Anda di halaman 1dari 12

“UNDANG - UNDANG TERKAIT DOKUMENTASI ”

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Dokumentasi Kebidanan

Dosen Pengampu : Ni Nyoman Suindri, S.Si. T.,M. Keb

Oleh :

Komang Dina Okta Trijayanti

P07124221002

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

JURUSAN KEBIDANAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

TAHUN AJARAN 2022/2023

DASAR HUKUM ATAU ASPEK LEGAL DOKUMENTASI KEBIDANAN


1. KEPMENKES NO. 938/MENKES/SK/VIII/2007 TENTANG STANDAR ASUHAN
KEBIDANAN
Terdapat 6 Standar Asuhan Kebidanan yaitu sebagai berikut:
1. Standar I : Pencatatan Asuhan Kebidanan Pernyataan Standar
2. Standar II : Perumusan Diagnosa dan atau Masalah Kebidanan
3. Standar III : Perencanaan
4. Standar IV: Implementasi
5. Standar V : Evaluasi
6. Standar VI: Pencatatan Asuhan Kebidanan
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap akurat, singkat, dan jelas mengenai
keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Kriteria
Pencatatan Asuhan Kebidanan :Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia (Rekam medis/KMS/Status pasien/buku KIA)
1) Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
2) S adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
3) O adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
4) A adalah data hasil analisa, mencatata diagnosa dan masalah kebidanan
5) P adalah pentalaksanaan mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah
dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif;
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan rujukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN

BAB XIII RAHASIA KONDISI KESEHATAN PASIEN


Pasal 57

(1) Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan.

(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal:

a. perintah undang-undang;

b. perintah pengadilan;

c. izin yang bersangkutan;

d. kepentingan masyarakat; atau

e. kepentingan orang tersebut.

BAB XIV INFORMASI KESEHATAN

Pasal 168

1) Untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan


informasi kesehatan.

2) Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui


sistem informasi dan melalui lintas sektor.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 29 TAHUN 2004
PRAKTIK KEDOKTERAN
REKAM MEDIS
Pasal 46

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.

2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,
dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien.

2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Menteri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT

BAB XI PENCATATAN DAN PELAPORAN

1) Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang semua kegiatan
penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.
2) Pencatatan dan pelaporan terhadap penyakit wabah atau penyakit tertentu lainnya yang
dapat menimbulkan wabah, dan pasien penderita ketergantungan narkotika dan/atau
psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 53

1) Rumah Sakit wajib menyelenggarakan penyimpanan terhadap pencatatan dan pelaporan


yang dilakukan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Pemusnahan atau penghapusan terhadap berkas pencatatan dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

PERATURAN PEMERINTAH NO 32 TAHUN 1996

TENTANG TENAGA KESEHATAN

Pasal 22

1) Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban
untuk :

a. menghormati hak pasien;

b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;

c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;

d meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

e. membuat dan memelihara rekam medis. ,

2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 269 TAHUN 2008

TENTANG REKAM MEDIS


BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1) Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada
pasien.
2) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3) Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan
yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi. Tenaga kesehatan
tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.
4) Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter atau dokter gigi.
5) Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tindakan
yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
6) Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan
hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan semua
rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan rekaman elektro
diagnostik.
7) Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

BAB II JENIS DAN ISI REKAM MEDIS

Pasal 2
1. Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik.
2. Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik
diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.

Pasal 3

1. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana pelayanan kesehatan sekurang-
kurangnya memuat :
a) identitas pasien:
b) kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan,
c) identitas pengantar pasien:
d) tanggal dan waktu:
e) hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit,
hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik,
f) diagnosis,
g) pengobatan dan/atau tindakan:
h) ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat darurat dan
rencana tindak lanjut,
i) nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan kesehatan:
j) sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana
k) pelayanan kesehatan lain: dan
l) pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.

BAB III TATA CARA PENYELENGGARAAN

Pasal 5

1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat segera dan dilengkapi
setelah pasien menerima pelayanan.
3) Pembuatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
pencatatan dan pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan
pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
4) Setiap pencatatan ke dalam rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tanda tangan
dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung.
5) Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam medis dapat
dilakukan pembetulan.
6) Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan dengan cara
pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang dibetulkan dan dibubuhi paraf dokter,
dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang bersangkutan.

BAB IV PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN KERAHASIAAN

Pasal 9

1) Rekam medis pada sarana pelayanan kesehatan non rumah sakit wajib disimpan
sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat.
2) Setelah batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui, rekam medis dapat
dimusnahkan.

Pasal 10

1) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat
pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan
tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanankesehatan.
2) Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan danriwayat
pengobatan dapat dibuka dalam hal :

a. untuk kepentingan kesehatan pasien:

b. memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan


hukum

atas perintah pengadilan:


c. permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri,

d. permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan: dan

e. untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidak

menyebutkan identitas pasien.

Permintaan rekam medis untuk tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus

dilakukan secara tertulis kepada pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 11

1) Penjelasan tentang isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
yang merawat pasien dengan izin tertulis pasien atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
2) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara tertulis
atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan perundang-
undangan.

BAB V KEPEMILIKAN, PEMANFAATAN DAN TANGGUNG JAWAB

Pasal 12

1) Berkas rekam medis milik sarana pelayanan kesehatan.


2) Isi rekam medis merupakan milik pasien.
3) Isi rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk ringkasan rekam
medis.
4) Ringkasan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diberikan, dicatat,
atau dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien
atau keluarga pasien yang berhak untuk itu.

Pasal 13

1) Pemanfaatan rekam medis dapat dipakai sebagai:

a. pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien,


b. alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin kedokteran dan kedokteran
gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi,

c. keperluan pendidikan dan penelitian,

d. dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan, dan

e. data statistik kesehatan.

2) Pemanfaatan rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang
menyebutkan identitas pasien harus mendapat persetujuan secara tertulis dari pasien atau
ahli warisnya dan harus dijaga kerahasiaannya.
3) Pemanfaatan rekam medis untuk keperluan pendidikan dan penelitian tidak diperlukan
persetujuan pasien, bila dilakukan untuk kepentingan negara.

Pasal 14

1) Pimpinan sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas hilang, rusak,


pemalsuan, dan/atau penggunaan oleh orang atau badan yang tidak berhak terhadap
rekam medis.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 28 TAHUN 2007

TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAGIAN IV KEWAJIBAN DAN HAK

Pasal 28

Dalam melaksanakan praktik kebidanannya, Bidan berkewajiban untuk:

a. menghormati hak pasien;

b. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang


dibutuhkan;
c. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat
waktu;

d. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

e. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;

f. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya yang diberikan secara
sistematis;

g. mematuhi standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional;

h. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Praktik Kebidanan termasuk


pelaporan kelahiran dan kematian;

i. pemberian surat rujukan dan surat keterangan kelahiran; dan j. meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

BAB V PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pasal 45

(1) Bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang
diberikan.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke puskesmas wilayah
tempat praktik.

(3) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dan disimpan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) dikecualikan bagi Bidan yang melaksanakan praktik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
selain Praktik Mandiri Bidan
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 21 TAHUN 2021

TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN MASA


SEBELUM HAMIL, MASA HAMIL, PERSALINAN, DAN MASA SESUDAH
MELAHIRKAN, PELAYANAN KONTRASEPSI, DAN PELAYANAN
KESEHATAN SEKSUAL

BAB V DUKUNGAN MANAJEMEN


Pasal 35 “Bagian Kesatu Pencatatan dan Pelaporan “

1) Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu Pelayanan


Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, Masa Sesudah
Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual harus
melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
2) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
berjenjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

a. pemantauan dan evaluasi;

b. kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus;

c. advokasi dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara efektif dan


efisien; dan

d. perencanaan dan penganggaran terpadu.

4) Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b meliputi:

a. pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak; dan

b. audit maternal perinatal, surveilans dan respon.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai audit maternal perinatal, surveilans, dan respon
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b diatur dengan Peraturan Menteri.

Anda mungkin juga menyukai