-benda koleksi yang akan dipamerkan. o Mudah dalam pencapaiannya baik
dari luar atau dalam. o Merupakan bangunan penerima yang harus memiliki daya tarik
sebagai bangunan utama yang dikunjungi oleh pengunjung museum.
- Memiliki sistem keamanan yang baik, baik dari segi konstruksi, spesifikasi ruang untuk
mencegah rusaknya benda- benda secara alami ataupun karena pencurian.
- Memiliki sistem keamanan yang baik (terhadap kerusakan, kebakaran, dan pencurian).
Persyaratan Ruang
Persyaratan ruang pada ruang pamer sebagai fungsi utama dari museum. Beberapa
persyaratan teknis ruang pamer sebagai berikut:
Pencahayaan dan penghawaan merupakan aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk
membantu memperlambat proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama
kelembaban yang disarankan adalah 50% dengan suhu 21 derajat C 26 derajat C. Intensitas cahaya
yang disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet.
Jalur sirkulasi di dalam ruang pamer harus dapat menyampaikan informasi, membantu
pengunjung memahami koleksi yang dipamerkan. Penentuan jalur sirkulasi bergantung juga pada
runtutan cerita yang ingin disampaikan dalam pameran.
Gambar 2. 2 Sirkulasi Ruang Pamer
Penempatan lokasi museum dapat bervariasi, mulai dari pusat kota sampai ke pinggiran kota. Pada
umumnya sebuah museum membutuhkan dua area parkir yang berbeda, yaitu area bagi pengunjung dan
area bagi karyawan. Area parkir dapat ditempatkan pada lokasi yang sama dengan bangunan museum atau
disekitar lokasi yang berdekatan. Untuk area diluar bangunan dapat dirancang untuk bermacam kegunaan
dan aktivitas, seperti acara penggalangan sosial, even dan perayaan, serta untuk pertunjukan dan pameran
temporal.
Secara umum organisasi ruang pada bangunan museum menjadi lima zona/area berdasarkan
kehadiran publik dan zona tersebut antara lain :
Didalam perancangan sebuah museum perlu beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan
penataan ruang dan bentuk museumnya sendiri, antara lain :
a. Ditemukan tema pameran untuk membatasi bendabenda yang termasuk dalam kategori yang
dipamerkan
b. Merencanakan sistematika penyajian sesuai dengan tema yang terpilih, jenis penyajian tersebut
terdiri dari :
c. memilih metoda penyajian agar dapat tercapai maksud penyajian berdasarkan tema yang dipilih
Galeri dan ruang pameran harus merupakan sebuah lingkungan visual yang murni, tanpa kekacauan
visual (termostat,alat pengukur suhu/ kelembaban, alat pemadam kebakaran, akses panel, signage, dll).
Bahan permukaan display tidak boleh dapat teridentifikasi (secara pola atau tekstur). Permukaannya harus
dapat dengan mudah di cat, sehingga warna dapat diatur menyesuaikan setiap pameran. Dinding display
dengan tinggi minimal 12 kaki diperlukan bagi sebagian besar galeri museum seni baru, namun museum
yang didedikasikan untuk seni kontemporer harus memiliki langit-langit lebih tinggi, 20 kaki adalah
ketinggian yang cukup fleksibel.
Tidak selamanya denah jalur sirkulasi yang sinambung di mana bentuk sayap bangunan dari ruang
masuk menuju keluar.Ruang. ruang samping biasanya digunakan untuk ruang pengepakan, pengiriman,
bagian untuk bahan bahan tembus pandang (transparan), bengkel kerja untuk pemugaran, serta ruang
kuliah.
Ruang pameran dengan penggunaan ruang yang sangat tepat penyekat ruang di antara tiang tengah
dapat diatur kembali misalnya diletakkan di antara penyangga jika dinding bagian luar terbuat kaca, maka
penataan jendela pada dinding dalam ga dapat bervariasi.
G. Persyaratan Ruang
Ruang untuk memperagakan hasil karya seni, benda-benda budaya dan ilmu pengetahuan harus
memenuhi persyaratan berikut :
1. Diorama, yang mampu menggambarkan suatu peristiwa tertentu dilengkapi dengan penunjang
suasana serta background berupa lukisan atau poster
2. Sistem ruang terbuka
I. Metode Penyajian
Standard teknis penyajian sangat mengikat sehingga tidak tergantung pada selera atau orang
saja. Standard teknik penyajian ini meliputi : Ukuran minimal Vitrin dan Panil, tata cahaya, tata
warna, tata letak, tata pengamanan, tata suara, lebeling dan foto penunjang.
Pemeran dalammuseum harus mempunya daya tarik tertentu untuk sedikitnya dalam jangka
waktu 5 tahun, maka sebuah pameran harus di buat denga menggunakan suatu metode. Metode yang
dianggap baik sampai saat ini adal metode berdasarkan motivasi pengunjung museum. Metode ini
merupakan hasil penelitian beberapa museum di eropa dan sampai sekarang digunakan. Penelitian
ini memakan waktu beberapa tahun, sehingga dapat diketahui ada 3 kelompok besar motivasi
pengunjung museum, yaitu:
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka untuk dapat memuaskan ke 3 motivasi tersebut,
metode-metode yang dimaksud adalah :
1. Metode penyajian artistik, yaitu memamerkan koleksikoleksi terutama yang mengandung unsur
keindahan
2. Metode penyajian intelektual atau edukatif, yaitu tidak hanya memamerkan koleksi bendanya
saja, tetapi juga semua hal yang berkaitan dengan benda tersebut, misalnya : cerita mengenai
asal usulnya, cara pembuatannya sampai fungsinya.
3. Metode penyajian Romantik atau evokatif, yaitu memamerkan
Kebutuhan dan sistem pencahayaan akan berbeda menyesuaikan fungsi ruang dan jenis display.
Sebagai contoh, sebuah museum sejarah alam mungkin hanya perlu distribusi umum minimal sementara
pada kasus eksibisi diberikan pencahayaan pada display. Pada ruang eksterior, pencahayaan dan
pencahayaan ruang luar dapat digunakan untuk mendramatisir dan memperlihatkan tampilan museum.
Kerusakan akibat cahaya bersifat kumulatif dan tak terhindarkan. Energi dari cahaya mempercepat
kerusakan. Energi ini dapat menaikkan suhu permukaan benda dan dengan demikian menciptakan iklim-
mikro dengan berbagai tingkat kelembaban relatif dan reaktivitas kimia. Pencahayaan dapat menyebabkan
koleksi memudar, gelap, dan mempercepat penuaan. Cahaya yang terlihat adalah kombinasi dari berkas
cahaya merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu. Panjang gelombang cahaya ini adalah 400-700
nanometer (nm). Rentang ultraviolet adalah 300-400 nm. Cahaya di kisaran biru hingga akhir dari spektrum
ultraviolet memiliki energi lebih dan dapat lebih merusak objek. Karena tidak satupun sinar ultraviolet (UV)
atau inframerah (IR) yang boleh mempengaruhi tampilan, keduanya harus dihilangkan sepenuhnya dari
area pameran, area penyimpanan koleksi, dan area penanganan. Dua sumber utama sinar UV adalah sinar
matahari (pencahayaan alami) dan lampu neon (pencahayaan buatan).
a. Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan lebih baik dari pada pencahayaan alami supaya tidak merusak, cahaya buatan
harus tetap dimodifikasi pada iluminasi (tingkat keterangan cahaya) tertentu, untuk mengurangi radiasi
sinar ultraviolet. Pada sebagian besar museum, perlengkapan pencahayaan di semua daerah pameran dan
daerah koleksi lain harus berpelindung UV hingga kurang dari 75 microwatts per lumen dan tertutup untuk
mencegah kerusakan terhadap objek jika terjadi kerusakan lampu. Secara umum, berdasarkan ketentuan
nilai iluminasi yang dikeluarkan Illumination Engineers Society Of North Amerika (Lighthing Handbook
For General Use). Pada area pameran, tingkat pencahayaan paling dominan di permukaan barang koleksi
itu sendiri. Diatas permukaan benda paling senditif, termasuk benda dari bahan kertas (seperti hasil print
dan foto), tingkat pancahayaan tidak boleh lebih dari 5 Footcandles (Fc). Kebutuhan pencahayaan eksibisi
akan berbeda sesuai jenis pameran, ukuran karya, dan tata letak setiap pameran . Tujuannya mungkin untuk
menerangi objek individu, bukan seluruh ruang. Ruang pameran biasanya memiliki susunan track lighting
berkualitas tinggi yang fleksibel. Tata letak akhir harus mempertimbangkan lokasi dinding non-permanen.
Tata letak track lighting harus mengakomodasi letak dinding permanen dan dinding nonpermanen :
1. Sudut yang diukur mulai dari titik di dinding dan 5 inci di atas lantai (yang merupakan rata-rata
orang dewasa) harus antara 45 dan 75 derajat (ke atas) dari bidang horizontal ke posisi lampu
2. Untuk dinding permanen, sudut yang ideal biasanya antara 6575 derajat. Semakin sensitif material
koleksi, semakin sedikit pencahayaan yang perlu disediakan
Pencahayaan alami dapat digunakan sebagai pengaruh besar untuk mendramatisir dan meramaikan
desain dari sebuah bangunan.Beberapa arsitek menggunakan cahaya alami sebagai pembentuk desain
bangunan.
Pencahayaan alami dapat mengakibatkan kerusakan pada berbagai bahan koleksi, batu, logam,
keramik pada umumnya tidak peka terhadap cahaya, tetapi bahan organik lainnya, seperti tekstil, kertas,
koleksi ilmu hayati adalah bahan yang peka terhadap cahaya. Perancang museum harus memahami dan
menerima bahwa museum yang paling profesional lebih menghargai penyajian dan pelestarian koleksi
mereka diatas segala manfaat arsitektural pencahayaan alami yang melimpah pada area koleksi. Terlalu
banyak cahaya dan panjang gelombang tertentu mampu menyebabkan kerusakan yang nyata pada koleksi-
koleksi yang tidak dapat tergantikan.
Kondisi tempat yang terlalu kering atau terlalu lembab dapat berpengaruh buruk dan merusak benda
koleksi. Oleh karena itu, beberapa benda koleksi harus diperhitungkan dan dijaga kelembabannya, bahkan
perlu juga diperhitungkan intensitas panas yang ditimbulkan dari pencahayaan buatan (lighting). Suhu dan
kelembaban yang optimum tidak hanya diterapkan pada ruang pamer saja, melainkan juga pada ruang
Storage (penyimpanan koleksi) dan ruang konservasi ( New Metric Hand Book, Museum and Galleries ).
Kondisi tempat yang terlalu kering atau terlalu lembab dapat berpengaruh buruk dan merusak benda
koleksi. Oleh karena itu, beberapa benda koleksi harus diperhitungkan dan dijaga kelembabannya, bahkan
perlu juga diperhitungkan intensitas panas yang ditimbulkan dari pencahayaan buatan (lighting). Suhu dan
kelembaban yang optimum tidak hanya diterapkan pada ruang pamer saja, melainkan juga pada ruang
Storage (penyimpanan koleksi) dan ruang konservasi ( New Metric Hand Book, Museum and Galleries ).
b. Penghawaan
Museum yang baik sebaiknya tetap menerapkan penghawaan alami. Perwujudannya bias melalui
perletakkan jendela yang tinggi pada satu sisi dan rendah pada sisi lainnya (Cross Ventilation). Sedangkan
untuk tujuan pemeliharaan objek benda pameran, sebaiknya menggunakan AC karena dapat mengatur
temperature dan kelembaban yang diinginkan. Hal ini tentunya tergantung oleh bahan objek pameran
tersebut, apakah peka terhadap kelembaban atau tidak ( Smita J. Baxi Vinod p. Dwivedi, modern museum,
Organization and partice in india, New Delhi, Abinar publications, hal 34.)
c. Akustik
Akustik bervariasi pada setiap museum. Akustik pada tiap ruang haruslah nyaman bagi perorangan
maupun kelompok. Sangat penting bagi pembimbing tur agar dapat didengar oleh kelompoknya tanpa
menggangu pengunjung lainnya. Beberpa ruangan untuk fungsi tertentu seperti ruang pertemuan, orientasi,
auditorium (atau teater) harus dirancang oleh ahlinya.
d. Keamanan
Operasi museum harus dibuat aman seluruhnya, bukan hanya oleh sistem para penjaga aktif dan
sistem elektronik, tetapi juga oleh rancangan dan tata letak yang sesuai. Semua aspek dari museum harus
di rancang untuk menjaga keamanan koleksi. Koleksi harus dilindungi dari kerusakan, pencurian, dan
penyalahgunaan. Ini berlaku bagi pengunjung, staf penanganan, dan staf keamanan.
Menurut Garden Murphy (seorang psikolog Amerika yang berspesialisasi dalam psikologi sosial
dan kepribadian dan parapsikologi.) Psikologi adalah ilmu yg mempelajari respon tentang mahluk hiduo
dengan lingkungannya.
Sejalan dengan objek perancangan museum yang perlu mengupayakan terciptanya kenyamanan di
dalam museum yang tentu tidak lepas dari pengaruh psikologi pengunjung, baik psikologi pengunjung
berdasarkan masing-masing segmentasinya ataupun berdasarkan respon terhadap lingkungan/ruang.
Museum Gedung Sate terletak di Jalan Diponegoro No. 22 dan menyatu dengan Gedung Sate itu
sendiri. Hanya, letaknya di ujung dan berdekatan dengan museum Pos Indonesia. Pertama-tama,
pengunjung akan dipandu untuk melihat diorama yang berisi perjalanan terbentuknya Gedung Sate. Setelah
itu, pengunjung bakal melihat jejak sejarah Gedung Sate lewat tampilan teknologi visual digital dan video
mapping yang cukup canggih seperti yang terdapat di ruang film, ruang architarium, ruang augmented
reality, ruang virtual reality dan ruang display. Tidak hanya belajar tentang sejarah saja, mereka yang
tertarik dengan seni arsitektur zaman kolonial juga bisa mengetahui rahasia material bangunan dan teknik
yang digunakan para arsitek-arsitek zaman dulu dalam membangun Gedung Sate yang sejak tahun 1924
hingga hari ini masih berdiri kokoh. detail-detail bangunan yang ada di Gedung Sate seperti kaca patri atau
kaca prisma digunakan sebagai bantuan penerangan alami. telefon kuno, branwir, serta duplikat sirene hadir
di museum ini sebagai koleksi bersejarah.
Ada pula ”robekan” dinding yang bisa dijadikan tambahan informasi dari sisi teknik pembangunan
gedung, yang memperlihatkan semua dinding Gedung Sate dibuat dari tumpukan batu gunung dari Gunung
Manglayang.Memasuki area pertama Gedung sate, pengunjung dipandu untuk melihat diorama tentang
perjalanan terbentuknya Gedung sate, hingga perkembangannya. Juga sejarah kota Bandung serta
peristiwa-peristiwa didalamnya. area utama yang memberikan informasi tentang Gedung Sate ada pada
bagian tengah museum. Pada area tersebut juga display disajikan interactive dengan aneka konten digital
seperti hologram dan interactive glass display mengenai Gedung Sate. Selanjutnya, ada ruang gimmick
dengan konsep edutaiment untuk pengunjung seperti ruang augmented reality hingga virtual reality.
Pengunjung juga dapat menonton film pendek berdurasi 10 menit tentang Kota Bandung di area audio
visual. Pada ruang kontemplasi, ambience yang tercipta adalah ketenangan dan suasana hening. Warna-
warna seperti ungu tua atau krem digunakan pada kedua dinding di lorong ini. Pengunjung juga disuguhi
fasilitas multimedia yang interaktif dan inovatif. Fasilitas lain dari museum adalah perpustakaan kecil yang
berisikan buku tentang arsitektur dan desain, juga gift shop yang menyatu dengan kafe kecil. Yang
selanjutnya menurut pengelola akan dijadikan museum kopi, merespon banyaknya ragam kopi jawa barat.
a. Lokasi
Gedung Sate terletak di Jalan Diponegoro No. 22 , Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Sites :
b. Sejarah
Museum Gedung sate diresmikan pada tanggal 8 desember 2017, Museum Gedung Sate dibangun di
penghujung masa jabatan Gubernur Ahmad Heryawan (Aher). Museum itu dibuat untuk membasahi dahaga
akan sejarah gedung paling ikonik di Jabar. Sebelum museum berdiri, akses warga untuk melihat lebih
dekat Gedung Sate sangat terbatas. "Dulu orang mau ke Gedung Sate segan. Setelah ada museum
masyarakat bisa lebih leluasa untuk melihat bangunan bersejarah ini," tutur Ebet nugraha, Kasubag Urusan
Dalam Bagian Rumah Tangga Biro Umum Setda Provinsi Jabar, saat berbincang dengan Kompas.com,
Kamis pagi. Museum Gedung Sate memang tak terlalu luas.
Namun, jangan salah pengunjung akan terkejut melihat beragam penerapan teknologi di dalam museum
tersebut. Museum itu memang didesain futuristik untuk memikat pengunjung. Dari mulai pencitraan tiga
dimensi, hingga augmented reality disajikan untuk mengupas sejarah gedung yang dulu bernama
Gouvernement Bedrijven ini. Tema pendirian museum ini untuk mengenalkan Gedung Sate sebagai
bangunan cagar budaya. Isinya terkait sejarah, proses pembangunan, pemanfaatan, yang ditampilkan
dengan paduan teknologi digital.
c. Visi dan misi VISI
Menjadikan Museum Gedung Sate sebagai satu tempat pembelajaran sejarah, arsitektur dan sipil.
MISI
1. Menjadikan Museum Gedung Sate sebagai salah satu tempat pembelajaran sejarah, arsitektur, dan sipil.
2. Menjadikan Museum Gedung Sate sebagai sarana edukasi dan rekreasi. 3. Memberikan pelayanan
informasi publik.
d. Fasilitas
Penyuguhan 3 segmen yakni prolog, eksplorasi, dan kontemplasi, Memasuki area museum,
pengunjung akan diarahkan untuk berkenalan dengan sejarah panjang Kota Bandung dan juga peristiwa
yang mengiringinya.
Bagian tengah museum berfungsi sebagai area utama yang memberikan informasi tentang Gedung
Sate. Di area tersebut juga terdapat aneka konten digital seperti hologram dan interactive glass display
mengenai Gedung Sate. Segmen selanjutnya adalah ruang gimmick yang menyuguhkan konsep
edutainment untuk pengunjung seperti ruang augmented reality hingga virtual reality.
Pengunjung juga dapat menonton film pendek berdurasi 10 menit mengenai Kota Bandung di area
audio visual. ruang kontemplasi berisikan informasi mengenai pembuatan museum Gedung Sate, termasuk
di antaranya foto besar hasil pemindaian 3D Gedung Sate yang dilakukan sangat detail oleh Tim Konservasi
Candi Borobudur.
Sebanyak tiga unit layar interaktif diletakkan di area utama Museum Gedung Sate. Layar tersebut
berisikan informasi mengenai pemimpin Jawa Barat dari masa ke masa. Pengunjung dapat menyentuh
setiap gambar kepala daerah dan mendapatkan informasi mengenai sosoknya. Fasilitas lain dari museum
ini selain toilet juga adanya perpustakaan kecil yang berisikan buku tentang arsitektur dan desain, juga gift
shop yang menyatu dengan kafe kecil.
Sumber : museumgedungsate.org
Sumber : museumgedungsate.org
Sumber : museumgedungsate.org
e. Sirkulasi
f. Aktivitas
- Literasi (perpustakan)
- Event
- Lomba
- Ceiling
Ceiling pada masing-masing area ditreatment berbeda agar menciptakan transisi, membuat
ambience dari 1 area ke area yang lainnya berbeda.
Ceiling pada area digital information dan 4D projection diekspose dan diberi warna gelap agar focus utama
pengunjung tetap pada koleksi (agar tujuan edukasi berjalan semestinya), ceiling pada Lorong karya grafis
dibuat berbeda dengan treatment up ceiling, lalu pada ruangan audio ceiling tidak diekspose (berbeda
dengan ceiling pada ruang digital information yang ceiling nya punya fungsi juga untuk alur rel spotlight)
karena tidak ada kebutuhan untuk rel spotlight, ruang audio hanya sebagai ruang pemutaran film.
- Flooring
Flooring dari area ke area sama, yaitu menggunakan parket kayu merbau finishing brown, lalu pada
Lorong menuju area augmented reality tetap menggunakan material yang sama namun diberi treatment
augmented reality penampakan kota bandung dari atas (ada transisi area ke area), dan flooring yang berbeda
hanya pada ruang audio (menggunakan karpet) karena ruang audio elemen ruangnya perlu material
pendukung peredam suara.
- Wall
Bagian dinding tidak terlalu banyak diolah, hanya penambahan mural dan augmented reality, yang
menarik adalah dinding yang menunjukan sisi teknis pembangunan Gedung ( tumpukan batu gunung
manglayang)
-Tema
Tema yang diusung adalah ‘new hindia style’ dan ‘rasionalisme belanda’ Sumber :
museumgedungsate.org
- Suasana
Kental dengan gaya modern, namun ornament ruang, mural dan penggunaan warna cat menciptakan
ambience bangunan-bangunan colonial.
- Pencahyaan
Pencahayaan buatan mendominasi, sebagai treatment untuk koleksi (keamanan), koleksi pada
museum biasanya rentan terhadap cahaya alami, sedangkan pencahayaan buatan lux nya dapat
diatur sesuai sensitivitas koleksi, pada area utama lebih banyak menggunakan spotlight, pada area
Lorong menggunakan led pada dinding, pada ruangan augmented reality menggunakan candelier
lamp.
- Penghawaan
Analisa studi banding pada proyek ini dilakukan untuk membandingkan objek
perancangan yang telah ada dan menjadikannya sebagai acuan perbandingan untuk
mendapatkan hasil proyek yang lebih baik. Analisa studi banding dilakukan pada tiga tempat
yaitu Museum Gedung sate, Museum KAA, Museum Hermitage. Analisa studi banding
dilakukan di Kota Bandung karena proyek akan di tempatkan di Kota Bandung.
a. Definisi
Museum Gedung Sate terletak di Jalan Diponegoro No. 22 dan menyatu dengan
Gedung Sate itu sendiri. Hanya, letaknya di ujung dan berdekatan dengan museum Pos
Indonesia. Pertama-tama, pengunjung akan dipandu untuk melihat diorama yang berisi
perjalanan terbentuknya Gedung Sate. Setelah itu, pengunjung bakal melihat jejak
sejarah Gedung Sate lewat tampilan teknologi visual digital dan video mapping yang
cukup canggih seperti yang terdapat di ruang film, ruang architarium, ruang augmented
reality, ruang virtual reality dan ruang display. Tidak hanya belajar tentang sejarah saja,
mereka yang tertarik dengan seni arsitektur zaman kolonial juga bisa mengetahui
rahasia material bangunan dan teknik yang digunakan para arsitek-arsitek zaman dulu
dalam membangun Gedung Sate yang sejak tahun 1924 hingga hari ini masih berdiri
kokoh. detail-detail bangunan yang ada di Gedung Sate seperti kaca patri atau kaca
prisma digunakan sebagai bantuan penerangan alami. telefon kuno, branwir, serta
duplikat sirene hadir di museum ini sebagai koleksi bersejarah.
Ada pula ”robekan” dinding yang bisa dijadikan tambahan informasi dari sisi
teknik pembangunan gedung, yang memperlihatkan semua dinding Gedung Sate dibuat
dari tumpukan batu gunung dari Gunung Manglayang.Memasuki area pertama Gedung
sate, pengunjung dipandu untuk melihat diorama tentang perjalanan terbentuknya
Gedung sate, hingga perkembangannya. Juga sejarah kota Bandung serta peristiwa-
peristiwa didalamnya.
area utama yang memberikan informasi tentang Gedung Sate ada pada bagian
tengah museum. Pada area tersebut juga display disajikan interactive
dengan aneka konten digital seperti hologram dan interactive glass display
mengenai Gedung Sate.
Pada ruang kontemplasi, ambience yang tercipta adalah ketenangan dan suasana
hening. Warna-warna seperti ungu tua atau krem digunakan pada kedua dinding di
lorong ini. Pengunjung juga disuguhi fasilitas multimedia yang interaktif dan inovatif.
Fasilitas lain dari museum adalah perpustakaan kecil yang berisikan buku
tentang arsitektur dan desain, juga gift shop yang menyatu dengan kafe kecil. Yang
selanjutnya menurut pengelola akan dijadikan museum kopi, merespon banyaknya
ragam kopi jawa barat
a. Lokasi
Sites :
b. Sejarah
VISI
MISI
Sebanyak tiga unit layar interaktif diletakkan di area utama Museum Gedung
Sate. Layar tersebut berisikan informasi mengenai pemimpin Jawa Barat dari
masa ke masa. Pengunjung dapat menyentuh setiap gambar kepala daerah dan
mendapatkan informasi mengenai sosoknya.
Sumber : museumgedungsate.org
e. Sirkulasi
f. Aktivitas
- Ceiling
Ceiling pada masing-masing area ditreatment berbeda agar menciptakan transisi,
membuat ambience dari 1 area ke area yang lainnya berbeda.
Ceiling pada area digital information dan 4D projection diekspose dan diberi warna
gelap agar focus utama pengunjung tetap pada koleksi (agar tujuan edukasi berjalan
semestinya), ceiling pada Lorong karya grafis dibuat berbeda dengan treatment up ceiling,
lalu pada ruangan audio ceiling tidak diekspose (berbeda dengan ceiling pada ruang digital
information yang ceiling nya punya fungsi juga untuk alur rel spotlight) karena tidak ada
kebutuhan untuk rel spotlight, ruang audio hanya sebagai ruang pemutaran film.
- Flooring
Flooring dari area ke area sama, yaitu menggunakan parket kayu merbau
finishing brown, lalu pada Lorong menuju area augmented reality tetap menggunakan
material yang sama namun diberi treatment augmented reality penampakan kota
bandung dari atas (ada transisi area ke area), dan flooring yang berbeda hanya pada
ruang audio (menggunakan karpet) karena ruang audio elemen ruangnya perlu material
pendukung peredam suara.
- Wall
Bagian dinding tidak terlalu banyak diolah, hanya penambahan mural dan
augmented reality, yang menarik adalah dinding yang menunjukan sisi teknis
pembangunan Gedung ( tumpukan batu gunung manglayang)
- Tema
Tema yang diusung adalah ‘new hindia style’ dan ‘rasionalisme belanda’
Sumber : museumgedungsate.org
- Suasana
- Pencahyaan
- Penghawaan
a. Definisi
b. Lokasi
Museum Negeri Sri Baduga yang terletak di ruas Jalan B.K.R. 185
Tegallega dan berhadapan dengan Monumen Bandung Lautan Api, dirintis
sejak tahun 1974 dengan memanfaatkan lahan dan bangunan bekas kewedanaan
Tegallega. Bangunan Museum berbentuk bangunan suhunan panjang dan
rumah panggung khas Jawa Barat yang dipadukan dengan gaya arsitektur
modern; adapun bangunan aslinya tetap dipertahankan dan difungsikan sebagai
ruang perkantoran. Tahap pertama pembangunan diselesaikan pada tahun 1980,
diresmikan pada tanggal 5 Juni oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Dr.
Daud Yusuf dan diberi nama Museum Negeri Propinsi Jawa Barat.
Areal museum yang luasnya mencapai 8.415,5 m2 dibagi menjadi dua
bagian; wilayah publik (public area), mencakup gedung pameran dan
auditorium dan wilayah buka publik (non public area), mencakup ruang
perkantoran Kepala Museum, Sub Bagian Tata Usaha, Kelompok Kerja
Bimbingan dan Edukasi, Kelompok Kerja Konservasi dan Preparasi serta
Kelompok Kerja Koleksi (termasuk di dalamnya Gedung Penyimpanan
Koleksi).
Sepuluh tahun kemudian, nama museum dilengkapi dengan nama Sri
Baduga diambil dari nama raja Sunda yang bertahta di Pakwan Pajajaran sekitar
abad ke-16 Masehi. Nama ini tertuang dalam prasasti Batutulis (Bogor) secara
lengkap tertulis SRI BADUGA MAHARAJA RATU HAJI I PAKWAN
PAJAJARAN SRI RATU DEWATA. Sebagai Museum umum yang memiliki
koleksi dari jenis koleksi Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologika,
Historika, Numismatika/Heraldika, Filologika, Keramik, Seni Rupa dan
Teknologi ini, tercatat tidak kurang sebanyak 5.367 buah koleksi; terbanyak
adalah koleksi rumpun Etnografika yang berhubungan dengan benda-benda
budaya daerah. Jumlah koleksi tersebut tidak terbatas pada bentuk realia (asli),
tapi dilengkapi dengan koleksi replika, miniatur, foto, dan maket. Benda-benda
koleksi tersebut selain dipamerkan dalam pameran tetap, juga
didokumentasikan dengan sistem komputerisasi dan disimpan di gudang
penyimpanan koleksi.
Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi masyarakat terhadap museum
sri baduga, berbagai kegiatan telah dijalankan, baik yang bersifat kegiatan
mandiri ataupun kerjasama kegiatan yang bersifat lintas sektoral dengan
berbagai instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga asing; diantaranya
berupa penyelenggaraan pameran temporer, pameran keliling, pameran
bersama dengan museum dari berbagai propinsi, berbagai macam lomba untuk
tingkat pelajar, ceramah, seminar, lokakarya, dan sebagainya. Karena
perkembangan peran dan fungsinya sebagai tempat atau wahana dalam
menunjang pendidikan, menambah pengetahuan, dan rekreasi; Museum Negeri
Sri Baduga Porpinsi Jawa Barat melaksanakan renovasi terhadap tata pameran
tetapnya secara bertahap mulai tahun 1989 sampai dengan tahun 1992, berikut
perluasan ruang pameran baru di lantai tiga.
Sumber : situsbudaya.id
a. Struktur organisasi
Sumber : museumsribaduga.blogspot
TUGAS :
Misi:
c. Fasilitas
Museum Sri Baduga mempunyai lebih dari 6000 koleksi yang dibagi menjadi
10 kelompok. Semua koleksi ini dipamerkan pada 3 lantai berbeda, yang setiap
lantainya menampilkan berbagai sejarah alam dan budaya dari wilayah Jawa Barat.
Berikut pembagiannya:
• Koleksi geologika, menampilkan bebatuan, mineral dan juga produk
alam lainnya.
• Koleksi biologika, menampilkan fosil-fosil makhluk hidup,
misalnya seperti manusia, hewan dan juga tumbuhan.
• Koleksi etnografika, menampilkan berbagai produk budaya pada
zaman purba, sebagai bagian tak terpisahkan dari antropologi.
• Koleksi arkeologika, menampilkan berbagai produk peradaban
kuno.
• Koleksi sejarah, yang menampilkan berbagai obyek penelitian
sejarah ataupun benda-benda yang memang dinilai bersejarah.
• Koleksi numismatika dan heraldika, menampilkan berbagai jenis
mata uang, cap, koleksi stempel, tanda jasa, lambing dan juga tanda
pangkat resmi.
• Koleksi filologika, menampilkan berbagai naskah kuno.
• Koleksi keramikologika, menampilkan berbagai macam tembikar
dan keramik kuno.
• Koleksi seni rupa, menampilkan karya-karya seni dua dan juga tiga
dimensi yang merupakan hasil dari pengalaman artistik.
• Koleksi teknologika, menampilkan berbagai penemuan teknologi,
baik yang bersifat tradisional maupun modern.
Fasilitas lainnya dan pembagian ruangan yang dapat ditemui di dalam Museum Sri
Baduga Bandung ini antara lain:
Lantai 1 :
merupakan tampilan perkembangan awal dari sejarah alam dan budaya Jawa
Barat. Dalam tata pameran ini digambarkan sejarah alam yang melatarbelakangi
sejarah Jawa Barat, antara lain dengan menampilkan benda-benda peninggalan
buatan tangan dari masa Prasejarah hingga jaman Hindu-Buddha. Batuan
(geologi), berbagai flora dan fauna, manusia purba atau Homo Erectus dan
manusia pra sejarah atau Homo Sapiens, Cekungan Danau Bandung Purba.
Lantai 2 :
memamerkan koleksi etnografi berupa ragam bentuk dan fungsi wadah, dan
keramik asing. pengenalan berbagai mata pencaharian, teknologi, berbagai
kesenian, pojok sejarah perjuangan bangsa, ada juga pojok wawasan nusantara
dan juga pojok Bandung tempo dulu.
Tempat Parkir:
Halaman museum Sri Baduga dapat digunakan sebagai tempat dengan daya
tampung hinga 20 buah bus.
Ruang Perpustakaan:
Ruang Auditorium:
Ruangan ini digunakan sebagai ruang audio visual dan tempat digelarnya
pertunjukan berbagai kesenian khas Sunda dan kesenian berbagai daerah Jawa
Barat baik kesenian tradisional ataupun kesenian yang sedang berkembang pada
saat sekarang. Selain itu pada ruangan auditorium ini digunakan juga sebagai
tempat untuk menerima rombongan pengunjung yang datang ke museum Sri
Baduga Bandung untuk mendapatkan informasi awal sebelum masuk ke
dalam berbagai ruang pameran.
Ruang seminar:
Lantai 2
Lantai 3
d. Sirkulasi
Menggunakan 1 pintu masuk, dan untuk pintu keluar ada beberapa untuk
mengakses pameran di luar.
e. Aktivitas
- Pelaksanaan pameran
- Preservasi (konservasi, restorasi)
- Akuisisi dan dokumentasi
- Literasi (pada perpustakaan)
- Seminar
- Diskusi
- Workshop
- Festival
- Lomba
- Riset koleksi
- Dll yang berkaitan dengan kesenian.
- Ceiling
Ceiling pada museum didominasi kayu solid yang difinishing cat putih,
memberi kesan luas, tinggi dan memberikan efek lebih cerah pada ruang
karena pemantulan cahaya (warna putih memantulkan seluruh spektrum
cahaya) Ceiling pada museum tidak ada rel untuk spotlight, jadi hanya
punya fungsi sebagai elemen ruang biasa.
- Flooring
- Wall
Sebagian besar dinding pada museum tidak terlalu banyak diolah karena
dinding tertutup oleh display dan beberapa ada objek juga yang ditempelkan
pada partisi sebagai display nya.
Deskripsi Proyek
- Senin : Tutup
- Selasa Jumat : 08.00 16.00
- Sabtu Minggu : 08.00 13.00
- Libur Nasional : Tutup
a. Definisi
Site :
Sumber : asianafricanmuseum.org
c. Sejarah
e. Fasilitas
- Audio visual
- Pemutaran film
- Auditorium
- Perpustakaan
Untuk menunjang kegiatan Museum Konperensi Asia Afrika, pada 1985
Abdullah Kamil (pada waktu itu Kepala Perwakilan Kedutaan Besar Republik
Indonesia di London) memprakarsai dibuatnya sebuah perpustakaan.
g. Aktivitas
- Ceiling
- Flooring
- Wall
a. Definisi
b. Lokasi
Sumber : hermitagemuseum.org
d. Fasilitas
- Ceiling
- Wall
Dinding diolah tetap mengusung gaya baroque, dengan ornament sulur yang mendominasi.
Tabel perbandingan
Segmen
selanjutnya adalah
ruang gimmick
yang
menyuguhkan
konsep
edutainment
untuk pengunjung
seperti ruang
augmented reality
hingga virtual
reality.
Pengunjung juga
dapat menonton
film pendek
berdurasi 10
menit mengenai
Kota Bandung di
area audio visual.
ruang kontemplasi
berisikan
informasi
mengenai
pembuatan
museum Gedung
Sate, termasuk di
antaranya foto
besar hasil
pemindaian 3D
Gedung Sate yang
dilakukan sangat
detail oleh Tim
Konservasi Candi
Borobudur.
Interactive
picture frame
Simpulnya ada :
- Digital
information
- 4D
projection
- Augmented
reality
- theatre
ORGANISA Public, private, Public, private, dan service Public, private, Public, private, dan
SI RUANG dan service dan service service
CEILING Ceiling pada Ceiling pada Tinggi = 400
masing-masing Ceiling dari 1 area ke area masing-masing material gypsum dan
area diolah lainnya berbeda-beda, area ditreatment bentuk ceiling tanpa
berbeda-beda, menciptakan transisi, berbeda agar adanya down atau up
membentuk membentuk ambience yang menciptakan ceiling
transisi, namun berbeda-beda pada tiap transisi, membuat
tetap tercipta area, namun tetap dengan ambience dari 1
ambience yang bentuk organis area ke area yang
sama pada area- lainnya berbeda.
areanya, yaitu Ceiling pada area
ambience megah digital
dan elegan, dan information dan
tetap 4D projection
pengusungan diekspose dan
gayanya adalah diberi warna gelap
baroque. agar focus utama
pengunjung tetap
pada koleksi (agar
tujuan edukasi
berjalan
semestinya),
ceiling pada
Lorong karya
grafis dibuat
berbeda dengan
treatment up
ceiling, lalu pada
ruangan audio
ceiling tidak
diekspose
(berbeda dengan
ceiling pada ruang
digital
information yang
ceiling nya punya
fungsi juga untuk
alur rel spotlight)
karena tidak ada
kebutuhan untuk
rel spotlight,
ruang audio hanya
sebagai ruang
pemutaran film.
DINDING Dinding diolah Dinding pada tiap area Bagian dinding Bahan finishing pada
tetap mengusung diolah berbeda-beda. tidak terlalu dinding adalah cat
gaya baroque, Menciptakan transisi dan banyak diolah, dinding
dengan ornament ambience yang berbeda hanya berwarna putih dan
sulur yang tiap area. penambahan adanya
mendominasi. mural dan panel display sebagai
augmented walltreatmentnya.
reality, yang
menarik adalah
dinding yang
menunjukan sisi
teknis
pembangunan
Gedung (
tumpukan batu
gunung
manglayang)
FLOORING motif yang Penggunaan marmer Flooring dari area Secara kesuluruhan
berbeda-beda mendominasi seluruh area, ke area sama, ruangan
walaupun area- meciptakan kesan elegan yaitu menggunakan
area yang dan megah (marmer identic menggunakan lantai dengan
dimaksud masih dengan kemewahan) parket kayu material
dalam satu ruang, merbau finishing keramik putih polos
dan tetap brown, lalu pada dengan aksen kramik
mengusung Lorong menuju
pengayaan area augmented
baroque. reality tetap
menggunakan
material yang
sama namun
diberi treatment
augmented reality
penampakan kota
bandung dari atas
(ada transisi area
ke area), dan
flooring yang
berbeda hanya
pada ruang audio
(menggunakan
karpet) karena
ruang audio
elemen ruangnya
perlu material
pendukung
peredam suara.
PENGHAW Alami dan buatan Penghawaan alami dan Penghawaan yang Penghawaan yang
AAN buatan, lebih dominan digunakan berada
buatan (demi keamanan dominan pada museum ini
koleksi yang penghawaan adalah
memungkinkan rentan buatan (AC) penghawaan buatan
udara luar) Kembali dan
Notes : hawa buatan dapat mempertimbangk alami. Alami berasal
diatur suhu nya sesuai an keamanan dari
kebutuhan karya/koleksi. koleksi yang jendela dan ventilasi.
memungkinkan Dan
rentan terhadap buatan terdapat AC
udara luar. pada
beberapa ruanga
UTILITAS Instalasi listrik Instalasi listrik ditata rapih, Instalasi listrik instalasi listrik yang
ditata rapih, membuat tetap bersih ditata rapih, sesuai tersembunyi
membuat tetap ketika dilihat (non- dengan dak nya, sehingga
bersih ketika ekspose) membuat tetap terlihat rapih. Serta
dilihat (non- bersih ketika saluran
ekspose) dilihat air yang memiliki
ruangan
untuk pengaturan
kesterilannya.
KEAMANA Keamanan seperti Keamanan seperti fire Keamanan seperti Keamanan seperti
N fire detector dan detector dan tersedianya fire detector dan fire
tersedianya tersedianya
APAR pada titik APAR pada titik titik APAR pada titik detector, springkler,
titik tertentu. tertentu. titik tertentu. dan
lainnya tidak ada
pada
museum ini
a. Lokasi
b. Sejarah
Sumber : situsbudaya.id
c. Struktur organisasi
Sumber : museumsribaduga.blogspot
TUGAS :
Misi:
e. Fasilitas
Fasilitas lainnya dan pembagian ruangan yang dapat ditemui di dalam Museum
Sri Baduga Bandung ini antara lain:
Lantai 1 :
Lantai 2 :
Lantai 3 :
Tempat Parkir:
Ruang Auditorium:
Ruang seminar:
Lantai 2
Lantai 3
f. Sirkulasi
Menggunakan 1 pintu masuk, dan untuk pintu keluar ada beberapa untuk
mengakses pameran di luar.
g. Aktivitas
- Pelaksanaan pameran
- Preservasi (konservasi, restorasi)
- Akuisisi dan dokumentasi
- Literasi (pada perpustakaan)
- Seminar
- Diskusi
- Workshop
- Festival
- Lomba
- Riset koleksi
- Dll yang berkaitan dengan kesenian.
- Ceiling
Ceiling pada museum didominasi kayu solid yang difinishing cat putih,
memberi kesan luas, tinggi dan memberikan efek lebih cerah pada ruang
karena pemantulan cahaya (warna putih memantulkan seluruh spektrum
cahaya)
Ceiling pada museum tidak ada rel untuk spotlight, jadi hanya punya fungsi
sebagai elemen ruang biasa.
- Flooring
- Wall
Sebagian besar dinding pada museum tidak terlalu banyak diolah karena
dinding tertutup oleh display dan beberapa ada objek juga yang ditempelkan
pada partisi sebagai display nya.
Deskripsi Proyek
- Senin : Tutup
- Selasa Jumat : 08.00 16.00
- Sabtu Minggu : 08.00 13.00
- Libur Nasional : Tutup
a. Denah
c. Potongan
Bangunan Proyek memiliki luas total 8500 m2 , dan bangunan yang akan
dirancang seluas 1612.8 m2 , dengan lantai 1 dan 2 seluas 1128,9 m2 dan lantai 3 seluas
483,9 m2. .
3.6.1 Bentuk
3.6.3 Material
a. Plafon
b. Dinding
c. Lantai
d. Furniture
3.6.4 Pencahyaan
a. Alami
3.6.5 Penghawaan
a. Alami
b. Buatan
Hubungan antar ruang ditentukan melalui banyak cara, salah satunya adalah
bubble diagram. Bubble diagram menjelaskan seberapa jauh dan dekatnya ruang-ruang
pada bangunan
Matrix