i
Gambar 4 - Diagram penentuan jenis keruntuhan lereng (Sumber : JICA dan JKR Malaysia
(2002)-modifikasi Pusjatan) ................................................................................ 15
Gambar 5 - Penomoran lereng jalan ........................................................................................ 19
Gambar 6 – Jalan alternatif ...................................................................................................... 22
Gambar 7 – Profil memanjang lereng jalan ............................................................................. 23
Gambar 8 – Penampang melintang lereng jalan ..................................................................... 23
Gambar 9 – Penampang melintang sengkedan lereng jalan (Sumber : JICA dan JKR
Malaysia, 2002) ................................................................................................... 25
Gambar 10 – Bentuk lereng jalan (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002) ........................ 25
Gambar 11 – Jejak keruntuhan (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002) ............................ 26
Gambar 12 – Garis lekuk dan teras gantung (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002) ....... 27
Gambar 13 – Lereng cekung dan lereng debris (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002) .. 27
Gambar 14 – Keberadaan batuan (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002) ....................... 28
Gambar 15 - Bagan alir inventarisasi lereng jalan ................................................................... 36
ii
Prakata
Pedoman inventarisasi ini disusun berdasarkan hasil kajian Pusat Litbang Jalan dan
Jembatan, yang diawali dengan penelitian Slope Stability Inventory (SSI) yang dikembangkan
sejak tahun 1989 melalui kerja sama dengan Transport Road Research Laboratory (TRRL),
yang selanjutnya dikembangkan menjadi Basis Data Bidang Geoteknik dan penelitian Slope
Disaster Management System sejak tahun 2006 sampai tahun 2011.
Pedoman ini dipersiapkan oleh Komite Teknis 91-01 Bahan Konstruksi Bangunan dan
Rekayasa Sipil pada Subkomite Teknis 91-01-S2 Rekayasa Jalan dan Jembatan melalui
Gugus Kerja Geoteknik Jalan, Pusat Litbang Jalan dan Jembatan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2015 dan
dibahas dalam forum rapat konsensus yang diselenggarakan pada tanggal 18 April 2017 di
Bandung oleh Subkomite Teknis, yang melibatkan para narasumber, pakar dan lembaga
terkait.
iii
Pendahuluan
Inventarisasi lereng jalan merupakan salah satu bagian kegiatan yang terintegrasi dalam suatu
sistem manajemen lereng jalan, bersama-sama dengan inspeksi, penilaian risiko, mitigasi
tingkat risiko, Basis Data Lereng Jalan dan pemeliharaan. Sistem manajemen lereng jalan
tersebut dilengkapi serangkaian pedoman yang tidak terpisah, meliputi :
1. Pedoman Sistem Manajemen Lereng Jalan;
2. Pedoman Inventarisasi Lereng Jalan;
3. Pedoman Inspeksi Lereng Jalan;
4. Pedoman Penilaian Tingkat Risiko Lereng Jalan;
5. Pedoman Mitigasi Lereng Jalan;
6. Pedoman Pemeliharaan Lereng Jalan.
Inventarisasi lereng jalan dilakukan dengan cara pengumpulan data lereng jalan yang meliputi
geometrik dan dimensi lereng, konstruksi rekayasa lereng serta lereng dengan keruntuhan
pada suatu ruas jalan. Pelaksanaan inventarisasi dilakukan dengan survei lapangan yang
menggunakan formulir atau formulir aplikasi inslope berbasis android/iOS yang ditunjang oleh
beberapa peralatan.
Data hasil inventarisasi direkam dan dikelola dalam suatu aplikasi basis data yang berbasis
GIS dan web serta dikenal dengan Basis Data Lereng Jalan. Basis data tersebut mudah
diakses dengan android/iOS oleh para pemangku kepentingan dan masyarakat umum.
iv
Inventarisasi lereng jalan
1 Ruang lingkup
Pedoman ini menetapkan ketentuan dan prosedur inventarisasi lereng jalan yang
meliputi lereng alam, lereng buatan, yaitu lereng galian atau lereng timbunan serta
lereng alam dan lereng buatan yang mengalami keruntuhan lereng.
2 Acuan normatif
Dokumen referensi di bawah ini harus digunakan dan tidak dapat ditinggalkan untuk
melaksanakan pedoman ini.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1 tahun
1997. Pemetaan penggunaan tanah perdesaan, penggunaan tanah perkotaan,
kemampuan tanah dan penggunaan simbol/warna untuk penyajian dalam peta
Untuk tujuan penggunaan pedoman ini, istilah dan definisi berikut digunakan.
3.1
aliran debris (debris flow)
aliran cepat dari bongkahan, kerikil, pasir lanau dan lempung bercampur dengan air
dalam jumlah besar disebabkan hujan lebat, penggerusan pada kaki lereng, dan akibat
gempa bumi.
3.2
bahu sengkedan
jarak mendatar antara puncak lereng sengkedan bawah dan kaki lereng sengkedan atas.
1 dari 81
3.3
bentang alam (terain)
bentuk permukaan ataupun dekat permukaan bumi yang mempunyai ciri fisik tertentu.
3.4
diskontinuitas
ketidaksinambungan struktur goelogi yang menyebabkan pelapisan batuan tidak
menerus, antara lain ketidakselarasan bidang pelapisan, kekar (joints), sesar (faults),
dan retak-pecah (fracture)
3.5
garis lekuk (knick point)
transisi mendadak dari lereng bagian atas yang landai ke lereng bawah yang lebih
curam atau sebaliknya.
3.6
gelincir (slides)
keruntuhan massa tanah ataupun batuan yang bergerak pada suatu bidang yang
disebut bidang gelincir.
3.7
gelincir rotasi
longsor yang umumnya terjadi pada lereng homogen dengan bidang longsor berbentuk
lingkaran pada tempat yang dalam, dan masa tanah yang longsor cenderung menyatu.
3.8
gelincir translasi
longsor dengan bidang longsor yang datar, masa tanah yang longsor berbentuk baji.
3.9
inventarisasi lereng jalan
suatu kegiatan pengamatan dan pencatatan terhadap kondisi-kondisi visual di lapangan
yang merupakan data awal suatu lereng jalan.
3.10
jalan desa
ruas Jalan yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa,
serta jalan lingkungan.
3.11
jalan kabupaten/kota
ruas jalan yang menghubungkan antarkelurahan/desa.
3.12
jalan nasional
ruas jalanyang menghubungkan antarprovinsi.
3.13
jalan nonstatus
ruas jalan yang belum memiliki status
2 dari 81
3.14
jalan provinsi
ruas jalan yang menghubungkan antarkabupaten/kota dalam sebuah provinsi.
3.15
jatuhan batuan (rockfall)
jatuh bebas atau menggelinding ke bawah suatu batuan keras atau bongkah pada lereng
yang curam akibat pengaruh gravitasi dan dikontrol oleh penyebaran retakan/kekar.
3.16
jejak keruntuhan (trace of collapse)
bagian lereng yang sedikit gundul terjadi akibat adanya keruntuhan di masa lalu.
Permukaan lereng gundul atau ditutupi oleh rumput atau pohon muda.
3.17
jungkiran (topple)
jenis longsoran memutar ke depan dari satu atau beberapa blok tanah (batuan) terhadap
titik pusat putaran di bawah massa batuan akibat gaya gravitasi dan atau gaya dorong
massa batuan di belakangnya atau gaya akibat tekanan air yang mengisi rekahan
batuan.
3.18
keruntuhan (collapse)
Keruntuhan tanah dan batuan lepas dan berpori (porous) dari lereng ketika material
lepas terisi oleh air ketika hujan lebat atau terguncang oleh gempabumi.
3.19
keruntuhan massa batuan (rock mass failure)
Keruntuhan massa pada lereng batuan seperti planar, baji dan jungkiran yang sangat
dipengaruhi oleh penyebaran diskontinuitas geologi.Umumnya berukuran lebih dari 100
m3.
3.20
keruntuhan timbunan (embankment failure)
keruntuhan yang terjadi pada lereng timbunan, terjadinya penurunan pada permukaan
jalan dan/atau terjadinya penggerusan pada bagian kaki lereng timbunan.
3.21
kondisi lereng jalan
kondisi topografi, geologi,dan hidrologi batuan/tanah di sekitar lereng jalan.
3.22
lempung mengembang (swelling clay)
lempung yang memiliki sifat mengembang jika kena air/cairan dan bersifat pecah dan
mudah hancur ketika kering ketika muncul (expose) di permukaan lereng.
3.23
lereng alam
lereng yang terbentuk karena proses dan fenomena geologi.
3 dari 81
3.24
lereng alluvium
endapan detritus (talus) yang dihasilkan dari kegiatan sungai muda/modern, termasuk
jatuhan material hancur yang membentuk lereng baru pada kaki lereng yang curam
3.25
lereng cekung (concave slope)
lereng dengan permukaan berbentuk seperti sendok
3.26
lereng cembung (convex slope)
lereng dengan permukaan yang cembung
3.27
lereng debris
lereng yang tersusun dari endapan debris, biasanya berupa material runtuhan yang
terbentuk pada kaki lereng
3.28
lereng galian
lereng yang terbentuk karena adanya pemotongan lereng alam.
3.29
lereng jalan
lereng yang berada di bagian kiri, kanan, atas dan bawah suatu ruas jalan.
3.30
lereng timbunan
lereng yang terbentuk karena adanya penimbunan lereng alam.
3.31
longsoran (landslide)
pergerakan massa dari batuan sangat lapuk, debris, gelinciran tanah yang memiliki
bidang gelincir, umumnya berukuran sangat besar lebih dari 1000 m3, seringkali berkisar
pada beberapa ratus ribu.
3.32
luas lereng
ukuran panjang lereng dengan panjang kemiringan lereng dengan karakteristik yang
sama.
3.33
overhang
kondisi tanah atau batuan yang menggantung/menonjol (teras gantung).
3.34
panjang kemiringan lereng (slope distance)
jarak miring lereng dari dasar lereng ke puncak lereng.
3.35
panjang lereng (slope length)
4 dari 81
ukuran panjang suatu lereng dengan karakteristik yang sama.
3.36
pelapukan
proses perubahan dan penghancuran batuan, tanah, dan mineral serta bahan organik
dan material buatan melalui kontak dengan atmosfer bumi, air, dan organisme biologis.
3.37
sengkedan lereng (terasering)
kondisi lereng yang dibuat bertangga-tangga yang dapat diterapkan pada timbunan atau
galian yang tinggi.
3.38
set diskontinuitas
kemenerusan kekar-kekar yang memiliki arah (strike) dan kemiringan (dip) yang sama
pada suatu lereng batuan.
3.39
struktur baji
struktur geologi berupa perpotongan dari dua buah bidang kekar/retakan yang
mengakibatkan adanya bagian batuan yang terpisah dari massa batuan yang masif dan
berpotensi mengalami jatuhan batuan.
3.40
struktur cap rock
struktur yang terjadi pada saat lava mengalir pada lapisan sedimen lunak.
3.41
struktur daylight
struktur geologi berupa set diskontinuitas yang umumnya membentuk struktur planar
dan baji, dimana perpotongan dari dua bidang kekar/retakan lebih landai daripada
kemiringan lereng.
3.42
struktur planar
struktur geologi berupa set diskontinuitas mendatar atau membentuk kemiringan yang
landai
3.43
struktur terobosan (intrusive structure)
struktur yang terjadi akibat pengaruh batuan terobosan, batuan disekitar batuan
terobosan seringkali mengalami retakan.
3.44
sudut lereng
sudut yang dibentuk oleh garis horizontal dengan kemiringan lereng.
3.45
sudut sengkedan lereng
sudut yang dibentuk oleh garis horizontal dengan kemiringan lereng setiap sengkedan.
5 dari 81
3.46
tata guna lahan (landuse)
suatu upaya pemanfaatan lahan dan penataan lahan dalam suatu kawasan yang
meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu.
3.47
tinggi lereng
ukuran tinggi suatu lereng dengan karakteristik yang sama.
3.48
tinggi sengkedan lereng
jarak vertikal setiap sengkedan lereng jalan.
3.49
zona alterasi
Suatu zona yang terjadi akibat larutan hidrotermal yang mengakibatkan terjadinya
perubahan kimia batuan pada daerah vulkanik dan hidrotermal.
4 Ketentuan
4.1 Umum
a. Inventarisasi lereng jalan dilakukan terhadap lereng jalan yang belum dilakukan
pendataan dan belum direkam dalam basis data lereng jalan.
b. Inventarisasi dilakukan terhadap lereng alam atau lereng buatan (galian dan
timbunan) yang berada di ruang milik jalan atau hingga lebih dari ruang pengawasan
jalan jika terindikasi dapat memicu ketidakstabilan terhadap lereng terkait.
c. Inventarisasi lereng jalan yang mengalami keruntuhan lereng dilakukan pada lereng
yang mengalami keruntuhan dan tidak terbatas pada ruang milik jalan (rumija).
d. Inventarisasi dilakukan dengan pengamatan secara visual menggunakan formulir,
beberapa alat penunjang dan dilakukan dengan berjalan kaki di lereng dan
sekitarnya.
e. Formulir yang digunakan pada inventarisasi lereng jalan adalah formulir cetak pada
Lampiran A atau formulir aplikasi inslope yang dapat dipasang ke dalam komputer
tablet atau telepon pintar (smartphone).
f. Laporan inventarisasi lereng jalan harus direkam ke dalam basis data lereng jalan.
6 dari 81
c. Pengelompokan lereng dalam inventarisasi ini dilakukan dengan panduan sebagai
berikut :
1. Jika tinggi lereng di lokasi inventarisasi merupakan lereng galian dan timbunan
(Gambar 1) lebih atau sama dengan 5 meter atau lereng galian dan lereng
timbunan tersebut kurang dari 5 m yang secara visual mengalami keruntuhan
yang berdampak terhadap terganggunya fungsi jalan baik yang telah
ditanggulangi maupun belum, mengisi jenis lereng galian/timbunan pada formulir
A atau formulir aplikasi yang dapat dipasang ke dalam komputer tablet atau
telepon pintar;
2. Jika lereng di lokasi inventarisasi merupakan lereng galian (Gambar 2) dan
lereng timbunan (Gambar 3), mengisi jenis lereng galian/timbunan pada formulir
A atau formulir aplikasi yang dapat dipasang ke dalam komputer tablet atau
telepon pintar;
Keterangan :
a adalah tinggi lereng alam c adalah tinggi lereng timbunan
b adalah tinggi lereng galian
Gambar 1– Lereng alam, galian dan timbunan
7 dari 81
b
a
Keterangan :
a dan b adalah tinggi lereng galian
Gambar 2 – Lereng galian ganda
a
b
Keterangan :
a dan b adalah tinggi lereng timbunan
Gambar 3 – Lereng timbunan
8 dari 81
Tabel 1 – Jenis keruntuhan lereng
Jenis Keruntuhan Karakteristik Ilustrasi skematik
1. Keruntuhan, Material yang runtuh berupa tanah residual dan batuan a. Keruntuhan tanah residual
collapse (CL) lapuk kuat atau kekar lepas (jointed rocks)
Rentan terjadi pada lereng curam
Sebagian besar dipicu oleh infiltrasi hujan
Serupa dengan keruntuhan slump pada beberapa kondisi
Ukuran umumnya kurang dari 1000 m3
9 dari 81
Tabel 1 – Jenis keruntuhan lereng (lanjutan)
Jenis Keruntuhan Karakteristik Ilustrasi skematik
2. Jatuhan Jatuhan bebas yang disertai gelinding (rolling) akibat
batuan, rock kehilangan kontak dengan permukaan batuan. Pergerakan
fall (RF) massa bergerak dari ketinggian tertentu melalui udara.
Timbul pada lereng curam dan jurang yang mempunyai
banyak kekar.
Ukuran umumnya ≤ 2m3.
3. Keruntuhan masa Material yang runtuh berupa batuan dengan banyak retakan
batuan, rock (hard jointed rocks)
mass failure (RM) Moda keruntuhan meliputi longsoran baji, longsoran planar
dan jungkiran (toppling)
Ukuran umumnya lebih dari > 2m3.
10 dari 81
Tabel 1 – Jenis keruntuhan lereng (lanjutan)
Jenis Keruntuhan Karakteristik Ilustrasi skematik
4. Longsoran, Materialnya berupa tanah, debris dan atau batuan lapuk kuat
Landslide Ditandai oleh fitur topografi halus dan terdeformasi
(LS) Umumnya berupa longsoran rotasi dan translasi.
Gelincir rotasi pada batuan ditandai adanya bentuk “sendok”;
bagian lereng atas terbentuk “gawir” melengkung dan di
bagian tengah longsoran terdapat bagian yang labil dan
nampak adanya gelombang yang tidak rata; gerakannya
berlanjut serta meliputi daerah yang cukup luas.
Gelincir rotasi pada tanah ditandai adanya bidang gelincir
lengkung dan gerakan rotasi.
Sebagian besar dipengaruhi oleh kenaikan tekanan air pori
akibat infiltrasi
Ukuran umumnya lebih dari 1000 m3
12 dari 81
Tabel 1 – Jenis keruntuhan lereng (lanjutan)
Jenis Keruntuhan Karakteristik Ilustrasi skematik
6. Keruntuhan Slump atau keruntuhan lereng timbunan
timbunan, Penurunan permukaan jalan
embankment Penggerusan di bagian kaki
failure (EB)
13 dari 81
e. Pemilihan jenis keruntuhan lereng
1. Pemilihan jenis keruntuhan lereng dilakukan pada setiap lereng sesuai dengan
kriteria pada Tabel 1.
2. Pemilihan jenis keruntuhan lereng sesuai alur pada Gambar 4, sebagai berikut :
a) Lereng diklasifikasikan berdasarkan jenis lereng menjadi lereng timbunan
dan lereng galian/alam, jika lereng berupa timbunan dengan material
penyusun tanah dan campuran, jenis keruntuhan lereng tersebut adalah
keruntuhan timbunan.
b) Lereng galian/alam, diklasifikasikan berdasarkan material penyusunnya.
1) Lereng tanah
i. Jika ada aliran debris pada lereng tanah berdasarkan interpretasi
foto udara dan peta topografi, jenis keruntuhan lereng tersebut
adalah aliran debris;
ii. Jika ada longsor dengan volume lebih dari 1000 m 3 berdasarkan
pengamatan visual dan dibantu hasil interpretasi foto udara, jenis
keruntuhan lereng tersebut adalah longsoran;
iii. Jika ada longsor dengan volume kurang dari 1000 m 3, dengan
material penyusun tanah residual dan batuan lapuk kuat atau kekar
lepas (jointed rocks), jenis keruntuhan lereng tersebut adalah
keruntuhan (collapse).
2) Lereng batuan
i. Jika ditemukan bentuk gelincir planar, gelincir baji atau jungkiran,
dan volume jatuhan batuan > 2 m3, jenis keruntuhan lereng adalah
keruntuhan massa batuan.
ii. Jika tidak ditemukan bentuk gelincir planar, gelincir baji atau
jungkiran dan volume jatuhan batuan ≤ 2 m3, jenis keruntuhan
lereng adalah jatuhan batuan
3) Lereng campuran
Jika jenis material penyusun permukaan lereng lebih dari 60 % baik
berupa tanah atau batuan, dipilih material penyusun yang dominan dan
mengikuti alur sesuai material penyusunnya.
14 dari 81
Mulai
Timbunan Galian/Alam
Ya Tidak
Jenis material pada
permukaan lereng ≥ 60 %
Volume jatuhan Tidak
Tidak Volume Tidak berupa tanah/batuan ?
Ada aliran batuan ≤ 2m3
longsor >
debris ?
1000 m3
Ya Ya
Ya
Keruntuhan timbunan Aliran debris Longsoran Keruntuhan Jatuhan batuan Keruntuhan massa batuan
(embankment failure) (debris flow) (landslide) (collapse) (rock fall) (rock mass failure)
Gambar 4 - Diagram penentuan jenis keruntuhan lereng (Sumber : JICA dan JKR Malaysia (2002)-modifikasi Pusjatan)
15 dari 81
f. Jika terjadi perubahan geometrik, tata guna lahan, geohidrologi dll di lereng suatu
ruas jalan harus dilakukan pengkinian data inventarisasi pada saat inspeksi lereng
jalan.
g. Pengumpulan dan pengkajian data sekunder dilakukan untuk memperoleh
gambaran lokasi, karakteristik lereng yang akan diinventarisasi, lokasi-lokasi yang
berpotensi keruntuhan dan digunakan untuk merencanakan pelaksanaan
inventarisasi lereng jalan. Pengumpulan dan pengkajian data dilakukan terhadap
data-data pada Tabel 2.
Tabel 2 - Data Sekunder
Jenis Data Sumber Data Skala Luaran
Minimum
1. Peta geologi regional Badan Geologi 1:250.000 Litologi lereng jalan
2. Peta hidrogeologi Badan Geologi 1:250.000 Kondisi air bawah
permukaan lereng
jalan
3. Peta topografi Badan Geologi 1:30.000 Bentang alam lereng
jalan
4. Peta curah hujan Badan Meteorologi 1: 100.000 Intensitas curah hujan
indonesia dan Geofisika bulanan lereng jalan
5. Peta tata guna lahan BIG 1:100.000 Tata guna lahan
lereng jalan
6. Peta Land System/Tata BIG 1:250.000 Tata guna lahan
Ruang lereng jalan
7. Peta kerentanan Badan Geologi 1:250.000 Kerentanan gerakan
gerakan tanah tanah lereng jalan
8. Peta ruas jalan Departemen 1:25.000 Nomor dan nama ruas
Pekerjaan Umum jalan lereng
atau Dinas-Dinas
Terkait di daerah
9. Peta digital elevation SRTM Arc 90 Tinggi lereng jalan
model SRTM Arc 90
(bila tersedia)
10. Peta zonasi gempa SNI dan situs-situs - Zona gempa lereng
(bila tersedia) online jalan
11. Peta daerah/zona Dinas-Dinas Terkait 1:200.000 Zona potensi
potensi longsoran (bila di daerah dan situs- longsoran di lokasi
tersedia) situs pemerintahan lereng jalan
online, misalnya
Departemen
PU,Badan Geologi,
dsb.
12. Data kerusakan dan Puslitbang Jalan - Data kerusakan dan
terganggunya ruas dan Jembatan, terganggunya ruas
jalan akibat longsoran P2JJ, Dinas-Dinas jalan akibat longsoran
lereng serta upaya terkait di daerah, lereng serta upaya
penanganannnya (bila Balai Besar Daerah penanganannnya
tersedia)
13 Data lalu lintas terkini Puslitbang Jalan - Volume lalu lintas di
dan Jembatan, lokasi lereng jalan
P2JJ, Dinas-Dinas
terkait di daerah,
Balai Besar Daerah
14 Foto udara LAPAN - Interpretasi foto udara
16 dari 81
h. Hasil dari pengkajian data sekunder harus dirangkum dalam bentuk laporan
sementara dan dibawa sebagai rujukan pada saat inventarisasi.
a. Nomor provinsi
Nomor provinsi pada lereng jalan yang diinventarisasi mengacu pada Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat nomor 248/KPTS/M/2015 yaitu
pada Tabel 3 atau peraturan yang berlaku saat inventarisasi dilakukan.
17 dari 81
Tabel 3 - Nomor Provinsi (lanjutan)
No Nama Provinsi Kode Provinsi
30. Sulawesi Tenggara 56
31. Maluku 60
32. Maluku Utara 61
33. Papua 62
34. Papua Barat 63
(Sumber : Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat nomor
248/KPTS/M/2015)
b. Nama provinsi
Nama provinsi lereng jalan yang diinventarisasi mengacu pada Keputusan Menteri
Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat nomor 248/KPTS/M/2015 pada Tabel 3
atau peraturan yang berlaku saat inventarisasi dilakukan.
c. Nomor ruas jalan
Nomor ruas jalan pada lereng yang diinventarisasi sesuai dengan nomor ruas
jalan Bina Marga untuk jalan nasional, Dinas Bina Marga Provinsi untuk jalan
provinsi dan Dinas Bina Marga Kabupaten untuk jalan kabupaten sesuai Keputusan
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor : 250/KPTS/M/2015 atau
peraturan yang berlaku saat inventarisasi dilakukan.
d. Nama ruas jalan
Nama ruas jalan pada lereng yang diinventarisasi sesuai dengan keputusan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor : 250/KPTS/M/2015 atau
peraturan yang berlaku saat inventarisasi dilakukan. Format arah dari (awal
inventarisasi) dan arah ke (akhir inventarisasi), sebagai contoh untuk ruas jalan: Sp.
Kalianda-Bujung Tenuk, berarti arah dari Sp. Kalianda ke Bujung Tenuk.
e. Arah jalan
Arah jalan pada saat melakukan inventarisasi, yaitu dari kota terdekat ke kota
terdekat selanjutnya.
f. Nomor lereng
1. Nomor identitas lereng meliputi nomor provinsi, nomor ruas jalan, nomor urut
lereng yang ada di ruas jalan tersebut dan lokasi lereng dari jalan yaitu lereng kiri
jalan, lereng kanan jalan, lereng bawah atau lereng atas jalan seperti pada
Gambar 5.
2. Ketentuan kiri, kanan, atas, dan bawah jalan dari arah km yang terdekat.
3. Jika diperlukan nomor urut lereng baru diantara nomor lereng yang sudah
diinvetarisasi, gunakan nomor tambahan suffix. Nomor suffix diberikan dimulai
dari 1, 2 dan seterusnya. Sebagai contoh, suatu ruas jalan dengan nomor urut
lereng 001, 002, 003 dan 004, dilakukan inventarisasi baru pada lokasi antara
nomor urut lereng 001 dan 002, nomor inventarisasi baru tersebut diberikan
tambahan suffix menjadi 001.1 dan seterusnya.
18 dari 81
No lereng 7 0 0 1 2 0 0 2 A
nomor nomor ruas jalan nomor urut lereng lereng
provinsi kiri
jalan
No lereng 7 0 0 1 2 0 0 2 B
nomor nomor ruas jalan nomor urut lereng lereng
provinsi kanan
jalan
Gambar 5 - Penomoran lereng jalan
g. Bagian lereng
Lokasi lereng dari jalan yaitu lereng kiri jalan, lereng kanan jalan, lereng bawah atau
lereng atas jalan dari arah km yang terdekat.
h. Kilometer
Angka kilometer lokasi yang diinventarisasi, dihitung mulai dari ibu kota Provinsi
pada ruas jalan yang diamati. Pengisian angka kilometer jalan bersifat opsional,
artinya dapat diisikan jika terdapat datanya.
i. Status jalan
Status ruas jalan pada lereng yang diinventarisasi sesuai Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 290/KPTS/M/2015 atau peraturan
yang berlaku saat inventarisasi dilakukan, yang meliputi :
1. Jalan nasional;
2. Jalan provinsi;
3. Jalan kabupaten;
4. Jalan kota;
5. Jalan desa;
6. Jalan non status.
j. Koordinat
Kordinat posisi lokasi lereng pada ruas jalan yang diinventarisasi yang diperoleh
dari GPS. Format koordinat yang berlaku adalah longitude-latitude (contoh: -
5.85646000, 105.74402000), dengan datum WGS 1984. Pengambilan koordinat
dilakukan di awal, tengah dan akhir lereng jalan.
k. Nama pelaksana inventarisasi
Nama pelaksana yang melakukan inventarisasi.
l. Tanggal inventarisasi
Tanggal disertai bulan dan tahun saat dilakukan inventarisasi.
m. Bentang alam
Bentang alam digunakan untuk menggambarkan kondisi terain daerah pengamatan
secara umum sesuai peta topografi, yang terdiri dari pilihan sebagai berikut:
1. Dataran rendah;
2. Dataran bergelombang;
3. Perbukitan bergelombang sedang/ngarai;
4. Perbukitan dengan lereng yang curam/ngarai;
5. Pegunungan.
n. Tata guna lahan
Tata guna lahan menggambarkan pemanfaatan lahan di sekitar lereng sesuai
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1
tahun 1997, yaitu:
1. Tanah perkampungan;
2. Tanah industri;
19 dari 81
3. Tanah pertambangan;
4. Tanah persawahan;
5. Pertanian tanah kering semusim;
6. Tanah kebun;
7. Tanah perkebunan;
8. Padang;
9. Hutan;
10. Perairan darat;
11. Tanah terbuka;
12. Lain-lain.
Apabila dilokasi inventarisasi terdapat lebih dari satu pilihan, cantumkan yang paling
dominan.
o. Vegetasi
Vegetasi memberikan pilihan untuk jenis vegetasi yang menutupi permukaan lereng
yang diamati. Jika ditemui lebih dari dua jenis vegetasi, tuliskan yang paling
dominan saja atau pilih kombinasinya. Pilihan yang digunakan adalah sebagai
berikut:
1. Pohon;
2. Semak belukar;
3. Rumput;
4. Palawija;
5. Lain-lain.
Persentase vegetasi yang menutupi lereng ditulis berdasarkan jenis vegetasinya.
Pilihan yang diberikan dalam perkiraan rentang sebagai berikut:
1. Lebih kecil dari 20%;
2. Antara 21-40%;
3. Antara 41-60%;
4. Antara 61-80;
5. Lebih besar dari 81%.
p. Hidrologi
Kondisi air permukaan di sekitar lereng pada saat dilakukan inventarisasi, yang
terdiri dari pilihan :
1. Kering;
2. Agak basah;
3. Aliran air permukaan (limpasan, mata air);
4. Lain-lain.
Kondisi hidrologi ini tergantung dari kondisi cuaca di lokasi saat inventarisasi,
dilakukan secara visual tidak dilakukan secara detail hingga pengamatan aliran
bawah permukaan.
q. Cuaca
Kondisi cuaca di lokasi pada saat inventarisasi dilakukan. Kondisi ini berdasar pada
informasi yang diperoleh dari warga sekitar yang kemudian dicocokkan dengan data
curah hujan tahunan dari BMKG, dengan pilihan sebagai berikut:
1. Hujan sangat lebat
2. Hujan;
3. Gerimis;
4. Mendung;
5. Cerah.
20 dari 81
r. Utilitas
Utilas yang terdampak risiko yang berada di sekitar lereng sesuai Pedoman
Penempatan Utilitas Pada Daerah Milik Jalan (Pd T-13-2004-B), dengan pilihan
sebagai berikut:
1. Jaringan listrik;
2. Jaringan telekomunikasi;
3. Jaringan air bersih;
4. Jaringan distribusi gas;
5. Jaringan distribusi bahan bakar lainnya;
6. Jaringan sanitasi;
7. Lain-lain.
s. Bangunan
Bangunan yang terdampak risiko yang berada di sekitar lereng, dengan pilihan
sebagai berikut:
1. Jalan;
2. Jembatan;
3. Pabrik;
4. Perumahan;
5. Rel kereta api;
6. Lain-lain.
t. Ketersediaan jalan inventarisasi
Ketersediaan jalan untuk pelaksana inventarisasi lereng jalan kebagian kaki, puncak
dan semua bahu sengkedan lereng, dengan pilihan sebagai berikut:
1. Tersedia;
2. Tidak tersedia.
u. Volume lalu lintas
Volume lalu lintas harian jalan di lokasi lereng yang diinventarisasi dengan LHR,
dengan pilihan beirkut ini:
1. LHR > 1000;
2. LHR 201 – 999;
3. LHR < 200.
v. Sudut
Sudut dari as jalan ke puncak lereng galian atau kaki timbunan dengan pilihan:
1. > 30 ˚;
2. 30 ˚.
w. Masa konstruksi jalan sementara pengalihan lalu lintas
Masa konstruksi pembuatan jalan sementara pengalihan lalu lintas jika terjadi
keruntuhan dengan pilihan berikut ini :
1. > 1 hari;
2. 1 hari,
x. Panjang jalan alternatif
Panjang jalan alternatif di lokasi lereng yang di inventarisasi dengan pilihan berikut
ini :
1. > 50 km;
2. 50 km.
Panjang dan jumlah rute alternatif jika terjadi longsoran pada ruas jalan tertentu
dapat dijelaskan seperti pada Gambar 6. Berdasarkan peta tersebut lokasi
keruntuhan lereng terjadi pada ruas Bandung-Cidaun (AB). Panjang ruas jalan
alternatif dihitung dari kota awal sebagai contoh dari Bandung (A) ke kota/tempat
tujuan Cidaun (B) melewati ruas jalan yang lain yang tidak terkena keruntuhan
21 dari 81
lereng. Terlihat bahwa terdapat dua rute alternatif jika kita melakukan perjalanan
dari Bandung ke Cidaun (AB), yaitu :
1. Ruas jalan Bandung-Pangalengan-Rancabuaya-Cidaun (ADB) dengan panjang
jalan ± 117 km.
2. Ruas jalan Bandung-Padalarang-Cianjur-Sindangbarang- Cidaun (ACB) dengan
panjang jalan ± 196 km.
a. Jenis lereng
Jenis lereng yang diinventarisasi, dengan pilihan sebagai berikut:
1. Lereng alam
2. Lereng galian
3. Lereng timbunan
b. Panjang, panjang kemiringan lereng, tinggi lereng, dan sudut lereng alam serta
sudut lereng galian/timbunan disimplikasikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.
Keterangan :
A adalah lokasi awal lereng
B adalah lokasi akhir lereng
Gambar 7 – Profil memanjang lereng jalan
Keterangan :
SD1 adalah panjang kemiringan lereng HI (m) SD2 adalah panjang kemiringan lereng AB (m)
H1 adalah tinggi lereng HI (m) H2 adalah tinggi lereng AB (m)
1 adalah sudut lereng HI (°) 2 adalah sudut lereng AB (°)
Gambar 8 – Penampang melintang lereng jalan
c. Lereng alam
1. Panjang lereng
Panjang lereng alam dari awal lereng (A) sampai akhir lereng (B) yang
diinventarisasi pada Gambar 7, dalam satuan meter. Pengukuran panjang
23 dari 81
lereng dapat menggunakan meteran atau kendaraan roda empat yang
dilengkapi tripmeter atau odometer.
2. Panjang kemiringan lereng
Panjang kemiringan lereng alam (SD1 atau SD2) yang diinventarisasi seperti
pada Gambar 8, dalam satuan meter. Pengukuran tersebut dapat
menggunakan meteran.
3. Tinggi lereng
Tinggi lereng alam (H1 atau H2) yang diinventarisasi pada Gambar 8 yang
dihitung dengan menggunakan persamaan 1 dan persamaan 2, dalam satuan
meter.
Keterangan :
H1 dan H2 adalah tinggi lereng (m)
SD1 dan SD2 adalah panjang kemiringan lereng (m)
α 1 dan α 2 adalah sudut lereng (°)
4. Sudut lereng
Sudut lereng alam (1 atau 2) yang diinventarisasi pada Gambar 8 , dalam
satuan derajat. Pengukuran sudut lereng dapat menggunakan alat pengukur
sudut lereng seperti clinometer atau kompas geologi.
d. Lereng galian/timbunan
1. Panjang lereng galian/timbunan
Panjang lereng galian/timbunan yang diinventarisasi pada Gambar 7, dalam
satuan meter. Pengukuran panjang lereng dapat menggunakan meteran atau
kendaraan roda empat yang dilengkapi tripmeter atau odometer.
2. Panjang kemiringan lereng galian/timbunan
Panjang kemiringan lereng galian (SD1) dan panjang kemiringan lereng
timbunan (SD2) yang diinventarisasi pada Gambar 8, dalam satuan meter.
Pengukuran tersebut dapat menggunakan meteran.
3. Tinggi lereng
Tinggi lereng galian (H) dan tinggi lereng timbunan (H) yang diinventarisasi
pada Gambar 8 yang dihitung dengan menggunakan persamaan 1 (galian) dan
2 (timbunan), dalam satuan meter.
4. Sudut lereng
Sudut lereng galian (α1) dan sudut lereng timbunan (α2) yang diinventarisasi
pada Gambar 8, dalam satuan derajat. Pengukuran sudut lereng dapat
menggunakan alat pengukur sudut lereng seperti clinometer dan kompas
geologi.
5. Jumlah bahu sengkedan lereng
Jumlah bahu sengkedan lereng yang diinventarisasi. Jumlah bahu sengkedan
dihitung dari elevasi permukaan jalan sampai dengan titik tertinggi lereng.
6. Lebar bahu sengkedan lereng
Lebar bahu (Wb) sengkedan masing-masing lereng yang diinventarisasi pada
Gambar 9. Pengukuran lebar bahu sengkedan dapat menggunakan meteran.
7. Panjang kemiringan sengkedan
Panjang kemiringan sengkedan (SD) yang diinventarisasi pada Gambar 9,
dalam satuan meter. Pengukuran tersebut dapat menggunakan meteran.
24 dari 81
8. Tinggi sengkedan lereng
Tinggi sengkedan masing-masing lereng (Hb) yang diinventarisasi pada
Gambar 9.
9. Sudut sengkedan lereng
Sudut sengkedan masing-masing lereng (1, 2, 3, 4) yang diinventarisasi
pada Gambar 9. Pengukuran sudut lereng dapat menggunakan alat pengukur
sudut lereng seperti clinometer dan kompas geologi.
Keterangan:
H adalah tinggi lereng (m)
Hb adalah tinggi sengkedan (m)
1, 2 adalah sudut lereng (rentang 1 – 2)
adalahsudut lereng rata-rata (°)
Wb adalah lebar sengkedan (m)
Gambar 9 – Penampang melintang sengkedan lereng jalan (Sumber : JICA dan
JKR Malaysia, 2002)
e. Bentuk lereng jalan
Bentuk lereng jalan yang ditemui di lokasi inventarisasi berdasarkan Gambar 10.
26 dari 81
Gambar 12 – Garis lekuk dan teras gantung (Sumber : JICA dan JKR Malaysia,
2002)
4. Keberadaan lereng cekung atau debris seperti pada Gambar 13 di lokasi lereng
jalan yang diinventarisasi, dengan pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
Gambar 13 – Lereng cekung dan lereng debris (Sumber : JICA dan JKR Malaysia,
2002)
27 dari 81
4.3.3 Geologi material penyusun lereng
a. Jenis material penyusun lereng jalan yang tampak secara visual oleh pelaksana
inventarisasi. Jenis material lereng dengan pilihan sebagai berikut :
1. Tanah;
2. Batuan;
3. Campuran.
b. Keberadaan karakter khusus
1. Keberadaan lempung mengembang (swelling)
Keberadaan material lempung yang bersifat mengembang di lokasi lereng jalan
yang diinventarisasi, dengan pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Sedikit;
c) Tidak ada.
(a) (b)
Gambar 14 – Keberadaan batuan (Sumber : JICA dan JKR Malaysia, 2002)
28 dari 81
5. Seluruh lereng berupa batuan lunak
Keberadaan batuan lunak di seluruh lereng di lokasi yang diinventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
6. Seluruh lereng berupa batuan keras
Keberadaan batuan keras di seluruh lereng di lokasi yang diinventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
Keseluruhan lereng terdiri dari batuan keras, kemungkinan keruntuhan bisa
terjadi jika pada batuan keras ditemukan sebaran diskontinuitas.
7. Keberadaan serpih atau sekis
Keberadaan serpih atau sekis pada lereng di lokasi yang diinventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
c. Struktur geologi
Struktur geologi yang tampak secara visual oleh pelaksana inventarisasi. Struktur
geologi lereng dan/ atau ciri khusus lereng sebagai akibat adanya struktur geologi
dengan pilihan sebagai berikut :
1. Keberadaan patahan atau zona hancuran
Keberadaan patahan atau zona hancuran di lokasi yang diinventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
2. Keberadaan zona alterasi
Keberadaan zona alterasi di lokasi yang diinventarisasi, dengan pilihan sebagai
berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
3. Keberadaan struktur planar dan baji (struktur daylight)
Keberadaan struktur planar dan baji di lokasi yang diinventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
4. Keberadaan struktur selain planar dan baji (struktur non-daylight)
Keberadaan struktur selain planar dan baji di lokasi yang diinventarisasi,
dengan pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
5. Keberadaan struktur terobosan atau struktur cap rocks
Keberadaan struktur terobosan atau struktur cap rocks di lokasi yang
diinventarisasi, dengan pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
6. Keberadaan retakan atau bidang perlapisan
Keberadaan retakan atau bidang perlapisan di lokasi yang diinventarisasi,
dengan pilihan sebagai berikut:
a) Ada;
b) Tidak ada.
29 dari 81
d. Jenis material timbunan
Jenis material timbunan di lokasi yang diinventarisasi, dengan pilihan sebagai
berikut:
1. Tanah pasiran
2. Tanah lempungan
3. Kerikil
4. Tidak diketahui
e. Tingkat pelapukan
Tingkat pelapukan yang tampak secara visual oleh pelaksana inventarisasi, dengan
pilihan sebagai berikut :
1. Segar
Tidak terdapat material batuan yang lapuk, terdapat sedikit perubahan warna
pada permukaan retakan yang besar
2. Lapuk sedang
Kurang dari setengah material batuan telah terurai dan/atau telah hancur menjadi
tanah, batuan segar atau lapuk terdapat berupa pecahan-pecahan atau
corestones.
3. Lapuk kuat
Semua material batuan telah terurai dan/atau telah hancur menjadi tanah,
struktur asli massa batuan masih terlihat.
4. Tanah residual.
Semua material batuan telah berubah menjadi tanah, struktur dan susunan
(fabric) material telah hancur, terjadi perubahan volume yang besar, tetapi tanah
belum tertransportasi.
f. Jumlah set diskontinuitas
Jumlah set diskontinuitas yang bersinggungan satu sama lain yang tampak secara
visual oleh pelaksana inventarisasi, dengan pilihan pada Tabel 4.
31 dari 81
4. Longsoran
a) Longsoran rotasi
b) Longsoran translasi
5. Aliran debris
6. Keruntuhan timbunan
4.3.7 Drainase
4.3.8 Instrumentasi
32 dari 81
4.3.9 Foto dokumentasi
4.3.10 Sketsa
a. Lokasi sekitar lereng harus digambarkan dengan sketsa situasi dan sketsa
penampang melintang dan memanjang.
b. Dalam sketsa situasi lereng jalan minimal harus dicantumkan, antara lain :
1. Ruang manfaat jalan yang meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang
pengamannya serta bangunan utilitas;
2. Ruang milik jalan;
3. Garis ketinggian lereng;
4. Letak dan macam bangunan konstruksi lereng;
5. Letak dan macam drainase, gorong-gorong 33ana rah aliran airnya;
6. Letak dan macam bangunan utilitas;
7. Letak dan macam rambu jalan (patok km dll);
8. Letak sungai arah aliran sungai (jika ada);
9. Letak alur aliran air dan genangan;
10. Letak mata air;
11. Daerah timbunan, daerah galian, daerah keruntuhan;
12. Indikasi ketidakmantapan lereng, seperti erosi, ambles dengan retakan, dll;
13. Daerah terasiring;
14. Arah jalan ke kota atau tempat yang terdekat;
15. Jenis material penyusun lereng;
16. Arah utara magnetis.
c. Sketsa potongan melintang jalan minimal harus dicantumkan :
1. Bentuk penampang melintang;
2. Lokasi penampang lereng;
3. Sumbu jalan;
4. Bagian-bagian jalan dan ukurannya;
5. Bagian-bagian konstruksi lereng yang ada dan ukurannya;
6. Bagunan pelengkap jalan yang tepat terletak pada irisan tersebut;
7. Bangunan utilitas yang tepat terletak pada irisan tersebut;
8. Drainase dan gorong-gorong yang tepat terletak pada irisan tersebut.
d. Sketsa potongan memanjang jalan minimal harus dicantumkan :
1. Bentuk penampang memanjang;
2. Lokasi penampang lereng;
3. Lokasi jalan;
4. Bagian-bagian konstruksi lereng yang ada dan ukurannya;
33 dari 81
5. Bagunan pelengkap jalan yang tepat terletak pada irisan tersebut;
6. Bangunan utilitas yang tepat terletak pada irisan tersebut;
7. Drainase dan gorong-gorong yang tepat terletak pada irisan tersebut
4.4 Pelaksana
4.5 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam inventarisasi lereng jalan sesuai Tabel 6.
34 dari 81
4.6 Format Pelaporan
5 Prosedur
Inventarisasi lereng jalan dimulai dengan penentuan lokasi inventarisasi, pengumpulan
dan pengkajian data sekunder, persiapan alat, pelaksanaan dan formulir inventarisasi.
Selanjutnya, pelaksanaan inventarisasi lereng jalan di lokasi yaitu dengan pemasangan
rambu-rambu pengaman lalu lintas dan kerucut lalu lintas, penandaan lokasi dengan
GPS, pendataan tapak umum, pendataan geometrik lereng jalan, pendataan geologi
lereng, pendataan lereng jalan, pendataan konstruksi rekayasa lereng jalan, pendataan
jika lokasi lereng terjadi keruntuhan, pendataan badan dan bahu jalan, pendataan
drainase, pendataan instrumentasi, pengambilan foto, penggambaran sketsa dan
direkam dalam basis data lereng jalan dengan diakhiri pelaporan. Prosedur inventarisasi
lereng jalan ditunjukkan pada Gambar 15.
.
35 dari 81
Mulai
Ya
Ya
36 dari 81
1
Tidak
Pelaporan
Selesai
37 dari 81
5.1 Penentuan lokasi inventarisasi lereng jalan
Lokasi inventarisasi lereng dilakukan sesuai dengan ketentuan 4.1.
39 dari 81
Lampiran A
(Normatif)
Formulir inventarisasi lereng jalan
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.100. Nomor provinsi 1.101. Nama provinsi 1.102. Nomor ruas jalan 1.103. Nama ruas jalan
1.107. Kilometer ke
1.108. Status jalan 1. Jalan nasional 2. Jalan provinsi 3. Jalan kabupaten 4. Jalan kota 5. Jalan non status
40 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.116. Hidrologi 1. Kering 3. Aliran air permukaan 1.117. Cuaca saat 1. Hujan sangat lebat
inventarisasi
2. Agak basah 4. Lain-lain (sebutkan*) 2. Hujan
3. Gerimis
4. Mendung
5. Cerah
1.118. Utilitas yang ada di 1. Jaringan listrik 1.119. Bangunan yang ada di lereng
sekitar lereng 1. Jalan
2. Jaringan telkomunikasi
2. Jembatan
3. Jaringan air bersih
3. Pabrik
4. Jaringan distribusi gas
4. Perumahan
5. Jaringan distribusi bahan bakal lainnya
5. Rek kereta api
6. Jaringan sanitasi
6. Lain-lain (sebutkan*)
7. Lain-lain (sebutkan*)
41 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.120. Bangunan yang ada di 1. Jalan 1.121. Bangunan yang ada di atas 1. Jalan
bawah lereng lereng
2. Jembatan 2. Jembatan
3. Pabrik 3. Pabrik
4. Perumahan 4. Perumahan
1.124. Sudut 1.125. Masa konstruksi jalan sementara pengalihan lalu lintas hari
derajat
1.127. Catatan
42 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.202.1. Panjang lereng m 1.202.2. Panjang m 1.202.3. Tinggi lereng m 1.202.4. Sudut
derajat
kemiringan lereng lereng
1.203.1 Panjang lereng m 1.203.2. Panjang m 1.203.3. Tinggi lereng m 1.203.4. Sudut
kemiringan lereng lereng derajat
4a1. Lebar bahu sengkedan m 4a2. Panjang m 4a3. Tinggi sengkedan m 4a4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4b1. Lebar bahu sengkedan m 4b2. Panjang m 4b3. Tinggi sengkedan m 4b4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4c1. Lebar bahu sengkedan m 4c2. Panjang m 4c3. Tinggi sengkedan m 4c4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4d1. Lebar bahu sengkedan m 4d2. Panjang m 4d3. Tinggi sengkedan m 4d4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4e1. Lebar bahu sengkedan m 4e2. Panjang m 4e3. Tinggi sengkedan m 4e4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
43 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.206.3. Garis lekuk atau overhang ada Samar terlihat Tidak ada
44 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.302.3. keberadaan tanah lunak diatas batuan dasar (base rock) Ada Tidak ada
45 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1. Tanah pasiran
1.304. Material timbunan
2. Tanah lempungan
3. Kerikil
4. Tidak diketahui
1. Segar 1.306. Jumlah set diskontinuitas 1. Masif, sedikit retakan tak beraturan
1.305. Tingkat pelapukan
2. lapuk sedang 2. Satu set kekar
46 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
3. Turap baja/beton;
4. Perkuatan tanah;
5. Vegetasi;
11. Angker;
47 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1.503. Letak
1. Puncak lereng 2. Permukaan lereng 3. Kaki lereng 4. Seluruh bagian lereng
48 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
1. Keruntuhan
49 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
2. Jatuhan batuan
50 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
4. Longsoran
5. Aliran debris
51 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
6. Keruntuhan timbunan
a. Keruntuhan timbunan pada lereng bawah b. Keruntuhan timbunan pada sungai yang memotong timbunan
52 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
3. Beton
4. Beton semen
5. Kerikil tanah
DRAINASE
1.701. Drainase di sekitar lereng 1. Drainase di bagian kaki lereng a. Saluran terbuka
d. Saluran beton
e. Lain-lain (sebutkan )
2. Saluran terjunan
3. Saluran gendong
4. Subdrain;
5. Lain-lain (sebutkan )
INSTRUMENTASI
53 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
DOKUMENTASI Lembar 15
54 dari 81
INVENTARISASI LERENG JALAN
SKETSA Lembar 16
55 dari 81
Lampiran B
(Informatif)
Contoh formulir isian inventarisasi lereng jalan
1.100. Nomor provinsi 22 1.101. Nama provinsi Jawa Barat 1.102. Nomor ruas jalan 058 1.103. Nama ruas jalan Cidaun Cisela Cilaki
1.108. Status jalan 2 1. Jalan nasional 2. Jalan provinsi 3. Jalan kabupaten 4. Jalan kota 5. Jalan non status
1.109. Koordinat GPS 07°14'01.2" 1.110. Pelaksana inventarisasi Dinny, Elan, Yuli
108°11'38.0"
56 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1.116. Hidrologi 3 1. Kering 3. Aliran air permukaan 1.117. Cuaca saat 4 1. Hujan sangat lebat
inventarisasi
2. Agak basah 4. Lain-lain (sebutkan*) 2. Hujan
3. Gerimis
4. Mendung
5. Cerah
1.118. Utilitas yang ada di 1 1. Jaringan listrik 1.119. Bangunan yang ada di lereng
sekitar lereng 1. Jalan
2. Jaringan telkomunikasi
2. Jembatan
3. Jaringan air bersih
3. Pabrik
4. Jaringan distribusi gas
4. Perumahan
5. Jaringan distribusi bahan bakal lainnya
5. Rek kereta api
6. Jaringan sanitasi
6. Lain-lain (sebutkan*)
7. Lain-lain (sebutkan*)
57 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1.120. Bangunan yang ada di 4 1. Jalan 1.121. Bangunan yang ada di atas 1 1. Jalan
bawah lereng lereng
2. Jembatan 2. Jembatan
3. Pabrik 3. Pabrik
4. Perumahan 4. Perumahan
1.124. Sudut 77 1.125. Masa konstruksi jalan sementara pengalihan lalu lintas 1 hari
derajat
50
1.126. Panjang jalan alternatif KM
1.127. Catatan
58 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1.202.1. Panjang lereng m 1.202.2. Panjang m 1.202.3. Tinggi lereng m 1.202.4. Sudut
derajat
kemiringan lereng lereng
1.203.1 Panjang lereng 30 m 1.203.2. Panjang 15.2 m 1.203.3. Tinggi lereng 15 m 1.203.4. Sudut 80
kemiringan lereng lereng derajat
4a1. Lebar bahu sengkedan m 4a2. Panjang m 4a3. Tinggi sengkedan m 4a4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4b1. Lebar bahu sengkedan m 4b2. Panjang m 4b3. Tinggi sengkedan m 4b4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4c1. Lebar bahu sengkedan m 4c2. Panjang m 4c3. Tinggi sengkedan m 4c4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4d1. Lebar bahu sengkedan m 4d2. Panjang m 4d3. Tinggi sengkedan m 4d4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
4e1. Lebar bahu sengkedan m 4e2. Panjang m 4e3. Tinggi sengkedan m 4e4. Sudut
derajat
kemiringan sengkedan
sengkedan
59 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1
1.205. Bentuk lereng jalan
v
1.206.1. Lereng Aluvium ada Tidak ada
v
1.206.2. Jejak keruntuhan ada Tidak ada
v
1.206.3. Garis lekuk atau overhang ada Samar terlihat Tidak ada
v
1.206.4. Lereng cekung atau debris ada Tidak ada
60 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1.302.3. keberadaan tanah lunak diatas batuan dasar (base rock) Ada v Tidak ada
61 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1. Tanah pasiran
1.304. Material timbunan
2. Tanah lempungan
3. Kerikil
4. Tidak diketahui
4 1. Segar 1.306. Jumlah set diskontinuitas 1. Masif, sedikit retakan tak beraturan
1.305. Tingkat pelapukan
2. lapuk sedang 2. Satu set kekar
62 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
3. Turap baja/beton;
4. Perkuatan tanah;
5. Vegetasi;
11. Angker;
63 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1.503. Letak 3
1. Puncak lereng 2. Permukaan lereng 3. Kaki lereng 4. Seluruh bagian lereng
64 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
1
1.504. Jenis keruntuhan lereng
1. Keruntuhan
65 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
2. Jatuhan batuan
66 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
4. Longsoran
5. Aliran debris
67 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
6. Keruntuhan timbunan
a. Keruntuhan timbunan pada lereng bawah b. Keruntuhan timbunan pada sungai yang memotong timbunan
68 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
3. Beton
4. Beton semen
5. Kerikil tanah
1
1.603. Lebar bahu jalan m
DRAINASE
1.701. Drainase di sekitar lereng 1a, 2, 4 1. Drainase di bagian kaki lereng a. Saluran terbuka
d. Saluran beton
e. Lain-lain (sebutkan )
2. Saluran terjunan
3. Saluran gendong
4. Subdrain;
5. Lain-lain (sebutkan )
1.702. Dimensi drainase di sekitar lereng panjang 30 m lebar 0,8 m tinggi 1,1 m
1a
panjang 10 m lebar 1m
2
panjang 7m lebar 0,1 m
4
INSTRUMENTASI
69 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
DOKUMENTASI Lembar 15
70 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
SKETSA Lembar 16
SKALA 1 : 100
71 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYAT
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
72 dari 81
Lampiran C
(Informatif)
Contoh rangkuman hasil inventarisasi lereng jalan
22
No provinsi Status jalan Provinsi
07°14'01.2"
Nama provinsi Jawa Barat Lintang
108°11'38.0"
Nomor ruas jalan 058 Bujur
Cidaun Cisela Cilaki
Nama ruas jalan Cuaca saat inventarisasi Cerah
Lereng bawah
22
No provinsi Status jalan Provinsi
Lereng bawah
Gorong-gorong Ada 6 1
Lereng runtuh
Luas runtuhan 70 m2
Potensi kerusakan jalan mendatang bila terjadi longsor Ada pengaruh, mengganggu
arus lalu-lintas
74 dari 81
Nama petugas inventarisasi Dinny, Elan, Yuli Tanggal inventarisasi 4/28/2017 Supervisi Dinny Tanggal supervisi 5/30/2017
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYA T
BADAN PENELITIAN D AN P ENGEM BANG AN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
75 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYA T
BADAN PENELITIAN D AN P ENGEM BANG AN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
SKALA 1 : 100
76 dari 81
K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M DAN PERUMAHAN RAKYA T
BADAN PENELITIAN D AN P ENGEM BANG AN
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN JALAN DAN JEMBATAN
Jl.A.H Nasution No.264 P.O BOX 2 Bandung 40294 Indonesia Telp (022) 7802251 Fax (022) 7802726 email: pusjatan@pusjatan.pu.g o.id
77 dari 81
78 dari 81
Lampiran D
(Normatif)
Legenda sketsa
79 dari 81
Bibliografi
Geotechnical Engineering Office. Geotechnical Manual for Slopes, 2nd Edition, Hongkong.
2001
JICA dan JKR Malaysia. Guide To Roas Slope Maintenance and Disaster Management. 2002
80 dari 81
Daftar nama dan lembaga
1. Pemrakarsa
Pusat Penelitian dan Pengembangan Jalan dan Jembatan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2. Penyusun
Nama Lembaga
Dinny Kus Andiany, MT Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Cahya Ahmad Gumilar, M.Sc Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Dea Pertiwi, MT Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
DR. IR. M. Eddie Soenaryo, M.Sc Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
Elan Kadar, M.Sc Pusat Litbang Jalan dan Jembatan
81 dari 81