PENDAHULUAN
1
setempat dan juga factor tidak adanya ketersediaan wadah para generasi muda untuk
berekspresi, dalam hal ini mengenai bidang seni dan budaya yang bisa membangun
karekteristik daerah dan juga untuk menarik wisatawan local maupun asing. Pusat
Kebudayaan Bolaang Mongondow diharapkan dapat membantu program pemerintah
Sulawesi Utara dan pemerintah Kota Kotamobagu, menjadi wadah berekspresi dan
mendidik bagi generasi muda, menjadi pusat informasi kebudayaan di Kotamobagu
bahkan daerah regional Bolaang Mongondow lainnya yang dapat menjadi sarana
rekreatif.
1. Belum tersedianya wadah atau media edukasi dan informasi bagi masyarakat
Kotamobagu dan khususnya Bolaang Mongondow akan kebudayaannya.
2. Belum tersedianya Cultural Center maupun sarana serupa di Kotamobagu
sebagai wadah untuk generasi muda mengekspresikan minat dan bakat dalam
hal melatih kesenian dan mengembangkan kebudayaan daerah.
1. Bagaimana mewujudkan wadah untuk aktifitas kegiatan seni dan budaya dalam
Bolaang Mongondow Cultural Center ?
2. Bagaimana menarik minat masyarakat akan Bolaang Mongondow Cultural
Center ?
2
1.3. Maksud dan Tujuan Perancangan
Skala pelayanan pada objek rancangan Bolaang Mongondow Cultural Center secara
khusus ditujukkan kepada masyarakat umum Kota Kotamobagu dan Kabupaten
Bolaang Mongondow Raya. Disamping itu ditujukkan pula untuk para Pekerja Budaya
yang berkaitan atau berkepentingan langsung dengan pengembangan potensi budaya,
dalam hal ini Pekerja Budaya meliputi pemerhati budaya, budayawan, seniman,
pengrajin, dan pengusaha dalam yang bersangkutan/produsen yang mempunyai andil
besar pada industry kreatif daerah. Ditujukkan pula untuk para wisatawan lokal
maupun asing, guna meningkatkan omset pendapatan daerah dan nasional melalui
sektor pariwisata.
3
Program kebutuhan ruang dan standart kebutuhan besaran luas ruang dipertimbangkan
berdasarkan aktifitas dan jumlah pemakai yang akan menempati ruang tersebut.
Proyek Bolaang Mongondow Cultural Center ini dibatasi hanya pada lingkup
arsitekturalnya saja, yaitu pengolahan tata ruang luar dan tata ruang dalam dan
pengaplikasian konsep tematik dan aspek arsitektural lainnya.
Perencanaan dan perancangan proyek Bolaang Mongondow Cultural Center ini
dibatasi dan disesuaikan dengan aturan tata kota yang berlaku di Kota
Kotamobagu, yang meliputi Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), garis sempadan sungai
dan peraturan mengenai peruntukkan fungsi bangunan.
Kebutuhan berkaitan dengan fungsi dan konsep programatik disesuaikan
dengan hasil analisis kebutuhan yang dibuat oleh penulis.
Pendekatan Tematik
4
Pendekatan ini adalah pemahaman terhadap objek yang akan dihadirkan dan
terbagi atas 3 bagian yaitu pendekatan melalui tipologi objek dari segi fungsi,
bentuk dan pendekatan terhadap langgam. Dari pendekatan tersebut kemudian
dilakukan identifikasi dan pengolahan.
Metode – metode yang akan digunakan untuk memperoleh data yang mendukung
pendekatan perancangan meliputi :
5
1.5.2 Kerangka Pikir
Latar Belakang
Uraian Permasalahan
FEEDBACK
Pemecahan Masalah
Pengumpulan Data
Penentuan Tema
Analisis
Solusi Desain
6
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Membahas latar belakang, rumusan masalah, gagasan, tujuan dan sasaran perancangan,
lingkup arsitektural, skala pelayanan dan batasan proyek, pendekatan perancangan,
kerangka pikir, dan sistematika penulisan.
Pada bab ini berisikan tentang tinjaunan atau analisis secara mendalam tentang
Bolaang Mongondow Cultural Center yang akan dihadirkan.
Bab ini berisikan kajian mengenai pembahasan Neo – Vernacular Architecture secara
teoritis seperti deskripsi dan perkembangan serta identifikasi aspek-aspek yang muncul
dalam Neo – Vernacular Architecture, secara studi literatur dan studi kasus.
Pembahasan ini pun menjelaskan asosiasi antara tema dengan objek dan lokasi.
BAB IV : ANALISIS
Bab ini berisi mengenai menganalisis lokasi dan tapak, analisis tapak dari lokasi yang
sudah ditentukan dan pemilihan tapak pada lokasi. serta bentukan pada ruang, struktur,
dan massa terhadap objek perancangan.
7
BAB II
DESKRIPSI PROYEK
2.1 Pengertian dan Pemahaman Objek Perancangan
2.1.1 Pengertian Cultural
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian kata:
Cultural dalam bahasa Indonesia adalah Kebudayaan yang berasal dari kata budaya
adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi manusia), seperti kepercayaan,
kesenian, dan adat istiadat. Menurut budayawan Indonesia dan Bangsa Asing,
Kebudayaan adalah :
1. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan menurut Ki Hajar Dewantara berarti buah budi manusia adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan
masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai
keselamatan dan kebahagiaan.
3. Koentjaraningrat
Kebudaaan berarti keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan
dengan belajar serta keseluruhan dari budi pekertinya.
8
4. A.L.Kroeber dan C. Kluchohn
5. Malinowski
C.A. van Peursen mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai
manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setipa kelompok orang. Berlainan
dengan hewan, manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu,
untuk dapat hidup, manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh
alam. Misalnya, beras agar dapat dimakan harus diubah menadi nasi.
Terwujudnya suatu kebudayaan dipengaruhi oleh sejumlah factor, yaitu hal – hal
yang menggerakkan manusia untuk menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu,
kebudayaan merupakan produk kekutatan iwa manusia sebagai makhluk Tuhan yang
tertinggi. Walaupun manusia memiliki tubuh yang lemah bila dibandingkan dengan
binatang, seperti gajah, harimau, dan kerbau, tetapi dengan akalnya manusia mampu
menciptakan alat (sebagai homo faber) sehingga akhirnya dapat menjadi penguasa
dunia. Dengan kualitas badannya, manusia mampu menempatkan diri dalam
lingungannya. Oleh karena itu, manusia dikatakan sebagai insan budaya.
Dalam buku “Primitive Cultur” karangan E.B. Tylor dikutip oleh Prof. Harsojo
(1967:13), bahwa kebudayaan adalah satu keseluruhan yang kompleks, yang
terkandung didalamnya penegetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat –
9
istiadat dan kemampuan – kemampuan yang lain serta kebiasaan – kebiasaan yang
didapat oleh manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat.
Centre dalam bahasa Indonesia adalah pusat. Menurut Kamus Umum Inggris
Indonesia, (2001), pengertian center adalah :
Dari sumber – sumber di atas dapat disimpulkan Pusat Kebudayaan adalah tempat yang
merupakan pusat / inti seluruh aktivitas secara kompleks, yang di dalamyna terkandung
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat – istiadat dan kemampuan –
kemampuan yang lain serta kebiasaan – kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota dari suatu masyarakat. Pusat Kebudayaan adalah suatu tempat atau wadah
tempat berlangsunya kegiatan memperkenalkan dan memperluas hasil total pikiran
serta karya masyarakat dari pihak yang berkepentingan. Pusat Kebudayaan adalah
10
tempat yang digunakan untuk mempromosikan potensi kebudayaan dan
mengembangkan sector pariwisata dan pendidikan.
Pada Pusat Kebudayaan terdapat beberapa kebutuan akan fungsi yang perlu
diwadahi, yaitu:
2.3.1 Prospek
11
Kotamobagu bahkan daerah regional Bolaang Mongondow lainnya yang
dapat menjadi sarana rekreatif.
2.3.2 Fisibilitas
Kota Kotamobagu adalah salah satu kota di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kota
ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 pada tanggal 2
Januari 2007.
Menurut data BPS Kota Kotamobagu Tahun 2018, Kota Kotamobagu memiliki luas
wilayah 108,89 km², Kecamatan Kotamobagu Selatan merupakan kecamatan terluas
dengan luas 62,97 km² mencakup 57,83 % dari total luas Kota Kotamobagu.
12
Sebagai daerah yang terletak di garis khatulistiwa, maka Kota Kotamobagu hanya
mengenal dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Curah hujan terbesar
terjadi pada bulan Mei yaitu 369 mm³, Kecamatan Ketinggian wilayah paling tinggi
adalah Kecamatan Kotamobagu Utara dengan ketinggian 310 meter.
13
PETA INDONESIA
KOTA KOTAMOBAGU
PROVINSI SULAWESI
PULAU SULAWESI
UTARA
14
b. Lokasi Terpilih
c. Peraturan Pemerintah
1. Ketersediaan Lahan
Membutuhkan lokasi yang memiliki lahan kosong dan cukup luas agar dapat
menampung seluruh kebutuhan ruang parker, ruang aktivitas dan ruang hijau sesuai
fungsi yang diprogramkan.
15
2. Aksesibilitas
Membutuhkan lokasi yang mudah dijangkau, yang mana dapat diakses dengan
mudah dari berbagai tempat. Dekat dengan jalan besar tetapi di dalam jalan
sekunder sehingga tidak padat dan berbahaya.
Kondisi ini berkaitan dengan kelengkapan sarana dan prasarana yang dapat
menunjang proses perencanaan dan realisasi objek rancangan ke depannya, hal ini
menyangkut dengan ketersediaan jaringan listrik, air dan telekomunikasi dan hal –
hal pendukung lainnya.
4. Kondisin Tapak
Kondisi tapak memiliki topografi yang menarik, yang dimaksud memiliki topografi
yang menarik adalah tapak yang memiliki tingkatan perbedaan ketinggian, namun
dengan tingkat kemiringan lereng representative untuk didirikan suatu bangunan.
Memiliki kawasan dan lokasi yang mempunyai udara bersih. Bebas dari polusi asap
dan kebisingan kendaraan dan industri yang dapat mengganggu aktivitas dan
pengguna objek.
16
b. Alternatif Pemilihan Tapak
Gambar 2.2 Lokasi Tapak Kawasan Jalan Siliwangi, Kelurahan Tumubui, Kecamatan
Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu
(Sumber: Olah Data Penulis dari Google Earth, 2018)
17
Alasan penentuan lokasi alternative tapak 1:
Ketersediaan lahan kosong yang cukup luas untuk perencanaan sebuah pusat
kebudayaan dan kebutuhan seperti area taman bermain dan lahan parkir.
Sesuai dengan Perda RTRW Kota Kotamobagu Tahun 2014 – 2034 dimana
lokasi merupakan peruntukkan kawasan pelayanan umum meliputi pendidikan
kebudayaan dan pengetahuan umum.
Memenuhi beberapa kriteria yang dibutuhkan, seperti memiliki wilayah yang
sejuk dengan wilayah yang rentan dengan polusi udara dan kebisingan, serta
tapak mudah diakses dan area tersebut sedang berkembang.
18
Gambar 2.3 Lokasi Tapak Kawasan Jalan Kinalang, Kelurahan Kotobangon, Kecamatan
Kotamobagu Timur, Kota Kotamobagu
(Sumber: Olah Data Penulis dari Google Earth, 2018)
Ketersediaan lahan kosong yang cukup luas untuk perencanaan sebuah pusat
kebudayaan dan kebutuhan seperti area taman bermain dan lahan parkir.
Sesuai dengan Perda RTRW Kota Kotamobagu Tahun 2014 – 2034 dimana
lokasi merupakan peruntukkan kawasan pelayanan umum meliputi pendidikan
kebudayaan dan pengetahuan umum.
Dekat dengan fasilitas – fasilitas di sekiar tapak seperti pelayanan umum
seperti Polres Bolmong, Kantor PLN Kotamobagu, Tempat Peribadatan, dan
lain sebagainya.
Dalam penentuan tapak terpilih berdasar alternatif – alternatif yang ada, maka
penulis menggunakan metode tabel penilaian atau tabel scoring tapak. Tabel penilaian
sendiri terdiri atas beberapa hal seperti, kolom pertama memuat nomor atau angka
19
urutan. Kolom kedua menurut kriteria penilaian berdasarkan penjabaran kriteria yang
telah dijelaskan di atas. Kolom ketiga memuat bobot penilaian (a) dalam bentuk
presentase, besar presentase sendiri menyatakan besar nilai kriteria atau besar
kepentingan suatu kriteria dalam pemilihan tapak, adapun besar presentase ditetapkan
oleh penulis berdasarkan beberapa pertimbangan, dimana jumlah presentase dari
semua kriteria berjumlah 100 %. Kolom kelima dan keenam adalah kolom alternatif
tapak, dimana tiap kolom alternative tapak terdiri atas kolom nilai (b) dan kolom nilai
akhir (a x b). Kolom nilai (b) menyatakan nilai besar nilai kriteria tapak berdasarkan
pengamatan penulis, yang di notasikan dengan angka (1-100), semakin besar nilai
angka menyatakan makin sesuainya kriteria yang diinginkan terhapap alternatif
tapak.Kolom nilai akhir (a x b) menyatakan hasil kali dari kolom bobot penilaian (a)
dengan kolom nilai (b), dimana hasil nilai akhir inilah yang akan dijumlahkan untuk
menentukan tapak yang terpilih nantinya.
Berikut ini merupakan tabel penilaian atau tabel scoring tapak, yang
memperlihatkan tapak mana yang terpilih :
Alternatif 1 Alternatif 2
(a)
Bobot
No. Kriteria
Penilaian
(%) Jln Siliwangi, Tumubui, Jln Kinalang, Kotobangon,
Kotamobagu Timur Kotamobagu Timur
(b) (b)
(a x b) (a x b)
Nilai Nilai
Nilai Keterangan Nilai Keterangan
(0- (0-
Akhir Akhir
100) 100)
20
Dimensi
tapak Dimensi tapak
dianggap dianggap bisa
Ketersediaan bisa menampung
1 15 75 11.25 75 11.25
Lahan menampung banyak
banyak program
program aktifitas
aktifitas
Berada dekat
Berada dekat
dengan
dengan
pemerintahan
pemerintahan
dan kegiatan
2 Aksesibilitas 25 85 21.25 85 21.25 dan kegiatn
ekonomi dan
ekonomi dan
memiliki
memilii akses
akses yang
yang bagus.
bagus.
Sarana
Sarana
pendukung
pendukung
cukup
Sarana dan mampu
mampu
3 Prasarana 25 80 20.00 85 21.25 memenuhi
memenuhi
kebutuhan
kebutuhan
dalam
dalam
perancangan
perancangan
Lahan tidak
Kondisi Lahan
4 10 70 7.0 65 6.5 terlalu
Tapak berkontur
berkontur
memiliki
wilayah yang Mempunyai
Merupakan sejuk dengan potensi
5 Wilayah 10 70 7.0 wilayah yang 65 6.5 kemacetan
yang Sejuk rentan pada saat pagi
dengan hingga petang
polusi udara
21
dan
kebisingan
Dari segi
kegiatan
memenuhi
kriteteria,
dimana di
kawasan
Kurang tapak
memenuhi merupakan
kriteria pemerintahan
Daya
dimana dan kegiatan
6 Dukung 15 65 9.75 75 11.25
kurangnya ekonomi dan
Lingkungan
aktifitas di berbagai
wilayah aktifitas
tersebut. lainnya
sehingga
diharapkan
mampu
menarik minat
masyarakat
yang lewat
Berdasarkan dari tabel penilaian di atas, tapak alternatif 2 memiliki nilai akhir
lebih tinggi dari tapak alternatif 1, sehingga tapak yang terpilih merupakan tapak
alternatif 2.
22
1. Lucerne Culture and Convention Centre
Pusat Kebudayaan dan Kongres di Lucerne adalah gedung multi-fungsi dengan aula
konser yang dihargai untuk akustik profil tinggi. Dibangun sesuai dengan rencana
arsitek Jean Nouvel dan diresmikan pada tahun 1998 dengan konser oleh Berlin
Philharmonic Orchestra di bawah arahan Claudio Abbado. Penciptaan pusat ini adalah
berdasarkan inisiatif untuk membangun sebuah hall konser baru yang akan
membangkitkan Lucerne di kancah permusikan dunia internasional.
Pusat kebudayaan ini merupakan karya Alvaro Siza di Ceuta, Spanyol. Sitenya
memiliki kondisi geografis yang indah dengan monument berupa dinding – dinding
benteng. Lokasinya berada di pusat kota berupa ruang kelas terbuka yang luas bekas
bangunan besar yang telah dihancurkan.
Kota tersebut tidak memiliki banyak kualitas khusus. Di kota tersebut terdapat
beberapa gereja, banyak bangunan – bangunan kecil yang beberapa diantaranya berupa
karya rasional dan Art Nouveau, dan banyak bangunan – bangunan abad ke-19.
Suasana kota seperi suasana di kota colonial Amerika Selatan, suasana damai dan
tenang, hamper tidak ada pekerja kantoran. Kehidupan jalan sangat padat dan suasana
pasar sangat menarik. Ruang – ruang berskala kecil, sama dengan kondisi di Morocco.
Kehadiran laut dirasakan sangat penting disertai landscape yang indah.
23
Gambar 2.4 Centro Cultural Manzana del Revellín
(Sumber: pinterest.com)
Gedung Pusat Kebudayaan Sawahlunto merupakan gedung yang berada di Jl. Ahmad
Yani No. 4 kota Sawahlunto, provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Gedung ini dibangun
Tahun 1910 dengan nama “Gluck Auf’ sebagai gedung Pertemuan ( Societeit ) atau
tempat pejabat colonial berkumpul, minum, berdansa dan bernyanyi. Bangunan ini juga
pernah menjadi rumah bola yang dipergunakan sebagai tempat bermain bola bowling
dan gedung societies tempat pejabat colonial mengadakan pertemuan. Setelah
kemerdekaan menjadi gedung pertemuan dan pernah menjadi Bank Dagang Negara
(BDN). Pada tanggal 1 Desember 2006 gedung ini diresmikan sebagai Gedung Pusat
Kebudayaan.
24
Tabel 2.2 Variabel – variabel kajian tipologi
25
Identifikasi Tipe Dalam Konteks Tipologi Geometri
26
raksasa yang
terlihat
mengapung antara
bumi dan langit.
Ini adalah sebuah
desain atap bagi
bangunan tsb.
Centro Cultural Lokasinya berupa Jika ditinjau 1. Practical Volume teater
Manzana del pusat searah dan secara fasad Geometry mendominasi
Revellín pusat geografis bangunan, 2. Axiomatic dalam bentuk
kota di Ceuta wujud, sosok Geometry dan ukurannya
dimana struktur pusat 3. Geometry yang
koa sangat padat. kebudayaan ini Construction menegaskan
Proyek tersebut 4. Symmetry
yakni dominan blok dan
menempati blok
segitiga dan menarik
persegi yang
beberapa perhatian.
dibatasi oleh Calle
bentuk
des Ingeniors
horizontal serta
(timur), perluasan
dari Calle bentuk pada
Cervantes bangunan
(selatan), Calle teater
Padilla (barat), kombinasi
dan deretan pohon persegi
Paseo del Revellin panjang dan
(utara). Site setengah
dikelilingi oleh lingkaran.
bangunan-
bangunan yang
tingginya
bervariasi, juga
stylenya dan
fungsinya.
Gedung Pusat Jika diamati Jika ditinjau Pola Linear / Gaya arsitektur
Kebudayaan terhadap site plan secara fasad Axial kolonial sangat
yang ada, bangunan, menonjol pada
Sawahlunto
geometri hotel ini wujud sosok bangunan ini
sistem peletakan Pusat dapat dilihat
massa Kebudayaan pada area selasar
bangunannya ini yakni linear dan tampak
yaitu persegi
/ memanjang. bangunan.
panjang
27
Identifikasi Tipe Dalam Konteks Tipologi Fungsi
Dalam konteks tipologi fungsi, aspek yang menjadi dasar perhatian adalah
kegunaan dari objek. Penilaian variabelnya terdiri atas program ruang,
hubungan dan organisasi ruang, dan sirkulasi.
Penilaian Ruang – ruang yang ada Ruang – ruang yang ada Area Parkir, Ruang
pada bangunan tersebut pada bangunan tersebut Informasi, Lavatory,
Variabel meliputi hall konser, hall meliputi teater, pusat Ruang Pengelola. (Sumber
Tipologis tengah, kafetaria, pusat konggres, bangunan : Pusat Kebudayaan
konggres, auditorium, komersil, sekolah musik, Maluku di Yogyakarta)
restoran, bar, museum, sekolah bahasa, dan
kantor museum, gudang, parkir. (Sumber : Jeckhi
parkir. (Sumber : Jeckhi Heng, Pusat
Heng, Pusat Pengembangan
Pengembangan Kebudayaan Tradisional
Kebudayaan Tradisional Tionghoa Peranakan di
Tionghoa Peranakan di Batam)
Batam)
dan program ruang Pusat Kebudayaan berbeda – beda, karena
Fasilitas
bedanya fungsi utama. Namun ketiga objek mempunyai kesamaan yaitu
Kesimpulan mengakomodasi ruang pusat konggres, ruang informasi berupa
museum, dan bangunan komersil.
28
2.6 Studi Pendukung
2.6.1 Tinjauan Tentang Budaya Bolaang Mongondow
1. Etnik Mongondow
2. Etnik Kaidipang/Mokapok
3. Etnik Bintauna
4. Etnik Bolango
Keempat etnik ini memiliki adat dan kebiasaan sendiri-sendiri, pemerintahan sendiri
selama berabad-abad, dimana adat kebiasaan tersebut secara turun-temurun dihormati
dan dipatuhi. Dengan demikian keempat etnik tersebut merupakan satuan masyarakat
adat yang memiliki ciri dan identitas sendiri sebelum kedatangan bangsa Eropa
(Spanyol, Portugis dan Belanda) yang menjajah negeri-negeri dan kerajaan-kerajaan di
Nusantara termasuk keempat etnik/kerajaan tersebut.
Ciri masyarakat adat tersebut masih sangat kental sampai saat ini dapat dilihat dari
berbagai upacara seperti tata cara perkawinan, upacara kematian atau kedukaan,
prosesi penjemputan tamu kehormatan, etiket sopan santun, pemberian gelat adat
kepada pejabat tinggi negara dan sebagainya. (Sumber :
https://totabuanmadani.wordpress.com/2010/06/28/adat-daerah-di-kabupaten-
bolaang-mongondow)
29
1. Wujud kebudayaan sebagai sistem ide
Wujud kebudayaan sebagai sistem ide bersifat sangat abstrak, tidak bisa diraba atau
difoto dan terdapat dalam alam pikiran individu penganut kebudayaan tersebut. Wujud
kebudayaan sebagai sistem ide hanya bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari yang
mewujud dalam bentuk norma, adat istiadat, agama, dan hukum atau undang - undang.
Dalam kehidupan bermasyarakat dan berkeluarga terdapat falsafah yang yang memiliki
nilai-nilai luhur vang diwariskan oleh para leluhur Bogani yaitu "Pogogutat".
Pogogutat (rasa persaudaraan yang kuat) ini sangat nampak dalam hidup keseharian
anak negeri mulai dari hajatan kecil sampai pada hajatan besar. Dari pogogutat inilah
secara operasional anak negeri saling bantu-membantu dalam segala aspek kehidupan
30
suka maupun duka. Filosofis ini kemudian diturunkan dalam tiga motto anak negeri
suku Mongondow secara berurutan, yaitu : "Mototompiaan (saling memperbaiki),
Mototabian (saling menyayangi) bo Mototanoban (saling mengingatkan)”
Urutan falsafah ini secara logis didahului dengan "mototompiaan" karena dengan
adanya saling memperbaiki dalam hubungan kekeluargaan maka dapat dipastikan akan
muncul rasa saling menyayangi dan akhirnya saling merindukan. Falsafah inilah yang
sampai sekarang ini dijunjung tinggi oleh anak negeri suku Mongondow baik anak
negeri bekas Kerajaan Binatuna, Bekas Kerajaan Bolaang Uki, maupun Bekas
Kerajaan Kaidipang Besar- Anak negeri memandang hubungan sesama manusia
mengutamakan "bobahasa'an ", sehingga rasa momosad (gotong royong) selalu
dijunjung tinggi.
Disamping itu terdapat pula falsafah tentang bekerja, anak negeri menyebut falsafah
tersebut "aka mo olu' in bongkuyung, mo olu' doman in sigogou" artinya kalau tumit
kaki basah maka leherpun juga akan basah. Filosofis ini menunjukkan bahwa anak
negeri suku Mongondow mengutamakan kerja keras, sebab jika tidak bekerja berarti
tidak mendapat makan. Dari filosofis-filosofis inilah sehingga anak negeri mamandang
dirinya sebagai putra daerah (adi' in lipu') tanpa memandang wilayah bekas kerajaan
yang pernah hadir di tanah Totabuan.
Jika dilihat lebih jauh bahwa masyarakat bumi totabuan bermuara dari dondadian atau
kesepakatan antara Paloko dan Kinalang. Perjanjian ini menunjukkan bahwa
masyarakat di bumi Totabuan antara Pemimpin dan Rakyat saling bantu membantu,
saling menopang agar masyarakat adat tetap eksis. (Sumber :
http://sukriyendi.blogspot.com/2015/09/peran-adat-sebagai-kearifan-lokal-
dalam.html )
31
Wujud kebudayaan sebagai sistem aktivitas merupakan sebuah aktivitas atau kegiatan
sosial yang berpola dari individu dalam suatu masyarakat. Sistem ini terdiri atas
aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan berhubungan secara kontinu dengan
sesamanya. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret, bisa difoto, dan bisa dilihat.
Sampai sekarang ini beberapa bagian Adat Bolaang Mongondow masih dipatuhi dan
dihormati masyarakat. Antara lain, ketika mengadakan pesta pernikahan, upacara
kematian (Tonggoluan) dan tata cara berpakaian, upacara menjemput pengantin wanita
oleh keluarga pengantin pria, penjemputan tamu kehormatan dan pemberian gelar
kehormatan.
Upacara perkawinan/pernikahan adat tersebut dalam bentuk tertulis, telah ditulis oleh
W. Dunnebier seorang misionaris (Zendeling) asal Belanda yang menelliti daerah ini ±
25 tahun (1905 – 1939) dengan judul asli “Verlopen en Trouwen in Bolaang
Mongondow” tahun 1935. Upacara perkawinan ini diterjemahkan oleh B. Ginupit
dalam Bahasa Indonesia “Pertunangan dan Perkawinan” yang menceritakan
perkawinan seorang pemuda bernama Singkuton anak dari Moonik dan istrinya
Angkina dengan seorang perempuan bernama Dayag anak dari Abadi dan istrinya Ibud.
32
rumbia, ternak terdiri dari sapi, kuda, maupun barang-barang berharga lainnya
dan uang.
3. Guat, berupa pemberian pihak keluarga calon pengantin pria untuk
memisahkan (guat) calon pengantin wanita dari ibu dan bapaknya.
4. Uku’ ukud, pemberian bantuan biaya dalam bentuk uang sesuai kesepakatan
antar keluarga.
5. Taba’ adalah utusan pihak keluarga wanita kepada keluarga pihak pria bahwa
seorang pemuda bernama “A” telah meminang seorang wanita dari keluarga
bernama “B”.
6. Mahar, pemberian yang diminta oleh calon pengantin wanita kepada calon
pengantin pria (hal ini menurut syariat Islam dalam bentuk cincin atau apapun
yang diminta oleh pengantin wanita).
7. Upacara Pernikahan, pembacaan Ijab Qabul oleh orang tua pihak wanita
(semacam penyerahan tanggungjawab memelihara/menjaga pengantin wanita
dengan membayar sejumlah uang tunai (Akad Nikah)
8. Gama’, menjemput pengantin wanita oleh keluarga pengantin pria yang terdiri
dari 13 (tigabelas) tahapan sebagai berikut:
33
8) Pinonduya’an – meludah (setelah makan sirih)
9) Pinogiobawan/pinolimumugan – makan dan berkumur
10) Pinobuian – pulang/kembali kerumah pengantin wanita
Bila seorang anggota keluarga meninggal dunia, maka diadakan upacara adat
kematian sebagai berikut:
Langkah berikut diserahkan bungkusan berupa uang dan istri/jandanya diajak berjalan
ke arah jendela dan guhanga tersebut berkata lagi: “wahai ibu/saudari lihatlah betapa
luasnya alam raya di luar sana, mulai saat ini tidak ada lagi halangan bagimu untuk
melakukan kegiatan selanjutnya”.
Bagi orang Mongondow yang beragama Islam biasanya setelah pemakaman diadakan
pengajian selama 3 (tiga) hari, 7 (tujuh) hari dan sesudah itu tonggoluan 9tempat
34
persemayaman jenazah) dibongkar dan diberi sejenis Itu-itum, monginsingog yang
dilakukan oleh seorang Iman sambil membakar kemenyan berkata: “wahai Almarhum,
sekalipun engkau telah dimakamkan, kami tetap mengenangmu, namun kita sudah
berbeda alam/alam nyata dan alam arwah, Anda pasti melihat kami karena
penglihatanmu sangat terang sekarang, tetapi demi kehidupan kami selanjutnya maka
janganlah bersedih hati tempat tidurmu kami akan benahi/bongkar karena Anda telah
berpindah ke alam gaib, sedangkan kami masih melakukan tugas kehidupan nyata di
dunia dan seterusnya”.
Selesai upacara itu yang biasa dilakukan adalah Hataman Qur’an, maka upacara selesai
dan para undangan/pelayat pulang ke rumah masing-masing.
Apabila ada seorang pembesar negeri berkenan mengunjungi suatu tempat atau
desa/kota, maka seluruh kota/desa dipersiapkan sedemikian rupa kebersihan/kerapihan
dengan memasang umbul-umbul, arkus disetiap rumah dan matubo di tempat
penjemputan.
Ketika saat tamu pembesar negeri itu tiba, diadakan jemputan berupa Tari
Perang/Mosau oleh sekelompok penari/penjemput yang bersenjatakan tombak dan
perisai yang dikomandani oleh seorang komandan diiringi dengan bunyi tetabuhan
(tambur). Pada tempat yang sudah ditentukan, seorang guhanga dan pemangku adat
mengucapkan Itu-itum sejenis ucapan selamat datang dan doa. Setelah itu tamu
pembesar negeri tersebut dipersilahkan masuk ke dalam rumah dan duduk di tempat
yang sudah ditentukan. Bila pembesar negeri itu seorang Kepala Negara, maka akan
diberi gelar yang tinggi “Ki Tule Molantud”, “Ki Sinungkudan”, Tonawat dan diberi
hadiah berupa Pedang Mongondow yang berlapis emas pada hulu pedang dan sarung
pedang (guma’) terbuat dari kayu hitam/ebony yang memakai ikat (tombasi) berupa
emas. Biasanya pemberian tersebut diletakkan dalam kotak kaca yang telah disediakan
dan untuk “penawar” agar pedang itu tidak membahayakan pemakai kelak, maka Sang
35
Pembesar Negeri harus memberi sekeping uang logam bernilai seratus atau sekarang
lima ratus Rupiah kepada pemberi hadiah. Upacara kemudian dilanjutkan dengan
penjemputan resmi seremonial.
Wujud kebudayaan sebagai sistem artefak adalah wujud kebudayaan yang paling
konkret, bisa dilihat, dan diraba secara langsung oleh pancaindra. Wujud kebudayaan
ini adalah berupa kebudayaan fisik yang merupakan hasil-hasil kebudayaan manusia
berupa tataran sistem ide atau pemikiran ataupun aktivitas manusia yang berpola.
36
Gambar 2.6 Timbangan Emas Gambar 2.7 Gelang Emas
(Sumber : (Sumber :
http://historybmr.blogspot.com/2017/ http://historybmr.blogspot.com/20
10/koleksi-benda-benda-bolaang- 17/10/koleksi-benda-benda-
mongondow.html) bolaang-mongondow.html)
Masih banyak lagi koleksi benda - benda Bolaang Mongondow Raya yang tersimpan
di Museum Goteborg Swedia dan berbagai Museum yang ada di Eropa.
37
BAB III
TEMA PERANCANGAN
Dengan adanya tema ini memudahkan arsitek untuk merancang suatu karya
arsitektural yang menggambarkan suatu budaya dalam sebuah bangunan. Dengan
demikian teori ini sangat tepat jika digunakan dalam merancang bangunan – bangunan
yang menganut unsur kebudayaan seperti pusat kebudayaan. Oleh karena itu diambil
tema Arsitektur Neo – Vernakular sebagai acuan dari Bolaang Mongondow Cultural
Centre ini.dan dengan Penerapan tema ke dalam objek rancangan ini diaharapkan
ketertarikan dari masyarakat.
Arsitektur Vernakular yang berada pada posisi arsitektur modern awal yang
selanjutnya berkembang menjadi Neo Vernakular pada masa modern akhir setelah
adanya kritikan terhadap arsitektur modern, maka muncul kriteria yang mempengaruhi
arsitektur neo vernacular yaitu sebagai berikut :
38
2. Tidak hanya elemen fisik ang diterapkan dalam bentuk modern, tetapi juga
elemen non-fisik seperti budaya pola piker, kepercayaan, tata letak yang
mengacu pada makro kosmos dan lainnya.
3. Produk pada bangunan ini tidak murni menerapkan prinsip – prinsip bangunan
vernacular melainkan menghasilkan karya yang baru (mengutamakan
penampilan visualnya).
Adapun pendapat Budi A. Sukada, (1998) yaitu aliran yang berkembang pada era
Post – Modern yang dimana Neo – Vernakular termasuk salah satu aliran yang
berkembang pada era tersebut memiliki ciri arsitektur sebagai berikut:
39
Berwujud metaforik (wujud lain)
Dihasilkan dari partisipasi
Mencerminkan aspirasi umum
Bersifat plural
Bersifat ekletik1
1
Indri Yernia Wehelmina Maloring, RE-DESIGN TAMAN BUDAYA SULAWESI UTARA DI MANADO (NEO-
VERNACULAR ARCHITECTURE). Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado.
40
BAB IV
ANALISIS PERANCANGAN
a. Pekerja Budaya
b. Umum/Pengunjung/Wisatawan
c. Pengelola
41
Secara umum, kebutuhan ruang utama untuk Pusat Kebudayaan adalah sebagai
berikut :
NO DESKRIPSI GAMBAR
1 Auditorium
Merupakan gedung atau ruang pertunjukan
kesenian, film, sandiwara, dan sebagainya.
Terdiri dari dua bagian utama, yaitu
panggung (tempat pentas) dan auditorium
(tempat penonton/pendengar)
Ada beberapa bentuk penyusunan
panggung dan auditorium untuk teater:
Open Stage : Penonton sebagian
mengelilingi panggung.
Arena/Central Staging : Penonton
mengelilingi panggung.
Extended Staging : Panggung melebar ke
sekeliling penonton.
Untuk pengaturan tempat duduknya sendiri
ada dua macam cara :
Tempat duduk disusun berjenjang ke atas,
dengan cara ini akan meminimalisasi
pelemahan bunyi dari sumber ke penonton.
Tempat duduk disusun mendatar, dengan
cara ini distribusi bunyi berada di atas
penonton.
2 Ruang Pameran
Merupakan ruang untuk memperagakan
hasil karya seni, benda – benda dan ilmu
pengetahuan.
Ruang tersebut harus memenuhi syarat
terlindung dari pengrusakan, pencurian,
42
kebakaran, kelembapan, kekeringan,
cahaya matahari langsung, dan debu.
Setiap peragaan harus mendapat
pencahayaan yang baik, dengan membagi –
bagi ruang sesuai dengan koleksi yang ada,
yaitu benda koleksi yang ada, yaitu benda
koleksi untuk studi (misalnya: mengukir,
menggambar) dan benda koleksi untuk
pajangan (misalnya: lukisan, patung,
keramik, atau furniture).
Ada dua macam ruang pameran, yaitu:
Ruang pameran tetap, dan
Ruang pameran tidak tetap
3 Ruang Pertemuan
Ruang pertemuan dapat berupa auditorium,
ruang rapat, atau ruang serba guna yang
dapat digunakan secara fleksibel untuk
bermacam – macam kegiatan, seperti
seminar, workshop, sarasehan, dan
sebagainya.
Secara umum yang perlu diperhatikan
untuk ruang ini adalah daya tamping,
pencahayaan, dan pengkondisian udara.
4 Studio Workshop
Studio adalah wadah untuk aktifitas
pembinaan, pengolahan, dan
eksperimentasi seni.
Ada bermacam – macam aktifitas seni yang
dapat diwadahi dalam studio, diantaranya
adalah seni lukis, kerajinan tangan, seni
suara/musik, seni peran, dan seni olah
gerak.
43
Untuk seni olah visual (lukis dan kerajinan)
yang menjadi perhatian utama adalah: pada
kualitas visual ruangan atau
pencahayaannya.
Untuk seni olah vocal yang menjadi
perhatian utama adalah: akustik atau tata
bunyinya.
Untuk seni olah gerak dan peran menjadi
perhatian utama adalah: fleksibilitas ruang.
DAFTAR PUSTAKA
44
Edward Burnett Tylor Primitive Culture: Researches Into the Development of
Mythology, Philosophy, Religion, Art, and Custom, Volume 1
Erdiono 2011, Arsitektur Modern Neo Vernakular di Indonesia, Jurnal Sabua, vol
3 no 3, 32-29.
Zikri, Ahlun.2012.Arsitektur Post Modern.pdf
45