Anda di halaman 1dari 16

KEGIATAN BELAJAR 4:

KEDUDUKAN HADIS DAN


FUNGSINYA TERHADAP AL-QUR’AN

A. Capaian Pembelajaran
Menganalisis status, kandungan dan fungsi hadis tentang menanggung
beban/biaya hidup anak yatim terhadap ayat Al-Qur’an yang terkait
dengan anak yatim

B. Sub Capaian Pembelajaran

Mahasiswa mampu memperjelas ta’akidul kitab pada hadis


terhadap ayat Al-Qur’an

Mahasiswa mampu memperjelas konsep Islam menanggung


beban/biaya hidup anak yatim

C. Pokok-Pokok Ta’akidul kitab pada hadis terhadap ayat Al-Qur’an


Materi

Konsep Islam menanggung beban/biaya hidup anak


yatim

71
URAIAN MATERI
A. Urgensi Keberadaan Hadis
Secara umum hadis (sunnah) merupakan penjelas (bayân) terhadap makna
Al-Qur’an yang umum, global dan mutlak. Sebagaimana firman Allah Swt dalam
surat al-Nahl ayat 44:
ٰ‫ل تإلت ْۡ ته ْٰ َّ تَلت تعَد حه ْٰ َّ تٰٰ ت تف دِ حرَۡت‬ ٰ ‫تَأ ت ْنزت ْلنتا تإلتَْۡتٰ ال تذل ِْك تٰر تلٰ ح تِ تۡلۡتٰ تلَند ت‬
ٰ‫اس تِا نح ت لز ت‬
Artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.
Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa Rasulullah ditugaskan untuk memberikan
penjelasan atas kalam Allah. Imam Ahmad menandaskan bahwa seseorang tidak
akan dapat memahami Al-Qur’an secara keseluruhan tanpa melalui hadis. Imam
al-Syathibi mengungkapkan hal sama, bahwa kita tidak akan bisa mengambil dan
menentukan hukum dari Al-Qur’an secara langsung tanpa penjelasan hadis
(Fikri, 2015: 180). Dengan demikian, jelaslah bahwa kehadiran hadis sangat
penting dalam syariat Islam.
Argumen Imam Ahmad di atas hendaknya tidak dipahami bahwa semua
ayat al-Quran pasti ada penjelasannya dalam Sunnah. Pemahaman bahwa semua
ayat harus dijelaskan oleh hadis akan melahirkan sikap rigid dalam memahami
ayat-ayat al-Qur’an. Hadis-hadis yang dianggap sebagai penjelasan suatu ayat,
khususnya yang terkait dengan problematika sosial-budaya (bukan dalam hal
pokok urusan ibadah simbolik, akidah, dan akhlak) tidak semuanya harus
dijadikan standar final yang bersifat universal dan tidak bisa diinterpretasi ulang
dalam memahami ayat itu. Hadis-hadis tersebut tetap harus dikaji dengan piranti
keilmuan di atas untuk dijadikan inspirasi dalam mengamalkan Islam dalam
konteks kehidupan yang dinamis. Sebagai inspirasi, penjelasan itu bisa saja tetap
relevan untuk konteks kekinian, namun bisa pula kita posisikan hadis tersebut
sebagai respon zaman kala itu yang harus dicarikan benang merah moral dan
substansinya dengan kondisi saat ini.

72
Mengingat sunah adalah Inspirasi bagi umat untuk mengamalkan al-
Qur’an, dimana ia memberikan contoh-contoh penerapan ajaran Islam dalam
kehidupan nyata, hal itu mengantarkan hadis kepada posisi penting dalam
syariat Islam. Dalam hal penjelasan tentang hukum agama, hadis menempati
kedudukan kedua setelah Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam yang
kemudian disusul ijma dan qiyas. Terdapat beberapa argumentasi yang
menegaskan kedudukan hadis ini baik secara naqli (riwayat) maupun ‘aqli (nalar-
logis).
Pertama, Al-Qur’an menyebutkan dalam banyak ayat terkait kewajiban
untuk memercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada
umatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Perintah ini ditunjukkan dalam QS.
Ali ‘Imran (3): 23 dan 179, QS. Al-Nisa (4): 59 dan 136, QS. Al-Maidah (5): 92, QS.
Al-Nur (24): 54, QS. Al-Hasyr (59): 7 dan banyak lagi yang lainnya.
Kedua, hadis sendiri dalam beberapa riwayat secara tersurat menegaskan
pentingnya hadis dalam kehidupan. Di antaranya ditunjukkan dalam riwayat
Imam Malik nomor 1395 berikut:
‫تَُّۡوا تِا ت ت تَ د‬
‫س ِْٰ ح ْٰ َّ تٰب ته تَا تِكٰ ت‬
ٰ‫تاب‬ ‫ۡت ت‬ ٰ‫ل ت تتر ِْكۡحٰ ُتۡ حِ ْٰ َّ أ ت ِْ ترٰ ت‬
ْٰ ‫ْۡ لت‬ ٰ‫سَد تٰ َّ ُتا ت‬ ٰ‫صَدى د‬
‫ّللَاح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ٰ‫سو ت‬ ٰ‫ۡ تِا تلَ أتند ٰح بتَتغت ٰح أ ت د‬
‫ۡ تر ح‬ ْٰ ‫َ تُۡدُتنتي تع‬
ٰ‫سند ٰةت نت تِۡلت ت‬ ٰ‫د‬
‫ّللَات تَ ح‬
Artinya:
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian yang kalian tidak akan tersesat selama
berpegang teguh pada keduanya, yaitu berupa kitab Allah dan sunnah rasul-Nya.”
Hadis lain memerintahkan untuk berpegang teguh terhadap sunnah Nabi
dan sunnah Khulafa al-Rasyidin yang telah mendapat petunjuk, sebagaimana
disebutkan dalam riwayat Ibn Majah nomor 42 ini:
‫ّللَات بْۡحٰ ْال تع تَل تٰء تُۡدُٰ تنتٰي تٰحْ تۡى بْۡحٰ أت تبي‬ ٰ‫ي تُۡدُتنتا ْال تو تلۡ ُٰ ح بْۡحٰ حِ ْس تَ َّٰ تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح د‬ ُّٰ ‫ْۡ ِت ِْك تواۡتٰ ال تُل تِ ْش تق‬
ٰ‫تۡر ب ت‬ٰ‫ْۡ تبش ت‬ ٰ‫ّللَات بْۡحٰ أتْۡ تَ ُٰت ب ت‬
ٰ‫تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح د‬
ً‫ظ ٰةً بت تَۡغت ٰة‬‫ظنتا تِ ْو تع ٰت‬‫سَد تٰ َّ ِتاتتٰ ٰت ْومٰ ُت تو تع ت‬ ‫عَ ْۡ تٰ تَ ت‬‫ت‬ ٰ‫صَى د‬
‫ّللَاح ت‬ ‫د‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ٰ‫سو ح‬ ‫ام ُتۡنتا تر ح‬ ٰ‫ل ُت ت‬ ‫ح‬ ‫ت‬
ٰ‫ارٰت ٰة ٰتقو ح‬ ‫س ت‬‫اض بْۡتٰ ت‬ ْ
ٰ‫س تَ ْعۡحٰ ال تع ْربت ت‬ ‫ل ت‬ ٰ‫اعت ُتا ت‬ٰ ‫ط‬ ‫ْال حَ ت‬
ٰ‫ل تعَت ْۡ حِ ْٰ َّ تٰبٰت ْق تو د‬
‫ّللَات‬ ٰ‫ظ ٰةت حِ تودلتعٰ ُتا ْع تهُْٰ تإلت ْۡنتا تب تع ْهُٰ ُتقتا ت‬ ‫ظٰتنتا تِ ْو تع ت‬ ْ ‫ّللَات تَ تع‬
ٰ‫ل د‬ ٰ‫سو ت‬ ‫ِ تٰا تر ح‬ ٰ‫ۡ تِ ْن تها ْالعحۡحوۡحٰ ُتتٰقۡ ت‬ ْٰ ‫ۡ تِ ْن تها ْالقحَحوبحٰ تَِت ترُت‬ ْٰ ‫تَ تجَت‬
ْ
ٰ‫الرا تشُتٰۡتٰ ال تَ ْه تُٰلتۡۡت‬ ‫اء د‬ ‫ت‬ ‫ح‬ ْ
ٰ‫سن تٰة الخَفت ت‬ ‫د‬ ‫سنٰتي تَ ح‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ت‬ ‫ت‬
‫شُتًُٰا ُعتَ ِْۡ ْٰ َّ بت ح‬ ً ‫ت‬ ْ
‫ۡ بت ْعُتي اَٰتَلُا ت‬ ْٰ ِ‫سٰ تتر َْۡتٰ ت‬ ‫ۡ تع ًُِْا تِۡت تشًّۡا تَ ت‬ ‫د‬
ْٰ ‫تَالس ْدَ ٰعت تَالطا تع تٰة تَإت‬
ٰ‫ض تَللتة‬
‫ِ تبُْ تعةٰ ت‬ ٰ‫ۡ حِك د‬ ٰ‫ت ُتإ ت د‬ ٰ‫ور ْال حَحْ ُتُتا ت‬ ٰ‫اج تٰذ تَ تإٰدا حِك ْٰ َّ تَ ْاْل ح حِ ت‬
‫عَت ْۡ تها تبالند تو ت‬
‫تعُّۡوا ت‬
Artinya:
“Pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di tengah-tengah kami. Baginda memberi
nasihat yang sangat menyentuh, membuat hati menjadi gemetar, dan air mata
berlinangan. Lalu dikatakan; “Wahai Rasulullah, engkau telah memberikan nasihat

73
kepada kami satu nasihat perpisahan, maka berilah kami satu wasiat.” Baginda bersabda:
“Hendaklah kalian bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun kepada seorang
hamba Habasyi. Dan sepeninggalku nanti, kalian akan melihat perselisihan yang sangat
dahsyat, maka hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur
Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham, dan jangan
sampai kalian mengikuti perkara-perkara (bid’ah) yang dibuat-buat, karena sesungguhnya
semua bid’ah itu adalah sesat.”
Hadis berikutnya yang lazim menjadi argumentasi tentang kedudukan
hadis ini adalah peristiwa pengutusan Rasul kepada Mu’adz Ibn Jabal untuk
menjadi penguasa di Yaman. Saat itu, Mu’adz ditanya tentang sikapnya jika
dimintai penetapan hukum suatu persoalan. Secara berurutan ia menjawab
berdasarkan Kitab Allah, sunnah Rasulullah, dan ijtihad pendapatnya jika ia tidak
mendapatkan petunjuk dari masing-masingnya.
Hadis-hadis di atas cukup menjadi penjelas tentang posisi hadis yang
memiliki kedudukan penting dalam syariat. Sekalipun argumentasi ini lahir dari
dalam, tetapi secara ilmiah dapat diterima karena faktualnya hadis mengambil
peran sebagai sumber kedua dalam penetapan hukum Islam.
Ketiga, ijmak ulama bahwa hadis ditetapkan sebagai sumber hukum kedua
dalam syariat Islam. Beberapa peristiwa yang menjadi argumentasi hal tersebut
di antaranya saat Umar Ibn Khattab yang menegaskan kepada hajar aswad bahwa
keberadaannya hanyalah batu yang secara logika tidak layak untuk dimuliakan.
Tetapi karena Rasul mengecupnya, maka ia mengikuti sunnah.
Keempat, nalar logis akal menunjukkan kebutuhan manusia terhadap
hadis. Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang global membutuhkan seperangkat
penjelas dan perinci agar pesannya sampai kepada komunikan (manusia).
Kemudian, dari sisi keimanan, apabila Nabi sudah diakui dan dibenarkan, maka
konsekuensi logisnya adalah kepatuhan terhadap segala ketentuan yang
disampaikan (Suparta, 2016: 49-57).
Seluruh argumentasi di atas sangat cukup menjadi dalil kuat bahwa
keberadaan hadis penting bahkan menempati kedudukan kedua setelah untuk

74
memahami model pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an yang dicontohkan
oleh Nabi, khususnya dalam penetapan aturan hukum . Urgensi dan kedudukan
hadis ini akan semakin terlihat dalam fungsinya terhadap Al-Qur’an yang akan
dipaparkan berikut.

B. Ragam Fungsi Hadis Beserta Contohnya


Membahas ragam fungsi hadis terhadap Al-Qur’an, banyak sekali istilah
yang digunakan para ulama. Mereka membagi fungsi hadis ini cenderung
berbeda-beda dengan istilah yang tidak sama. Namun demikian, antara
pembagian ulama satu dan lainnya menunjukkan maksud yang serupa.
Imam Malik berpendapat bahwa hadis memiliki lima fungsi terhadap Al-
Qur’an yakni bayan taqrir, bayan tawdhih, bayan tafshil, bayan tabsith dan bayan
tasyri’. Imam berpandangan bahwa fungsi hadis terdiri dari empat, yaitu bayan
tafshil, bayan takhshish, bayan ta’yin, ˆdan bayan tasyri’. Sementara menurut Ibn al-
Qayyim fungsi hadis ada lima, yakni bayan ta’kid, bayan tafsir, bayan tasyri’, bayan
takhsis dan bayan taqyid.
Sekalipun berbeda-beda, secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayan) hadis
terhadap Al-Qur’an, dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bayan Taqrir
Posisi hadis sebagai penguat (taqrir/ta’kid) keterangan Al-Qur’an. Ia
memantapkan dan mengokohkan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an,
sehingga maknanya semakin terang benderang. Abu Hamadah
mengistilahkan fungsi ini dengan bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab, karena
munculnya hadis tersebut kandungannya searah dengan nas Al-Qur’an.
Berikut di antara contohnya hadis riwayat al-Bukhari nomor 6440:
ٰ‫سَد تٰ َّ ُتٰا تل‬ ٰ‫صَدى د‬
‫ّللَا ح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬ ْٰ ‫ۡ أت تبي ُ تحرٰ تْر ٰة ت تع‬
ٰ‫ۡ الند تِ ل‬
‫يت ت‬ ْٰ ‫ع‬ ْٰ ‫ۡ تِ ْع تَرٰ تع‬
‫ۡ تُ دَامٰ ت‬ ْٰ ‫ع‬ ‫ق ت‬ ‫ِّرٰ تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح د‬
ٰ‫الر دزا ت‬ ْ ‫اق بْۡحٰ نت‬ ٰ‫تُۡدُتنتي تإ ْس تح ح‬
‫ث تٰۡدى ٰتٰ تتوضٰدأ ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ت‬
ٰ‫ص تَل ٰة ت أ تۡ تُِك ْٰ َّ إتِا أْۡ ُت ت‬ ٰ‫ِ د‬
‫ّللَاح ت‬ ٰ‫َّل ٰت ْقِت ح‬
ٰ‫ت‬
Artinya:
“Allah tidak akan menerima shalat seseorang yang berhadats sampai ia berwudhu.”
Hadis ini menjadi penguat ketentuan Al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6
berikut:

75
‫س حح كوا بت حر حء كَ تس حِ كٰ َّ تَا ت كر حجَت حِ كٰ َّ اتٰلتى‬ ‫ق تَاِك ت‬ ٰ‫اغ تسَح كوا حَ حج كو تُ حِ كٰ َّ تَا ت كٰ تُٰت حِ كٰ َّ اتلتى كال تَ تراُت ت‬ ‫َِّوةتٰ ُت ك‬ ‫ٰٰۤتاتُّٰ تها الدذ كتٰۡتٰ ا تِنح كٰۤوا اتِتا ُح كَٰ ح كٰ َّ اتلتى ال د‬
‫ط اتَكٰ ل تَ كسٰ ح حٰ َّ النلت ت‬
‫سا ٓ تٰء‬ ‫ك‬
ٰ‫سفترٰ اتَكٰ تجا ٓ تٰء ات تُٰۡ ت لِ كن حِ كٰ َّ ت لِۡتٰ الغتا ٓ ِٕى ت‬
‫ع َى ت‬ ٰ‫ى اتَكٰ ت‬ ‫تۡ حِك كنٰ ح كٰ َّ دِ كر ت‬
ٰٰۤ ‫ض‬ ٰ‫ط ده حر كَا تَا ك‬ ‫تۡ حِك كنٰ ح كٰ َّ حجنحًِا ُتا د‬
ٰ‫ۡ تَا ك‬ ٰ‫كالتِتعك تِ كۡ ت‬
‫ۡ ٰ تُّر كٰ ُٰح‬ٰ‫ۡ تۡ ترجٰ دَٰلت تِ ك‬ ٰ‫ِ تعَت كۡ حِ كٰ َّ ت لِ ك‬ ٰ‫س حح كوا بت حو حج كو تُ حِ كٰ َّ تَا ت كُٰ كتٰ حِ كٰ َّ ت لِ كن ٰح تِا ٰ تحر كٰ ُٰ ح ه‬
ٰ‫ّللَاح تلۡت كجعت ت‬ ‫طۡلتًِا ُت كاِ ت‬ ‫ص تع كًُۡا ت‬
‫ُتَت كٰ َّ ت تتجُ كحَا تِا ٓ ًٰء ُتٰتۡت دَ حَ كوا ت‬
‫ح‬ ‫ك‬ ‫ح‬ ‫د‬ ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ك‬ ‫ت‬
ٰ‫تعَِۡ كٰ َّ لعتَِ كٰ َّ ت تشِ حر كَۡت‬ ‫تلۡح ت‬
‫ط ت له تر حِك كٰ َّ تَٰ تلۡحٰت دٰ َّ نتعك تَٰ ت‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu.
Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur.”

2. Bayan Tafsir
Bayan tafsir yaitu hadis berfungsi sebagai penjelas terhadap Al-Qur’an.
Fungsi inilah yang terbanyak pada umumnya dilakukan hadis terhadap Al-
Qur’an. Bayan tafsir ini terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut:
a. Tafshil al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat Al-Qur’an
yang masih global, baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum.
Sebagian ulama menyebutnya bayan tafshil atau bayan tafsir. Misalnya
perintah salat pada beberapa ayat dalam Al-Qur’an hanya diterangkan
secara global “dirikanlah salat” tanpa disertai petunjuk bagaimana
pelaksanaannya, berapa kali sehari semalam, berapa rakaat, kapan
waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya. Perincian itu adanya
dalam hadis Nabi, misalnya sabda Nabi saw:
‫ص دَى‬ ‫يت ت‬ ٰ‫ل تُۡدُتنتا تِا تلَٰ أتت ت ْۡنتا تإلتى الند تِ ل‬ ٰ‫ۡ أ ت تبي ُت تَلبت ٰةت ُتا ت‬ ْٰ ‫ل تُۡدُتنتا أتُّٰوبحٰ تع‬ ٰ‫ب ُتا ت‬ ٰ‫ل تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح ْال تو دُا ت‬ ٰ‫تُۡدُتنتا حِ تح دَ ُٰ ح بْۡحٰ ْال حَثتندٰى ُتا ت‬
‫د‬
‫سَ تٰ َّ تر تۡۡ ًَا‬ ‫ت‬ ٰ‫صَى د‬
‫ّللَاح تعَٰ ْۡ تٰ تَ ت‬ ‫د‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ٰ‫سو ح‬ ً ‫ت‬ ‫ت‬ ْ ْ
‫اربحوۡتٰ ُأُ َْنتا تعنُتٰهح تعش ترٰۡتٰ ٰت ْو ًِا تَل َْۡ ٰة تَِكتاۡتٰ تر ح‬‫ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬ ‫سَد تٰ َّ تَنتحْ ۡحٰ تشِتِتةٰ حِٰق ت‬
‫ت‬ ‫ت‬ ‫ّللَاح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬ٰ‫د‬
‫ت‬ ‫ت‬
‫ار تجعحوا تإلتى أ ُْٰ تَۡ حِ ْٰ َّ ُتأُتۡ حَوا‬ ْ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫ت‬
ْٰ َ‫سألتنتا تع د‬
ٰ‫ۡ ت تتر ِْكنتا بت ْعُتنتا ُتأ َِْت ْرنتا ٰهح ُتا ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
‫ۡ أندا ُتُْٰ ا ْشٰ ت ته ْۡنتا أ َُْتنتا أ َْٰ ُتُْٰ ا ْشٰ ت ْقنتا ت‬ ‫ت‬ ‫ترُتۡقًا ُتَت دَا ت‬
ٰ‫ظ د‬
‫ِّ تَل ٰةح‬
‫ت ال د‬ ْٰ ‫ۡ تر‬ ‫ص تَلي ُتإتِتا تۡ ت‬ ‫صَُّوا تِك تَا ترأ ت ْٰٰ ح حَونتي أ ح ت‬ ‫ظ تها تَ ت‬ ‫َّل أتْۡ فت ح‬
ٰ ‫ظ تها أ ت َْٰ ت‬‫تر أ ت ْشۡتا تٰء أتْۡ فت ح‬ ٰ‫ُتۡ ته ْٰ َّ تَٰ تع تَل حَو حُ ْٰ َّ تَ حِ حرَ حُ ْٰ َّ تَِتِك ت‬
َّ ْٰ ‫تۡ لت حِ ْٰ َّ أ ت تُۡ ح حِك ْٰ َّ تَ ْلۡت حؤ دِ حِ ْٰ َّ أ ت ِْكِت حر حِك‬
ْٰ ‫ُت َْۡ تحؤِل‬

76
Artinya:
“Malik menceritakan bahwa, "Kami datang menemui Nabi saw, saat itu kami
adalah para pemuda yang usianya sebaya. Maka kami tinggal bersama beliau selama
dua puluh hari dua puluh malam. Beliau adalah seorang yang sangat penuh kasih
dan lembut. Ketika beliau menganggap bahwa kami telah ingin, atau merindukan
keluarga kami, beliau bertanya kepada kami tentang orang yang kami tinggalkan.
Maka kami pun mengabarkannya kepada beliau. Kemudian beliau bersabda:
"Kembalilah kepada keluarga kalian dan tinggallah bersama mereka, ajarilah mereka
dan perintahkan (untuk salat)." Beliau lantas menyebutkan sesuatu yang aku
pernah ingat lalu lupa. Beliau mengatakan: "Shalatlah kalian seperti kalian melihat
aku shalat. Maka jika waktu shalat sudah tiba, hendaklah salah seorang dari kalian
mengumandangkan azan, dan hendaklah yang menjadi Imam adalah yang paling
tua di antara kalian." (HR. Bukhari, 595)
Hadis ini memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat Al-Qur’an
surat al-Baqarah ayat 43 berikut:
ٰ‫الر تِك تع كۡۡت‬ ‫َِّو ٰة ت تَاتحوا د‬
ٰ‫الزِكو ٰة ت تَ كار تِكعح كوا تِ تٰع ه‬ ‫تَاتُت كۡ حَوا ال د‬
Artinya:
“Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang
rukuk.”
b. Takhshish al-`Amm
Pada fungsi ini, hadis mengkhususkan (mengecualikan) ayat-ayat
Al-Qur’an yang bersifat umum. Sebagian ulama menyebut fungsi ini
dengan bayan takhshish. Contohnya adalah tentang pengecualian orang
yang menerima waris, sebagai berikut:
ُْٰٰ ‫ْۡ زت‬ ‫ۡ أح ت‬
ٰ‫سا تِ ٰةت ب ت‬ ‫عثْ تَٰاۡتٰ ت‬
ْٰ ‫ع‬ ‫ْۡ ح‬ٰ‫ۡ تع َْ ترَ ب ت‬ ْٰ ‫ع‬
‫سْٰۡۡ ت‬ ‫ْۡ حۡ ت‬ ٰ‫ي ت ب ت‬
ٰ‫ۡ تع تَ ل‬ْٰ ‫ْۡ تش تهابٰ تع‬ ٰ‫ۡ اب ت‬ ْٰ ‫ْۡ حج ترْٰجٰ تع‬ٰ‫ۡ اب ت‬ ْٰ ‫اص َّٰ تع‬ ‫تُۡدُتنتا أتبحو تع ت‬
ْ ْ
َّ ٰ‫َّل الِتاُت حٰر ال حَ ْس تَ ت‬ ْ ْ
ٰ ‫ث ال حَ ْس تَ حٰ َّ الِتاُت تٰر تَ ت‬ ٰ‫َّل ٰت تر ح‬ٰ‫ل ت‬ ‫د‬
ٰ‫سَ تٰ َّ ُتا ت‬‫ّللَاح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬
ٰ‫صَى د‬ ‫د‬ ‫ي ت‬ ٰ‫ۡ الند تِ د‬ ‫ت‬
ٰ‫ّللَاح تع ْن حه تَا أ د‬
ٰ‫ي د‬ ٰ‫ض ت‬
‫تر ت‬
Artinya:
“Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang muslim tidak mewarisi orang
kafir, dan orang Kafir tidak mewarisi orang muslim.” (HR. Bukhari, 6267)
Hadis ini mengecualikan ketentuan penerima waris yang
disebutkan dalam Al-Qur’an surat al-Nisa ayat 11, sebagai berikut:

77
ٰۡ‫تۡ ِكتان كت‬ ٰ‫ۖ تَا ك‬ ٰ ۚ ٰ‫ۡ ُحَحثتا تِا ت تتركت‬ ٰ‫سا ٓ ًٰء ُت كوقتٰ كاُ تنٰ كتۡ ت‬
ٰ‫ۡ ُتَت حه د‬ ‫ۡ نت ت‬ ٰ‫ۖ ُتا ك‬
ٰ‫تۡ حِك د‬ ٰۚ ۡ ٰ‫ظ كاَّلح كنثتۡت كۡ ت‬
ٰ‫ِ تۡ ت ل‬ ٰ‫ۖ تلَذد تِٰك تٰر تِ كث ح‬ٰ ۖ َّ ٰ‫ى ا ت كَ تَّل تد حِك ك‬ٰٰۤ‫ّللَاح ُت ك‬
ٰ‫ص كۡ حِ حٰ َّ ه‬
‫ٰ كحو ت‬
‫ۡ لد تَلتُٰ دَ تَ ترُ ت‬ ٰ‫تۡ لد كٰ َّ تٰ حِ ك‬
ٰ‫ۖ ُتا ك‬ٰ ۚ ُٰ‫تۡ ِكتاۡتٰ لت تَلت‬ ٰ‫حس تِ دَا ت تتركتٰ ا ك‬ ٰ‫سُ ح‬ ُّ ‫اُٰۡ ت لِ كن حه تَا ال‬ ‫ِ تَ ت‬ ٰ‫َّلت تب تو كٰ تٰ تل حِ تل‬
ٰ ‫ﻒ تَ ت‬ ٰ‫اُۡتٰة ً ُتَت تها النلتِّك ح‬ ‫تَ ت‬
ٰ‫ۖ ت‬
‫َّل‬ ٰۤ
ٰ ۚ َّ ٰ‫ى بت تهٰا اتَكٰ دت كٰٰۡ ابتآؤح حِك كٰ َّ تَات كب تنآؤح حِك ك‬ ٰ‫ص ك‬ ‫صۡدةٰ ٰ كُّو ت‬ ‫ۡ بتعك تُٰ تَ ت‬ٰ‫حس تِ ك‬ ٰ‫سُ ح‬ ‫ك‬
ُّ ‫تۡ ِكتاۡتٰ لت اتَ توةٰ ُت تَلح ت لِ تٰ ال‬ ٰ‫ث ُتا ك‬ ‫ح‬ ُّ
ٰ‫اتبتو ٰهح ُت تَلح ت لِ تٰ الثَ ح‬
‫ك‬ ‫ك‬
‫ّللَات ِكتاۡتٰ تع تَۡ ًَا تۡ تِۡ ًَا‬
ٰ‫تۡ ه‬ ‫د‬
ٰ ‫ّللَات ا‬ ٰ‫ۡ ٰة ت لِۡتٰ ه‬ ً ‫ت ت كُ حر كَۡتٰ اتُّٰ حه كٰ َّ ا ت كُ تربحٰ لتِ كٰ َّ نتفعًا ُٰ ترٰ ت‬
‫ك‬ ‫ت‬ ‫ك‬ ‫ح‬ ‫ت‬
Artinya:
“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia
(yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Maha Bijaksana.”
c. Taqyid al-Muthlaq
Maksud dari taqyid al-Muthlaq adalah hadis berfungsi membatasi
kemutlakan ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an pada sebagian ayatnya
menunjukkan ketentuan yang bersifat mutlak. Pada kondisi ini, hadis
setema yang spesifik berperan membatasinya, sehingga sebagian ulama
menyebut fungsi ini dengan bayân taqyîd. Misalnya ketentuan tentang
potong tangan bagi pencuri, sebagai berikut:
‫ِ ْالِ ل ت‬
ٰ‫تﻒ‬ ‫ۡ تِ ْف ت‬
ٰ‫ِّ ت‬ ‫ارقٰ ُتقت ت‬
ْٰ ِ‫ط تٰع ٰتُتٰهح ت‬ ‫س ت‬‫هللات صَى هللا عَۡ َسَ َّ تب ت‬
ٰ ‫ل‬ ٰ‫س ْو ح‬ ٰ‫أحتت ت‬
‫ي تر ح‬
Artinya:
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”

78
Hadis ini memberikan batasan atas ketentuan tangan pencuri yang
harus dipotong sebagai hukuman, yang disebutkan secara mutlak oleh
surat al-Maidah ayat 38 berikut:
َّ ٰ ۡ‫ّللَاح تع تز كٰزٰ تۡ تِ ك‬
ٰ‫تَ ه‬ ‫ّللَات‬
ٰ‫تاَّل ت لِۡتٰ ه‬ ‫دارُت ٰةح ُت كاُ ت‬
ٰ ً ِ‫طعح كٰۤوا ات كٰ تُٰت حه تَا تجزت آ ًٰء بت تَا تِك تسِتا نتت‬ ٰ‫دار ح‬
‫ق تَالس ت‬ ‫تَالس ت‬
Artinya:
“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”

3. Bayan Tasyri’
Yang dimaksud bayan tasyri‘ yaitu hadis berfungsi menciptakan hukum
syariat yang belum dijelaskan oleh Al-Qur’an atau dalam Al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya saja (Suparta, 2016: 64). ‘Abbas Mutawalli Hamadah
menyebut fungsi ini dengan “za’id ‘ala kitab al-karim” (Hamadah, 1965: 161).
Sebenarnya, para ulama berbeda pendapat tentang fungsi hadis sebagai
dalil pada sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Mayoritas
mereka berpendapat bahwa hadis berdiri sendiri sebagai dalil hukum.
Sementara yang lain berpendapat bahwa hadis menetapkan dalil yang
terkandung atau tersirat secara implisit dalam teks Al-Qur’an.
Contoh untuk fungsi ini di antaranya hadis tentang hukum syuf’ah,
hukum merajam wanita pezina yang masih perawan, haramnya menikahi dua
wanita bersaudara (antara isteri dengan bibinya) dan hukum tentang hak waris
bagi seorang anak (al-Siba’i, 1998: 346). Contoh lain yaitu hadis tentang zakat
fitrah, sebagai berikut:
ْٰۡ‫ۡ اب ت‬ ْٰ ‫ۡ أت تبۡ تٰ تع‬
ْٰ ‫ْۡ نتاُتعٰ تع‬
ٰ‫ع تَ تٰر ب ت‬‫ۡ ح‬ ْٰ ‫ِ بْۡحٰ تج ْعفترٰ تع‬ ٰ‫ۡ َّٰ تُۡدُتنتا تإ ْس تَا تعۡ ح‬ ‫تۡ تُۡدُتنتا حِ تح دَ ُٰ ح بْۡحٰ تج ْه ت‬
ٰ‫سِ ت‬ ‫ْۡ ال د‬ٰ‫تُۡدُتنتا ٰتحْ ۡتى بْۡحٰ حِ تح دَ تُٰ ب ت‬
ٰ‫ش تعۡر‬ ‫ۡ ت‬ ْ
ٰ ِ‫صاعًا ت‬ ‫ت‬
‫ۡ ت ْتَرٰ أ َْٰ ت‬ ْ
ٰ ِ‫صاعًا ت‬ ْ ْ ‫د‬
‫سَ تٰ َّ زت ِكتا ٰة ت ال تفط تٰر ت‬ ‫ت‬ ٰ‫صَى د‬
‫ّللَاح تعَ ْۡ تٰ تَ ت‬ ‫د‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ‫ح‬
ٰ ‫سو‬ ‫ض تر ح‬ ‫ت‬
ٰ‫ل ُ تر ت‬ ٰ‫ّللَا ح تع ْن حه تَا ُتا ت‬
ٰ‫ي د‬ ٰ‫ض ت‬ ‫ع تَ تٰر تر ت‬‫ح‬
‫اس تإلتى ال د‬
ٰ‫ِّ تَلةت‬ ٰ ‫َجت الند ت‬
ٰ ‫ِ حَ حر‬ ٰ‫ۡ ت ح تؤدد ُت ِْ ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
ْٰ ‫ۡ ال حَ ْس تَ تَۡۡتٰ تَأ تِ تٰر بت تها أ‬ْ ْٰ ِ‫ۡر ت‬ ْ
ٰ‫ۡر تَال تِِت ت‬ٰ‫ِّ تغ ت‬ ‫ح‬
‫تر تَ ْاْل ْنثتى تَال د‬ ٰ‫تعَتى ْالعت ِْ تُٰ تَ ْال حح ت لٰر تَالذدِك ت‬
Artinya:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithri satu sha' dari kurma
atau sha' dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-
laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau

79
memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat
('Ied)". (HR. Bukhari, 1407)
Sekalipun beberapa ketentuan syariat tidak terdapat dalam Al-Qur’an
atau hanya disampaikan secara kandungan umumnya saja dan kemudian
digariskan oleh hadis, tetapi ketentuan tersebut tetap wajib untuk
dilaksanakan. Para ulama sepakat tentang hal ini. Ibn al-Qayyim mengatakan
bahwa hadis-hadis Rasul saw yang merupakan tambahan terhadap Al-Qur’an,
merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak
atau mengingkarinya; dan ini bukanlah berarti sikap Rasul mendahului Al-
Qur’an, melainkan semata-mata karena perintah-Nya (al-Jauziyyah, 1955: 289)
4. Bayan Nasakh
Hadis pada fungsi adalah membatalkan atau menghapus ketentuan yang
terdapat dalam Al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat. Di antara mereka
ada yang mengakui fungsi ini dan ada juga yang menolaknya. Berada pada
barisan pertama adalah golongan Mu’tazilah, Hanafiyah dan mazhab Ibn
Hazm al-Zahiri. Sementara yang tergolong pada barisan kedua adalah Imam
al-Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, kelompok Khawarij dan mayoritas
mazhab Zahiriyyah.
Hal yang menjadi argumentasi bagi yang menerima fungsi ini adalah
persepsi bahwa adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum karena telah
berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa dipraktikkan lagi; dan asumsi
bahwa Sang Pembuat syariat menurunkan ayat tersebut hanya temporal saja
tidak berlaku selamanya. Sementara bagi yang menolak, mereka tidak bisa
menerima ketentuan Al-Qur’an dihapuskan oleh hadis sekalipun oleh hadis
mutawatir.
Menurut golongan pertama, salah satu contoh untuk fungsi ini adalah
hadis tentang wasiat berikut:

ْٰ ‫غ ْن َّٰ تع‬
ْٰۡ‫ۡ تع َْ تٰرَ ب ت‬ ‫ْۡ ح‬
ٰ‫ۡ ب ت‬ٰ‫الرْۡ تَ ت‬ ْٰ ‫ْۡ تۡ ْوشتٌٰ تع‬
‫ۡ تع ِْ تُٰ د‬ ٰ‫ش ْه تٰر ب ت‬‫ۡ ت‬ ْٰ ‫ۡ ُتٰ تادتٰة ت تع‬ ْٰ ‫ل تُۡدُتنتا أتبحو تع توانت ٰةت تع‬ ‫أ ت َِْت ترنتا ُحٰ ت ِْۡت ٰةح بْۡحٰ ت‬
ٰ‫س تعُٰۡ ُتا ت‬
ٰ‫ص دۡ ٰةت تل تو تارث‬ ٰ ‫ق تۡقد ٰح تَ ت‬
‫َّل تَ ت‬ ٰ‫ِ ِتي تۡ ل‬ ‫ّللَات ُتُْٰ أ ت ْع ت‬
ٰ‫طى حِك د‬ ٰ‫ۡ د‬ ٰ‫ل تإ د‬ٰ‫سَد تٰ َّ ُتقتا ت‬ ٰ‫صَدى د‬
‫ّللَاح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ٰ‫سو ح‬ ‫ٌ تر ح‬ ‫ل تَ ت‬
ٰ‫ط ت‬ ٰ‫تار تج ٰةت ُتا ت‬ ‫َ ت‬
Artinya:

80
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkhutbah kemudian bersabda: "Sungguh,
Allah telah memberikan hak kepada setiap yang berhak menerimanya, dan tidak ada
wasiat bagi pewaris." (HR. al-Nasa’i, 3581)
Hadis ini diasumsikan menghapus ketentuan dalam Al-Qur’an surat al-
Baqarah ayat 180 berikut:
ٰ‫ف تۡقًّا تعَتى كال حَٰ د تقكٰۡۡت‬
ٰۚ‫ۡ تَ كاَّلت كُ تر تب كۡۡتٰ تب كال تَعك حر كَ ت‬
ٰ‫ص دۡ ٰةح تل كَ توا تلُت كٰ ت‬
‫ۖ ۨا كل تو ت‬ ٰ‫ۡ تٰر ا ت تُۡت حِك حٰ َّ كال تَ كوتحٰ ا ك‬
ٰ ۖ ‫تۡ ت تتركتٰ َ كتۡ ترا‬ ‫ٌ تعَت كۡ حِ كٰ َّ اتِتا تۡ ت‬
ٰ‫حِك تٰ ت‬
Artinya:
“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu,
jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat
dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.”
Dengan demikian, jelaslah bahwa hadis dan Al-Qur’an memiliki
hubungan yang integral dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan
lainnya. Hal ini karena keduanya berdasarkan wahyu yang datang dari Allah
swt kepada Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umatnya yang
tidak mungkin kontradiktif antara satu dan lainnya. Hal yang membedakan
hanyalah proses penyampaian dan periwayatannya.

C. Hadis tentang Menanggung Anak Yatim: Analisis Fungsi dan Kandungan


Hadis
Anak yatim mendapatkan perhatian khusus dalam syariat Islam. Dalam
banyak landasan normatif Al-Qur’an dan hadis masalah sosial anak yatim ini
dibahas. Di antara hadis yang menyoal ini adalah riwayat al-Bukhari nomor 2560
berikut:

ٰ‫ي‬ ‫ض ت‬ ‫ۡ أ ت تبي حُٰ ترٰ تْرٰةت تر ت‬ ْٰ ‫ث تع‬ ٰ‫ۡ أ ت تبي ْالغت ْۡ ت‬ْٰ ‫ي ت تع‬ٰ‫ْۡ زت ُْٰٰ ْال تَُت تن ل‬ ْٰ ‫سَتْٰۡ تَاۡحٰ بْۡحٰ تب تَللٰ تع‬
ٰ‫ۡ ُ ت ْو تٰر ب ت‬ ‫ل تُۡدُت تني ح‬ ٰ‫ّللَات ُتا ت‬
ٰ‫ٰز بْۡحٰ تع ِْ تُٰ د‬ٰ‫تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح ْال تع تز ت‬
‫ستحْ حٰر‬
‫الِلت تَال ل‬ ‫ل ال ل‬
ٰ‫ش ْتركحٰ بتٰ د‬ ٰ‫حۡ ُتا ت‬
ٰ‫ّللَات تَ تِا ُ د‬
ٰ‫ل د‬ ٰ‫سو ت‬ ‫ت ُتالوا ٰتا تر ح‬ ‫ح‬ ْ
ٰ‫س ِْ تٰع ال حَوبتقتا ت‬‫ل اجْ ٰتنتِحوا ال د‬ ‫د‬
ٰ‫سَ تٰ َّ ُتا ت‬ ‫ت‬ ٰ‫صَى د‬
‫ّللَاح تعَ ْۡ تٰ تَ ت‬ ‫د‬ ‫يت ت‬ٰ‫ۡ الندِت ل‬ ْٰ ‫ّللَاح تع ْن ٰح تع‬ٰ‫د‬
ٰ‫ت ْال حَؤْٰ تِنتا ت‬
‫ت‬ ٰ‫ِّنتا ت‬ ْ‫ح‬
‫ت ح ح ت‬ َ ْ
‫ال‬ ٰ
‫ف‬ ْ ‫ذ‬ ‫ت‬ ُ َ ٰ
‫ﻒ‬
‫ت‬ ْۡ ‫د‬
‫الز‬ ٰ
‫م‬ ‫و‬
‫تْ ت‬ ٰ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ل‬
‫ت‬ ‫و‬‫د‬ ٰ‫ال‬ َ ٰ
َّ ۡ
‫ت ت ت ت ت ت‬ ٰ
‫ت‬ ۡ ْ
‫ال‬ ٰ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ ‫ح‬
ٰ
ِ ْ
‫ِك‬‫ت‬ ‫أ‬ َ ‫ا‬ ‫ب‬‫الر‬
‫تل ت ت‬ ٰ
ِ‫ح‬ ْ
‫ِك‬‫ت‬ ‫أ‬ َ ‫ل‬
ٰ
‫ق‬
‫ت ت ت ت ت‬ ‫ح‬ ْ
‫ال‬ ‫ب‬ ٰ ‫د‬
‫َّل‬ ‫إ‬ ‫ح‬ ٰ‫د‬
‫ّللَا‬ ٰ
‫م‬ ‫ر‬
‫ت د ت‬ ۡ ‫ي‬ ٰ
‫ت‬ ‫د‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ٰ
‫س‬ ‫ت‬ ْ
‫ف‬ ‫د‬ ‫ن‬‫ال‬ ‫ح‬
ٰ
ِ ْ ٰ‫تَُت‬
ٰ‫ْالغتاُت تَل ت‬
‫ت‬
Artinya:
Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan”. Para sahabat
bertanya “Apa dosa-dosa itu”? Rasulullah menjawab: “Syirik, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan

81
harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina terhadap orang-orang
perempuan yang menjaga kehormatannya”. (HR. Bukhari, 2560)
Hadis ini berfungsi ta’kid/taqrir karena menegaskan dan menguatkan
ketentuan syariat yang terdapat dalam Al-Qur’an surat al-An’am ayat 152
berikut:
‫سۡ تٰۡدى ٰت َِْح تٰغ أ ت ح‬
.‫شُده‬ ‫تي أتْۡ ت‬ ٰ ‫ل ْالۡتٰتۡ تْٰ َّ إت د‬
ٰ‫َّل بتا دلٰتي ُ ت‬ ٰ‫َّل ت ت ْق تربحوا تِا ت‬
ٰ ‫تَ ت‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat), hingga sampai ia dewasa.”
Terkait harta anak yatim, syariat jelas melarang untuk menguasai dan
menzaliminya. Sebaliknya anak yatim harus diasuh dan disantuni. Bagi orang
yang berlaku demikian akan mendapatkan kenikmatan di akhirat kelak seperti
gambaran hadis berikut:
‫سِدا تب تٰة تَ ْال حو ْس ت‬
‫طى‬ ٰ‫صِح تع ْۡ تٰ ال د‬ ٰ‫ تَُتا ت‬- ‫ۡ َّ ُتي ْال تجند تٰة تُ تِذتا‬
ْ ‫ل تبأ ت‬ ٰ‫ِ ْال تٰۡت ت‬
ٰ‫ل أتنتا تَِكتاُت ح‬
ٰ‫سَد تٰ َّ ُتا ت‬ ٰ‫صَدى د‬
‫ّللَاح تعَت ْۡ تٰ تَ ت‬ ٰ‫ۡ الند تِ ل‬
‫يت ت‬ ْٰ ‫س ْعُٰ تع‬
‫ِ بْۡتٰ ت‬
ٰ‫س ْه ت‬ ْٰ ‫تع‬
‫ۡ ت‬
(‫)رَاه الِخاري َالٰرِذي‬
Artinya:
“Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: Saya dan orang yang menanggung hidup
anak yatim akan berada di surga seperti ini –Rasulullah bersabda demikian dengan sambil
merekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya.” (HR Bukhari dan al-Tirmidzi)
Berkenaan dengan ini, al-Ahwadzi dalam menjelaskan bahwa maksud dari
kata “Kafil al-Yatim” adalah orang mengurus keperluan anak yatim dan yang
mendidiknya. Dalam hadis di atas, Rasulullah memberikan dorongan agar kita
mau menjamin dalam arti yang tidak hanya membesarkan secara fisik, tetapi
mencakup berbagai hal yakni memelihara, membiayai kebutuhannya,
mendidiknya, dan mengatur kemaslahatannya. Orang yang mau berbuat
demikian dijanjikan akan masuk surga berdampingan dengan Rasul.

82
REFLEKSI

Setelah mempelajari KB-4 ini, apakah pelajaran atau nilai yang saudara
mahasiswa peroleh dan dapat diterapkan dalam pembelajaran PAI?
Dari segala fungsi hadis terhadap Al-Qur’an yang ada menunjukkan bahwa
memahami Al-Qur’an tidak bisa hanya melalui terjemah melainkan memerlukan
hadis sebagai penjelas tentang model pemahaman dan pengamalan al-Qur’an oleh
Nabi sebagaimana yang dijabarkan oleh para ulama ahli tafsir dan hadis. Apabila
memahami Al-Qur’an dengan mengambil inspirasi dari model-model implementasi
yang dicontohkan Nabi, maka kita akan dapat mengajarkan Islam melalui PAI
sebagai ajaran yang fleksibel, dinamis, dan terbuka. Setelah itu, dari sini kita juga
mendapatkan spirit bahwa dalam mengajar PAI, kita dapat mengadaptasikan pola
penjelasan seperti fungsi hadis terhadap Al-Qur’an, yakni bermula dari merincikan
yang global, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum dan seterusnya
dengan metode-metode yang relevan agar pembelajaran (pesan) dapat dimengerti
peserta didik sebagai penerima pesan (komunikan).

CONTOH SOAL
Setelah menganalisis uraian materi, apakah saudara sudah menguasai capaian
pembelajaran pada kegiatan belajar ini? Agar dapat mengukur penguasaan saudara,
dapat mengisi soal yang berkaitan dengan kegiatan belajar ini. Berikut sajian contoh
soal pada modul ini sebagai bahan latihan saudara dalam menganalisis pertanyaan
dan jawaban, serta sebagai contoh pembuatan soal tes formatif yang akan dibuat oleh
dosen pengampu.
Sebagai sumber hukum Islam, Al-Qur’an mengandung banyak ketentuan-ketentuan
dan hukum-hukum. Hanya saja, beberapa ketentuan dan hukum tersebut masih
bersifat global atau umum. Sebagaimana ayat berikut (QS. 5: 3):
…‫ۡ تعَت كۡ حِ حٰ َّ كال تَ كٰۡ ت ٰةح تَالُد حٰم تَلت كح حٰ َّ كال تخ كن تز كٰ تٰر‬
ٰ‫حۡ ت لر تِ ك‬
Dijelaskan oleh hadis berikut:

ْ ‫سَد تٰ َّ أ ح تَۡد‬
ٰۡ ‫عَت ْۡ تٰ تَٰ ت‬ ٰ‫صَدى د‬
‫ّللَاح ت‬ ٰ‫ل د‬
‫ّللَات ت‬ ٰ‫سو ح‬ ٰ‫ل ُتا ت‬
‫ل تر ح‬ ٰ‫ع تَ تٰر ُتا ت‬
‫ْۡ ح‬ ٰ‫ۡ اب ت‬ ٰ‫ْۡ أت ْسَت تٰ َّ تع ت‬ٰ‫ۡ زت ْٰ تُٰ ب ت‬ ‫ْۡ أت ْسَت تٰ َّ ت‬
ْٰ ‫ع‬ ٰ‫ۡ بْۡحٰ زت ْٰ تُٰ ب ت‬ ‫س ترْٰجٰ تُۡدُتنتا تع ِْ ُٰ ح د‬
ٰ‫الرْۡ تَ ت‬ ‫تُۡدُتنتا ح‬
‫اۡ ُت ْال تِ تِ ُٰ ح تَال ت ل‬
ٰ‫ط تحا ح‬
‫ل‬ ٰ‫تاۡ ُت ْٰال ححوتحٰ تَ ْال تج ترا ٰد ح تَأ ت دِا الُد تِ ت‬
ٰ‫اۡ ُتأ ت دِا ْال تَ ْٰۡتٰ ت‬ ٰ‫لتنتا تِ ْٰۡتٰ ت‬
ٰ‫تاۡ تَدت تِ ت‬

83
Fungsi hadis sebagai penjelas terhadap ayat tersebut secara spesifik adalah …..
A. Tafshil al-Mujmal
B. Takhshish al-‘Am
C. Taqyid al-Muthlaq
D. Bayan tasyri’
E. Bayan nasakh
Jawaban: B

TINDAK LANJUT BELAJAR


Untuk meningkatkan kemampuan analisis, Saudara dapat melakukan
beberapa aktivitas tindak lanjut dari kegiatan belajar ini, di antaranya
sebagai berikut:
1. Simaklah sumber belajar dalam bentuk video/artikel pada LMS
Program PPG. Kemudian lakukan analisis berdasarka konten!
2. Kaitkan konten video/artikel dengan nilai-nilai moderasi dalam proses
pembelajarannya di sekolah/madrasah!
3. Ikuti tes akhir modul dan cermati hasil tesnya. Bila hasil tes akhir
modul di bawah standar minimum ketuntasan (70), maka Saudara
melakukan pembelajaran remedial dengan memperhatikan petunjuk
dalam LMS program PPG.
4. Aktifitas tindak lanjut lebih detail, silahkan mengikuti tagihan tugas
yang ada di LMS.

GLOSARIUM
‘Am : Pernyataan yang bersifat umum
‘Aqli : Argumentasi nalar-logis
Bayan : Penjelas
Kafil al-Yatim : Pemelihara anak yatim
Khulafa al-Rasyidin : Empat Sahabat pengganti kepemimpinan Nabi
Muhammad saw
Mujmal : Pernyataan yang bersifat global

84
Naqli : Argumentasi normatif berdasarkan riwayat
Nasakh : Fungsi hadis yang menggantikan/menghapus ketentuan
yang terdapat dalam Al-Qur’an
Tafshil : Fungsi hadis yang merinci pernyataan yang bersifat
global
Takhshish : Fungsi hadis yang mengkhususkan pernyataan yang
bersifat umum
Taqrir : Fungsi hadis yang menegaskan ketentuan dalam Al-
Qur’an
Taqyid : Fungsi hadis yang membatasi ketentuan yang mutlak
Tasyri’ : Fungsi hadis yang menetapkan ketentuan yang belum ada
dalam Al-Quran
Tawdhih : Fungsi hadis yang menjelaskan yang samar

85
DAFTAR PUSTAKA
Al-Baihaqi, Abu Bakr. Al-Jami‘ li Syu‘ab al-Iman. Bombay: al-Dar al-Salafiyyah, 1988.
Al-Bukhari, Abu ‘Abd Allah Muhammad Ibn Isma‘il. Shahih al-Bukhari. Istanbul: Dar
al-Sahnun, 1992.
Fikri, Hamdani Khairul. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an. Tasamuh, 12. 2, 2015.
Al-Jauziyyah, Ibn al-Qayyim. I’lam al-Mu‘awwiqin, jilid II. Mesir: al-Sa’adah, 1955.
Al-Nasa’i. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988.
Hamadah, ‘Abbas Mutawali. Al-Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al-Tasyri’.
Kairo: Dar al-Qaumiyyah, 1965.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016.
Al-Tirmidzi, Abu ‘Isa. Sunan al-Tirmidzi. Beirut: Dar al- Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000.

86

Anda mungkin juga menyukai