Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia serta ridlho-Nya,
maka Kami dapat menyusun Laporan Antara sebagai bagian tahapan pelaporan
dari serangkaian proses dan tahapan pelaksanaan Perencanaan Pengadaan Lahan
Dan Appraisal Kec. Cipocok Jaya Pada Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan
Ruang Kota Serang Tahun Anggaran 2023.
Akhir kata, Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini. Kami berharap semoga Laporan ini bermanfaat bagi
proses tahapan pelaporan selanjutnya.
Serang, 2023
TIM PENYUSUN
i
DAFTAR ISI
ii
BAB.5 GAMBARAN UMUM STATUS TANAH ......................................... 5-1
BAB.6 PERKIRAAN JANGKA WAKTU PELAKSANAAN
PENGADAAN TANAH ..................................................................... 6-1
BAB.7 PERKIRAAN NILAI GANTI KERUGIAN ....................................... 7-6
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam Sistem Penataan Ruang
dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ...................... 1-11
Gambar 1.2 Manfaat Nilai Kawasan Akibat Pembangunan Infrastruktur ..... 1-16
Gambar 1.3 Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Proses Perencanaan 1-24
Gambar 1.4 Aspek Pada Konsep Pembangunan Berkelanjutan ..................... 1-31
Gambar 1.5 Permodelan Data Spasial GIS .................................................... 1-52
Gambar 1.6 Proses Analisis Daya Dukung dan Kesesuaian Lahan ............... 1-56
Gambar 2.1 Peta Penampalan Pola Ruang dan Lokasi Embung ...................... 2-5
Gambar 3.1 Potret Situasi Lokasi Lahan Embung ........................................... 3-2
Gambar 3.2 Peta Administrasi Lokasi Lahan Embung .................................... 3-3
Gambar 3.3 Peta Kelerengan Kelurahan Banjaragung ..................................... 3-6
Gambar 3.4 Peta Kelerengan Lokasi ................................................................ 3-8
Gambar 3.5 Peta Ketinggian Lokasi............................................................... 3-10
Gambar 3.6 Peta Koordinat Batas Lokasi Embung ........................................ 3-12
Gambar 4.1 Peta Lahan Lokasi Embung ........................................................ 4-20
Gambar 5.1 Peta Status Tanah Lokasi Embung ............................................... 5-3
Gambar 7.1 Zona Nilai Tanah .......................................................................... 7-6
v
1.1 LATAR BELAKANG
Tahun 2022, di Kota Serang mengalami 286 hari hujan jauh lebih banyak
dibandingkan hari hujan di Tahun 2021 dimana hari hujan di Tahun 2021 sebanyak
181 hari hujan. Rata-rata jurah hujan di Tahun 2022 sebanyak 143 mm/bulan
dibandingkan dengan Tahun 2021 dengan rata-rata curah hujan sebesar 152,80 mm
per bulan terjadi penurunan sedikit. Dengan perkembangan Kota Serang terutama
pesatnya pembukaan lahan untuk kawasan permukiman dan perdagangan
berpengaruh pada hidrologis pada limpasan air yang jika tidak dapat dikendalikan
dapat menyebabkan banjir dan kemampuan tanah untuk menyerap air hujan
semakin berkurang. Berkurangnya kemampuan tanah menyerap air hujan dapat
menyebabkan berkurangnya air bawah tanah untuk menyuplai kebutuhan air
terutama di musim kemarau sebagaimana banyak dirasakan kota-kota besar di
Indonesia dikarenakan ketidaksesuaian distribusi air antara kebutuhan dan pasokan
pasokan menurut waktu ( temporal) dan tempat ( spatial).
Dengan besarnya curah hujan di Kota Serang selain perlu diatur limpasan air hujan
sebagai pengendalian juga perlu juga pemanfatan dengan adanyanya curah hujan
yang tinggi. Diperlukan teknologi tepat guna, murah dan aplicable untuk mengatur
ketersediaan air agar dapat memenuhi kebutuhan air ( water demand) yang semakin
sulit dilakukan dengan cara-cara alamiah ( natural manner). Dibutuhkan pembuatan
embung yang berfungsi menampung air hujan dan aliran permukaan atau (run off )
pada wilayah sekitarnya serta sumber air lainnya yang memungkinkan seperti mata
air, parit, sungai – sungai kecil dan sebagainya. Embung juga digunakan sebagai
susplesi dimusim kemarau.
1-1
Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro ( small reservoir) yang
dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang
ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan
air di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Embung merupakan
salah satu teknik pemanenan air ( water harvesting).
Kecamatan Cipocok Jaya sebagai kawasan puat kota dari Kota Serang bersama
dengan Kecamatan Serang merupakan Kecamatan di Kota Serang yang mempunyai
Wilayah sebesar 31,54 km2. Dengan Luas 12,81% dari keseluruhan luas wilayah
Kota serang berpenduduk di Tahun 2022 sebanyak 103.274 orang dengan
kepadatan penduduk sebesar 3.028 orang/km2 yang merupakan Kecamatan dengan
Kepadatan Penduduk terpadat ke dua di Kota Serang setelah kecamat Serang. Hal
ini karena banyaknya pusat pertumbuhan sebagai kawasan perumahan yang
didukung oleh kawasan perdagangan dan jasa.
1-2
tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan, kepastian,
keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan, keberlanjutan, dan
keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan bernegara.
Hukum tanah nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat atas tanah dan
benda yang berkaitan dengan tanah, serta memberikan wewenang yang bersifat
publik kepada negara berupa kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat
kebijakan, mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan
pengawasan yang tertuang dalam pokok- pokok Pengadaan Tanah sebagai berikut:
1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah untuk
Kepentingan Umum dan pendanaannya.
2. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah;
b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
c. Rencana Strategis; dan
d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah
3. Pengadaan Tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan
semua pemangku dan pengampu kepentingan.
4. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan antara
kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.
5. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian
Ganti Kerugian yang layak dan adil.
1-3
Pada dasarnya pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum
dengan skala kecil mempunyai dua pilihan proses pengadaan tanahnya
sebagaimana ketentuan yang dinyatakan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19
Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum pasal 126 yang berbunyi, Dalam rangka efisiensi dan
efektifitas, Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum yang luasnya tidak lebih
dari 5 (lima) hektar, dapat dilakukan:
a. secara langsung oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dengan Pihak yang
Berhak, dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati
atau,
b. dengan menggunakan tahapan Pengadaan Tanah.
Dari ketentuan diatas pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bisa
langsung dilaksanaakn oleh Instansi yang memerlukan tanah dengan pihak yang
berhak, namun untuk mengatasi beberapa permasalahan yang mungkin terjadi
seperti diperkirakan akan mendapat penolakan dari masyarakat maka opsi
menggunakan tahapan pengadaan Tanah harus ditempuh (Peraturan Menteri
ATR/Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Selanjutnya pada pasal 4 ayat (1) pada peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum menyatakan Setiap Instansi yang Memerlukan Tanah bagi
pembangunan untuk Kepentingan Umum membuat rencana Pengadaan Tanah yang
didasarkan pada:
a. rencana tata ruang; dan
b. prioritas pembangunan yang tercantum dalam:
1) rencana pembangunan jangka menengah;
2) rencana strategis; dan/ atau
3) rencana kerja pemerintah/Instansi yang Memerlukan Tanah.
1-4
Didalam ketentuan umum pada Peraturan Menteri ATR/BPN No.19 Tahun 2021
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Umtuk
Kepentingan Umum menjelaskan Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah adalah
dokumen yang disusun dan ditetapkan oleh Instansi yang Memerlukan Tanah dalam
tahapan perencanaan pengadaan tanah berdasarkan studi kelayakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Dokumen FS/Studi Kelayakan
Pembangunan Embung Kecamatan Cipocok, Kota Serang telah dilaksanakan
Tahun 2022. Berpijak pada kondisi tersebut berdasarkan Peraturan Menteri
ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi
“Instansi yang Memerlukan Tanah menyusun rencana Pengadaan Tanah” dan pada
ayat (2)-nya berbunyi ” Dalam menyusun rencana Pengadaan Tanah, Instansi yang
Memerlukan Tanah berkoordinasi dan bersinergi dengan Instansi teknis terkait dan
dapat melibatkan Lembaga Profesional dan/atau Ahli” pemerintah Kota Serang
dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang berinisiatif dan
memandang perlu untuk melakukan pekerjaan Dokumen Perencanaan Pengadaan
Lahan dan Aprasial Embung Kec. Serang yang diharapkan dapat memberikan Opsi
proses pelaksanaan penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan embung
sebagai solusi untuk pengendalian dan pemanfaatan curah hujan di Kota Serang
serta mengatasi kekurangan kebutuhan air baku dimusim kemarau.
A Maksud
1-5
untuk dijadikan landasan dalam penempatan/letak tanah, luas tanah yang
dibutuhkan, jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah dan proses pelaksanaan
pengadaan Tanah untuk pembangunan embung di Kecamatan Cipocok Jaya arahan
untuk penentuan Apraissal dan preferensi ganti kerugiaan.
A Tujuan
1-6
5. Gambaran umum status tanah
6. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah.
7. Inventarisasi indikasi lahan terkena Pembangunan Embung
8. Merumuskan arahan Lahan pembangunan Embung.
9. Mengkaji harga lahan di Kawasan perencanaan Embung.
10. Estimasi perkiraaan angaran pembebasan lahan.
11. Preferensi bentuk ganti kerugian
12. Rekomendasi pengadaan lahan pembangunan Embung.
Berpijak dari maksud dan tujuan tersebut maka sasaran yang ingin dicapai dari
pelaksanaan kegiatan Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan dan Aprasial
Embung Kec. Serang ini adalah Rumusan arahan dalam perencanaan pembangunan
Embung di Kecamatan Cipocok Jaya.
1. Tujuan:
a. Mengatasi permasalahan banjir di wilayah sekitarnya sehingga dapat
menghindari kerugian yang dirasakan masyarakat akibat banjir
b. Menjaga kekurangan air bawah tanah sebagai sebagai kebutuhan air baku
masyarakat sehingga biaya lebih untuk mendapatkan air baku jika
kekurangan air bawah tanah dapat teratasi.
c. Sanitasi lingkungan menjadi lebih baik.
2. Manfaat yang diperoleh:
a. Pengendali banjir akibat luapan drainase dan curah hujan yang tinggi.
b. Sebagai pemasok air bersih untuk masyarakat
c. Sumber air untuk kepentingan lainnya sebagai sumber air mengatasi
kebakaran.
d. Sebagai Taman Kota
3. Penerima Manfaat Masyarakat Kota Serang di sekitar Embung Cipocok Jaya.
4. Dampak Sosial yang Timbul
1-7
a. Meningkatkan usaha masyarakat dengan penggunaan dan pemanfaatan air
embung di Cipocok Jaya.
b. Sebagai taman kota masyarakat sekitar embung.
c. Menambah keindahan kota
Lingkup kegiatan yang dilaksanakan pada Perencanaan dan Pengadaan Lahan dan
Apraisal Embung Kecamtan Serang antara lain:
1. Tahap Persiapan dan Desk Study
a. Tinjauan teori dan Kebijakan
b. Metodologi penyusunan
2. Tahap Survey dan Kompilasi Data
a. Melaksanakan Pengumpulan dan pengolahan Data.
b. Melakukan Pengidentifikasian lahan arahan Rencana Pembangunan
Embung.
3. Tahap Analisis dan Perumusan
a. Kesesuaian rencana lokasi pengadaan tanah dengan kesesuaian
pemanfaatan ruang dan prioritas pembangunan
b. analisa letak tanah
i. wilayah administrasi
ii. kondisi geografis
iii. deliniasi batas lokoasi yang akan dibebaskan
iv. analisis aspek teknis, lingkungan, ekonomi dan aspek lainnya
4. Tahap Pelaporan
a. Penyusunan Laporan Pendahuluan
b. Penyusunan Laporan Antara
c. Penyusunan Laporan Akhir
1-8
1.3.2 Lingkup Materi
Lingkup materi yang dilaksanakan pada Perencanaan dan Pengadaan Lahan dan
Apraisal Embung Kecamtan Serang antara lain:
1. penyusunan kerangka kerja logis (kerangka pikir) dan jadwal rencana kerja
2. menganalisa tinjauan kebijakan Spasial dan sektoral Kota Serang.
3. inventarisasi, klasifikasi, klarifikasi, validasi, data dan informasi
primer/sekunder analisis data dan informasi;
4. Identifikasi Lokasi dan luas tanah yang dibutuhkan Pembangunan Embung;
5. Gambaran umum status tanah terkait lahan terkena Pembangunan Embung;
6. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah.
7. perkiraan jangka waktu pelaksanaan pembangunan
8. Mengindentifikasi perkiraan harga lahan
9. rencana penganggaran dan preferensi bentuk ganti kerugian
1.3.3 Keluaran
1.3.4 Metodologi
1.3.4.1 Pendekatan
A Pendekatan Spasial
1-9
negara yang telah sejak lama mengfungsikan perencanaan, bahkan keluasan arti ini
menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan perencanaan seperti arti untuk
‘plan’; ‘planning’; ‘planner’, yang masing masing diartikan sebagai ‘produk dari
proses perencanaan’ ; ‘proses kegiatan penyusunan rencana’ dan ‘subyek perencana
atau penyusun rencana’.
Rencana tata ruang melingkupi wilayah kota berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang terdiri dari rencana umum tata ruang dan rencana rinci
tata ruang. Rencana umum tata ruang yang dimaksud ialah rencana tata ruang
wilayah kota (RTRW Kota). Sedangkan rencana rinci tata ruang terdiri dari rencana
detail tata ruang kota (RDTR Kota) dan rencana tata ruang kawasan strategis kota.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 17 Tahun 2009 tentang
Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota, Rencana umum tata
ruang kabupaten/kota adalah penjabaran RTRW provinsi ke dalam kebijakan dan
strategi pengembangan wilayah kabupaten/kota yang sesuai dengan fungsi dan
peranannya di dalam rencana pengembangan wilayah provinsi secara keseluruhan,
strategi pengembangan wilayah ini selanjutnya dituangkan ke dalam rencana
struktur dan rencana pola ruang operasional.
1-10
Gambar 1.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota dalam Sistem Penataan
Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola
ruang. Rencana struktur ruang meliputi rencana sistem pusat permukiman dan
rencana sistem jaringan prasarana. Rencana pola ruang meliputi peruntukan
kawasan lindung dan kawasan budi daya. Secara detil, dalam Permen PU No. 17
Tahun 2009 RTRW kota memuat tujuan, kebijakan, dan strategi penataan ruang
wilayah kota (penataan kota); rencana struktur ruang wilayah kota; rencana pola
ruang wilayah kota; penetapan kawasan strategis kota; arahan pemanfaatan ruang
wilayah kota; dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota.
Terkait dengan kawasan, substansi yang mengatur kawasan ialah rencana pola
ruang. Rencana pola ruang wilayah kota merupakan rencana distribusi peruntukan
ruang dalam wilayah kota yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi
lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi budi daya. Klasifikasi kawasan
dalam rencana pola ruang wilayah kota berdasarkan Permen PU No. 17 Tahun
2009, ialah terdiri dari:
1. Kawasan lindung yang dapat terdiri atas:
1-11
a. hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya,
yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air;
c. kawasan perlindungan setempat, yang meliputi sempadan pantai,
sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar
mata air;
d. ruang terbuka hijau (RTH) kota, yang antara lain meliputi taman RT,
taman RW, taman kota dan permakaman;
e. kawasan suaka alam dan cagar budaya;
f. kawasan rawan bencana alam, yang meliputi kawasan rawan tanah
longsor, kawasan rawan gelombang pasang dan kawasan rawan banjir; dan
g. kawasan lindung lainnya
2. Kawasan budidaya yang dapat terdiri atas:
a. kawasan perumahan yang dapat dirinci, meliputi perumahan dengan
kepadatan tinggi, perumahan dengan kepadatan sedang, dan perumahan
dengan kepadatan rendah;
b. kawasan perdagangan dan jasa, yang diantaranya terdiri atas pasar
tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern;
c. kawasan perkantoran yang diantaranya terdiri atas perkantoran
pemerintahan dan perkantoran swasta;
d. kawasan industri, yang meliputi industri rumah tangga/kecil dan industri
ringan;
e. kawasan pariwisata, yang diantaranya terdiri atas pariwisata budaya,
pariwisata alam, dan pariwisata buatan;
f. kawasan ruang terbuka non hijau;
g. kawasan ruang evakuasi bencana meliputi ruang terbuka atau ruang-ruang
lainnya yang dapat berubah fungsi menjadi melting point ketika bencana
terjadi;
h. kawasan peruntukan ruang bagi kegiatan sektor informal; dan
i. kawasan peruntukan lainnya, meliputi antara lain: pertanian,
pertambangan (disertai persyaratan yang ketat untuk pelaksanaan
1-12
penambangannya), pelayanan umum (pendidikan, kesehatan, peribadatan,
serta keamanan dan keselamatan), militer, dan lain-lain sesuai dengan
peran dan fungsi kota.
Proses penataan lingkungan suatu kawasan secara fisik dilakukan dari sisi Tata
Ruang (Spatial Approach). Pendekatan tata ruang lingkungan kawasan merupakan
bagian dari Rencana Tata Ruang dan merupakan suatu hal yang dianggap cukup
penting untuk dilaksanakan bila Pemerintah memiliki keinginan untuk membangun
profil kota yang efektif dan efisien serta meningkatkan kelayakan hidup sehat bagi
masyarakatnya. Pendekatan tata ruang ini didasari oleh 2 (dua) hal yaitu :
1. Tingkat kemungkinan untuk dilakukan perubahan terhadap struktur, baik
struktur ruang fisik maupun non-fisik (ekonomi dan perilaku masyarakat) yang
1-13
membentuk suatu kawasan. Dengan demikian penataan diarahkan pada bentuk
penanganan yang bersifat pendefinisian kembali pola atau struktur ruang yang
terbentuk dan bentuk-bentuk penanganan yang mengubah struktur dasar ruang.
2. Kesesuaian fungsi lokasi dan bentuk pengembangan fungsi yang direncanakan
atau diarahkan. Lokasi yang tidak sesuai dengan fungsinya dapat diarahkan
pada pengembalian fungsi atau pembenaran fungsi yang terbentuk dengan
persyaratan tertentu.
1-14
A.2 Peningkatan Aksesibilitas
Aksesibilitas dihitung berdasarkan jumlah waktu dan jarak yang dibutuhkan oleh
seseorang dalam menempuh perjalanan antara tempat-tempat dimana dia bertempat
tinggal dan dimana fungsi-fungsi fasilitas. Dengan dua kelompok faktor, yakni
faktor jarak di satu pihak dan kelompok empat faktor yaitu waktu tempuh, biaya
perjalanan, intensitas guna lahan, faktor pendapatan orang yang melakukan
perjalanan, maka tingkat aksesibilitas dapat ditampilkan secara kualitatif (secara
mutu) dan secara kuantitatif (secara terukur). Daya hubung suatu tempat merupakan
hal yang patut mendapat perhatian dalam hubungan antar zona.
1-15
Gambar 1.2 Manfaat Nilai Kawasan Akibat Pembangunan Infrastruktur
Value Creation
Tercipta Lingkungan
yang Lebih Baik
1-16
A.3 Pola Keterpaduan Infrastruktrur Dalam RTRW
Dalam RTRWN ada turunan dibawahnya, yaitu rencana tata ruang pulau, Rencana
Kawasan Ekonomi Khusus, Kawasan Metropolitan, atau Kawasan-kawasan lain
yang secara nasional menjadi kebijakan nasional yang menjadi acuan dalam
penyelenggaraan penataan ruang nasional. Program Pengembangan Infrastruktur
yang berbasis penataan ruang menjadi hal penting dalam menciptakan keterpaduan
program antarsektor, yang pada akhirnya untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
1-17
Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara termasuk ruang di
dalam bumi mengandung pengertian bahwa ruang darat, laut, dan udara
termasuk ruang di dalam bumi dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak
terpisahkan dalam mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya.
c. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi,
dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang;
d. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
e. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor.
2. Keterpaduan sebagai landasan pedoman dalam penyusunan RTRWN. Hal ini
dijelaskan bahwa RTRWN selain menjadi pedoman untuk penyusunan rencana
pembangunan jangka panjang nasional dan penyusunan rencana pembangunan
jangka menengah nasional; dan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di wilayah nasional; penetapan lokasi dan fungsi ruang
untuk investasi; penataan ruang kawasan strategis nasional; dan penataan ruang
wilayah provinsi dan kabupaten / kota juga dilakukan sebagai pedoman dalam
upaya pewujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah provinsi, serta keserasian antarsektor;
3. Basis Keterpaduan juga terdapat dalam Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang
Wilayah Nasional meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi:
a. Peningkatan akses pelayanan kawasan dan pusat pertumbuhan ekonomi
wilayah yang merata dan berhierarki; dan
b. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan
merata di seluruh wilayah nasional yang memuat hierarki, peran, fungsi,
klasifikasi, jenis penyelenggaraan kegiatan, keterpaduan intra dan
antarmoda, serta keterpaduan dengan sektor lainnya.
1-18
4. Dalam upaya menciptakan keterpaduan infrastruktur pembangunan dalam
RTRWN telah disusun strategi diantaranya:
a. Strategi peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana
meliputi:
i. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan
keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
ii. Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di
kawasan terisolasi;
iii. Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan
dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan
sistem penyediaan tenaga listrik;
iv. Meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan
keterpaduan sistem jaringan sumber daya air; dan
v. Meningkatkan jaringan transmisi dan distribusi minyak dan gas bumi,
serta mewujudkan sistem jaringan pipa minyak dan gas bumi nasional
yang optimal.
b. Adapun dalam menempuh keterpaduan dalam kegiatan budidaya,
RTRWN mengungkapkan strategi untuk perwujudan dan peningkatan
keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan budi daya. Keterpaduan dan
keterkaitan antarkegiatan budi daya mengandung pengertian bahwa
kawasan budi daya yang dikembangkan bersifat saling menunjang satu
sama lain, sehingga dapat mewujudkan sinergi dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Agar keterpaduan dan keterkaitan antarkegiatan
budi daya dapat diwujudkan, diperlukan integrasi rencana pengembangan,
sinkronisasi program, dan koordinasi dalam pelaksanaan pembangunan di
antara para pemangku kepentingan.
1-19
dengan mempertimbangkan isu strategis wilayah dalam kerangka pengembangan
potensi dan solusi terhadap masalah terkait pembangunan infrastruktur. Selain itu,
agar lebih efektif dan efisien, pengembangan infrastruktur harus diselenggarakan
secara terpadu oleh seluruh sektor, seluruh daerah dan diantara para pemangku
kepentingan sebagai bagian dari komitmen pengembangan wilayah nasional. Untuk
itu diperlukan adanya konsistensi dalam menyelenggarakan penataan ruang, baik
pada tingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten maupun Kota.
Pola keterpaduan infrastruktur ke-PU-an, perlu diikuti dalam program antara dinas
terkait di tingkat Kabupaten/Kota maupun di tingkat Provinsi. Selain itu pula pada
beberapa provinsi di Indonesia, dikenal terdapat daerah kepulauan dimana masih
menghadapi kendala pembangunan wilayah yang belum merata, terutama
disebabkan oleh minimnya sarana dan prasarana transportasi baik itu pada pulau-
pulau kecil, maupun pulau-pulau besar. Sehingga diharapkan melalui upaya
1-20
keterpaduan program pengembangan infrastruktur ini dapat memberikan solusi
bagi setiap permasalahan terkait pengembangan infrastruktur di seluruh pelosok di
Indonesia.
1-21
c. Mengkaji sistem sosialisasi rencana tata ruang dalam kaitannya dengan
pengintegrasian aspek perencanaan dan implementasi pemanfaatan ruang;
3. Memahami secara lebih mendalam muatan kebijakan/program pada Kota
Serang dalam keterkaitaann dengan Perencanaan Pengadaan Lahan Dan
Apresial Embung Kec. Serang.
1-22
B Pendekatan Kelembagaan dan Tata Kelola
Konsultan dalam hal ini berusaha untuk melibatkan secara aktif pelaku
pembangunan yang ada dalam setiap tahapan perencanaan. Di dalam penyusunan
rencana ini masyarakat tidak hanya dilihat sebagai pelaku pembangunan
(stakeholder) tetapi juga sebagai pemilik dari pembangunan (shareholder).
1-23
Gambar 1.3 Keterlibatan Pelaku Pembangunan Dalam Proses Perencanaan
Pelaksanaan
Keterlibatan Dalam Perencanaan oleh Pemerintah,
Pelaku
Swasta,
Masyarakat
Forum Forum
Masyarakat Stakeholders Stakeholders
Perangkat
Pengendalian
Rencana Pelaksanaan
Analisis & Penyusunan
SURVEI yang
Interpretasi rencana
Konsultan disepakati
Indikasi
Program
Program Arahan
Pemerintah
Pemerintah Pemerintah
1-24
seminar yang matang, sehingga kesepakatan dapat dengan segera dicapai tanpa
mengurangi kebebasan stakeholders untuk mengeluarkan pendapatnya. Di antara
persoalan-persoalan yang akan muncul, pemilihan stakeholders yang akan
dilibatkan juga bukan merupakan hal yang mudah. Ada dua pilihan solusi untuk
masalah ini. Yang pertama adalah menyebarkan undangan secara terbuka melalui
media massa dan yang lainnya, dan membebaskan setiap yang berminat untuk
berurun rembug. Persoalannya kemudian adalah kesulitan mengontrol jalannya
pembahasan. Kesulitan tersebut terutama disebabkan oleh kemungkinan terlalu
banyaknya pihak yang akan datang, tetapi belum tentu berkepentingan secara
langsung. Dengan sendirinya akan sulit memperoleh suatu kesepakatan. Sedang
yang kedua adalah melalui undangan terbatas. Kesulitan solusi kedua ini adalah
dalam penentuan daftar undangan. Ada kemungkinan terjadi kesalahan
mengundang. Pihak-pihak yang diundang belum tentu mewakili stakeholders
secara keseluruhan.
Kualitas hidup manusia di planet bumi, tidak lepas dari kualitas lingkungan
hidupnya. Adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya
menyebabkan perubahan atas komponen lingkungan hidup. Perubahan ini
berdampak balik terhadap kehidupan manusia, baik dampak negatif maupun positif.
Manusia memiliki tanggungjawab terhadap alam dan jenis mahluk hidup lain
seperti hewan dan tumbuhan. Ada prinsip-prinsip yang secara moral mengatur
bagaimana manusia menggunakan atau mengelola sumber daya dan lingkungannya.
Etika berkaitan dengan moral dan nilai. Etika lingkungan mengkaji dan membahas
hubungan moral antara manusia dengan lingkungan hidupnya.
Universalists memandang bahwa prinsip dasar etika bersifat umum dan tidak dapat
berubah. Aturan-aturan benar atau salah tergantung pada minat, sikap, atau
pandangan kita. Relativists, aliran yang mengklaim bahwa prinsip-prinsip moral
1-25
selalu relativ berlaku untuk seseorang, masyarakat atau situasi. Dalam pandangan
ini, nilai-nilai etik selalu bersifat kontekstual. Tidak ada fakta, kecuali interpretasi
yang ada pada generasi sekarang (Friedrich, dalam Cunningham, 2003). Nihilists,
aliran yang memandang bahwa kekuatan (power) penting untuk mempertahankan
hidup, sementara menurut Utilitarians suatu aktivitas yang benar jika menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak. Berbuat sesuatu terhadap lingkungan
untuk kemaslahatan orang banyak adalah sesuatu yang lebih baik daripada tidak
berbuat sama sekali.
1-26
Mahluk hidup lain memiliki hak untuk hidup seperti manusia. Untuk itu manusia
perlu menghargai mahluk hidup lain yang menjadi bagian dari komunitas hidup
manusia. Semua spesies (mahluk hidup) saling terkait satu sama lain, membentuk
komunitas biotik. Komunitas ini berinteraksi dengan unsur-unsur lingkungan tak
hidup (abiotik), membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Dalam ekosistem,
kepunahan satu spesies dapat memberi dampak bagi komponen lain dalam
komunitas ini (Cunningham, 2003).
Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi
filosofi kita tentang lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang
lingkungan hidup dan sumber daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam
kehidupan.
1-27
pada kawasan pengembangan. Beberapa prasyarat untuk pembangunan
berkelanjutan adalah:
1. Harus didasari oleh kebutuhan (needs assesment);
2. Penetapan keadaan yang harus dimiliki dan keadaan akhir yang akan dicapai
serta dampak sosial budaya yang ditimbulkan;
3. Penetapan dampak lingkungan;
4. Kesepakatan institusional untuk melaksanakan program pembangunan;
5. Penetapan cara mengatasi beban “pengoperasionalan dan pemeliharaan”
jangka panjang;
6. Penggunaan teknologi tepat guna.
1-28
dengan tidak merusak kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi
manusia.
1-29
tersebut maka pembangunan berkelanjutan hanya dapat dilaksanakan dalam
sistem dan suasana politik yang demokratis dan transparan.
4. Dimensi Hukum dan Kelembagaan
Pembangunan berkelanjutan juga mensyaratkan adanya sebuah aturan yang
bersifat institusional dan sistematis yang mampu mengendalikan kegiatan
setiap individu dari setiap tindakan yang berpotensi merusak lingkungan
1-30
Gambar 1.4 Aspek Pada Konsep Pembangunan Berkelanjutan
1-31
lokal, dengan tujuan memperbaiki ekonomi suatu wilayah. Dengan melihat kedua
prinsip konsep keberlanjutan dengan konsep PEL dapat disimpulkan bahwa suatu
kegiatan dapat dikatakan berlanjut secara konsep PEL jika kegiatan tersebut mampu
bertahan dan berkembang lebih baik, serta mampu membangun kapasitas lokal
untuk memperbaiki ekonomi di masa kini hingga masa mendatang.
A Tahap Persiapan
Tahap awal dalam pekerjaan ini adalah persiapan, dimana kegiatan persiapan ini
dilakukan beberapa kegiatan; dimulai dengan mobilisasi tim, pengumpulan
referensi yang berkaitan dengan pekerjaan termasuk menelaah keputusan, asumsi,
rencana-rencana yang berkaitan langsung dengan wilayah rencana, pembuatan
design survai, pembuatan peta dasar.
Muatan pekerjaan :
1. Rencana Umum
Rencana umum meliputi:
a. Studi Perencanaan Pengadaan Lahan Dan Apresial Embung Kec. Serang;
b. Evaluasi kondisi kawasan dan rencana pengembangannya, yang bertujuan
untuk mengetahui karakter, fungsi strategis dan konteks kawasan yang
bersangkutan;
c. Studi menyesuaikan dengan RTRW Kota Serang;
d. Rencana Pembangunan Embung;
2. Tujuan pembangunan Embung disusun berdasarkan:
1-32
a. Hasil evaluasi terhadap permasalahan yang ada.
b. Kebutuhan pengembangan di masa depan.
c. pembangunan untuk Kepentingan Umum.
d. manfaat yang akan diperoleh dari pembangunan untuk Kepentingan
Umum terhadap masyarakat sekitar maupun masyarakat umum.
e. penerima manfaat
f. Dampak Sosial yang timbul dari kegiatan pembangunan untuk
Kepentingan Umum serta alternatif penyelesaiannya.
3. Kriteria
a. Kriteria teknis yang dapat diaplikasikan dalam perencanaan yang sudah
umum digunakan;
b. data hasil survey maka kriteria teknis menjadi bahan acuan.
c. Studi ini meliputi hasil studi kelayakan minimal.
4. Standar Pelayanan
Standar pelayanan ditentukan sejak awal seperti tingkat pelayanan dan cakupan
pelayanan yang diinginkan.
5. Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan prioritas pembangunan
nasional/daerah
6. Penentuan Lokasi embung yang layak secara teknis didasarkan Studi
Kelayakan minimal.
a. letak wilayah administrasi
b. kondisi geografis yang menguraikan kondisi wilayah rencana lokasi
pembangunan antara lain batas wilayah dan topografi.
c. rencana lokasi Pengadaan Tanah memuat titik-titik koordinat batas lokasi
yang akan dibebaskan dengan menggunakan sistem proyeksi Universal
Transverse Mercator (UTM)
d. analisis kelayakan lokasi yang memuat aspek teknis, aspek lingkungan,
aspek ekonomi, dan aspek lainnya yang terdapat dalam dokumen studi
kelayakan.
7. Rencana Keterpaduan prasarana dan sarana air.
Rencana Keterpaduan prasarana dan sarana meliputi :
1-33
a. Identifikasi sistem drainase
b. Keterpaduan proses penanganan persampahan dengan sektor terkait (air
minum, dan drainase, air limbah) diperlukan dalam rangka perlindungan
air baku.
8. Gambaran umum status tanah
Gambaran umum status tanah menguraikan:
a. data awal tekstual dan spasial mengenai penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan atas tanah pada rencana lokasi Pengadaan
Tanah.
b. data awal tekstual mengenai penguasaan dan pemilikan bangunan dan
tanam tumbuh pada rencana lokasi Pengadaan Tanah; dan
c. data awal yang berisi jenis usaha serta benda lain yang dapat dinilai pada
rencana lokasi Pengadaan Tanah.
9. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah.
10. Perkiraan Nilai Tanah menguraikan perkiraan nilai Ganti Kerugian
11. Rencana penganggaran
12. Preferensi bentuk Ganti Kerugian menguraikan pilihan bentuk Ganti Kerugian
sesuai dengan kebutuhan masyarakat berdasarkan hasil kajian
13. Rencana Pengembangan dan Kelembagaan Kelembagaan penyelenggara
meliputi struktur organisasi dan penempatan tenaga ahli sesuai dengan latar
belakang pendidikannya mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
Kegiatan pengumpulan data dan survai ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
nyata kondisi wilayah perencanaan, sehingga diharapkan rencana yang dihasilkan
nantinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kawasan. Pengumpulan data yang
akan dilakukan dalam survai ini dibagi atas dua kelompok besar, yaitu
pengumpulan data sekunder dan pengumpulan data primer.
a. Pengumpulan data sekunder
1-34
Survai ini dimaksudkan untuk mendapatkan data dan informasi yang telah
terdokumentasikan dalam buku, laporan dan statistik yang umumnya terdapat
di instansi terkait. Di samping pengumpulan data, pada kegiatan ini dilakukan
pula wawancara atau diskusi dengan pihak instansi mengenai permasalahan-
permasalahan di tiap bidang/aspek yang menjadi kewenangannya serta
menyerap informasi mengenai kebijakan-kebijakan dan program yang sedang
dan akan dilakukan.
b. Pengumpulan data primer
Survai ini dilakukan untuk mendapatkan data terbaru/terkini langsung dari
lapangan atau obyek kajian. Pengumpulan data primer ini sendiri akan
dilakukan melalui 2 metode, yaitu metode observasi langsung ke lapangan,
metode penyebaran kuesioner atau wawancara. Penetuan penggunaan kedua
metode ini dilakukan berdasarkan jenis data yang dibutuhkan. Namun
demikian ketiganya diharapkan dapat saling menunjang pengumpulan
informasi dan fakta yang diinginkan. Survai primer yang akan dilakukan terdiri
dari 4 tipe survai, yaitu :
1) Survai landuse dan bangunan
Survai yang dilakukan adalah pengecekan di lapangan mengenai guna
lahan eksisting serta bangunan penting yang ada di wilayah perencanaan.
Data-data yang diperoleh dari survai ini digunakan untuk menganalisis
struktur ruang eksisting dan kemudian menetapkan struktur tata ruang dan
penggunaan lahan pada tahun yang direncanakan.
2) Survai infrastruktur
Survai ini dilakukan untuk memperoleh data dengan cara pengamatan
lapangan guna menangkap/menginterpretasikan data sekunder lebih baik.
Di samping itu survai ini dilakukan untuk memperoleh masukan dari para
stakeholders terkait mengenai permasalahan dan kondisi infrastruktur kota
yang bersangkutan. Masukan tersebut dapat diperoleh melalui wawancara
maupun penyebaran kuesioner.
3) Survai Sosial Kependudukan
1-35
Pengumpulan data mengenai sosial kependudukan dilakukan dengan
survai primer dan sekunder, dengan materi yang dikumpulkan adalah data
penduduk dan distribusinya, struktur penduduk, serta sosial
kemasyarakatan. Untuk pengumpulan data yang bersumber langsung dari
masyarakat akan digunakan wawancara semi-terstruktur.
C Kompilasi Data
Tahap kompilasi data meliputi rangkaian kegiatan yaitu: Tabulasi dan Kompilasi.
Semua data dan informasi yang telah diperoleh dari hasil kegiatan pengumpulan
data dan survai kemudian di kompilasi. Pada dasarnya kegiatan kompilasi data ini
dilakukan dengan cara mentabulasi dan mengsistematisasi data-data tersebut
dengan menggunakan cara komputerisasi. Hasil dari kegiatan ini adalah
tersusunnya data dan informasi yang telah diperoleh sehingga mudah untuk
dianalisis. Hasil dari kegiatan ini adalah tersusunnya data dan informasi yang telah
diperoleh sehingga akan mempermudah pelaksanaan tahapan selanjutnya yaitu
tahap analisis. Penyusunan data itu sendiri akan dibagi atas dua bagian. Bagian
pertama adalah data dan informasi mengenai kondisi regional (kondisi makro) dan
bagian kedua adalah data dan informasi mengenai kondisi lokal wilayah
perencanaan (kondisi mikro).
Ada empat hal utama yang perlu dinilai dalam analisis ini yaitu:
1. Analisis potensi dan masalah pengembangan kawasan;
2. Analisis kajian pemanfaatan ruang ;
3. Analisis kajian daya dukung dan daya tampung Lokasi Pengadaan Lahan;
4. Analisis sinkronisasi program pembangunan dan dokumen rencana tata ruang
terkait dengan Lokasi.
1-36
informasi yang akan diperoleh. Walaupun demikian pada usulan teknis ini disajikan
beberapa gagasan mengenai teknik proyeksi, model dan formula analisis yang
umum dan banyak dipergunakan dalam suatu kegiatan analisis perencanaan yang
kemungkinan dapat dijadikan sebagai salah satu teknik analisis. Pada dasarnya
suatu model harus mempunyai ciri dan karakeristik sebagai berikut:
1. Suatu model harus berdasar pada hubungan beberapa dan antar variabel;
2. Dirumuskan kedalam formula dan persamaan matematis;
3. Mudah dikalkulasikan dan dihitung;
4. Memiliki tingkat ketelitian dan rinci dalam perhitungan;
5. Memperhitungkan dimensi waktu.
Keadaan masa sekarang yang terjadi adalah sebagai akibat dari perkembangan dan
kecenderungan yang terjadi pada masa lalu, dengan demikian perlu diketahui
bagaimana kemungkinan - kemungkinan terjadinya kecenderungan -
kecenderungan keadaan di masa yang akan datang berdasarkan pengalaman -
pengalaman di masa lalu. Hasil-hasil yang terjadi pada masa lalu itulah yang
dijadikan input utama pendekatan dalam memproyeksikan perkembangan di masa
mendatang seperti pendekatan ekstrapolatif, normatif dan pendekatan campuran.
Teknik proyeksi dapat dilaksanakan dengan berbagai cara dengan mendasarkan
pada data-data yang ada (statistik maupun penelitian), metode proyeksi yang lazim
dipergunakan adalah: i). Metode Garis Trend; ii). Metode Garis Regresi iii). Metode
Ekonometris sedangkan teknik proyeksi terhadap hal-hal yang bersifat kwalitatif
dilakukan dengan menggunakan: i). Metode Induksi; ii). Metode Generalisasi dan
iii). Metode Deduksi.
1-37
persepsi manusia yang dianggap expert sebagia input utamanya. Kriteria ekspert
lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang dilakukan,
merasakan akibat suatu masalah atau mempunyai kepentingan terhadap masalah
tersebut.
Pilihan lokasi untuk pusat logistik adalah salah satu keputusan manajemen yang
paling penting. Akibatnya, sejumlah besar penelitian telah dikhususkan untuk
pengembangan model matematika untuk menentukan lokasi pusat logistik (Sun et
al.,2008). Lokasi pusat logistik merupakan elemen kunci dalam meningkatkan
efisiensi sistem transportasi angkutan perkotaan dan menginisialisasi kecukupan
dari kegiatan rantai pasokan relatif. Dengan demikian, lokasi pusat logistik harus
dipilih dengan hati-hati. Semua faktor yang mempengaruhi untuk penentuan lokasi
harus dipertimbangkan dan direncanakan dengan baik, oleh karena itu, pemerintah
harus mempertimbangkan pentingnya topik ini dengan setiap keputusan yang
diberikan dalam hal implikasi ekonomi, sosial dan lingkungan yang kuat sebelum
mengumumkan suatu daerah sebagai pusat logistik (Kayikci, 2010).
Van Thai dan Grewal (2005) berpendapat bahwa sebuah kerangka kerja konseptual
seleksi lokasi untuk pusat logistik dapat dilakukan dengan melalui tiga tahap utama.
Pada tahap pertama, area geografis umum untuk pusat logistik diidentifikasi
berdasarkan The Centre of Gravity Principle, dengan mempertimbangkan faktor-
faktor sosial ekonomi. Tahap kedua dari proses seleksi melibatkan identifikasi
lokasi alternatif untuk pusat logistik dan pelabuhan udara/laut yang akan digunakan
untuk arus lalu lintas kargo dalam suatu wilayah geografis. Tahap ketiga berfokus
pada pemilihan lokasi terbaik di antara alternatif lokasi sebagai pusat logistik
berdasarkan pendekatan kuantitatif.
Proses dalam pengambilan keputusan sendiri saat ini telah menjadi sebuah ilmu
matematika (Greco et al., 2005). Metode pengambilan keputusan multi kriteria,
juga dikenal sebagai Multi-Criteria DecisionMaking (MCDM), sangat penting
dalam proses pengambilan keputusan. Analytical Hierarchy Process (AHP)
merupakan salah satu metode MCDM yang paling umum digunakan sebagai alat
1-38
manajemen di beberapa sektor industri, seperti rantai pasokan, logistik dan juga
pendidikan, dengan tujuan menilai strategi dan kinerja (Tramarico et al., 2015).
Metode AHP dikembangkan awal tahun 1970-an oleh Thomas L. Saaty, seorang
ahli matematika dari Universitas Pittsburg. Metode AHP memiliki suatu spesifikasi
tersendiri dalam memunculkan data dari satu atau banyak ahli dengan
menggunakan skala rasio berpasangan, mengatur struktur hierarkis perbandingan
dengan kriteria dan sub-kriteria antara alternatif, menemukan vektor prioritas dalam
setiap kelompok item yang dibandingkan, dan menyusun preferensi lokal dengan
dukungan subkriteria dan kriteria dari semua tingkat hierarki untuk mendapatkan
prioritas global di antara semua alternatif (Lipovetsky, 2009).
Menurut Saaty (2008), penelitian dengan metode AHP ini tidak membutuhkan
jumlah sampel besar tapi cukup orang-orang kunci (key person) yang mempunyai
peranan dan mengetahui dengan baik tentang bidang yang jadi objek penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan Metode AHP untuk mengembangkan hierarki
1-39
pemilihan lokasi pusat logistik berikat terbaik berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman beberapa orang ahli di lapangan. AHP sangat efektif dalam
mengkuantifikasikan pengetahuan kualitatif dengan mengukur dimensi intangible.
Hal ini penting karena dimensi intangible, yang dapat diukur hanya dengan
penelitian kualitatif, tidak dapat langsung diukur menggunakan skala absolut.
Faisol et al. (2014) menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip yang harus
dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, diantaranya adalah: (a)
Decomposition, yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya
sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi, (b) Comparative
Judgment, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada
suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Hasil dari
penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matrix pairwise
comparison. Proses pembanding dapat dikemukakan dengan penyusunan skala
variabel seperti pada Tabel
1-40
Tabel 1.2 Skala Penilaian Kriteria Berpasangan
(c) Synthesis of Priority, yaitu mencari nilai eigen vektor untuk mendapatkan local
priority, (d) Logical Consistency, yaitu menentukan tingkat konsistensi dari hasil
penilaian.
Proses AHP dapat diringkas dalam empat langkah utama (Tugba Turgut et al.,
2011): Langkah 1: Definisikan masalah dan penentuan tujuannya. Pada langkah ini,
pengambil keputusan menentukan kriteria evaluasi dan alternatif. Langkah 2:
Pembentukan setiap faktor untuk matriks perbandingan berpasangan. Pada langkah
ini, unsur-unsur nilai perbandingan berpasangan ditentukan (oleh para ahli,
kuesioner, dan lain-lain). Pertama, kriteria dibandingkan sesuai dengan tujuan
utama. Jika ada sub-kriteria, sub-kriteria dibandingkan dengan perbandingan
berpasangan sehubungan dengan kriteria yang berkaitan. Kemudian, alternatif
dibandingkan terhadap kriteria. Dengan demikian, matriks perbandingan dari
model keputusan dapat terbentuk. Langkah 3: Perhitungan nilai eigen dan vektor
eigen. Perbandingan matriks dengan kriteria n adalah nxn matriks persegi A. Unsur-
unsur dari matriks A adalah aij, yang menggambarkan nilai perbandingan kriteria i
dengan kriteria j, dan elemen aji yang menggambarkan sebaliknya sebagai 1/aij.
Matriks W dihitung dengan membagi masing-masing kolom dari A ke kolom
jumlahnya. Kemudian λmax, nilai eigen utama matriks, dapat ditemukan dengan
menggunakan hubungan matematis AW = λmaxW. Langkah 4: Penentuan alternatif
yang tepat, dengan menggunakan bobot dari vektor eigen alternatif.
1-41
sosial (Rao et al, 2015). Pada penelitian ini juga digunakan 7 (tujuh) sub kriteria
terkait untuk mengevaluasi dan memilih lokasi potensial.
Dengan melihat kondisi Kota Serang, nilai strategi dan faktor dominan daya saing
daerah maka Kriteria dan Sub Kriteria yang digunakan dalam struktur AHP
kegiatan ini dirumuskan sebagai berikut.
1-42
Kriteria Sub Kriteria DESKRIPSI
Kondisi Lalu lintas Diperlukan lingkungan lalu lintas yang tertib dan
teratur sehingga mendukung kelancaran arus di
kawasan embung
Lingkungan Kondisi Alam Embung memerlukan daya dukung tanah landai.
Dengan demikian harus dicari juga lokasi yang
dapat menampung air dengan baik.
Pelestarian Alam tidak menggangu alam dan berdampak kerusakan
lingkungan
Pembangunan Pembangunan Jangka Ketersesuaian dengan kebijakan pembangunan
Jangka Panjang Panjang Sektoral Jangka Panjang Sektoral
Pembangunan Jangka Ketersesuaian dengan kebijakan pembangunan
Panjang Spasial Jangka Panjang Spasial
Kesesuaian Lahan Ketersediaan lahan harus sesuai dengan
karakteristik fungsi dan memungkinkan
pengembangan / perluasan lebih lanjut
Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9
yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu
elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil
perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa
membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel
yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Jika untuk aktivitas i
1-43
mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai
kebalikannya dibanding dengan i.
SKALA
KRITERIA No. No. KRITERIA
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0,50 0,33 0,25 0,20 0,17 0,14 0,13 0,11
Aksesibilitas 1 2 Ekonomi
Aksesibilitas 1 3 Sosial
Aksesibilitas 1 4 Lingkungan
Aksesibilitas 1 5 Pembangunan
Jangka
Panjang
Ekonomi 2 3 Sosial
Ekonomi 2 4 Lingkungan
Ekonomi 2 5 Pembangunan
Jangka
Panjang
Sosial 3 4 Lingkungan
Sosial 3 5 Pembangunan
Jangka
Panjang
Lingkungan 4 5 Pembangunan
Jangka
Panjang
1-44
SUB SKALA SUB
KRITERIA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 KRITERIA
lintas
Keamanan Kondisi Lalu
lintas
Lingkungan
Kondisi Alam Pelestarian
Alam
Pembangunan Jangka Panjang
Pembangunan Pembangunan
Jangka Jangka
Panjang Panjang
Sektoral Spasial
Kesesuaian
Lahan
Pembangunan Kesesuaian
Jangka Panjang Lahan
Spasial
1-45
Sintesa prioritas dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas
dari kriteria bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap
elemen dalam level yang dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa gabungan atau
dikenal dengan prioritas global yang kemudian digunakan untuk memboboti
prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya.
1-46
Tabel 1.6 Contoh Matrik Perbandingan Aij
No. 1 2 3 4 5
1 1 1,00 1,00 1,00 2,00 6,00
2 1,00 1 1,00 1,00 2,00 6,00
3 1,00 1,00 1 0,11 0,11 3,22
4 1,00 1,00 9,00 1 0,11 12,11
5 0,50 0,50 9,00 9,00 1 20,00
4,50 4,50 21,00 12,11 5,22
1 2 3 4 5
1 0,22 0,22 0,05 0,08 0,38 0,9576
2 0,22 0,22 0,05 0,08 0,38 0,9576
3 0,22 0,22 0,05 0,01 0,02 0,5225
4 0,22 0,22 0,43 0,08 0,02 0,9769
5 0,11 0,11 0,43 0,74 0,19 1,5854
5,0000
Jumlah Vektor
No. Kriteria
Normalisasi Prioritas
1 Aksesibilitas 0,96 0,1915
2 Ekonomi 0,96 0,1915
3 Sosial 0,52 0,1045
4 Lingkungan 0,98 0,1954
5 Pembangunan Jangka Panjang 1,59 0,3171
1,0000
1-47
Tabel 1.9 Contoh Matrik Nilai Eigen
1 2 3 4 5
1 0,191522 0,191522 0,104503 0,195372 0,634161
2 0,191522 0,191522 0,104503 0,195372 0,634161
3 0,191522 0,191522 0,104503 0,021708 0,035231
4 0,191522 0,191522 0,940526 0,195372 0,035231
5 0,095761 0,095761 0,940526 1,75835 0,31708
Dari hasil ninai eigen dapat diperoleh nilai Nmax yang merupakan total nilai eigen
dibagi dengan vektor prioritas dari kriteria.
Setelah mendapatkan nilai Nmax maka dapat diperoleh nilai Ci (indeks konsistensi)
dengan rumus =(Nilai Eigen maksimum-total jumlah normalisasi)/( total jumlah
normalisasi -1).
n 2 3 4 5
Ri 0 0,58 0,9 1,12
Jika nilai CR (Rasio Konsistensi) kurang dari atau sama dengan 0,1 (CR≤0,1) maka
jawaban kuesioner dianggap konsisten.
Tahapan dari analisa ini adalah analisa pembobotan dan analisa Overlay
1-48
• Analisa Pembobotan Kriteria
Tahapan pertama dari analisa penentuan lokasi industri ini adalah menentukan
lokasi yang sesuai dengan kriteria lokasi embung. Adapun alat analisa yang
digunakan adalah pembobotan. Kriteria-kriteia yang digunakan merupakan
kriteria hasil dari analisa sebelumnya (AHP) Penilaian bobot dilakukan dengan
indikator masingmasing kriteria yang ditetapkan berdasarkan studi literature
dan kondisi eksisting wilayah. Pembuatan indicator bertujuan untuk
memperjelas justifikasi memenuhi atau tidaknya suatu alternatif lokasi
terhadap kriteria.
• Analisa Weighted Overlay
Analisa ini digunakan sebagai kelanjutan dari pembobotan dari tiap-tiap
kriteria. SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasiinformasi geografis. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek dan
fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer
yang memiliki empat kemampuan dalam menangani data yang bereferensi
geografi :
o Masukan
o Manajemen data (penyimpanan dan pengambilan data)
o Analisis dan manipulasi data
o Keluaran
Dalam penelitian ini, analisa data dilakukan dengan menggunakan alat (tools)
SIG dalam bentuk analisa tumpang-susun (overlay). Overlay adalah teknik
analisis spasial dengan melakukan tumpang tindih pada peta-peta tematik
untuk menghasilkan tujuan atau peta yang diharapkan. Data yang diperlukan
dalam penggunaan analisa Overlay ini data yang spasial, maka hasil dari
pembobotan yang telah dilakukan harus dispasialkan yaitu dengan didigit
(dibuat) atau diraster di software autoCAD yang kemudian hasilnya akan
dianalisis dalam analisa spasial (overlay) menggunakan software Arc GIS.
Dalam software Arc GIS terdapat fasilitas menu tambahan berupa Model
1-49
Builder yang memudahkan dalam proses overlay melalui model atau bentuk
yang diinginkan, sehingga terlihat (terbentuk) daerah-daerah (berupa peta)
yang dapat dijadikan sebagai kawasan alternatif lokasi industri pengolah
sampah Dalam model builder terdapat 2 tekik analisa overlay, yaitu arithmetic
overlay dan weighted overlay. Weighted overlay berdasarkan pembobotan.
Arithmetic overlay digunakan untuk menambah, mengurangi, mengali, atau
membagi faktor-faktor dalam area geografis. Hasil akhir dari analisa ini adalah
diketahuinya lokasi yang dapat digunakan sebagai lokasi Embung.
Analisis ini diperlukan untuk mengetahui pola, luas dan persebaran penggunaan
lahan yang ada di wilayah kajian serta kecendrungan perkembangan penggunaan
lahan di masa yang akan datang. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengusaan, peruntukan, pemanfaatan dan penggunaan lahan/tanah dalam rangka
mengendalikan pemanfaatan Ruang .
1. Analisis sistem penggunaan lahan dilakukan untuk mendetailkan pola ruang
dari RTRW Kabupaten/Kota alternatif lokasi Embung
2. Analisis sistem penggunaan lahan didasarkan pada kondisi fisik kawasan
perencanaan, kondisi eksisting, status lahan, dan kerentanan terhadap risiko
bencana.
3. Analisis sistem penggunaan lahan tersebut meliputi:
a. analisis simpangan antara pola ruang RTRW dan kondisi eksisting
b. analisis tutupan lahan dan run-off yang ditimbulkan
c. analisis kepemilikan tanah
4. Analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
rencana pola ruang.
Secara lebih rinci analisis penggunaan lahan dimaksudkan untuk melakukan kajian-
kajian terhadap:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi pemanfaatan/penggunaan
lahan/tanah, distribusi penggunaan lahan serta interest/ kecenderungan swasta
1-50
dan masyarakat dalam penguasaan/ pemilikan/ penggunaan lahan, baik karena
pengaruh aspek fisik/ lokasi, ekonomi, harga tanah, aksesibilitas, keunggulan
kompetitif, keunggulan komparatif, keterkaitan sosial maupun aspek lainnya.
2. Bentuk-bentuk penguasaan, pemanfaatan dan penggunaan lahan yang
dilakukan masyarakat dan swasta.
3. Bentuk-bentuk intervensi pemerintah dalam rangka pengendalian pemanfaatan
baik berupa insentif misalnya berupa rangsangan pemerintah kepada swasta
untuk menanamkan modal, maupun bentuk disinsentif misalnya berupa
penguasaan/ pengaturan yang dilakukan pemerintah antara lain larangan,
pengenaan pajak yang tinggi, perijinan bersyarat, dan sebagainya.
Setiap feature (titik, garis dan polygon) disimpan dalam angka koordinat X, Y dan
untuk konsep layernya disimpan dalam bentuk coverage. Secara umum dijelaskan
sebagai berikut: Setiap layer pada GIS dalam bentuk coverage terdiri dari feature
geografi yang dihubungkan secara topologi dan berkaitan dengan data atribut,
sebagaimana dapat terlihat pada gambar berikut.
1-51
Gambar 1.5 Permodelan Data Spasial GIS
Integrasi informasi
Model data raster : spasial dan non-
Pixels spasial (atribut)
Foto udara, scanned
image, citra satelit
Kondisi Alam
Secara umum analisis fisik/lingkungan dan SDA ini, memiliki keluaran sebagai
berikut:
1. gambaran daya dukung lingkungan fisik dalam menampung kegiatan yang ada
maupun yang akan dikembangkan sampai embung sudah beroperasi ;
2. gambaran daya dukung maksimum (daya tampung) ruang/lingkungan hidup
dalam menampung kegiatan pemanfaatan embung;
3. gambaran kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ruang di masa datang
berdasarkan kondisi fisik/lingkungannya;
1-52
4. gambaran potensi dan hambatan pembangunan keruangan dari aspek fisik; dan
5. gambaran alternatif-alternatif upaya mengatasi hambatan fisik/lingkungan
yang ada di embung.
Keluaran analisis fisik atau lingkungan ini digunakan sebagai bahan dalam sintesa
analisis holistik dalam melihat potensi, masalah, peluang penataan ruang lokasi
industri pengolahan.
Analisis sumber daya alam dan fisik/lingkungan wilayah yang perlu dilakukan
mencakup beberapa analisis berikut:
1. Analisis sumber daya air
Dilakukan untuk memahami bentuk dan pola kewenangan, pola pemanfaatan,
dan pola kerjasama pemanfaatan sumber daya air yang ada dan yang sebaiknya
dikembangkan lokasi industri pengolahan. Khususnya terhadap sumber air
baku serta air permukaan (sungai dan/atau danau)yang mengalir dalam lokasi
industri pengolahan yang memiliki potensi untuk mendukung pengembangan
dan/atau memiliki kesesuaian untuk dikembangkan bagi kegiatan tertentu yang
sangat membutuhkan sumber daya air. Analisis ini menjadi dasar dalam
menetapkan kebijakan yang mengatur sumber sumber air tersebut.
2. Analisis sumber daya tanah
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan
lokasi Embung berdasarkan kesesuaian tanah serta kawasan rawan bencana.
Analisis ini menghasilkan rekomendasi bagi a zona budi daya dan zona
lindung.
3. Analisis topografi dan kelerengan
1-53
Analisis ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan pengembangan
lokasi Embung berdasarkan potensi dan kendala dari aspek geologi
lingkungan.
2. Analisis klimatologi
Digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan permasalahan pengembangan
lokasi Embung berdasarkan kesesuaian iklim setempat.
3. Analisis sumber daya alam
Dilakukan untuk mengetahui daya dukung/kemampuan wilayah perencanaan
dalam menunjang fungsi sumber daya alam hayati, baik untuk perlindungan
maupun kegiatan produksi. Selain itu, analisis ini dimaksudkan untuk
mengindari penetapan lokasi Embung pada lahan bagi penggunaan hutan
produksi tetap dan terbatas, hutan yang dapat dikonversi, hutan lindung, dan
kesesuaian fungsi hutan lainnya.
Untuk mengetahui bagaimana daya dukung fisik dan lingkungan pada wilayah
kajian, yang meliputi wilayah potensi pengembangan, wilayah kendala dan wilayah
limitasi. Analisis terhadap kondisi fisik kawasan merupakan salah satu faktor yan
penting dalam mendukung pengembangan suatu kawasan. Kondisi fisik dapat
dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Fisik dengan limitasi pengembangan; suatu kondisi fisik yang tidak dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan.
2. Fisik dengan kendala pengembangan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan akan tetapi terdapat berbagai kendala.
3. Fisik dengan kemungkinan pengembanan; suatu kondisi fisik yang dapat
dikembangkan untuk suatu kegiatan tanpa ada kendala.
4. Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan
adalah analisis superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:
a. Kondisi topografi
b. Kondisi geologi
c. Kondisi hidrologi
d. Kondisi hidrogeologi
1-54
e. Kondisi jenis tanah
f. Dan lain-lain.
5. Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kritera serta
berbagai pertimbangan untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yan sebenarnya.
Faktor yang penting dalam analisis kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan
daerah rawan bencana (tanah longsor, gempa bumi, banjir dll). Dengan
diketahui daerah rawan bencana tersebut maka dapat diantisipasi
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Untuk mendapatkan kondisi fisik di atas, maka analisis yang perlu dilakukan
adalah analisis superimpose (overlay) dari beberapa kondisi fisik, yaitu:
a. Kondisi topografi;
b. Kondisi geologi;
c. Kondisi hidrologi;
d. Kondisi hidrogeologi;
e. Kondisi jenis tanah;
f. dan lain-lain.
Dalam analisis tiap kondisi fisik ini juga diperlukan kriteria-kritera serta berbagai
pertimbangan untuk mendapatkan hasil kondisi fisik yan sebenarnya. Faktor yang
penting dalam analisis kondisi fisik ini adalah untuk mendapatkan daerah rawan
bencana (tanah longsor, gempa bumi, banjir dll). Dengan diketahui daerah rawan
bencana tersebut maka dapat diantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi.
1-55
Gambar 1.6 Proses Analisis Daya Dukung dan Kesesuaian Lahan
1-56
D.4.1 Morfologi Terhadap Kemampuan Lahan
Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologis suatu wilayah
kompleks. Morfologi kompleks berarti bentang alamnya berupa gunung,
pegunungan dan bergelombang. Akibatnya, kemampuan pengembangannya sangat
rendah sehingga sulit dan tidak layak untuk dikembangkan. Lahan seperti ini
sebaiknya direkomendasikan sebagai wilayah lindung, atau budidaya yang tidak
berkaitan dengan manusia, contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak
bisa dimanfaatkan untuk aktivitas ladang dan sawah. Sebaliknya lahan dengan
morfologi rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya
datar dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya.
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau tidak kondisi
lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut. Bila suatu kawasan
disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi wilayahnya tidak stabil. Tidak
stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak yang artinya tidak aman
1-57
dikembangkan untuk bangunan atau permukiman dan budidaya. Kawasan ini bisa
digunakan untuk hutan, perkebunan dan resapan air. Sebenarnya, satu Satuan
Kemampuan Lahan saja tidak bisa menentukan peruntukan lahan apakah itu untuk
pertanian, permukiman, dll. Peruntukan lahan didapatkan setelah semua SKL
ditampalkan (overlay) lagi.
1-58
2. Memperoleh gambaran tingkat kestabilan pondasi di Kawasan sekitar lokasi
rencana pembangunan Embung .
3. Mengetahui perkiraan jenis pondasi dari masing-masing kestabilan pondasi.
Dalam mencapai sasaran yang diinginkan sehingga menghasilkan suatu hasil yang
baik maka diperlukan data-data pendukung sehingga menjadi sesuatu yang baik,
yaitu Peta Kestabilan Lereng, Peta Geologi, Peta Geologi Permukaan, Karakteristik
Air Tanah Dangkal, Penggunaan Lahan yang ada saat ini, Setelah data-data tersebut
di lakukan analisis makan akan menghsilkan Peta Satuan Kemampuan Lahan
Kestabilan Pondasi dan Deskripsi masing-masing tingkatan kestabilan pondasi
yang memuat juga perkiraan jenis pondasi untuk masing-masing tingkatan
kestabilan pondasi.
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan yang mendukung stabil atau tidaknya
suatu bangunan atau kawasan terbangun. Kestabilan pondasi tinggi berarti wilayah
tersebut akan stabil untuk pondasi apapun atau untuk segala jenis pondasi.
Kestabilan pondasi kurang berarti wilayah tersebut kurang stabil untuk berbagai
bangunan, namun mungkin untuk jenis pondasi tertentu, bisa lebih stabil, seperti
pondasi cakar ayam. Sedangkan kestabilan pondasi rendah berarti wilayah tersebut
kurang stabil untuk berbagai bangunan.
1-59
ketersediaan air sedang artinya air tanah dangkal tak cukup banyak, tapi air tanah
dalamnya banyak. Perlu diperhatikan beberapa hal di bawah ini :
1. Hati-hati dalam merekomendasikan air tanah dalam atau artesis, karena tanah
artesis ini pengisiannya lambat dan daerah peresapannya perlu pengaman.
Eksploitasi air tanah dalam yang melebihi kapasitasnya akan menimbulkan
berbagai permasalahan, seperti amblesan di permukaan, dan penyusupan air
lautpada daerah pantai.
2. Data curah hujan yang digunakan dalam penghitungan ketersediaan air adalah
data curah hujan minimal rata-rata (10 tahunan), karena penghitungan ini
didasarkan pada ketersediaan air minimal, sehingga pada musim kering pun
masih bisa disediakan air sebesar yang diperhitungkan tersebut.
3. Untuk air tanah yang mutunya kurang atau tidak memenuhi persyaratan,
digolongkan dalam kemampuan yang rendah, dan tidak diperhitungkan dalam
perhitungan kap asitas air. Dalam kasus air yang tersedia hanya dengan mutu
demikian, maka analisis harus dilengkapi dengan pengolahan air secara
sederhana untuk dapat digunakan langsung oleh penduduk.
4. Kondisi geologi yang perlu diperhatikan juga adalah kemungkinan adanya
gejala mineralisasi baik ditempat maupun di bagian hulu, karena proses
tersebut akan menimbulkan pengayaan unsur kimia tertentu yang bersifat
beracun seperti Sulfur, Arsen, dan lainnya.
5. Penggunaan lahan yang ada saat ini yang kemungkinan bersifat mencemari air
seperti: industri, pembuangan sampah, dan lainnya perlu diperhatikan dalam
merekomendasikan ketersediaan air tanah ini.
1-60
3. Memperoleh gambaran penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan air,
dan pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang memenuhi
persyaratan kesehatan.
Dalam mencapai sasaran yang diinginkan sehingga menghasilkan suatu hasil yang
baik maka diperlukan data-data pendukung sehingga menjadi sesuatu yang baik,
yaitu Peta Morfologi, Peta Jenis Tanah, Peta Curah Hujan, Peta Sebaran Mata Air
dan Peta Air Tanah Dangkal.
Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah tidaknya air mengalir. Drainase
tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau mengalir lancar. Drainase rendah
berarti aliran air sulit dan mudah tergenang.
1-61
masing-masing tingkatan kemampuan terhadap erosi. Dan mengetahui daerah yang
peka terhadap erosi dan perkiraan pengendapan hasil erosi tersebut pada bagian
hilir. Ada beberapa Peta yang dibutuhkan dalam analisis, peta permukaan, peta
geologi, peta morfologi, peta kemiringan lereng. Data hidrologi dan klimatologi
dan penggunaan lahan. Setelah data-data tersebut dianalsis maka akan
menghasilkan peta SKL terhadap erosi.
Erosi berarti mudah atau tidaknya lapisan tanah terbawa air atau angin. Erosi tinggi
berarti lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi rendah
berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada erosi berarti tidak
ada pengelupasan lapisan tanah. Perlu diperhatikan bahwa SKL Terhadap Erosi ini
seringkali berlawanan dengan SKL Untuk Drainase, namun demikian tidak berarti
berlaku umum dengan menganggap SKL Terhadap Erosi ini adalah kebalikan dari
SKL Untuk Drainase, dan tidak berarti pula pada waktu di-superimpose-kan akan
saling menghilangkan, karena kedua SKL ini berbeda bobotnya dalam suatu
wilayah dan/atau kawasan.
1-62
3. Penggunaan lahan yang ada saat ini, terutama permukiman dan prasarana kota
lainnya hendaknya jauh dari daerah yang diusulkan, mengingat berbagai
kesulitan yang mungkin timbul akibat penampungan tersebut.
SKL bencana alam merupakan pertampalan (overlay) dari lima peta bencana alam,
yaitu :
• Rawan gunung berapi dan aliran lava;
• Kawasan rawan gempa bumi dan kawasan zona patahan/sesar;
• Kawasan rawan longsor dan gerakan tanah;
• Kawasan rawan gelombang pasang dan abrasi pantai;
• Kawasan rawan banjir.
Jadi, morfologi gunung dan perbukitan dinilai tinggi pada peta rawan bencana
gunung api dan longsor. Sedangkan lereng datar yang dialiri sungai dinilai tinggi
pada rawan bencana banjir.
1-63
b. Lahan yang perlu dicadangkan, merupakan kawasan transisi yang merupakan
cadangan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri. Lahan ini terdapat
pada kemiringan 8%-15%.
c. Lahan yang harusa dikonservasikan, merupakan kawasan dengan kemiringan
yang curam dan bergelombang ( >15% ) dan lahan sekitar aliran sungai. Lahan
dengan kemiringan >15% tersebut berfungsi sebagai penyangga kota dan
sebagai reservoir air terutama terhadap bahaya erosi.
Pola penggunaan ruang maksudnya adalah segala macam jenis penggunaan ruang
yang dimanfaatkan oleh manusia, yang sesuai dengan kondisi dan jenis
penggunaannya, terutama ditekankan pada karakteristik binaan yang telah ada atau
telah dibangun. Dalam pembahasan ini, akan di analisis mengenai penggunaan
lahan kota, dan kecenderungan fisik kota.
kawasan terbangun, kemiringan lahan yang cukup rendah (datar), ketersediaan air
bersih dan ketersediaan fasilitas kota serta prasarana jalan. Luas Lahan untuk
menampung perkembangan Kota adalah luas lahan potensial dikurangi dengan luas
lahan terbangun (mencakup kawasan perumahan, jasa, fasilitas sosial dan umum,
industri, perusahaan serta jaringan jalan).
1-64
transportasi yang diharapkan mampu menggerakkan perkembangan kawasan.
Secara menyeluruh, pola keterkaitan ruang antar bagian kawasan yang diwakili
pusat-pusat membentuk kecenderungan struktur ruang kawasan pada masa
mendatang. Untuk mencapai struktur ruang wilayah yang dituju, maka arahan
pengembangan pusat-pusat di kawasan perencanaan seyogyanya
mempertimbangkan:
1. Kecenderungan pertumbuhan pusat-pusat yang ada di daerah menurut aspek
demografis, kegiatan ekonomi, kegiatan sosial, dan pertahanan-keamanan.
2. Kecenderungan keterkaitan ruang.
3. Kebijakan Pemerintah Daerah atas peran dan fungsi kawasan.
1-65
Analisis ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam i bagian dari wilayah
kota yang diprioritaskan penangannya di dalam penentuan lokasi dan
operasionalisasi
Ada 3 (tiga) model analisis proyeksi penduduk yang digunakan yaitu Model Bunga
Berganda, Model Regresi Linier dan Model Eksponensial yang mana selanjutnya
ketiga model analisis tersebut akan dihitung nilai korelasi dan standar daviasi,
sehingga diperoleh 1 (satu) model analisis proyeksi penduduk yang sesuai dengan
perkembangan penduduk wilayah perencanaan
1. Metode Bunga Berganda
Pn = P ( 1 + R )n
Dimana :
Pn = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun n
P = Jumlah penduduk di daerah yang diselidiki pada tahun dasar
R = Tingkat (prosentase) pertambahan penduduk rata-rata setiap tahun
(diperoleh dari data masa lalu)
2. Model Analisis Regresi Linier
Pt = a + bx
1-66
Dimana:
Pt = Jumlah penduduk daerah yang diselidiki pada tahun t
X = Nilai yang diambil dari variabel (a,b)
a = ƩP ƩX2 - ƩP ƩXP
N ƩX2 - (ƩX)2
b = N ƩXP - ƩP ƩXP
N ƩX2 - (ƩX)2
3. Model Analisis Eksponensial
Pn = Po + Ka.X
Ka = Po –Pt
T
Dimana :
Pn = jumlah penduduk pada n tahun mendatang
Po = jumlah penduduk pada akhir tahun data
Pt = jumlah penduduk pada awal tahun data
X = selang waktu ( tahun dari tahun n – tahun terakhir )
t = jumlah data dikurangi 1
Ka = pertumbuhan rata-rata penduduk
4. Nilai Korelasi
n.(Xi.Yi ) − (Yi )(Xi )
r =
n.(Xi )− (Xi ) .(n(Yi )− (Yi ) )
2 2 2 2
1-67
kenaikan atau penurunan nilai x. Bila ( r ) negatif maka korelasi antara variabel
bersifat berlawanan, kenaikan nilai x terjadi bersamaan dengan penurunan nilai
y dan sebaliknya.
5. Nilai Standar Daviasi
SD =
( Yi − Yn )2
n−2
1-68
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pola dan intensitas pergerakan.
Metoda analisa yang digunakan adalah model analisa grafitasi, yaitu sebagai
berikut :
Di Dj
Gi j = K
dijx
Dimana :
Gi j = Besaran pergeseran relatif K = Konstanta grafitasi
Di = Dimensi aktivitas Zone I Dj = Dimensi aktivitas
zone j
Dij = jarak antara i – j x = Konstanta jarak
1-69
a. Karakteristik perjalanan (maksud perjalanan)
b. Karakteristik dari alternatif moda (ongkos, waktu, kenyamanan,
kecepatan)
c. Karakteristik pribadi (akses terhadap kendaraan, usia, pendapatan dan
pekerjaan)
Bentuk model ini adalah sebagai berikut:
C = A + Bs(Xs-Xs) + Ct.Yta
Dengan :
Xs = Karakteristik moda 1
Xs = Karakteristik moda 2
Yta = Karakteristik penduduk yang melakukan perjalanan dalam
kelompok a
A,Bs,Ct = koefesien regresi
3. VCR (Volume Capacity Ratio)
VCR diperlukan untuk menilai tingkat kapasitas ruas jalan yang dinayatakan
dengan kendaraan dalam saatuan penumpang per jam. Kapasitas ruas jalan
adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu
tertentu. Jika arus lalu lintas mendekati nilai 1 atau mendekati kapasitas, berarti
kemacetan mulai terjadi. Model yang digunakan untuk menilai tingkat VCR
adalah:
1 – (1 – a) Q / C
TQ = T0
1–Q/A
Dimana :
TQ = waktu tempuh pada saat arus
T0 = waktu tempuh pada saar arus = 0
Q = arus lalu lintas
C = kapasitas
a = indeks tingkat pelayanan
4. Metode Skalogram
1-70
Digunakan untuk menentukan fasilitas, yang selanjutnya merupakan masukan
bagi penentuan hirarki zona-zona berdasarkan kesediaan fasilitas.
5. Metode Sentralistis
Merupakan metode penentuan hirarki tingkat pelayanan desa-desa atau bagian
wilayah kota, dimana perhitungannya merupakan kelanjutan dari hasil yang
diperoleh metode skalogram
6. Metode Komparatif
Digunakan untuk membandingkan suatu keadaan tertentu dengan keadaan lain.
Perbandingan ini bisa dilakukan biasanya oleh karena adanya perbedaan waktu
atau perbedaan jenis. Biasanya penggunaan model ini disertakan dengan
persentase.
Metode yang akan dipergunakan tidak terbatas pada metoda-metoda yang di
uraikan diatas, tetapi juga dapat menggunakan metode-metode lain apabila
dirasakan perlu dalam menganalisis data yang diperlukan.
1-71
1.4 SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB I PENDAHULUAN
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang:
• latar belakang perlunya Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
embung Cipocok Jaya,
• maksud dan tujuan
o Maksud Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan
o Maksud Pembangunan Embung di Kecamatan Cipocok
o Tujuan Perencanaan Pengadaan Lahan
o Tujuan Rencana Pembangunan
• Ruang Lingkup
o .lingkup kegiatan
o Lingkup materi
o Keluaran
• Sistematika Pelaporan
1-72
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang wilayah administrasi,
kondisi geografi, titik koordinat batas bidang dan analisa kelayakan
lokasi.
BAB IV METODOLOGI
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang pendekatan, Metodologi
yang dimana terdapat metode pengumpulan data, kerangka pikir
penyusunan dan metode analisis
BAB I PENDAHULUAN
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang:
• latar belakang perlunya Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
embung Cipocok Jaya,
• maksud dan tujuan
o Maksud Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan
o Maksud Pembangunan Embung di Kecamatan Cipocok
o Tujuan Perencanaan Pengadaan Lahan
o Tujuan Rencana Pembangunan
• Ruang Lingkup
o lingkup kegiatan
o Lingkup materi
o Keluaran
o Metodologi
• Sistematika Pelaporan
1-73
BAB II KESESUAIAN DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH
DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang Kesesuaian Perencanaan
Pengadaan Lahan dan Apraisal Embung Kec. Serang dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Serang, kesesuaian dengan Rencana Prioritas
Pembangunan Nasional dan RPJMD Kota Serang.
BAB I PENDAHULUAN
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang:
1-74
• latar belakang perlunya Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah
embung Cipocok Jaya,
• maksud dan tujuan
o Maksud Dokumen Perencanaan Pengadaan Lahan
o Maksud Pembangunan Embung di Kecamatan Cipocok
o Tujuan Perencanaan Pengadaan Lahan
o Tujuan Rencana Pembangunan
• Ruang Lingkup
o lingkup kegiatan
o Lingkup materi
o Keluaran
o Metodologi
• Sistematika Pelaporan
1-75
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang “Penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah”, “Bangunan dan tanam tumbuh”
dan “Jenis usaha serta benda lain yang dapat dinilai”
BAB IX PENUTUP
Pada prinsipnya bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan
rekomendasi yang diberikan
1-76
2.1 KESESUAIAN KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG
Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun,
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta
sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab,
penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi
menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antardaerah,
antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antarpemangku kepentingan. Pendekatan
yang digunakan dalam penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi
utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis
kawasan.
Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan. Kawasan
perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan
perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan
megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan dan kawasan megapolitan,
khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan
dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi, merupakan
pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam
kawasan, dan merupakan alat untuk mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan
lintas wilayah administratif yang bersangkutan.
2-1
Berdasarkan RTRW Kota Serang melalui Peraturan Daerah Kota Serang Nomor 8
Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Serang Tahun 2020-2040,
Kecamatan Cipocok Jaya merupakan lingkup wilayah pelayanan Pusat Pelayanan
sebagaiman Pasal 9 ayat (1) bahwa Pusat Pelayanan meliputi kawasan pusat Kota,
yaitu Kecamatan Serang dengan lingkup wilayah pelayanan Kecamatan Serang dan
Kecamatan Cipocok Jaya dengan fungsi primer pemerintahan, pendidikan,
perdagangan, jasa, dan fungsi sekunder perumahan serta pariwisata buatan.
2-2
kota yang efektif dan efisien serta meningkatkan kelayakan hidup sehat bagi
masyarakatnya. Pendekatan tata ruang ini didasari oleh 2 (dua) hal yaitu :
1. Tingkat kemungkinan untuk dilakukan perubahan terhadap struktur, baik
struktur ruang fisik maupun non-fisik (ekonomi dan perilaku masyarakat) yang
membentuk suatu kawasan. Dengan demikian penataan diarahkan pada bentuk
penanganan yang bersifat pendefinisian kembali pola atau struktur ruang yang
terbentuk dan bentuk-bentuk penanganan yang mengubah struktur dasar ruang.
2. Kesesuaian fungsi lokasi dan bentuk pengembangan fungsi yang direncanakan
atau diarahkan. Lokasi yang tidak sesuai dengan fungsinya dapat diarahkan
pada pengembalian fungsi atau pembenaran fungsi yang terbentuk dengan
persyaratan tertentu.
Pada Bagian Sistem Jaringan Sumber Daya Air pada Peraturan Daerah Peraturan
Daerah Kota Serang Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Serang Tahun 2020-2040 pada pasal 15 ayat (2) menyatakan Pengelolaan
sistem jaringan sumber daya air lintas wilayah meliputi pada huruf a: rencana
pembangunan infrastruktur pengendalian banjir berupa pembangunan embung,
kolam retensi, dan penataan drainase di Kecamatan Serang, Kecamatan Cipocok,
Kecamatan Walantaka, Kecamatan Kasemen.
Selanjutnya perlu dilihat Penampalan peta pola ruang pada areal peruntukan
embung di Kecamatan Cipocok Jaya. Rencana pola ruang wilayah kota merupakan
rencana distribusi peruntukan ruang dalam wilayah kota yang meliputi rencana
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan rencana peruntukan ruang untuk fungsi
budi daya.
2-3
terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan.
Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan
pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan,
keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang
ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan,
dan keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional,
sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,
yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan
efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan.
Calon lokasi sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Serang
Kecamatan yang akan dijadikan lokasi pembangunan. Sebagaimana diamanatkan
UU No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, mempertimbangkan kesesuaian dan daya
dukung lahan. Lokasi embung harus berbasis analisis kesesuian lahan sesuai tipe
kawasan peruntukkan. Untuk itu diperlukan analisis Superimpose/Pertampalan
Peta.
Model analisis ini dilakukan dengan menampalkan dua atau lebih peta yang ada
dalam sistem database spasial. Hal Ini dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik
suatu obyek dengan banyak variabel. Variabel penentu adalah antara lain berikut
dibangun peta kesesuaian lahan berdasarkan peruntukan ruang sesuai RTRW Kota
Serang, dapat dilihat penampalan peta berdasarkan tematik peruntukan ruang.
2-4
Gambar 2.1 Peta Penampalan Pola Ruang dan Lokasi Embung
2-5
Lokasi sepenuhnya berada pada wilayah peruntukan perumahan, dimana di
Kawasan perumahan sekitar lokasi pembangunan embung perlu dibuat Embung
untuk mengatasi banjir diharapkan dapat mengatasi banjir dengan perkembangan
tutupan lahan yang berkembang dengan pesat perlu dibuat Embung dimana pada
lokasi tersebut, dimana saluran limpasan embung berdekatan dengan rencana
jaringan drainase.
Dengan adanya embung pada sistem drainase baik rencana maupun eksisting maka
drainase berfungsi untuk menampung dan meresapkan air hujan. Fungsi embung
yang menjadi bagian dari sistem drainase adalah menampung dan meresapkan
sehingga sistem drainase menjadi sistem drainase berwawasan lingkungan.
2-6
pengambilan air tanah. Strategi tersebut perlu dikembangkan secara
bersamaan dengan peningkatan kinerja Instalasi Pengolahan Air (IPA)
dan sistem distribusi air bersih. Percepatan sistem penyediaan air baku
juga perlu melibatkan badan usaha. Ketersediaan air secara
berkelanjutan juga perlu didukung oleh peningkatan kesadaran
masyarakat terhadap perilaku hemat air; dan
iv. Penyusunan Indeks Ketahanan Air
Strategi untuk peningkatan kebijakan pengelolaan sumber daya air terpadu
antara lain:
(a) Penyelesaian peraturan pemerintah terkait UU Sumber Daya Air;
(b) Peningkatan kinerja pengelolaan wilayah sungai melalui optimalisasi
pola rencana SDA dalam jejaring air, pangan, dan energi;
(c) Perkuatan pengelolaan sumber daya air dan peningkatan kapasitas
BUMN/D/S dan KPBU air baku/air minum; dan
(d) Penyusunan Indeks Ketahanan Air
b. Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi yang Layak dan Aman di
Perkotaan
Penyediaan infrastruktur layanan air minum dan sanitasi di perkotaan
masih lemah. Dengan adanya pembangunan embung dapat mengatasi
kekurangan penyediaan air bersih dan mengembangankan sanitasi yang
layak. Diharapkan dengan adanya embung dapat meningkatkan kapasitas
penyelenggarraaan air minum.
i. Peningkatan kapasitas penyelenggara air minum, melalui: (a)
Peningkatan kinerja PDAM melalui pendampingan teknis dan non
teknis untuk meningkatkan mutu layanan antara lain penurunan
tingkat kehilangan air, efisiensi produksi, pengelolaan keuangan dan
SDM, penerapan tarif yang memadai, serta peningkatan kualitas
pelayanan; serta (b) Pemberdayaan dan peningkatan kapasitas
penyelenggara SPAM lainnya (UPTD, BUMDes, KPSPAM, dll
Proyek prioritas mendukung penyediaan akses air minum dan sanitasi
yang layak dan aman meliputi: i) Pengembangan Penyelenggaraan Sistem
2-7
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Layak dan Aman; ii) Pembinaan
Penyelenggaraan Air Minum dan Sanitasi Layak dan Aman; iii)
Pengaturan Penyelenggaraan Air Minum dan Sanitasi Layak dan Aman;
iv) Pengawasan Kualitas Air Minum dan Sanitasi; v) Akses Sanitasi (Air
Limbah) Layak dan Aman (90 persen RT) (Major Project); vi) Akses Air
Minum Perpipaan (10 Juta Sambungan Rumah) (Major Project)
c. Ketahanan Kebencanaan Infrastruktur
Arah kebijakan dalam pembangunan infrastruktur ketahanan bencana
mencakup pengembangan infrastruktur tangguh bencana dan penguatan
infrastruktur vital, pengelolaan terpadu kawasan rawan bencana, serta
restorasi dan konservasi daerah aliran sungai.
Strategi untuk pengembangan infrastruktur tangguh bencana dan
penguatan infrastruktur vital terhadap risiko bencana banjir, gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, lumpur, dan sedimen antara lain:
(a) Pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur tangguh bencana
di kawasan prioritas rawan bencana;
(b) Penilaian dan peningkatan keamanan infrastruktur vital terhadap
bencana;
(c) Penetapan standar bangunan tangguh bencana; dan
(d) Pengembangan infrastruktur hijau. Strategi tersebut didukung oleh
peningkatan kualitas industri konstruksi serta pengawasan mutu dan
manajemen rantai pasok industri konstruksi. Kolaborasi antara
lembaga penelitian dan pelaku industri dalam penguasaan teknologi
juga perlu ditingkatkan serta didukung oleh peningkatan kualitas
SDM di bidang konstruksi. Selain itu, perlu adanya inovasi pendanaan
untuk meningkatkan efisiensi penganggaran dalam upaya peningkatan
ketahanan bencana.
Strategi untuk mendukung restorasi dan konservasi daerah aliran sungai
antara lain:
(e) Normalisasi dan peningkatan kapasitas aliran sungai;
(f) Konservasi kawasan rawa dan gambut; dan
2-8
(g) Pengendalian pencemaran pada waduk dan danau dengan tingkat
pencemaran tinggi
2. Arah Kebijakan dalam rangka pengelolaan sumber daya ekonomi pada tahun
2020-2024
a. Peningkatan kuantitas/ketahanan air untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi
Strategi yang sesuai adalah memelihara, memulihkan, dan konservasi
sumber daya air dan ekosistemnya termasuk revitalisasi danau dan
infrastruktur hijau.
3. Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana, Dan
Perubahan Iklim.
Berdasarkan hasil analisis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang
dilakukan oleh Kementerian PPN/Bappenas telah diidentifikasi beberapa
parameter daya dukung sumber daya alam dan daya tampung lingkungan hidup
yang perlu diperhatikan aspek ketersediaan dan kualitasnya (yang semakin
berkurang) maupun karakteristiknya yang tergolong rentan dan berisiko tinggi
untuk menunjang pembangunan, baik pada periode RPJMN 2020-2024 dan
pasca 2024. Parameter tersebut setidaknya meliputi:
(a) Tutupan Hutan Primer;
(b) Tutupan Hutan di atas Lahan Gambut;
(c) Habitat Spesies Kunci;
(d) Luas Pemukiman di Area Pesisir terdampak Perubahan lklim;
(e) Kawasan Rawan Bencana;
(f) Ketersediaan Air;
(g) Ketersediaan Energi; serta
(h) Tingkat Emisi dan lntensitas Emisi Gas Rumah Kaca
Arah kebijakan dalam rangka Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan
Ketahanan Bencana, Dan Perubahan Iklim antara lain:
a. Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim
2-9
Peningkatan Ketahanan Bencana dan Iklim dilakukan melalui penguatan
konvergensi antara pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan
iklim.
Strategi untuk mewujudkan Arah Kebijakan Peningkatan Ketahanan
Bencana dan Iklim pada RPJMN 2020-2024 mencakup:
i. Penanggulangan Bencana, yang dilaksanakan dengan:
1) Penguatan Data, Informasi, dan Literasi Bencana;
2) Penguatan Sistem, Regulasi dan Tata Kelola Bencana;
3) Penguatan Rencana Pengurangan Risiko Bencana melalui
Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana secara nasional dan
daerah yang akan diintegrasikan dengan Rencana Aksi Adaptasi
Perubahan Iklim;
4) Peningkatan Sarana Prasarana Mitigasi dan Penanggulangan
Bencana;
5) Integrasi kerja sama antar daerah terkait kebijakan dan penataan
ruang berbasis risiko bencana dan implementasi penanggulangan
bencana;
6) Penguatan Penanganan Darurat Bencana;
7) Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah terdampak
bencana;
8) Penguatan sistem mitigasi multi ancaman bencana terpadu,
terutama melalui penguatan INATEWS dan MHEWS; dan
9) Penguatan kesiapsiagaan dalam penanganan bencana melalui
social re-engineering ketahanan bencana multilevel, terutama
level keluarga, komunitas maupun desa; dan
10) Peningkatan pengembangan dan inovasi skema alternatif
pembiayaan penanggulangan bencana.
ii. Peningkatan Ketahanan Iklim
Peningkatan Ketahanan Iklim yang dilaksanakan dengan
implementasi Rencana Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-
API) pada sektor-sektor prioritas, melalui:
2-10
1) Perlindungan Kerentanan Pesisir dan Sektor Kelautan, baik
berupa penguatan infrastruktur adaptasi berbasis ekosistem,
penyadartahuan masyarakat, pengembangan teknologi, maupun
diversifikasi mata pencaharian masyarakat pesisir;
2) Perlindungan Ketahanan Air pada Wilayah Berisiko Iklim,
melalui peningkatan penyediaan pasokan air baku dan
perlindungan terhadap daya rusak air;
3) Perlindungan Ketahanan Pangan terhadap Perubahan Iklim; serta
4) Perlindungan Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan dari
Dampak Perubahan Iklim
Kerusakan tutupan hutan diperkirakan akan memicu terjadinya kelangkaan air baku
khususnya pada pulau-pulau yang memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti
Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Dari hasil proyeksi, kelangkaan air baku juga
mulai merebak pada beberapa wilayah lainnya dikarenakan dampak dari perubahan
iklim global yang menerpa sebagian besar wilayah Indonesia.
Agar kelangkaan air tidak sampai menghambat pembangunan maka wilayah aman
air secara nasional perlu dipertahankan seluas minimal 175,5 juta ha (93 persen dari
luas wilayah Indonesia); sedangkan ketersediaan air pada setiap pulau harus
dipertahankan di atas 1.000 m3/kapita/tahun. Khusus untuk Pulau Jawa, mengingat
ancaman krisis air sudah sangat mengkhawatirkan maka proporsi wilayah aman air
perlu ditingkatkan secara signifikan.
Pengelolan cadangan air juga masih perlu ditingkatkan. Cadangan air secara
nasional sebenarnya masih dalam kategori aman. Namun, perhatian khusus perlu
diberikan untuk cadangan air di Pulau Jawa yang sudah memasuki status langka,
dan di wilayah Bali-Nusa Tenggara yang sudah berstatus stres. Perbaikan juga perlu
dilakukan untuk kualitas air yang cenderung menurun sejak tahun 2015.
2-11
tutupan hutan diperkirakan tetap menurun dari 50,0 persen dari luas lahan total
Indonesia (188 juta ha) di tahun 2017 menjadi sekitar 38,0 persen di tahun 2045.
Hal ini akan berdampak pada kelangkaan air baku khususnya pada pulau-pulau
yang memiliki tutupan hutan sangat rendah seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa
Tenggara. Resiko kelangkaan air baku juga meningkat di wilayah lainnya sebagai
dampak perubahan iklim. Luas wilayah kritis air diperkirakan akan meningkat dari
6,0 persen di tahun 2000 menjadi 9,6 persen di tahun 2045.
Pemanfaatan ruang yang belum sesuai dan sinkron dengan rencana tata ruang, yang
ditandai dengan:
1. Terbatasnya ketersediaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang
berkualitas sebagai acuan perizinan dan pengendalian pemanfaatan ruang,
terutama dikarenakan belum tersedianya peta dasar skala 1: 5.000;
2. Belum berjalannya pengendalian pemanfaatan ruang secara optimal
dikarenakan belum tersedianya instrumen pengendalian pemanfaatan ruang;
3. Adanya tumpang tindih perizinan pemanfaatan ruang yang akan diselesaikan
melalui pelaksanaan Kebijakan Satu Peta yang diintegrasikan dalam
pelaksanaan Satu Data Indonesia;
4. Desa-desa dalam kawasan hutan dan perkebunan besar tid ak dapat
melaksanakan kewenangannya terutama untuk pembangunan infrastruktur
(sekitar 25.000 desa); dan
5. Kejadian bencana akibat pemanfaatan ruang yang belum sesuai dengan rencana
tata ruang semakin meningkat (sekitar 2.000 kasus kejadian banjir, longsor,
kebakaran hutan, dan sebagainya).
2-12
serta perubahan iklim. Pengembangan infrastruktur ketahanan bencana dihadapkan
pada tantangan akibat perkembangan perkotaan dan kawasan strategis di zona
rawan bencana. Kawasan perkotaan seperti Jakarta, kota• kota pesisir utara Jawa,
serta beberapa wilayah sungai prioritas menghadapi kerawanan bencana yang
semakin tinggi. Upaya pengurangan resiko bencana perlu didukung oleh kebijakan
penataan ruang yang memperhatikan mitigasi terhadap risiko bencana.
2-13
2.3 KESESUAIAN DENGAN PRIORITAS PEMBANGUNAN KOTA
SERANG
Isu Strategis RPJMD Kota Serang Tahun 2018-2023 yang dapat dikaitkan dengan
Pembangunan Embung di Kecamatan Cipocok Jaya antara lain:
1. Antisipasi perubahan iklim global (global warming/climate change)
Era globalisasi pembangunan menunjukkan penurunan kualitas lingkungan.
Perkembangan lingkungan pada era globalisasi pembangunan sekarang ini
menunjukkan penurunan. Hal ini disebabkan pembangunan yang
mengesampingkan faktor pelestarian lingkungan hidup sehingga menyebabkan
penurunan kualitas lingkungan hidup kelestarian hidup yang buruk dengan
akibat ancaman global warming. Global warming merupakan efek atau dampak
dari rusaknya kelestarian ekosistem alam yang dapat mengakibatkan
kekeringan, kelangkaan bahan pangan, hingga banjir dan bahkan mampu
menjadi penyebab utama dalam adanya bencana alam.
2-14
adalah “Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur” dengan isu
strategis antara lain:
a. Pembangunan ruas jalan Provinsi yang rusak;
b. Pembangunan Jalan Kolektor Baru untuk membuka jalur isolasi dan
membuka interkoneksi antar wilayah;
c. Pembangunan dan perbaikan jembatan pada seluruh jalan Provinsi;
d. Pembangunan Jembatan Penyeberangan untuk mempermudah akses
penduduk terhadap pelayanan publik dan kegiatan ekonomi;
e. Normalisasi Sungai dari seluruh sungai yang ada di Banten;
f. Normalisasi Situ untuk pengembalian fungsi Situ;
g. Pembangunan Terminal Tipe B dan Pengembangan Sistem Transportasi
Massal Skala Provinsi;
h. Pembangunan Infrastruktur yang menunjang Sistem Transportasi Laut dan
Aktivitas Ekonomi Sektor Maritim;
i. Revitalisasi Kawasan Banten Lama dalam rangka Pengembangan Sektor
Pariwisata dan Pelestarian Cagar Budaya serta kearifan lokal;
j. Penataan Kawasan Kumuh Kampung Nelayan, Perdesaan/Perkotaan;
k. Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah Skala
Provinsi untuk mepertahankan daya dukung lingkungan dan pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan;
l. Evaluasi Perencanaan Pemanfaatan Pengendalian Tata Ruang Wilayah
Provinsi;
m. Pembangunan dan Revitalisasi Infrastruktur Pertanian (Bendungan dan
Irigasi).
3. Isu Strategis RPJPD Kota Serang
Isu strategis pembangunan jangka panjang Kota Serang yang berkaitan dengan
pembangunan Embung sebagaimana tercantum pada penelaahan isu strategis
RPJPD Kota Serang Tahun 2008-2025 adalah Sarana Prasarana Wilayah,
Penataan Ruang, Pengelolaan Sumberdaya.
2-15
Pengembangan wilayah merupakan dimensi pembangunan yang berorientasi
pada upaya untuk menciptakan integrasi atau keterkaitan ruang dan fungsi yang
kuat antar kawasan sehingga mampu memberdayakan secara optimal potensi
yang dimilikinya sekaligus mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi
oleh masing-masing kawasan. Dalam kaitan tersebut diperlukan adanya suatu
sistem penataan ruang yang konsisten mulai dari perencanaan, pemanfaatan
hingga pengendalian pemanfaatannya. Disamping itu, dukungan ketersediaan
dan kualitas prasarana dan sarana dasar wilayah yang memadai guna
pengembangan kawasan dan wilayah mutlak diperlukan.
2-16
5. Isu Strategis RPJMD Kota Serang Tahun 2019-2023
Isu strategis RPJMD Kota Serang Tahun 2019-2023 terkait dengan
pembangunan Embung adalah sebagai berikut :
a. Kota Metropolitan Serang
Pembangunan Kota Metropolitan Serang menjadi bagian dari kebijakan
Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2017-2022 yang akan menjadikan
Kota Serang yang lebih maju, cerdas dan berkelanjutan. Untuk
membangun Kota Metropolitan Serang perlu upaya pembangunan
menyeluruh yaitu pembangunan sumber daya manusia, tata kelola
pemerintahan, dan pemenuhan infrastruktur wilayah, hal ini diperlukan
dalam upaya mengurangi dampak yang kurang baik dari pembangunan
Kota Metropolitan Serang. Namun demikian diyakini apabila
pembangunan Kota Metropolitan Serang nantinya dapat meningkatkan
daya saing Kota Serang di segala sektor pembangunan.
b. Infrastruktur wilayah
Peningkatan infrastruktur wilayah untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
kenyamanan masyarakat Kota Serang, yaitu peningkatan konektivitas
wilayah (jalan dan jembatan), penanganan sampah, kemacetan, titik banjir
dan/atau genangan air, drainase dan irigasi serta sarana prasarana
perumahan dan permukiman.
c. Pengelolaan tata ruang, lingkungan hidup dan mitigasi bencana
Pengelolaan tata ruang, lingkungan hidup dan mitigasi bencanadalam
kerangka penataan Kota Serang yang berkelanjutan serta antisipasi
terhadap potensi bencana dan perkembangan pengelolaan tata ruang
wilayah.
2.3.2 Strategi
2-17
1. hubungan yang rasional antara visi dan misi dengan prioritas program kepala
daerah terpilih,
2. hubungan yang kuat dengan analisis sumber daya daerah dan isu-isu strategik,
3. pernyataan yang umum guna memandu pengembangan program pembangunan
tahunan selama lima tahun, dan
4. dikembangkan dalam suatu pemetaan strategi daerah
Visi Kota Serang Tahun 2018-2023 adalah “Terwujudnya Kota Peradaban Yang
Berdaya Dan Berbudaya”
Visi tersebut mengandung maksud bahwa Serang sebagai ibukota Provinsi Banten
ke depan menjadi kota peradaban yang ditandai keberdayaan sumberdaya manusia,
pemerintahan, dan pembangunan lingkungannya. Kota yang memiliki kehandalan
daya saing dan maju dalam pendidikan, perdagangan dan jasa, dengan dukungan
infrastuktur yang memadai serta tetap menjadi daerah yang kondusif untuk
meningkatkan kesejahteraan warganya dengan dukungan pengembangan politik,
keamanan, sosial, ekonomi, dan budaya.
Kota Peradaban dimaknai sebagai Civil Society yaitu kondisi pemerintahan dan
masyarakat Kota Serang yang berciri :
1. Adanya toleransi (tenggang rasa) untuk tujuan kerukunan dan kedamaian;
2. Adanya pluralism yaitu sikap yang mau menerima dengan tulus ikhlas suatu
kondisi warga Kota Serang yang majemuk.
3. Adanya keadilan sosial, bermakna setiap warga negara mendapatkan hak dan
kewajibannya secara seimbang dalam kehidupan sosial, terjamin keadilan
untuk memperoleh pendidikan, kesehatan dan penghidupan yang layak;
4. Adanya partisipasi sosial, yaitu setiap warga negara berhak dan berkewajiban
untuk ikut serta dalam berpolitik dengan rasa tanggung jawab secara bersih
tanpa adanya paksaan atau intimidasi dari pihak manapun;
5. Adanya demokratisasi yaitu sebuah proses dalam menegakkan prinsip- prinsip
demokrasi demi terciptanya warga Kota Serang yang menjunjung tinggi azas-
azas demokrasi;
2-18
6. Adanya supremasi hukum, ditandai penegakan hukum yang seadil- adilnya
terhadap warga Kota Serang tanpa pandang bulu, tidak tumpul ke atas tajam ke
bawah;
7. Tersedianya ruang bebas publik, sebagai tempat bagi warga Kota Serang untuk
melakukan aktivitas publiknya secara bebas dan bertanggung jawab seperti
dalam hal berorganisasi, berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat
termasuk mempublikasikannya kepada publik tanpa adanya tekanan dari pihak
manapun.
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa hingga 2023 Kota Serang diharapkan
menjadi kota yang dihuni oleh masyarakat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-
nilai agama, etos kerja, tata cara, adat istiadat, tradisi, norma kearifan lokal yang
hidup dan berkembangan yang diyakini sebagai nilai-nilai yang luhur yang
diwujudkan dalam perilaku interaksi sosial serta sadar menggunakan hak dan
kewajibannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga
terwujud kehidupan pemerintahan dan kemasyarakatan yang teratur, sejahtera dan
didukung oleh aktivitas ekonomi utama berupa perdagangan, jasa, industri
pengolahan, pertanian, perikanan dan pariwisata serta ditunjang oleh standar
pelayanan kota berskala metropolitan yang mampu melayani seluruh aktivitas
2-19
masyarakat kota dan daerah hinterland-nya dengan aman, tentram, nyaman, lancar,
asri, sehat dan berkelanjutan.
Makna slogan Aje Kendor Membangun Serang diartikan satu sikap yang terwujud
dalam bentuk inisiatif dan penuh semangat untuk menyumbangkan tenaga dan
pikiran dalam rangka membangun Kota Serang. Sikap ini diperlukan untuk
menumbuhkan kesadaran dan kecintaan aparatur dan masyarakat akan kotanya.
Melalui pernyataan ini akan timbul sikap kepeloporan, sinergi dan kolaborasi untuk
menjaga kotanya dan melakukan inovasi dan kreativitas dalam membangun kota
dengan tidak meninggalkan budaya dan karakter lokal.
Untuk memberikan arahan dalam pencapaian visi, maka visi dijabarkan ke dalam
fokus kerja yang disebut dengan Peradaban, yang merupakan akronim dari :
• Kota Serang yang Partisipatif adalah kondisi terwujudnya kesatuan pola pikir
dan pola tindak dilandasi sikap kebersamaan untuk menyelenggarakan tugas
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan Kota Serang secara baik,
benar, dan bertanggung jawab oleh Pemerintah Kota Serang, dunia usaha, dan
warga Kota Serang sehingga terwujud kepemerintahan yang baik dan
Pemerintah yang Bersih (Good Governance dan Clean Government).
• Kota Serang yang Edukatif dimaknai sebagai peningkatan kualitas kehidupan
pendidikan dan kependidikan warga Kota Serang secara lebih adil dan merata
2-20
sehingga memiliki kecerdasan yang memadai, mampu mengatasi masalah
pribadi dan sosial dan menggambarkan kemajuan yang tercermin dalam
keseluruhan aspek kehidupan, dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-
nilai yang mendasari kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya dan
pertahanan dan keamanan.
• Kota Serang yang Religius dimaknai sebagai kondisi warga Kota Serang yang
konsisten mematuhi pesan nabi dan pemimpin yang taat pada nilai ketauhidan,
yaitu mematuhi pesan agama dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral
Bangsa Indonesia sehingga dapat dicapai kemakmuran dunia dan akhirat yang
hakiki.
• Kota Serang yang Akuntabel adalah kondisi kebudayaan pemerintahan dan
warga Kota Serang yang bertanggung jawab terhadap apa yang harus dan akan
dilakukan sesuai peran masing-masing serta siap menerima resiko atas
perbuatannya sehingga terwujud karakter setiap warga masyarakat Kota
Serang, aparatur sipil negara, aparatur pemerintahan negara Republik
Indonesia di Kota Serang yang lainnya bertanggung jawab terhadap diri
sendiri, lingkungan alam dan sosial, serta terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa.
• Kota Serang yang berDAya saing adalah suatu kondisi lingkungan institusi dan
masyarakat Kota Serang yang memiliki keunggulan comparative (comparative
advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) dalam adaptasi
menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang perkembangan dunia
global, pemberlakuan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), dan Nasional.
• Kota Serang yang berBudaya adalah kondisi lingkungan fisik kota dan
lingkungan warga Kota Serang yang tertata, teratur, rapih, indah, taat azas dan
tata aturan berdasarkan kesadaran akal sehat sehingga tercipta budaya dan
kebudayaan yang melekat pada setiap warga negara dan tercipta hubungan
harmonis dalam bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan beragama.
• Kota Serang yang Aman dimaknai sebagai kondisi warga Kota Serang yang
tidak terganggu oleh sikap dan perbuatan yang dapat merugikan secara fisik
dan psikis sehingga bebas untuk beraktifitas memenuhi kebutuhan dalam
berbagai aspek (self-help) secara bertanggung jawab, mampu mengambil
2-21
keputusan dan tindakan dalam penanganan masalahnya, dan mampu merespon
dan berkontribusi terhadap upaya pembangunan dan tantangan zaman secara
otonom dengan mengandalkan potensi dan sumber daya yang dimiliki.
• Kota Serang yang Nyaman adalah suatu keadaan kehidupan warga Kota Serang
telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia meliputi ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari hari) dan kelegaan (karena
terpenuhinya kebutuhan sehari hari) serta transcendental (keadaan yang
melampaui pengalaman biasa dan penjelasan ilmiah).
didasarkan pada pola berpikir dan bekerja dengan konsep Think Globally Act
Locally, dimana seluruh pelaku kepentingan pembangunan di Kota Serang
diharapkan akan berpikir dan bertindak secara kreatif dan berkelanjutan dengan
tetap memperhatikan ciri khas, nilai-nilai luhur dan potensi sumber daya lokal yang
dimiliki oleh masyarakat Kota Serang namun dengan orientasi hasil yang berskala
regional, nasional atau internasional.
Keterkaitan Pembangunan Embung terhadap Visi Kota Serang adalah rumusan misi
Meningkatkan Sarana Prasarana Daerah yang berwawasan Lingkungan, dengan
memantapkan penataan kota, membangun infrastruktur dasar wilayah, melalui
manajemen perencanaan ruang kota yang memperhatikan daya dukung, daya
tampung lingkungan hidup dan kelestariannya.
Tujuan adalah sesuatu kondisi yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka
waktu lima tahunan, sementara sasaran adalah rumusan kondisi yang
menggambarkan tercapainya tujuan.
2-22
secara keseluruhan. Perumusan tujuan merupakan salah satu tahap perencanaan
kebijakan (policy planning) yang memiliki titik kritis (critical point) dalam
penyusunan RPJMD.
Tabel 2.1 Tujuan Dan Sasaran Kota Serang Tahun 2018-2023 Terkait
Pembangunan Embung
Dengan berdasarkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan pada
pembahasan bab sebelumnya, dalam rangka mencapai sasaran pembangunan maka
rumusan strategi pada tiap sasaran RPJMD Kota Serang Tahun 2018-2023 terkait
pembangunan embung yang terinci pada tabel berikut.
2-23
Tabel 2.2 Tujuan, Sasaran Dan Misi Terkait Pembangunan Embung
2-24
Program yang diemban Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang terkait
pembangunan Embung dalam Tujuan Daerah Terpenuhinya infrastruktur daerah
yang berorientasi pada peningkatan pembangunan wilayah, dengan Indikator
Indeks kepuasan layanan infrastruktur daerah (IKLI),Sasaran Daerah
Meningkatnya ketersediaan dan kualitas infrastruktur wilayah dengan indikator
Tingkat Kemantapan Infrastruktur wilayah adalah Program Pengendalian Banjir
dengan Indikator Capaian area genangan dan potensi banjir yang ditangani.
2-25
3.1 LETAK WILAYAH ADMINISTRASI
Kelurahan Banjaragung mempunyai luas sebesar 10,55 km2 atau sebesar 33,45%
dari luasan keseluruhan Kecamatan Cipocok Jaya dimana luas Kecamatan Cipocok
Jaya seluas 31,54 km2. Kelurahan Banjaragung merupakan Kelurahan Terluas dari
8 Kelurahan yang ada di Kecamatan Cipocok Jaya.
Lokasi Embung terpilih berada di sisi jalan sebelah utara Jl. KH. Abdul Hadi dekat
dengan Lampu Merah Warung Pojok.
3-1
Gambar 3.1 Potret Situasi Lokasi Lahan Embung
3-2
Gambar 3.2 Peta Administrasi Lokasi Lahan Embung
3-3
3.2 KONDISI GEOGRAFIS
Secara umum, Kelurahan Banjaragung memiliki letak geografis yang strategis dari
aspek fixed resources. Terminal Pakupatan berada di Kelurahan Banjaragung,
terminal pakupatan merupakan terminal penumpang tipe A dan merupakan terminal
induk terbesar di Kota Serang. Jembatan Bogeg berada di Jl. Syekh Nawawi
Albantani merupakan jembatan fly Over jalan tol terbesar dan menjadi ikon
Provinsi Banten. Kelurahan Banjar Agung dekat dengan Universitas Negeri Sultan
Ageng Tirtayasa dan Universitas Sutomo. Selain itu Poltekkes Banten berada di
Kelurahan Banjaragung.
Kawasan Suhu udara di wilayah perencanaan berkisar antara 26,1 º celcius sampai
dengan 34,1 º celcius. Sedangkan suhu udara rata-rata di daratan rendah 26,8 º
celcius dan suhu rata-rata adalah 28,0 º celcius. Curah hujan di Kelurahan Cipare
adalah masuk dalam kategori signifikan, dengan presipitasi bahkan selama bulan
terkering. Iklim ini dianggap menjadi Af menurut klasifikasi iklim Köppen-Geiger.
Kelurahan Banjaragung secara umum mempunyai ketinggian kurang dari 500 mdpl
dengan kemiringan lahan antara 0 derajat hingga 40 derajat.
3-4
Untuk kelerangan pada Banjaragung terbesar adalah kelerangan antara 5%-15%
dengan morfologi perbukitan landai Luas sebesar 210,26 Ha dan terkecil adalah
kelerangan sebesar lebih dari 40% dengan morfologi perbukitan terjal Luas sebesar
0,47 Ha.
Posisi kelerangan pada Kelurahan Banjaragung tergambar pada peta dibawah ini.
3-5
Gambar 3.3 Peta Kelerengan Kelurahan Banjaragung
3-6
Untuk kelerangan pada Lokasi Embung adalah kelompok kelerangan antara 2%-
5% dengan morfologi Medan bergelombang Luas 1.922,88 m2 dan terkecil adalah
kelerangan sebesar lebih dari 5-15% dengan morfologi perbukitan landai
luas1.145,16 m2 .
Posisi kelerangan pada Lokasi Embung tergambar pada peta dibawah ini.
3-7
Gambar 3.4 Peta Kelerengan Lokasi
3-8
Ketinggian Lokasi Embung adalah kurang dari 100 mdpl merupakan lokasi dengan
ketinggian terendah jika dibandingkan dengan ketinggian secara umum di
Kelurahan Banjaragung meskipun secara umum ketinggian di Banjaragung juga
kurang dari 100 mdpl.
3-9
Gambar 3.5 Peta Ketinggian Lokasi
3-10
Koordinat batas lokasi yang akan dibebaskan menggunakan sistem proyeksi
Universal Transverse Mercator (UTM). Titik Koordinat pada batas lokasi embung
dengan koordinat X dan Y sebagaimna terlihat di tabel berikut:
Titik X Y
A 632.111,4327 9.322.958,3581
B 632.095,1447 9.322.933,7838
C 632.129,6944 9.322.934,4917
D 632.177,7995 9.322.924,1718
E 632.112,9862 9.322.918,9549
F 632.126,6008 9.322.896,6706
G 632.173,5358 9.322.876,9587
Letak titik Koordinat batas lokasi sebagaimana Terlihat pada Peta berikut:
3-11
Gambar 3.6 Peta Koordinat Batas Lokasi Embung
3-12
3.3 KELAYAKAN LOKASI
Untuk menentukan lokasi dan denah embung harus memperhatikan beberapa faktor
yaitu :
1. Tempat embung merupakan cekungan yang cukup untuk menampung air,
terutama pada lokasi yang keadaan geotekniknya tidak lulus air, sehingga
kehilangan airnya hanya sedikit.
2. Lokasinya terletak di daerah manfaat yang memerlukan air sehingga jaringan
distribusinya tidak begitu panjang dan tidak banyak kehilangan energi.
3. Lokasi embung terletak di dekat jalan, sehingga jalan masuk (access road)
tidak begitu panjang dan lebih mudah ditempuh.
3-13
2. Jumlah peningkatan pelayanan penduduk bisa sampai 100 %, sedangkan saat
ini pelayanan penduduk masih 25 %.
3-14
Mitigasi/Adaptasi dan Alternatif
Pengaruh/Dampak Mitigasi/Adaptasi Terhadap
Pembangunan Pengaruh/Dampak Alternatif Indikasi Kegiatan
Pembangunan
Pengadaan Rambu-Rambu Lalu Lintas
dekat sekolah
Pengadaan dan Pemasangan Marka
Jalan
Rawan keselamatan pelajar meningkatkan kewaspadaan Program Peningkatan Pelayanan
di lalu lintas pelajar pada keselamatan Angkutan
lalulintas
Kegiatan Pemilihan Pelajar Pelopor
Keselamatan Lalulintas
Pengadaan Rambu-Rambu Lalu Lintas
Pengadaan Alat Pengaman Pemakai
Jalan
meningkatnya ruang terbuka Pembangunan gedung Program Pengendalian Pencemaran dan
hijau ramah lingkungan Perusakan Lingkungan Hidup
Kegiatan Koordinasi Penerapan gedung
sekolah ramah lingkungan
Program Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan
Kegiatan Pengembangan Media
Promosi dan Informasi Sadar Hidup
Sehat
Kegiatan Penyuluhan Masyarakat Pola
Hidup Sehat
pencemaran air dan tanah Pengendalian pencemaran Program Pengendalian Pencemaran dan
air dan penyuluhan Perusakan Lingkungan Hidup
Kegiatan Koordinasi Penyusunan
AMDAL
Kegiatan Peran serta masyarakat dalam
Pengendalian Lingkungan Hidup
Program Lingkungan Sehat Perumahan
Penyediaan sarana air bersih dan
sanitasi dasar terutama bagi masyarakat
miskin
Penyuluhan dan pengawasan kualitas
lingkungan sehat perumahan
meningkatnya kebutuhan meningkatkan rute Program Peningkatan Pelayanan
rute angkutan umum angkutan umum Angkutan
Pengelolaan Angkutan Massal
Penataan Tempat Henti Angkutan
Umum
meningkatnya volume Pembuatan Inlet Outlet Program Pembangunan Sarana dan
kendaraan angkutan umum pada jalan Prasarana Perhubungan
Fasade Embung
Pembangunan Fasilitas Inlet Outlet
Pembangunan Fasilitas Inlet Outlet
gerbang
kesehatan lingkungan penyuluhan pola hidup rogram Promosi Kesehatan dan
cenderung tidak terjaga sehat Pemberdayaan
Penyuluhan pola Hidup Sehat
3-15
Mitigasi/Adaptasi dan Alternatif
Pengaruh/Dampak Mitigasi/Adaptasi Terhadap
Pembangunan Pengaruh/Dampak Alternatif Indikasi Kegiatan
Pembangunan
kesehatan lingkungan upaya peningkatan Program Pengembangan Lingkungan
kurang terjaga (kebersihan, kesehatan lingkungan dan Sehat
sampah dan air pembuangan penyuluhan pola hidup
sehat
Peningkatan Kualitas Kesehatan
Lingkungan
rogram Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan
Penyuluhan pola Hidup Sehat
mempersempit akses kendala sempitnya Program Pembangunan Prasarana dan
perluasan jalan dan perluasan jalan diatasi Fasilitas Perhubungan
menimbulkan kemacetan dengan sistem dan
pengaturan perhubungan
yang baik
Pengembangan Sistem Informasi
Perhubungan
Program Peningkatan Pelayanan
Angkutan
Pengendalian Disiplin Pengoperasian
Angkutan Umum Dijalan Raya
Pengawasan dan Penertiban Angkutan
Jalan
Kegiatan Pengawasan / Pengendalian
ATCS
berpotensi buruknya kondisi upaya peningkatan Program Pengembangan Lingkungan
kesehatan lingkungan kesehatan lingkungan dan Sehat
penyuluhan pola hidup
sehat
Peningkatan Kualitas Kesehatan
Lingkungan
rogram Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan
Penyuluhan pola Hidup Sehat
3-16
2. Penanganan Banjir
a. Penataan Infrastruktur Pengendali Banjir;
b. Normalisasi Daerah Aliran Sungai dan Pengembalian Fungsi Kantong Air
Sebagai Pengendali Banjir;
c. Konservasi Dan Rehabilitasi Daerah Resapan dan Daerah Aliran Sungai
3. Pengembangan Sistem Transportasi
a. Peningkatan sistem pelayanan angkutan umum massal yang handal;
b. Pengembangan akses perluasan jalan;
c. Peningkatan Kinerja lalu lintas dan sarana pendukungnya;
d. Peningkatan Keselamatan Berlalulintas
4. Penataan Ruang Kota Yang Berkelanjutan
a. Pelayanan air bersih dan sehat yang memadai dan berkualitas;
b. Pelayanan persampahan yang memadai;
c. Pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian pencemaran dan limbah serta
penataan ruang terbuka hijau; dan
5. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui penegakan perda Rencana Tata
Ruang dan Bangunan Gedung.
Aspek Ekonomi dari pembuatan Embung berdasarkan studi kelayakan yang telah
dibuat adalah hasil analisis Biaya dan Manfaat Pembangunan dengan hasil sebagai
berikut:
1. Analisa manfaat air baku yang diperoleh dari proyek Embung Serang ini terdiri
dari manfaat nyata dan manfaat tidak nyata. Manfaat nyata yang diperoleh dari
proyek perencanaan Embung Serang di Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang
pada bunga 7,5% adalah :
▪ Manfaat dengan harga air B=C = Rp. 1.207.205.967/tahun
▪ Manfaat dengan harga air B/C > 1,25= Rp. 1.162.850.200 /tahun
3-17
Manfaat tersebut diperoleh dari hasil penjualan air. Sedangkan manfaat tidak
nyata yang diperoleh dapat terpenuhinya kebutuhan air baku yang bersih dan
layak, dan meningkatkan kualitas hidup warga sekitar Embung Cipocok Jaya.
2. Analisa ekonomi proyek Embung Cipocok Jaya di Kecamatan Cipocok Jaya,
Kota Serang ditinjau terhadap Nilai Rasio Biaya Manfaat (B/C) Selisih Biaya
Manfaat (B-C), IRR, Analisa Sensitivitas, dan Payback Periode.
Harga air yang menguntungkan yaitu B/C >1 pada saat awal pengoperasian
embung adalah Rp. 1.850/ m3.
3-18
Luas tanah yang dibutuhkan untuk pembangunan embung adalah seluas 3.068 m2.
Dengan kebutuhan luas embung adalah 993 m2 sebagaimana hasil pengukuran pada
Studi Kelayakan yang telah dibuat
4-19
Gambar 4.1 Peta Lahan Lokasi Embung
Perkiraan Letak dan Luas Tanah yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
4-20
Tabel 4.1 Perkiraan Letak Dan Luas Tanah
4-21
Gambaran umum status tanah lokasi embung di Kelurahan Banjaragung Kecamatan
Cipocok berada pada tiga persil yaitu antara lain:
1. Persil 1
a. Pemilik: PT. SK
b. Tipe Hak : Hak Milik
c. Luas 4.000,79 m2
d. Luas yang dibutuhkan 2.085,14 m2
e. Penggunaan : Kosong
f. Bangunan : Kosong
g. Tanaman ; Tidak Produktif
2. Persil 2
a. Pemilik: Mamat
b. Tipe hak: Hak Milik
c. Luas 752,97 M2
d. Luas yang dibutuhkan 321,90 m2
e. Penggunaan : Kosong
f. Bangunan : Kosong
g. Tanaman ; Tidak Produktif
3. Persil 3
a. Pemilik:
b. Tipe hak: Hak Miliki
c. Luas 695,27 M2
d. Luas yang dibutuhkan 659,78 m2
e. Penggunaan : Kosong
f. Bangunan : Kosong
g. Tanaman ; Tidak Produktif
5-1
Luas keseluruhan dan Luas dibutuhkan dari masing-masing persil dapat dilihat pada
rekap tabel dibawah ini.
Tabel 5.1 Luas Dibutuhkan dan Luas Seluruh dari Masing-Masing Persil
(m2)
Luas
No. Nama
Dibutuhkan Seluruh
1 PT. SK. 2.085,14 4.000,79
2 Mamat 321,90 752,97
3 Ismi 659,78 695,27
Dari ketiga persil tersebut status tanah adalah hak milik dengan Penggunaan
Kosong, bangunan tidak terdapat di lahan yang dibutuhkan serta tanaman yang ada
adalah tanaman liar tidak produktif. Data awal tekstual mengenai penguasaan dan
pemilikan bangunan dan tanam tumbuh pada rencana lokasi Pengadaan Tanah
menunjukkan tidak terdapat penguasaan bangunan, dan tanam tumbuh yang perlu
dihitung. Jenis usaha serta benda lain yang dapat dinilai pada rencana lokasi
Pengadaan Tanah juga tidak diperoleh.
Untuk melihat spasial dari status tanah Lokasi Embung untuk menggambarkan
status tanah terlihat pada peta dibawah ini.
5-2
Gambar 5.1 Peta Status Tanah Lokasi Embung
5-3
Pelaksanaan Pengadaan Tanah pada perencanaan Pengadaan Lahan Kecamatan
Cipocok Jaya adalah merencanakan pengadaan Tanah untuk pembangunan
Embung dengan luas kurang lebih 3.068,05 m2. Dengan kebutuhan luas sebesar
tersebut, maka Pengadaan Tanah pada perencanaan Pengadaan Lahan Kecamatan
Cipocok Jaya termasuk dalam Pengadaan Tanah Skala Kecil, sebagaimana
disebutkan oleh Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021
Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum Pasal 1 Nomor 3. yaitu Pengadaan Tanah Skala Kecil adalah
kegiatan menyediakan tanah untuk luasan yang tidak lebih dari 5 (lima) hektar.
Dalam rangka efisiensi dan efektivitas, Pengadaan Tanah skala kecil dapat
dilakukan sebagaimana Permen ATR / Kepala BPN Nomor 19 Tahun 2021 Tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Pasal 146 ayat (1) huruf a yang berbunyi Dalam rangka efisiensi dan efektivitas,
Pengadaan Tanah skala kecil dapat dilakukan secara langsung oleh Instansi yang
Memerlukan Tanah dengan Pihak yang Berhak, dengan cara jual beli, tukar
menukar, atau cara lain yang disepakati. Atau pada huruf b. dengan menggunakan
tahapan pengadaan Tanah.
6-1
Pengadaan Tanah Skala Kecil dengan menggunakan tahapan pengadaan Tanah
dilakukan dalam hal:
a. diperkirakan akan mendapat penolakan dari masyarakat; dan
b. lokasi Pengadaan Tanah tidak memungkinkan untuk dipindah.
Dalam Pengadaan Tanah Skala Kecil penetapan nilai Ganti Kerugian oleh Instansi
yang Memerlukan Tanah menggunakan hasil penilaian jasa Penilai (Pasal 150, Ayat
(1)). Besarnya nilai Ganti Kerugian bersifat final dan mengikat (Pasal 150, Ayat
(2)). Dalam hal tidak terdapat jasa Penilai dan/atau dalam rangka efisiensi biaya
untuk Pengadaan Tanah Skala Kecil, Instansi yang Memerlukan Tanah dapat
menunjuk Penilai Publik atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri (Pasal 150, Ayat
(3)). Penilai Publik atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri merupakan pegawai
Kementerian yang memiliki kompetensi untuk menghitung nilai Objek Pengadaan
Tanah Skala Kecil dan ditunjuk oleh Menteri atau disebutkan pada Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 173/PMK.06/2020 tentang
Penilaian oleh Penilai Pemerintah di Lingkungan Direktorat Jenderal kekayaan
Negara disebutkan sebagai Penilai Pemerintah.
Selanjutnya, berdasarkan Standar Penilai Indonesia (SPI) tahun 2018 pada bagian
Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) 3.6.a, dijelaskan bahwa Penilai adalah
6-2
seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman dalam
melakukan kegiatan praktek penilaian untuk mendapatkan nilai ekonomis sesuai
dengan bidang keahlian yang dimiliki. Penilai terdiri dari:
1. Tenaga Penilai
Adalah seseorang yang telah lulus pendidikan di bidang penilaian yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai, lembaga pendidikan lain, yang
diakreditasi oleh Asosiasi Profesi Penilai, atau lembaga pendidikan formal.
2. Penilai bersertifikat
Adalah seseorang yang telah lulus ujian sertifikasi di bidang penilaian yang
diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai.
3. Penilai Publik
Adalah Penilai yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan.
Mengacu pada peraturan diatas dan Standar Penilai Indonesia (SPI) dapat
disimpulkan bahwa Penilai di indonesia terbagi menjadi dua, yaitu Penilai
Pemerintah dan Penilai Publik. Kedua Penilai memilki lingkup kewengan yang
berbeda di dalam melakukan penilaian. Adapun lingkup kewenangannya antara
lain:
1. Penilai Pemerintah
Kewenangan dalam lingkup Penilai Pemerintah adalah penilaian yang
didasarkan pada permohonan dalam lingkup pemerintahan, baik itu lingkup
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penilai Pemerintah dapat
melakukan penilaian dengan tujuan penilaian berdasarkan Keputusan Direktur
Jenderal Kekayaan Negara nomor KEP-453/KN/2020 tentang Pedoman
Penyusunan Laporan Penilaian oleh Penilai Pemerintah
2. Penilai Publik
Penilai Publik dalam melaksanakan tugasnya sebagai penilai merujuk di
dalam Standar Penilai Indonesia (SPI) tahun 2018, khususnya SPI 103 antara
lain:
a. Penilaian Real Properti dan Personal Properti
b. Penilaian Bisnis termasuk Aset Tak Berwujud dan Liabilitas
6-3
Perkiraan Jangka Waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah hingga Pelaksanaan
Pembangunan adalaha sebagai berikut:
Tahun Perkiraan
Kebutuhan
No Uraian Kegiatan Keterangan
2023 2024 2025 2026 Waktu
(Hari)
1 Undangan Pemberitahuan 3
Rencana Pembangunan
2 Melaksanakan 3
Pemberitahuan Rencana
Pembangunan
3 Melaksanakan Pendataan 30
Awal Lokasi Rencana
Pembangunan
4 Pengajuan Perubahan 7 Sebelum
Status Atas Objek berakhirnya
Pengadaan Tanah Pendataan awal
5 Undangan Konsultasi 3
Publik Rencana
Pembangunan
6 Konsultasi Publik 60 mulai dari daftar
Rencana Pembangunan sementara
7 Kesepakatan Lokasi 3
rencana Pembangunan
8 Perbaikan/pemutakhiran 30
Dokumen Perencanaan
Pengadaan Tanah
10 Permohonan pelaksanaan 7 Dari Instansi
Pengadaan Tanah Memerlukan tanah
Ke Kepala Kantor
Wilayah
11 Verifikasi Dokumen 3
Permohonan
12 Pembentukan Pelaksana 5
Pengadaan Tanah
13 Inventarisasi dan 30 Satgas pelaksana
identifikasi Pengadaan Tanah
14 Penaksiran Harga Lahan 30
15 Penetapan Penilai 7
16 Musyawarah Penetapan 30 Undangan 5 hari
Bentuk Ganti Rugi
17 Pemberian Ganti Rugi 5
18 Pelepasan Objek 7
Pengadaan Tanah
19 Pendokumentasian Data 7
Administrasi Pengadaan
Tanah
6-4
Tahun Perkiraan
Kebutuhan
No Uraian Kegiatan Keterangan
2023 2024 2025 2026 Waktu
(Hari)
20 Penyerahan Hasil 14
Pengadaan Tanah
21 melaporkan pelaksanaan 14
Pengadaan Tanah kepada
kepala Kantor Pertanahan
22 Pendaftaran permohonan 30
Hak Atas Tanah di
Kantor Pertanahan
23 Pelaksanaan 120
Pembangunan
24 Pemantauan dan evaluasi 135
6-5
Analisis ganti Kerugian untuk wilayah perencanaan ini menggunakan metode
diantara analisis harga pasar untuk estimasi harga tanah per meter persegi
berdasrkan diantara 1.000.000 sampai dengan 5.000.000 rupiah. Untuk ganti layak
seluas 3.067 M2 mencapai 6.900.338.308 rupiah. Untuk tegakan pohon,
Bangunan dan Benda lain yang berdiri diatasnya tidak terdapat, bahkan tegakan
pohon merupakan tanaman liar yang tidak mempunyai nilai ekonomis. Untuk lebih
jelasnya bisa dilihat pada table berikut
Tanah
Pemilik
No. Luas
Menguasai/Menggarap/Menyewa Status Nilai m2 Harga
(m2)
1 Nama: Mamat Milik 322 2.250.000 724.279.976
2 Nama: Ismi Milik 660 2.250.000 1.484.496.469
3 Nama: PT. SK Milik 2.085 2.250.000 4.691.561.864
Total 3.067 6.900.338.308
2.000.000-5.000.000
100.000-200.000
Lamp. 7-6