Perencanaan evaluasi dilakukan agar evaluasi yang kita lakukan itu sesuai dengan tujuan yang
telah direncanakan, agar evaluasi itu berjalan secara efektif dan efisien. Perencanaan di sini
merupakan suatu proses sistematis dan berulang yang terencana dan diimplementasikan bersama-
sama dalam tahap perencanaan untuk mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap
berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan
sebelumnya
Menurut Zaini Rahmat (2010), (Simanjuntak, 2005) langkah – langkah evaluasi terdiri dari 5
langkah yaitu :
1.Apa yang akan dievaluasi
Objek Evaluasi perusahaan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses
perusahaan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai
(evaluator) ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses diperusahaan tersebut.
Output dan outcome sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi perusahaan. Penting
sekali menentukan dan mengetahui apa yang akan dievaluasi. Hal ini akan menolong
menentukan apa informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisisnya dan akan
membantu pemfokusan evaluasi.
2.Alat evaluasi
Evaluasi CIPP konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah aset dan
peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta
membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasilnya.
Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana
tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi
kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna
bagi pembuat kebijakan untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumberdaya,
pelaksana dan jadwal kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program. Evaluasi
proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan
guna membantu para pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat
membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan
memperkirakan hasilnya. Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk
mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai, diharapkan dan tidak diharapkan, jangka
pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri
dalam mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun
upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat dibagi ke
dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness), keberlanjutan
(sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam et. Al., 2003).
3.Kumpulkan data untuk dievaluasi
Pengumpulan data adalah mencari, mencatat, dan mengumpulkan semua secara objektif dan apa
adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan yaitu pencatatan data dan
berbagai bentuk data yang ada di lapangan.
4.Analisis dan diolah datanya
Menurut Sugiyono (2010: 335), yang dimaksud dengan teknik analisis Data adalah proses
mencari data, menyusun secara sistematis data yang diperoleh Dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara Mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkan ke dalam unit-unit, Melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola memilih mana
yang penting dan Yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh
Diri sendiri maupun orang lain. Teknik anaisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis Data induktif. Analisis data induktif adalah penarikan kesimpulan yang berangkat Dari
fakta-fakta khusus, untuk kemudian ditarik kesimpulan secara umum
5.Laporkan hasil evaluasi
Dalam melaporkan hasil evaluasi menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono
(2010: 345) adalah melaporkan Dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih
bersifat sementara, dan Akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada
Tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian Mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi Mungkin juga tidak, karena masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian diLapangan.Dalam penelitian ini data yang telah diproses dengan langkah-langkah
Seperti di atas, kemudian ditarik kesimpulan secara kritis dengan menggunakan Metode induktif
yang berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang
objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada hasil
reduksi dan display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari
permasalahan evaluasi perusahaan
6.Berikan masukan dan saran dalam evaluasi
Masukan atau saran, di sisi lain, adalah sebuah tanggapan terhadap suatu hal yang disertai
dengan memberi kesempatan bagi orang yang mendapatkannya untuk berkembang. Hal ini
menjadi perbedaan antara kritik dan masukan, di mana, masukan diberikan agar memberi
kesempatan seseorang untuk belajar dari kesalahannya. Demikian pula yang ada di perusahaan
apabila ada hal yang perlu dibenahi pada hasil evaluasi maka diperlukan solusi terbaik untuk
perusahaan kedepannya
c.Process : pelaksanaan program dan penggunaan fasilitas sesuai dengan apa yang telah
direncanakan
Keunikan model ini adalah pada setiap evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan
yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Untuk lebih memahami
mengenai CIPP dapat dijelaskan sebagai berikut:
Analisis produk ini diperlukan pembandingan antara tujuan, yang ditetapkan dalam
rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai dapat berupa skor tes,
persentase, data observasi, diagram data, sosiometri dan sebagainya yang dapat ditelusuri
kaitannya dengan tujuan-tujuan yang lebih rinci. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif
tentang mengapa hasilnya seperti itu. Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian
implementasi pada setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori
yaitu rendah, moderat, dan tinggi
C. bagaimana strategi evaluasi good corporate yang accountable, jelaskan minimal satu
alat/metode yang digunakan?
Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu Pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG
berkaitan erat dengan Kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya Maupun
terhadap iklim usaha di suatu negara. Implementasi GCG mendorong terciptanya persaingan
yang sehat dan iklim Usaha yang kondusif. Oleh karena itu, diterapkannya GCG Oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk menunjang Pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang
berkesinambungan. Implementasi GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya Pemerintah
dalam menegakkan good governance pada Umumnya di indonesia. Saat ini Pemerintah sedang
berupaya Untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan
Pemerintah yang bersih dan berwibawa (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). GCG
memiliki 5 asas yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran
dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan
dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).
Prinsip accountability (akuntabilitas) dapat pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Dalam struktur organisasi yang ada pada subjek penelitian tidak pernah menyelenggarakan
forum RUPS dan hanya mengadakan tinjauan manajemen. RUPS sebagai merupakan wadah
para pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang
ditanam dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan (KNKG 2006). Selain itu struktur organisasi subjek penelitian masih belum
sesuai dengan UU PT no 40 tahun 2007. Dalam hal akuntabilitas yang menuntut perusahaan
harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, subjek
penelitian melakukan penilaian kinerja dari awal masuk, kemudian job training dan juga
penilaian dari pengawas atau atasan ketika bekerja. Demikian juga dalam penerapan reward and
punishment yang dilakukan untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang mencapai
target namun juga memiliki punishment yang diberikan jika karyawan masih tidak mencapai
target setelah diberikan peringatan, disisi lain Whittaker dalam BPKP (2000) menjelaskan
bahwa, pengukuran kinerja dapat dijadikan alat oleh manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Dalam akuntabilitas, subjek penelitian memiliki tim
audit internal untuk memelihara pengendalian internal yang efektif agar dapat mencapai tujuan,
yang mana proses audit dilakukan dengan cara silang departemen dan yang berhak melakukan
evaluasi dari hasil audit adalah kepala departemen yang dikenakan audit. Hal ini didukung Sutedi
(2011) yang menjelaskan bahwa, setiap hal yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka
kegiatan perusahaan itu harus dilaporkan atau harus diketahui oleh stakeholders, itu semua
adalah bentuk pertanggungjawaban dari perusahaan kepada stakeholders. Dalam
mengimplementasikan prinsip akuntabilitas, subjek penelitian memiliki code of conduct yang
mengatur semua tata cara atau perilaku perusahaan terhadap pemangku kepentingannya dan juga
mengatur bagaimana perilaku karyawan dalam berinteraksi dengan sesama karyawan. Code of
conduct dalam subjek penelitian selalu disosialisasikan kepada karyawan. Kode etik dalam suatu
perusahaan penting karena pada setiap profesi apapun, kode etik yang ditetapkan oleh lembaga
professional akan menambah nilai bagi profesi tersebut (Sawyer, et al., 2005). Secara
keseluruhan menunjukkan bahwa subjek penelitian telah mengimplementasikan GCG sesuai
prinsip akuntabilitas, hanya subjek penelitian perlu menyesuaikan struktur organisasi perusahaan
sesuai dengan UU PT no 40 tahun 2007 dengan harapan dapat melaksanakan forum RUPS.
Ada banyak model evaluasi program yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai untuk mengevaluasi program. Model-model tersebut di antaranya :
1.Discrepancy Model (Provus)Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut
Provus (dalam Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara
baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance)
sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan
kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi
dalam program pendidikan meliputi : 1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan
program; 2) Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan
yang benar-benar direalisasikan; 3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan
standar kemampuan yang ditentukan; 4) Kesenjangan tujuan; 5) Kesenjangan mengenai
bagian program yang dapat diubah; dan 6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten.
Oleh karena itu model evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses,
produk dan membandingkan.
2.Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) merupakan model evaluasi di mana
evaluasi dilakukan secara keseluruhan sebagai suatu sistem. Evaluasi model CIPP
merupakan konsep yang ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan
penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki (Stufflebeam,
H McKee and B McKee, 2003:118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai
bidang. Nana Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menterjemahkan masing-masing dimensi
tersebut dengan makna sebagai berikut :
2.
a) The Practice of Performance Management,
Sejarah perkembangan manajemen kinerja seperti diuraikan diatas secara Tidak langsung
menggambarkan proses evolusi praktik, konsep, teori dan Filosofi manajemen kinerja.
Pada awalnya manajemen kinerja hanyalah Sebuah alat bantu manajemen (management
tools) untuk mengendalikan Karyawan. Tujuannya agar perusahaan bisa bekerja secara
efisien dan Karyawan berprilaku dan mampu menghasilkan output seperti yang
Dikehendaki perusahaan. Untuk itu, secara formal karyawan dievaluasi dan Dinilai
kinerjanya. Itulah sebabnya manajemen kinerja pada mulanya identik Dengan evaluasi
atau penilaian kinerja atau biasa disebut sebagai Performance evaluation, performance
assessment atau performance Pada dasarnya perusahaan menyadari bahwa karyawan
merupakan kontributor utama keberhasilan perusahaan. Tanpa karyawan mustahil
perusahaan bisa menghasilkan sesuatu dan mencapai tujuannya. Itulah sebabnya pada
paradigma awal ini obyek yang dievaluasi dan dinilai kinerjanya adalah karyawan.
Namun yang menjadi paradoks adalah karyawan tidak dianggap sebagai asset yang harus
dipelihara, dikembangkan dan dimotivasi melainkan diperlakukan sebagai biaya (cost).
Seperti halnya biaya-biaya lainnya, sudah tentu biaya yang timbul akibat penggunaan
sumber daya manusia harus dikendalikan agar perusahaan bisa bekerja secara efisiensi.
Misalnya, jumlah karyawan harus dibatasi setara dengan kerja mesin; dalam bekerja
karyawan tidak diberi toleransi untuk melakukan kesalahan karena kesalahan identik
dengan pemborosan dan meningkatnya biaya operasional. Untuk memastikan semua itu
bisa berjalan, perusahaan menetapkan standar kinerja beserta alat ukurnya mulai dari
Graphic Rating Scale, Merit Rating, Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS),
Management By Objective (MBO) dan sebagainya. Penjelasan diatas secara tidak
langsung menegaskan bahwa manajemen kinerja pada awalnya lebih beriorientasi
pengendalian manajemen yang operasionalisasinya menggunakan sistem pengukuran
kinerja. Menurut
Withford & Coetsee (2006) praktik manajemen kinerja seperti ini dibangun berdasarkan
filosofi Weberian yang menganggap perusahaan sebagai organisasi birokrasi. Menurut
filosofi ini keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan manajer
mengendalikan faktor internal perusahaan terutama karyawan untuk menjaga efisiensi
biaya. manajemen kinerja menganggap bahwa karyawan memiliki peran sentral dalam
pencapaian tujuan organisasi baik tujuan financial maupun tujuan lainnya. Namun
demikian, karyawan tidak serta merta diperlakukan sebagai sumberdaya yang
kemampuan, pengetahuan dan pengalamannya dimanfaatkan untuk kepentingan
organisasi. Sebaliknya karyawan juga diperlakukan sebagai sosok manusia yang memiliki
emosi, kepribadian dan kebutuhan – psikologis dan non-psikologis yang harus difasilitasi
dan dipenuhi agar mereka memiliki komitmen terhadap organisasi. Atau dengan kata
lain, agar karyawan memiliki komitmen terhadap organisasi, organisasi juga harus
memiliki komitmen yang sama terhadap karyawan. Hal ini bisa diartikan pula bahwa
keselarasan tujuan, antara tujuan individu karyawan dan tujuan organisasi, menjadi kunci
efektifitas manajemen kinerja. Dengan demikian organisasi harus membangun strategi
yang mampu memenuhi
kepentingan kedua belah pihak jika menginginkan organisasi menghasilkan kinerja yang
tinggi. Secara operasional, maanjemen kinerja bukan hanya menuntut karyawan
berkinerja tinggi tetapi melibatkan pula proses umpan balik, sebut saja melalui
komunikasi formal dan informal; memberi pelatihan dan pengembangan karyawan dan
tidak kalah penting memberikan reward yang sepadan dengan upaya karyawan.
1. Tujuan Strategik
Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai Dengan tujuan orgaisasi.
Pelaksanaan streategi tersebut perlu Mendefenisikan hasil yang akan dicapai, perilaku,
karakteristik Pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan strategi, Mengembangkan
pengukuran dan sistem umpan balik terhadap Kinerja pegawai.
2. Tujuan Administratif
Kebanyakan organisasi menggunakan informasi manaJemen kinerja khususnya evaluasi
kinerja untuk kepentingan kePutusan administratif, seperti: penggajian, promosi,
pemBerhentian pegawai dan lain-lain.
3. Tujuan Pengembangan
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas Pegawai yang berhasil dibidang
kerjanya. (Sofyandi, 2008: 19)Tujuan umum manajemen kinerja adalah menciptakan
Budaya para individu dan kelompok memikul tangggung jawab Bagi usaha peningkatan
proses kerja dan kemampuan yang
Berkesinambungan. (Sofyandi, 2008: 27)
Manajemen kinerja adalah proses untuk mengidentifikasi, mengevaluasi Dan
mengembangkan kinerja karyawan sehingga tujuan dan sasaran Perusahaan dapat diraih
lebih efektif. Manajemen kinerja yang efektif Dirancang untuk meningkatkan kinerja,
mengidentifikasi persyaratan dan Kebutuhan kinerja, dan menyediakan umpan balik yang
relevan dengan Kebutuhan tersebut dan membantu karyawan untuk mengembangkan
karir.
Berdasarkan penjelasan ini bisa dikatakan bahwa tujuan utama dari Manajemen Kinerja
adalah:
1. Membantu tercapainya dan peningkatan standar kinerja karyawan dan Atau
sekelompok karyawan tertentu
2. Membantu karyawan dalam mengidentifikasi pengetahuan dan Keterampilan yang
dibutuhkan dalam rangka untuk menjalankan
3. mereka dengan efektif Membantu karyawan untuk bekerja sesuai dengan arah tujuan
yang telah Ditetapkan\organisasi.
4. Membantu karyawan untuk memperoleh umpan balik secara teratur yang Terkait
dengan kinerja karyawan berupa pengetahuan, keterampilan dan Sikap yang relevan
sehingga karyawan dapat mencapai dan Meningkatkan pengembangan diri (personal
development).
h) Performance Feedback
Harus didasarkan pada hasil analisis jabatan
Harus standar dan formal
Standar harus dikomunikasikan kepada karyawan sebelum periode Penilaian
Data yang digunakan harus obyektif dan tidak terkontaminasi
Pengukuran harus pada dimensi kerja yang spesifik
Jika yang dinilai adalah perilaku, maka penilai harus punya cukup
Waktu untuk melakukan observasi Untuk meningkatkan reliabilitas, perlu ada lebih dari
satu penilai
Penilaian yang ekstrem perlu dilengkapi dokumentasi keperilakuan
Para karyawan harus diberi kesempatan meninjau hasil penilaian Terhadap mereka
Para penilai (raters) harus dilatih untuk mencegah diskriminasi dan Agar mampu menilai
secara konsisten
Penilaian harus sering dilakukan, paling tidak setahun sekali
i) What Managers Can Do to Diagnose Performance Problems & Manage Employees
Performance?
Tantangan yang dihadapi majemen kinerja adalah kecenderungan dihindari baik oleh
manajer maupun pekerja. Dan mereka memiliki alasan masing-masing. Dimata manajer,
manajemen kinerja merupakan tambahan beban kerja, disamping menjalankan tugas yang
selama ini sudah dikerjakan. Sementara itu, dipihak pekerja, masih banyak keraguan
karena belum memahami sepenuhnya akan manfaat manajemen kinerja bagi dirinya
sendiri. (Wibisono, 2011: 32) Adapun solusi terhadap permasalahan mengenai tantangan
pelaksanaan manajemen kinerja menurut pemakalah adalah:
1. Menanamkan dalam diri manajer maupun karyawan bahwa manajemen kinerja sangat
urgen atau penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja baik manajer maupun
kayawan, sehingga akan mampu meningkatkan produktiftas dan mencapai tujuan
perusahaan sesuai target dan perencanaan perusahaan.
2. Mengetahui dan Memahami manfaat manajemen kinerja, yaitu meningkatkan disiplin
kerja baik manajer maupun karyawan.
3. Tidak menganggap manajemen kinerja sebagai beban, namun sebaliknya menganggap
manajemen kinerja sebagai kebutuhan bagi sebuah perusahaan.
Brinkerhoff, et.al., (1983: 37) mengemukakan tiga pendekatan Evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang Sama, yaitu:
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design.
Desain evaluasi yang baik ditentukan dan direncanakan secara Sistematik sebelum
implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan Berdasarkan tujuan program disertai
seperangkat pertanyaan yang Akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari
Sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya yang Pemakainya akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan Dalam tujuan. Desain ini dapat
disesuaikan dengan kebutuhan yang Mungkin berubah.
(2) Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang Dapat membantu
memperbaiki program, dilaksanakan pada saat Implementasi program sedang berjalan. Fokus
evaluasi berkisar Pada kebutuhan yang telah dirumuskan oleh evaluator. Evaluasi Sumatif
dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program, dari Hasil evaluasi ini dapat ditentukan
apakah suatu program tertentu Akan diteruskan atau dihentikan. Pada evaluasi sumatif
difokuskan Pada variabel yang dianggap penting bagi pembuat keputusan. Waktu
pelaksanaan evaluasi sumatif pada akhir pelaksanaan Program.
(3) Experimental & Quasi-Experimental Designs vs. Unobtrusive Inquiry.
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subjek
penelitian diacak, perlakuan diberikan Dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari
penelitian untuk Menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau
Program dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi Yang agak lebih luas.
Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin atau tidak dikehendaki.
Evaluasi mempengaruhi evaluasi suatu program atau kegiatan. Mengenal pandangan-
pandangan yang beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada
pendekatan tersebut dalam melakukan evaluasi suatu programkegiatan adalah penting. Ada
beberapa pendekatan umum dalam melakukan evaluasi yaitu:
1. Pendekatan pertama adalah objective-oriented approach Fokus pada pendekatan ini hanya
tertuju kepada tujuan programproyek dan seberapa jauh tujuan itu tercapai. Pendekatan ini
membutuhkan kontak intensif dengan pelaksana programproyek yang bersangkutan.
2. Pendekatan kedua adalah pendekatan three-dimensional cube atau Hammond’s evaluation
approach Pendekatan Hammond melihat dari tiga dimensi yaitu instruction
karateristikpelaksanaan, isi, topik, metode, fasilitas, dan organisasi programproyek,
institution sekolahkampusorganisasi, dan behavioral objective tujuan program itu
sendiri,sesuai dengan taksonomi Bloom, meliputi tujuan kognitif, afektif dan psikomotor
3. Pendekatan ketiga adalah management-oriented approach Fokus dari pendekatan ini
adalah sistem dengan model CIPP: context-input- proses-product. Karena pendekatan ini
melihat programproyek sebagai suatu sistem sehingga jika tujuan program tidak tercapai,
bisa dilihat di proses bagian mana yang perlu ditingkatkan.
4. Pendekatan keempat adalah goal-free evaluation Berbeda dengan tiga pendekatan di atas,
pendekatan ini tidak berfokus kepada tujuan atau pelaksanaan programproyek, melainkan
berfokus pada efek sampingnya, bukan kepada apakah tujuan yang diinginkan dari pelaksana
programproyek terlaksana atau tidak. Evaluasi ini biasanya dilaksanakan oleh evaluator
eksternal.
5. Pendekatan kelima adalah consumer-oriented approach Dalam pendekatan ini yang dinilai
adalah kegunaan materi seperti software, buku, silabus. Mirip dengan pendekatan kepuasan
konsumen di ilmu Pemasaran,pendekatan ini menilai apakah materi yang digunakan sesuai
dengan penggunanya, atau apakah diperlukan dan penting untuk programproyek yang dituju.
Selain itu, juga dievaluasi apakah materi yang dievaluasi di-follow-up dan cost effective.
6. Pendekatan keenam adalah expertise-oriented approach Dalam pendekatan ini, evaluasi
dilaksanakan secara formal atau informal, dalam artian jadwal dispesifikasikan atau tidak
dispesifikasikan, standar penilaian dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Proses evaluasi
bisa dilakukan oleh individu atau kelompok. Pendekatan ini merupakan pendekatan tertua di
mana evaluator secara subyektif menilai kegunaan suatu programproyek, karena itu disebut
subjective professional judgement.
7. Pendekatan ketujuh adalah adversary-oriented approach. Dalam pendekatan ini, ada dua
pihak evaluator yang masing-masing menunjukkan sisi baik dan buruk, disamping ada juri
yang menentukan argumen evaluator mana yang diterima. Untuk melakukan pendekatan ini
evaluator harus tidak memihak, meminimalkan bias individu dan mempertahankan
pandangan yang seimbang.
8. Pendekatan terakhir adalah naturalistic participatory approach. Pelaksana evaluasi dengan
pendekatan ini bisa para stakeholder. Hasil dari evaluasi ini beragam, sangat deskriptif dan
induktif. Evaluasi ini menggunakan data beragam dari berbagai sumber dan tidak ada standar
rencana evaluasi.Kekurangan dari pendekatan evaluasi ini adalah hasilnya tergantung siapa
yang menilai Salehudin, 2009. Berbagai pendekatan untuk mengevaluasi suatu program atau
proyek diterapkanuntuk mendapatkan keefektifan dan keefisienan program atau proyek
tersebut baik secarainternal yaitu pihak pengembang atau pengelola, maupun secara eksternal
yaitu pengguna. Bentuk-bentuk pendekatan evaluasi yang telah ada harus terus
dikembangkan untuk meningkatkan kepuasan pengguna sebagai tujuan utama suatu program
dijalankan
4. (a) Jelaskan Metode Analitik, Metode Review, Metode Model Dasar, Metode
Experimental, Metode Observasi, Metode Query;
1. Cognitive Walkthrough merupakan metode analitik yang dapat digunakan untuk fase
Perancangan awal maupun untuk mengevaluasi system yang ada, berisi informasi Yang
berhubungan dengan kemampuan belajar (learnability) dari interface. Jika Digunakan di awal
perancangan, dapat mengidentifikasi masalah perancangan Sebelum tahap prototype dan
langsung difokuskan pada evaluasi selanjutnya. Meskipun dirancang untuk digunakan perancang
sendiri, tetapi perlu juga Pengetahuan teori psikologi dan terminologinya agar efektif.
Contoh : Memprogram Video Dengan Remote Control. Misalkan akan memprogram
Video ke waktu dimulai dari jam 18.00 dan berakhir pada jam 19.15 pada channel 4
Pada tanggal 4. Maka tugas tersebut adalah :
O Set waktu awal
O Set waktu akhir
O Set channel
O Set tanggal
Ini adalah tujuan dari user, memasukkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Ekspresi di
atas adalah pada tingkat tinggi, tidak diberikan detail pada level interface. Dengan melihat tujuan
user yang diidentifikasi, setiap aksi digambarkan dengan tugas Yang lengkap dan menentukan
apakah interface mendukung pembangkitan struktur Tujuan yang dibutuhkan untuk aksi yang
lengkap. Setiap aksi dianalisa pada formulir Walkthrough. Formulir menampilkan sejumlah
pertanyaan bagi evaluator sebagai pertimbangan. Contoh di atas adalah pertama yang dilakukan
adalah melakukan penekanan tombol “timed recording”.
2. Metode Riview
Review Based Evaluation Evaluasi antara psikologi eksperimen dengan interaksi manusia dan
komputer menghasilkan hasil-hasil eksperimen yang baik dan pengalaman yang nyata.Beberapa
diantaranya dari domain khusus ke umum, tetapi kebanyakan berhubungan dengan isu generic
dan teraplikasi pada berbagai situasi. Misalnya pada usability dari tipe menu yang berbeda,
pemanggilan nama perintah dan pemilihan icon. Dalam kenyataannya hasil eksperimen ini tidak
dapat dipastikan mempertahankan keadaan yang tetap. Evaluator harus memilih data secara hati-
hati, menunjuk rancangan ekperimen yang dipilih, subyek masyarakat yang digunakan, analisa
pelaksanaan dan asumsi yang dibuat. Misalnya pengujian eksperimen, usability dari jenis system
‘bantu’ umum yang menggunakan subyek baru tidak menyediakan evaluasi yang tepat dari
system ‘bantu’ yang dirancang bagi user ahli.
3. Metode model dasar
Pendekatan terakhir untuk mengevaluasi perancangan dengan mengkombinasi spesifikasi
perancangan dan evaluasi ke dalam kerangka kerja yang sama.
Contoh GOMS model, keystroke level model dan design rationale. Mengevaluasi Implementasi
Perbedaan yang besar dengan evaluasi perancangan adalah keberadaan implementasi system
yang ada dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat dimulai dari simulasi kemampuan interaktif
system, sebagai contoh Wizard of Oz, melalui fungsi prototype dasar sampai dengan system
yang telah diimplementasi secara keseluruhan.
4. Metode experimental
Masing-masing subyek diberikan kondisi yang berbeda yakni kondisi eksperimen dan control.
• Keuntungan perancangan ini adalah setiap user menghasilkan satu kondisi
• Kerugiannya adalah dengan semakin banyak jumlah subyek yang tersedia akan menyebabkan
hasilnya akan berkurang dan perbedaan antar setiap individu akan membuat bias hasil. Hal ini
dapat diatasi dengan memilih dengan hati-hati subyek yang dipilih dan menjamin setiap
kelompok di masyarakat terwakili.
Within-Groups • Setiap user akan menampilkan kondisi yang berbeda
• Jumlah user yang tersedia lebih sedikit
• Pengaruh dari subyek lebih sedikit
5. Metode Query
• Interview Menginterview user tentang pengalaman mereka dengan system interaktif yang
menyediakan informasi secara langsung dan terstruktur. Keuntungannya bahwa tingkat
pertanyaan dapat disesuaikan dengan konteks dan evaluator dapat lebih mendalami pertanyaan
(sering pertanyaan “mengapa …? atau “bagaimana jika…?” untuk mengelaborasi aspek dari
respon userInterview efektif pada evaluasi tingkat tinggi, khususnya dalam memperoleh
informasi tentang preferensi user, impresi dan perilaku. Jika digunakan bersama dengan
observasi, berarti mencari klarifikasi sebuah kejadian. Agar efektif, interview perlu
direncanakan, dan dibuat pertanyaan2nya.
Evaluasi juga diartikan sebagai suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (mehrens dan
lehman).
Dari tiga pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa antara ketiganya saling berhubungan dimana
ketika dilakukan pengukuran maka akan ditemukan penilaian dan dari penilaian itu maka akan
terbentuklah sebuah evaluas.
Jadi untuk melakukan evaluasi dalam suatu pembelajaran tim evaluator terlebih dahulu
melakukan Pengukuran dan penilaian terhadap peserta didik baik dengan instrumen tes maupun
non tes lalu di analisa maka akan bisa disimpulkan hal-hal apa saja yang perlu di evalusi.
Cognitive Walkthrough
Suatu usaha yang dilakukan untuk mengenalkan teori psikologi ke dalam bentuk
informal dan subyektif atau dengan kata lain mempunyai tujuan untuk mengevaluasi
perancangan dengan melihat seberapa besar dukungan yang diberikan ke pengguna
untuk mempelajari beberapa tugas yang diberikan. Pendekatan ini dikemukakan oleh
Polson, dkk. Walkthrough dilaksanakan oleh perancang atau seorang ahli dalam
psikologi kognitif. Ahli bekerja melalui perancangan tugas tertentu, tahap demi tahap,
mengidentifikasi masalah yang berpotensi terhadap criteria psikologi. Kemudian
dibandingkan ke proses dimana perancang software akan bekerja dengan koding
pada kondisi yang berbeda (menggunakan set data yang berbeda atau kondisi yang
salah, misalnya) untuk mengevaluasi unjuk kerja setiap software. Dalam pendekatan
ini terdapat beberapa issue yang timbul seperti :
o Pengaruh apa yang timbul setelah tugas ini diberikan ke pengguna?
o Proses cognitive apa yang tersedia?
o Masalah pembelajaran apa yang seharusnya timbul?
Analisis difokuskan pada tujuan user dan pengetahuan. Cognitive walkthrough harus
menunjukkan jika dan bagaimana interface merujuk user untuk membangkitkan tujuan
yang benar dari pelaksanaan tugas yang diinginkan, dan memilih aksi yang diperlukan
untuk memenuhi setiap tujuan. Untuk melakukan Cognitive Walkthrough harus
mempunyai informasi yang dibutuhkan :
o Deskripsi dari suatu interface yang dibutuhkan itu sendiri
o Deskripsi dari tugas termasuk usaha yang benar untuk melakukannya dan
struktur tujuan untuk mendukungnya
Dengan Informasi ini maka Evaluator dapat Melakukan langkah dari walkthrough :
o Pilih Tugas
o Deskripsikan Tujuan awal dari user
o Lakukan kegiatan/ aksi yang tepat
o Analisa proses keputusan untuk setiap kegiatan.
Cognitive Walkthrough berbasis formulir, yang disediakan untuk merujuk evaluator
melalui sekumpulan pertanyaan yang berhubungan dengan tugas user dan tujuan.
Cognitive Walkthrough merupakan metode analitik yang dapat digunakan untuk fase
perancangan awal maupun untuk mengevaluasi system yang ada, berisi informasi
yang berhubungan dengan kemampuan belajar (learnability) dari interface. Jika
digunakan di awal perancangan, dapat mengidentifikasi masalah perancangan
sebelum tahap prototype dan langsung difokuskan pada evaluasi selanjutnya.
Meskipun dirancang untuk digunakan perancang sendiri, tetapi perlu juga
pengetahuan teori psikologi dan terminologinya agar efektif.
Contoh : Memprogram Video Dengan Remote Control. Misalkan akan memprogram
video ke waktu dimulai dari jam 18.00 dan berakhir pada jam 19.15 pada channel 4
pada tanggal 4. Maka tugas tersebut adalah :
o Set waktu awal
o Set waktu akhir
o Set channel
o Set tanggal
Ini adalah tujuan dari user, memasukkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.
Ekspresi di atas adalah pada tingkat tinggi, tidak diberikan detail pada level interface.
Dengan melihat tujuan user yang diidentifikasi, setiap aksi digambarkan dengan tugas
yang lengkap dan menentukan apakah interface mendukung pembangkitan struktur
tujuan yang dibutuhkan untuk aksi yang lengkap. Setiap aksi dianalisa pada formulir
walkthrough. Formulir menampilkan sejumlah pertanyaan bagi evaluator sebagai
pertimbangan. Contoh di atas adalah pertama yang dilakukan adalah melakukan
penekanan tombol “timed recording”.
Aksi #1
Deskripsi : tekan tombol “timed recording”
Langkah selanjutnya adalah membandingkan struktur tujuan yang tersedia dengan
struktur tujuan pada langkah awal. Hal ini dilakukan dengan empat pertanyaan:
o Akankah user gagal untuk menambah tujuan yang diperlukan ?
o Akankah user gagal untuk memindahkan tujuan yang tidak diinginkan ?
o Akankah user mengadopsi beberapa tujuan palsu berdasarkan interface ?
o Akankah user membatalkan tujuan yang masih dibutuhkan ?