Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan antara “Perencanaan Pembangunan SPYNX Apartment”.
Kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan
laporan ini.
Raihan Riwanda
Team Leader
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. i
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
Halaman
Gambar 1.1. Lokasi Pembangunan Spynx Apartment ....................................... 3
Gambar 2.1. Titik Lokasi Uji Sondir Dan Bor ................................................... 15
Gambar 3.1. Kontur Topografi Lokasi Pembangunan ........................................ 20
Gambar 3.2. Grafik Uji Sondir Titik 1 ................................................................ 22
Gambar 3.3. Grafik Uji Sondir Titik 2 ................................................................ 23
Gambar 4.1. FlowChart Desain Penulangan Kolom .......................................... 36
Gambar 4.2. FlowChart Desain Penulangan Kolom .......................................... 37
Gambar 4.3. FlowChart Analisis Penulangan Kolom ........................................ 38
Gambar 4.4. FlowChart Desain Penulangan Balok ............................................ 39
Gambar 4.5. FlowChart Analisis Penulangan Balok .......................................... 40
Gambar 4.6. Faktor Reduksi Kekuatan (∅) ........................................................ 44
Gambar 4.7. Grafik Hasil Daya Dukung BH-1 ................................................... 49
Gambar 4.8. Grafik Hasil Daya Dukung BH-2 ................................................... 51
Gambar 5.1. Pemodelan Struktur di Autodesk Revit 2021 ................................. 58
Gambar 5.2. Pemodelan Rooftop Floor di Autodesk Revit 2021 ....................... 59
Gambar 5.3. Tampak Depan ............................................................................... 59
Gambar 5.4. Tampak Belakang........................................................................... 60
Gambar 5.5. Tampak Samping Kanan ................................................................ 61
Gambar 5.6. Tampak Samping Kiri .................................................................... 62
Gambar 5.7. Denah Lantai 1 ............................................................................... 63
Gambar 5.8. Denah Lantai 2-6 ............................................................................ 63
Gambar 5.9. Denah Lantai 7 ............................................................................... 64
Gambar 5.10. Grafik Respon Spektrum Gempa ................................................. 68
i
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir ................................................... 19
Tabel 3.1. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir 1 ................................................. 22
Tabel 3.2. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir 2 ................................................. 23
Tabel 3.3. Klasifikasi Tanah dari Data Bor 1...................................................... 24
Tabel 3.4. Klasifikasi Tanah dari Data Bor 2...................................................... 25
Tabel 3.5. Label Pengujian Tanah....................................................................... 25
Tabel 3.6. Kadar Air dan Specific Gravity ......................................................... 26
Tabel 3.7. Ukuran Butir dan Derajat Kejenuhan................................................. 26
Tabel 3.8. CBR .................................................................................................... 27
Tabel 3.9. Engineer Properties ............................................................................ 27
Tabel 4.1. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-1 Metode O’Neil
dan Reese ........................................................................................... 48
Tabel 4.2. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-2 Metode O’Neil
dan Reese ........................................................................................... 50
Tabel 4.3. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-1 Metode Reese
dan Wright ......................................................................................... 53
Tabel 4.4. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-2 Metode Reese
dan Wright.......................................................................................... 54
Tabel 5.1. Pemilihan Tipe Desain ....................................................................... 56
Tabel 5.2. Beban Mati Desain Minimum (kN/m2) ............................................. 66
Tabel 5.3. Data Gempa Wilayah Lampung Tengah............................................ 68
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki budaya yang kaya dan pemandangan yang indah. Baik
orang lokal maupun orang asing dapat mengunjungi tempat ini. Pariwisata
adalah salah satu sumber pendapatan terbesar di Indonesia. Swasta dan
pemerintah terus memperbaiki dan membangun infrastruktur untuk
mendukung sektor pariwisata. Salah satu infrastruktur yang dibangun adalah
hotel yang mendukung sebagai tempat penginapan. Setiap orang dapat
menikmati pelayanan di hotel, bersama dengan penginapan dan makanan dan
minuman (SK Menteri Perhubungan No. PM 16/PW 201/PHB 77 tanggal 22
Desember 1977 Pasal 7 ayat a). Secara umum, kegiatan utama pada suatu
hotel adalah kegiatan bermukim. Sehingga tuntutan ruangnya menyerupai
sebuah rumah tempat tinggal, seperti ruang tidur, ruang makan, dan kamar
mandi. Karena sifatnya yang komersil, hotel memiliki ruang untuk fasilitas
tambahan seperti lobby, restoran, kantor pengelola, dan lain – lain. Oleh
karena itu, perancang ingin membuat hotel yang dapat memenuhi kebutuhan
dan keinginan pengunjung dalam perancangan kali ini. Salah satunya dengan
merancang hotel dengan fasilitas pendukung dan konsep dan tema yang
sesuai dengan lingkungannya. Dengan adanya hotel dengan berbagai fasilitas
yang tersedia di kawasan ini, pengunjung dapat mendapatkan penginapan
yang aman, nyaman, dan dekat dengan kawasan wisata, sehingga mereka
tidak perlu pergi jauh ke kota untuk mencari penginapan.
1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Maksud dari kegiatan perencanaan ini adalah sebagai petunjuk bagi
konsultan perencanaan dalam menyiapkan Detail Engineering Design
(DED), membuat Rencana Kerja dan Syaratsyarat Pelaksanaan
Bangunan (RKS), membuat Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan
sebagainya. Sehingga semua pihak yang terlibat dapat melaksanakan
tanggung jawabnya dengan baik, penyiapan data tersebut harus
didasarkan pada data teknik yang akurat di lokasi kegiatan. Tujuan
dari penyiapan data ini adalah untuk menghasilkan hasil akhir yang
memenuhi standar teknik bangunan yang layak dari segi mutu dan
biaya.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan perencanaan ini adalah tersedianya dokumen
perencanaan (detailed design) yang dapat dijadikan pedoman dalam
tahapan pelaksanaan. Oleh karena itu, pekerjaan akan menjadi lebih
tertata sehingga memudahkan kontrol dan ecaluaasi pada masing-
masing tahapan pekerjaan.
Spynx Apartment ini Jl. Lintas Sumatra, Bandar Jaya, Kec. Terbanggi Besar.,
Kab. Lampung Tengah, Lampung. Dengan batasbatas wilayah pada Spynx
Apartment sebagai berikut :
Sebelah Utara = Dealer Mobil Honda Anista Bandar Jaya
Sebelah Selatan = PT. Permodelan Nasional Madani
Sebelah Timur = Mandiri Tunas Finance Bandar Jaya
Sebelah Barat = Perumahan warga
2
Gambar 1.1. Lokasi Pembangunan Spynx Apartment.
angin harian dari tahun 2019 sampai dengan tahun 2023. Dari
3
data tersebut diolah untuk mendapatkan persentase kejadian
perencanaan.
2) Kondisi Transportasi
Pada lokasi pembangunan kondisi transportasi dapat dikatakan
ramai dan lancar, sehingga untuk pemilihan lokasi sangat
strategis
3) Kondisi Jalan
Kondisi jalan tempat lokasi tergolong lebar, yang dapat
memudahkan akses keluar masuk hotel serta pada saat
konstruksi sangat membantu dalam penyaluran material yang
akan digunakan untuk melaksanakan pembangunan.
4) Kondisi Drainase Lingkungan
Kondisi drainase di lingkungan proyek pembangunan saat ini
cukup baik.
5) Kondisi Lingkungan Bangunan
Kondisi lingkungan bangunan sangat strategis dikarenakan
dekat dengan pusat daerah.
6) Kondisi becana alam seperti gempa, tanah longsor dan daerah
patahan pada tanah belum pernah terjadi, namun untuk
bencana banjir pada beberapa titik untuk akses ke lokasi
pernah terjadi, namun masih dapat dikategorikan sebagai
banjir ringan yang diakibatkan curah hujan yang tinggi kerap
terjadi sebelum optimalisasi saluran drainase yang telah
dilakukan.
4
B. Kondisi Tapak
Kondisi tapak merupakan kondisi yang sangat penting yang
diperlukan untuk mengetahui dan memahami permasalahan yang
akan timbul apabila melakukan proyek pada lokasi tersebut.
Masalah tersebut biasanya berpengaruh terhadap penataan
ruangan dan massa bangunan, yang meliputi:
Kondisi fisik tapak dapat dilihat dari luasan tapak, bentuk
tapak, topografi dan vegetasi yang dapat berpengaruh pada
jumlah lantai bangunan, bentuk massa bangunan, penyediaan
sarana parkir.
Kegunaan bangunan yang berpengaruh terhadap penataan
ruangan dan kebutuhan jumlah ruangan serta luas ruangan.
C. Identifikasi Permasalahan
Tahap selanjutnya setelah mendapatkan data-data maka data
tersebut akan dianalisa untuk melanjutkan ke tahap pembuatan
perencanaan layout pembangunan hotel yang berupa peta situasi
dan denah. Perencanaan layout ini sangat penting untuk
mengetahui letak-letak bangunan yang direncanakan serta
fasilitas pendukung yang dibutuhkan pada perencanaan proyek
pembangunan hotel. Proses selanjutnya adalah merencanakan
dimensi dan ukuran serta bentuk dari bangunan tersebut sehingga
dapat disesuaikan dengan lahan yang ada dan anggaran biaya
yang tersedia.
5
BAB II
METODOLOGI
1. Pekerjaan Persiapan
a) Survei pendahuluan
b) Survei topografi
2. Perencanaan Struktur
5. Laporan Akhir
7
2.4 Metodologi Survei
8
setiap pengamatan matahari dilakukan dalam 4 seri rangkap
(biasa dan luar biasa)
9
Pengukuran dilakukan sepanjang sumbu rencana jalan.
Peralatan yang dipakai adalah sama seperti pengukuran titik
kontrol vertikal.
2. Pengukuran penampangan melintang
Pengukuran di daerah datar dibuat setiap 50 m dan 25 m pada
kondisi tikungan / pegunungan.
Lebar pengukuran penampang melintang yaitu 100 m ke kiri-
kanan as jalan.
Dilakukan pengukuran khusus untuk perpotongan dengan
sungai.
c. Analisis Data
Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera
dilakukan selama Tim Survei masih berada di lapangan, sehingga
apabila terjadi kesalahan dapat segera dilakukan pengukuran ulang.
Setelah data hasil perhitungan sementara memenuhi persyaratan
toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya akan
dilakukan perhitungan data definitif kerangka dasar pemetaan
dengan menggunakan metode perataan kuadrat terkecil.
1. Perhitungan Poligon
Kriteria toleransi pengukuran poligon kontrol horizontal yang
ditetapkan dalam spesifikasi teknis adalah koreksi sudut antara
dua kontrol azimuth = 20". Koreksi setiap titik poligon
maksimum 10" atau salah penutup sudut maksimum 30" n
dimana n adalah jumlah titik poligon pada setiap kring. Salah
penutup koordinat maksimum 1 : 2.000. Berdasarkan kriteria
toleransi diatas, proses analisis perhitungan sementara poligon
akan dilakukan menggunakan Metode Bowdith dengan prosedur
sebagai berikut:
Kesalahan penutup sudut:
f = s − (n + 2) × 180° < 30 √n
10
Kesalahan penutup koordinat:
Keterangan:
s : Sudut poligon
d : Jarak poligon
i : Nomor poligon (i = 1, 2, 3, .......)
11
n
fh = . h <10 mm√D
i=1 i
Keterangan :
Fh : Kesalahan penutup beda tinggi tiap kring waterpass
n : Beda tinggi ukuran
i : Nomor slag pengukuran waterpass (i = 1,2,3,....n)
12
Penggambaran titik-titik poligon akan didasarkan pada hasil
perhitungan koordinat. Penggambaran titik-titik poligon
tersebut tidak boleh secara grafis.
Gambar ukur yang berupa gambar situasi akan digambar pada
kertas milimeter dengan skala 1: 1.000 dan interval kontur 1
m.
Ketinggian titik detail akan tercantum dalam gambar ukur
begitu pula semua keterangan-keterangan yang penting.
Titik ikat atau titik mati serta titik-titik baru akan dimasukkan
dalam gambar dengan diberi tanda khusus. Ketinggian titik
tersebut perlu juga dicantumkan.
a. Umum
Pekerjaan survei dan analisis data geoteknik ini merupakan sub
bagian Pekerjaan Konstruksi yang penting khususnya
pada perencanaan pondasi. Dalam perencanaan pondasi sebuah
konstruksi bangunan diperlukan adanya Penyelidikan tanah untuk
mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam
perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat
berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi agar diperoleh
perencanaan pondasi yang optimal.
13
Survei dan analisis data geoteknik tanah dimaksudkan untuk
mengevaluasi kondisi lapisan tanah yang ada di lokasi rencana
proyek dan mengetahui letak kedalaman tanah keras serta untuk
mendapatkan data parameter tanah yang digunakan untuk sebagai
dasar perhitungan dalam pekerjaan “Spynx Apartment”. Kegiatan
mekanika tanah yang terdiri dari kegiatan uji sondir dan handbore di
lokasi pekerjaan, untuk memberikan informasi menyeluruh
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Menentukan stabilitas tanah sebagai penunjang dalam desain
perencanaan pondasi gedung.
2. Mengidentifikasian sifat dan karakteristik tanah dan mengetahui
kondisi muka air tanah.
3. Pengelompokan dan analisis sifat fisik maupun mekanik dari
tanah/batuan, hubungannya dengan analisis jenis pondasi yang
akan digunakan serta bangunan pelengkap lainnya.
Pada kegiatan ini penyelidikan tanah dilakukan dengan uji sondir
Untuk mengetahui titik lokasi uji sondir dan bor dapat dilihat pada
Gambar 2.1.
14
Gambar 2.1. Titik Lokasi Uji Sondir Dan Bor.
15
12. SNI 03-2435-1991, Metode Pengujian Laboratorium Tentang
Kelulusan Air Tentang Contoh Tanah
13. SNI 03-2455-1991, Metode Pengujian Triaxial A
14. SNI 03-2812-1992, Metode Pengujian Konsolidasi Tanah Satu
Dimensi
15. SNI 03-2815-1992, Metode Pengujian Triaxial B
16. SNI 03-3420-1994, Metode Pengujian Kuat Geser Langsung
Tanah Tidak Terkonsolidasi Tanpa Drainase
17. SNI 03-3422-1994, Metode Pengujian Susut Tanah
18. SNI 03-3423-1994, Metode Pengujian Analisis Ukuran Butir
Tanah Dengan Alat Hidrometer
19. SNI 03-3637-1994, Metode Pengujian Berat Isi Tanah Berbutir
Halus Dengan Cetakan Benda Uji
20. SNI 03-3638-1994, Metode Pengujian Kuat Tekan Bebas Tanah
Kohesif
c. Pengujian di Lapangan
Pengujian Bor
Mengetahui susunan lapisan tanah pendukung secara visual dan
terperinci.
Mengambil sampel tanah terganggu (disturbed sampel) lapis
demi lapis sampai kedalaman yang diinginkan untuk deskripsi
dan klasifikasi tanah (visual soil classification) dan juga
digunakan sebagai bahan pengujian laboratorium.
Mengambil sampel tanah tak terganggu (undisturbed sampel)
untuk bagan pengujian di laboratorium.
Melaksanakan pengujian Standard Penetration Test (SPT) setiap
interval 2 meter.
Mengamati dan melaksanakan pengukuran kedalaman muka air
tanah (Ground Water Level (GWL))
16
pengujian di laboratorium dan didapat hasil data SPT yang
digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah. SPT dilakukan
bersamaan dengan proses pengeboran untuk mengetahui perlawanan
dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan
Teknik penumbukan. SPT digunakan untuk menentukan kepadatan
dan konsistensi tanah/batuan secara dinamis di tempat atau untuk
mendapatkan gambaran keadaan kekuatan geser jenis tanah
langsung di lapangan. Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh
Setelah sampel tanah diuji di laboratorium, maka ditentukan
klasifikasinya, dengan merangkum catatan lapangan maupun hasil
pengujian di laboratorium dan didapat hasil data SPT yang
digunakan untuk mengetahui daya dukung tanah. SPT dilakukan
bersamaan dengan proses pengeboran untuk mengetahui perlawanan
dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan
Teknik penumbukan. SPT digunakan untuk menentukan kepadatan
dan konsistensi tanah/batuan secara dinamis di tempat atau untuk
mendapatkan gambaran keadaan kekuatan geser jenis tanah
langsung di lapangan. Jika efisiensi yang diukur (Ef) diperoleh
N60 = ,
. 𝐸𝑚. 𝐶𝑏. 𝐶𝑠. 𝐶𝑟. 𝑁𝑠𝑝t
Dengan :
N60 : efisiensi 60%
Em :1
Cb :1
Cs :1
Cr :1
17
Dari pengujian di laboratorium akan didapatkan nilai index properties
dan nilai parameter tanah. Pengujian contoh tanah yang dilakukan di
laboratorium mengukuti standard ASTM yang meliputi:
1. Indeks Properties yaitu:
Berat jenis
Derajat kejenuhan
Uji saringan (ASTM D 422 – 98)
Uji CBR
Kadar air asli (ω)
2. Engineering Properties
Uji geser langsung (ASTM D 3080 – 11)
Konsolidasi (ASTM D 2435 – 98)
Triaxial (ASTM D 4767 – 95)
Tes Kepadatan
18
Tabel 2.1. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir
19
BAB III
HASIL SURVEI LAPANGAN
21
Tabel 3.1. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir 1
22
Tabel 3.2. Klasifikasi Tanah dari Data Sondir 2
23
Tabel 3.3. Klasifikasi Tanah dari Data Bor 1
Bor-1
Kedalaman (m) Tipe Tanah Ketebalan (m) Deskripsi Tanah Konsistensi
Coklat, ada
bongkahan bahan
0.0 - 1.40 Pasir Halus 1.4 Moderate
bangunan, batu bata,
material urugan
Coklat, butiran
1.4 - 3.0 Pasir Sedang 1.6 Moderate
segaram
Coklat, butiran
3.0 - 4.5 Pasir Halus 1.5 Moderate
segaram
Coklat keabu-abuan,
4.5 - 6.5 Pasir Sedang 2 Moderate
butiran seragam
Coklat keabu-abuan,
6.5 - 8.5 Pasir Sedang 2 Moderate
butiran seragam
24
Tabel 3.4. Klasifikasi Tanah dari Data Bor 2
25
Data yang diperoleh dari penelitian secara langsung lainnya adalah data
hasil dari pengujian laboratorium. Penelitian yang dilaksanakan di
Laboratorium Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas
Lampung merupakan sampel dari tanah terganggu dan tidak terganggu.
Pengujian-pengujian dilaboratorium tersebut berupa pengujian index
properties dan engineer properties. Uji Index Properties bertujuan
untuk mencari kadar air alami dan specific grafity. Pengujian kadar air
dilakukan untuk mengetahui kadar air alami yang terdapati dalam
tanah. Pengujian ini dilakukan berdasarkan keadaan tanah yang berada
dilapangan. Specific Gravity merupakan berat jenis tanah. Penelitian ini
untuk mengetahui berat jenis tanah yang berada di lapangan.
Tabel 3.6. Kadar Air dan Specific Gravity
Laboratorium
Kadar
Label Kedalaman
Tipe Tanah Air Gs
Sampel
(m) (%)
Bor 1-1 12,5 - 15 Pasir Berkerikil 20,62 2,613
Bor 2-2 10 - 12,5 Lempung 60,14 2,619
26
Tabel 3.8. CBR
Laboratorium
Kedalaman (m) CBR (%)
12.00-12.05
14.00-14.50
45,44
18.00-18.50
27.50-28.00
27
BAB IV
KRITERIA PEMILIHAN DESAIN STRUKTUR
4.1 Umum
Dalam merancang struktur gedung ini, perlu dilakukan studi literatur untuk
mengetahui hubungan antara tata letak fungsional gedung dengan sistem
struktur yang akan digunakan, serta untuk mengetahui landasan teorinya. Pada
beberapa jenis struktur bangunan, perencanaan untuk menggunakan suatu pola
seringkali diperlukan karena kebutuhan fungsional dan struktural. Pola-pola
yang dibentuk oleh konfigurasi fungsional akan memiliki efek implisit pada
desain struktur yang digunakan. Hal ini menjadi salah satu faktor penentu,
misalnya pada situasi yang membutuhkan bentang yang besar dan harus bebas
dari kolom, sehingga mengakibatkan beban yang harus dipikul oleh balok yang
lebih besar.
Bab ini akan menjelaskan tata cara dan langkah perhitungan struktur mulai dari
struktur atas yang meliputi struktur atap, pelat, balok, kolom, dan tangga
hingga perhitungan struktur bawah yang terdiri dari pondasi. Studi literatur
bertujuan untuk mendapatkan hasil perencanaan yang optimal dan akurat. Oleh
karena itu, bab ini juga akan membahas konsep pemilihan sistem struktur dan
konsep perencanaan/desain struktur bangunan, seperti konfigurasi pembangkit
dan beban yang telah disesuaikan dengan kebutuhan dasar perencanaan suatu
bangunan. Bangunan bertingkat banyak diterapkan di Indonesia, sehingga hasil
yang diperoleh diharapkan tidak menyebabkan kegagalan struktur.
4.2 Konsep Pemilihan Struktur
Pemilihan jenis struktur atas (upperstructure) mempunyai hubungan yang erat
dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari
kedekatan antara jenis struktur dengan masalah-masalah seperti arsitektural,
efisiensi, serviceability, kemudahan pelaksanaan dan juga biaya yang
diperlukan. Adapun faktor yang menentukan dalam pemilihan jenis struktur
sebagai berikut.
Penentuan desain struktur harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya:
1. Aspek Struktural (Kekuatan dan Kekakuan Struktur)
Aspek ini merupakan aspek utama yang harus dipenuhi karena berhubungan
dengan besarnya kekuatan dan kekakuan struktur dalam menerima beban-
beban yang bekerja pada suatu bangunan, baik beban vertikal maupun beban
horizontal.
2. Aspek Arsitektural dan Ruang
Aspek ini berkaitan dengan layout denah (gambar kerja) dan bentuk gedung
yang diharapkan memiliki nilai estetika dan fungsi ruang yang optimal yang
nantinya berkaitan dengan dimensi dari elemen struktur.
3. Aspek Pelaksanaan dan Biaya
Meliputi jumlah anggaran yang diperlukan. Agar dalam proses pelaksanaan
suatu pekerjaan perencana dapat memberikan alternatif rencana yang relatif
ekonomis.
4. Aspek Fungsional
Perencanaan struktur yang baik sangat memperhatikan fungsi daripada
bangunan tersebut. Dalam kaitannya dengan penggunaan ruang, aspek
fungsional sangat mempengaruhi besarnya dimensi bangunan yang
direncanakan.
5. Aspek Perawatan Gedung
Aspek berhubungan dengan kemampuan owner untuk mempertahankan
kualitas gedung dari kerusakan yang akan terjadi.
6. Aspek Kemampuan Struktur Mengakomodasi Sistem Layan Gedung
Struktur harus mampu mendukung beban rancang secara aman tanpa
kelebihan tegangan ataupun deformasi yang dalam batas yang dijinkan.
29
Keselamatan adalah hal penting dalam perencanaan struktur gedung
terutama dalam penanggulangan bahaya kebakaran, maka dilakukan usaha-
usaha sebagai berikut :
Perencanaan outlet yang memenuhi persyaratan
Penggunaan material tahan api terutama untuk instalasi-instalasi penting
Fasilitas penanggulangan api disetiap lantai
Warning system terhadap api dan asap
Pengaturan ventilasi yang memadai
30
4.3 Kriteria Dasar Perancangan
4.3.1 Material Struktur
Material struktur dapat dibagi menjadi empat (6) tipe material atau
bahan yang dapat digunakan sebagai material penyusun elemen-elemen
struktural suatu gedung yaitu:
1. Struktur Kayu
Struktur kayu merupakan struktur dengan ketahanan yang cukup,
kelemahan dari material ini adalah tidak tahan terhadap api, dan
adanya bahaya pelapukan. Oleh karena itu material ini hanya
digunakan pada bangunan tingkat rendah.
2. Struktur Baja
Struktur baja sangat tepat digunakan pada bangunan bertingkat tinggi
karena material baja mempunyai kekuatan serta tingkat daktilitas
yang tinggi bila dibandingkan dengan material-material struktur yang
lain.
3. Struktur Beton Cor di Tempat (In Situ)
Struktur beton banyak digunakan pada bangunan tingkat menengah
sampai dengan bangunan tingkat tinggi. Struktur ini paling banyak
digunakan bila dibandingkan dengan struktur lainnya karena struktur
ini lebih monolit dan mempunyai umur rencana yang cukup panjang.
4. Struktur Komposit
Struktur ini merupakan gabungan dari dua jenis material atau lebih.
Pada umumnya yang sering digunakan adalah kombinasi antara baja
struktural dengan beton bertulang. Kombinasi tersebut menjadikan
struktur komposit memiliki perilaku struktur antara struktur baja dan
struktur beton bertulang. Struktur komposit digunakan untuk
bangunan tingkat menengah sampai dengan bangunan tingkat tinggi.
Setiap jenis material mempunyai karakteristik tersendiri sehingga
suatu jenis bahan bangunan tidak dapat digunakan untuk semua jenis
bangunan.
31
5. Struktur Beton Prategang (Prestress Concrete Structure)
Penggunaan sistem prategang pada elemen sturktural akan berakibat
kurang menguntungkan pada kemampuan berdeformasi daripada
struktur dan akan mempengaruhi karakteristik respon terhadap
gempa. Struktur ini digunakan pada bangunan tingkat rendah sampai
menengah. Sistem prategang yang digunakan ada dua cara, yaitu :
a) Sistem Post-Tensioning (pasca tarik)
Post-tensioning adalah prinsip cara penegangandengan kondisi
beton yang lebih dahulu dicor dan dibiarkan
mengerassebelumdiberi gaya prategang. Pada sistem ini berlaku
untuk beton dicor ditempat, dan setelah mencapai kekuatan 80%
f’c diberi gaya prategang.
b) Sistem Pre-Tensioning (pratarik)
Pre-tensioning adalah prinsip cara penegangan dengan tendon
ditegangkan dengan alat pembantu sebelum tendon dicor atau
sebelum beton mengeras dan gaya prategang dipertahankan
sampai beton cukup keras. Pada sistem ini beton telah terlebih
dahulu dicetak di pabrik lalu kemudian setelahnya dipasang di
lokasi.
6. Struktur beton pracetak (Precast Concrete Structure)
struktur beton pracetak adalah tipe konstruksi beton yang elemen-
elemennya dicetak bukan pada area sekitar pelaksanaan konstruksi
dilakukan. Beton pracetak dapat bekerja secara komposit dengan
tulangan dan/atau tendon pratekan. Material konstruksi yang
digunakan untuk pembuatan beton pracetak memiliki performa tinggi
dan memberikan manfaat yang cukup signifikan dalam hal kualitas,
desain, konstruksi, kekuatan, keselamatan dan sustainable.
Kelemahan struktur ini adalah kurang monolit, sehingga ketahananya
terhadap gempa kurang baik.
32
4.3.2 Konfigurasi Struktur Bangunan
1. Konfigurasi horizontal
Desain bangunan diusahakan memiliki bentuk yang sederhana,
kompak dan simetris tanpa mengurangi unsur estetika. Struktur
didesain memiliki titik pusat kekakuan yang sama dengan titik berat
bangunan atau memiliki eksentrisitas yang tidak berlebihan
sehingga tidak menghasilkan torsi. Struktur dengan bagian yang
menonjol dan asimetris memerlukan dilatasi gempa (seismic joint)
untuk memisahkan bagian struktur yang menonjol dari struktur
utama. Perluasan harus menyediakan ruang yang cukup sehingga
bagian-bagian struktural yang terpisah tidak saling bertabrakan saat
terjadi gempa. Bangunan dengan denah yang sangat panjang harus
dipisahkan menjadi beberapa bagian dengan menggunakan
sambungan seismik karena kemampuan menahan gaya akibat
pergerakan tanah di sepanjang bangunan relatif kurang.
2. Konfigurasi vertical
Konfigurasi struktur pada arah vertikal perlu dihindari adanya
perubahan bentuk struktur yang tidak menerus. Hal ini dikarenakan
apabila terjadi gempa maka akan terjadi pula getaran yang besar
pada daerah tertentu dari struktur. Gedung yang relatif langsing akan
mempunyai kemampuan yang lebih kecil dalam memikul momen
guling akibat gempa.
3. Konfigurasi rangka struktur
Ada dua macam rangka, yaitu rangka penahan momen yang terdiri
dari konstruksi beton bertulang berupa balok dan kolom, dan rangka
dengan difragma vertikal. Rangka dengan diafragma vertikal adalah
rangka yang digunakan bila rangka struktural tidak mencukupi
untuk mendukung beban horizontal (gempa) yang bekerja pada
struktur. Contoh rangka dengan diafragma vertical adalah dinding
geser (shearwall ) yang dapat juga berfungsi sebagai corewalls.
4. Konfigurasi keruntuhan struktur
33
Perencanaan struktur di daerah gempa terlebih dahulu harus
ditentukan elemen kritisnya. Mekanisme tersebut diusahakan agar
sendi-sendi plastis terbentuk pada balok terlebih dahulu dan
bukannya pada kolom. Hal ini dimaksudkan karena adanya bahaya
ketidakstabilan akibat perpindahan balok jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kolom, selain itu kolom juga lebih sulit untuk
diperbaiki daripada balok sehingga harus dilindungi dengan tingkat
keamanan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu konsep yang diterapkan
adalah kolom harus lebih kuat daripada balok (strong column weak
beam). Oleh karena perencanaan ini berada dalam zona gempa
sedang maka prinsip yang digunakan adalah desain biasa.
34
1. Kolom
Struktur atas suatu gedung adalah seluruh bagian struktur gedung
yang berada di atas muka tanah. Struktur atas ini terdiri atas
kolom, pelat, balok, dinding dan tangga, yang masing-masing
mempunyai peran yang sangat penting. 1. Kolom Kolom adalah
salah satu elemen yang penting dalam suatu bangunan gedung.
Kolom adalah batang tekan vertikal dari suatu struktur portal
gedung yang menahan beban dari balok. Karena balok berfungsi
mentransfer beban dari balok menuju pondasi, maka kolom
merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan keruntuhan
(collapse) lantai dan keruntuhan struktur total(total collapse).
35
Gambar 4.1. Flowchart Desain Penulangan Kolom.
36
Gambar 4.2. FlowChart Desain Penulangan Kolom.
37
Gambar 4.3. FlowChart Analisis Penulangan Kolom.
2. Balok
Struktur balok beton adalah elemen struktur yang berperan
38
Gambar 4.4. FlowChart Desain Penulangan Balok.
39
Gambar 4.5. FlowChart Analisis Penulangan Balok.
40
3. Balok
Struktur balok beton adalah elemen struktur yang berperan
mentransfer beban momen, lintang dan geser dari pelat lantai
menuju struktur kolom. Balok dikenal sebagai elemen lentur,
yaitu elemen struktur yang dominan memikul gaya dalam berupa
momen lentur dan gaya geser
4. Pelat
Pelat lantai adalah komponen struktural horizontal yang berfungsi
menerima beban luar secara langsung. Beban luar tersebut baik
berupa ataupun beban hidup, yang dimaksud beban luar adalah
beban yang berasal bukan dari bangunan melainkan beban
tambahan seperti manusia, mekanikalelektrikal, furniture dan
sebagainya. Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan
dalam pembangunan pelat lantai adalah ketebalan pelat lantai.
Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh :
a. Besar lendutan yang diijinkan
b. Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung
c. Bahan konstruksi dan pelat lantai
Ketentuan Rumus Analisis dan Desain Pelat:
ln y
β = ln x
Keterangan:
β = Rasio bentang bersih pelat dalam arah panjang
terhadap pendek
ln y = Bentang bersih dalam arah panjang (mm)
ln x = Bentang bersih dalam arah pendek (mm)
fy
ln ( 0,8+ )
h = 1400
36+9β
Keterangan:
h = Ketebalan pelat minimum (mm)
ln = Bentang bersih (mm)
fy = Mutu baja (Mpa)
41
β = Rasio bentang bersih pelat dalam arah
panjang terhadap pendek
1,4
ρmin = fy
Keterangan:
ρmin = Rasio tulangan minimum
fy = Mutu baja (Mpa)
b
nterpasang =S
Pakai
Keterangan:
nterpasang = Jumlah tulangan yang digunakan
b = Bentang lebar pelat
(diambil per 1000 mm)
Spakai = Jarak spasi tulangan pelat yang digunakan
(mm)
Asterpasang = 0,25 × π × d2 ×nTerpasang
Keterangan:
Asterpasang = Luas tulangan yang terpasang (mm2)
d = Diameter tulangan (mm)
As . fy
a =
0,85 ×f' c ×b
Keterangan:
a = Tinggi blok tegangan persegi ekivalen (mm)
As = Luas tulangan terpasang (mm2)
fy = Mutu baja (MPa)
f’c = Mutu Beton (MPa)
b = Bentang lebar pelat (diambil per 1000 mm)
a
c =
β1
Keterangan:
c = Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral
(mm)
a = Tinggi blok tegangan persegi ekivalen (mm)
42
β1 = 0,85 (untuk mutu beton ≤ 30 MPa)
d- c
εt = ×εc
c
Keterangan:
εt = Regangan tarik
d = Tinggi efektif pelat (mm)
c = Jarak dari serat tekan terjauh ke sumbu netral (mm)
𝜀 = Regangan tarik beton
a
Mn = AsTerpasang × fy × d- 2
Keterangan:
(kNm)
(mm)
MuPelat = Mn × ∅
∅ = Faktor reduksi
43
dengan persyaratan dan asumsi dari Standar ini, yang
5. Tangga
Tangga merupakan suatu komponen struktur yang terdiri dari
Mu
Mn =
ϕ
f
M =
0,85 . f
M
R =
b .d
44
1 2m . R
ρ = . 1− 1−
m f
ρmax = 0,75 x ρb
ρmin
45
kedalaman lebih dari 10 m. Dalam perencanaan apartemen dengan
7 lantai ini digunakan pondasi bored pile. Adapun langkah-langkah
dalam menganalisis pondasi adalah sebagai berikut :
A. Pengolahan Data NSPT
Pengolahan data SPT dalam mendesain pondasi dengan 2
metode, yaitu:
a. Pengolahan Data NSPT
Pada pengolahan data NSPT pada proyek pembangunan
Luxury Vein Apartment dilakukan satu uji SPT
menggunakan dua metode, maka dapat ditentukan untuk
nilai N60 sebagai berikut :
N60 = ,
. 𝐸𝑚. 𝐶𝑏. 𝐶𝑠. 𝐶𝑟. 𝑁𝑠𝑝𝑡
Em = 0,55
Cb = 1
Cs = 1
Cr = 1
b. Tekanan Ujung Tiang (Qb) (Metode O’Neil dan Reese
1989)
Qb = Ab.fb
Dimana :
- Ab = ¼.π.D2
- fb = 0,6. r. N60
Keterangan :
Ab = Luas dasar tiang bor (m )
fb = Tahanan ujung neto per satuan luas (kPa)
N60 = N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi
sebesar 60%
r = Tegangan referensi = 100 kPa
D = Diameter rencana tiang bor (m)
c. Tahanan Geser Ultimit (Qs)
Qs = As.fs
Dimana :
46
- As = π.D.L
- fs = β.P0’
Keterangan :
Fs = Tahanan gesek satuan (kN/m )
P0’ = Tekanan overbuden di tengah-tengah lapisan
tanah (kN/m )
L = Kedalaman tiang (m)
D = Diameter rencana tiang bor (m)
d. Kapasitas Dukung Ultimit Neto (Qu)
Qu = Qb + Qs – Wp
Dimana :
Wp = Ab.L.γ beton
Keterangan :
Qb = Tekanan ujung tiang
Qs = Tahanan geser ultimit
L = Kedalaman tiang bor (m)
Ab = Luas penampang tiang bor rencana (m )
e. Kapasitas Dukung Ijin (Qa)
Qu
Qa =
SF
Keterangan :
Qu = Kapasitas dukung ultimit (kN)
SF = Safety Factor
47
Tabel 4.1. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-1 Metode O’Neil dan Reese
48
Gambar 4.7. Grafik Hasil Daya Dukung BH-1.
49
49
Tabel 4.2. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-2 Metode O’Neil dan Reese
50
50
Gambar 4.8. Grafik Hasil Daya Dukung BH-2.
51
51
f. Tekanan Ujung Tiang (Qb) (Metode Reese dan Wright
1977)
Qb = Ab.fb
Dimana :
- Ab = ¼.π.D2
Dimana :
As = π.D.L
fs ≤ 1,7 tsf
Dimana :
Wp = Ab.L.γ beton
52
Tabel 4.3. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-1 Metode Reese dan
Wright
53
Tabel 4.4. Hasil Kapasitas Dukung Ijin Tiang pada BH-2 Metode Reese dan Wright
54
BAB V
PRELIMINARY DESIGN
5.1 Umum
56
disesuaikan dengan
kondisi ruangan.
Anti berkarat
Bobot yang ringan
Ketahanan sekuat beton
Insulator suhu yang baik
Proses pemasangan
Dinding Hebel
lebih cepat
Biaya pemasangan
hemat
Kedap suara dan air
B Struktur Bawah
Menerima beban
Tidak menyebabkan
eksentrisitas yang dapat
Persegi
Pile Cap menyebabkan beban
panjang
tambahan pada
pondasiLebih kuat
menahan guling
Cocok dan aman
diaplikasikan di
kawasan yang sempit
Pondasi Bore pile dan padat bangunan
Tidak menimbulkan
getaran yang terlalu
keras
C Alat Pelaksanaan
Pemasangan mudah
Kayu dan Dapat digunakan
Bekisting
Multipleks kembali
Ramah lingkungan
Dapat dirakit sesuai
keinginan
Baja Penyimpanannya tidak
Scaffolding
Ringan memakan tempat
Mudah merakitnya
Tahan lama dan kuat
57
5.3 Pemodelan Struktur
58
Gambar 5.3. Tampak Depan.
59
Gambar 5.5. Tampak Samping Kanan.
60
Gambar 5.6. Tampak Samping Kiri.
61
Gambar 5.7. Denah Lantai 1.
62
Gambar 5.9. Denah Lantai 7.
63
5.4 Pembebanan
A. Beban Mati
Beban mati adalah beban yang memiliki besar (nilai) dan arah yang
konstan tanpa dipengaruhi waktu. Beban mati terdiri dari berat sendiri dan
beban eksternal. Beban mati dibedakan menjadi beban mati akibat berat
Berat sendiri adalah berat atau beban yang timbul akibat elemen-
elemen struktural yang ada pada suatu konstruksi. Berat sendiri suatu
Beban mati tambahan adalah beban yang ada akibat adanya elemen-
64
Tabel 5.2. Beban Mati Desain Minimum (kN/m2)
65
Ruangan = 1,92 kN/m2
4. Beban Gempa
Beban gempa adalah beban sementara yang terjadi pada selang waktu
bagian dari jalur ring offire dan merupakan pertemuan antar lempeng
66
Beban gempa diperoleh dari perhitungan analisis dinamis dengan
SS (g) 0,4170
S1 (g) 0,2920
T0 (detik) 0,19
TS (detik) 0,95
67
B. Kombinasi Pembebanan
1. Kombinasi 1= 1,4D
68
BAB VI
KESIMPULAN