Anda di halaman 1dari 10

EMBOLUS

DEFINISI

Dalam tubuh manusia terdapat 3 tipe pembuluh darah yaitu arteri yang mengalirkan
oksigen dalam darah dari jantung ke seluruh tubuh, vena yang mengalirkan darah Kembali ke
jantung dan kapiler sebagai pembulu terkecil yang menghubungkan arteri dan vena sekaligus
mengatur pasokna oksigen untuk jaringan. Menurut Corwin (2001), embolus adalah suatu massa
padat, cair, atau udara inravaskuler yang mengalir di dalam aliran darah dari suatu tempat primer
ke tempat sekunder, terperangkap di pembuluh tempat sekunder tersebut, dan menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi kerusankan jaringan dan organ tubuh. Sebagian besar
emboli adalah bekuan darah (tromboemboli) yang terlepas tempat primernya (biasanya di vena-
vena tungkai dalam). Berdasarkan sumber dan lokasi terjadinya, embolus dapat terbagi dalam
emboli paru, emboli cairan ketuban, emboli lemak, emboli udara yang menghambat aliran.

Emboli paru (PE) merupakan peristiwa infark jaringan paru akibat tersumbatnya
pembuluh darah arteri pulmonalis akibat peristiwa emboli (Octaviani & Kurniawan, 2015).
Emboli paru terjadi apabila suatu embolus (biasanya berupa bekuan darah) yang terlepas dari
perlekatannya pada vea ekstremitas bawah lalu bersikulasi melalui pembuluh darah jantung
kanan sehingga akhirnya tersangkut pada arteri pumonalis uta atau pada pecabangannya. Infark
paru adalah istilah untuk menggambarkan focus nekrosis lokal yang diakibatkan oleh
penyumbatan vascular (Price & Wilson, 2006).

Emboli air ketuban merupakan kejadian yang jarang terjadi dan merupakan suatu
sindrom katastrofik yang terjadi selama kehamilan dan persalinan atau segera setelah melahirkan
(post partum). Air ketuban yang mengandung sel-sel janin dan material debris lainnya ke dalam
sirkulasi maternal yang menyebabkan kolaps kardiorespirasi. Emboli air ketuban merupakan
suatu kasus komplikasi obstetri yang tidak dapat diprediksikan dan dicegah, ditandai dengan
hipoksia peripartum akut, kolaps hemodinamik dan koagulopati (Sulistyanti & Uyun, 2020).

Emboli Lemak (FE) adalah gumpalan lemak yang terdapat pada sistem peredaran darah
dengan atau tanpa gejala klinis. Lemak yang mengemboli dinding kapiler meyebabkan kerusakan
jaringan dan menginduksi respon inflamasi sistemik dan menyebabkan gejala di paru, saraf,
kulit, retina, dan ginjal. Fat embolism syndrome (FES) merupakan manifestasi klinis emboli
lemak pada sirkulasi yang ditandai dengan tanda dan gejala spesifik (Fukumoto & Fukumoto,
2018 dalam Dharmayuda, 2020).

Emboli udara vena adalah kondisi dimana udara atau gas medis terjebak ke dalam
sistem vena yang menyebabkan gejala dan tanda-tanda obstruksi pembuluh darah paru. Venous
air embolism (VAE) adalah peristiwa Emboli yang paling umum terjadi selama seksio sesarea
dengan perkiraan insiden antara 40–97% (Bisri, D. Y., & Bisri, T. 2022)

ETIOLOGI

Embolus biasanya terperangkap di jaringan kapiler pertama yang ditemuinya. Dimana,


embolus yang berasal dari vena-vena tungkai ngalir dalam sistem vena ke vena kava dan sisi
kanan jantung sini, embolus masuk ke arteri dan arteriol paru, bertemu dengan kapiler paru dan
terperangkap. Embolus arteri biasanya terbentuk di jantung, baik dari trombus yang lepas atau
akibat infark miokardium (serangan jantung) yang menyebabkan aliran darah yang melintasi
jantung melambat dan meningkatkan risiko pembentukan bekuan. Embolus dari jantung dapat
terperangkap di setiap organ di bagian hilir, termasuk otak, dan ekstremitas bawah (Corwin,
2001).

Emboli paru dapat timbul dikarenakan adanya thrombosis vena dimana faktor utama
yang menimbulkan thrombosis tersebut karena statis vena atau melambatnya aliran darah, luka
dan peradangan pada dinding vena dan hiperkoagulabilitas. Hal ini beresiko bertambah besar
pada kehamilan, penggunaan obat kontrasepsis oral, obesitas, gagal jantung, vena varikosa,
infeksi abdomen, kanker, anemia sel sabit dan seiap keadaan inaktif yang berlangsung lama
seperti naik pesawat terbang, kereta api atau bus (buku perpus tiwi). Menurut American Heart
Association dalam Octaviani & Kurniawan (2015), terdapat beberapa faktor predisposisi yang
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya emboli paru (tabel 1).
Tablel 1. Faktor Predisposisi terjadinya emboli paru
Faktor resiko kuat Faktor resiko rendah Faktor resiko lemah
Fraktur (terutama pada Gagal jantung atau napas Tirah baring lebih dari 3 hari
panggul kronik Terapi hormon Usia lanjut
atau tungkai bawah) Keganasan (kanker) Operasi laparoskopik
Penggantian panggul atau Stroke paralitik Obesitas
lutut Pemakaian pil KB, terapih
Operasi umum besar sulih hormon Keadaan antepartum
Trauma besar Keadaan postpartum Varises
Cedera pada saraf tulang Riwayat emboli paru
belakang Thrombofilia
Usia geriatri

Pada Jenis emboli air ketuban, emboli dapat terjadi jika air ketuban masuk melalui
pembuluh darah yang terbuka kedalam sirkulasi maternal. Ada tiga faktor utama yang
menyebabkan masuknya air ketuban kedalam sirkulasi ibu adalah robekan amnion dan korion,
terbukanya vena ibu baik melalui vena-vena endoserviks, sinus venosus subplasenta atau akibat
laserasi segmen bawah rahim, dan tekanan yang mendesak masuknya air ketuban kedalam
sirkulasi ibu seperti pada keadaan plasenta akreta, setelah tindakan bedah sesar, ruptur uteri atau
melalui robekan vena-vena di daerah endoserviks. Pada kondisi kontraksi uterus sangat efektif
membuat pembuluh darah sangat mengecil, kemudian saat ketuban pecah dan terdapat tekanan,
maka emboli cairan ketuban masuk. Sebagian besar kasus emboli air ketuban terjadi selama
persalinan (80%), namun dapat pula terjadi sebelum persalinan (20%) atau setelah kelahiran
bayi. Beberapa keadaan yang dianggap memiliki resiko tinggi untuk terjadinya emboli air
ketuban adalah usia hamil yang tua (>35 tahun), multiparitas, adanya mukoneum, laserasi
serviks, kematian janin dalam kandungan, pengeluaran bayi yang terlalu cepat, placenta akreta,
polihidramnion, ruptur uteri, khorioamnionitis, amniosintesis, operasi sesar, eklamsi, gawat
janin, makrosomia, induksi persalinan, kehamilan ganda, placenta, previa, solutio placenta, alat-
alat persalinan pervaginam dan trauma abdomen (Sulistyanti & Uyun, 2020).
Emboli lemak cukup umum terjadi pada lebih dari 90% pada pasien patah tulang.
Emboli lemak timbul karena terganggunya sel lemak pada tulang yang mengalami fraktur
sehingga percikan lemak (fat globules) banyak dilepaskan dan memasuki sirkulasi melalui
robekan pembuluh darah medula. Teori lain mengungkapkan bahwa adanya perubahan
metabolisme asam lemak mencetuskan terbentuknya agregasi sirkulasi asam lemak bebas yang
selanjutnya berkembang menjadi emboli lemak. Pasien dengan kondisi bawaan, seperti
Duchenne muacular dystrophy, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk efek FES pada kasus
trauma.
Emboli udara vena dapat terjadi selama seksio sesarea atau persalinan pervaginam, dan
juga telah dilaporkan akibat dari insuflasi udara yang kuat melalui vagina selama seks oral pada
kehamilan. Faktor risiko untuk VAE ada pada setiap persalinan, termasuk sumber gas (umumnya
udara kamar), vena terbuka atau sinusoid (tempat implantasi plasenta), dan gradien tekanan
karena dilakukan eksteriorisasi uterus. VAE terjadi antara awal sayatan uterus sampai penutupan
sayatan uterus. Akan tetapi, juga dapat terjadi saat rahim dikembalikan ke rongga perut. Gejala
VAE termasuk nyeri dada, dyspnea, kegelisahan dan kekhawatiran. Tanda-tanda klinis termasuk
takikpnea, takikardia, sianosis, dan wheel mill murmur, kolaps kardiorespiratori akut, terutama
pada pasien yang menjalani anestesi umum, penurunan saturasi oksigen perifer.

PENGARUH PADA KEHAMILAN BERSALIN DAN NIFAS

Emboli merupakan segala sesuatu yang masuk ke sirkulasi yang dapat menyebabkan
sumbatan pada aliran darah di organ tertentu. Oksigen yang dibawa oleh darah dipompa
keseluruh tubuh melalui arteri dimana arteri mempunyai cabang-cabang yang akhirnya semakin
kecil secara bertahap. Jika embolus melewati arteri maka dia akan mencapai bagian yang
terdalam/ terkecil sehingga menyumbat aliran darah pada organ tempat embolus berada dan
menyebabkan organ tersebut akhirnya menjadi nekrosis akibat kekurangan oksigen.

Pada pasien dengan emboli paru, tanda dan gejalanya sangat bervariasi bergantung
pada besar bekuan. Pada pasien hamil bersalin dan nifas, gambaran klinis dapat berkisar dari
keadaan tanpa tanda sama sekali sampai kematian mendadak pada ibu hamil sekaligus janin
akibat embolus pelana yang massif pada percabangan arteria pulmonalis utama yang
mengakibatkan sumbatan pada seluruh aliran darah ventrikel kanan. Pasien yang mempunyai
tanda-tanda tromboflebitis pada vena tungkai, menunjukkan sindrom klasik PE ukuran sedang
berupa awitan mendadak dispnea yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, takipnea, takikardia
dan gelisah. Nyeri pleuritik, suara gesekan pleura, hemoptisis dan demam jarang ditemukan
kecuali bila telah terjadi infark, PE masif dapat mengakibatkan keadaan seperti syok yang
mendadak, disertai takikardia, hipotensi, sianosis, stupor, atau sinkop. Kematian biasanya terjadi
dalam waktu beberapa menit. Akan tetapi, seringkali gejala PE tidak jelas, misalnya demam yang
tidak dapat dijelaskan penyebabnya, atau memburuknya gangguan jantung atau kardiopulmonal
yang sudah ada sebelumnya. Gejala-gejala yang tidak jelas ini seringkali dihubungkan dengan
emboli yang kecil, banyak dan rekuren. Keadaan ini seringkali lidak diketahui sampai terjadi
hipertrofi dan gagal ventrikel kanan yang mengarahkan perhatian pada penyakit vaskular paru
(Price & Wilson, 2006).

Dalam kehamilan, emboli air ketuban merupakan salah satu jenis emboli yang bisa
terjadi. Manifestasi klinik emboli air ketuban yang klasik adalah dyspnea, kegagalan respiratorik
dan hipotensi yang diikuti dengan kolaps kardiovaskuler, disseminated intravascular
coagulation (DIC) dan kematian. Respon terhadap emboli air ketuban itu ada 2 fase, yaitu
(Sulistyanti & Uyun, 2020):
- Fase 1: cairan ketuban dan sel-sel janin masuk ke dalam sirkulasi maternal menyebabkan
dilepasnya mediator-mediator biokimia yang mengakibatkan vasospasme arteri pulmonal
yang diikuti dengan hipertensi pulmonal. Hal ini menyebabkan tekanan di ventrikel
kanan meningkat dan terjadi disfungsi ventrikel kanan, kemudian akan menyebabkan
hipoksemia dan hipotensi, selanjutnya akan mengakibatkan kerusakan otot jantung dan
pembuluh darah paru.
- Fase 2: timbul pada pasien yang mampu bertahan dari fase awal. Di fase ini akan timbul
gagal jantung kiri dan udem paru. Mediator-mediator biokimia juga akan merangsang
terjadinya DIC yang akan menyebabkan perdarahan masif dan atonia uteri.
Adanya emboli air ketuban membawa beberapa perubahan yang terjadi pada hemodinamik,
sistem pulmonal dan sistem koagulasi. Pada system hemodinamik, cairan ketuban dan sel-sel
janin menyebabkan peningkatan tahanan sistemik dan pulmonal sehingga terjadi hipertensi
pulmonal akut. Pasien yang mampu bertahan pada tahap ini akan mengalami gagal jantung kiri
dan udem paru, depresi jantung, penurunan cardiac output, hipertensi pulmonal dan DIC. Pada
pulmonal, Vasospasme pulmonal dan disfungsi ventrikel menyebabkan hipoksemia akut dan
berat, yang dapat menyebabkan gangguan neurologis yang permanen. Pada pasien yang mampu
bertahan, primary lung injury sering berkembang menjadi acute respiratory distress syndrome
(ARDS).
Pada emboli lemak terdapat beberapa teori. Teori mekanik menjelaskan bahwa kekuatan
mekanis dari luar seperti cedera traumatis atau operasi invasive menyebabkan FES dari sumsum
tulang atau jaringan adiposa memasuki sirkulasi vena kemudian dapat memasuki sistem
pernafasan dan menumpuk pada tepi kapiler pulmonal paru-paru, menyebabkan distress
pernafasan dari pendarahan intrerstitial. Teori biokemikal menduga bahwa hilangnya lemak dari
sumsum tulang pada fraktur tulang panjang melalui lipolisis, membentuk gliserol dan racun asam
lemak bebas, menyebabkan edema pulmonal dan pendarahan. Secara khusus, di paru-paru,
kerusakan karna pelepasan asam lemak bebas langsung menyerang sel edotelial pulmonal,
menyebabkan pembengkakan alveolar dan kemungkinan pendarahan.
Emboli udara vena adalah kejadian umum selama seksio sesarea. Sebagian besar emboli
udara terjadi dengan volume udara yang kecil, akan tetapi, volume yang lebih besar dari 200
hingga 300 mL, atau 3 hingga 5 mL/kg, mungkin mematikan. Namun konsekuensi serius dari
VAE relatif jarang, mungkin hanya 1% dari semua kematian ibu. Risiko lain untuk VAE
termasuk perdarahan dan anestesi umum keduanya sering dikaitkan dengan peningkatan gradien
sekunder akibat hipovolemia yang nyata atau relatif. Faktor risiko VAE selama seksio sesarea
adalah sebagai berikut:
1. operasi dalam posisi trendelenburg
2. abruptio plasenta
3. plasenta previa
4. eksteriorisasi rahim
5. ekstraksi plasenta secara manual
6. preeklampsia berat
7. perdarahan antepartum
8. hipovolemia

PENATALAKSANAAN

a. Emboli paru

Menurut Jurnal Octaviani & Kurniawan (2015), pada kasus emboli paru, manajemen yang
dilakukan adalah bantuan respiratori dan hemodinamik, trombolisis, embolektomi, antikoagulasi.
Terapi trombolitik dapat membuka sumbatan tromboemboli dan memberikan efek positif pada
parameter hemodinamik. Beberapa agen trombolisis yang telah diterima sebagai regimen yang
cocok diberikan pada emboli paru adalah:
1. Streptokinase: 250.000 unit dalam 30 menit, diikuti dengan 100.000 unit/jam selama 12-
24 jam.
2. Urokinase: 4.400 unit dalam 10 menit, diikuti dengan 4.400 unit/kg/jam selama 12-24
jam.
3. Recombinant tissue plasminogen activator (rtPA): 100 mg dalam 2 jam atau 0.6 mg/kg
dalam 15 menit. Dosis maksimal pemberian rtPA adalah 50 mg.
Selain itu dapat dilakukan tindakan embolektomi dapat dilakukan apabila terapi trombolisis tidak
dapat dilakukan atau gagal. Antikoagulan juga memiliki peran penting dalam manajemen emboli
paru mencegah terjadinya rekurensi emboli paru dengan komplikasi perdarahan yang masih
dapat ditangani. Beberapa antikoagulan yang memiliki onset cepat adalah unfractioned heparin,
low-molecular-weight heparin (LMWH) heparin, atau fondaparinux subkutaneus. Tatalaksana
jangka panjang dan profilaksis bagi pasien penderita emboli paru adalah dengan pemberian
vitamin K antagonis selama setidaknya 3 bulan
Emboli paru pada akhir kehamilan harus diterapi dengan oksigen (untuk mencapai
saturasi oksigen lebih dari 95 %) dan heparin iv harus diberikan pada pusat kesehatan yang
memeiliki neonatal intensive care unit dan cardiothoracic unit pada pasien resiko tinggi. Selama
pasien menjalani persalinan spontan heparin harus dihentikan (jika diperlukan dapat diberikan
protamine). Operasi sectio seharusnya tidak dilakukan pada pasien dengan antikoagulan dan
dapat menyebabkan perdarahan yang tidak dapat dikontrol dan kematian pada ibu. Penanganan
pasien hamil yang mengalami emboli paru masif sangat kompleks dan memerlukan kerjasama
antara obstetric, intensivist, ahli bedah thorax, anastesi dan radiologi intervensi (Airlangga,
2017).
b. Emboli cairan ketuban
Penatalaksanaan emboli air ketuban bersifat non spesifik dan suportif, diikuti dengan
prinsip-prinsip basic life support dan advanced life support, dengan fokus utama yaitu stabilisasi
kardiopulmonal maternal secara cepat. Pada umumnya pasien membutuhkan perawatan di ruang
intensif (ICU) setelah dilakukan stabilisasi dengan meningkatkan oksigenasi, memperbaiki
sirkulasi, dan memperbaiki koagulopati. Jika keadaan klinis memungkinkan, bisa dipasang
arterial line dan kateter arteri pulmonal untuk memandu dalam pemberian terapi. Jika henti
jantung terjadi sebelum persalinan sedangkan resusitasi tidak segera berhasil janin akan segera
dilahirkan dalam beberapa menit dengan operasi sesar perimortem (Sulistyanti & Uyun, 2020).

Adapun terapi suportif yang dilakukan pada emboli air ketuban adalah sebagai berikut:

- Terapi hipoksia dengan oksigen 100%


- Terapi hipotensi dengan resusitasi cairan isotonis dan vasopresor
- Untuk meningkatkan cardiac output dan mempertahankan tekanan darah, obat-obat
vasopresor seperti dopamin, dobutamin, milrinon, epinefrin, norepinefrin dan efedrin
dapat diberikan. Untuk pasien dengan hipertensi pulmonal berat dapat diberikan nitric
oxide, sebagai selektif vasodilator pulmonal, prostasiklin dan sildenafil
- Terapi memperbaiki kontraktilitas ventrikel kiri dengan cairan dan inotropik
- Terapi DIC dan koagulopati dengan FFP, cryoprecipitate, fibrinogen dan factor
replacement
- Terapi perdarahan dengan tranfusi PRC dan trombositopeni dengan trombosit
- Pengamatan DJJ harus dikerjakan bila janin belum dilahirkan dan viable

Adapun terapi terbaru untuk penanganan emboli air ketuban yaitu dengan
- Intra-aotic balloon counterpulsation
- Extracorporeal membrane oxygenation
- Cardiopulmonary bypass, Plasma exchange transfusions
- Uterine artery embolization, Continuous hemofiltration
- Cell-salvage combined with blood filtration
- Serum protease inhibitors, Inhaled nitric oxide
- Inhaled prostacyclin, Aplication sildenafilA
- plication sildenafil
c. Emboli lemak
Pengobatan serta pencegahan FES berfokus pada kegagalan sistem organ. Oksigen
harus diberikan lebih awal dengan sungkup, dan insufiensi paru yang berat bisa dinilai dari
analisa gas darah. Fulminan FES dengan kegagalan kardiovaskular bisa tangani dengan
extracorporeal membrane oxygenation. Penggunaan heparin lebih awal didasarkan pada
kemampuannya untuk menstimulasi sirkulasi lipoprotein lipase, menyebabkan penghancuran
emboli lamak netral namun belum diterima sepenuhnya karena terjadi komplikasi
perdarahan. Sampai saat ini kebanyakan ahli bedah ortopedik setuju bahwa FES dihindari
dengan minimalisasi luasnya hipertensi intramedullar ketika menyiapkan kanal femur selama
cementing alat prostetik dan selama nailing intramedulla (Fauzani dkk, 2015)
d. Emboli udara
Berbagai cara dapat dilakukan untuk menghindari VAE. Salah satunya adalah
memperhatikan posisi. Ahli anestesi harus menyadari bahwa operasi dengan posisi head-up
menempatkan pasien pada risiko VAE. Hal ini dapat terjadi selama prosedur kraniotomi atau
tulang belakang. Posisi tradisional left lateral tilt 15° selama seksio sesarea menciptakan gradien
antara sisi kanan jantung, yang berada pada tingkat yang lebih rendah dari rahim, sehingga
mendorong terjadinya emboli udara. Sehingga para ahli mempelajari posisi perpindahan pasien
untuk meminimalisir. Posisi Trendelendburg menjauhkan gelembung udara ventrikel kiri dari
ostia arteri koroner (yang berada di dekat katup aorta) sehingga gelembung udara tidak masuk
dan menyumbat arteri koroner (yang akan menyebabkan serangan jantung). Selain itu pemberian
oksigen persentase tinggi direkomendasikan untuk emboli udara vena dan arteri. Ini
dimaksudkan untuk melawan iskemia dan mempercepat pengurangan ukuran gelembung. Terapi
hiperbarik dengan oksigen 100% direkomendasikan untuk pasien dengan gambaran klinis emboli
udara arteri, karena mempercepat pembuangan nitrogen dari gelembung melalui larutan dan
meningkatkan oksigenasi jaringan.

DAFTAR PUSTAKA

Airlangga, M. P. (2017). Diagnosis Dan Tatalaksana Tromboemboli Pada Kehamilan. Qanun


Medika, 1(2), 151-160.

Bisri, D. Y., & Bisri, T. (2022). Emboli Udara Vena saat Seksio Sesarea. Jurnal Anestesi
Obstetri Indonesia, 5(2), 115-26.
Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Dharmayuda, A., Kesuma, A. A. N. R., & Laksana, K. M. (2020). Sindroma emboli lemak pada
kasus trauma orthopedi: sebuah tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis, 11(3), 1005-1008.
Fauzani Achmad, dkk (2015). Sindrom Emboli Lemak (Fat Embolism Syndrome): sebuah
tinjauan pustaka. JURNAL KOMPLIKASI ANESTESI VOLUME 2
Octaviani, F., & Kurniawan, A. (2015). Emboli Paru. 4(8), 313-322.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit (Edisi
6 ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG.

Suciari, N. M. E. TATA LAKSANA ANESTESIA DAN REANIMASI PADA


REPOSISI/OPERASI DISLOKASI DAN PATAH TULANG TUNGKAI.
Sulistyanti, D., & Uyun, Y. (2020). Diagnosis dan Tatalaksana Emboli Air Ketuban. Jurnal
Anestesi Obstetri Indonesia, 3(2), 119-128.

Anda mungkin juga menyukai