Anda di halaman 1dari 16

Evaluasi dalam progaram layanan bimbingan dan konseling, khususnya layanan informasi tentu

berbeda dengan evaluasi hasil dalam pembelajaran bidang studi. Pada layanan informasi, aspek
hasil bukanlah aspek tunggal yang hendak dicapai tapi melibatkan sebuah proses. Oleh karena
itu Context Input Process Product (CIPP) dipilih sebagai salah satu metode dalam evaluasi
program layanan informasi. Context Input Process Product (CIPP) menurut Arikunto dan Jabar
(2007:29) adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah
sistem. Sasaran model evaluasi Context Input Process Product (CIPP) memiliki empat
komponen dasar dari proses sebuah program kegiatan. Komponen tersebut antara lain evaluasi
terhadap konteks (context evaluation), evaluasi terhadap masukan (input evaluation), evaluasi
terhadap proses (process evaluation), evaluasi terhadap hasil (product evaluation).

Menurut Badrujaman (2011) sasaran utama dari evaluasi terhadap konteks (context evaluation)
adalah untuk menelaah status objek secara keseluruhan sehingga dapat memberikan deskripsi
mengenai karakteristik lingkungan. Pada pelaksanaan layanan informasi, evaluasi terhadap
context bertujuan untuk mengetahui apakah tujuan yang lama dan prioritas telah sesuai dengan
kebutuhan layanan.

Dalam membantu menentukan program yang membawa dampak pada perubahan, evaluasi
terhadap masukan (input evaluation) dilakukan dengan menelaah dan menilai pendekatan yang
relevan yang dapat digunakan. Melalui evaluasi terhadap masukan dapat diketahui dukungan
sistem di sekolah terhadap strategi yang dipilih. Evaluasi terhadap masukan bertujuan untuk
mengidentifikasi dan menelaah kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur
dimana strategi akan diimplementasikan. Pada pelaksanaan layanan informasi, evluasi terhadap
masukan dapat berupa jumlah sumberdaya manusia, dukungan sarana, dan prasarana.

Evaluasi proses merupakan evaluasi yang berorientasi pada seberapa jauh kegiatan program
terlaksana sesuai dengan rencana. Evaluasi proses melibatkan aspek apa kegiatannya, siapa
penanggungjawab program, dan kapan kegiatan selesai. Implementasi dari evaluasi proses ini
dapat melalui pre-test post-test, observasi, self-report perbaikan tingkahlaku, self-study, studi
kasus, pengukuran sosiometri, data kehadiran dan kedisiplinan, serta hambatan-hambatan yang
ditemui.

Evaluasi produk adalah evaluasi yang bertujuan untuk mengukur, menginterpretasikan, dan
menilai capaian program. Selain itu, untuk menilai luaran atau outcome dan menghubungkan hal
tersebut secara objektif dengan konteks, input, dan proses.

Keempat komponen evaluasi Context Input Process Product (CIPP) merupakan komponen yang
saling berinteraksi secara dinamis dan tidak berdiri sendiri-sendiri. Untuk lebih detailnya dapat
dilihat pada gambar berikut ini.
Muyana, S. (2017). Context Input Process Product (CIPP): Model Evaluasi Layanan Informasi.
In Prosiding Seminar Bimbingan dan Konseling (Vol. 1, No. 1, pp. 342-347).

Konsep utama dari model CIPP adalah bahwa tujuan yang paling penting dari evaluasi adalah
tidak untuk membuktikan, tapi untuk meningkatkan (Stufflebeam, 2007). Stufflebeam (2002)
konsep inti model CIPP adalah evaluasi context, evaluasi input, evaluasi process, dan evaluasi
product. Evaluasi konteks menilai kebutuhan, masalah, dan kesempatan sebagai basis untuk
mendefinisikan tujuan dan prioritas dan menilai pentingnya hasil. Evaluasi Masukan menilai
pendekatan alternatif untuk memenuhi kebutuhan sebagai alat perencanaan program dan
mengalokasikan sumber daya. Evaluasi proses menilai pelaksanaan rencana untuk membimbing
kegiatan dan kemudian untuk membantu menjelaskan hasil. Evaluasi produk mengidentifikasi
hasil yang dimaksudkan dan hasil yang tidak diinginkan, baik untuk membantu menjaga proses
dan menentukan efektivitas suatu program.

Model CIPP didasarkan pada definisi evaluasi secara umum dan secara operasional, penggunaan
evaluasi, dan standar profesional untuk membimbing dan menilai evaluasi. Stufflebeam dan
Coryn (2014) mendefinisikan evaluasi secara umum yakni merupakan penyelidikan sistematis
pada nilai-nilai suatu objek, dan secara operasional, evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, pelaporan, dan menerapkan dan mendeskripsikan dan mengambil keputusan dari
informasi tentang nilai suatu objek, seperti yang didefinisikan oleh kriteria seperti kualitas,
kegunaan, kejujuran, ekuitas, kelayakan, biaya, efisiensi, keamanan dan signifikansi.

Standar profesional untuk evaluasi adalah prinsip-prinsip yang disepakati bersama oleh spesialis
atau para ahi dalam melakukan evaluasi untuk menentukan kegunaan, kelayakan, kebenaran,
akurasi, dan akuntabilitas evaluasi.

Stufflebeam dan Coryn (2014) mengatakan model ini dirancang karena evaluasi klasik dengan
pendekatan desain eksperimental (experimental design), evaluasi berbasis tujuan (objectives-
based evaluation), peer or expert review sitevisits, dan uji pencapaian standar (standardized
achievement testing) terbukti memiliki penggunaan yang terbatas dan sering tidak bisa
dijalankan dan bahkan kontraproduktif untuk mengevaluasi program yang muncul dalam
konteks social yang dinamis dan pada beberapa sekolah umum, model ini mengalami
perkembangan, diadaptasi dan diterapkan di Amerika Serikat dan banyak negara lain serta di
berbagai disiplin ilmu.

Menurut Stavropoulou dan Stroubouki (2014) Model CIPP digunakan untuk tujuan akuntabilitas
(pertanggungjawaban) karena merupakan alasan untuk membantu pendidik bertanggung jawab
atas keputusan yang telah mereka buat untuk jalannya suatu program. Evaluasi model CIPP
adalah kerangka kerja yang komprehensif untuk membimbing evaluasi program, proyek,
personil, produk, lembaga, dan sistem (Stufflebeam, 2007).

Evaluasi Context

Evaluator menggunakan evaluasi konteks untuk menilai kebutuhan, masalah,aset, dan peluang
dalam lingkungan yang ditetapkan (Stufflebeam & Coryn, 2014). Kebutuhan termasuk hal-hal
yang diperlukan atau berguna untuk memenuhi tujuan. Masalah merupakan hambatan dalam
memenuhi kebutuhan yang ditargetkan. Aset meliputi keahlian dan layanan yang dapat diakses
dan dapat digunakan untuk membantu memenuhi tujuan yang ditargetkan.Tujuan evaluasi
konteks adalah untuk menentukan konteks yang relevan, mengidentifikasi populasi sasaran dan
menilai kebutuhan, mengidentifikasi peluang untuk memenuhi kebutuhan, mendiagnosa masalah
yang mendasari kebutuhan, dan menilai apakahtujuan proyek sudah dapat menjawab kebutuhan
yang ada (Zhang, et al., 2011). Peluang mencakup sumber dana yang mungkin dimanfaatkan
untuk mendukungupaya untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah terkait. Evaluasi
konteks dapat dimulai sebelum, selama, atau bahkan setelah proyek, program, atau intervensi
lainnya. Sebuah metodologi evaluasi konteks mungkin melibatkan pengumpulan berbagai
informasi tentang anggota populasi target dan lingkungan sekitar dan melakukan berbagai jenis
analisis. Diawali dengan meminta klien dan stakeholder lainnya untuk membantu
mendefinisikan batas-batas studi Selanjutnya evaluator dapat menggunakan berbagai teknik
untuk menghasilkan dan menguji hipotesis tentang layanan yang dibutuhkan atau perubahan
layanan yang ada.Teknik ini mungkin mencakup meninjau dokumen, menganalisis demografis
data, melakukan audiensi dan forum komunitas, melakukan sesi diskusi kelompok, dan
mewawancarai penerima manfaat dan pemangku kepentingan lainnya.

Evaluasi Input

Orientasi utama evaluasi masukan adalah membantu pendekatan sebuah program dalam
menciptakan perubahan yang diperlukan (Stufflebeam & Coryn,2014). Untuk tujuan ini,
evaluator mencari dan memeriksa secara kritis potensi pendekatan yang relevan, termasuk
pendekatan yang sudah digunakan. Orientasi sekunder evaluasi masukan adalah
menginformasikan pihak yang berkepentingan tentang pendekatan program terpilih, alternatif
pendekatan, dan alasannya. Pada dasarnya, evaluasi masukan harus melibatkan identifikasi
pendekatan yang relevan dan membantu para pengambil keputusan dalam penyusunan
pendekatan yang dipilih untuk dilaksanakan. Metode yang digunakan pada evaluasi masukan
meliputi inventarisasi dan menganalisis tersedia sumber daya manusia dan material, anggaran
dan jadwal yang diusulkan, dan rekomendasi solusi untuk strategi dan desain prosedural.
Kriteria evaluasi masukan utama meliputi relevansi rencana yang diusulkan, kelayakan,
keunggulan dengan berbagai pendekatan, dan efektivitas biaya (Zhang, et al., 2011).

Evaluasi Process

Evaluasi Proses meliputi pemeriksaan pelaksanaan rencana yang sedang berlangsung dan
dokumentasi
dari proses yang terkait (Stufflebeam & Coryn, 2014). Salah satu tujuannya adalah untuk
memberikan umpan balik pada stafdan manajer tentang sejauh mana mereka melaksanakan
kegiatan yang direncanakan. Selain itu untuk membimbing staf untuk meningkatkan
prosedural dan anggaran rencana yang tepat. Evaluator dalam evaluasi proses memiliki
banyak pekerjaan yang harus dilakukan dalam pemantauan dan mendokumentasikan
kegiatan. Evaluator bisa meninjau rencana untuk pengumpulan data lebih lanjut dan membuat
laporan terhadap rencana tersebut. Teknik evaluasi proses dilakukan dengan observasi,
wawancara peserta, skala rating, kuesioner, analisis catatan, catatan fotografi, studi kasus
partisipasi, fokus kelompok, sesi refleksi diri dengan anggota staf, dan pelacakan pengeluaran
(Zhang, et al., 2011).

Evaluasi Product

Tujuan dari evaluasi produk adalah untuk mengukur, menafsirkan, dan menilai suatu hasil
(Stufflebeam & Coryn, 2014). Dalam melakukan evaluasi produk, evaluator harus menilai
hasil yang diinginkan ataupun tidak diinginkan danhasil positif dan negatif. Evaluator harus
mengumpulkan dan menganalisis penilaian stakeholders terhadap program. Berbagai teknik
yang berlaku dalam evaluasi produk, dan termasuk catatan harian dari hasil, wawancara pada
pemangku kepentingan, studi kasus, mendengarkan pendapat, fokus kelompok, dokumentasi
dan analisis records, analisis fotografi catatan, tes prestasi, skala penilaian, perbandingan
cross-sectional, dan perbandingan biaya proyek dan hasil (Zhang, et al., 2011).

Komponen Nilai-nilai dari Model CIPP

Model CIPP menurut Stufflebeam (2002) adalah untuk memberikan informasi dan penilaian
yang akan membantu penyedia layanan secara teratur dan meningkatkan layanan dan
membuat penggunaan sumber daya, waktu, dan teknologi secara efektif dan efisien.
Stufflebeam dan Coryn (2014) : menjabarkannya sebagai berikut : a) Melibatkan dan
Melayani Stakeholders Evaluasi CIPP harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi
kesetaraan dan keadilan. Kunci konsep yangdigunakan dalam model ini adalah bahwa
stakeholder, yaitu mereka yang dimaksudkan untuk menggunakan temuan, mereka yang
dinyatakan mungkinakan terpengaruh oleh evaluasi, dan mereka diharapkan untuk
berkontribusi pada evaluasi, b) Peningkatan Orientasi Sebuah prinsip dasar dari model CIPP
adalah bahwa tujuan evaluasi tidak hanya untuk membuktikan tetapi untuk
meningkatkan.Evaluasi demikian dipahami sebagai aktivitas fungsional yang berorientasi
dalam jangka panjang untuk merangsang dan membantu untuk memperkuat dan
meningkatkan enterprises. Evaluasi model CIPP termasuk dalam kategori
perbaikan/akuntabilitas, dan salah satu model evaluasi yang paling banyak diterapkan
(Zhang, et al., 2011), c) Orientasi Objektivist Orientasi epistemologis model CIPP adalah
objectivist atau tidak relativistik Evaluasi objectivist didasarkan pada teori bahwa nilaiyang
baik adalah sikap objektif dan independen atau bebas dari pribadi atauperasaan manusia.
Evaluator melakukan evaluasi seperti melakukan pekerjaan yang tegas didasarkan pada
prinsip-prinsip etika. Pada dasarnya, evaluasi onjectivist dimaksudkan untuk menghasilkan
kesimpulan yang benar, d) Standar dan Metaevaluasi model ini mengarahkan evaluator untuk
memenuhi standar profesional evaluasi dan subjek evaluasi mereka baik formatif
danmetaevaluasi sumatif. Dalam laporan evaluasi akhir, evaluator harus menyatakan dan
menjelaskan penilaiannya tentang sejauh mana kesesuaianevaluasi dengan standar yang telah
ditetapkan.

Stufflebeam, D. L. 2002. The CIPP Model for Evaluation. Dalam D.L. Stufflebeam, G.F.
Madaus and T. Kellaghan (Eds.). Evaluation Models :Viewpoints on Educational and Human
Services Evaluation, SecondEdition (hlm. 279-317). Boston : Kluwer Academic Publishers.

Evaluasi Program Pembelajaran Pendidikan Jasmani Olahraga & Kesehatan melalui


Pendekatan Model CIPP Program pendidikan jasmani merupakan suatu sistem. Terdapat
komponen-komponen yang saling berkaitan dalam proses pendidikan dan saling mendukung
satu dengan yang lainnya. Evaluasi bertujuan untuk memperbaiki dan merekomendasikan
temuan evaluasi dan dijadikan sebagai acuan untuk pengambilan keputusan terhadap program
yang ada. Kompleksitas pada program pendidikan sangat beragam, oleh karena itu
dibutuhkan model evaluasi terhadap program pendidikan sesuai dengan tingkat
kompleksitasnya. Model ini sudah banyak digunakan pada berbagai disiplin ilmu dan
memiliki keterikatan dan kesesuaian dengan komponen-komponen yang ada pada suatu
program yang akan dievaluasi.

Evaluasi dilakukan pada program pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di tingkat
SMP. Untuk melihat kualitas pelaksanaan program pembelajarannya ditinjau menggunakan
model CIPP (Context, Input, Process, dan Product), sebagai berikut :

Aspek Context
Evaluasi yang mempelajari realitas dimana program dijalankan. Evaluasi konteks untuk
menilai kebutuhan, masalah, aset, danpeluang dalam lingkungan yang ditetapkan. Kebutuhan
termasuk hal-hal yangdiperlukan atau berguna untuk memenuhi tujuan. Indikator yang
diidentifikasi pada evaluasi context adalah identifikasi tujuan pembelajaran Pendidikan
Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Aspek Input Evaluasi memberikan informasi untuk
menentukan bagaimana alternatif strategi pembelajaran akan mampu memberikan kontribusi
pada pencapaian tujuan pembelajaran. Pada aspek input akan mengidentifikasi komponen
program pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga, yaitu : (a) Guru, (b) siswa, (c)
tenaga kependidikan, (d) sarana prasarana dan (e) pembiayaan. Aspek Process Mengevaluasi
pelaksanaan program pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan.

Aspek Product

Mengevaluasi tingkat minat siswa terhadap pelayanan program pembelajaran Pendidikan


Jasmani, Olahraga dan Kesehatan yang diselenggarakan sekolah.

Konteks Evaluasi menilai kebutuhan, masalah, dan kesempatan sebagai dasar untuk
mendefinisikan tujuan dan prioritas dan menilai pentingnya hasil. Masukan Evaluasi menilai
pendekatan alternatif untuk kebutuhan sebagai sarana untuk perencanaan program dan
mengalokasikan sumber daya. Proses evaluasi menilai pelaksanaan rencana untuk mengawasi
kegiatan dan kemudian membantu menjelaskan hasil. Evaluasi produk mengidentifikasi
masalah yang tidak diinginkan untuk membantu menjaga proses pada jalur dan menentukan
efektivitas (Stufflebeam, 2002:279).

Berdasarkan pendapat Stufflebeam di atas, dapat dilihat bahwa konteks evaluasi untuk
menilai tujuan dan prioritas dari sebuah program, input evaluasi bertujaun untuk
mengalokasikan sumber daya yang terlibat dalam sebuah program, sebagai proses evaluasi
untuk mengawasi jalannya kegiatan program yang sedang dilaksanakan, sedangkan evaluasi
produk mencegah masalah yang tidak diinginkan terjadi pada saat program berjalan
Menurut Farida (2008: 4), Model evaluasi sering dikatakan sebagai model desain evaluasi
yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi yang biasanya dinamakan dengan pembuatnya
atau tahap pembuatannya. Dunn (2003: 429), membagi kriteria evaluasi menjadi 6 (enam)
kriteria di antaranya sebagai berikut:

“pertama, efektivitas, merupakan suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang


diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Kedua, efisiensi,
berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat
efektivitas tertentu. Ketiga, kecukupan, merupakan sejauh mana tingkat efektivitas
dalam memecahkan masalah untuk memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan
yang menumbuhkan masalah. Keempat, perataan yang mempertanyakan apakah
distribusi dan alokasi layanan yang diselenggarakan oleh organisasi pelayanan publik
sudah merata sesuai dengan asas keadilan. Kelima, responsivitas, mencakup respon
dari hasil kebijakan tersebut apakah sudah memuaskan kebutuhan atau nilai terhadap
kelompok-kelompok tertentu. Keenam, ketepatan, merupakan sebuah ukuran apakah
sebuah program atau kebijakan tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan, dan hasil
yang dicapai benar-benar berguna sesuai yang direncanakan”.
Kriteria evaluasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Penetapan KPM PKH belum optimal bahkan ada yang tidak tepat sasaran
2. Meningkatnya Masyarakat yang merasa miskin karena ingin mendapatkan bantuan dari
Pemerintah terkhusus Program Keluarga Harapan

1. Penetapan Keluarga Penerima Manfaat PKH belum optimal bahkan ada yang tidak
tepat sasaran
2. Data base tidak terupdate sehingga orang yang sudah meninggal namanya masih
terdaftar sebagai penerima bantuan
Meningkatnya masyarakat yang merasa miskin karena ingin mendapatkan bantuan dari
Pemerintah terkhusus Program Keluarga Harapan
Tabel 2.2 Kriteria Evaluasi William N. Dunn

Tipe
No Pertanyaan Ilustrasi
Kriteria

1 Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? Unit Pelayanan

2 Efesiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan Unit biaya, Manfaat


untuk mencapai hasil yang diinginkan? bersih, Rasio biaya
manfaat

3 Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang Biaya tetap.


diinginkan memecahkan masalah? Efektivitas tetap

4 Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan Kriteria Pareto,


dengan merata kepada kelompok-kelompok Kriteria Kaldor-
yang berbeda? Hicks, Kriteria Rawls

5 Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan Konsistensi dengan


kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok- survai warga negara
kelompok tertentu?

6 Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar- Program publik harus
benar berguna dan bernilai? merata dan efesien

Sumber: William N. Dunn (2003: 610)


2.5 Program Keluarga Harapan (PKH)
Program keluarga harapan (PKH) adalah suatu program yang memberikan bantuan
tunai kepada rumah tangga sangat miskin (RTSM) jika mereka memenuhi persyaratan yang
terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) yaitu pendidikan dan
kesehatan. Dasar hukum dari program PKH adalah Undang-undang RI Nomor 11 Tahun
2009 tentang kesejahteraan Sosial. Secara umum, berdasarkan pedoman umum PKH tahun
2021 tujuan utama dari PKH adalah untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia terutama pada kelompok masyararakat miskin dan sekaligus
upaya mempercepat pencapaian target MDGs. Sedangkan secara khusus tujuan PKH antara
lain (Pedoman pelaksanaan PKH 2021):

a. Meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM


b. Meningkatkan taraf pendidikan anak-anak RTSM
c. Meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas, dan anak di bawah 6
tahun dari RTSM
d. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya
bagi RTSM

Untuk mencapai tujuan diatas, adanya peran serta dari berbagai pihak dapat menjadi
penunjang keberhasilan dari PKH. Berbagai instansi baik pemerintah maupun lembaga di
pusat maupun di daerah harus bekerjasama dalam pelaksanaan PKH sehingga diharapkan
dapat menunjang keberhasilan dalam pelaksanaannya.Masing-masing instansi atau lembaga
memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda.Para pihak yang terkait dalam menunjang
keberhasilan PKH, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik pelayanan
kesehatan, pelayanan pendidikan, pendamping maupun petugas lainnya. Dengan adanya
keterlibatan antara berbagai pihak, satu sama lain dapat saling terkait dan saling
mempengaruhi. Para pihak yang terkait dapat memberikan kontribusi secara maksimal sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing sehingga target fungsional PKH yaitu
mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama pada
kelompok rumah tangga miskin dapat terwujud.

2.5.1 Fokus Program Keluarga Harapan (PKH)


Komponen yang menjadi fokus utama dalam pelaksanaan PKH adalah bidang
kesehatan dan pendidikan. Kedua komponen ini menjadi fokus utama dalam pelaksanaan
PKH karena secara umum penyebab kemiskinan di Indonesia sebagian besar karena
rendahnya pendidikan masyarakat sehingga mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan
yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Berdasarkan pedoman pelaksanaan
PKH Tahun 2021, ada dua komponen yang menjadi fokus utama dalam PKH yaitu:

1. Kesehatan

Tujuan utama kesehatan adalah meningkatkan status kesehatan ibu dan anak
Indonesia, khususnya bagi kelompok masyarakat miskin, melalui pemberian insentif
untuk kunjungan kesehatan yang bersifat pencegahan dan bukan pengobatan. Seluruh
peserta PKH merupakan penerima jasa kesehatan gratis yang disediakan oleh program
Askeskin dan program lain yang diperuntukkan bagi orang tidak mampu, karenanya
kartu PKH bisa digunakan sebagai alat identitas untuk memperoleh pelayanan
tersebut. Setiap anggota keluarga peserta PKH dapat mengunjungi dan memanfaatkan
berbagai fasilitas kesehatan diantaranya puskesmas (puskesmas pembantu dan
puskesmas keliling), polindes/poskesdes, posyandu dan bidan desa.

2. Pendidikan

Tujuan utama PKH pendidikan adalah untuk meningkatkan taraf pendidikan


anak-anak dan mendapatkan akses pendidikan yang layak. Komponen pendidikan
dalam PKH dikembangkan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar
wajib 9 tahun serta upaya mengurangi angka pekerja anak pada keluarga miskin.
Anak penerima PKH pendidikan yang berusia 7-18 tahun dan belum menyelesaikan
program pendidikan dasar 9 tahun harus mendaftarkan diri di sekolah formal atau non
formal serta hadir sekurang-kurangnya 85% waktu tatap muka. Setiap anak peserta
PKH berhak menerima bantuan selain PKH, baik itu program nasional maupun lokal.
Bantuan PKH bukanlah pengganti program-program lainnya karenanya tidak cukup
membantu pengeluaran lainnya seperti seragam, buku dan sebagainya. PKH
merupakan bantuan agar orang tua dapat mengirim anak-anak ke sekolah.

2.5.2 Mekanisme Bantuan Program Keluarga Harapan (PKH)


Mekanisme bantuan pada program PKH beragam sesuai dengan kebutuhan dari
masyarakat. Bantuan dana tunai PKH diberikan kepada ibu atau perempuan dewasa (nenek,
bibi atau kakak perempuan) dan selanjutnya disebut pengurus keluarga. Selain itu, anggota
PKH harus tercatat di Basis Data Terpadu (BDT) di bawah pengawasan BPS dan pihak
desa/kelurahan, yang isinya orang-orang yang penghasilannya menengah kebawah, yang
kemudian dipilih langsung oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia. Uang bantuan yang
sudah cair dapat diambil oleh pengurus keluarga di Kantor pos terdekat dengan membawa
kartu peserta PKH dan tidak dapat diwakilkan. Sebagian peserta PKH menerima bantuan
melalui rekening bank (BRI). Pembayaran bantuan dilakukan oleh PT Pos setiap tiga bulan
pada tanggal yang telah ditetapkan oleh masing-masing kantor pos untuk masing-masing
desa/kelurahan (Pedoman pelaksanaan PKH 2021).
Terkait hal tersebut, pemerintah telah menetapkan tiga jalur strategi pembangunan,
yaitu: (1) Pro-Pertumbuhan (pro-growth), untuk meningkatkan dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi melalui investasi, sehingga diperlukan perbaikan iklim investasi,
melalui peningkatan kualitas pengeluaran pemerintah, melalui ekspor, dan peningkatan
konsumsi; (2) Pro-Lapangan Kerja (pro-job), agar pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan
lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya dengan menekankan pada investasi padat pekerja;
(3) Pro-Masyarakat Miskin (pro-poor), agar pertumbuhan ekonomi dapat mengurangi jumlah
penduduk miskin sebesar-besarnya dengan penyempurnaan sistem perlindungan sosial,
meningkatkan akses kepada pelayan dasar, dan melakukan pemberdayaan masyarakat.

Untuk meningkatkan koordinasi penanggulangan kemiskinan, pemerintah


menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010, tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2009
tentang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Dalam Perpres tersebut diamanatkan untuk
membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di tingkat pusat
yang keanggotaannya terdiri dari unsur pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan pemangku
kepentingan lainnya. Sedangkan di provinsi dan kabupaten/kota dibentuk Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Saragih, Juli Panglima. (2015). Kebijakan Pengentasan Kemiskinan Di Daerah Istimewa


Yogyakarta. Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik. 6(1), 45-59

Nugraha, Dimas Aditya. (2011). Program Penanggulangan Kemiskinan Kabinet Indonesia


Bersatu II. Kementerian Komunikasi Dan Informatika RI Direktorat Jenderal Informasi Dan
Komunikasi Publik
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo, Prof.DR.H. 2015. Analisis Kebijakan Publik. Cetakan Ke-


1.Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arikunto, Suharsimi. 1988. Penilaian Program Pendidikan. Jakarta: PT.Bina Aksara.

Badrudin, Rudy. 2012. Ekonomi Otonomi Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPM.

Arikunto, Suharsimi dan Cepi Abdul Jabar, Safaruddin. 2009. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: Bumi Aksara.

Sjafari, Agus, 2014, Kemiskinan Dan Pemberdayaan Kelompok, Yogyakarta : Graha Ilmu

Abidin. Zainal, said. 2004. Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah

Hesel dan Tangkilisan, 2003, Kebijakan Publik Yang Membumi, Yogyakarta: Lukman Offset

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan, AManajemen
Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Basri, Faisal. 2005. Perekonomian Indonesia, Jakarta:Erlangga.

Creswell, J. W. (2016). Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif, dan


Campuran, trans. Achmad Fawaid dan Rianayati Pancasari. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Dehani, M., Hernawan, D., & Purnamasari, I. (2018). Evaluasi Program Keluarga Harapan
(PKH) di Kecamatan Bogor Selatan Kota Bogor. Jurnal Governansi, 4(1), 45-56.
Diakses pada: 20 Mei 2022 melalui:
https://web.archive.org/web/20190428164734id_/https://ojs.unida.ac.id/JGS/article/
download/1140/pdf_1

Kothari, C. (2004). Research Methodology Methods and Techniques (Second Revised


Edition). New Delhi: New Age International (P) Ltd.

Kuncoro, Mudrajad. 2002. Ekonomika Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan,


Yogyakarta:YKPN.
Misnawati, A. H., Rahman, Y. Y., Hutapea, R. H., & Bin-Tahir, S. Z. (2021). Inhibiting
Factors (Internal & External) Implementation of the Family Hope Program (PKH) in
Bone Regency. In Proceedings of the 11th Annual International Conference on
Industrial Engineering and Operations Management Singapore. Diakses pada: 13 April
2022 melalui: https://www.researchgate.net/profile/Saidna-Bin-Tahir/publication/
353347514_Inhibiting_Factors_Internal_External_Implementation_of_the_Family_Ho
pe_Program_PKH_in_Bone_Regency/links/60f6a7ea0859317dbdf52def/Inhibiting-
Factors-Internal-External-Implementation-of-the-Family-Hope-Program-PKH-in-Bone-
Regency.pdf

Najidah, N., & Lestari, H. (2019). Efektivitas Program Keluarga Harapan (PKH) Di
Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Journal of Public Policy
and Management Review, 8(2), 69-87. Diakses pada: 13 April 2022 melalui:
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/viewFile/23514/21438

Nugroho, Riant. 2014. Public Policy. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.

Patrick, Krick. 1999. Evaluasi Program. Bandung: CV.Pustaka Insani.

Stufflebeam. Zhang, Guili. (2017). The CIPP Evaluation Model: How to Evaluate for
Improvement and Accountability. New York: The Guilford Press

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharno. 2013. Dasar-Dasar Kebijakan Publik: Kajian Proses Analisis Kebijakan,


Yogyakarta:Penerbit Ombak.

Wirawan, MSL. 2011. Evaluasi:Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi, Contoh
Aplikasi Evaluasi Program : Pengembangan Sumber Daya Manusia, Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kurikulum,
Perpustakaan dan Buku Teks.Cetakan Ke-1. Jakarta:Rajawali Press

Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua, terjemahan,
Yogyakarta: UGM Press.

Farida, Y.T. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan
dan Pelatihan. Jakarta : Rineka Cipta.
Subarsono, 2012. Analisis Kebijakan Publik: konsep teori dan aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.

Process Evaluation
Input Evaluation
Context Evaluation Seeks to asnwer the Product
Seeks to asnwer the Evaluation
Seeks to asnwer the question: is the
question: what to
question: what needs program being Seeks to asnwer the
do? What should be
to be done? implemented? question: is the
prepared?
program success?
Implementation time: Implementation
Implementation
before the program is time: while the Implementation
time: before the
accepted program is being time: when the
program starts
implemented program is finished
Decision: Program
Decision: Program
planning Decision: Decision: Recycle
structure
implementation

Anda mungkin juga menyukai