PENOLAKAN PENGOBATAN
Penerimaan dan penolakan pengambilan tindakan medik mempunyai arti penting yang
sama. Karena keduanya merupakan bentuk pernyataan pasien yang memiliki landasan hukum
dan beban pembuktian yang kuat. Penyampaian informasi merupakan fase yang penting
sebagai salah satu prosedur dalam penerimaan ataupun penolakan pengambilan tindakan
medic ataupun pengobatan. Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi
bukanlah ilmu pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula
suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat berbeda-beda dari satu
kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang beragama, perlu juga disadari bahwa
keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin Tuhan Yang Maha Esa.
Masalah kesehatan seseorang (pasien) adalah tanggung jawab seorang (pasien) itu
sendiri, namun ketika pasien menolak dokter haruslah berusaha untuk menjelaskan sekali lagi
tentang akibat dan resiko yang harus ditanggung pasien, karena informasi yang diterima oleh
pasien sangat berpengaruh terhadap keputusan yang diambil oleh pasien.
Tindakan kedokteran yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi untuk meningkatkan
atau memulihkan kesehatan seseorang (pasien) hanya merupakan suatu upaya yang tidak
wajib diterima oleh seorang (pasien) yang bersangkutan. Karena sesungguhnya dalam
pelayanan kedokteran, tidak seorangpun yang dapat memastikan keadaan hasil akhir dari
diselenggarakannya pelayanan kedokteran tersebut (uncertainty result), dan karena itu pasien
berhak untuk menolak tindakan medis dan pengobatan yang akan diberikan.
1
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan
tindakan kedokteran;
8. Keputusan Direktorat Jendral Pelayanan Medik nomor : HK.00.06.3.5.1866 tahun
1999 tentang Panduan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis.
1.3. Tujuan
Panduan ini bertujuan agar menjadi acuan bagi seluruh staf dan petugas kesehatan di RSUD
Siti Aisyah Kota Lubuklinggau dalam melaksanakan ketentuan penolakan pengobatan.
1.5 Definisi
1. Penolakan Pengobatan: Adalah penolakan pasien atau yang sah mewakilinya atas
rencana pengobatan/ tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh
dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat
persetujuan.
2. Pengobatan adalah suatu upaya baik pemberian obat – obatan atau tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang dilakukan terhadap pasien untuk tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, atau rehabilitatif.
2. Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi adalah
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi, yang dengan probabilitas tertentu dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan (kehilangan anggota badan atau kerusakan
fungsi organ tubuh tertentu), misalnya tindakan bedah dan tindakan invasif tertentu;
3. Tindakan invasif adalah tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang langsung dapat
mempengaruhi keutuhan jaringan tubuh pasien. Tindakan invasif tidak selalu berrisiko
tinggi.
4. Dokter atau Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
2
6. Pasien Gawat Darurat adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau
akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi
cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
7. Orang tua adalah :
a. Orang tua si anak, yaitu apabila si anak lahir sebagai anak dari pasangan suami
isteri yang sah.
b. Ibu si anak, yaitu apabila si anak lahir dari pasangan yang tidak sah sehingga si
anak hanya memiliki hubungan perdata dengan si ibu.
c. Wali, orang tua angkat, atau Lembaga Pengasuh yang sah berdasarkan UU Nomor
23 Tahun 2004 tentang Perlindungan Anak.
Orang yang secara adat/budaya dianggap sebagai wali si anak, dalam hal tidak
terdapat yang memenuhi a, b dan c.
8. Wali adalah orang yang secara hukum dianggap sah mewakili kepentingan orang lain
yang tidak kompeten (dalam hal ini pasien yang tidak kompeten).
9. Keluarga terdekat adalah suami atau isteri, orang tua yang sah atau anak kandung, dan
saudara kandung.
10. Pengampu adalah orang atau badan yang ditetapkan pengadilan sebagai pihak yang
mewakili kepentingan seseorang tertentu (dalam hal ini pasien) yang dinyatakan
berada di bawah pengampuan (curatele).
11. Kompeten adalah cakap untuk menerima informasi, memahami, menganalisisnya, dan
menggunakannya dalam membuat persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi.
3
BAB II
TATA LAKSANA
4
c. Dalam hal terdapat ketidak sepakatan di dalam keluarga, maka dianjurkan agar
dokter mempersilahkan mereka untuk bermufakat dan hanya menerima
persetujuan atau penolakan yang sudah disepakati bersama
d. Pada pasien anak – anak, persetujuan diberikan oleh orang tua/ wali pasien.
8. Pada pasien yang tidak kompeten yang menghadapi keadaan gawat darurat medis,
sedangkan yang sah mewakilinya memberikan persetujuan tidak ditemukan, maka
dokter dapat melakukan tindakan kedokteran demi kepentingan terbaik pasien. Dalam
hal demikian, penjelasan dapat diberikan kemudian.
2.4. Informasi yang diberikan kepada pasien dianggap adekuat apabila meliputi :
a. Diagnosis Penyakit dan Tindakan yang akan dilakukan
b. Tata cara tindakan kedokteran
c. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
d. Alternatif tindakan lain, dan risikonya
e. Risiko yang mungkin terjadi
f. Komplikasi yang mungkin terjadi
g. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
5
Dokter atau sarana pelayanan kesehatan wajib melaksanakan petunjuk di dalam
pernyataan dimuka atau pesan tersebut sepanjang tidak melanggar hukum atau sepanjang tidak
terdapat bukti bahwa keinginan pasien tersebut telah berubah. Dalam terdapat keraguan akan
hal tersebut, dokter dianjurkan untuk berkonsultasi dengan sejawatnya yang senior atau
bahkan dapat meminta penetapan pengadilan.
6
a. Diagnosis penyakit.
b. Tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (contemplated medical procedures).
c. Indikasi dan tujuan tindakan medis yang akan dilakukan (purpose of medical
procedure).
d. Risiko (risk inherent in such medical procedures) dan komplikasi yang mungkin
terjadi.
e. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan (prognosis with and
without medical procedure).
f. Alternatif tindakan medis lain yang bisa dilakukan dan risikonya masing-masing
(alternative medical procedure and risk).
g. Informasi bahwa keberhasilan tindakan kedokteran bukanlah keniscayaan,
melainkan sangat bergantung kepada izin Tuhan Yang Maha Esa.
3. Dokter menuliskan informasi/penjelasan yang telah diberikan kepada pasien/keluarga,
pada kolom ”Pemberian Informasi Tindakan Kedokteran”.
4. Dokter memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya mengenai informasi yang
diberikan jika belum dimengerti/dipahami oleh pasien/keluarga/wali.
5. Dokter menandatangani kolom pemberian informasi yang berarti bahwa informasi telah
diterima dan dipahami oleh pasien/keluarga terdekat/wali.
6. Pasien/keluarga terdekat/wali menandatangani kolom pemberian informasi yang berarti
bahwa informasi yang diberikan oleh dokter telah dipahami/dimengerti.
7. Apabila pasien/ keluarga ingin meminta waktu untuk berembuk/ berpikir sejenak maka
dokter mempersilahkan pasien/ keluarga, selama tidak membahayakan kondisi pasien.
8. Pasien/keluarga terdekat/wali sebagai pemberi persetujuan/penolakan, mengisi data-
data pemberi persetujuan/penolakan dan data pasien yang tertera pada informed
consent.
9. Pasien/ keluarga terdekat/ wali menanda tangani “Persetujuan Tindakan kedokteran/
Penolakan Pengobatan”.
10. Saksi-saksi menanda-tangani “Persetujuan Tindakan kedokteran/ Penolakan
Pengobatan”.
7
BAB III
DOKUMENTASI
LUBUKLINGGAU, 2018
DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK DWI SARI
8
REFERENSI