Pembimbing :
dr. H. M. Haidir, Sp.OG
Disusun Oleh :
Luthfi Ihsanul Karim
21360030
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan referat yang
berjudul “Emboli Air Ketuban”. Referat ini Disusun Sebagai Tugas Mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Ilmu Obgyn di Rumah Sakit Umum Haji
Medan Sumatera Utara.
Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar
di SMF Ilmu Obgyn, khususnya dr. H. M. Haidir, Sp.OG atas bimbingannya
selama berlangsungnya pendidikan di bagian Ilmu Obgyn, sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas ini. Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk memperbaiki referat ini dan untuk melatih kemampuan menulis makalah
untuk selanjutnya.
Demikian yang dapat saya sampaikan, mudah-mudahan referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh
pendidikan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Amniotic fluid embolism atau emboli air ketuban merupakan salah satu
masalah pada masa kehamilan dan merupakan faktor yang dapat mengakibatkan
angka kematian ibu dan menyumbang angka kematian 5-15% untuk negara barat.
Khusus negara berkembang kasus untuk emboli air ketuban merupakan kematian
ketiga dinegara berkembang.2
Tatalaksana dari emboli itu sendiri dapat dilakukan kontrol rutin kehamilan,
memcahkan ketuban saat akhir his untuk mengurangi tekanan. Dan dapat
diberikan infus 2 jalur untuk mengurangi syok terhadap ibu yang mengalami
emboli.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Emboli air ketuban (EAK) adalah darurat obstetri langka di mana ia
menduga bahwa cairan ketuban, sel-sel janin, rambut, atau sampah lainnya
memasukisirkulasi ibu, menyebabkan runtuhnya kardiorespirasi.
Emboli air ketuban (EAK) atau amniotic fluid embolism (AFE) atau
anaphylactoid syndrome of pregnancy adalah salah satu komplikasi kehamilan
yang paling membahayakan, dimana dipostulasikan bahwa cairan amnion, sel
janin, rambut, atau debris lainnya masuk ke dalam sirkulasi pulmoner maternal,
menyebabkan kolaps kardiovaskular.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Khusus pada ibu hamil, emboli air ketuban menyumbang angka 5-15%
angka kematian ibu di negara barat atau sekita 6 hingga 7 kematian dari 100.000
kehamilan. Emboli air ketuban adalah komplikasi yang jarang terjadi pada
persalinan tetapi kejadiannya tidak dapat diduga, tidak dapat dihindari, sangat
berbahaya, dan sulit untuk diobati dengan baik. Perisiwa ini dikemukakan pertama
kali oleh Meyer ( 1927 ). Kejadiannya satu diantara 80.000 dan 800.000
persalinan.7,9,10
Rasio mortalitas maternal yang terkait dengan EAK berkisar dari 0,5-1,7
kematian per 100.000 kelahiran hidup atau persalinan (0,5 di Swedia dan Inggris,
0,7 di Kanada, 1,5 di Australia, dan 1,0-1,7 di Amerika Serikat). Di negara
berkembang, laporan rasio mortalitas maternal antara 1,8-5,9 per 100.000
persalinan.
Complication of pregnancy
Maternal risk factor Neonatal risk factor that have been linked to air
fluid embolism
Usia Intrauterinfetal Plsenta previa
Preeklamsi/eklamisa demise Operative delivery
Trauma Fetal distress Recent amniocentesis
Diabetes melitus Makrosomia Meconiom-stained
Induction labor
Ruptur amniotic membran
Ruptur uterin
Cervical laserasi
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosis maupun gejala klinis pada emboli secara umum sama, untuk ibu
hamil kejadian emboli air ketuban dipertimbangkan jika wanita hamil tiba-tiba
dengan gangguan pernafasan , perdarahan dan syok. Untuk mendiagnosis
seseorang emboli dengan ketuban belum ada metode yang handal. Sejauh ini
hanya dengan memriksa kadar oksigen yang masuk didalam darah dan
elektrokardiogram yang menunjukan takikardi dan saturasi oksigen yang
menurun didalam darah. Banyak pasien datang dengan masalah jantung ataupun
respiratory failure, ada juga pasien dengan perdarahan.12
Tidak ada tes laboratorium khusus untuk mengkonfirmasi emboli air
ketuban, namun beberapa tes mendukung diagnosa dengan mencakup gas darah
arteri untuk menentukan kecukupan ventilasi dan derajat hipoksemia.
Pemeriksaan sampel darah dengan memeriksa Sialyl Tn (STN) dapat dilakukan,
tingkat serum STN yang tinggi ditemukan pada pasien emboli air ketuban,
dilaporkan tingkat serum yang tinggi dikasus emboli air ketuban berkisar 110,8 +-
48,1 U/mL dimana nilai acuan untuk uji STN ini adalah 17,3 +- 2,6 U/mL. Baru-
baru ini juga menunjukan bahwa antibodi monoklomal THK-2 dapat menjadi
penanda patologis spesifik untuk emboli air ketuban namun masih terus dlam
proses penelitian.12
Ketika berhubungan dengan gejala klinis, alat diagnosis lainnya yang dapat
mendukung terjadinya emboli air ketuban dengan echocardiography yang
menunjukan hiperteni pulmonar berat dan ventrikel kanan berdilatasi. Pada ibu
dengan emboli air ketuban, 24% sampai 93% terdapat edema paru yang
menimbulkan gangguan nafas dan pada hasil rontgen didapatkan infiltrat nodular
dan efusi pleura.12,13
Temuan postmortem dapat membantu diagnosis klinis emboli air ketuban.
Dalam postm ortem pathology didapatkan bukti histopatologi sel janin / cairan
ketuban dari sedotan kateter arteri paru dianggap patognomik dari emboli air
ketuban. Namun dengan hanya ditemukannya sel skuamosa janin di paru belum
tentu didagnosis untuk emboli tersebut. Presentasi klinis kombinasi dengan sering
kambuhnya kolaps kardiovaskular ibu sangat penting untuk mendiagnosis emboli
air ketuban. Dalam emboli air ketuban ketika paru diotopsi ditemukan edema
dengan fokus ateletaksis dan hiperinflasi.13
2.7 PENATALAKSANAAN
Resusitasi awal dan cepat sangat penting untuk kelansungan hidup untuk ibu
dengan emboli air ketuban. Dalam laporan terbaru dari CEMACH, perawatan
standar telah dianggap berkontribosi positif sebesar 41% dari kematian ibu yang
disebabkan emboli air ketuban, ini menunjukan bahwa progresifitas emboli air
ketuban sangat cepat. Pada sebagian besar kegagalan dikarenakan terlambatnya
resusitasi pada kasus ini.11
Dalam hal kardiopulmonar tindakan Cardiopulmonary Resusitation (CPR)
harus segera diberikan. Ada 3 pertimbangan melakukan CPR pada wanita hamil:
1) Resusitasi harus dengan kemiringan lateral ke kiri untuk mengurangi
dampak dari kompresi aortokaval dibalik vena.
2) Karena konsumsi oksigen ibu meningkat maka perlu dilakukan intubasi
awal untuk mengamankan jalan nafas.
3) Jika tidak ada respon setelah CPR setelah 4 menit dan diketahui usia
kehamilan lebih dari 20 minggu maka harus dilakukan perimortem caesar.
Hal ini akan meningkatkan upaya resusitasi dengan menghapus kompresi
aortokaval dan juga akan berpotensi meningkatkan efikasi kompresi
dada.11
Resusitasi harus mengikuti pendekatan ABC dengan tujuan
mempretahankan oksigenasi ibu. Koagulopati harus diantisipasi dan diperbaiki
dengan produk darah yang sesuai. Jika bayi belum lahir harus ditangani secepat
mungkin untuk pemantauan obat ibu. Pasien harus diintubasi dan pemberian
oksigen yang tinggi. Perkembangan paru non-kardiogenik harus menggunakan
strategi ventilasi yang kompleks. Jika gangguan alveolar parah, pertimbangan
strategi pertukaran gas non-paru (Extra Corporeal Membrane Oxigenation
(ECMO)) harus dipertimbangkan.11
Perubahan hemodinamik dapat sering terjadi dan harus dipantau tekanan
vena sentral dan berpotensi untuk melakukan pemasangan kateter arteri
pulmonaris diiringi dengan echocardiography untuk memantau cairan dan
vasopressor. Perdarahan harus juga diantisipasi , jika perdarahan postpartum
terjadi, penyebab perdarahan yang lainnya juga harus difikirkan. Keberhasilan
penggunaan rekombinan faktor VII telah dilaporkan dan perdarahan tidak
responsif. Modalitas terapi lain yang telah berhasil terkait emboli air ketuban
meliputi bypass cardiopulmonary dan ECMO.10
2.8 PROGNOSIS
Pasien dengan emboli air ketuban memiliki prognosis yang sangat buruk
dikarenakan tidak dapat diprediksi maupun dicegah. Hal ini membuat emboli air
ketuban paling ditakuti dan mematikan. Prognosis mortalitas dapat dicegah
dengan resusitasi yang cepat.
2.9 MEDIKOLEGAL
Indonesia merupakan negara hukum, dimana setiap tindakan diawasi oleh
hukum. Dalam hal masalah reproduksi khususnya reproduksi wanita yang
berhubungan dengan kehamilan hingga kelahiran tercantum dalam Peraturan
Pemerintah nomor 61 tahun 2014. Dalam peraturan tersebut dikatakan bahwa ibu
berhak atas persalinan yang aman dan bermutu yang meliputi pencegahan infeksi,
pemantauan dan deteksi dini adanya faktor resiko dan penyulit, pertolongan
persalinan yang sesuai standar.14
Dijelaskan bahwa emboli air ketuban dapat terjadi karena beberapa hal
termasuk pasca persalinan perabdominal yang tinggi. Kejadian emboli air ketuban
harus dapat dicegah sedini mungkn dengan memperhatikan prosedur presalinan
perabdominal yang sesuai agar resiko emboli air ketuban dapat dicegah.
BAB III
KESIMPULAN
1. Emboli merupakan penyumbatan mendadak suatu arteri oleh bekuan darah
atau benda asing yang terbawa oleh aliran darah.
2. Penyebab dari emboli air ketuban masih dalam tahap penelitian yang lebih
lanjut, sejauh ini teori yang masih digunakan tentang terjadinya emboli air
ketuban adalah masuknya elemen air ketuban seperti lanugo, rambut dan
mekonium yang masuk keperedaran darah dan membuat sumbatan sehingga
mengurangi suplai darah.
3. Gejala dari emboli air ketuban meliputi gangguan nafas, koagulopati dan
masalah neurologis
4. Pemeriksaan untuk mendiagnosis emboli air ketuban dapat dilakukan Sialyl
Tn (STN) dengan nilai positif emboli berkisar 110,8 +- 48,1 U/mL.
5. Temuan postmortem dapat membantu diagnosis klinis emboli air ketuban
dengan ditemukan sel janin dalam paru ibu.
6. Pada kasus emboli air ketuban cardiopulmonary resusitation (CPR) dengan
ceoat harus dilakukan untuk mencegah kematian ibu.
7. Sejauh ini metode yang dinilai mampu menyelamatkan ibu dari emboli air
ketuban adalah bypass cardiopulmonaryi dan Extra Corporeal Membrane
Oxygenation (ECMO)
8. Perlunya tindakan yang profesional dalam menangani persalinan agar
menghindari terjadinya emboli air ketuban.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland. 2007. Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC
3. Kramer MS, Rouleau J, Baskett TF, Joseph KS, Maternal Health Study
Group of the Canadian Perinatal Surveillance System: Amniotic-fluid
embolism and medical induction of labour: A retrospective, population-based
cohort study. Lancet 2006; 368:1444 – 8
11. Laura SD, Dean,MD., Raford: Case scenario: Amniotic fluid embolism.
Anesthesiology 2012; 116:186-92