Disusun Oleh:
Kelompok 5A
Chrisanthy N 119230013
Vio Prahas Titi 119230031
Faiz Syukri 119230051
M Rafiq Akbar 119230057
Rangga Jatmiko 119230101
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Project
Based Learning pada mata kuliah Pemetaan Terestris. Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengolahan data KKH, KKV, Detil
menjadi Peta Kontur Topografi dan Peta Slope bagi para pembaca dan juga bagi penulis
.
Kami menyadari, Laporan yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
laporan ini.
1
5. bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek.
6. Meningkatkan kolaborasi mahasiswa khususnya pada PjBL yang bersifat
kelompok.
1.3 Materi Pekerjaan
Adapun materi pekerjaan pada pelaksanaan Project Based Learning ini yaitu:
1. Peer Teaching
2. Pembuatan KKH (Kerangka Kontrol Horizontal)
3. Pembuatan KKV (Kerangka Kontrol Vertikal)
4. Pengolahan Data Detail (Koordinat X, Y, dan Z)
5. Pembuatan Peta Slope
6. Pembuatan Peta Kontur
7. Pembuatan Peta Topografi
2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 KKH
Kerangka Dasar Pemetaan (KDP) merupakan kumpulan titik-titik kontrol
berbentuk pilar di lapangan yang memiliki koordinat yang terdefinisi dan konsisten
geometri vertikal dan horizontalnya. KDP terdiri atas Kerangka Kontrol Horizontal
(KKH) dan Vertikal (KKV). KKH didefinisikan menggunakan beberapa metode :
triangulasi, triangulaterasi, trilaterasi, intersection, resection, dan poligon (BASUKI,
2006)
Jaring kontrol horizontal merupakansekumpulan titik kontrol horizontal yang satu
sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya
ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem
referensi koordinat horizontal tertentu. Kerangka kontrol Horizontal merupakan sebuah
tugu/patok yang digunakan sebagai titik referensi atau acuan dalam bentuk koordinat (
X,Y )yang berguna pengukuran dan pemetaan di lapangan. Untuk memperoleh
koordinat titik kontrol tersebut salah satunya dengan menggunakan metode Survei GPS
yaitu dengan menangkap informasi yang dikirimkan oleh satelit diluar angkasa ke
receiver pengamatan di Bumi. Pada pembelajaran kali ini kita menggunakan metode
polygon. (Da Silva, 2014)
Metode Poligon adalah salah satu cara penentuan posisi horisontal banyak titik
dimana titik satu dengan lainnya dihubungkan satu sama lain dengan pengukuran sudut
dan jarak sehingga membentuk rangkaian titik atau poligon.Adapun macam-macam
poligon adalah :
Poligon Tertutup
Poligon tertutup adalah poligon yang titik awal dan akhirnya menjadi satu. Poligon
tertutup ini hanya membutuhkan satu titik kontrol yang sudah diketahui koordinatnya
yaitu titik awal yang sekaligus digunakan sebagai titik akhir poligon, sudut jurusan sisi
awal akan sama dengan sudut jurusan akhirnya. Syarat Geomatri sudut adalah sebagai
berikut :
■ Syarat sudut ukuran
∑β = (n-2). 180 - Fβ apabila sudut dalam
4
∑β = (n+2). 180 - Fβapabila sudut luar
■ Σ β – (n - 2) 1800= (αakhir – αawal) = 0
■ Σ d sin α = (Xakhir – Xawal) = 0
■ Σcos α = (Yakhir – Yawal) = 0
Keterangan:
Keterangan :
Σ β :jumlah sudut dalam poligon
n :jumlah titik sudut poligon
Σ d :jarak masing-masing poligon
5
Gambar 2.2 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
2.2 KKV
Kerangka Dasar Pemetaan (KDP) merupakan kumpulan titik-titik kontrol
berbentuk pilar di lapangan yang memiliki koordinat yang terdefinisi dan konsisten
geometri vertikal dan horizontalnya. KDP terdiri atas Kerangka Kontrol Horizontal
(KKH) dan Vertikal (KKV). KKH didefinisikan menggunakan beberapa metode :
triangulasi, triangulaterasi, trilaterasi, intersection, resection, dan poligon (BASUKI,
2006). Pengukurannya dilakukan dengan pengukuran sudut saja, jarak saja, maupun
sudut dan jarak sekaligus tergantung metode mana yang dipilih. Pengukuran KKV
dilaksanakan dengan metode Geometric Levelling (GL), Trigonometric Levelling
Anindya Sricandra Prasidya Kajian Ketelitian Pengukuran Kerangka Kontrol Vertikal,
dan GPS/GNSS Levelling (El-Ashmawy, 2014); (Sanlioglu, 2005) (Prasidya, 2018)
6
Menutut (Wongsojitro, 1980), beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan
tiga cara yaitu: Barometris, Trigonometris dan pengukuran menyipat datar. Ketiga
metode tersebut mempunyai ketelitian yang berbeda-beda. Hasil ketelitian terbesar
adalah dengan cara pengukuran menyipat datar dan ketelitian terkecil adalah metode
Barometer. Metode trigonometris adalah suatu proses penentuan beda tinggi dari titik-
titik pengamatan dengan cara mengukur sudut miring atau sudut vertikalnya dengan
jarak yang diketahui, baik jarak dalam bidang datar maupun jarak geodetis (BASUKI,
2006). Pengukuran sudut vertikal atau kemiringan dapat menggunakan theodolith atau
kompas survei.
Metode trigonometris prinsipnya adalah mengukur jarak langsung (jarak miring),
tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang
kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite.
Seperti telah dibahas sebelumnya, beda tinggi antara dua titik dihitung dari besaran
sudut tegak dan jarak. Sudut tegak diperoleh dari pengukuran dengan alat theodolite
sedangkan jarak diperoleh atau terkadang diambil jarak dari peta. Pada pengukuran
tinggi dengan cara trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung,
karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak
mendatar atau jarak miring diketahaui atau diukur, maka dengan memakai hubungan -
hubungan geometris dihitunglah beda tinggi yang hendak ditentukan itu.
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur
pengukuran dan perhitungannya adalah sebagai berikut:
1. Tegakkan theodolite di A, ukur tingginya sumbu mendatar dari A. Misalkan t,
7
2. Tegakkan target di B, ukur tingginya target dari B, misalkan l,
3. Ukur sudut tegak m (sudut miring) atau z (sudut zenith),
4. Ukur jarak mendatar D atau Dm (dengan EDM), dan
5. Dari besaran-besaran yang diukur, maka:
Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi sudut refraksi dan bidang-bidang nivo
melalui A dan B harus diperhitungkan sebagai Permukaan yang melengkung apabila
beda tinggi dan jarak AB besar dan beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Lapisan
udara dari B ke A akan berbeda kepadatannya karena sinar cahaya yang datang dari
target B ke teropong theodolite akan melalui garis melengkung. Makin dekat ke A
makin padat. Dengan adanya kesalahan karena faktor alam tersebut di atas hitungan
beda tinggi perlu mendapat koreksi. (BASUKI, 2006)
8
tergantung pada tujuan penggunaan peta situasi.
e) Unsur situasi yang diukur terdiri atas
1. bentuk planimetris alur sungai,
2. bentuk palung sungai,
3. semua drainase yang masuk ke sungai,
4. bentuk planimetris alur drainase,
5. bentuk palung drainase,
6. bentuk planimetris tanggul,
7. bentuk relief areal di sepanjang tepi kiri dan tepi kanan sungai,
8. batas perubahan bentuk penggunaan lahan di areal tepi kiri dan tepi kanan
sungai,
9. semua bangunan yang ada di sepanjang areal di tepi kiri dan di tepi kanan
sungai,
10. semua bangunan yang ada di sungai, misalnya jembatan, tubuh bendung,
ground
11. Sill , dermaga, pelindung tebing sungai, rumah yang menjorok ke alur
sungai, dan
12. semua bangunan lainnya,
13. catat bentuk penggunaan lahan di areal tepi kiri dan tepi kanan sungai,
f) Jumlah detail unsur situasi yang diukur harus betul-betul representatif, oleh
sebab itu kerapatan letak detail harus selalu dipertimbangkan terhadap bentuk
unsur situasi serta skala dari peta yang akan dibuat,
g) Setiap pembacaan rambu ukur harus dilakukan pada ketiga benang, yaitu benang
atas, benang tengah, dan benang bawah,
h) Semua detail situasi yang diukur harus dibuat sketsanya,
i) Sketsa detail situasi harus dilengkapi dengan arah utara,
j) Setiap lembar formulir data ukur detail situasi harus ditulis nomor lembarnya,
nama pekerjaan, nama pengukur, alat yang digunakan, merek dan nomor seri
alat yang digunakan, tanggal dan tahun pengukuran, dan keadaan cuaca pada
saat melakukan pengukuran.
9
2.4 Peta Topografi
Peta topografi menampilkan gambaran permukaan bumi yang dapat diidentifikasi,
berupa obyek alami maupun buatan. Peta topografi menyajikan obyek-obyek
dipermukaan bumi dengan ketinggian yang dihitung dari permukaan air laut dan
digambarkan dalam bentuk garis-garis kontur, dengan setiap satu garis kontur
mewakili satu ketinggian. Peta topografi memiliki dua unsur utama yaitu ukuran
planimetrik (ukuran permukaan bidang datar) dan ukuran relief (berdasarkan variasi
elevasi). Ukuran planimetrik pada peta topografi digambarkan dengan koordinat X dan
Y, sedangkan ukuran relief digambarkan dalam koordinat Z. Elevasi pada peta
topografi ditampilkan dalam bentuk garis-garis kontur yang menghubungkan titiktitik
di permukaan bumi yang memiliki ketinggian yang sama.
Menurut Kusnadi (2013). Peta kontur adalah peta yang menggambarkan sebagian
bentuk-bentuk permukaan bumi yang bersifat alami dengan menggunakan garis-garis
kontur. Garis kontur pada peta topografi diperoleh dengan melakukan pengolahan
interpolasi linier antara titik-titik ketinggian yang berdekatan. Interpolasi linier adalah
suatu metode atau fungsi matematika yang menduga nilai pada lokasilokasi yang
datanya tidak tersedia atau tidak didapatkan. Interpolasi linier mengasumsikan bahwa
atribut data bersifat kontinu di dalam ruang dan atribut ini saling berhubungan
(dependence). (Afani, 2019)
Peta slope merupakan peta yang menggambarkan kemiringan suatu daerah. Slope
Map yang dibuat menggunakan parameter persentase (%) sudut lereng, Sebagai
berikut:
1. 0 – 8 %
2. 8 – 15 %
3. 15 – 25%
4. 25 – 40%
5. >40%
Fungsi peta slope merupakan sebagai salah satu data acuan pembuatan peta daerah
rawan bencana, baik bencana tanah longsor, banjir dll, misalnya semakin curam
kemiringan lereng suatu daerah maka semakin besar potensi terjadinya longsoran.
1. Tingkat Kerawanan Rendah (0 – 8%), tindakan Pengendalian dilakukan dengan
cara konservasi berupa penanaman pohon yang memiliki akar dalam dan daun
10
banyak, seperti kayu manis dan cengkeh.
2. Tingkat Kerawanan Sedang (8-25%), tindakan pengendalian dilakukan dengan
cara Membangun Bronjong pada tebing dan pengaturan pola tata tanam.
3. Tingkat Kerawanan Tinggi (> 25%), tindakan pengendalian dilakukan dengan
Penanaman tanaman berakar kuat mengikat tanah, tetapi berbatang ringan, pada
bagian atas dan tengah lereng, seperti pohon Jati dan juga pembangunan parit,
drainase dan bangunan penghambat/check dam.
11
BAB III PELAKSANAAN
12
3.3 Perhitungan Data
3.3.1. KKH
13
memperhatikan bobot dan koreksi fx,fy,f∆H dengan memperhatikan bobot.
Caranya dengan menambahkan koreksi sebesar pada ukuran rerata dengan tanda
yang berlainan dengan kesalahannya.
4. Hitung nilai koordinat akhir titik dengan menambahkan beda absis, dan beda
ordinat dengan nilai koordinat acuannya.
Pergi Pulang rata pergi rata pulang selisih Rata-Rata TOR (mm)
106,955 106,952
80,160 80,156
106,955 106,952
80,160 80,155
14
80,160 80,155
51,703 51,704
80,160 80,155
51,703 51,704
51,703 51,704
57,803 57,806
51,703 51,705
57,803 57,806
57,803 57,806
64,897 64,901
57,803 57,806
64,899 64,900
64,898 64,900
106,955 106,952
64,899 64,901
106,954 106,952
15
untuk dubandingkan dengan syarat geometri KKV model polygon tertutup.
Yaitu Δh (beda tinggi) = 0. Jika Δh (beda tinggi) ≠ 0, maka terdapat kesalahan
fΔh. Kesalahan tersebut didistribusikan pada setiap Δh (beda tinggi) berdasarkan
bobot jarak berbanding jarak total pada metode Bowditch. Nilai koreksi ini
dikoreksikan pada Δh (beda tinggi), sehingga diperoleh beda tinggi terkoreksi.
Nilai ini yang dijumlahkan dengan titik acuan awal untuk memperoleh tinggi
titik.
16
Gambar 3.1 Data Detail Situasi
17
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.Pelaksanaan Praktikum
Berdasarkan timeline dari PjBL, praktikum dilaksanakan ketika selesai
kegiatan belajar antar mahasiswa (peer teaching). Peer Teaching merupakan
metode pembelajaran yang dilakukan dari mahasiswa untuk mahasiswa.
Mahasiswa memberikan materi pembelajaran sesuai dengan tema yang
ditentukan dan permasalahan mengenai pemetaan yang diberikan kepada
mahasiswa yang lain. Sedangkan Dosen Pengampu sebagai fasilitator senagai
pengamat dan menjaga berjalannya kegiatan Peer Teaching. Peer Teaching
selesai pada minggu ke-3. Namun dikarenakan masih dalam kondisi pandemi
COVID-19 dan terbitnya surat rektor yang melarang adanya kegiatan
praktikum di lingkungan Kampus ITERA. Maka, praktikum ini tidak
terlaksana. Skema praktikum diganti oleh fasilitator (Dosen Pengampu) dimana
setiap kelompok PjBL hanya melakukan pengolahan data simulasi yang terdiri
dari data KKH, KKV, dan Data Detil yang diberikan oleh fasilitator (Dosen
Pengampu). Jika mengacu pada timeline PjBL yang sudah diberikan,
pengolahan data KKH,KKV,Detil selesai pada minggu ke-6 bersamaan dengan
presentasi proses dan hasil serta melakukan penilaian Borang 02, Borang 03
Borang 04, Borang 05, dan Borang 10 di minggu-minggu selanjutnya. Namun
terjadi kemunduran dari waktu yang direncanakan dengan waktu pengerjaan
yang sebenarnya. Presentasi hasil pengolahan dan penyajian hasil dilakukan di
minggu ke 14 hari Senin, 17 Mei 2021 bersamaan dengan pengisian Borang
yang diisi yaitu Borang 02, Borang 03, dan Borang 05
.
4.2.Hasil Praktikum
Skema Praktikum diganti menjadi pengolahan data simulasi KKH,KKV,
Detail Situasi. Pengolahan dimulai secara bertahap yang diawali dengan
pengolahan data KKH (Kerangka Kontrol Horizontal), waktu pengerjaan yang
dilakukan kelompok kami untuk menyelesaikan pengolahan data KKH
memakan waktu lebih dari 1 minggu sehingga tidak sesuai dengan timeline
PjBL yang ditargetkan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman dari
18
materi KKH dan data yang diberikan karena tidak memiliki koordinat awal
yang pada akhirnya fasilitator (Dosen Pengampu) memberikan informasi
bahwa koordinat awal adalah (0,0) atau (100,100), atau (1000,1000) dan
sebagainya karena pengukurannya yaitu toposentrik agar memudahkan
perhitungan. Pengolahan bertahap selanjutnya adalah pengolahan data KKV
(Kerangka Kontrol Vertikal). Dalam pengerjaannya kelompok kami dapat
menyelesaikan pengolahan data KKV dalan waktu lebih dari 1 minggu
melewati timeline dari PjBL yang disepakati. Hal tersebut terjadi dikarenakan
beberapa hal yang belum dipahami dari kelompok kami dalam data yang
diberikan oleh fasilitator (Dosen Pengampu). Keterlambatan tersebut
berdampak pada penentuan koordinat titik kontrol yang ingin dibuat.
Pengolahan bertahap selanjutnya yaitu pengolahan data Detail Situasi. Dalam
pengerjaannya kelompok kami dapat menyelesaikan pengolahan data Detail
Situasi lebih dari 1 minggu. Hal ini dikarenakan kurangnya beberapa
pemahaman kami dalam membaca data yang telah diberikan oleh fasilitator
(Dosen Pengampu) serta dikarenakan keterlambatan penyelesaian pengolahan
data KKH dan KKV.
Berdasarkan hasil dari PjBL yang telaj kami lakukan. Dihasilkan output
berupa peta topografi dari pengolahan data Detail Situasi yang diberikan oleh
fasilitator (Dosen Pengampu). Pengolahan data diawali dengan pengolahan
data Kerangka Kontrol Horizontal. Dari data yang diberikan, Terlihat bahwa
Kerangka Kontrol Horizontal membentuk Poligon Tertutup karena titik akhir
pengukurannya kembali lagi ke titik awal pengukuran. Data Kerangka Kontrol
Horizontal didapatkan dengan cara melakukan pengukuran sudut dan jarak
menggunakan Total Station. Sudut terukur didapatkan dengan cara menghitung
rata-rata antara sudut biasa dan luar biasa. Tujuan dilakukannya pengukuran
sudut biasa dan sudut luar biasa yaitu untuk mereduksi hasil dari referensi dari
pengukuran Total Station dengan referensi ellipsoid. Proses pengolahan
selanjutnya adalah melakukan koreksi sudut untuk mendapatkan azimuth
menggunakan metode bowditch. Koreksi sudut dilakukan dengan cara
menjumlahkan penutup sudut tiap titik lalu dikurangi dengan 540. Untuk
azimuth awal kami estimasikan sebagai 0’ dan untuk azimuth di titik lainnya
19
dihitung dengan menggunakan persamaan (azimuth awal + sudut koreksi titik
selanjutnya – 180’). Proses selanjutnya adalah koreksi absis dan ordinat
menggunakan metode bowditch. Dikarenakan dari data tidak menuliskan
koordinat awal dan pengukuran dilakukan secara toposentrik maka kelompok
kami menggunakan titik awal yaitu (0,0,0) untuk mempermudah proses
analisis. Proses selanjutnya yaitu menentukan titik koordinat pada titik lainnya
yaitu dengan menjumlahkan koordinat awal + koreksi absis atau ordinat dari
masing-masing titik dengan titik ke-5 sama dengan titik awal sehingga output
yang dihasilkan berupa Koordinat (X, dan Y).
Proses pengolahan selanjutnya adalah pengolahan data KKV (Kerangka
Kontrol Vertikal). Dari pengolahan data KKV didapatkan koordinat Z. Untuk
mendapatkan koordinat Z Kerangka Kontrol Vertikal, diperlukan parameter
yang didapatkan melalui pengukuran menggunakan waterpass antara lain tinggi
alat, tinggi alat di target, jarak vertical, dan jarak horizontal. Dari parameter
tersebut didapatkan Δh beda tinggi tiap titiknya menggunakan persamaan
seperti pada gambar 2.2. Setelah mendapatkan Parameter Δh (Beda tinggi) tiap
titiknya, proses selanjutnya ialah melakukan koreksi Δh (beda tinggi)
menggunakan metode Bowditch. Pada metode Bowditch, Δh (beda tinggi)
keseluruhan dijumlahkan untuk dibandingkan dengan syarat geometri KKV
model polygon tertutup. Yaitu Δh (beda tinggi) = 0. Jika Δh (beda tinggi) ≠ 0,
maka terdapat kesalahan fΔh. Kesalahan tersebut didistribusikan pada setiap
Δh (beda tinggi) berdasarkan bobot jarak berbanding jarak total pada metode
Bowditch. Nilai koreksi ini dikoreksikan pada Δh (beda tinggi), sehingga
diperoleh beda tinggi terkoreksi. Nilai ini yang dijumlahkan dengan titik acuan
awal untuk memperoleh tinggi titik sehingga didapatkan koordinat Z tiap
titiknya
Setelah melakukan pemrosesan data KKH dan KKV, proses dari proyek ini
adalah pengolahan data Detail Situasi. Data Detail Situasi didapatkan dari
pengukuran detail situasi, pengukuran ini merupakan pengukuran dilapangan
dengan memperhatikan objek-objek di lapangan. Pengukuran Detail Situasi
dapat berupa jalan, gedung, taman, jembatan, pohon, dan sebagainya.
Pengukuran detail bertujuan untuk menggambarkan situasi yang ada di daerah
20
pengukuran dengan jelas. Prinsip dari pengukuran detail situasi pada umumnya
sama seperti melakukan pengukuran biasa tetapi orientasi azimuthnya tidak
menggunakan arah utara tetapi menggunakan orientasi titik lain yang ada
disekitarnya. Data yang dudapatkan dari pengukuran Detail Situasi antara lain
jarak horizontal, sudut antara titik ikat kerangka dengan titik awal detail, jarak
vertical, sudut miring, dan beda tinggi. Data tersebut diolah sehingga
didapatkan koordinat toposentrik (X,Y,Z). dari hasil koordinat tersebut diolah
sehingga didapatkan Peta Kontur, Peta Slope, dan Peta Topografi. Pada
Pengolahan Peta Kontur, diperlukan data DEM (Digital Elevation Modelling)
yang bisa didapat menggunakan metode interpolasi. Metode interpolasi
merupakan suatu metode atau fungsi matematika untuk menduga nilai pada
lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Kelompok kami menggunakan
bantuan software ArcGIS untuk memproses metode interpolasi. Metode
interpolasi yang kami gunakan yaitu metode Kriging, alasan kelompok kami
menggunakan metode kriging yaitu metode ini lebih akurat dalam memprediksi
nilai dari lokasi yang jauh dari titik sampel. Proses selanjutnya adalah
menentukan interval kontur yang digunakan, garis-garis kontur pada peta
topografi menggambarkan tinggi rendahnya (relief) permukaan bumi. Interval
kontur didapatkan berdasarkan besar skala peta yang digunakan lalu dibagi
2000. Kelompok kami menggunakan skala 1:500 sehingga penentuan
intervalnya adalah 500/2000 = 0,25 meter. Proses selanjutnya adalah
pembuatan Peta Slope, pada prinsipnya pembuatan peta slope menggunakan
proses interpolasi sama seperti pembuatan Peta Kontur, hanya saja
perbedaannya metode interpolasi yang digunakan yaitu topo – to – raster
sehingga hasilnya berupa data raster. Proses selanjutnya yaitu menggunakan
tambahan tools surface dan reclassify (klasifikasi ulang). tujuannya untuk
mengklasifikasi kelas kelerengan sessuai dengan SK Mentan Nomor
837/kpts/Um/11/80 yaitu 0-8% (Datar), 8-15% (Landai), 15-25% (Agak
curam), 25-40% (Curam), dan > 40% (Sangan Curam). Setelah melakukan
reklasifikasi kelas kelerengan, proses selanjutnya adalah melakukan
generalisasi atau mengelminasi data raster (vector) yang masih berantakan.
Setelah itu yang perlu dilakukan adalah memperhalus tampilan dari data raster
21
yang sudah diklasifikasi dan generalisasi. Tujuannya untuk
memproporsionalkan tampilan yang dihasilkan. Langkah selanjutnya adalah
layout peta baik itu peta kontur yang sudah dibuat maupun peta slope. Proses
layout peta harus sesuai dengan kaidah kartografi yang sudah dipelajari pada
semester 3 seperti simbologi, warna, ukuran tulisan, dan sebagainya.
22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Mahasswa mampu menyelesaikan permasalahan yang duberikan dengan
hasil output sesuai dengan yang diiinginkan
2. Mahasiswa memperoleh pengetahuan dan keterampian baru dalam
pembelajaraan peer teaching dalam pengolahan data, perhitungan data,
ataupun layout peta sampai menghasilkan sebuat peta
3. Mahasiswa menjadi lebih aktif dan solutif dalam memecahkan masalah yang
kompleks dengan hasil produk yang nyata berupa peta kontur, peta slope,
dan peta topografi
4. Maahasiswa mampu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuannya
dalam mengelola alat dan bahan untuk menyelesaikan tugas menggunakan
software Microsoft Excel dan ArcGIS
5. Mahasiswa dapat saling bekerja sama baik di dalam kelompok maupun
dengan kelompok yang lain dalam menyampaikan ide dan gagasan untuk
menyelesaikan Project Based Learning
5.2 Saran
1. Diharapkan tidak ada kesalahan komunikasi antara fasilitator dengan
fasilitator lain yang mengakibatkan kelasahpahaman antara mahasiswa
dengan fasilitator
2. Diharapkan antar kelompok lebih memperkuat koordinasi agar project dapat
selesai sesua dengan waktunya
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
A. Tim Pengelola dan Pengampu Praktikum
Dosen Pengampu : Dr. Andri Hernanti, S.T., M.T.
Een Lujainatul Isnaini, S.T., M.Eng.
Asisten Praktikum :-
B. Nama Regu dan Anggota
Nama Regu : Kelompok 5A
- Chrisanthy N 119230013
- Vio Prahas Titi 119230031
- Faiz Syukri 119230051
- M Rafiq Akbar 119230057
- Rangga Jatmiko 119230101
C. Data Lapangan dan Hasil Hitungan
Data Lapangan dan Hitungan KKH
25
D. Deskripsi titik-titik Kerangka Peta
E. Peta Hasil Praktikum
Peta Kontur Topografi
26
Peta Slope
Penggambaran KKH
27