Anda di halaman 1dari 12

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Penilaian kelayakan dan sensitivitas berbagai kepala untuk desain pembangkit listrik
tenaga mikro hidro di Jember, Indonesia

Wiwik Y. Widiarti , Entin Hidayah , Nov D. Fuadillah , Muhammad AIA Furqoni


1 1, * 1 1

1
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Jember,
Jember, Jawa Timur, Indonesia

*
Penulis yang sesuai:entin.teknik@unej.ac.id

Abstrak

Penyediaan sistem pembangkit listrik terbarukan yang murah merupakan alternatif yang baik
dalam memasok listrik di berbagai daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan
finansial suatu rancangan dengan variasi debit dan head untuk pembangkit listrik tenaga mikro
hidro (PLTMH) pada kawasan pengelolaan off-grid di desa-desa di Kabupaten Jember.
Pengembangan 4 kasus ini menggunakan 2 lokasi PLTMH yang disimulasikan dengan variasi
turbin, kemudian dianalisis kelayakan dan sensitivitasnya untuk mendapatkan desain yang
optimal. Dengan merubah turbin menjadi lebih efisien maka persentase kenaikan NPV dan IRR
pada kasus 1 dan 2 lebih besar dari pada kasus 3 dan 4 dengan peningkatan NPV sebesar
15,18%, IRR sebesar 8,12%. Sebaliknya persentase peningkatan BCR pada kasus 1 dan 2 sedikit
lebih kecil dibandingkan pada kasus 3 dan 4 dengan nilai 4,32%.

Kata kunci:Kelayakan, debit, kepala, mikro-hidro, analisis sensitivitas

1. Perkenalan

Peningkatan kebutuhan energi listrik dalam kehidupan sehari-hari merupakan masalah yang
signifikan saat ini dan di masa yang akan datang seperti di Indonesia. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pemanfaatan sumber daya energi, terutama sumber energi terbarukan, karena
potensinya yang tinggi, pembangkit listrik tenaga mikrohidro(NE, 2016). Pembangkit Listrik
Tenaga Mikrohidro (PLTMH) merupakan pembangkit listrik dari energi alternatif yang ramah
lingkungan dengan memanfaatkan kecepatan debit sungai dengan ketinggian tertentu dengan
kapasitas pembangkit berkisar antara 5 kW sampai dengan 100 kW.(Morales et al., 2015).
Hubungan antara daya, debit, dan hulu berbanding lurus. Semakin besar kecepatan dan semakin
tinggi aliran akan semakin besar energi listrik yang dihasilkan dari PLTMH(Hosseini dkk.,
2008). Dengan tersedianya data debit maka pemilihan head sesuai debit yang direncanakan dapat
dilakukan dengan ketersediaan debit yang ada.
Ketersediaan debit dan head di pedesaan Kabupaten Jember dapat menyediakan pembangkit
listrik terbarukan melalui mikrohidro. Lokasi penelitian pertama berada di Sungai Poreng di Sub
DAS Rawatamtu, Kabupaten Jember, Timur(Dhiva 2021). Lokasi kedua berada di DAS Desa
2

Jamintoro, Kecamatan Sumberbaru, Kabupaten Jember(Santoso 2021). Berdasarkan dua


penelitian tersebut, penyediaan mikrohidro yang tepat merupakan tantangan untuk diteliti.
Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan perencanaan PLTMH secara
finansial dan menganalisis sensitivitas dengan beberapa parameter pada Sungai Poreng dan
Sungai Jamintoro dengan tipe head dan turbin yang berbeda.

2. Metodologi

2.1 Data dan wilayah studi


Kabupaten Jember merupakan kota dengan beberapa sungai yang dapat dimanfaatkan sebagai
pembangkit listrik tenaga mikro hidro. Sebagian dari aliran sungai tersebut masyarakat pesisir
memanfaatkan debit aliran sungai yang besar untuk mengairi lahan pertanian dan kehidupan
sehari-hari dari bendung yang telah dibangun di sepanjang sungai.(Hidayah dkk. 2017).
Kasus 1 dan kasus 2 berlokasi di Sungai Poreng di Sub DAS Rawatamtu di Kabupaten Jember,
Jawa Timur. Sungai ini memiliki debit sebesar 0,897 m3/s dan memiliki elevasi muka air yang
cukup rendah yaitu 5,54 m(Dhiva, 2021). Pada kasus 3 dan kasus 4 lokasi yang digunakan adalah
sungai Jamintoro di Kabupaten Jember dengan luas 707.035 Ha. Sungai ini memiliki debit 0,158
m3/s dan elevasi muka signifikan sebesar 59,19 m(Santoso 2021).

2.2 Metode
Langkah pertama dalam menganalisis kelayakan perencanaan pembangkit listrik tenaga mikro
hidro (PLTMH) adalah menghitung produksi energi tahunan yang dikeluarkan oleh PLTMH.
Energi tahunan yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga mikro hidro dapat dihitung
dengan jumlah listrik yang dihasilkan (kW) dan waktu yang dibutuhkan (T) selama satu tahun
(8760 jam), yang dipotong terlebih dahulu dengan asumsi 24 hari pemeliharaan per tahun ( 576
jam). Secara teori, kita dapat menggunakan persamaan (1) sebagai berikut(Harvey, 1993):
Energy per year =P x(8760 – T )(kWh)
Dengan (P) adalah daya yang dihasilkan oleh PLTMH, dan (T) adalah waktu perawatan
komponen PLTMH. Menggunakan persamaan (1), Anda akan mendapatkan energi per tahun
dikalikan dengan harga listrik per kWh.
Langkah selanjutnya adalah merancang anggaran untuk pembangunan PLTMH berdasarkan 4
kasus. Sebuah pembangkit listrik tenaga mikro hidro memiliki beberapa komponen: intake,
headrace, forebay, penstock, powerhouse, dan tailrace. Setelah menghitung anggaran biaya yang
direncanakan berdasarkan 4 kasus, hitung secara finansial selama pengoperasian PLTMH.
Setelah dilakukan analisa biaya yang dibutuhkan berdasarkan 4 kasus tersebut, selanjutnya
dilakukan analisa cost flow untuk mengetahui berapa keuntungan yang akan diperoleh saat
PLTMH ini beroperasi per tahun. Hasil tahunan dapat ditemukan dengan menghitung daya
dikalikan dengan harga pokok penjualan.
Studi kelayakan dengan lama operasional PLTMH selama 15 tahun dapat dilakukan setelah
mengetahui manfaat selama pengoperasian pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
Keempat kasus tersebut akan dianalisa berdasarkan tiga parameter yaitu NPV, BCR, dan IRR,
yang kemudian dieksplorasi sensitivitasnya berdasarkan perubahan suku bunga, umur PLTMH,
dan perubahan debit aliran sungai.

2.2.1 Analisis keuangan


Pengertian analisis keuangan komponen adalah sebagai berikut.
3

1. Arus Biaya (CF). Ada 4 (empat) tugas pokok pembangunan PLTMH yang harus
diselesaikan: pekerjaan sipil, pekerjaan mekanikal, pekerjaan elektrikal, dan pekerjaan
jaringan untuk akses interkoneksi. Keempat tugas pokok tersebut menentukan besarnya
biaya investasi atau cost flow (CF) yang terdiri dari 4 (empat) biaya, yaitu biaya
pengadaan barang (B1), biaya bangunan sipil (B2), biaya operasional (B3), dan biaya
transportasi (B4). Secara matematis, aliran biaya (CF) dapat dinyatakan dalam persamaan
(2) dan (3) sebagai berikut:(NE, 2016):
CF 0 =B 1+ B 2+ B 3+ B 4 (2)
CF =CF0 +Tax 10 % (3)
dengan (CF0) adalah aliran biaya sebelum pajak dan (CF) adalah aliran biaya setelah
pajak. Pajak yang digunakan adalah 10% dari total anggaran yang direncanakan.
2. Arus Kas (CIF). Arus kas masuk merupakan hasil penjualan energi listrik selama
pengoperasian PLTMH yang didasarkan pada debit yang andal. Persamaan (1) digunakan
untuk menentukan energi yang dihasilkan dalam satu tahun sehingga dapat diketahui
hasil penjualannya, maka pendapatan penjualan energi (I) selama satu tahun pada
persamaan (4) sebagai berikut(IRENA, 2012):
CIF=I x Selling price per kWh (4)
Dimana (CIF) adalah Arus Kas selama pengoperasian pembangkit listrik, dan (I) adalah
energi listrik yang dihasilkan selama satu tahun. Langkah selanjutnya adalah menghitung
arus kas masuk tahunan untuk mengetahui pendapatan bersih selama satu tahun
pembangkit listrik beroperasi.
3. Arus Kas Tahunan (A). Arus kas masuk tahunan adalah selisih antara pendapatan dan
biaya. Biaya tersebut meliputi biaya tetap (biaya operasional, biaya pemeliharaan, gaji
pegawai, dll)selama satu tahun pembangkit listrik beroperasi. Persamaan berikut (5) digunakan
dalam menentukan arus kas masuk tahunan:(IRENA, 2012).
A=CIF – Expenses per year
Dengan (A) adalah arus kas masuk tahunan dari pembangkit listrik tenaga mikro hidro,
yang beroperasi selama satu tahun, dan (CIF) adalah arus kas masuk.

2.2.2 Studi kelayakan


Studi kelayakan adalah prosedur untuk memprediksi hasil pemeriksaan atau menilai skema
bersama yang direncanakan dengan mempertimbangkan manfaatnya(Krieger et al., 2016).
Tujuan utama dari studi kelayakan adalah untuk mengevaluasi tiga jenis kelayakan, yaitu
kelayakan teknis, operasional dan ekonomi. Dalam studi ini, hanya biaya proyek konstruksi dan
biaya pelaksanaan proyek yang dipertimbangkan. Analisis kelayakan PLTMH dilakukan dengan
menyiapkan arus kas masuk yang didiskontokan dengan nilai 3,75% karena dampak waktu
terhadap semua biaya dan manfaat di masa yang akan datang juga harus diperhitungkan.
Pengertian studi kelayakan adalah sebagai berikut:
1. Nilai Sekarang Bersih (NPV). NPV digunakan untuk menentukan apakah suatu proyek
layak atau tidak. Proyek yang memiliki nilai positif harus dilaksanakan, tetapi nilai
sekarang yang negatif harus ditolak. Karena NPV positif, nilai sekarang gabungan dari
semua arus kas masuk melebihi nilai sekarang arus kas. Menggunakan persamaan (6)
sebagai berikut, nilai NPV dapat ditemukan:(Khan & Jain, 1999).
n
NCFt
NPV =∑ t (6)
t=0 ( 1+ i )
4

Dimana NPV adalah nilai sekarang bersih ($), NCFt adalah arus kas bersih yang
dihasilkan oleh proyek inovasi pada tahun t, (i) adalah tingkat diskonto (3,75%), dan (t)
adalah tahun investasi. Kriteria keputusan, jika NPV lebih besar dari 0, investasi proyek
diterima; jika NPV kurang dari 0, investasi proyek ditolak.
2. Rasio Biaya Manfaat (BCR). Rasio manfaat-biaya adalah rasio antara pendapatan dibagi
biaya yang dikeluarkan dengan menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan modal. Rumus
BCR berdasarkan Shively(Shively, 2013)pada persamaan (7) sebagai berikut:
Bt
BCR= (7)
Ct
Dengan (Bt) adalah pendapatan yang diperoleh pada tahun t ($), dan (Ct) adalah biaya
yang dikeluarkan pada tahun t ($). Kriteria keputusan, jika BCR lebih besar dari 1, maka
investasi proyek diterima. Jika BCR kurang dari 1, investasi proyek ditolak.
3. Tingkat Pengembalian Internal (IRR). IRR adalah tingkat bunga di mana nilai sekarang
bersih dari semua arus kas (baik positif maupun negatif) dari suatu proyek atau investasi
sama dengan nol(Moten & Tahta, 2013). Rumus IRR berdasarkan Rejekiningrum dan
Krido(2015)pada persamaan (8), sebagai berikut:
1
NPV
IRR=i1 + ( i 2−i 1 ) 1 2 (8)
NPV −NPV
Dengan (IRR) adalah tingkat pengembalian internal, (NPV) adalah nilai sekarang bersih,
(i1) adalah tingkat bunga yang memberikan hasil positif (NPV1), dan (i2) adalah tingkat
bunga yang menunjukkan hasil negatif (NPV2) .

2.2.3 Parameter sensitivitas


Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menilai apa yang akan terjadi pada analisis
kelayakan suatu investasi atau kegiatan usaha jika terjadi perubahan dalam perhitungan biaya
atau manfaat. Dalam penelitian ini, suku bunga, umur ekonomis proyek, dan laju alir digunakan
sebagai parameter sensitivitas. Saat menganalisis sensitivitas dengan 2 kepala berbeda sebagai
parameter studi yang diterapkan pada dua atau lebih parameter, metode persamaan dinamis dapat
digunakan untuk menyelesaikan solusi.

3. Hasil dan Pembahasan


Keempat kasus tersebut akan dianalisis kelayakannya dengan NPV, BCR, dan IRR serta
parameter sensitivitas yang berbeda untuk menentukan investasi yang paling menguntungkan.
Analisis setiap kasus ditunjukkan dalam perhitungan di bawah ini.

3.1 Kasus
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui potensi perencanaan pembangkit listrik tenaga
mikrohidro, direncanakan 4 kasus yang akan digunakan untuk mencari potensi optimal
pembangkit listrik yang memiliki keuntungan paling optimal. Untuk representasi keempat kasus
tersebut, berikut data kasus telah dijelaskan pada Tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Semua Kasus Desain Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro.
Kasu Kepala
Lokasi Turbin Debit (m3/s) Efisiensi Turbin (%)
s (m)
Aliran
1 Sungai Poreng 0,897 5.54 87
silang
2 Sungai Poreng kaplan 0,897 5.54 92
5

Kasu Kepala
Lokasi Turbin Debit (m3/s) Efisiensi Turbin (%)
s (m)
3 Sungai Jamintoro Pelton 0,158 59.19 87
4 Sungai Jamintoro Turgo 0,158 59.19 93
Kasus direncanakan untuk menentukan rencana mana yang paling potensial untuk menghasilkan
keuntungan paling optimal. Perbedaan masing-masing kasus berdasarkan letak PLTMH, elevasi
muka air, dan debit air, sehingga terdapat 4 kasus yang akan dianalisis. Setiap kasus diasumsikan
dilakukan selama 15 tahun.

3.2 Kekuatan Berbagai Kasus


Pembangkit listrik mikrohidro ini beroperasi terus menerus dalam satu tahun (8760 jam),
namun dalam satu tahun akan diistirahatkan selama dua hari dalam satu bulan untuk
pemeliharaan sehingga dalam satu tahun dibutuhkan waktu sekitar 576 jam untuk melakukan
perbaikan. Oleh karena itu, persamaan (1) dapat dilihat pada perhitungan pada tabel (2) di bawah
ini.
Tabel 2. Energi Per Tahun yang Dihasilkan Berdasarkan Semua Kasus Desain.
Memulang Kekuas Energi/
Kas Kepala Efisiensi
Lokasi Turbin kan aan Tahun
us (m) Turbin
(m3/s) (kW) (kWh)
Aliran
1 Sungai Poreng 0,897 5.54 87% 39.26 321303,84
silang
2 Sungai Poreng kaplan 0,897 5.54 92% 41.97 343457.93
Sungai
3 Pelton 0,158 59.19 87% 74,98 613652.69
Jamintoro
Sungai
4 Turgo 0,158 59.19 93% 78,84 645251.11
Jamintoro
Debit dan elevasi kepala sangat mempengaruhi produksi energi listrik. Listrik yang telah
dihasilkan dari PLTMH akan dihitung untuk daya yang dilepaskan selama 8760 jam dan
dikurangi 576 jam untuk masa pemeliharaan PLTMH dalam satu tahun. Berdasarkan tabel 2
terlihat bahwa kasus 4 menghasilkan daya terbesar yaitu 645251,11 kWh dengan debit 0,158
m3/s, head 59,19 m dan turbin yang digunakan adalah turbin turgo.

Gambar 1. Informasi Perencanaan PLTMH

Perhitungan energi per tahun yang dihasilkan oleh setiap rencana akan digunakan untuk
menghitung manfaat yang diperoleh selama satu tahun PLTMH beroperasi. Dalam penentuan
6

lokasi pembangunan PLTMH ternyata head yang tinggi lebih berpengaruh dalam menghasilkan
tenaga yang lebih besar daripada mencari debit yang besar.

3.3 Biaya dan Manfaat Kasus Berbeda

3.3.1 Arus Biaya


Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di Sungai Poreng dan
Sungai Jamintoro diperkirakan memakan biaya yang dapat dilihat pada informasi rinci berikut
ini:
Tabel 3. Biaya Investasi
CF0 Pajak 10% CF
Kasus
($) ($) ($)
1 97.581.79 9.758.17 107.339,97
2 99.331.99 9.933.19 109.265,19
3 113.257,19 11.325,72 124.582,91
4 112.215,93 11.221.59 123,437,52
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3, terdapat perbedaan biaya pada setiap kasus yang
dibutuhkan berdasarkan desain perencanaan PLTMH. Pendanaan yang paling signifikan dari
keempat kasus tersebut adalah pada kasus 3, perencanaan sebesar $124.582.91, yang meliputi
pengadaan barang, biaya bangunan sipil, biaya operasional, dan biaya transportasi.

3.3.2 Arus Kas


Harga pokok penjualan (HPP) energi listrik yang digunakan merupakan harga pokok
penjualan tenaga listrik berdasarkan pengelolaan off-grid, yaitu $0,048. Sehingga diperoleh
harga per kWh sebagai berikut:
Tabel 4. Arus Kas
Kasu HPP E CIF
s ($/kWh) (kWh) ($)
1 0,048 321303,84 15.428,22
2 0,048 343457.928 16,492,01
3 0,048 613652.688 29,466,09
4 0,048 645251.112 30.983,38
Dari hasil pada tabel 4, perhitungan laba per tahun menunjukkan bahwa kasus 4 memiliki
keuntungan paling besar dibandingkan kasus lainnya dengan menghasilkan keuntungan sebesar
$30.983,38 yang diperoleh dari daya yang dihasilkan dalam satu tahun kemudian dijual dengan
harga $0,048 per kWh.

3.3.3 Arus Kas Tahunan


Untuk pendekatan dalam menentukan Arus Kas Tahunan, pengeluaran terdiri dari biaya
operasional, pemeliharaan, dan pajak, yang diasumsikan sebesar 10% dari total pendapatan
tahunan. Arus kas tahunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5) pada tabel 5
sebagai berikut:
Tabel 5. Arus Kas Masuk
CIF
Kas CIF Pemeliharaan dan Operasi
Tahunan
us ($) ($)
($)
1 15.428,22 1,542,82 13.885,40
2 16,492,01 1,649.20 14.842,81
7

CIF
Kas CIF Pemeliharaan dan Operasi
Tahunan
us ($) ($)
($)
3 29,466,09 2.946,61 26.519,49
4 30.983,38 3.098.34 27.885,04
Berdasarkan tabel 5 dapat diketahui bahwa setelah dilakukan perhitungan cash in Flow tahunan,
didapatkan kasus yang menghasilkan laba bersih paling besar adalah kasus 4 dengan
menggunakan turbin turgo di lokasi sungai Jamintoro. Kasus 4 menghasilkan laba bersih
$27.885,04. Hasil dari keempat kasus tersebut selanjutnya akan dianalisis berdasarkan kelayakan
NPV, BCR, dan IRR.

3.4 Kelayakan Finansial

3.4.1 Nilai Sekarang Bersih (NPV)


Lama operasional PLTMH diasumsikan 15 tahun. Dengan menggunakan persamaan (6), analisis
kelayakan berdasarkan NPV pada keempat kasus tersebut dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah
ini:
Tabel 6. Nilai Sekarang Bersih
Kas Arus Kas Tahunan NPV Kriteri Kelayaka
us ($) ($) a n
Bisa
1 13.885,40 49.777.45 >0
dilakukan
Bisa
2 14.842,81 58.685,56 >0
dilakukan
Bisa
3 26.519,49 175.492,96 >0
dilakukan
Bisa
4 27.885,04 192.089,97 >0
dilakukan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan suku bunga yang berlaku di Indonesia yaitu 3,75%, dan
umur operasi PLTMH adalah 15 tahun, nilai NPV terbesar adalah Kasus 4 dengan nilai
$192.089,97. Jika dilihat dengan parameter NPV, keempat kasus tersebut layak dilakukan selama
15 tahun karena menghasilkan nilai lebih dari 0.

3.4.2 Rasio Manfaat-Biaya (BCR)


Persamaan (7) digunakan untuk mengetahui berapa nilai BCR yang dibangkitkan pada setiap
kasus yang telah dirancang pada tabel 7 di bawah ini:
Tabel 7. Rasio Manfaat-Biaya
Biaya Keuntungan
Kasus BCR Kriteria Kelayakan
($) ($)
Bisa
1 130.482.31 231.423,35 1.77 >1
dilakukan
Bisa
2 134.003.21 247.380.12 1.85 >1
dilakukan
Bisa
3 168.782.06 441,991,48 2.62 >1
dilakukan
Bisa
4 169.912,58 464.750.66 2.74 >1
dilakukan
8

Perhitungan pada tabel 7 menunjukkan bahwa dana investasi yang digunakan pada keempat
kasus tersebut lebih kecil dari manfaat dengan membagi biaya yang dikeluarkan dengan
keuntungan sehingga rasio manfaat-biaya (BCR) tertinggi adalah kasus 4 dengan rasio 2,74.
Rasio ini dapat diartikan bahwa proyek PLTMH yang dilaksanakan sesuai dengan nilai sekarang
ini layak untuk dikembangkan.

3.4.3 Tingkat Pengembalian Internal (IRR)


Dasar nilai IRR sama dengan tingkat bunga, yang membuat nilai NPV sama dengan nol. Jika
IRR lebih besar dari tingkat bunga saat ini, proyek tersebut layak. Persamaan (8) digunakan
untuk menganalisis kelayakan berdasarkan IRR, yang dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini:
Tabel 8. Tingkat Pengembalian Internal
CIF Tahunan IRR
Kasus Kriteria Kelayakan
($) (%)
1 13.885,40 9,73% > 3,75 Bisa dilakukan
2 14.842,81 10,59% > 3,75 Bisa dilakukan
3 26.519,49 19,89% > 3,75 Bisa dilakukan
4 27.885,04 21,36% > 3,75 Bisa dilakukan
Hasil perhitungan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai IRR terbesar terdapat pada kasus 4
dengan nilai sebesar 21,36%. Dengan melihat nilai IRR yang lebih besar dari suku bunga yang
berlaku di Indonesia sebesar 3,75% maka proyek dapat dikatakan layak berdasarkan parameter
IRR.

Gambar 2. Grafik peningkatan persentase parameter layak dari 1 menjadi 2 dan 3 menjadi 4.
Dengan mengubah turbin yang lebih efisien, persentase kenaikan NPV dan IRR pada kasus 1 dan
2 lebih besar daripada pada kasus 3 dan 4. Sebaliknya, persentase kenaikan BCR pada kasus 1
dan 2 sedikit lebih kecil dibandingkan pada kasus 3 dan 4. 1 dan 2 lebih besar dengan
memberikan investasi yang lebih aman, namun BCR yang lebih rendah, memiliki pengaruh yang
lebih kecil terhadap keuntungan di masa depan.

3.5 Analisis Sensitivitas


9

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh perubahan parameter produksi


terhadap perubahan kinerja sistem produksi dalam menghasilkan laba. Sensitivitas dianalisis
berdasarkan parameter yang berbeda, yaitu perubahan suku bunga, perubahan usia, dan
perubahan debit. Hasil analisis sensitivitas akan ditampilkan pada Tabel 9, 10, 11, dan Gambar 3
sebagai berikut:
Tabel 9. Analisis Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Suku Bunga
NPV
CIF Bunga r.
Kasu Investasi Bunga r. Bunga r. Bunga r.
Tahunan maks.
s ($) 3,75% 13,75% 23,75%
($) (%)
($) ($) ($)
1 107.339,97 13.885,40 49.777.45 -20,976.49 -51.266,88 9,73%
2 109.265,19 14.842,81 58.685,56 -16,946,91 -49,325,84 10,59%
3 124.582,91 26.519,49 175.492,96 40,361,21 -17.489,88 19,89%
4 123,437,52 27.885,04 192.089,97 49,999,97 -10.830,01 21,36%

Gambar 3. Analisis Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Lama Operasi Pembangkit (asumsi 15


tahun).

Tabel 10. Analisis Sensitivitas Berdasarkan Perubahan Debit Sungai Poreng


NPV
Menguran Mengura Mengura Mengura Menguran Mengura Mengura
Kas
Turbin gi ngi ngi ngi gi ngi ngi
us
T=10% T=20% T=30% T=40% T=50% T=60% T=70%
($) ($) ($) ($) ($) ($) ($)
Aliran
1 silang
34.606,29 18,744,77 2,705,04 -13.334,68 -29,285,30 -45,271,57 -63,216,72
2 kaplan 42.566.22 25,610,81 8.464,89 -8.681,02 -25,731,68 -42,820.45 -59,909,22
3 Pelton 147.609,59 113.741,37 83.678.57 53,615,77 23,552,96 -6,509,83 -36,572,63
4 Turgo 167.697,13 131.493.17 99,357,07 67.220,97 35.084,87 2.948,77 -29,187.32
10

Gambar 4. Hubungan Antara Debit vs Nilai Sekarang Bersih dalam 15 Tahun

Dari tabel 10, tabel 11, dan Gambar 3 mengenai analisis sensitivitas dengan ketiga parameter
tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan PLTMH pada kasus 4 memiliki hasil yang
paling baik dibandingkan dengan semua alternatif yang telah dirancang sehingga kasus 4 terbaik
pada beradaptasi dengan perubahan tingkat suku bunga. Umur PLTMH dan debit aliran sungai
dengan tingkat bunga maksimum 21,35%, penurunan debit maksimum 60% dari debit yang
direncanakan, dan masa operasional PLTMH minimal 5 tahun untuk mengembalikan modal dan
mendapatkan keuntungan. Gambar 4 menjelaskan bahwa kemampuan PLTMH menghasilkan
keuntungan sangat dipengaruhi oleh debitnya. Semakin besar debit sungai maka semakin besar
energi yang dihasilkan sehingga keuntungan yang diperoleh dari penjualan energi listrik akan
semakin besar.
Secara teknis, head yang tinggi lebih berpengaruh untuk menghasilkan tenaga yang lebih besar
dan turbin yang lebih efisien. Namun secara finansial, besarnya investasi pada PLTMH tidak
selalu memberikan manfaat atau keuntungan yang lebih besar. Semakin tinggi keuntungan,
PLTMH akan mampu beradaptasi dengan perubahan selama beroperasi.

4. Kesimpulan

Perbandingan 4 kasus tersebut dapat memberikan pedoman dan gambaran dalam


menentukan desain PLTMH yang optimal berdasarkan ketersediaan debit dan head. Keuntungan
terbesar adalah kasus 4, yang memiliki kepala besar dengan pilihan turbin turgo. PLTMH dengan
head besar lebih berpengaruh dalam menghasilkan tenaga dan efisiensi yang lebih besar
dibandingkan dengan rencana lainnya. Pengaruh harga turbin tidak berpengaruh signifikan
terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Semakin besar keuntungan, PLTMH akan lebih
mampu beradaptasi dengan perubahan suku bunga, umur PLTMH, dan penurunan debit.
Berdasarkan analisis sensitivitas dapat diketahui bahwa periode pengembalian modal tercepat
untuk kasus 4 dengan durasi sekitar 6 tahun, dan periode perencanaan PLTMH untuk
pengembalian investasi terlama adalah 10 tahun.
11

Ada beberapa peluang untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro di
Indonesia, jika desain PLTMH dapat direalisasikan dengan baik maka akan memberikan hasil
yang baik dalam produksi dan manfaat energi terbarukan. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan
mengkaji dampak sosial ekonomi masyarakat sekitar jika PLTMH dibangun.

Referensi

Dhiva, A. (2021). Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Anak
Sungai Jompo (Sub-DAS Rawatamtu). Universitas Jember.
Harvey, A. (1993). Manual Desain Mikro Hidro. Dalam Manual Desain Mikro Hidro.
https://doi.org/10.3362/9781780445472
Hidayah, E., Indarto, & Wahyuni, S. (2017). Metode Usulan Penentuan Lokasi Potensial
Pembangkit Listrik Tenaga Air: Aplikasi di DAS Rawatamtu, Jawa Timur. Procedia
Engineering, 171 (Desember), 1495–1504. https://doi.org/10.1016/j.proeng.2017.01.480
Hosseini, SMH, Forouzbakhsh, F., Fotouhi, M., & Vakilian, M. (2008). Penentuan kapasitas
instalasi pada reservoir PLTA dengan mempertimbangkan indeks teknis, ekonomis dan
reliabilitas. Jurnal Internasional Tenaga Listrik dan Sistem Energi.
https://doi.org/10.1016/j.ijepes.2008.01.002
IRENA. (2012). Teknologi Energi Terbarukan: Seri Analisis Biaya. Dalam Energi dan Teknologi
Hijau.
Khan, SAYA, & Jain, PK (1999). Teori dan Masalah dalam Manajemen Keuangan. Tata
McGraw-Hill Publishing Company Limited.
Krieger, T., Martig, DS, van den Brink, E., & Berger, T. (2016). Bekerja pada welas asih online:
Bukti konsep dan studi kelayakan. Intervensi Internet.
https://doi.org/10.1016/j.invent.2016.10.001
Morales, S., lvarez, C., Acevedo, C., Diaz, C., Rodriguez, M., & Pacheco, L. (2015). Gambaran
umum pembangkit listrik tenaga air kecil di Kolombia: Status, potensi, hambatan, dan
perspektif. Ulasan Energi Terbarukan dan Berkelanjutan, 50, 1650–1657.
https://doi.org/10.1016/j.rser.2015.06.026
Moten, JM, & Thron, C. (2013). Perbaikan metode secant untuk pendugaan Internal Rate of
Return (IRR). Jurnal Internasional Matematika Terapan dan Statistik.
Muhammad, SS (2021). Perancangan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro di Desa Jamintoro,
Kecamatan Sumberbaru Kabupaten Jember. Universitas Jember.
NVE. (2016). Basis Biaya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air Kecil di Georgia < 13
Megawatt. Kementerian Energi Direktorat Sumber Daya dan Energi Norwegia Water of
Georgia.
Rejekiningrum, P., & Saptomo, SK (2015). Analisis Kelayakan Finansial Pengembangan
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Irigasi Otomatis dengan Sistem Irigasi Cakram di Nusa
Tenggara Barat. Jurnal Irigasi, 10(2), 125–136. https://doi.org/10.31028/ji.v10.i2.125-136
Shively, G. (2013). Tinjauan Analisis Manfaat-Biaya. Di Researchergates.
12

Anda mungkin juga menyukai