Anda di halaman 1dari 45

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap bangsa memiliki ciri dan kebiasaan yang disebut kebudayaan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan di Indonesia, terdapat berbagai tatanan nilai
kebudayaan yang dianut serta dipegang erat oleh masyarakat daerah setempat. Nilai –
nilai yang dianut tersebut mencakup kepercayaan, hubungan social, individu, arsitektur
hingga objek budaya. Dan Nilai – nilai inilah yang dianut oleh masyarakat Sulawesi
Utara terutama Bolaang Mongondow Raya.

Kebudayaan dan pariwisata yang ada di Sulawesi Utara mendapat perhatian


khusus dari pemerintah Sulawesi Utara (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) sekarang.
Kota Kotamobagu merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Sulawesi
Utara. Etnis mayoritas di kota ini adalah suku Mongondow mulai dan bahasa asli di
daerah ini adalah bahasa Mongondow, berbagai macam kebudayaan Bolaang
Mongondow mulai dari rumah adat, tari – tarian, lagu daerah, serta pakaian adat yang
harus dilestarikan dan dijaga keutuhannya dan demi untuk mendukung program
pemerintah maka perlu adanya suatu wadah atau sarana pengembangan dan pelestarian
kebudayaan dalam wujud pusat kebudayaan.

Kebudayaan dan pariwisata di Kotamobagu belum dikenal oleh masyarakat


luas. Dapat diketahui telah adanya sanggar kesenian di kotamobagu, yaitu Sanggar Seni
Budaya Fitra, namun dalam hal ini sanggar kesenian belum cukup optimal, karena
masih bersifat khusus, sehingga yang berdatangan hanya budayawan saja, oleh karena
itu perlu adanya wadah untuk mengedukasi masyarakat luas dan memberikan informasi
secara langsung, dibutuhkan pengalaman yang dapat dirasakan sendiri oleh masyarakat
melalui sebuah kegiatan mengenai budaya yang bersangkutan.

Kondisi saat ini masyarakat Kotamobagu khususnya generasi muda sudah


perlahan melupakan kebudayaan mereka karena terbatasnya informasi akan budaya

1
setempat dan juga factor tidak adanya ketersediaan wadah para generasi muda untuk
berekspresi, dalam hal ini mengenai bidang seni dan budaya yang bisa membangun
karekteristik daerah dan juga untuk menarik wisatawan local maupun asing. Pusat
Kebudayaan Bolaang Mongondow diharapkan dapat membantu program pemerintah
Sulawesi Utara dan pemerintah Kota Kotamobagu, menjadi wadah berekspresi dan
mendidik bagi generasi muda, menjadi pusat informasi kebudayaan di Kotamobagu
bahkan daerah regional Bolaang Mongondow lainnya yang dapat menjadi sarana
rekreatif.

Karena itula dibutukan kehadiran sebuah pusat kebudayaan. Sebuah pusat


kebudaaan yang tidak hanya berfungsi sebgai tempat yang mendekatkan budaya
Bolaang Mongondow dengan orang Bolaang Mongondow sendiri, tetapi juga bertindak
sebagai wadah pelestraian budaya yang dapat berkomunikasi langsung dengan
masyarakat mengenai sejarah dan budayanya.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

1. Belum tersedianya wadah atau media edukasi dan informasi bagi masyarakat
Kotamobagu dan khususnya Bolaang Mongondow akan kebudayaannya.
2. Belum tersedianya Cultural Center maupun sarana serupa di Kotamobagu
sebagai wadah untuk generasi muda mengekspresikan minat dan bakat dalam
hal melatih kesenian dan mengembangkan kebudayaan daerah.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana mewujudkan wadah untuk aktifitas kegiatan seni dan budaya dalam
Bolaang Mongondow Cultural Center ?
2. Bagaimana menarik minat masyarakat akan Bolaang Mongondow Cultural
Center ?

2
1.3. Maksud dan Tujuan Perancangan

1. Menjadikan Bolaang Mongondow Cultural Center sebagai pusat berbagai


aktifitas seni dan budaya masyarakat Kotamobagu dan Bolaang Mongondow
2. Merancang Bolaang Mongondow Cultural Center yang bersifat informatif,
edukatif, dan rekreatif.
3. Merancang Bolaang Mongondow Cultural Center yang bertujuan
meningkatkan ekonomi daerah.

1.4 Lingkup Arsitektural, Skala Pelayanan dan Batasan Proyek

1.4.1 Lingkup Arsitektural

Dalam perancangan Bolaang Mongondow Cultural Center di Kota Kotamobagu ini


sebatas mengenai aspek kebudayaan yang ada di Bolaang Mongondow dengan
menekankan pada aspek dasar arsitekural yaitu pengolahan tata ruang luar dan tata
ruang dalam. Dan dalam perancangan ini pula digunakan tema Arsitektur Neo –
Vernakular yang menekankan unsur – unsur budaya dan lingkungan, termasuk iklim
setempat, yang tentunya diungkanpkan atau deterapkan dalam bentuk fisik arsitektural
yaitu tata letak denah, detail, struktur, dan ornament.

1.4.2 Skala Pelayanan

Skala pelayanan pada objek rancangan Bolaang Mongondow Cultural Center secara
khusus ditujukkan kepada masyarakat umum Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Raya. Disamping itu ditujukkan pula untuk para Pekerja Budaya
yang berkaitan atau berkepentingan langsung dengan pengembangan potensi budaya,
dalam hal ini Pekerja Budaya meliputi pemerhati budaya, budayawan, seniman,
pengrajin, dan pengusaha dalam yang bersangkutan/produsen yang mempunyai andil
besar pada industry kreatif daerah. Ditujukkan pula untuk para wisatawan lokal
maupun asing, guna meningkatkan omset pendapatan daerah dan nasional melalui
sektor pariwisata.

3
Program kebutuhan ruang dan standart kebutuhan besaran luas ruang dipertimbangkan
berdasarkan aktifitas dan jumlah pemakai yang akan menempati ruang tersebut.

1.4.3 Batasan Proyek

Batasan proyek dihadirkan untuk mempermudah suatu proses perancangan, adapun


batasan proyek Bolaang Mongondow Cultural Center meliputi

 Proyek Bolaang Mongondow Cultural Center ini dibatasi hanya pada lingkup
arsitekturalnya saja, yaitu pengolahan tata ruang luar dan tata ruang dalam dan
pengaplikasian konsep tematik dan aspek arsitektural lainnya.
 Perencanaan dan perancangan proyek Bolaang Mongondow Cultural Center ini
dibatasi dan disesuaikan dengan aturan tata kota yang berlaku di Kota
Kotamobagu, yang meliputi Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), garis sempadan sungai
dan peraturan mengenai peruntukkan fungsi bangunan.
 Kebutuhan berkaitan dengan fungsi dan konsep programatik disesuaikan
dengan hasil analisis kebutuhan yang dibuat oleh penulis.

1.5 Pendekatan Perancangan dan Kerangka Pikir


1.5.1 Pendekatan Perancangan
Pendekatan perancangan meliputi 3 aspek utama yaitu terdiri dari pendekatan
tematik, tipologi objek serta analisis tapak dan lingkungan, yang memiliki penjelasan
sebagai berikut :

 Pendekatan Tematik

Dengan pendekatan tema Arsitektur Neo Vernakular, dimana lewat pendekatan


tema ini objek Bolaang Mongondow Cultural Center diharapkan dapat
memudahkan arsitek untuk merancang suatu karya arsitektural yang
menggambarkan suatu budaya dalam sebuah bangunan.

 Pendekatan Tipologi Objek

4
Pendekatan ini adalah pemahaman terhadap objek yang akan dihadirkan dan
terbagi atas 3 bagian yaitu pendekatan melalui tipologi objek dari segi fungsi,
bentuk dan pendekatan terhadap langgam. Dari pendekatan tersebut kemudian
dilakukan identifikasi dan pengolahan.

 Pendekatan Analisis Tapak dan Lingkungan

Pendekatan terhadap analisis pemilihan lokasi dan tapak yang disesuaikan


dengan RTRW yang ada di Kota Kotamobagu. Pendekatan ini dimaksudkan
untuk mengolah tapak ataupun menyesuaikan bangunan terhadap tapak yang
dipilih.

Metode – metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yang mendukung
pendekatan perancangan meliputi :

 Studi Literatur dan Studi Komparasi Terhadap Objek Sejenis


 Observasi lapangan
 Wawancara
 Analisa

5
1.5.2 Kerangka Pikir

Latar Belakang

Bolaang Mongondow Cultural Center

Uraian Permasalahan

FEEDBACK
Pemecahan Masalah

Pengumpulan Data

Budaya Bolaang Perkembangan


Mongondow Budaya Bolmong

Penentuan Tema

Kajian Tema Kajian Tipologi Kajian Lokasi dan Tapak


FEEDBACK

Analisis

Konsep Awal Perancangan

Solusi Desain

6
1.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Membahas latar belakang, rumusan masalah, gagasan, tujuan dan sasaran perancangan,
lingkup arsitektural, skala pelayanan dan batasan proyek, pendekatan perancangan,
kerangka pikir, dan sistematika penulisan.

BAB II : DESKRIPSI PROYEK

Pada bab ini berisikan tentang tinjaunan atau analisis secara mendalam tentang
Bolaang Mongondow Cultural Center yang akan dihadirkan.

BAB III : TEMA PERANCANGAN

Bab ini berisikan kajian mengenai pembahasan Neo – Vernacular Architecture secara
teoritis seperti deskripsi dan perkembangan serta identifikasi aspek-aspek yang muncul
dalam Neo – Vernacular Architecture, secara studi literatur dan studi kasus.
Pembahasan ini pun menjelaskan asosiasi antara tema dengan objek dan lokasi.

BAB IV : ANALISIS

Bab ini berisi mengenai menganalisis lokasi dan tapak, analisis tapak dari lokasi yang
sudah ditentukan dan pemilihan tapak pada lokasi. serta bentukan pada ruang, struktur,
dan massa terhadap objek perancangan.

BAB V : KONSEP UMUM PERANCANGAN

Menjelaskan sistematika Kriteria Perancangan dan Konsep Perancangan

BAB VI : GAGASAN AWAL PERANCANGAN

Membahas tentang kriteria kualitas perancangan dan proses perancangan, mulai


mengacu pada konsep-konsep awal perancangan, serta terkandung unsur desain/ide-
ide yang menggambarkan awal desain.

7
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
2.1 Pengertian dan Pemahaman Objek Perancangan
2.1.1 Pengertian Cultural
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kata:

Cultural dalam bahasa Indonesia adalah Kebudayaan yang berasal dari kata budaya
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi manusia), seperti kepercayaan,
kesenian, dan adat istiadat. Menurut budayawan Indonesia dan Bangsa Asing,
Kebudayaan adalah :

1. Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan
masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan.

2. Sutan Takdir Alisyahbana

Kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir, sehingga menurutnya pola


kebudayaan itu sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan
dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, termasuk di dalamnya perasaan karena
perasaan uga merupakan maksud dari pikiran.

3. Koentjaraningrat

Kebudaaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan
dengan belajar serta keseluruhan dari budi pekertinya.

8
4. A.L.Kroeber dan C. Kluchohn

A.L Kroeber dan C. Kluckhohn dalam bkunya Culture, a Critical Review of


Concepts and Definitions (1952) mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi
atau penjelmaan kerja jiwa manusia dalam arti seluas – luasnya.

5. Malinowski

Malinowski menyebutkan bahwa kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas


berbagai system kebutuan manusia. Tiap tingkat kebutuhan itu menghadirkan corak
budaya yang khas. Misalnya, guna memenuhi kebutuhan manusia akan
keselamatannya, maka timbul kebudayaan yang berupa perlindungan, yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu, seperti lembaga kemasyarakatan.

6. C.A. van Peursen

C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setipa kelompok orang. Berlainan
dengan hewan, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu,
untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh
alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus diubah menadi nasi.

Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah factor, yaitu hal – hal
yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu,
kebudayaan merupakan produk kekutatan iwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang
tertinggi. Walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah bila dibandingkan dengan
binatang, seperti gajah, harimau, dan kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu
menciptakan alat (sebagai homo faber) sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa
dunia. Dengan kualitas badannya, manusia mampu menempatkan diri dalam
lingungannya. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai insan budaya.

Dalam buku “Primitive Cultur” karangan E.B. Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo
(1967:13), bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang
terkandung didalamnya penegetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat –

9
istiadat dan kemampuan – kemampuan yang lain serta kebiasaan – kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat.

R. Linton (1947) dalam bukunya “The cultural background of personality”


mengatakan bahwa kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari
dan hasil – hasil dari tingkah laku, yang unsur – unsur pembentuknya didukung dan
diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu.

Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai keseluruhan bentuk kesenian, yang


meliputi sastra, music, pahat/ukir, rupa, tari, dan berbagai bentuk karya cipta ang
mengutamakan keindahan (estetika) sebagai kebutuhan hidup manusia.

2.1.2 Pengertian Centre

Centre dalam bahasa Indonesia adalah pusat. Menurut Kamus Umum Inggris
Indonesia, (2001), pengertian center adalah :

1. Pokok pangkal yang terdiri dari beberapa macam


2. Tempat yang menjadi pokok kedudukan/kegiatan
3. Sesuatu yang menjadi sasaran perhatian

2.2 Kedalaman Pemaknaan Objek Perancangan

Menurut KKBI, Pusat Kebudayaan adalah tempat membina dan mengembangkan


kebudayaan. Pusat Kebudayaan bertanggung jawab untuk mengendalikan dan
merancang kegiatan budaya dan kesenian.

Dari sumber – sumber di atas dapat disimpulkan Pusat Kebudayaan adalah tempat yang
merupakan pusat / inti seluruh aktivitas secara kompleks, yang di dalamyna terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat dan kemampuan –
kemampuan yang lain serta kebiasaan – kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota dari suatu masyarakat. Pusat Kebudayaan adalah suatu tempat atau wadah
tempat berlangsunya kegiatan memperkenalkan dan memperluas hasil total pikiran
serta karya masyarakat dari pihak yang berkepentingan. Pusat Kebudayaan adalah

10
tempat yang digunakan untuk mempromosikan potensi kebudayaan dan
mengembangkan sector pariwisata dan pendidikan.

Pada Pusat Kebudayaan terdapat beberapa kebutuan akan fungsi yang perlu
diwadahi, yaitu:

a. Ceramah, temu karya, sarasehan, lokakarya, publikasi, pementasan diwadai di


dalam auditorium / teater atau ruang pertemuan.
b. Pagelaran, pameran, pecan seni diwadahi di dalam ruang pameran (exhibition)
c. Pengolahan dan eksperimentasi seni diwadahi di dalam studio dan ruang
pertunjukan
d. Menjaga, merawat dan membina kesenian daerah, penggalian dan
pemeliharaan seni daerah diwadahi di dalam studio dan laboratorium / ruang
studi.
e. Mengumpulkan dan menyimpan sumber – sumber informasi, mengolah sumber
informasi dan menyebarluaskan kembali ke masyarakat sebagai informasi balik
/ promosi diwadahi di dalam perpustakaan, ruang arsip / dokumen,
laboratorium, ruang informasi, studio dan ruang pameran.
f. Urusan Tata Usaha diwadahi di dalam ruang Tata Usaha dan administrasi.

2.3 Prospek dan Fisibilitas Proyek

2.3.1 Prospek

 Pusat Kebudayaan Bolaang Mongondow ini diharapkan menarik wisatawan


lokal maupun asing untuk berkunjung dan mengetahui kebudayaan dan
kesenian di Bolaang Mongondow
 Pusat Kebudayaan Bolaang Mongondow diharapkan dapat membantu
program pemerintah Sulawesi Utara, menjadi wadah berekspresi dan
mendidik bagi generasi muda, menjadi pusat informasi kebudayaan di

11
Kotamobagu bahkan daerah regional Bolaang Mongondow lainnya yang
dapat menjadi sarana rekreatif.

2.3.2 Fisibilitas

 Pusat Kebudayaan Bolaang Mongondow sebagai wadah atau media edukasi


dan informasi bagi masyarakat Kotaobagu dan khususnya Bolaang
Mongondow akan kebudayaannya
 Menyediakan wadah untuk generasi muda mengekspresikan minat dan bakat
dalam hal kebudayaan dan kesenian.
 Menjadikan Pusat Kebudayaan Bolaang Mongondow sarana untuk melatih
kesenian dan mengembangkan kebudayaan daerah.

2.4 Lokasi dan Tapak

2.4.1 Tinjauan Kota

Kota Kotamobagu adalah salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kota
ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 pada tanggal 2
Januari 2007.

Menurut RTRW Kota Kotamobagu tahun 2014-2034, Kota Kotamobagu


mencangkup 4 wilayah kecamatan, 18 wilayah kelurahan dan 15 wilayah desa yang
dibatasi oleh:

1. Utara : Kabupaten Bolaang Mongondow


2. Selatan : Kabupaten Bolaang Mongondow
3. Barat : Kabupaten Bolaang Mongondow
4. Timur : Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Menurut data BPS Kota Kotamobagu Tahun 2018, Kota Kotamobagu memiliki luas
wilayah 108,89 km², Kecamatan Kotamobagu Selatan merupakan kecamatan terluas
dengan luas 62,97 km² mencakup 57,83 % dari total luas Kota Kotamobagu.

12
Sebagai daerah yang terletak di garis khatulistiwa, maka Kota Kotamobagu hanya
mengenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan terbesar
terjadi pada bulan Mei yaitu 369 mm³, Kecamatan Ketinggian wilayah paling tinggi
adalah Kecamatan Kotamobagu Utara dengan ketinggian 310 meter.

Secara administratif, Pemerintah Kota Kotamobagu membawahi 4 (empat)


kecamatan, 18 (delapan belas) kelurahan, dan 15 (lima belas) desa. Adapun
kecamatan-kecamatan, kelurahan-kelurahan, dan desa-desa tersebut antara lain
meliputi:

1. Kecamatan Kotamobagu Utara terdiri atas 8 (delapan) kelurahan meliputi;


Kelurahan Upai, Kelurahan Genggulang, Kelurahan Biga, Desa Sia, Desa
Pontodon, Desa Bilalang II, Desa Bilalang I, dan Desa Pontodon Timur.
2. Kecamatan Kotamobagu Timur terdiri atas 10 (sepuluh) kelurahan
meliputi; Kelurahan Matali, Kelurahan Motoboi Besar, Desa Kobo Kecil,
Desa Moyag, Kelurahan Kobo Besar, Kelurahan Tumubui, Kelurahan
Sinindian, Kelurahan Kotobangon, Desa Moyag Tampoan, dan Desa Moyag
Todulan.
3. Kecamatan Kotamobagu Selatan terdiri atas 9 (sembilan) kelurahan
meliputi; Desa Kopandakan 1, Desa Bungko, Desa Tabang, Desa Poyowa
Besar I, Desa Poyowa Besar II, Kelurahan Pobundayan, Kelurahan Motoboi
Kecil, Kelurahan Mongondow, dan Desa Poyowa Kecil.
4. Kecamatan Kotamobagu Barat terdiri atas 6 (enam) kelurahan meliputi;
Kelurahan Mongkonai, Kelurahan Molinow, Kelurahan Mogolaiang,
Kelurahan Gogagoman, Kelurahan Kotamobagu, dan Kelurahan Mongkonai
Barat.

13
PETA INDONESIA

KOTA KOTAMOBAGU
PROVINSI SULAWESI
PULAU SULAWESI

UTARA

Gambar 2.1 Peta Lokasi Makro

2.4.1 Tinjauan Mikro Lokasi Tapak


a. Kriteria Pemlihan Lokasi

Bolaang Mongondow Cultural Center mempunyai tipologi bangunan edukasi.


Tipologi tersebut membutuhkan teori Present and Future Environment yang
menganalisa pertumbuhan perekonomian, social dan komunitas perumahan area.

 Ekspansi Potensi perumahan yang relative terhadap ukuran, kebutuhan, dan


lokasi. Zonasi persyaratan, pembatasan atau larangan.
 Peran dalam rencana pembangunan sekolah yang komprehensif. Hubungan
dengan sekolah menengah dan sekolah dasar lainnya di distrik yang sama
(kota, kabupaten, atau komunitas)
 Karateristik Tapak : Tapak lokasi urban, pinggiran kota, atau pedesaan
(menentukan kebutuhan minimum dan ruang maksimum yang diperlukan)
 Mempunyai area lahan untuk rekreasi dan lapangan bermain
 Tapak mempunyai layanan utilitas elektrikal dan sanitasi lahan parker,
jalanan, kondisi tanah, rencana banjir dan material yang sesua dengan
lingkungan.

14
b. Lokasi Terpilih

Kotamobagu Timur, merupakan salah satu kecamatan di Kota Kotamobagu,


Sulawesi Utara. Kecamatan Kotamobagu Timur memiliki luas wilayah 23,9 km²
mencakup 21,75 % dari total luas wilayah Kota Kotamobagu, dengan jumlah
penduduk sebesar 29.503 jiwa pada tahun 2017. Kotamobagu Timur terdiri atas 10
(sepuluh) kelurahan meliputi; Kelurahan Matali, Kelurahan Motoboi Besar, Desa
Kobo Kecil, Desa Moyag, Kelurahan Kobo Besar, Kelurahan Tumubui, Kelurahan
Sinindian, Kelurahan Kotobangon, Desa Moyag Tampoan, dan Desa Moyag Todulan.
Selain itu, Kecamatan Kotamobagu Timur merupakan peruntukan dan pengembangan
kawasan pelayanan umum oleh pemerintah daerah yang meliputi pelayan kesehatan,
peribadatan, pendidikan dan kegiatan sosial lainnya. Untuk pelayanan pendidikan
meliputi kawasan penunjang pendidikan kebudayaan dan pengetahuan umum berupa
Perpustakaan Kota, Museum, serta Balai Adat dan sejenisnya.

c. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah berdasarkan RTRW Kota Kotamobagu tahun 2014-2034 terkait


lokasi yang berada di kecamatan Kotamobagu Timur, anatara lain :

1. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Maksimal 50 %


2. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) Maksimal 2 lantai
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) Minimal 20 %
4. Sempadan Sungai sebesar 5 m untuk dalam kawasan permukiman dan 50 m di
luar kawasan pemukiman, dari tepi sungai.

2.4.2 Kajian Pemilihan Tapak

a. Kriteria Pemilihan Tapak

1. Ketersediaan Lahan

Membutuhkan lokasi yang memiliki lahan kosong dan cukup luas agar dapat
menampung seluruh kebutuhan ruang parker, ruang aktivitas dan ruang hijau sesuai
fungsi yang diprogramkan.

15
2. Aksesibilitas

Membutuhkan lokasi yang mudah dijangkau, yang mana dapat diakses dengan
mudah dari berbagai tempat. Dekat dengan jalan besar tetapi di dalam jalan
sekunder sehingga tidak padat dan berbahaya.

3. Kondisi sarana dan prasarana yang menunjang

Kondisi ini berkaitan dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang dapat
menunjang proses perencanaan dan realisasi objek rancangan ke depannya, hal ini
menyangkut dengan ketersediaan jaringan listrik, air dan telekomunikasi dan hal –
hal pendukung lainnya.

4. Kondisin Tapak

Kondisi tapak memiliki topografi yang menarik, yang dimaksud memiliki topografi
yang menarik adalah tapak yang memiliki tingkatan perbedaan ketinggian, namun
dengan tingkat kemiringan lereng representative untuk didirikan suatu bangunan.

5. Merupakan Wilayah yang Sejuk

Memiliki kawasan dan lokasi yang mempunyai udara bersih. Bebas dari polusi asap
dan kebisingan kendaraan dan industri yang dapat mengganggu aktivitas dan
pengguna objek.

6. Lingkungan dan Daya Dukung

Berada di lingkungan yang strategis dan mendukung.

16
b. Alternatif Pemilihan Tapak

Lokasi Tapak: Alternatif Tapak 1

Data umum tapak

 Tapak berada disamping Jalan Siliwangi, Kelurahan Tumubui, Kecamatan


Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu.
 Sekitar tapak rata – rata adalah ruang terbuka hijau, pelayanan umum, ruko,
masjid, gereja dan pemukiman kampong.
 Tapak berbatasan langsung dengan jalan utama di sisi timur, perumalan desa di
sisi selatan, ruang terbuka hijau di sisi barat dan Polres Bolaang Mongondow
dan masjid Al – Hasan Kotamobagu
 Lokasi tapak bangunan dapat di kunjungi dengan menggunakan kendaraan
pribadi maupun berjalan kaki. Menuju tapak bisa memasuki jalan kecil sebelah
selatan +/- 276 m.
 Total area tapak = 40,630 m²

Gambar 2.2 Lokasi Tapak Kawasan Jalan Siliwangi, Kelurahan Tumubui, Kecamatan
Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu
(Sumber: Olah Data Penulis dari Google Earth, 2018)

17
Alasan penentuan lokasi alternative tapak 1:

 Ketersediaan lahan kosong yang cukup luas untuk perencanaan sebuah pusat
kebudayaan dan kebutuhan seperti area taman bermain dan lahan parkir.
 Sesuai dengan Perda RTRW Kota Kotamobagu Tahun 2014 – 2034 dimana
lokasi merupakan peruntukkan kawasan pelayanan umum meliputi pendidikan
kebudayaan dan pengetahuan umum.
 Memenuhi beberapa kriteria yang dibutuhkan, seperti memiliki wilayah yang
sejuk dengan wilayah yang rentan dengan polusi udara dan kebisingan, serta
tapak mudah diakses dan area tersebut sedang berkembang.

Lokasi Tapak: Alternatif Tapak 2

Data umum tapak

 Tapak berada disamping Jalan Kinalang, Kelurahan Kotobangon, Kecamatan


Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu.
 Sekitar tapak rata – rata adalah ruang terbuka hijau, pelayanan umum, dan
rumah makan/café,
 Tapak berbatasan langsung dengan jalan utama di sisi utara, ruang terbuka hijau
di sisi selatan, dan pada sisi timur dan barat merupakan pelyanan umum/kantor.
 Lokasi tapak bangunan dapat di kunjungi dengan menggunakan kendaraan
pribadi maupun berjalan kaki.
 Total area tapak = 30,044 m²

18
Gambar 2.3 Lokasi Tapak Kawasan Jalan Kinalang, Kelurahan Kotobangon, Kecamatan
Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu
(Sumber: Olah Data Penulis dari Google Earth, 2018)

Alasan penentuan lokasi alternative tapak 2:

 Ketersediaan lahan kosong yang cukup luas untuk perencanaan sebuah pusat
kebudayaan dan kebutuhan seperti area taman bermain dan lahan parkir.
 Sesuai dengan Perda RTRW Kota Kotamobagu Tahun 2014 – 2034 dimana
lokasi merupakan peruntukkan kawasan pelayanan umum meliputi pendidikan
kebudayaan dan pengetahuan umum.
 Dekat dengan fasilitas – fasilitas di sekiar tapak seperti pelayanan umum
seperti Polres Bolmong, Kantor PLN Kotamobagu, Tempat Peribadatan, dan
lain sebagainya.

c. Penentuan Tapak Terpilih

Dalam penentuan tapak terpilih berdasar alternatif – alternatif yang ada, maka
penulis menggunakan metode tabel penilaian atau tabel scoring tapak. Tabel penilaian
sendiri terdiri atas beberapa hal seperti, kolom pertama memuat nomor atau angka

19
urutan. Kolom kedua menurut kriteria penilaian berdasarkan penjabaran kriteria yang
telah dijelaskan di atas. Kolom ketiga memuat bobot penilaian (a) dalam bentuk
presentase, besar presentase sendiri menyatakan besar nilai kriteria atau besar
kepentingan suatu kriteria dalam pemilihan tapak, adapun besar presentase ditetapkan
oleh penulis berdasarkan beberapa pertimbangan, dimana jumlah presentase dari
semua kriteria berjumlah 100 %. Kolom kelima dan keenam adalah kolom alternatif
tapak, dimana tiap kolom alternative tapak terdiri atas kolom nilai (b) dan kolom nilai
akhir (a x b). Kolom nilai (b) menyatakan nilai besar nilai kriteria tapak berdasarkan
pengamatan penulis, yang di notasikan dengan angka (1-100), semakin besar nilai
angka menyatakan makin sesuainya kriteria yang diinginkan terhapap alternatif
tapak.Kolom nilai akhir (a x b) menyatakan hasil kali dari kolom bobot penilaian (a)
dengan kolom nilai (b), dimana hasil nilai akhir inilah yang akan dijumlahkan untuk
menentukan tapak yang terpilih nantinya.

Berikut ini merupakan tabel penilaian atau tabel scoring tapak, yang
memperlihatkan tapak mana yang terpilih :

Tabel 2.1 Tabel Scoring Tapak

Alternatif 1 Alternatif 2

(a)
Bobot
No. Kriteria
Penilaian
(%) Jln Siliwangi, Tumubui, Jln Kinalang, Kotobangon,
Kotamobagu Timur Kotamobagu Timur
(b) (b)
(a x b) (a x b)
Nilai Nilai
Nilai Keterangan Nilai Keterangan
(0- (0-
Akhir Akhir
100) 100)

20
Dimensi
tapak Dimensi tapak
dianggap dianggap bisa
Ketersediaan bisa menampung
1 15 75 11.25 75 11.25
Lahan menampung banyak
banyak program
program aktifitas
aktifitas
Berada dekat
Berada dekat
dengan
dengan
pemerintahan
pemerintahan
dan kegiatan
2 Aksesibilitas 25 85 21.25 85 21.25 dan kegiatn
ekonomi dan
ekonomi dan
memiliki
memilii akses
akses yang
yang bagus.
bagus.
Sarana
Sarana
pendukung
pendukung
cukup
Sarana dan mampu
mampu
3 Prasarana 25 80 20.00 85 21.25 memenuhi
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
dalam
dalam
perancangan
perancangan
Lahan tidak
Kondisi Lahan
4 10 70 7.0 65 6.5 terlalu
Tapak berkontur
berkontur
memiliki
wilayah yang Mempunyai
Merupakan sejuk dengan potensi
5 Wilayah 10 70 7.0 wilayah yang 65 6.5 kemacetan
yang Sejuk rentan pada saat pagi
dengan hingga petang
polusi udara

21
dan
kebisingan

Dari segi
kegiatan
memenuhi
kriteteria,
dimana di
kawasan
Kurang tapak
memenuhi merupakan
kriteria pemerintahan
Daya
dimana dan kegiatan
6 Dukung 15 65 9.75 75 11.25
kurangnya ekonomi dan
Lingkungan
aktifitas di berbagai
wilayah aktifitas
tersebut. lainnya
sehingga
diharapkan
mampu
menarik minat
masyarakat
yang lewat

Total 100 76.25 78

Berdasarkan dari tabel penilaian di atas, tapak alternatif 2 memiliki nilai akhir
lebih tinggi dari tapak alternatif 1, sehingga tapak yang terpilih merupakan tapak
alternatif 2.

2.5 Studi Komparasi Objek


Studi komparasi dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang berbagi
aspek yang dibutukan untuk merancang objek perancangan ini. Studi komparasi
dilakukan dengan membandingkan beberapa objek sejenis.

22
1. Lucerne Culture and Convention Centre

Pusat Kebudayaan dan Kongres di Lucerne adalah gedung multi-fungsi dengan aula
konser yang dihargai untuk akustik profil tinggi. Dibangun sesuai dengan rencana
arsitek Jean Nouvel dan diresmikan pada tahun 1998 dengan konser oleh Berlin
Philharmonic Orchestra di bawah arahan Claudio Abbado. Penciptaan pusat ini adalah
berdasarkan inisiatif untuk membangun sebuah hall konser baru yang akan
membangkitkan Lucerne di kancah permusikan dunia internasional.

Gambar 2.3 Lucerne Culture and Convention Centre


(Sumber: gotrotting.ch)
2. Centro Cultural Manzana del Revellín

Pusat kebudayaan ini merupakan karya Alvaro Siza di Ceuta, Spanyol. Sitenya
memiliki kondisi geografis yang indah dengan monument berupa dinding – dinding
benteng. Lokasinya berada di pusat kota berupa ruang kelas terbuka yang luas bekas
bangunan besar yang telah dihancurkan.

Kota tersebut tidak memiliki banyak kualitas khusus. Di kota tersebut terdapat
beberapa gereja, banyak bangunan – bangunan kecil yang beberapa diantaranya berupa
karya rasional dan Art Nouveau, dan banyak bangunan – bangunan abad ke-19.
Suasana kota seperi suasana di kota colonial Amerika Selatan, suasana damai dan
tenang, hamper tidak ada pekerja kantoran. Kehidupan jalan sangat padat dan suasana
pasar sangat menarik. Ruang – ruang berskala kecil, sama dengan kondisi di Morocco.
Kehadiran laut dirasakan sangat penting disertai landscape yang indah.

23
Gambar 2.4 Centro Cultural Manzana del Revellín
(Sumber: pinterest.com)

3. Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto

Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto merupakan gedung yang berada di Jl. Ahmad
Yani No. 4 kota Sawahlunto, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Gedung ini dibangun
Tahun 1910 dengan nama “Gluck Auf’ sebagai gedung Pertemuan ( Societeit ) atau
tempat pejabat colonial berkumpul, minum, berdansa dan bernyanyi. Bangunan ini juga
pernah menjadi rumah bola yang dipergunakan sebagai tempat bermain bola bowling
dan gedung societies tempat pejabat colonial mengadakan pertemuan. Setelah
kemerdekaan menjadi gedung pertemuan dan pernah menjadi Bank Dagang Negara
(BDN). Pada tanggal 1 Desember 2006 gedung ini diresmikan sebagai Gedung Pusat
Kebudayaan.

Gambar 2.5 Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto


(Sumber: parmato-hitam.blogspot.com)

24
Tabel 2.2 Variabel – variabel kajian tipologi

Tipologi Kultural Historik Tipologi Geometri Tipologi Fungsi


Langgam / Style Bangunan Geometrik Program
a. Komposisi
Organisasi/pola penataan Jenis dan fungsi ruang
b. Ornamentasi
c. Tata Warna (grid, cluster, linear)
d. Tekstur
e. Aplikasi Material
Simbol Budaya
Sumber: Pribadi, 2018

Tabel 2.3 Studi Komparasi Tipologi Kultural Hisorik

Uraian Lucerne Culture and Centro Cultural Gedung Pusat


Objek Convention Centre Manzana del Kebudayaan
Revellín Sawahlunto

Pemakaian warna gelap Ruang – ruang Gaya arsitektur Kolonial


pada ruang – ruang eksterior diperkeras sangat menonjol pada
eksterior bangunan. dengan batu –batu bagunan ini. Selain itu
Penilaian
Variabel pecah kecil. penggunaan material
Tipologis Penyelesaian eksterior yang alami, lampu antik
bangunan yang berada dan hiasan kaca lukis di
dibagian bawah atas pintu masih asli.
menggunakan stucco. Bangunan didominasi
Atap auditorium warna putih agar
menggunakan genteng menimbulkan kesan
keramik. Bangunan klasik.
didominasi warna
cerah.

Pada beberapa bangunan didominasi warna cerah, dan banyak


Kesimpulan menggunakan material beton, kayu, dan kaca.

Sumber: Pribadi, 2018

25
 Identifikasi Tipe Dalam Konteks Tipologi Geometri

Dalam konteks tipologi geometri, struktur formal yang dijadikan dasar


pengidentifikasi tipe objek adalah karakter formal dan spatial dari objek-objek
berikut yang terkait dengan aspek geometriknya. Penilaian variabelnya terdiri
atas bentukan dasar objek, maupun pola penataannya.

Tabel 2.4 Studi Komparasi Tipologi Geometri

STUDI TIPOLOGI OBJEK


LAYOUT / SITE FASADE TIPE KESIMPULAN
PLAN GEOMETRI
Lucerne Culture Dalam desainnya, Jika ditinjau Pola Linear / Geometri
and Convention Jean Nouvel secara fasad Axial Perletakkan
memperhatikan bangunan, massa bangunan
Centre
peraturan wujud sosok untuk Lucerne
perancangan, Pusat Culture and
dimana site Kebudayaan Convention
terletak di ini yakni linear Centre yakni
lingkungan danau.
/ memanjang. Linear / Axial
Untuk usaha
karena
perlindungan
disesuaikan
terhadap danau
dengan desain
tersebut,
bangunan didesain sang arsitek
dengan yaitu Jean
semboyannya: Nouvel
“jika saya tidak
dapat pergi
menuju air, air
akan mendatangi
saya”. Sesuai
karakternya,
kelautan seperti
juga arsitektur,
disegariskan di
bawah sebuah
bidang horizontal

26
raksasa yang
terlihat
mengapung antara
bumi dan langit.
Ini adalah sebuah
desain atap bagi
bangunan tsb.
Centro Cultural Lokasinya berupa Jika ditinjau 1. Practical Volume teater
Manzana del pusat searah dan secara fasad Geometry mendominasi
Revellín pusat geografis bangunan, 2. Axiomatic dalam bentuk
kota di Ceuta wujud, sosok Geometry dan ukurannya
dimana struktur pusat 3. Geometry yang
koa sangat padat. kebudayaan ini Construction menegaskan
Proyek tersebut 4. Symmetry
yakni dominan blok dan
menempati blok
segitiga dan menarik
persegi yang
beberapa perhatian.
dibatasi oleh Calle
bentuk
des Ingeniors
horizontal serta
(timur), perluasan
dari Calle bentuk pada
Cervantes bangunan
(selatan), Calle teater
Padilla (barat), kombinasi
dan deretan pohon persegi
Paseo del Revellin panjang dan
(utara). Site setengah
dikelilingi oleh lingkaran.
bangunan-
bangunan yang
tingginya
bervariasi, juga
stylenya dan
fungsinya.
Gedung Pusat Jika diamati Jika ditinjau Pola Linear / Gaya arsitektur
Kebudayaan terhadap site plan secara fasad Axial kolonial sangat
yang ada, bangunan, menonjol pada
Sawahlunto
geometri hotel ini wujud sosok bangunan ini
sistem peletakan Pusat dapat dilihat
massa Kebudayaan pada area selasar
bangunannya ini yakni linear dan tampak
yaitu persegi
/ memanjang. bangunan.
panjang

27
 Identifikasi Tipe Dalam Konteks Tipologi Fungsi

Dalam konteks tipologi fungsi, aspek yang menjadi dasar perhatian adalah
kegunaan dari objek. Penilaian variabelnya terdiri atas program ruang,
hubungan dan organisasi ruang, dan sirkulasi.

Tabel 2.5 Studi Komparasi Tipologi Fungsi

Uraian Lucerne Culture and Centro Cultural Gedung Pusat


Objek Convention Centre Manzana del Kebudayaan
Revellín Sawahlunto

Program Ruang Program Ruang Program Ruang

Penilaian Ruang – ruang yang ada Ruang – ruang yang ada Area Parkir, Ruang
pada bangunan tersebut pada bangunan tersebut Informasi, Lavatory,
Variabel meliputi hall konser, hall meliputi teater, pusat Ruang Pengelola. (Sumber
Tipologis tengah, kafetaria, pusat konggres, bangunan : Pusat Kebudayaan
konggres, auditorium, komersil, sekolah musik, Maluku di Yogyakarta)
restoran, bar, museum, sekolah bahasa, dan
kantor museum, gudang, parkir. (Sumber : Jeckhi
parkir. (Sumber : Jeckhi Heng, Pusat
Heng, Pusat Pengembangan
Pengembangan Kebudayaan Tradisional
Kebudayaan Tradisional Tionghoa Peranakan di
Tionghoa Peranakan di Batam)
Batam)
dan program ruang Pusat Kebudayaan berbeda – beda, karena
Fasilitas
bedanya fungsi utama. Namun ketiga objek mempunyai kesamaan yaitu
Kesimpulan mengakomodasi ruang pusat konggres, ruang informasi berupa
museum, dan bangunan komersil.

28
2.6 Studi Pendukung
2.6.1 Tinjauan Tentang Budaya Bolaang Mongondow

Masyarakat Bolaang Mongondow sebelum pemekaran terdiri dari 4 etnik yaitu:

1. Etnik Mongondow
2. Etnik Kaidipang/Mokapok
3. Etnik Bintauna
4. Etnik Bolango

Keempat etnik ini memiliki adat dan kebiasaan sendiri-sendiri, pemerintahan sendiri
selama berabad-abad, dimana adat kebiasaan tersebut secara turun-temurun dihormati
dan dipatuhi. Dengan demikian keempat etnik tersebut merupakan satuan masyarakat
adat yang memiliki ciri dan identitas sendiri sebelum kedatangan bangsa Eropa
(Spanyol, Portugis dan Belanda) yang menjajah negeri-negeri dan kerajaan-kerajaan di
Nusantara termasuk keempat etnik/kerajaan tersebut.

Ciri masyarakat adat tersebut masih sangat kental sampai saat ini dapat dilihat dari
berbagai upacara seperti tata cara perkawinan, upacara kematian atau kedukaan,
prosesi penjemputan tamu kehormatan, etiket sopan santun, pemberian gelat adat
kepada pejabat tinggi negara dan sebagainya. (Sumber :
https://totabuanmadani.wordpress.com/2010/06/28/adat-daerah-di-kabupaten-
bolaang-mongondow)

Adapun tiga wujud kebudayaan menurut Koentjaraningrat dalam karyanya yaitu


Kebudayaan, Mentalietet, dan Pembangunan (1979: 186-187). Pertama wujud
kebudayaan sebagai ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua wujud kebudayaan sebagai
aktifitas atau pola tindakan manusia dalam masyarakat. Ketiga adalah wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. Dan inilah beberapa uraian
tentang budaya Bolaang Mongondow melalui tiga wujud kebudayaan menurut
Koentjaraningrat, antara lain :

29
1. Wujud kebudayaan sebagai sistem ide

Wujud kebudayaan sebagai sistem ide bersifat sangat abstrak, tidak bisa diraba atau
difoto dan terdapat dalam alam pikiran individu penganut kebudayaan tersebut. Wujud
kebudayaan sebagai sistem ide hanya bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari yang
mewujud dalam bentuk norma, adat istiadat, agama, dan hukum atau undang - undang.

Dalam kehidupan tata pemerintahan terdapat filosofis sebagai orang Mongondow


(Suku) yang dianut dan menjadi pedoman sekaligus panutan, yaitu filosofis yang
diwariskan dari suatu perjanjian di "Tudu in Bakid" antara kaum "Paloko" dan
"Kinalang" yang lebih dikenal dalam istilah anak negeri Mongondow "Dodandian i
Paloko' bo ki Kinalang" artinya perjanjian antara Poloko'dan Kinalang. Proses
perjanjian tersebut tejadi ketika ‘Paloko' dan Kinalang bermusyawarah untuk
menentukan siapakah yang berhak duduk di atas tahta kerajaan. Karena para Bogani
(dotu) mendesak supaya segera harus ada pimpinan sebagai Punu’ yang kuat dan
bijaksana guna memimpin negeri dari segala gangguan. Akhirnya kaum Paloko'
dengan jiwa besar mengangkat kaum Kinalang di atas tahta kerajaan dengan perjanjian
yang isinya sebagai berikut: "Mo iko in ki Kinalang, bo kami in ki Paloko', Mo iko in
duduyanku tonga' kami in tompiaanmu". Arti dari peranjian itu ialah "engkau adalah
Kinalang dan aku adalah Paloko' " Engkau kupatuhi tetapi nasib dan hidupku engkau
perbaiki". Demikianlah isi pejanjian Paloko' dan Kinalang yang mengandung nilai-
nilai filosofis dan pandangan hidup bagi anak negeri dalam mengatur tata
pemerintahan. Falsalah ini menuntun terciptanya solidaritas dan kesetiakawanan yang
kuat bagi anak negeri antara pemerintahan dan masyarakat sebagai rakyat dengan
tuntutan serta tuntunan yang manusiawi.

Dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga terdapat falsafah yang yang memiliki
nilai-nilai luhur vang diwariskan oleh para leluhur Bogani yaitu "Pogogutat".
Pogogutat (rasa persaudaraan yang kuat) ini sangat nampak dalam hidup keseharian
anak negeri mulai dari hajatan kecil sampai pada hajatan besar. Dari pogogutat inilah
secara operasional anak negeri saling bantu-membantu dalam segala aspek kehidupan

30
suka maupun duka. Filosofis ini kemudian diturunkan dalam tiga motto anak negeri
suku Mongondow secara berurutan, yaitu : "Mototompiaan (saling memperbaiki),
Mototabian (saling menyayangi) bo Mototanoban (saling mengingatkan)”

Urutan falsafah ini secara logis didahului dengan "mototompiaan" karena dengan
adanya saling memperbaiki dalam hubungan kekeluargaan maka dapat dipastikan akan
muncul rasa saling menyayangi dan akhirnya saling merindukan. Falsafah inilah yang
sampai sekarang ini dijunjung tinggi oleh anak negeri suku Mongondow baik anak
negeri bekas Kerajaan Binatuna, Bekas Kerajaan Bolaang Uki, maupun Bekas
Kerajaan Kaidipang Besar- Anak negeri memandang hubungan sesama manusia
mengutamakan "bobahasa'an ", sehingga rasa momosad (gotong royong) selalu
dijunjung tinggi.

Disamping itu terdapat pula falsafah tentang bekerja, anak negeri menyebut falsafah
tersebut "aka mo olu' in bongkuyung, mo olu' doman in sigogou" artinya kalau tumit
kaki basah maka leherpun juga akan basah. Filosofis ini menunjukkan bahwa anak
negeri suku Mongondow mengutamakan kerja keras, sebab jika tidak bekerja berarti
tidak mendapat makan. Dari filosofis-filosofis inilah sehingga anak negeri mamandang
dirinya sebagai putra daerah (adi' in lipu') tanpa memandang wilayah bekas kerajaan
yang pernah hadir di tanah Totabuan.

Jika dilihat lebih jauh bahwa masyarakat bumi totabuan bermuara dari dondadian atau
kesepakatan antara Paloko dan Kinalang. Perjanjian ini menunjukkan bahwa
masyarakat di bumi Totabuan antara Pemimpin dan Rakyat saling bantu membantu,
saling menopang agar masyarakat adat tetap eksis. (Sumber :
http://sukriyendi.blogspot.com/2015/09/peran-adat-sebagai-kearifan-lokal-
dalam.html )

2. Wujud kebudayaan sebagai sistem aktifitas

31
Wujud kebudayaan sebagai sistem aktivitas merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan
sosial yang berpola dari individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini terdiri atas
aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan secara kontinu dengan
sesamanya. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret, bisa difoto, dan bisa dilihat.

1) Upacara Adat Pernikahan

Sampai sekarang ini beberapa bagian Adat Bolaang Mongondow masih dipatuhi dan
dihormati masyarakat. Antara lain, ketika mengadakan pesta pernikahan, upacara
kematian (Tonggoluan) dan tata cara berpakaian, upacara menjemput pengantin wanita
oleh keluarga pengantin pria, penjemputan tamu kehormatan dan pemberian gelar
kehormatan.

Upacara adat pernikahan yang dilakukan di desa-desa Bolaang Mongondow pada


intinya tetap sama meskipun terdapat perbedaan-perbedaan dalam pelaksanaannya,
dimana banyak bagian-bagian yang tidak berlaku lagi.

Upacara perkawinan/pernikahan adat tersebut dalam bentuk tertulis, telah ditulis oleh
W. Dunnebier seorang misionaris (Zendeling) asal Belanda yang menelliti daerah ini ±
25 tahun (1905 – 1939) dengan judul asli “Verlopen en Trouwen in Bolaang
Mongondow” tahun 1935. Upacara perkawinan ini diterjemahkan oleh B. Ginupit
dalam Bahasa Indonesia “Pertunangan dan Perkawinan” yang menceritakan
perkawinan seorang pemuda bernama Singkuton anak dari Moonik dan istrinya
Angkina dengan seorang perempuan bernama Dayag anak dari Abadi dan istrinya Ibud.

Ringkasnya prosesi perkawinan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Meminang, (melamar) – moguman don mobuloi


2. Bila pertunangan diterima, dilanjutkan oleh tokoh-tokoh adat (guhanga)
meminta imbalan (yoko’). Pada jaman dahulu yoko’ tersebut bisa berupa barang
seperti sebidang tanah berisi tanaman kelapa, (lontad in bango’), rumpun

32
rumbia, ternak terdiri dari sapi, kuda, maupun barang-barang berharga lainnya
dan uang.
3. Guat, berupa pemberian pihak keluarga calon pengantin pria untuk
memisahkan (guat) calon pengantin wanita dari ibu dan bapaknya.
4. Uku’ ukud, pemberian bantuan biaya dalam bentuk uang sesuai kesepakatan
antar keluarga.
5. Taba’ adalah utusan pihak keluarga wanita kepada keluarga pihak pria bahwa
seorang pemuda bernama “A” telah meminang seorang wanita dari keluarga
bernama “B”.
6. Mahar, pemberian yang diminta oleh calon pengantin wanita kepada calon
pengantin pria (hal ini menurut syariat Islam dalam bentuk cincin atau apapun
yang diminta oleh pengantin wanita).
7. Upacara Pernikahan, pembacaan Ijab Qabul oleh orang tua pihak wanita
(semacam penyerahan tanggungjawab memelihara/menjaga pengantin wanita
dengan membayar sejumlah uang tunai (Akad Nikah)
8. Gama’, menjemput pengantin wanita oleh keluarga pengantin pria yang terdiri
dari 13 (tigabelas) tahapan sebagai berikut:

1) Tompangkoi in Gama’ – Persiapan


2) Lampangan kon tutugan in lanag – melangkah ke tirisan atap.
3) Lolanan kon tubig – menyeberang sungai.

(ketiga tahap pertama ini dilakukan di rumah pengantin wanita).

1) Poponikan kon tukad – menaiki tangga rumah


2) Lampangan kon tonom – melangkah ke pintu rumah
3) Puat in kaludu’ – membuka kerudung
4) Pilat ini siripu – melepaskan sepatu
5) Pilat in paung – menutup payung
6) Pinogapangan – pendampingan
7) Pinomama’an – makan sirih pinang

33
8) Pinonduya’an – meludah (setelah makan sirih)
9) Pinogiobawan/pinolimumugan – makan dan berkumur
10) Pinobuian – pulang/kembali kerumah pengantin wanita

2) Upacara Adat Kematian

Bila seorang anggota keluarga meninggal dunia, maka diadakan upacara adat
kematian sebagai berikut:

1. Pemberitahuan kepada khalayak/masyarakat bahwa ada anggota


keluarga/warga kampung yang meninggal dunia dengan memukul gong
(golantung) ke seluruh kampung. Di rumah orang yang meninggal dipasang
Arkus berupa hiasan dari daun enau muda yang dipasang pada lengkungan
sebatang bambu dibelah empat dan dibentuk kerucut masing-masing belahan
ditempatkan pada empat sisi yang dipasangi tiang bambu (matubo).
2. Bila yang meninggal itu suami maka anggota keluarga pihak suami datang
dengan barang-barang hantaran boleh juga berupa uang ditaruh di atas piring
antik, bersama sisir, bedak, cermin, dipimpin oleh seorang guhanga. Sedangkan
istri/janda dari suami yang meninggal duduk disamping persemayaman jenazah
(tonggoluan) dan dengan bahasa Mongondow (halus) guhanga mengatakan:
“wahai ibu/saudari kali ini anda telah putus hubungan dengan suami bukan
karena cerai tetapi atas kehendak Ilahi (bontowon) tetapi masih ada hubungan
tanda mata berupa anak-anak dan cucu”. Sesudah itu diserahkan piring antik
untuk menampung air mata.

Langkah berikut diserahkan bungkusan berupa uang dan istri/jandanya diajak berjalan
ke arah jendela dan guhanga tersebut berkata lagi: “wahai ibu/saudari lihatlah betapa
luasnya alam raya di luar sana, mulai saat ini tidak ada lagi halangan bagimu untuk
melakukan kegiatan selanjutnya”.

Bagi orang Mongondow yang beragama Islam biasanya setelah pemakaman diadakan
pengajian selama 3 (tiga) hari, 7 (tujuh) hari dan sesudah itu tonggoluan 9tempat

34
persemayaman jenazah) dibongkar dan diberi sejenis Itu-itum, monginsingog yang
dilakukan oleh seorang Iman sambil membakar kemenyan berkata: “wahai Almarhum,
sekalipun engkau telah dimakamkan, kami tetap mengenangmu, namun kita sudah
berbeda alam/alam nyata dan alam arwah, Anda pasti melihat kami karena
penglihatanmu sangat terang sekarang, tetapi demi kehidupan kami selanjutnya maka
janganlah bersedih hati tempat tidurmu kami akan benahi/bongkar karena Anda telah
berpindah ke alam gaib, sedangkan kami masih melakukan tugas kehidupan nyata di
dunia dan seterusnya”.

Selesai upacara itu yang biasa dilakukan adalah Hataman Qur’an, maka upacara selesai
dan para undangan/pelayat pulang ke rumah masing-masing.

3) Upacara Adat Penjemputan Tamu dan Pemberian Gelar Kehormatan

Apabila ada seorang pembesar negeri berkenan mengunjungi suatu tempat atau
desa/kota, maka seluruh kota/desa dipersiapkan sedemikian rupa kebersihan/kerapihan
dengan memasang umbul-umbul, arkus disetiap rumah dan matubo di tempat
penjemputan.

Ketika saat tamu pembesar negeri itu tiba, diadakan jemputan berupa Tari
Perang/Mosau oleh sekelompok penari/penjemput yang bersenjatakan tombak dan
perisai yang dikomandani oleh seorang komandan diiringi dengan bunyi tetabuhan
(tambur). Pada tempat yang sudah ditentukan, seorang guhanga dan pemangku adat
mengucapkan Itu-itum sejenis ucapan selamat datang dan doa. Setelah itu tamu
pembesar negeri tersebut dipersilahkan masuk ke dalam rumah dan duduk di tempat
yang sudah ditentukan. Bila pembesar negeri itu seorang Kepala Negara, maka akan
diberi gelar yang tinggi “Ki Tule Molantud”, “Ki Sinungkudan”, Tonawat dan diberi
hadiah berupa Pedang Mongondow yang berlapis emas pada hulu pedang dan sarung
pedang (guma’) terbuat dari kayu hitam/ebony yang memakai ikat (tombasi) berupa
emas. Biasanya pemberian tersebut diletakkan dalam kotak kaca yang telah disediakan
dan untuk “penawar” agar pedang itu tidak membahayakan pemakai kelak, maka Sang

35
Pembesar Negeri harus memberi sekeping uang logam bernilai seratus atau sekarang
lima ratus Rupiah kepada pemberi hadiah. Upacara kemudian dilanjutkan dengan
penjemputan resmi seremonial.

3. Wujud kebudayaan sebagai sistem artefak

Wujud kebudayaan sebagai sistem artefak adalah wujud kebudayaan yang paling
konkret, bisa dilihat, dan diraba secara langsung oleh pancaindra. Wujud kebudayaan
ini adalah berupa kebudayaan fisik yang merupakan hasil-hasil kebudayaan manusia
berupa tataran sistem ide atau pemikiran ataupun aktivitas manusia yang berpola.

Kaudern Walter, mengambil gelar doktor di zoologi di University of Stockholm pada


tahun 1910. Kurator di geologi dan mineralogi departemen Gothenburg Museum pada
tahun 1928, Expeditions: Dua perjalanan ke Madagaskar 1906-1907 dan 1912-1913, di
mana sebagian besar bahan etnografi yang dikumpulkan ditemukan di Museum
etnografi di Stockholm. 1916-1921; ekspedisi ke Sulawesi bersama dengan istri
Therese,...

Mendokumentasikan wilayah goropai (lanut) danau mo"oat,dan modayag


mengumpulkan berbagai macam benda di Bolaang mongondow Raya dan saat ini
tersimpan di Museum Goteborg Swedia.

36
Gambar 2.6 Timbangan Emas Gambar 2.7 Gelang Emas
(Sumber : (Sumber :
http://historybmr.blogspot.com/2017/ http://historybmr.blogspot.com/20
10/koleksi-benda-benda-bolaang- 17/10/koleksi-benda-benda-
mongondow.html) bolaang-mongondow.html)

Masih banyak lagi koleksi benda - benda Bolaang Mongondow Raya yang tersimpan
di Museum Goteborg Swedia dan berbagai Museum yang ada di Eropa.

37
BAB III
TEMA PERANCANGAN

3.1 ASOSIASI LOGIS TEMA DAN KASUS


Tema Arsitektur Neo – Vernakular merupakan sebuah konsep arsitektural yang
berprinsip pada kaidah – kaidah normative, kosmologis, peran serta budaya local dalam
kehidupan masyarakat serta keselarasan antara bangunan, alam dan lingkungan
masyarakat.

Dengan adanya tema ini memudahkan arsitek untuk merancang suatu karya
arsitektural yang menggambarkan suatu budaya dalam sebuah bangunan. Dengan
demikian teori ini sangat tepat jika digunakan dalam merancang bangunan – bangunan
yang menganut unsur kebudayaan seperti pusat kebudayaan. Oleh karena itu diambil
tema Arsitektur Neo – Vernakular sebagai acuan dari Bolaang Mongondow Cultural
Centre ini.dan dengan Penerapan tema ke dalam objek rancangan ini diaharapkan
ketertarikan dari masyarakat.

3.2 KAJIAN TEMA SECARA TEORITIS


Kata “Vernakular” berarti bahasa setempat, sedangkan kata “Neo” berasal dari bahasa
yunani yang berarti baru. Sehingga Neo Vernakular (KBBI) dapat diartikan sebagai
bahasa setempat yang diucapkan dengan cara benar.

Arsitektur Vernakular yang berada pada posisi arsitektur modern awal yang
selanjutnya berkembang menjadi Neo Vernakular pada masa modern akhir setelah
adanya kritikan terhadap arsitektur modern, maka muncul kriteria yang mempengaruhi
arsitektur neo vernacular yaitu sebagai berikut :

1. Bentuk – bentuk yang menerapkan unsur budaya dan lingkungan, termasuk


iklim setempat, yang diungkapakan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak
denah, detail, struktur dan ornament)

38
2. Tidak hanya elemen fisik ang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga
elemen non-fisik seperti budaya pola piker, kepercayaan, tata letak yang
mengacu pada makro kosmos dan lainnya.
3. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip – prinsip bangunan
vernacular melainkan menghasilkan karya yang baru (mengutamakan
penampilan visualnya).

Dari pernyataan Charles Jencks dalam bukunya language of Post – Modern


Architecture (1986) maka dapat dipaparkan ciri – ciri Neo Vernacular Architecture
sebagai berikut :

1. Selalu menggunakan atap bumbungan. Atap bubungan menutupi tingkat bagian


tembok sampai hamper ke tanah seingga lebih banyak atap yang diibaratkan
sebagai elemen pelindung dan penyambut dari pada tembok yang digambarkan
sebagai elemen pertahanan yang menyimbolkan permusuhan.
2. Batu bata (dalam hal ini merupakan elemen konstruksi local) Bangunan
didominasi penggunaan batu bata abad 19 yaitu gaya Victorian yang
merupakan budaya dari arsitektur barat.
3. Mengembalikan bentuk – bentuk tradisional yang ramah lingkungan dengan
proporsi yang lebih vertical.
4. Kesatuan antara interior yang terbuka melalui elemen yang modern dengan
ruang terbuka di luar bangunan

Adapun pendapat Budi A. Sukada, (1998) yaitu aliran yang berkembang pada era
Post – Modern yang dimana Neo – Vernakular termasuk salah satu aliran yang
berkembang pada era tersebut memiliki ciri arsitektur sebagai berikut:

 Mengandung unsur komunikatif yang bersifat lokal / popular


 Membangkitkan kenangan historic
 Berkonteks urban
 Menerapkan kembali teknik ornamentasi
 Bersifat mewakili keseluruan

39
 Berwujud metaforik (wujud lain)
 Dihasilkan dari partisipasi
 Mencerminkan aspirasi umum
 Bersifat plural
 Bersifat ekletik1

1
Indri Yernia Wehelmina Maloring, RE-DESIGN TAMAN BUDAYA SULAWESI UTARA DI MANADO (NEO-
VERNACULAR ARCHITECTURE). Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado.

40
BAB IV
ANALISIS PERANCANGAN

4.1. Analisis Program Dasar Fungsional


Kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung Pusat Kebudayaan Bolaang Mongondow
ini perlu diidentifikasi, sehingga jenis – jenis fasilitas dan ruang yang dibutuhkan akan
diketahui.

4.1.1 Identiifikasi Pengguna


Sehubungan dengan bentuk kegiatan di dalam Pusat Kebudayaan tersebut,
maka pengguna dapat dikategorikan menjadi sebagai berikut :

a. Pekerja Budaya

Merupakan kelompok pengguna yang berkaitan atau berkepentingan langsung


dengan pengembangan potensi budaya. Kelompok ini meliputi pemerhati budaya,
budayawan, seniman, pengrajin, dan pengusaha dalam bidang yang
bersangkutan/produsen.

b. Umum/Pengunjung/Wisatawan

Merupakan kelompok yang menikmati fasilitas Pusat Kebudayaan dalam rangka


kepentingan pelatihan, sarasehan, mengunjungi pameran, menikmati pertunjukan,
mencari informasi, memperluas wawasan budaya, rekreasi, ataupun kepentingan
lain yang berkaitan dengan sajian yang diberikan oleh fasilitas Pusat Kebudayaan
tersebut ( konsumen).

c. Pengelola

Merupakan kelompok yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan fasilitas,


yaitu dalam hal kerumahtanggaan dan ketatausahaan fasilitas.

4.1.2 Kebutuhan Ruang

41
Secara umum, kebutuhan ruang utama untuk Pusat Kebudayaan adalah sebagai
berikut :

NO DESKRIPSI GAMBAR
1 Auditorium
 Merupakan gedung atau ruang pertunjukan
kesenian, film, sandiwara, dan sebagainya.
 Terdiri dari dua bagian utama, yaitu
panggung (tempat pentas) dan auditorium
(tempat penonton/pendengar)
 Ada beberapa bentuk penyusunan
panggung dan auditorium untuk teater:
Open Stage : Penonton sebagian
mengelilingi panggung.
Arena/Central Staging : Penonton
mengelilingi panggung.
Extended Staging : Panggung melebar ke
sekeliling penonton.
 Untuk pengaturan tempat duduknya sendiri
ada dua macam cara :
Tempat duduk disusun berjenjang ke atas,
dengan cara ini akan meminimalisasi
pelemahan bunyi dari sumber ke penonton.
Tempat duduk disusun mendatar, dengan
cara ini distribusi bunyi berada di atas
penonton.
2 Ruang Pameran
 Merupakan ruang untuk memperagakan
hasil karya seni, benda – benda dan ilmu
pengetahuan.
 Ruang tersebut harus memenuhi syarat
terlindung dari pengrusakan, pencurian,

42
kebakaran, kelembapan, kekeringan,
cahaya matahari langsung, dan debu.
 Setiap peragaan harus mendapat
pencahayaan yang baik, dengan membagi –
bagi ruang sesuai dengan koleksi yang ada,
yaitu benda koleksi yang ada, yaitu benda
koleksi untuk studi (misalnya: mengukir,
menggambar) dan benda koleksi untuk
pajangan (misalnya: lukisan, patung,
keramik, atau furniture).
 Ada dua macam ruang pameran, yaitu:
Ruang pameran tetap, dan
Ruang pameran tidak tetap
3 Ruang Pertemuan
 Ruang pertemuan dapat berupa auditorium,
ruang rapat, atau ruang serba guna yang
dapat digunakan secara fleksibel untuk
bermacam – macam kegiatan, seperti
seminar, workshop, sarasehan, dan
sebagainya.
 Secara umum yang perlu diperhatikan
untuk ruang ini adalah daya tamping,
pencahayaan, dan pengkondisian udara.
4 Studio Workshop
 Studio adalah wadah untuk aktifitas
pembinaan, pengolahan, dan
eksperimentasi seni.
 Ada bermacam – macam aktifitas seni yang
dapat diwadahi dalam studio, diantaranya
adalah seni lukis, kerajinan tangan, seni
suara/musik, seni peran, dan seni olah
gerak.

43
 Untuk seni olah visual (lukis dan kerajinan)
yang menjadi perhatian utama adalah: pada
kualitas visual ruangan atau
pencahayaannya.
 Untuk seni olah vocal yang menjadi
perhatian utama adalah: akustik atau tata
bunyinya.
 Untuk seni olah gerak dan peran menjadi
perhatian utama adalah: fleksibilitas ruang.

DAFTAR PUSTAKA

44
Edward Burnett Tylor Primitive Culture: Researches Into the Development of
Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom, Volume 1

Ralph Linton (1947) The Cultural Background of Personality


Charles Jencks (1986) The language of Post – Modern Architecture

Erdiono 2011, Arsitektur Modern Neo Vernakular di Indonesia, Jurnal Sabua, vol
3 no 3, 32-29.
Zikri, Ahlun.2012.Arsitektur Post Modern.pdf

Jeckhi Heng, Pusat Pengembangan Kebudayaan Tradisional Tionghoa Peranakan


di Batam.pdf
https://kbbi.web.id/
https://www.wikipedia.org

45

Anda mungkin juga menyukai