Disusun Oleh :
SITI NURHIKMAH
41205425119037
iii
4. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................................... 43
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 43
4.2 Saran ........................................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 44
LAMPIRAN............................................................................................................................ 45
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang memiliki
tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan, pengurusan, pengusahaan dan
perlindungan hutan di wilayah kerja. Perum Perhutani sebagai BUMN mengusahakan
pelayanan bagi kemanfaatan umum dan menguntungkan berdasarkan prinsip pengelolaan
perusahaan. Fungsi dari Perum Perhutani, yaitu menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan
umum dan memberikan keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan.
Kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani seluas 2.446.907,27 Ha terdiri dari Hutan
Produksi dan Hutan Lindung. Wilayah kerja Perum Perhutani terbagi menjadi 3 unit dengan
57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Salah satu wilayah kerja Perum Perhutani adalah
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Kesatuan Pemangkuan Hutan adalah wilayah
pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien.
Salah satu KPH yang ada di Jawa Barat adalah KPH Bogor. KPH Bogor memiliki lima
wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan terdiri dari BKPH Bogor-Jonggol, BKPH
Jasingan-Leuwiliang, BKPH Parungpanjang, BKPH Tanggerang dan BKPH Ujung Krawang.
Praktek pengelolaan pada KPH Bogor dipusatkan di wilayah kerja BKPH Parungpanjang.
Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengelolaan yang ada
pada KPH, permasalahan dan penanggulangan masalah sehingga pengelolaannya lebih baik.
1
dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi hutan secara optimal dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekaligus perbaikan lingkungan. yang pelaksanaannya terbatas di
kawasan hutan. Bentuk perwujudan program tersebut diimplementasikan melalui sistem yang
bernama Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Berdasarkan SK Direksi Perum
Perhutani No.136/KPTS/DIR/2001 dan Keputusan Direksi Perum Perhutani No.268/KPTS
DIR/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus
(PHBM Plus), yang dimaksud PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang
dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan
masyarakat desa hutan yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga
kepentingan besama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan
dapat diwujudkan secara optimal dan proposial.
B. Tujuan
Tujuan kegiatan Praktik Umum adalah sebagai berikut :
1) Memberi Kesempatan kepada mahasiswa untuk melihat, mengamati, mengenali
kegiatan dan permasalahan pengelolaan hutan.
2) Meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap pengelolaan hutan secara
menyeluruh, yang meliputi materi Perencanaan Hutan, Pembinaan Hutan,
Pemanenan Hasil Hutan, Konservasi Sumberdaya Hutan, Perhutanan Sosial di
BKPH Parungpanjang dan BKPH Bogor
C. Manfaat
2
praktik pengelolaan hutan lestari tanggal 15 - 16 Juli 2022 dan untuk praktik di lapangan
dilaksanakan pada tanggal 22 – 24 Juli 2022 (BKPH Parungpanjang), 29 – 31 Juli 2022
(BKPH Cipayung).
3
2. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK
Wana Wisata Curug Cipamingkis dikelola oleh KPH Bogor yang bekerjasama
dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) bernama Puncak Mandiri. Lokasi
wana wisata ini berada di kawasan Hutan Produksi Perum Perhutani, wilayah Resort
Pemangkuan Hutan (RPH) Cipamingkis, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH)
Bogor, KPH Bogor, Divisi Regional Jawa Barat - Banten, pada petak 30E Perum
4
Perhutani tepatnya di Desa Warga Jaya, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor
dengan luas 16.50 ha. Wilayah RPH Cipamingkis terletak pada ketinggian 1200 mdpl
serta suhu udara antara 18–20℃. Air terjun Cipamingkis berasal dari pertemuan antara
dua sungai, yakni sungai Cipamingkis dan sungai Cisarua. Terdapat dua Desa yang
mengelilingi Wana Wisata Curug Cipamingkis, yaitu Desa Warga Jaya dan Desa
Sukawangi (Perhutani 2019). Adapun batas geografi Wana Wisata Curug Cipamingkis,
antara lain :
5
Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan
Banten, jenis tanah pada kawasan hutan KP Acacia mangium KPH Bogor adalah
podsolik merah kekuningan dan podsolik kuning dengan jenis batuan sebagian
besar adalah oliocene dan sedimentary facies.
Kawasan hutan KPH Bogor termasuk dalam DAS Ciliwung, Cisadane,
Citarum, Cidurian, Cimanceuri, dan Kali Bekasi. Untuk kawasan hutan KP Acacia
mangium termasuk dalam wilayah DAS Cidurian dengan Sub DAS Cimatuk dan
DAS Cimanceuri dengan Sub DAS Cipangaur
6
Gambar 1. Peta Wilayah Kerja KPH Bogor
C. Struktur Organisasi KPH Bogor
7
3. KEGIATAN PRAKTIK
Materi Praktik Umum meliputi 5 aspek, yaitu : Perencanaan Hutan, Pembinaan Hutan,
Pemanenan Hasil Hutan, Konservasi Sumber daya Hutan dan Perhutanan Sosial di KPH Bogor.
A. PERENCANAAN HUTAN
Perencanaan hutan adalah suatu upaya dalam bentuk rencana, dasar acuan dan
pegangan bagi pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan
pengusahaan hutan yang bertolak dari kenyataan saat ini dan memperhitungkan pengaruh
masalah dan kendala yang memungkinkan terjadi selama proses mencapai tujuan
tersebut (Soeranggadjiwa, 1991).
Zaitunah (2004) mengemukakan bahwa perencanaan merupakan tahapan penting
dalam mewujudkan tujuan dari pengelolaan hutan lestari. Perencanaan yang baik
menjadikan pengelolaan hutan terarah dan terkendali, baik dalam awal pengelolaan hutan
maupun kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan.
A.1. Kegiatan Praktik Yang Dilaksanakan
Kegiatan ini berupa pemaparan mengenai dokumen-dokumen perencanaan hutan
yang berlaku di Perhutani yakni RPKH dan RTT, pengenalan dan pengamatan peta, kelas
hutan, pal batas, petak, anak petak dan alur, inventarisasi hutan dan pembukaan wilayah.
Bapak Rulli Waldi Nasution S. Hut., selaku Kaur Statistik Perencanaan Hutan Wilayah
menjadi pembicara pada kegiatan ini. Dalam kegiatan ini juga, peserta mengambil data
inventarisasi hutan Kelas Produksi Acacia mangium di petak 47D3.
8
A.2. Hasil dan Pembahasan
A.2.1. Penyusunan Rencana-Rencana RPKH dan RTT
Perencanaan adalah penyusunan pola tentang peruntukan, penyediaan pengadaan
dan penggunaan hutan secara berguna dan lestari serta penyusunan pola kegiatan
pelaksanaannya menurut ruang dan waktu. RPKH dan RTT masuk kedalam rencana
pengelolaan sumberdaya hutan. Pada dasarnya, kegiatan perencanaan hutan meliputi tiga
aspek yaitu pengukuhan hutan, penataan hutan dan diluar penataan. Perhutani melakukan
kegiatan tata batas yang meliputi rekonstruksi batas, pembagian hutan, perisalahan,
penyusunan ren kelola termasuk pengukuran – pemetaan
Dokumen rencana pengelolaan hutan RPKH adalah rencana yang
memuat/menjamin atas kelestarian (Progressive Sustained Yield Principle). Menurut
Peraturan Menteri Kehutanan RI No. P.60/Menhut-II/2011, RPKH merupakan dokumen
yang berisi rencana pengelolaan hutan selama 10 tahun untuk daur menengah/panjang
atau 5 tahun mempertimbangkan keseimbangan lingkungan dan sosial, yang disusun
menurut Kelas Perusahaan pada setiap Bagian Hutan dari suatu KPH
RPKH disusun berdasarkan kelas perusahaan pada setiap Bagian Hutan dari suatu
KPH, dan diajukan kepada Menteri. Direktur Jenderal dalam bentuk Ringkasan RPKH
dan diajukan oleh Direksi paling lambat 3 bulan sebelu berlakunya RPKH. RPKH
disusun berdasarkan :
(1) Hasil Penataan Hutan,
(2) Perhitungan pengaturan hasil hutan, dan
(3) Peta Kelas Perusahaan.
Lampiran tersebut berupa keluaran dari apikasi pengolahan RPKH berupa Sistem
Informasi Sumber Daya Hutan-Pengolahan Data Elektronik (Tabel 3).
10
Gambar 4. Dokumen RTT
11
14 Peta Kontrol Pengawasan 1:50.000 Menggambarkan Menggambarkan kontrol
pengawasan lahan
15 Peta Jalan Angkutan 1:100.000 atau Menggambarkan jaringan jalan angkutan
1:200.000
12
ketika dilapangan. bentuk PAL batas yang dimiliki yaitu kerucut dengan tinggi 90 cm
dan bentuk kapsul dengan tinggi 130 cm. PAL batas diletakan dengan cara menanamkan
bagian bawah PAL batas ke dalam tanah. Berikut merupakan gambar dan daftar dari
jenis-jenis dan bentuk PAL (Gambar 6).
13
No Bentuk PAL Fungsi
1. Pal Kawasan Hutan
PAL (B) Memberikan informasi mengenai batas kawasan
hutan terhadap wilayah pemukiman atau desa
PAL ( E) Memberikan tanda batas milik Perum Perhutani
dengan milik penduduk di kawasan hutan
2. Pal Batas Tanah Perusahaan (DK) Tanda Rumah Dinas dan Kantor
3. Pal Batas Lapangan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI)
PAL (KB) Menandai wilayah kuburan
PAL (MA) Menandai lokasi mata air
PAL (CA) Menandai lokasi cagar alam
PAL (WW) Menandai lokasi wana wisata
PAL (TB) Menandai lokasi tambah
PAL (WD) Menandai lokasi waduk
PAL petak Menandai lokasi antar petak
4 Pal Hm Memberikan informasi mengenai jarak tempuh
15
Gambar 8. Dokumentasi Kegiatan Inventarisasi Hutan
16
kesimpulan mengenai inventarisasi tegakan. Rekapitulasi mengenai pendugaan potensi
secara detail dijelaskan pada (Gambar 11).
17
Gambar 12. Hasil Pengolahan Data Inventarisasi Kelompok 2
Berdasarkan hasil inventarisasi terhadap petak ukur satu dan dua, terdapat beberapa
hal yang bisa dilakukan sebagai tindak lanjut untuk rencana kedepan. Rencana
kedepannya yaitu diperlukan penjarangan dan tebang habis.
A.2.7. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)
Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) bertujuan menciptakan kondisi yang baik agar
persyaratan pengelolaan hutan lestari dapat terwujud. Tanpa PWH yang baik pengelolaan
hutan yang lestari sulit dapat dicapai, karena prasarana atau infrastruktur pendukung
yang tidak memadai berakibat pada terganggunya seluruh kegiatan pemanenan hasil
hutan dan pembinaan hutan serta perlindungan hutan. PWH didefinisikan sebagai salah
satu kegiatan pengelolaan hutan yang menyediakan prasarana / infrastruktur untuk
melancarkan kegiatan pengelolaan hutan, sehingga dapat terwujud pengelolaan hutan
lestari. Tujuan dilakukannya pembukaan wilayah hutan adalah untuk mempermudah
kegiatan penataan hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan (penanaman,
pemeliharaan, penjarangan), pencegahan terhadap gangguan hutan dan Pemanenan Hasil
Hutan terutama penyaradan dan pengangkutan kayu. Rencana pembukaan wilayah hutan
pada BKPH Bogor yaitu pembukaan jalan.
B. PEMBINAAN HUTAN
Pembinaan merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengelolaan hutan
sehingga tingkat dan pemanfaatan hutan dapat dilaksanakan secara optimal. Praktik
pembinaan hutan yang dilaksanakan di BKPH Parung Panjang bertujuan untuk melihat,
mengamati, mengenali kegiatan dan permasalahan kegiatan pembinaan hutan. Kegiatan
pembinaan hutan yang dilakukan pada praktik umum adalah kegiatan persemaian,
penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan pembinaan hutan dilakukan pada tanggal 22 Juli
2022 di RPH Maribaya.
18
mengenai stek pucuk jati, proses penyemaian hingga bibit siap tanam. Kegiatan
pemeliharaan dipandu oleh Polisi Hutan di HP Jati dengan kegiatan pendangiran di kebun
pangkas dan wiwil di hutan jati.
19
Sistem pembuatan tanaman pada BKPH Parung Panjang adalah agroforestri.
Bentuk agoforestri yang diterapkan yaitu tumpang sari. Tumpang sari adalah sistem
pembuatan tanaman yang dikerjakan bersama-sama dengan tanaman pertanian. Sistem
pembuatan tanaman tumpang sari biayanya sebagian berupa hasil tanaman pertanian
yang ditanam bersama-sama dengan tanaman hutan tersebut. Tanaman tumpang sari
diantaranya pinus di hutan produksi akasia, dan singkong di hutan produksi jati. Adapun
tanaman agroforestry lain yaitu kopi dan papaya California.
B.2.2 Pengadaan Benih
Pengadaan benih pada awalnya didatangkan dari dari Perhutani Cepu yaitu Jati
Plus Perhutani. Kemudian setelah memiliki persemaian sendiri, benih jati didapat dari
kebun pangkas. Bibit baru didapatkan dari pangkas pucuk yang diambil setelah 19 – 21
hari pengguntingan. Satu pohon jati menghasilkan 2 pucuk baru yang kemudian nantinya
diberi perlakuan lanjutan untuk proses aklimatisasi. Seleksi mutu bibit dilaksanakan
dengan mengelompokkan berdasarkan ukuran dan kesehatan bibit. Bibit siap tanam
setelah umur 3 bulan dengan syarat tinggi batang minimal 20 cm, batang lulus dan kokoh,
diameter minimal 7,5 mm, daun hijau dan sehat.
B.2.3 Persemaian
Luas persemaian pada RPH Maribaya yaitu 2.75 Ha. Terletak pada petak 34B. Pada
persemaian stek pucuk yang telah direndam kemudian dimasukan ke bedeng induksi.
Pada bedeng induksi di simpan selama 15 hari aklimasasi dimana bedeng dibiarkan untuk
afirmasi suhu ruangan buka tutup. 2 jam buka dan 2 jam tutup.
Setelah dari bedeng induksi stek pucuk selanjutnya dipindahkan ke sedeng area.
Pada sedeng area tanaman jati dibiarkan selama 19-21 hari kemudian dipindahkan ke
open area selama 15 hari hingga tinggi tanaman mencapai 30-40 cm dan tanaman siap
ditanam di lapangan.
20
Gambar 13. Persemaian RPH Maribaya
B.2.4 Penanaman
Pada kegiatan ini tidak di lakukan penanaman karena sudah lewat musim tanam,
musim tanam di BKPH Parung Panjang, KPH Bogor di mulai pada bulan Desember –
Maret atau pada saat memasuki awal musim pengujan sampai akhir musim penghujan,
pada kegiatan ini kami hanya melihat tanaman yang sudah di tanam pada bulan Desember
– Maret, di sini juga kita di jelaskan syarat-syarat dalam melakukan penanaman.
Kegiatan terdiri dari beberapa tahapan berikut :
1. Pembuatan Lubang Tanam
Untuk pelaksanaan tanaman dengan menggunakan biji maka tanah pada jalur
tanaman hutan dicangkul (dihaluskan) dan dibuat lebih tinggi 5-25 cm, paling
lambat diselesaikan awal Oktober. Sedangkan pelaksanaan dengan
menggunakan bibit dilakukan pembuatan lubang tanam sedalam 30 cm dengan
diameter 40 cm yang diselesaikan paling lambat pada awal musim hujan sekitar
bulan September – Oktober
2. Pemberian pupuk dasar
Pemberian pupuk dasar minimal 1 minggu sebelum penanaman. Setiap lubang
tanam diberikan pupuk kompos yang telah masak atau pupuk kandang
3. Penanaman
Pelaksanaan penanaman tanaman pokok dengan menggunakan biji dilakukan
sebelum hujan pertama turun (dalam bulan Oktober). Tiap acir ditanam 5 biji.
Tanaman pengisi ditanam pada bulan Desember-Maret, sedangkan tanaman
pagar, tepi dan sela pada bulan Oktober-Desember. Pelaksanaan penanaman
tanaman pokok dengan menggunakan bibit dilaksanakan pada awal musim
hujan (bulan Nopember-Desember). Tanaman sela ditanam sebelum tanaman
palawija (bulan Nopember-Desember). Tanaman pengisi dan tanaman tepi
ditanam pada saat curah hujan tinggi.
B.2.5 Pemeliharaan
Pada areal persemaian Pemeliharaan dilakukan dengan : pendangiran, penyulaman,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit, sedangkan pada tanaman jati yang
21
berukuran 5m ke atas dilakukan penjarangan, pemupukan dan pembersihan tanaman
bawah, pendangiran yaitu dilakukan dengan merapihkan tanaman utama agar tanah
disekitarnya tidak berceceran, sedangkan kegiatan penyiangan dilakukan dengan
merapihkan tanaman utama dengan mencabut tanaman-tanaman penganggu yang
tumbuh di sekitarnya, seperti kegiatan yang dilakukan pada (Gambar 14).
22
sebesar 10 % dan sulaman tanaman tahun ke-2 disediakan sebesar 10 %. Sulaman
tanaman tahun berjalan dilaksanakan triwulan I (Januari - Februari) dan tahun ke-2.
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk urea dengan dosis 50gr/pohon.
Pemupukan dilakukan setelah satu bulan setelah ditanam. Pemberian pupuk berjarak 20-
25 cm dari tanaman pokok dengan cara membuat lubang sedalam 10 cm di sebelah timur
dan barat, pada masing-masing lubang dimasukkan 25 gram. Setelah dipupuk, lubang
ditutup kembali dengan tanah. Pada saat tanaman sudah selesai dipupuk maka diberi cat
merah pada batang pohon. Berikut merupakan kegiatan pemeliharaan yang dilakukan
oleh masyarakat sekitar (Gambar 15).
23
C.1. Kegiatan Yang Dilakukan
Kegiatan penebangan dilakukan pada tanggal 23 Juli 2022 di RPH Jagabaya pada
petak 24 C dengan jenis vetegasi Acacia mangium. Kegiatan pemanenan hasil hutan
yang dilakukan yaitu Rencana tebangan, Persiapan lapangan, Pelaksanaan tebangan,
pengangkutan kayu. Pemanenan hasil hutan kayu sesuai dengan pembagian kelas
perusahaan di BKPH Parung Panjang yaitu kelas perusahaan Acacia mangium dan Jati.
Sebelum melakukan kegiatan praktik penebangan atau pemanenan di lapang, mahasiswa
diberikan materi mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan penebangan
C.2. Hasil dan Pembahasan
C.2.1 Rencana Tebangan
Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat (PDE-10) merupakan ikhtisar
penebangan dalam Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) yang akan dilakukan
pada jangka waktu pertama yang dilakukan setiap tahun berdasarkan etat yang ditetapkan
sebelumnya. Penyusunan Rencana Tebangan Menurut Waktu dan Tempat (PDE-10)
sangat menentukan kelestarian hutan dan kelestarian perusahaan. Oleh karena itu, perlu
disusun rencana tebangan yang tepat dan efektif.
Khusus untuk kegiatan Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu yang tumbuh alami,
penyusunan RKTPH didasarkan atas hasil Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan.
Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan meliputi kegiatan:
a. inventarisasi Hutan dengan intensitas 100% (seratus persen) berupa
pengukuran, pengamatan dan pencatatan terhadap:
• pohon yang direncanakan akan ditebang;
• pohon induk;
• pohon inti; dan
• pohon yang dilindungi.
b. pencatatan posisi koordinat pohon; dan
c. pengumpulan informasi tentang keadaan lapangan/lingkungan.
24
tebangan yang memuat nomor pohon, jenis, diameter, tinggi pohon bebas cabang, dan
taksiran volume kayu.
Kegiatan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan oleh pemegang PBPH harus
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sebelum penebangan sebagai
dasar penyusunan RKTPH. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan dilaksanakan
oleh tim yang dipimpin oleh tenaga profesional bidang kehutanan yang ditetapkan oleh
pimpinan pemegang PBPH dengan keputusan.Terhadap pohon yang akan ditebang
dilakukan pemasangan label Quick Response (QR) code.
Pengajuan rencana tebangan dilakukan dua tahun sebelum pelaksanaan tebangan.
Kegiatan rencana tebangan meliputi kegiatan pembagian blok tebangan dan klem
tebangan. Pembuatan blok di peta dan di lapangan menggunakan batas alam diusahakan
mengikuti garis kontur. Luas blok yaitu berkisar 2–4 Ha dengan mempertimbangkan
potensi pohon per Ha, selanjutnya dilakukan rintisan batas blok.
Pelaksanaan klem tebangan dilakukan dengan cara mengukur keliling semua
pohon > 40 cm, dengan penomoran pohon berlanjut dari blok satu ke blok berikutnya
dalam satu petak tebangan. Pengukuran keliling pohon dilaksanakan pada ketinggian 130
cm dari permukaan tanah dengan menuliskan nomor pohon dan keliling pohon. Nomor
dan keliling pohon dicatat dalam buku klem dan dibuatkan rekapitulasi untuk jenis rimba
dipisahkan. Daftar klem dibuat tiga rangkap dengan dilampiri (1) gabungan klem (2)
gambar petak atau anak petak yang diteras dengan skala 1:10.000 lengkap dengan nomor
dan batas blok, rencana lokasi serta jalan sarad dan jalan sogok dan (3) fotokopi berita
acara penyelesaian teresan.
25
penebangan diberikan kepada mandor tebang untuk menyegarkan kembali teknik-teknik
penebangan yang dilakukan di lapangan. Pelatihan meliputi penyegaran mengenai teknik
penebangan serta materi tentang SMK3, pelatihan diberikan dalam bentuk materi dan
praktek atau simulasi di lapangan
26
Gambar 17. Takik rebah dan takik balas
Kegiatan selanjutnya adalah penebangan dengan titik terendah dari pangkal pohon.
Pohon yang sudah ditebang selanjutnya akan diberi tanda meliputi diameter pohon
beserta volume. Sortimen yang telah ditebang selajutnya akan diberikan perlakuan
sortasi dengan ukuran yaitu 2 meter. Pohon yang telah dipotong dengan ukuran 2 meter
tersebut setiap ujungnya akan diberi tanda berupa ukuran diameter batangnya dan nomor
batang.
Setelah sortimen dilakukan penebangan dan diberi tanda, kemudian dicatat dalam
buku DK. 316. Buku tersebut adalah buku taksiran. Jenis pohon menunjukkan jenis
pohon yang akan ditebang yaitu Acacia mangium. Keliling pohon diukur dengan
menggunakan meteran serta pendugaan volume. Nomor urut menunjukkan tebangan
yang dilakukan dalam satu pohon. Panjang adalah perlakuan sortasi yang akan dilakukan
yaitu 2 m. Ujung merupakan hasil dari yang sudah dilakukan penebangan dengan melihat
volume berdasarkan ujung diameternya.
27
No Jenis Tebang Keterangan
dan kayu industri yang berukuran besar dengan kualitas tinggi
sesuai dengan kemampuan tempat tumbuh dengan penekanan pada
tegakan tinggal di akhir daur.
Pelaksanaan tebangan dilakukan dengan surat perintah tebang habis. KKPH
mengeluarkan Surat Perintah Tebang Habis rangkap 4 (empat) untuk mandor tebang
yang bersangkutan, Asper atau KBKPH, Wakil Administratur atau KSKPH, arsip kantor
KPH. Surat Perintah Tebang Habis dilampiri peta petak yang bersangkutan skala
1:10.000. Pelaksanaan tebangan harus dilakukan pemeriksaan batas-batas blok dilakukan
untuk memastikan batas blok tebangan sedemikian sehingga tidak terjadi penebangan
pada kawasan perlindungan sesuai dengan peta rencana tebangan.
Tebangan dilakukan blok per blok, dimulai dari blok yang berada paling dekat
dengan TP. Setiap blok harus diselesaikan lebih dahulu sebelum pindah ke blok
selanjutnya dengan dibuat Berita Acara Perpindahan Blok yang ditandatangani Asper
atau KBKPH yang bersangkutan. Prinsip tebangan adalah pohon per pohon. Setiap
pohon harus diselesaikan terlebih dahulu sampai ke administrasinya sebelum menebang
pohon berikutnya. Prinsip tebangan juga mengedepankan kayu dengan diameter kecil
penebangannya didahulukan. Proses pelaksanan tebangan dapat dijelaskan pada (Tabel
9).
Tabel 9. Proses Pelaksanaan Tebangan
No Proses Pelaksanaan Tebangan
1. Menentukan arah rebah yang baik
2. Membuat takik rebah dan takik balas dengan benar
3. Tunggak rata dengan tanah
4. Pembagian batang sampai sortimen terkecil
5. Pemotongan pohon siku atau poros
6. Setelah pohon ditebang, dilakukan penandaan pada tunggak guna kemudahan lacak
balak (CoC) sengan menggunakan cat
7. Penandaan pada tunggak meliputi nomor urut tebang, nomor pohon (sesuai klem),
tanggal penebangan, nama dan alamat penebang serta paraf mandor tebang
8. Pembagian batang dengan prinsif menghimpun cacat kayu sedemikian rupa
sehingga diperoleh nilai kayu yang tinggi
9. Pembagian batang ditandai dengan cat berupa tiga garis dimana garis yang
ditengah untuk menggergaji
- Batang di ukur diameternya menggunakan meteran biasa dengan cara mengukur
10. garis terpanjang dan garis terpendek dari bontos dan pangkal kayu kemudian di
bagi empat
11. Hasil pembagian batang dimasukan pada buku taksasi atau Buku ukur (DK 316) dan
ditulis volumenya
12. Volume dihitung berdasarkan tabel volume
13. Penyaradan dilakukan oleh tenaga manusia atau hewan setelah kegiatan
pembagian batang, pemotongan dan peleteran selesai dilakukan
28
No Proses Pelaksanaan Tebangan
14. Penyaradan dan Pengumpulan Kayu. Kayu yang telah ditebang kemudian
dibersihkan dari cabang dan rantingnya sampai menjadi kayu gelondongan atau log.
Sebelum dilakukan pengangkutan, kayu yang telah di potong sesuai ukuran yang
telah ditentukan di sarad/diangkut untuk dikumpulkan ke TPn
C.2.4. Pengangkutan Kayu
Pengangkutan dilakukan setelah sortimen berada di TP dan diangkut menuju TPK
dengan disertai dokumen administrasi yang lengkap. Setelah alat angkut sampai di TPK
mandor Pos TPK membuat 304c (penerimaan sementara) yaitu menghitung jumlah
batang dan volumenya, mencocokkan antara fisik kayu dan dokumen angkutan (DKB),
mengarahkan tempat pembongkaran kayu sesuai dengan blok pembongkaran kayu. Jika
ada selisih antara fisik kayu yang diterima TPK dengan Dokumen angkutan (DKB) dari
hutan agar mandor penerimaan di TPK menghubungi mandor tebang untuk melakukan
pemeriksaan bersama dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan. Pengangkutan
melalui jalan angkut yang telah ditentukan. Penentuan jarak angkut dan sarad oleh tim
selanjutnya dibuatkan Berita Acara (BA). Berita Acara Penyelesaian Tebang setelah
kegiatan penebangan (perebahan pohon sampai pengangkutan) selesai dibuat Berita
Acara Penyelesaian Tebang Habis. Bentuk angkutan dan volume angkut dilihat pada
(Tabel 10).
Tabel 10. Bentuk Angkutan dan Volume Angkut.
Bentuk Kendaraan Volume Angkut
No
1. Truk 6 – 9 m3
2. Fuso 15 – 20 m3
3. Tronton 25 – 30 m3
Penerimaan kayu TPKh Tenjo berasal dari lokasi tebangan RPH Tenjo BKPH
Parungpanjang dan penerimaan kayu TPK Jagabaya berasal dari lokasi tebangan RPH
Maribaya dan RPH Jagabaya BKPH Parungpanjang. Tempat penimbunan kayu rimba
Jenis Accacia Mangium berlokasi di TPK Jagabaya dan TPkh Tenjo.
29
Gambar 18. Dokumentasi Kayu di TPK Jagabaya
30
Persiapan tebangan 17 749
Penebangan 95 916
Angkutan 107 384
Pengujian dan PSDH 27 090
Penumpukan di TPK 27 090
Total Biaya 270 485
32
hutan tidak terganggu mendapatkan skor sebesar 2.83 dan masuk kedalam kategori baik.
Perum Perhutani memberikan nilai sebesar 3.00, sedangkan LMDH Puncak Mandiri
memberikan skor 2.67. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, luas baku di Curug
Cipamingkis ini sebesar 162.84 ha. Luas baku sebagai upaya menjaga dan melestarikan
kawasan. Namun, bukan dari pihak Perum Perhutani atau LMDH Puncak Mandiri yang
mengganggu luas baku tersebut, melainkan dari masyarakat sekitar hutan yang sering
menanam beberapa tanaman. Hal ini dijelaskan oleh salah satu responden yang
merupakan anggota LMDH.
Indikator menyusun program jangka panjang memperhatikan kelestarian
lingkungan dan indikator menyusun program jangka pendek memperhatikan kelestarian
lingkungan memiliki skor yang sama yakni sebesar 3.00 yang artinya masuk kedalam
kategori baik. Berdasarkan hasil wawancara, program jangka panjang yang akan
dijalankan oleh usaha Wana Wisata Curug Cipamingkis ini yakni penanaman tanaman-
tanaman sebagai daya tarik pengunjung dalam bentuk taman. Sedangkan program jangka
pendek seperti, pemeriksaan lingkungan dan perawatan tanaman. Tentunya dari
program-program yang akan dijalankan oleh usaha Wana Wisata Curug Cipamingkis ini
memperhatikan kelestarian lingkungan dengan mengandalkan tanaman-tanaman hias
sebagai daya tarik pengunjung. Namun, program ini baru saja dimulai dan hanya
beberapa orang saja yang berpartisipasi aktif dalam pelaksanaannya.
Indikator penentuan jangka waktu kerjasama telah disepakati dua belah pihak
masuk ke dalam kategori yang baik, yakni sebesar 3.00. Hal ini juga memang
digambarkan pada PKS Pasal 17 mengenai jangka waktu kerjasama selama 2 tahun
terhitung sejak ditandatangani dan diperpanjang. Kerjasama antara Perum Perhutani dan
LMDH Puncak Mandiri ini secara resmi sudah berjalan sekitar 3 tahun, maka dari itu
pada tahun kedua dilakukan evaluasi untuk melihat apakah kerjasama ini dapat
diperpanjang atau tidak.
Berdasarkan hasil wawancara, lima dari enam indikator memiliki skoryang sama
yaitu sebesar 3.00. Nilai tersebut menggambarkan bahwa kelima indikator tersebut
masuk kedalam kategori baik. Sedangkan, indikator luas baku yang diperuntukkan untuk
menjaga dan melestarikan kawasan hutan tidak terganggu memiliki penilaian paling kecil
yaitu sebesar 2.83 dengan namun masih dalam kategori baik. Seharusnya, perlu
dilakukannya pengawasan lebih dan pendekatan yang baik mengenai luas kawasan usaha
Wana Wisata Curug Cipamingkis terhadap masyarakat sekitar. Pemberian pengertian
33
apabila ingin menanam tanaman yang diinginkan harus izin terlebih dahulu kepada
PerumPerhutani.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sarana adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama suatu
proses (usaha, pembangunan, proyek, dll). Sarana dan prasarana yang ada di Wana
Wisata Curug Cipamingkis antara lain, wahana, penginapan, aula, toilet, mushola,
warung, lahan parkir. Sarana dan prasarana Wana Wisata Curug Cipamingkis terdapat
pada Gambar 19.
34
(a). Toilet (b). Aula
35
mendukung, seperti toilet, mushola, dll. Apabila berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan, toilet yang digunakan pada Wana Wisata Curug Cipamingkis ini memiliki
system sekat.Namun, setiap sekat toiletnya masih terlihat kurang baik, seperti banyaknya
coretan-coretan tangan jahil pada tembok toilet dan juga beberapa sekat tidak terdapat
gayung untuk mengambil air. Pengunjung yang menggunakan toilet dikenakan biaya
sebesar Rp. 2 000,-, maka tidak sebanding dengan kualitas toilet yang disediakan. Selain
itu, mushola yang ada di Wana Wisata Curug Cipamingkis ini dirasa sudah cukup
memadai. Namun, apabila ada pemutaran musik pada acara besar yang dilaksanakan di
halaman Wana Wisata Curug Cipamingkis akan terdengar sampai ke mushola sehingga
mengganggu pengunjung yang shalat, hal ini dikarenakan mushola disini tergolong
setengah terbuka.
36
bambu, atau rotan, serta memenggunakan semen pada bagian alasnya. Tidak ada
bangunan yang bersifat permanen yang ada di Wana Wisata Curug Cipamingkis.
Tiket tersebut dibayar sekali dimuka dan pengunjung bisa menikmati semua atraksi
wisata yang ada. Harga tersebut realtif murah karena atraksi yang ditawarkan banyak
seperti jembatan laying, curug cipamingkis, kolam renang, rumah pohon, jembatan
layang, camping ground dan terapi ikan.
Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan. Jam operasional diberlakukan bagi pengunjung yang
tidak menginap, yaitu mulai dari pukul 07.00 – 16.00 WIB. Wisata ini buka setiap hari
kerja dan libur. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan
yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima
37
pelayanan. Wisata ini setiap hari dilakukan pembersihan baik diluar kawasan maupun di
fasilitas lain seperti toilet atau mushola.
Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit
penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa
tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko- risiko yang diakibatkan dari
pelaksanaan pelayanan. Tiket yang dibeli oleh pengunjung sudah termasuk asuransi
kecelakaan, sehingga apabila pengunjung terluka sewaktu berwisata, pihak pengelola
sudah pasti akan bertanggung jawab.
D.2.4. Penyuluhan
Pelaksanaan wisata alam di kawasan konservasi selain bermanfaat dalam
mendukung pengelolaan kawasan, juga memberikan peluang pengembangan bagi pihak
terkait/mitra dan menggerakan ekonomi masyarakat sekitar. Kegiatan penyuluhan yang
dilakukan yaitu Community Based Ecotourism (CBET) menjadi salah satu strategi yang
terus dikembangkan dan pelibatan masyarakat sebagai pemegang IUPJWA (penyedia
jasa wisata alam)
E. PERHUTANAN SOSIAL
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan Hutan lestari yang dilaksanakan
dalam Kawasan Hutan Negara atau Hutan Hak/Hutan Adat yang dilaksanakan oleh
Masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat sebagai pelaku utama untuk
38
meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya
dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat,
dan Kemitraan Kehutanan. (PP. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Ps.
1)
E.1. Kegiatan Yang Dilaksanakan
Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan Pasal
1, Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam
kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat
setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan
kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk
Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat
dan Kemitraan Kehutanan. Latar belakang Perum Perhutani terhadap perhutanan sosial
adalah Kebijakan pemerataan ekonomi untuk mengurangi ketimpangan penguasaan
lahan.
Pengambilan data perhutanan sosial dilakukan dengan wawancara kepada anggota
LMDH Puncak Mandiri. Wawancara dilakukan untuk mengetahui dampak yang
dirasakan oleh responden karena bergabung dengan LMDH
E.2. Hasil dan Pembahasan
E.2.1. Kondisi Sosek Masyarakat Desa Hutan
Menurut San Afri, dkk. (2008), Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah
satu lembaga yang dibentuk oleh masyarakat desa yang berada didalam atau sekitar hutan
untuk mengatur dan memenuhi kebutuhannya melalui interaksi terhadap hutan dalam
konteks sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Tujuan pengembangan LMDH yaitu untuk
meningkatkan kemampuan LMDH dalam pengelolaan lembaganya, pengenalan
pendekatan partisipatif dalam rangka pengembangan lembaga, memberikan pandangan
yang berbeda dan kritis dalam rangka pengembangan masyarakat, dan memberikan
panduan sederhana namun bermutu dalam rangka pengembangan lembaga masyarakat.
Manfaat pengembangan LMDH, yaitu untuk memenuhi kebutuhan akan adanya panduan
dalam pengembangan LMDH, untuk menghasilkan peningkatan kemampuan lembaga
dalam pengelolaan lembaga secara tunggal maupun kolektif, serta mendorong lembaga
untuk memiliki kekuatan dalam menghadapi dan berinteraksi dengan pihak luar, baik
dalam daya dukung maupun dalam daya saing (kemampuan bernegosiasi).
39
Salah satu pemanfaatan kawasan di RPH Cipamingkis, BKPH Bogor, KPH Bogor
adalah terbentuknya Wisata Curug Cipamingkis. Wisata Curug Cipamingkis dalam
pengelolaannya merupakan hasil kerjasama antara Perum Perhutani KPH Bogor dengan
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) serta Desa Warga Jaya dengan sistem
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
LMDH di Desa Warga Jaya bernama Puncak Mandiri dengan dipimpin oleh Ketua
Bapak Dadang dengan beranggotakan 10 orang. Ketua LMDH bertanggung jawab
mengatur jalannya usaha wisata. masyarakat yang menjadi anggota LMDH melakukan
bertugas di area wisata. Sistem bagi hasil akan diterapkan dalam pengelolaan desa wisata
tersebut, yaitu 75% untuk Perum Perhutani dan 25% untuk LMDH. Secara bergiliran di
bawah kendali ketua, hal tersebut yang menjadi dasar dalam besaran pembagian
keuntungan antar anggota LMDH dari proporsi yang telah ditentukan. Pembangunan
sarana prasarana bersumber dari hasil usaha LMDH, Desain tapak wisata dan
pembangunan fasilitas dilakukan dengan swadaya dan melibatkan pihak yang ahli dalam
penataan, namun demikian unsur keselamatan pengunjung selalu menjadi pertimbangan
dalam penataan dan pembangunan tersebut. Selain itu anggota LMDH juga diberikan
keleluasaan menggarap lahan perhutani untuk pertanian sistem agroforestry. Petani dapat
menanam sayur dan kopi dengan catatan tetap menjaga hutan di kawasan tersebut.
40
Gambar 21. Sosialisasi Sejarah dan Manajemen LMDH Puncak Mandiri
41
tepatnya di kawasan Wana Wisata Curug Cipamingkis, sebanyak 2 pohon dengan besar
kerugian Rp. 500.000,-. Namun, pada tahun 2010 sampai sekarang belum pernah terjadi
pencurian kayu, kebakaran hutan, dll. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara, pernah
terjadi kebakaran hutan pada dua titik di kawasan Wana Wisata Curug Cipamingkis.
Kejadian tersebut masih bisa di tanggulangi dengan cepat karena Perum Perhutani dan
LMDH Puncak Mandiri dibantu oleh masyarakat sekitar hutan.
Penilaian untuk indikator memperbaiki dan merehabilitasi kawasan perlindungan
setempat seperti mata air, sungai, dll masuk dalam kategori baik. Terdapat saluran air
yang mengalirkan air dari air terjun Cipamingkis ke sarana dan prasarana umum. Air
pada kolam renang yang ada di Wana Wisata Curug Cipamingkis pun berasal dari aliran
air terjun Cipamingkis.
E.2.3. Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
Permasalahan yang dihadapi masyarakat khususnya anggota LMDH Puncak
Mandiri yaitu pada pengelolaan lahan garapan kopi. Masyarakat bertani komoditas kopi
dengan cara sendiri secara turun temurun sehingga hasil panen yang didapatkan tidak
maksimal. Masyarakat berharap agar ada penyuluhan mengenai metode bertani kopi
yang benar agar dapat menghasilkan biji kopi yang berkualitas. Disamping itu, tidak
semua masyarakat memiliki alat untuk menggiling biji kopi, sehingga hal tersebut
menjadi hambatan bagi beberapa penggarap. Saat ini permasalahan tersebut tidak
menjadi halangan bagi penggarap untuk mengelola lahan garapan yang dimiliki.
42
4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Kebijakan dan peraturan dalam pengelolaan dan pengembangan hutan di Perum Perhutani
KPH Bogor dalam mewujudkan hutan lestari adalah dengan penerapan pengelolaan hutan
sesuai dengan perarutan yang ditetapkan dan dapat bermanfaat untuk masyarat sebagai
peran utama dalam kehidupan di dalam hutan. Pengelolaan hutan di Perum Perhutani
berjalan sebagaimana mestinya bertujuan untuk menjaga agar hutan tetap lestari.
4.2 Saran
1. Pengelolaan Perum Perhutani diharapkan dapat memberikan manfaat bagi hutan itu sendiri
sebagai peran utama, masyarakat sebagai pelaku utama yang berkomunikasi langsung
dengan hutan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Awang, San Afri, et al. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Hutan Desa
(LMDH). Bogor : Center for International Forestry Research (CIFOR), dan Yogyakarta
: PKHR Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.
Budi R, Sri Wilarso. 2006. Module Pelatihan Pemeliharaan Tanaman Hutan. Bogor : Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Ibrahim, Ahmad. 2020. Company Profile Perum Perhutani. Jakarta : Perum Perhutani.
Kurniaty, Rina, Danu. 2012. Teknik Persemaian. Bogor : Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Tanaman Hutan.
Lestari, DR. 2019. Evaluasi Kerjasama Perhutani Dengan Lmdh Puncak Mandiri Dalam
Pengelolaan Dan Pengembangan Usaha Wana Wisata Curug Cipamingkis Kph Bogor.
Bogor : IPB
Mujetahid, A. (2008). Produktivitas penebangan pada hutan jati (Tectona grandis). Jurnal
Perennial. 5(1):53-58.
Peraturan Pemerintah. 2021. Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penyelenggaraan Kehutanan.
Jakarta : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Jakarta : Kementerian Kehutanan.
Sadjati, Emy, dan Enny Insusanty. 2014. Nilai Ekonomi Air Rumah Tangga Masyarakat
Sekitar Hutan Ulayat Buluhcina. Pekanbaru : Fakultas Kehutanan Universitas Lancang
Kuning.
Salampessy, Messalina L. 2021. Panduan Praktik Umum Pengelolaan Hutan Lestari Tahun
2021. Bogor : Fakultas Kehutanan Universitas Nusa Bangsa.
Kesatuan Pemangkuan Hutan Bogor. 2015. Laporan Biodiversity KPH Bogor. Bidang
Lingkungan Kesatuan Pemangkuan Hutan Bogor : Bogor
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. No. 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan
Kawasan Hutan.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Foto Bersama Kegiatan Praktik Umum
46
Lampiran 2. Jurnal Harian Pelaksanaan PU
5. Rabu. 13 Juli 2022 Survey lokasi PU di Survey dan mengurus perizinan oleh
BKPH Bogor panitia PU dan perwakilan mahasiswa
di lokasi BKPH Bogor
47
Pembinaan Hutan Kegiatan pembinaan hutan meliputi
kegiatan simulasi menanam, melihat
persemaian, cara pemeliharaan dll.
9. Minggu, 24 Juli 2022 Pemanenan Hasil Hutan Melihat petak tebangan, cara menebang
dan pemasaran hasil hutan
10. Senin – Kamis (25 – 28 Penyusunan Laporan Menyicil menyusun laporan hasil PU di
Juli 2022) BKPH Parung Panjang
11. Jumat, 29 Juli 2022 Penerimaan Mahasiswa Penerimaan mahasiswa peserta praktik
Peserta PU umum yang disambut baik oleh
perwakilan dari BKPH Bogor sekaligus
pengarahan mengenai teknis praktik
12. Sabtu, 30 Juli 2022 Materi KSDH & Survey langsung mengenai kondisi
Ekowisata lapangan, wawancara terkait
perencanaan, pengelolaan kawasan dan
pelayanan pengunjung
13. Minggu, 31 Juli 2022 Materi Perhutanan Wawancara dengan anggota LMDH
Sosial Puncak Mandiri terkait kegiatan
perhutanan sosial disekitar kawasan
pemukiman penduduk
Penutupan Penutupan kegiatan praktik umum yang
secara simbolis ditutup oleh ketua
pelaksanan dan didampingi oleh kaprodi
serta beberapa perwakilan dari BKPH
Bogor
14. Senin – Jumat (1 – 12 Penyusunan PPT Penyusunan materi hasil praktik dalam
Agustus 2022) bentuk powerpoint yang akan
dipaparkan pada kegiatan seminar hasil
kegiatan PU
15. Sabtu, 13 Agustus 2022 Seminar Hasil Kegiatan Pemaparan hasil praktik umum yang
Praktik Umum telah selesai dilaksanakan oleh masing-
masing kelompok.
16. Senin – Minggu (14 – Penyusunan Laporan Penyusunan laporan hasil kegiatan PU
28 Agustus 2022)
17. Rabu, 24 Agustus 2022 Ujian Ujian praktik umum oleh dosen
pembimbing
18. Senin, 29 Agustus 2022 Penyerahan Laporan Penyerahan laporan praktik umum.
48
Lampiran 3. Jurnal Harian Pelaksanaan PU (BKPH Parungpanjang)
49
Lampiran 4. Jurnal Harian Pelaksanaan PU (BKPH Bogor)
50