Anda di halaman 1dari 26

NAMA = AFANDI ALWI WARDANA Penguji = Suranto, Dr .,S.T.,M.M.

NIM = D600190138 MK = Analisis Kinerja Perusahaan

KELAS = A ttd =

1. (a) Bagaimana perencanaan dan tahapan evaluasi perusahaan yang Dilakukan untuk
menghasilkan output dan outcome berdaya saing

Perencanaan evaluasi dilakukan agar evaluasi yang kita lakukan itu sesuai dengan tujuan yang
telah direncanakan, agar evaluasi itu berjalan secara efektif dan efisien. Perencanaan di sini
merupakan suatu proses sistematis dan berulang yang terencana dan diimplementasikan bersama-
sama dalam tahap perencanaan untuk mencoba memilih dan menentukan skala prioritas terhadap
berbagai alternatif dan kemungkinan terhadap cara pencapaian tujuan yang ditetapkan sebelumnya

Menurut Zaini Rahmat (2010), (Simanjuntak, 2005) langkah – langkah evaluasi terdiri dari 5
langkah yaitu :
1.Apa yang akan dievaluasi
Objek Evaluasi perusahaan ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses
perusahaan, yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan, karena pihak penilai (evaluator)
ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses diperusahaan tersebut. Output dan
outcome sudah merupakan objek yang populer bagi evaluasi perusahaan. Penting sekali
menentukan dan mengetahui apa yang akan dievaluasi. Hal ini akan menolong menentukan apa
informasi yang dikumpulkan dan bagaimana menganalisisnya dan akan membantu pemfokusan
evaluasi.
2.Alat evaluasi
Evaluasi CIPP konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah aset dan
peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan prioritas, serta membantu
kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan, peluang dan hasilnya. Evaluasi
masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternatif pendekatan, rencana tindak, rencana
staf dan pembiayaan bagi kelangsungan program dalam memenuhi kebutuhan kelompok
sasaran serta mencapai tujuan yang ditetapkan. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan
untuk memilih rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumberdaya, pelaksana dan jadwal
kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program. Evaluasi proses (process) ditujukan
untuk menilai implementasi dari rencana yang telah ditetapkan guna membantu para
pelaksana dalam menjalankan kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok
pengguna lainnya untuk mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya. Evaluasi
hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan menilai hasil yang dicapai,
diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan jangka panjang, baik bagi pelaksana
kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam mencapai sasaran program maupun bagi
pengguna lainnya dalam menghimpun upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran.
Evaluasi hasil ini dapat dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas
(effectiveness), keberlanjutan (sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam
et. Al., 2003).
3.Kumpulkan data untuk dievaluasi
Pengumpulan data adalah mencari, mencatat, dan mengumpulkan semua secara objektif dan apa
adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan yaitu pencatatan data dan
berbagai bentuk data yang ada di lapangan.
4.Analisis dan diolah datanya
Menurut Sugiyono (2010: 335), yang dimaksud dengan teknik analisis Data adalah proses mencari
data, menyusun secara sistematis data yang diperoleh Dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara Mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, Melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola memilih mana yang penting dan Yang akan
dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh Diri sendiri maupun orang
lain. Teknik anaisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Data induktif.
Analisis data induktif adalah penarikan kesimpulan yang berangkat Dari fakta-fakta khusus, untuk
kemudian ditarik kesimpulan secara umum
5.Laporkan hasil evaluasi
Dalam melaporkan hasil evaluasi menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Sugiyono
(2010: 345) adalah melaporkan Dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara, dan Akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada
Tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian Mungkin dapat menjawab
rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi Mungkin juga tidak, karena masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah
penelitian diLapangan.Dalam penelitian ini data yang telah diproses dengan langkah-langkah
Seperti di atas, kemudian ditarik kesimpulan secara kritis dengan menggunakan Metode induktif
yang berangkat dari hal-hal yang bersifat khusus untuk memperoleh kesimpulan umum yang
objektif. Kesimpulan tersebut kemudian diverifikasi dengan cara melihat kembali pada hasil
reduksi dan display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari permasalahan
evaluasi perusahaan
6.Berikan masukan dan saran dalam evaluasi
Masukan atau saran, di sisi lain, adalah sebuah tanggapan terhadap suatu hal yang disertai dengan
memberi kesempatan bagi orang yang mendapatkannya untuk berkembang. Hal ini menjadi
perbedaan antara kritik dan masukan, di mana, masukan diberikan agar memberi kesempatan
seseorang untuk belajar dari kesalahannya. Demikian pula yang ada di perusahaan apabila ada hal
yang perlu dibenahi pada hasil evaluasi maka diperlukan solusi terbaik untuk perusahaan
kedepannya

(b) berikan contoh teknik dan evaluasinya


Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) merupakan model evaluasi di mana
evaluasi dilakukan secara keseluruhan sebagai suatu sistem. Evaluasi model CIPP merupakan
konsep yang ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi
adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki (Stufflebeam, H McKee and B
McKee, 2003:118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang. Nana Sudjana
dan Ibrahim (2004:246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna
sebagai berikut :

a.Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi perencanaan program


pembinaan

b.Input : kualitas masukan yang dapat menunjang ketercapaian program pembinaan.

c.Process : pelaksanaan program dan penggunaan fasilitas sesuai dengan apa yang telah
direncanakan

d. Product : hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan program tersebut.

Keunikan model ini adalah pada setiap evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan yang
menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Untuk lebih memahami mengenai
CIPP dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan lingkungan


program atau kondisi obyekyif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang analisis kekuatan
dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus
institusi yang mengidentifikasi peluang dan menilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan
sebagai suatu kesenjangan (discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang
diharapkan (ideality). Dengan kata lain evaluasi konteks berhubungan dengan analisis masalah
kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang berjalan. Evaluasi konteks
memberi informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program yang akan
dilakukan. Selain itu, konteks juga bermaksud bagaimana rasionalnya suatu program.

2) Evaluasi input meliputi analisis personal yang berhubungan dengan bagaimana


penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi yang harus
dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan menilai kapabillitas
sistem, alternatif strategi desain prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan
penjadwalan program pembinaan prestasi sepak bola. Evaluasi masukan bermanfaat untuk
membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan rancangan prosedural.
Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan untuk menentukan sumber dan
strategi dalam keterbatasan yang ada.
3) Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan dalam praktik
implementasi kegiatan. Termasuk mengindentifikasi permasalahan prosedur baik tatalaksana
kejadian dan aktivitas. Setiap aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi secara
jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi
pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Evaluasi sebagai
prosesmenilai sesuatu berdasarkan standar obyektif yang telah ditetapkan, kemuian diambil
keputusan atas obyek yang dievaluasi (Djaali Mulyono, 2000:45). Tujuan evaluasi proses
seperti yang dikemukakan oleh Worthen dan Sanders dalam Sawitri (2007:24) menguraikan yaitu
: a)Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang baik untuk
dipertahankan; b)Memperoleh informasi mengenai keputusan yang ditetapkan; dan c)Memelihara
catata-cacatan lapangan mengenai hal-hal penting saat implementasi dilaksanakan.

4)Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan “judgment outcomes” dalam


hubungannya dengan konteks, input, dan proses, kemudian diinterpretasikan harga
dan jasa yang diberikan. Evaluasi produk adalah evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian
tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk
perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas evaluasi produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang
telah dicapai. Pengukuran dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan teliti.
Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan sarana
sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan
penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang telah dicapai,
membandingkannya antara kenyataan lapangan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran
secara rasional.

Analisis produk ini diperlukan pembandingan antara tujuan, yang ditetapkan dalam
rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai dapat berupa skor tes,
persentase, data observasi, diagram data, sosiometri dan sebagainya yang dapat ditelusuri
kaitannya dengan tujuan-tujuan yang lebih rinci. Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif
tentang mengapa hasilnya seperti itu. Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian
implementasi pada setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu
rendah, moderat, dan tinggi

C. bagaimana strategi evaluasi good corporate yang accountable, jelaskan minimal satu
alat/metode yang digunakan?

Good Corporate Governance (GCG) adalah salah satu Pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG
berkaitan erat dengan Kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya Maupun
terhadap iklim usaha di suatu negara. Implementasi GCG mendorong terciptanya persaingan yang
sehat dan iklim Usaha yang kondusif. Oleh karena itu, diterapkannya GCG Oleh perusahaan-
perusahaan di Indonesia untuk menunjang Pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang
berkesinambungan. Implementasi GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya Pemerintah
dalam menegakkan good governance pada Umumnya di indonesia. Saat ini Pemerintah sedang
berupaya Untuk menerapkan good governance dalam birokrasinya dalam rangka menciptakan
Pemerintah yang bersih dan berwibawa (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). GCG
memiliki 5 asas yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan
kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan
memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

Prinsip accountability (akuntabilitas) dapat pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.
Dalam struktur organisasi yang ada pada subjek penelitian tidak pernah menyelenggarakan forum
RUPS dan hanya mengadakan tinjauan manajemen. RUPS sebagai merupakan wadah para
pemegang saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam
dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan (KNKG 2006). Selain itu struktur organisasi subjek penelitian masih belum sesuai
dengan UU PT no 40 tahun 2007. Dalam hal akuntabilitas yang menuntut perusahaan harus dapat
mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar, subjek penelitian melakukan
penilaian kinerja dari awal masuk, kemudian job training dan juga penilaian dari pengawas atau
atasan ketika bekerja. Demikian juga dalam penerapan reward and punishment yang dilakukan
untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang mencapai target namun juga memiliki
punishment yang diberikan jika karyawan masih tidak mencapai target setelah diberikan
peringatan, disisi lain Whittaker dalam BPKP (2000) menjelaskan bahwa, pengukuran kinerja
dapat dijadikan alat oleh manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas. Dalam akuntabilitas, subjek penelitian memiliki tim audit internal untuk memelihara
pengendalian internal yang efektif agar dapat mencapai tujuan, yang mana proses audit dilakukan
dengan cara silang departemen dan yang berhak melakukan evaluasi dari hasil audit adalah kepala
departemen yang dikenakan audit. Hal ini didukung Sutedi (2011) yang menjelaskan bahwa, setiap
hal yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka kegiatan perusahaan itu harus dilaporkan atau
harus diketahui oleh stakeholders, itu semua adalah bentuk pertanggungjawaban dari perusahaan
kepada stakeholders. Dalam mengimplementasikan prinsip akuntabilitas, subjek penelitian
memiliki code of conduct yang mengatur semua tata cara atau perilaku perusahaan terhadap
pemangku kepentingannya dan juga mengatur bagaimana perilaku karyawan dalam berinteraksi
dengan sesama karyawan. Code of conduct dalam subjek penelitian selalu disosialisasikan kepada
karyawan. Kode etik dalam suatu perusahaan penting karena pada setiap profesi apapun, kode etik
yang ditetapkan oleh lembaga professional akan menambah nilai bagi profesi tersebut (Sawyer, et
al., 2005). Secara keseluruhan menunjukkan bahwa subjek penelitian telah mengimplementasikan
GCG sesuai prinsip akuntabilitas, hanya subjek penelitian perlu menyesuaikan struktur organisasi
perusahaan sesuai dengan UU PT no 40 tahun 2007 dengan harapan dapat melaksanakan forum
RUPS.

Ada banyak model evaluasi program yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai untuk mengevaluasi program. Model-model tersebut di antaranya :
1.Discrepancy Model (Provus)Evaluasi model kesenjangan (discrepancy model) menurut
Provus (dalam Fernandes, 1984) adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara
baku (standard) yang sudah ditentukan dalam program dengan kinerja (performance)
sesungguhnya dari program tersebut. Baku adalah kriteria yang ditetapkan, sedangkan
kinerja adalah hasil pelaksanaan program. Sedangkan kesenjangan yang dapat dievaluasi dalam
program pendidikan meliputi : 1) Kesenjangan antara rencana dengan pelaksanaan program; 2)
Kesenjangan antara yang diduga atau diramalkan akan diperoleh dengan yang benar-
benar direalisasikan; 3) Kesenjangan antara status kemampuan dengan standar kemampuan
yang ditentukan; 4) Kesenjangan tujuan; 5) Kesenjangan mengenai bagian program yang
dapat diubah; dan 6) Kesenjangan dalam sistem yang tidak konsisten. Oleh karena itu model
evaluasi ini memiliki lima tahap yaitu desain, instalasi, proses, produk dan membandingkan.

2.Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) merupakan model evaluasi di mana
evaluasi dilakukan secara keseluruhan sebagai suatu sistem. Evaluasi model CIPP merupakan
konsep yang ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi
adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki (Stufflebeam, H McKee and B
McKee, 2003:118). Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang. Nana Sudjana
dan Ibrahim (2004:246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna
sebagai berikut :

A.Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi perencanaan program


pembinaan
b.Input : kualitas masukan yang dapat menunjang ketercapaian program pembinaan.
c.Process : pelaksanaan program dan penggunaan fasilitas sesuai dengan apa yang telah
direncanakan
d. Product : hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan program tersebut

3.Responsive Evaluation Model


(Robert Stake’s)Model ini juga menekankan pada pendekatan kualitatif-naturalistik.
Evaluasi tidak diartikan sebagai pengukuran melainkan pemberian makna atau melukiskan
sebuah realitas dari berbagai perspektif orang- orang yang terlibat, berminat dan
berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen
program melalui berbagai sudut pandangan yang berbeda. Sesuai dengan pendekatan yang
digunakan, maka model ini kurang percaya terhadap hal-hal yang bersifat kuantitatif. Instrumen
yang digunakan pada umumnya mengandalkan observasi langsung maupun tak langsung
dengan interpretasi data yang impresionistik. Langkah-langkah kegiatan evaluasi meliputi
observasi, merekam hasil wawancara, mengumpulkan data, mengecek pengetahuan
awal (preliminary understanding) dan mengembangkan desain atau model. Berdasarkan
langkah-langkah ini, evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang yang berkepentingan
pada hasil evaluasi. Hal yang penting dalam model responsif adalah pengumpulan dan sintesis
data. Kelebihan model ini adalah peka terhadap berbagai pandangan dan kemampuannya
mengakomodasi pendapat yang ambigius serta tidak fokus. Sedangkan kekurangannya
antara lain (1) pembuat keputusan sulit menentukan prioritas atau penyederhanaan informasi
(2) tidak mungkin menampung semua sudut pandangan dari berbagai kelompok (3)
membutuhkan waktu dan tenaga. Evaluator harus dapat beradaptasi dengan lingkungan yang
diamatiPenilaian itu dapat berarti bila dapat mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut
pandangan dari semua orang yang terlibat, yang berminat, dan yang berkepentingan dengan
program. Evaluator tak percaya ada satu jawaban untuk suatu evaluasi program yang
dapat ditemukan dengan memakai tes, kuesioner, atau analisis statistik. Setiap orang yang
dipengaruhi oleh program merasakannya secara unik, dan evaluator mencoba menolong
menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan melukiskannya atau menguraikan
kenyataan melalui pandangan orang-orang tersebut. Tujuan evaluator adalah berusaha mengerti
urusan program melalui berbagai sudut pandanganyang berbeda. Sebagaimana dicatat oleh Young
(2006), evaluator dapat menyatakan dengan jelas dalam sebuah organisasi yang ada klien yang
berbeda untuk berbagai layanan yang mereka sediakan. Scheirer (2000) berpendapat bagi
evaluator untuk memainkan peran lebih besar dalam pengukuran kinerja: "Para evaluator
bisa menjadi 'navigator' untuk membantu seseorang mendapatkan informasi lebih untuk ukuran
kinerja mereka" (hal. 147). Evaluasi responsif ditandai ciri-ciri penelitian yang kualitatif,
naturalistik. Evaluator mengandalkan observasi langsung dan tak langsung terhadap kejadian
dan interpretasi data yang impresionistik. Evaluator mencoba responsif terhadap orang-orang
yang berkepentingan pada hasil evaluasi. Evaluator bukan berarti menghindari pengukuran
dan teknik analisis sama sekali tetapi tes tradisional dan instrumen menjadi pertimbangan
kedua. Kelebihannya adalah bahwa ada kepekaan terhadap berbagai titik pandangan, dan
kemampuannya mengakomodasi pendapat. Pendekatan rsponsif dapat beroperasi pada situasi yang
terdapat banyak

4. Formative-Sumatif Evaluation Model


(Michael Scriven’s)Scriven menyebutkan tanggung jawab utama dari para penilai adalah
membuat keputusan. Akan tetapi harus mengikuti peran dari penilaian yang bervariasi.
Scriven mencatat sekarang setidaknya ada 2 peran penting: formatif, untuk membantu dalam
mengembangkan kurikulum, dan sumatif, yakni untuk menilai manfaat dan kurikulum
yang telah mereka kembangkan dan penggunaannya atau penempatannya. Evaluasi formatif
digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki program.
Evaluasi formatif dilaksanakan pada saat implementasi program sedang berjalan. Fokus
evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang dalam
program. Evaluator sering merupakan bagian dari program dan kerja sama dengan orang orang
dalam program. Strategi pengumpulan informasi mungkin juga dipakai tetapi penekanan pada
usaha memberikan informasi yang berguna secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi
formatif memberikan umpan balik secara terus-menerus untuk membantu pengembangan
program, dan memberikan perhatian yang banyak terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar isi
validitas, tingkat penguasaan kosa kata, keterbacaan dan berbagai hal lainnya. Secara
keseluruhan evaluasi formatif adalah evaluasi dari dalam yang menyajikan untuk perbaikan
atau meningkatkan hasil yang dikembangkan. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menilai
manfaat suatu program sehingga dari hasil evaluasi akan dapat ditentukan suatu program
tertentu akan diteruskan atau dihentikan. Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variabel-
variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak pembuat keputusan.
Evaluator luar atau tim review sering dipakai karena evaluator internal dapat mempunyai
kepentingan yang berbeda. Waktu pelaksanaan evaluasi sumatif terletak pada akhir implementasi
program. Strategi pengumpulan informasi akan memaksimalkan validitas eksternal dan internal
yang mungkin dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama. Evaluasi sumatif mengemukakan
atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti apakah produk tersebut lebih efektif dan lebih
kompetitif. Evaluasi sumatif dilakukan untuk menentukan bagaimana akhir dari program
tersebut bermanfaat dan juga keefektifan program tersebut. Purwanto (2009:28) mengemukakan
model evaluasi yang diungkapkan Scriven, bahwa evaluasi formatif adalah evaluasi yang
dilaksanakan pada saat sistem masih dalam pengembangan yang penyempurnaannya terus
dilakukan atas dasar hasil evaluasi. Sedangkan evaluasi sumatif adalah evaluasi yang
dilakukan setelah sistem sudah selesai menempuh pengujian dan penyempurnaan.
5.Measurement Model
(Edward L. Thorndike dan Robert L. Ebel)Model pengukuran (measurement model) banyak
mengemukakan pemikiran- pemikiran dari R Edward L. Thorndike dan Robert L. Ebel.
Sesuai dengan namanya, model ini sangat menitikberatkan pada kegiatan pengukuran.
Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (atribute) tertentu yang dimiliki
oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam bidang
pendidikan, model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual
maupun kelompok dalam hal kemampuan, minat dan sikap. Hasil evaluasi digunakan untuk
keperluan seleksi peserta didik, bimbingan, dan perencanaan pendidikan. Objek evaluasi
dalam model ini adalah tingkah laku peserta didik, mencakup hasil belajar (kognitif),
pembawaan, sikap, minat, bakat, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik. Instrumen
yang digunakan pada umumnya adalah tes tertulis (paper and pencil test) dalam bentuk tes
objektif, yang cenderung dibakukan. Oleh sebab itu, dalam menganalisis soal sangat
memperhatikan difficulty index dan index of discrimination. Model ini menggunakan
pendekatan Penilaian Acuan Norma (norm- referenced assessment).
Tokoh model pengukuran (measurement model) adalah Edward L. Thorndike dan Robert
L. Ebel. Menurut kedua tokoh ini dalam Purwanto (2009) beberapa ciri dari model pengukuran
adalah : a.Mengutamakan pengukuran dalam proses evaluasi. Pengukuran merupakan kegiatan
ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang. B.Evaluasi adalah pengukuran terhadap
berbagai aspek tingkah laku untuk melihat perbedaan individu atau kelompok. Oleh karena
tujuannya adalah untuk mengungkapkan perbedaan, maka sangat diperhatikan tingkat
kesukaran dan daya pembeda masing-masing butir, serta dikembangkan acuan norma
kelompok yang menggambarkan kedudukan seseorang dalam kelompok. C.Ruang lingkup
adalah hasil belajar aspek kognitif. D.Alat evaluasi yang digunakan adalah tes tertulis terutama
bentuk objektif. E.Meniru model evaluasi dalam ilmu alam yang mengutamakan objektivitas.
Oleh karena itu model ini cenderung mengembangkan alat-alat evaluasi yang baku. Pembakuan
dilakukan dengan mencobakan kepada sampel yang cukup besar untuk melihat validitas dan
reliabilitasnya.
6.Goal-Free Evaluation Approach
(Michael Scriven’s)Model evaluasi bebas tujuan maksudnya, bahwa para evaluator atau
penilai mengambil dari berbagai laporan atau catatan pengaruh-pengaruh nyata atau kongkrit
dan pengaruh-pengaruh yang tidak diinginkan dalam program pendidikan dan pelatihan.
Perhatian khusus diberikan secara tepat terhadap usulan tujuan-tujuan dalam evaluasi, tetapi
tidak dalam proses evaluasi atau produk. Keuntungan yang dapat diambil dari evaluasi bebas
tujuan, bahwa dalam evaluasi bebas tujuan para penilai mengetahui antisipasi pengaruh-
pengaruh penting terhadap tujuan dasar dari penilai yang menyimpang.Pada umumnya tujuan
program hanya merupakan formalitas, atau jarang menunjukkan tujuan yang sebenarnya, atau
tujuan menjadi berubah. Lagi pula banyak hasil program penting yang tidak sesuai
dengan tujuan program. Fungsi evaluasi bebas tujuan untuk mengurangi bias dan menambah
objektivitas PemiKiran dalam evaluasi bebas tujuan. Ciri-ciri evaluasi bebas tujuan adalah sebagai
berikut :
a.Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program.
B.Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan menyempitkan fokus
evaluasi.
C.Berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada hasil yang direncanakan.
D.Hubungan antara evaluator dengan manajer atau dengan karyawan proyek sedapat-dapatnya
sangat minimum.
E.Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tak diramalkan.
Evaluasi bebas tujuan mungkin akan lebih baik jika dikawinkan dengan evaluasi yang
berorientasi pada tujuan, karena hal ini akan saling mengisi dan melengkapi. Pertimbangan
utama dalam memilih pendekatan adalah maksud yang sebenarnya pendekatan adalah sama yaitu
strategi yang akan dipakai sebagai kerangka kerja dalam melakukan evaluasi. Kalau kita
memilih satu pendekatan perlu menguasai pendekatan itu dan tidak harus menjadi budak
pendekatan atau model tersebut. Oleh karena itu pilihan yang terbaik adalah yang dinamakan
eclectic (eklektis) memilih model atau pendekatan yang sesuai dengan keadaan dan situasi
program yang akan dievaluasi.

2.
a) The Practice of Performance Management,
Sejarah perkembangan manajemen kinerja seperti diuraikan diatas secara Tidak langsung
menggambarkan proses evolusi praktik, konsep, teori dan Filosofi manajemen kinerja.
Pada awalnya manajemen kinerja hanyalah Sebuah alat bantu manajemen (management
tools) untuk mengendalikan Karyawan. Tujuannya agar perusahaan bisa bekerja secara
efisien dan Karyawan berprilaku dan mampu menghasilkan output seperti yang
Dikehendaki perusahaan. Untuk itu, secara formal karyawan dievaluasi dan Dinilai
kinerjanya. Itulah sebabnya manajemen kinerja pada mulanya identik Dengan evaluasi atau
penilaian kinerja atau biasa disebut sebagai Performance evaluation, performance
assessment atau performance Pada dasarnya perusahaan menyadari bahwa karyawan
merupakan kontributor utama keberhasilan perusahaan. Tanpa karyawan mustahil
perusahaan bisa menghasilkan sesuatu dan mencapai tujuannya. Itulah sebabnya pada
paradigma awal ini obyek yang dievaluasi dan dinilai kinerjanya adalah karyawan. Namun
yang menjadi paradoks adalah karyawan tidak dianggap sebagai asset yang harus
dipelihara, dikembangkan dan dimotivasi melainkan diperlakukan sebagai biaya (cost).
Seperti halnya biaya-biaya lainnya, sudah tentu biaya yang timbul akibat penggunaan
sumber daya manusia harus dikendalikan agar perusahaan bisa bekerja secara efisiensi.
Misalnya, jumlah karyawan harus dibatasi setara dengan kerja mesin; dalam bekerja
karyawan tidak diberi toleransi untuk melakukan kesalahan karena kesalahan identik
dengan pemborosan dan meningkatnya biaya operasional. Untuk memastikan semua itu
bisa berjalan, perusahaan menetapkan standar kinerja beserta alat ukurnya mulai dari
Graphic Rating Scale, Merit Rating, Behaviorally Anchored Rating Scale (BARS),
Management By Objective (MBO) dan sebagainya. Penjelasan diatas secara tidak langsung
menegaskan bahwa manajemen kinerja pada awalnya lebih beriorientasi pengendalian
manajemen yang operasionalisasinya menggunakan sistem pengukuran kinerja. Menurut
Withford & Coetsee (2006) praktik manajemen kinerja seperti ini dibangun berdasarkan
filosofi Weberian yang menganggap perusahaan sebagai organisasi birokrasi. Menurut
filosofi ini keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan manajer
mengendalikan faktor internal perusahaan terutama karyawan untuk menjaga efisiensi
biaya. manajemen kinerja menganggap bahwa karyawan memiliki peran sentral dalam
pencapaian tujuan organisasi baik tujuan financial maupun tujuan lainnya. Namun
demikian, karyawan tidak serta merta diperlakukan sebagai sumberdaya yang kemampuan,
pengetahuan dan pengalamannya dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi. Sebaliknya
karyawan juga diperlakukan sebagai sosok manusia yang memiliki emosi, kepribadian dan
kebutuhan – psikologis dan non-psikologis yang harus difasilitasi dan dipenuhi agar
mereka memiliki komitmen terhadap organisasi. Atau dengan kata lain, agar karyawan
memiliki komitmen terhadap organisasi, organisasi juga harus memiliki komitmen yang
sama terhadap karyawan. Hal ini bisa diartikan pula bahwa keselarasan tujuan, antara
tujuan individu karyawan dan tujuan organisasi, menjadi kunci efektifitas manajemen
kinerja. Dengan demikian organisasi harus membangun strategi yang mampu memenuhi
kepentingan kedua belah pihak jika menginginkan organisasi menghasilkan kinerja yang
tinggi. Secara operasional, maanjemen kinerja bukan hanya menuntut karyawan berkinerja
tinggi tetapi melibatkan pula proses umpan balik, sebut saja melalui komunikasi formal
dan informal; memberi pelatihan dan pengembangan karyawan dan tidak kalah penting
memberikan reward yang sepadan dengan upaya karyawan.
b) The Process of Performance Management,
Proses manajemen kinerja merupakan suatu proses sistematis, yang mencakup
perencanaan kerja, review dan diskusi kinerja. Evaluasi kinerja dan tindakan adaptif atau
korektif untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi gap/kesenjangan kinerja
(Ainsworth, 2002).
1. Menentukan harapan kinerja
2. Mendukung kinerja
3. Meriview dan menilai kinerja
4. Mengelola standar kinerja
Proses Manajemen Kinerja melakukan pedekatan yang bersifat menyeluruh (holistic) untuk
mengelola kinerja yang menjadi kepentingan organisasi, karena manajmen kinerja
bersangkutan dengan masalah pengelolaan semua sumber daya dalam organisasi yang
menjadi masukan, proses pelaksanaan kinerja, hasil kinerja, dan manfaat serta dampak dari
suatu kinerja (Wibowo, 2007). Dengan demikian manajeman kinerja mencakup suatu proses
pelaksanaan kinerja, tentang bagaimana kinerja dijalankan.
Manajeman kinerja merupakan suatu proses yang berkesinambungan, melakukan
pengembangan dan perbaikan secara berkelanjutan atas kinerja, disamping keterkaitannya
dengan penciptaan budaya, dimana terjadi proses pembelajaran dan pengembangan
organisasi/individu. Perencanaan kinerja merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam
Manajemen Kinerja. Dalam tahapan ini tujuan dan target kinerja ditentukan melalui
komunikasi yang efektif antara pimpinan dengan pegawai/karyawan. Dalam perencanaan
kinerja dirancang kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi, dan
untuk melakukan hal tersebut, menurut Wibowo (2007) diperlukan penyediaan sumber
daya yang diperlukan serta waktu untuk melakukannya. Setelah rencana kinerja tersusun
dan disepakati bersama oleh pimpinan dengan pegawai, tahapan berikutnya yang perlu
dilakukan dalam manajeman kinerja adalah review kinerja serta mendiskusikannya.
Review kinerja ini dimaksudkan untuk melihat apakah kinerja yang dilakukan pegawai
telah sesuai dengan tujuan dan target yang telah ditetapkan. Tahapan ini dilakukan dengan
cara pimpinan dan pegawai mendiskusikannya dengan mengacu pada rencana kinerja, dan
bila ditemukan berbagai masalah, maka upaya pemecahannya dilakukan secara bersama.
Sehingga perbaikan yang diperlukan didasarkan pada hasil pem ikiran bersama antara
pimpinan dan pegawai. Review dan diskusi kinerja sangat pent ing dalam rangka
mengidentifikasi hambatan yang dihadapi oleh pegawai dalam mencapai tujuan dan
rencana kinerja, mengidentifikasi bantuan apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
rencana kinerja serta mengkaji apakah tujuan kinerja yang ditetapkan masih relevan atau
perlu dilakukan penyesuaian (Ainsworth, 2002).
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penting lainnya dalam manajemen kinerja. Evaluasi
kinerja dapat dilakukan oleh pegawai itu sendiri (self assessment) maupun oleh pimpinan.
Pimpinan perlu menggali datadan informasi yang akurat berkaitan dengan kinerja pegawai,
dan tahapan review dapat memberi gambaran akan kondisi kinerja pegawai, sehingga dapat
menjadi salah satu sumber informasi bagi penilaian kinerja. Tahapan berikutnya adalah
tindakan koreksi dan penyesuaian. Dalam tahapan ini tindakan untuk memperbaiki kinerja
dengan acuan rencana menjadi hal penting, namun demikian upaya untuk melakukan
penyesuaian juga perlu dilakukan. Dan hal ini akan berkaitan dengan upaya lanjutan dalam
meng embangkan dan meningkatkan kinerja pegawai. Upaya ini perlu dituangkan dalam
suatu rencana pengembangan (development plan) kinerja sesuai dengan hasil evaluasi dan
tuntutan akan peran organisasi yang terus meningkat dalam era perubahan dewasa ini.
Dalam implementasi kinerja, sinkronisasi antara tujuan dan target kinerja individu dan
organisasi menjadi prasyarat penting yang akan menentukan pada efektivitas manajemen
kinerja. Apabila terjadi ketidak-sikronan, antara review dan evaluasi kinerja akan sulit
dilakukan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan, maka upaya perbaikan pengembangan kinerja
pegawai tidak dapat dilakukan, sehingga tujuan dari manajemen kinerja tidak akan
tercapai. Oleh karena itu komunikasi antara pimpinan dan pegawai harus dilakukan secara
berkesinambungan untuk dapat secara dini mendeteksi berbagai kemungkinan hambatan
kinerja individu yang juga akan berdampak pada kinerja organisasi, sehingga tujuan
organisasi tidak dapat dicapai.
c) Purposes of Performance Management,
Manajemen kinerja dalam praktiknya memiliki berbagai Tujuan yang dapat membantu
kefektifan dan keefisienan kerja. Adapun tujuan dari manajemen kinerja tersebut menurut
Noe Dkk (1999) ada tiga tujuan manajemen kinerja, diantaranya:

1. Tujuan Strategik
Manajemen kinerja harus mengaitkan kegiatan pegawai Dengan tujuan orgaisasi.
Pelaksanaan streategi tersebut perlu Mendefenisikan hasil yang akan dicapai, perilaku,
karakteristik Pegawai yang dibutuhkan untuk melaksanakan strategi, Mengembangkan
pengukuran dan sistem umpan balik terhadap Kinerja pegawai.
2. Tujuan Administratif
Kebanyakan organisasi menggunakan informasi manaJemen kinerja khususnya evaluasi
kinerja untuk kepentingan kePutusan administratif, seperti: penggajian, promosi,
pemBerhentian pegawai dan lain-lain.
3. Tujuan Pengembangan
Manajemen kinerja bertujuan mengembangkan kapasitas Pegawai yang berhasil dibidang
kerjanya. (Sofyandi, 2008: 19)Tujuan umum manajemen kinerja adalah menciptakan
Budaya para individu dan kelompok memikul tangggung jawab Bagi usaha peningkatan
proses kerja dan kemampuan yang
Berkesinambungan. (Sofyandi, 2008: 27)
Manajemen kinerja adalah proses untuk mengidentifikasi, mengevaluasi Dan
mengembangkan kinerja karyawan sehingga tujuan dan sasaran Perusahaan dapat diraih
lebih efektif. Manajemen kinerja yang efektif Dirancang untuk meningkatkan kinerja,
mengidentifikasi persyaratan dan Kebutuhan kinerja, dan menyediakan umpan balik yang
relevan dengan Kebutuhan tersebut dan membantu karyawan untuk mengembangkan karir.
Berdasarkan penjelasan ini bisa dikatakan bahwa tujuan utama dari Manajemen Kinerja
adalah:
1. Membantu tercapainya dan peningkatan standar kinerja karyawan dan Atau sekelompok
karyawan tertentu
2. Membantu karyawan dalam mengidentifikasi pengetahuan dan Keterampilan yang
dibutuhkan dalam rangka untuk menjalankan
3. mereka dengan efektif Membantu karyawan untuk bekerja sesuai dengan arah tujuan
yang telah Ditetapkan\organisasi.
4. Membantu karyawan untuk memperoleh umpan balik secara teratur yang Terkait dengan
kinerja karyawan berupa pengetahuan, keterampilan dan Sikap yang relevan sehingga
karyawan dapat mencapai dan Meningkatkan pengembangan diri (personal
development).

d) Performance Measures Criteria,


Indikator-indikator kunci atau sering disebut Key Performance Indicators (KPIs) adalah
indikator paling penting yang dinyatakan secara kuantitatif dan menggambarkan
kemampuan sebuah organisasi untuk bersaing dalam lingkup industri (Vukomanovic et al.
2010). Hal penting lain yang patut dipahami dalam kaitannya dengan KPI adalah (1) KPI
harus memperoleh persetujuan dan kesepakatan semua pihak sebagai key success faktor
perusahaan, dan (2) KPI harus merefleksikan tujuan organisasi jangka panjang. Sebagai
contoh, jika sebuah organisasi ingin menjadi“the most profitable company in industri –
perusahaan paling menguntungkan dalam industri” maka KPInya adalah “Laba Sebelum
Pajak” dan atau “shareholder equity”. Hal ini menunjukkan bahwa setiap organisasi
boleh jadi memiliki KPI berbeda, tergantung pada tujuannya, meski katakanlah organisasi
tersebut bergerak pada industri yang sama. KPI juga menggambarkan apa yang paling
penting yang harus diketahui dan dikerjakan semua karyawan, tim, unit kerja dan
departemen. Semuanya harus focus dan mengarah tercapainya atau bahkan melebihi yang
disyaratkan KPI. Pedoman yang biasa digunakan untuk menyusun KPI seharusnya
memenuhi kriteria SMART.(. Specific . Measurable Achievable Relevant Timely )
Contoh skema penilaian
Dari jumlah penilaian Tersebut akan Diketahui bahwa
Seorang karyawan Tingkat prestasinya
sangat baik normal, kurang memuaskan, tidak memuaskan
Atau Dengan ungkapan Lain tingkat Prestasinya
amat baik, 5 baik, 4 cukup,3 sedang,2 Kurang 1
e) Approaches to Measuring Performance,
The Comparative Approach forced distribution, Ranking The Attribute Approach rating
The Result Approach MBO Behavioral Approach Critical Incident Method, Field Review
Method, Performance Test And Observations, Group Evaluation Method, Organizational
Behavioral Approach
Menurut Mahsun (2009) terdapat empat pendekatan pengukuran kinerja yang dapat
diaplikasikan pada organisasi sektor publik, yaitu: (1) Analisis anggaran; (2) Analisis rasio
laporan keuangan; (3) Balanced scorecard; (4) Audit kinerja (value for money). Balanced
Scorecard merupakan metode untuk menterjemahkan visi dan strategi ke dalam berbagai
tujuan dan ukuran dalam perangkat perspektif yang seimbang. Scorecard terdiri dari
berbagai ukuran hasil yang diinginkan perusahaan dan juga berbagai proses yang akan
mendorong tercapainya hasil masa depan yang diinginkan (Kaplan dan Norton, 1996).
Keseimbangan Balanced Scorecard menurut Mulyadi (2009) ter diri dari keseimbangan
antara pemusatan ke dalam (internal focus) dan pemusatan ke luar (exsternal focus).
Sasaran strategik yang termasuk dalam pemusatan ke dalam adalah perspektif proses bisnis
internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Sasaran strategic yang termasuk
dalam pemusatan ke luar adalah perspektif keuangan dan perspektif pelanggan.
Keseimbangan antara pemusatan ke proses (process centric) dan pemusatan ke orang
(people centric). Sasaran strategic yang berpusat pada proses adalah perspektif Keuangan
dan Proses bisnis internal sedangkan, sasaran yang berfokus pada orang adalah perspektif
pelanggan dan pertumbunan dan pembelajaran. Keseimbangan yang lain menurut Kaplan
dan Norton (1996) yakni: (1) Ada kese pangan antara lag indicator dan lead indicator; (2)
Ada keseimbangan antara financial (keuangan) dengan non Financial (non Keuangan).
f) Choosing a Source for Performance Information,
Robbin ( 1996 ) Salah satu tugas penting dalam merancang sistem penilaian kinerja adalah
memilih siapa yang akan menilai. Untuk dapat melakukan penilaian dengan akurat dan
obyektif sesuai dengan tujuan, perlu ada informasi, sekaligus menjawab siapa saja yang
dapat melakukan penilaian kinerja. Ada beberapa manfaat alternatif sumber informasi
penilaian kinerja, yaitu:

1. Penilaian Manajer atau Supervisor


Penilaian kinerja dilakukan oleh manajer dari karyawan dan sering ditinjau ulang oleh
manajer yang lebih atas. Secara tradisional metode ini dapat dilaksanakan dengan baik oleh
manajer/supervisor. Manajer sering mengeluh tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
mengobservasi bawahannya. Hasilnya adalah penilaian yang kurang lebih obyektif.
Manajer harus melihat kembali catatan kinerja atau observasi lain yang melengkapi
penilaian. Sekitar 95°% dari semua penilaian kinerja pada tingkat bawah dan menengah
dan organisasi dijalankan oleh atasan langsung.
2. Penilaian Diri
Penilaian kinerja dilakukan oleh karyawan yang dievaluasi umumnya suatu bentuk
penilaian yang dilengkapi oleh karyawan yang lebih tinggi dengan melakukan wawancara
kinerja. Paling tidak, metode ini untuk: mendapatkan pemikiran karyawan tentang
kekuatan dan kelemahan mereka melalui diskusi tentang hambatan kea rah efektivitas
kinerja. Selama wawancara kinerja, manajer dan karyawan membahas kinerja pekerjaan
dan menyetujui penilaian akhir. Pendekatan ini juga berjalan dengan baik’ bila manajer
dan karyawan bersama-sama menetapkan tujuan kinerja dimasa yang akan datang atau
karyawan merencanakan pengembangan. (Sherman et a1,1996).
3. Penilaian Rekan Kerja
Penilaian kinerja dilakukan oleh rekan kerja dan karyawan, umumnya dilengkapi oleh
suatu profil tunggal untuk dignmakan dalam wawancara kinerja yang dipimpin oleh
manajer karyawan. Karyawan dengan ranking sama yang bekerja bersama sering diminta
mengevaluasi satu sama lain. Rekan kerja dapat lebih siap mengidentifikasi kepemimpinan
dan keterampilan interpersonal serta kekuatan dan kelemahan rekan kerja mereka (Shennan
el a/, 1996).
4. Penilaian Tim
Penilaian kinerja berdasarkan konsep TQM (Total Quality Management) yang mengakui
kinerja tim daripada kinerja individual. Metode ini merupakan perluasan dari penilaian
rekan kerja.
5. Penilaian Pelanggan
Penilaian pelanggan berdasarkan konsep TQM dengan mencari evaluasi dari pelanggan
eksternal maupun internal. Evaluasi dari pelanggan eksternal telah beberapa lama
digunakan untuk menilai karyawan. Penilaian pelanggan digunakan dengan asumsi bahwa
kualitas kinerja sebenarnya berada ditangan dan ditentukan oleh pelanggan.
6. Penilaian 360 derajat
Metode ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkaran penuh kontrak sehari-hari yang
mungkin dimiliki seseorang karyawan. Berkisar dari karyawan surat-menyurat sampai ke
pelanggan atasan, rekan kerja. Penilaian ini sangat cocok dalam organisasi yang
memperkenalkan tim, pelibatan karyawan dan program TQM. Dengan mengandalkan
umpan balik dari rekan kerja, pelanggan dan bawahan, organisasi ini berharap dapat
memberikan kepada semua orang lebih banyak rasa berperan serta dalam proses tinjauan
dan dengan demikian kinerja karyawan dapat dibaca dengan tepat.
g) Useof Technology in Performance Management,
Pertumbuhan teknologi yang pesat telah memudahkan orang-orang untuk saling terhubung.
Kemampuan anggota perusahaan untuk saling terhubung dengan cepat melalui teknologi
akan membantu perusahaan untuk berkinerja lebih baik dibandingkan pesaing mereka.
Informasi dan analisis yang diterima bisa diproses dengan lebih cepat serta tindakan yang
telah direncanakan dapat diimplementasikan secara efisien. Teknologi dapat mendorong
perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya dengan lebih efisien dan efektif. Terdapat
alat seperti teknologi virtual, jejaring sosial, dan portal online yang telah membuat
keterlibatan karyawan menjadi tidak terbatas. Selain itu, teknologi dapat membuat
pekerjaan karyawan menjadi lebih fleksibel. Forrester Research melaporkan pada 2016
bahwa lebih dari 63 juta orang Amerika bekerja secara virtual. Apa keuntungan bekerja
secara virtual? Menurut survei PGi Telework Week, 82% pekerja yang ‘telecommute‘
mengalami lebih sedikit stres, 80% pekerja memiliki semangat kerja yang lebih tinggi, dan
69% pekerja jarang ijin tidak masuk kerja.Berikut merupakan upaya pengintegrasian
teknologi ke dalam perusahaan untuk meningkatkan employee engagement:
a.Penggunaan Alat Manajemen Kinerja
Menyediakan perangkat sehingga karyawan dapat mengakses dan mengelola data
perusahaan, melakukan berbagai tugas, memperbarui, melamar pekerjaan di berbagai
departemen serta meninjau dan menanggapi evaluasi pekerjaan. Manajer dapat
memanfaatkan teknologi untuk meninjau kinerja karyawan dan menyiapkan alat
manajemen tujuan sehingga karyawan dapat bekerja lebih efisien dan efektif.
b. Kemampuan Berkolaborasi Antar Departemen
Penggunaan layanan jaringan intranet dan in-house memungkinkan karyawan yang berada
di berbagai wilayah untuk tetap terhubung. Ini memungkinkan karyawan untuk tetap
terlibat dan bekerja antar departemen melalui komputer. Layanan intranet juga
memfasilitasi berbagai cara berbeda untuk berbagi file dan berkolaborasi secara
bersamaan.
c. Penggunaan Workgroup Berbasis Teknologi
Workgroup karyawan dapat membantu karyawan menjadi lebih terlibat, mensinkronkan,
dan berbagi informasi sepanjang siklus proyek. Workgroup memungkinkan manajer untuk
mendiversifikasi tujuan bisnis antar karyawan dan berbagi berbagai sudut pandang
mengenai proyek-proyek tertentu. Penyediaan perangkat lunak seperti cloud
memungkinkan karyawan untuk membuat workgroup yang dapat menyimpan dan berbagi
informasi melalui internet.
d. Pelatihan dan Pendidikan Karyawan
Alat bantu pembelajaran yang menggunakan teknologi memungkinkan karyawan untuk
memiliki jadwal yang lebih fleksibel. Biasanya, blended learning terdiri dari penggunaan
alat e-learning atau ruang kelas virtual di samping sesi secara langsung.
e.Keterlibatan Sosial dalam Tempat Kerja
Interaksi sosial menggunakan teknologi dapat membantu memperkuat hubungan antara
manajer dan karyawan. Ketersediaan platform yang memadai dapat mendorong karyawan
untuk mempromosikan bisnis perusahaan secara aktif dengan memposting pemikiran dan
ide tentang perusahaan serta proyek atau promosi yang akan datang.
f. Teknologi dan lingkungan tenaga kerja akan terus berkembang sepanjang masa.
Kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber ini akan terus membantu perusahaan
meningkatkan interaksi karyawan di dalam perusahaan sehingga dapat meningkatkan
employee engagement di perusahaan. Mengizinkan karyawan mengakses teknologi akan
mendorong gagasan, meningkatkan inovasi, dan memperkuat kinerja perusahaan.
Menggunakan Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Kinerja Sebuah proses
yang didukung TI melakukan ini dengan cara sebagai berikut.
1. Menetapkan Sasaran Financial dan Non-financialpada setiap aktivitas
timdisepanjang rantai aktivitas peta startegi yang ditarik dari aktivitas tim hingga
sasaran strategis perusahaan secara keseluruhan
2. Menetapkanasikan Kepada Seluruh Karyawan mengenai sasaran mereka.
3. Menggunakan Alat yang Didukung Tiseperti peranti lunak score card dan
papaninstrumen digital untuk secara terus-menerus menampilkan, memantau, dan
menilaikinerja setiap tim dan karyawan•Mengambil Tindakan Korektif secara
berkelanjutandengan

h) Performance Feedback
Harus didasarkan pada hasil analisis jabatan
Harus standar dan formal
Standar harus dikomunikasikan kepada karyawan sebelum periode Penilaian
Data yang digunakan harus obyektif dan tidak terkontaminasi
Pengukuran harus pada dimensi kerja yang spesifik
Jika yang dinilai adalah perilaku, maka penilai harus punya cukup
Waktu untuk melakukan observasi Untuk meningkatkan reliabilitas, perlu ada lebih dari
satu penilai
Penilaian yang ekstrem perlu dilengkapi dokumentasi keperilakuan
Para karyawan harus diberi kesempatan meninjau hasil penilaian Terhadap mereka
Para penilai (raters) harus dilatih untuk mencegah diskriminasi dan Agar mampu menilai
secara konsisten
Penilaian harus sering dilakukan, paling tidak setahun sekali
i) What Managers Can Do to Diagnose Performance Problems & Manage Employees
Performance?
Tantangan yang dihadapi majemen kinerja adalah kecenderungan dihindari baik oleh
manajer maupun pekerja. Dan mereka memiliki alasan masing-masing. Dimata manajer,
manajemen kinerja merupakan tambahan beban kerja, disamping menjalankan tugas yang
selama ini sudah dikerjakan. Sementara itu, dipihak pekerja, masih banyak keraguan
karena belum memahami sepenuhnya akan manfaat manajemen kinerja bagi dirinya
sendiri. (Wibisono, 2011: 32) Adapun solusi terhadap permasalahan mengenai tantangan
pelaksanaan manajemen kinerja menurut pemakalah adalah:
1. Menanamkan dalam diri manajer maupun karyawan bahwa manajemen kinerja sangat
urgen atau penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja baik manajer maupun
kayawan, sehingga akan mampu meningkatkan produktiftas dan mencapai tujuan
perusahaan sesuai target dan perencanaan perusahaan.
2. Mengetahui dan Memahami manfaat manajemen kinerja, yaitu meningkatkan disiplin
kerja baik manajer maupun karyawan.
3. Tidak menganggap manajemen kinerja sebagai beban, namun sebaliknya menganggap
manajemen kinerja sebagai kebutuhan bagi sebuah perusahaan.

3. (a) Jelaskan prinsip SMART dalam assesment,


Metode SMART goals terdiri dari lima akronim yang merupakan tahapan untuk membantu
kamu untuk fokus dan membuka peluang mencapai target. Kelima tahapan dalam metode
SMART adalah:
1. Specific (Spesifik)
Untuk memperlebar peluang tercapainya tujuan atau target, buatlah tujuan yang spesifik dan
jelas. Dengan begitu kamu bisa lebih fokus dan merasa termotivasi untuk mencapainya.
Rancang tujuan secara jelas dengan mempertimbangkan unsur 5 W, misalnya
What: Apa yang ingin kamu capai?
Why: Kenapa tujuan itu penting untuk kamu capai?
Who: Siapa saja yang akan terlibat dalam mencapai tujuan ini?
Where: Di mana tempat kamu mencapainya?
When: Kapan kamu ingin tujuan itu tercapai
Teknologi adalah bidang yang luas. Kamu harus mencari tahu apa yang benar-benar ingin
kamu pelajari dan definisikan dengan jelas. Hubungkan keterampilan, posisi, atau prestasi
yang memberi kamu gambaran akan target yang jelas dan spesifik. Misalnya:
Kamu ingin belajar mengembangkan situs wordpress sehingga dapat memperluas basis klien
dengan menawarkan layanan pembuatan situs yang lebih personal.
2. Measurable (Terukur)
Milikilah tujuan yang terukur di mana kamu dapat memantau dan melajak setiap kemajuan
yang ada. Dengan melakukan hal ini kamu dapat tetap fokus dalam memenuhi setiap tenggat
waktu dan lebih antusias ketika semakin dekat dengan tujuan yang ingin kamu capai.
Untuk menentukan tujuan yang terukur tanyakanlah pada diri kamu sendiri tentang bagaimana
kamu tahu target telah tercapai, dan apa indikator yang bisa menunjukan perkembangan kamu
dalam mencapai tujuan. Tetapkan sasaran yang terukur agar kamu tidak merasa ambigu untuk
mencapainya.Misalnya dengan target yang spesifik tadi, kamu tahu bahwa tujuan tersebut bisa
dikatakan tercapai bila kamu berhasil menyelesaikan kursus wordpress di situs tertentu dan
telah membangun setidaknya dua halaman wordpress khusus untuk klien atau contoh
portofolio.
3. Achievable (Dapat dicapai)
Meskipun kamu bisa memasang target yang tinggi, tapi ingatlah bahwa untuk dapat
mencapainya tujuan kamu harus tetap realistis.
Tujuan atau target yang realistis adalah ketika kamu tahu bagaimana cara tujuan atau target
tersebut dapat diwujudkan dengan kemampuan, sumber daya dan peluang yang kamu miliki.
Itu sebabnya saat menentukan tujuan atau target, tanyakan pada dirimu bagaimana cara kamu
mencapai tujuan dan seberapa realistis tujuan itu bisa dicapai dengan kondisi kamu saat ini.
Agar tahu apakah tujuan itu bisa dicapai atau tidak gunakan kriteria tertentu misalnya.
Misalnya untuk bisa mencapai tujuan tadi, kamu dapat mengikuti kursus blueprint wordpress
selama enam bulan dan menjadwalkan empat jam dalam seminggu untuk mempraktikkan
keterampilan tersebut. Kamu juga perlu menawarkan diri untuk membangun situs wordpress
misalnya bagi badan amal lokal secara sukarela sebagai bagian dari mengembangkan
keterampilan tersebut secara profesonal.
4. Relevant (Relevan)
Pastikan bahwa tujuan yang ingin kamu capai adalah penting dan selaras dengan tujuan lain
yang relevan seperti dengan nilai diri dan rencana jangka panjangmu. Dengan begitu kamu
bisa tetap memegang kendali atas itu semua. Untuk memastikan goal atau tujuan yang kamu
ingin capai relevan, lihatlah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini:
Apakah tujuan tersebut bermanfaat?
Apakah ini adalah waktu yang tepat?
Apakah goal itu sesuai dengan kebutuhan yang lain?
Apakah ini sesuai dengan keadaan lingkungan saat ini?
Pikirkan jalur karier yang kamu miliki dan apa yang kamu inginkan lalu pastikan goal kamu
selaras.
Misalnya dalam kaitan dengan contoh belajar mengembangkan situs wordpress di atas, kamu
ingin mempelajarinya karena kamu ingin memulai karier sebagai pekerja lepas.Dengan
mempelajari keterampilan tersebut kamu dapat menjadi freelancer yang kompetitif. Target ini
pun menjadi lebih relevan untuk kamu capai.
5. Time-bound / Timely (Tepat waktu)
Agar fokus untuk mencapai goal kamu perlu menentukan tanggal yang menjadi target atau
tenggat waktu. Jika tidak dibatasi waktu, tidak akan ada rasa urgensi dan motivasi untuk
mencapai tujuan. Karena itu tentukan kapan kamu ingin tujuan itu bisa tercapai. Penting untuk
menjaga agar target ini dibuat dengan realistis sesuai dengan kemampuanmu masing-masing.
Dari contoh di atas misalnya kamu menetapkan waktu enam bulan untuk menyelesaikan kursus
dan mendapatkan klien untuk mengembangkan situs wordpress mereka dalam proyek pekerja
lepasmu.

b)Tantangan dan kendala assesment,


Dalam merancang sebuah sistem penilaian kinerja yang efektif, kita perlu mempertimbangkan
berbagai tantangan berikut ini:
- Kendala Hukum
- Bias Penilai
- Masalah Lintas Budaya Kekurangan standard
-Standard yang tidak relevan atau subjektif
-Standard yang tidak realistis
-Ukuran yang jelek atas kinerja
-Kesalahan penilai
-Umpan balik yang jelek terhadap karyawan
-Komunikasi yang negatif
-Kegagalan untuk menerapkan data evaluasi

c) Jelaskan sembilan metode pendekatan assesment,


Worthen & Sanders mengelompokan pendekatan evaluasi
menjadi 6 kategori:
1.Pendekatan berorientasi tujuan (objectives - oriented approach)
2.Pendekatan berorientasi manajemen (management - oriented approach)
3.Pendekatan berorientasi pemakai (customer - oriented approach)
4.Pendekatan berorientasi kepakaran (expertice - oriented approach)
5.Pendekatan berorientasi ketidaksamaan (adversary - oriented approach)
6.Pendekatan berorientasi naturalistik – partisipan (naturalistic and partisipant – oriented
approach)

Brinkerhoff, et.al., (1983: 37) mengemukakan tiga pendekatan Evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang Sama, yaitu:
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design.
Desain evaluasi yang baik ditentukan dan direncanakan secara Sistematik sebelum
implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan Berdasarkan tujuan program disertai
seperangkat pertanyaan yang Akan dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari
Sumber-sumber tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya yang Pemakainya akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan Dalam tujuan. Desain ini dapat
disesuaikan dengan kebutuhan yang Mungkin berubah.
(2) Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang Dapat membantu
memperbaiki program, dilaksanakan pada saat Implementasi program sedang berjalan. Fokus
evaluasi berkisar Pada kebutuhan yang telah dirumuskan oleh evaluator. Evaluasi Sumatif
dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program, dari Hasil evaluasi ini dapat ditentukan
apakah suatu program tertentu Akan diteruskan atau dihentikan. Pada evaluasi sumatif
difokuskan Pada variabel yang dianggap penting bagi pembuat keputusan. Waktu pelaksanaan
evaluasi sumatif pada akhir pelaksanaan Program.
(3) Experimental & Quasi-Experimental Designs vs. Unobtrusive Inquiry.
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal seperti ini subjek
penelitian diacak, perlakuan diberikan Dan pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari
penelitian untuk Menilai manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau Program
dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi Yang agak lebih luas. Dalam
beberapa hal intervensi tidak mungkin atau tidak dikehendaki.
Evaluasi mempengaruhi evaluasi suatu program atau kegiatan. Mengenal pandangan-
pandangan yang beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada
pendekatan tersebut dalam melakukan evaluasi suatu programkegiatan adalah penting. Ada
beberapa pendekatan umum dalam melakukan evaluasi yaitu:
1. Pendekatan pertama adalah objective-oriented approach Fokus pada pendekatan ini hanya
tertuju kepada tujuan programproyek dan seberapa jauh tujuan itu tercapai. Pendekatan ini
membutuhkan kontak intensif dengan pelaksana programproyek yang bersangkutan.
2. Pendekatan kedua adalah pendekatan three-dimensional cube atau Hammond’s evaluation
approach Pendekatan Hammond melihat dari tiga dimensi yaitu instruction
karateristikpelaksanaan, isi, topik, metode, fasilitas, dan organisasi programproyek, institution
sekolahkampusorganisasi, dan behavioral objective tujuan program itu sendiri,sesuai dengan
taksonomi Bloom, meliputi tujuan kognitif, afektif dan psikomotor
3. Pendekatan ketiga adalah management-oriented approach Fokus dari pendekatan ini adalah
sistem dengan model CIPP: context-input- proses-product. Karena pendekatan ini melihat
programproyek sebagai suatu sistem sehingga jika tujuan program tidak tercapai, bisa dilihat
di proses bagian mana yang perlu ditingkatkan.
4. Pendekatan keempat adalah goal-free evaluation Berbeda dengan tiga pendekatan di atas,
pendekatan ini tidak berfokus kepada tujuan atau pelaksanaan programproyek, melainkan
berfokus pada efek sampingnya, bukan kepada apakah tujuan yang diinginkan dari pelaksana
programproyek terlaksana atau tidak. Evaluasi ini biasanya dilaksanakan oleh evaluator
eksternal.
5. Pendekatan kelima adalah consumer-oriented approach Dalam pendekatan ini yang dinilai
adalah kegunaan materi seperti software, buku, silabus. Mirip dengan pendekatan kepuasan
konsumen di ilmu Pemasaran,pendekatan ini menilai apakah materi yang digunakan sesuai
dengan penggunanya, atau apakah diperlukan dan penting untuk programproyek yang dituju.
Selain itu, juga dievaluasi apakah materi yang dievaluasi di-follow-up dan cost effective.
6. Pendekatan keenam adalah expertise-oriented approach Dalam pendekatan ini, evaluasi
dilaksanakan secara formal atau informal, dalam artian jadwal dispesifikasikan atau tidak
dispesifikasikan, standar penilaian dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Proses evaluasi
bisa dilakukan oleh individu atau kelompok. Pendekatan ini merupakan pendekatan tertua di
mana evaluator secara subyektif menilai kegunaan suatu programproyek, karena itu disebut
subjective professional judgement.
7. Pendekatan ketujuh adalah adversary-oriented approach. Dalam pendekatan ini, ada dua
pihak evaluator yang masing-masing menunjukkan sisi baik dan buruk, disamping ada juri
yang menentukan argumen evaluator mana yang diterima. Untuk melakukan pendekatan ini
evaluator harus tidak memihak, meminimalkan bias individu dan mempertahankan pandangan
yang seimbang.
8. Pendekatan terakhir adalah naturalistic participatory approach. Pelaksana evaluasi dengan
pendekatan ini bisa para stakeholder. Hasil dari evaluasi ini beragam, sangat deskriptif dan
induktif. Evaluasi ini menggunakan data beragam dari berbagai sumber dan tidak ada standar
rencana evaluasi.Kekurangan dari pendekatan evaluasi ini adalah hasilnya tergantung siapa
yang menilai Salehudin, 2009. Berbagai pendekatan untuk mengevaluasi suatu program atau
proyek diterapkanuntuk mendapatkan keefektifan dan keefisienan program atau proyek
tersebut baik secarainternal yaitu pihak pengembang atau pengelola, maupun secara eksternal
yaitu pengguna. Bentuk-bentuk pendekatan evaluasi yang telah ada harus terus dikembangkan
untuk meningkatkan kepuasan pengguna sebagai tujuan utama suatu program dijalankan
4. (a) Jelaskan Metode Analitik, Metode Review, Metode Model Dasar, Metode
Experimental, Metode Observasi, Metode Query;
1. Cognitive Walkthrough merupakan metode analitik yang dapat digunakan untuk fase
Perancangan awal maupun untuk mengevaluasi system yang ada, berisi informasi Yang
berhubungan dengan kemampuan belajar (learnability) dari interface. Jika Digunakan di awal
perancangan, dapat mengidentifikasi masalah perancangan Sebelum tahap prototype dan langsung
difokuskan pada evaluasi selanjutnya. Meskipun dirancang untuk digunakan perancang sendiri,
tetapi perlu juga Pengetahuan teori psikologi dan terminologinya agar efektif.
Contoh : Memprogram Video Dengan Remote Control. Misalkan akan memprogram
Video ke waktu dimulai dari jam 18.00 dan berakhir pada jam 19.15 pada channel 4
Pada tanggal 4. Maka tugas tersebut adalah :
O Set waktu awal
O Set waktu akhir
O Set channel
O Set tanggal
Ini adalah tujuan dari user, memasukkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Ekspresi di
atas adalah pada tingkat tinggi, tidak diberikan detail pada level interface. Dengan melihat tujuan
user yang diidentifikasi, setiap aksi digambarkan dengan tugas Yang lengkap dan menentukan
apakah interface mendukung pembangkitan struktur Tujuan yang dibutuhkan untuk aksi yang
lengkap. Setiap aksi dianalisa pada formulir Walkthrough. Formulir menampilkan sejumlah
pertanyaan bagi evaluator sebagai pertimbangan. Contoh di atas adalah pertama yang dilakukan
adalah melakukan penekanan tombol “timed recording”.
2. Metode Riview
Review Based Evaluation Evaluasi antara psikologi eksperimen dengan interaksi manusia dan
komputer menghasilkan hasil-hasil eksperimen yang baik dan pengalaman yang nyata.Beberapa
diantaranya dari domain khusus ke umum, tetapi kebanyakan berhubungan dengan isu generic dan
teraplikasi pada berbagai situasi. Misalnya pada usability dari tipe menu yang berbeda,
pemanggilan nama perintah dan pemilihan icon. Dalam kenyataannya hasil eksperimen ini tidak
dapat dipastikan mempertahankan keadaan yang tetap. Evaluator harus memilih data secara hati-
hati, menunjuk rancangan ekperimen yang dipilih, subyek masyarakat yang digunakan, analisa
pelaksanaan dan asumsi yang dibuat. Misalnya pengujian eksperimen, usability dari jenis system
‘bantu’ umum yang menggunakan subyek baru tidak menyediakan evaluasi yang tepat dari system
‘bantu’ yang dirancang bagi user ahli.
3. Metode model dasar
Pendekatan terakhir untuk mengevaluasi perancangan dengan mengkombinasi spesifikasi
perancangan dan evaluasi ke dalam kerangka kerja yang sama.
Contoh GOMS model, keystroke level model dan design rationale. Mengevaluasi Implementasi
Perbedaan yang besar dengan evaluasi perancangan adalah keberadaan implementasi system yang
ada dalam berbagai bentuk. Hal ini dapat dimulai dari simulasi kemampuan interaktif system,
sebagai contoh Wizard of Oz, melalui fungsi prototype dasar sampai dengan system yang telah
diimplementasi secara keseluruhan.
4. Metode experimental
Masing-masing subyek diberikan kondisi yang berbeda yakni kondisi eksperimen dan control.
• Keuntungan perancangan ini adalah setiap user menghasilkan satu kondisi
• Kerugiannya adalah dengan semakin banyak jumlah subyek yang tersedia akan menyebabkan
hasilnya akan berkurang dan perbedaan antar setiap individu akan membuat bias hasil. Hal ini
dapat diatasi dengan memilih dengan hati-hati subyek yang dipilih dan menjamin setiap kelompok
di masyarakat terwakili.
Within-Groups • Setiap user akan menampilkan kondisi yang berbeda
• Jumlah user yang tersedia lebih sedikit
• Pengaruh dari subyek lebih sedikit
5. Metode Query
• Interview Menginterview user tentang pengalaman mereka dengan system interaktif yang
menyediakan informasi secara langsung dan terstruktur. Keuntungannya bahwa tingkat
pertanyaan dapat disesuaikan dengan konteks dan evaluator dapat lebih mendalami pertanyaan
(sering pertanyaan “mengapa …? atau “bagaimana jika…?” untuk mengelaborasi aspek dari
respon userInterview efektif pada evaluasi tingkat tinggi, khususnya dalam memperoleh informasi
tentang preferensi user, impresi dan perilaku. Jika digunakan bersama dengan observasi, berarti
mencari klarifikasi sebuah kejadian. Agar efektif, interview perlu direncanakan, dan dibuat
pertanyaan2nya.

(b) Jelaskan bagaimana evaluasi dan pengukuran dapat dilakukan;


Pengukuran
Esensi dari pengukuran adalah kuantifikasi / penetapan angka tentang karakteristik atau keadaan
individu menurut aturan-aturan tertentu. Keadaan individu ini bisa berupa kemampuan afektif dan
psikomotorik, pengukuran ini dapat dilakukan dengan tes maupaun non tes.
Dalam proses pembelajaran guru juga melakukan pengukuran terhadap proses dan hasil belajar
yang berupa angka-angka yang mencerminkan capaian, proses dan hasil belajar.
Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation yang artinya penilaian atau
penaksiran (john M. Echois dan Hasan Shadily). Sedangkan menurut istilah evaluasi merupakan
kegiatan yang terencana untuk mengetahui kedaan suatu objek dengan menggunakan instrumen
dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan.

Evaluasi juga diartikan sebagai suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan (mehrens dan
lehman).
Dari tiga pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa antara ketiganya saling berhubungan dimana
ketika dilakukan pengukuran maka akan ditemukan penilaian dan dari penilaian itu maka akan
terbentuklah sebuah evaluas.
Jadi untuk melakukan evaluasi dalam suatu pembelajaran tim evaluator terlebih dahulu melakukan
Pengukuran dan penilaian terhadap peserta didik baik dengan instrumen tes maupun non tes lalu
di analisa maka akan bisa disimpulkan hal-hal apa saja yang perlu di evalusi.

(c) Apa bedanya Cognitive Walkthrough dan Heuristic Evaluation?


- Heuristic Evaluation
Diusulkan oleh Nielsen dan Molich, hampir sama dengan Cognitive Walkthrough tetapi
sedikit terstruktur dan sedikit terarah. Pada pendekatan ini, sekumpulan criteria
usability atau heuristic diidentifikasi dan perancangan dilaksanakan misalnya dimana
criteria dilanggar. Dalam system ini terdapat beberapa criteria :
o Perilaku Sistem dapat dipastikan.
o Perilaku Sistem konsisten.
o Feedback tersedia.
o Kemampuan memori user tidak melebihi batas.
o Dialog merupakan orientasi tugas.
Tujuan dari Heuristic Evaluation adalah untuk memperbaiki perancangan secara
efektif. Evaluator melakukan evaluasi melalui kinerja dari serangkaian tugas dengan
perancangan dan dilihat kesesuaiannya dengan kriteria setiap tingkatan. Jika ada
kesalahan terdeteksi maka perancangan dapat ditinjau ulang untuk memperbaiki
masalah ini sebelum tingkat implementasi.
Pendekatan ini mudah dan relative cepat. Tidak seluruhnya subyektif, dimana criteria
khusus digunakan untuk merujuk evaluasi. Selain itu juga membutuhkan level tertentu
dari pengetahuan untuk mengaplikasikan heuristic. Misalnya untuk menentukan jika
suatu perancangan melebihi memori user, perancang perlu mengetahui kemampuan
memori manusia. Evaluasi heuristic tidak mudah dan seorang evaluator kemungkinan
terlewatkan pada masalah perancangan, meskipun menggunakan criteria. Karena itu
adalah latihan yang berguna untuk melaksanakan khususnya dalam kelompok
evaluator kecil supaya melihat perancangan secara bebas dan menyusun hasilnya.

Cognitive Walkthrough
Suatu usaha yang dilakukan untuk mengenalkan teori psikologi ke dalam bentuk
informal dan subyektif atau dengan kata lain mempunyai tujuan untuk mengevaluasi
perancangan dengan melihat seberapa besar dukungan yang diberikan ke pengguna
untuk mempelajari beberapa tugas yang diberikan. Pendekatan ini dikemukakan oleh
Polson, dkk. Walkthrough dilaksanakan oleh perancang atau seorang ahli dalam
psikologi kognitif. Ahli bekerja melalui perancangan tugas tertentu, tahap demi tahap,
mengidentifikasi masalah yang berpotensi terhadap criteria psikologi. Kemudian
dibandingkan ke proses dimana perancang software akan bekerja dengan koding
pada kondisi yang berbeda (menggunakan set data yang berbeda atau kondisi yang

salah, misalnya) untuk mengevaluasi unjuk kerja setiap software. Dalam pendekatan
ini terdapat beberapa issue yang timbul seperti :
o Pengaruh apa yang timbul setelah tugas ini diberikan ke pengguna?
o Proses cognitive apa yang tersedia?
o Masalah pembelajaran apa yang seharusnya timbul?
Analisis difokuskan pada tujuan user dan pengetahuan. Cognitive walkthrough harus
menunjukkan jika dan bagaimana interface merujuk user untuk membangkitkan tujuan
yang benar dari pelaksanaan tugas yang diinginkan, dan memilih aksi yang diperlukan
untuk memenuhi setiap tujuan. Untuk melakukan Cognitive Walkthrough harus
mempunyai informasi yang dibutuhkan :
o Deskripsi dari suatu interface yang dibutuhkan itu sendiri
o Deskripsi dari tugas termasuk usaha yang benar untuk melakukannya dan
struktur tujuan untuk mendukungnya
Dengan Informasi ini maka Evaluator dapat Melakukan langkah dari walkthrough :
o Pilih Tugas
o Deskripsikan Tujuan awal dari user
o Lakukan kegiatan/ aksi yang tepat
o Analisa proses keputusan untuk setiap kegiatan.
Cognitive Walkthrough berbasis formulir, yang disediakan untuk merujuk evaluator
melalui sekumpulan pertanyaan yang berhubungan dengan tugas user dan tujuan.
Cognitive Walkthrough merupakan metode analitik yang dapat digunakan untuk fase
perancangan awal maupun untuk mengevaluasi system yang ada, berisi informasi
yang berhubungan dengan kemampuan belajar (learnability) dari interface. Jika
digunakan di awal perancangan, dapat mengidentifikasi masalah perancangan
sebelum tahap prototype dan langsung difokuskan pada evaluasi selanjutnya.
Meskipun dirancang untuk digunakan perancang sendiri, tetapi perlu juga
pengetahuan teori psikologi dan terminologinya agar efektif.
Contoh : Memprogram Video Dengan Remote Control. Misalkan akan memprogram
video ke waktu dimulai dari jam 18.00 dan berakhir pada jam 19.15 pada channel 4
pada tanggal 4. Maka tugas tersebut adalah :
o Set waktu awal
o Set waktu akhir
o Set channel
o Set tanggal
Ini adalah tujuan dari user, memasukkan pengalaman dan pengetahuan sebelumnya.
Ekspresi di atas adalah pada tingkat tinggi, tidak diberikan detail pada level interface.
Dengan melihat tujuan user yang diidentifikasi, setiap aksi digambarkan dengan tugas
yang lengkap dan menentukan apakah interface mendukung pembangkitan struktur
tujuan yang dibutuhkan untuk aksi yang lengkap. Setiap aksi dianalisa pada formulir
walkthrough. Formulir menampilkan sejumlah pertanyaan bagi evaluator sebagai
pertimbangan. Contoh di atas adalah pertama yang dilakukan adalah melakukan
penekanan tombol “timed recording”.
Aksi #1
Deskripsi : tekan tombol “timed recording”
Langkah selanjutnya adalah membandingkan struktur tujuan yang tersedia dengan
struktur tujuan pada langkah awal. Hal ini dilakukan dengan empat pertanyaan:
o Akankah user gagal untuk menambah tujuan yang diperlukan ?
o Akankah user gagal untuk memindahkan tujuan yang tidak diinginkan ?
o Akankah user mengadopsi beberapa tujuan palsu berdasarkan interface ?
o Akankah user membatalkan tujuan yang masih dibutuhkan ?

Anda mungkin juga menyukai