Anda di halaman 1dari 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.

1 Definisi Emboli cairan amnion adalah masuknya cairan amnion dengan tidak sengaja ke dalam aliran darah ibu di bawah tekanan kontraksi uterus. Cairan amnion mengandung verniks janin, lanugo, mekomnium, dan lendir masuk ke dalam sinus darah maternal melalui kelainan pada [erlkatan plasenta. Bahan-bahan dari zat sisa janin ini menjadi emboli dalam sirkulasi umum ibu, menyebabkan distress pernafasan akut, kolaps sirkulasi, perdarahan, dan jantung paru karena emboli menyumbat pembuluh paru-parunya. Partikel tersebut menstimulasi koagulasi abnormal, merangsang siddeminated intravaskular koagulasi. Angka kejadian tersebut sangat tinggi. Emboli cairan amnion merupakan sindrom di mana setelah sejumlah besar cairan amnion memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut dan syok. 25 % wanita yang mnderita keadaan ini meninggal dunia dalam waktu 1 jam. Emboli cairan amnion jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak terdiagnosis, diagnosis yang dibuat adalah syok obsetrik, perdarahan postpartum atau edema pulmoner akut. Emboli cairan amnion ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari hasil pemeriksaan postmortem. Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya oleh Steiner dan Lusbaugh. Mereka memperlihatkan bahwa masuknya cairan amnion dalam jumlah yang cukup banyak secara mendadak ke dalam sirkulasi darah maternal akan membawa kematian (fatal). Emboli cairan amnion merupakan komplikasi yang serius (angka kematian > 80%) tetapi jarang terjadi (1:50.000 kelahiran) pada persalinan dan periode pascapartum; komplikasi akibat masuknya cairan amnion ke dalam sirkulasi darah maternal. Gambaran klinisnya meliputi sel-sel skuamosa janin, musin, lanugo dan lemak verniks kaseosa di dalam mikrosirkulasi pulmoner maternal. Sindrom ini ditandai oleh dispnea hebat yang mendadak, sianosis dan syok hipotensif dengan diikuti serangan kejang dan koma. Edema paru, kerusakan alveoli yang difus dan koagulasi intravaskuler diseminata terjadi karna pelepasan substansi yang toksik yang toksik (asam lemak) serta trombogenik ke dalam cairan amnion. 2.2 Etiologi Faktro predisposisi dari emboli cairan amnion bisa disebabkan faktor dari ibu maupun dari janin itu sendiri. Faktor-faktor tersebut meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Multiparitas Usia lebih dari 30 tahun Janin besar Kematian janin intrauterin Mekonium dalam cairan amnion Kelahiran dengan operasi

7. Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol 8. Rupture uteri 9. Polihydramnion 10. Laserasi serviks yang luas 11. Solusio plasenta/plasenta previa 12. Eklamsia 2.3 Manifestasi Klinis Menurut morgan, manifestasi klinis yang terjadi pada emboli cairan amnion ini meliputi : 1. 2. 3. 4. Distress pernafasan (51%) Hipotensi (27%) Abnormalitas koagulopati (12%) Kejang (10%)

Sedangkan menurut Analisis Clarkes National Registry (1995) manifestasi klinis yang terjadi sebelum persalinan meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. Kejang (30%) Dyspnea (27%) Bradikardi fetal (17%) Hipotensi (13%) Koagulopati yang mengakibatkan perdarahan post partum (54%)

2.4 Patofisiologi Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah. Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis. Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation

Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal. Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi intravaskuler. 2.5 WOC Terlampir 2.6 Pemeriksaan Diagnostik 1. Electrocardiogram dan pulse oximeter Tanda klinik pertama sering terlihat pada ECG dan pulse oximeter. ECG menunjukkan takikardia dengan perubahan gelombang ST-T. Pulse oximeter menunjukkan penurunan saturasi oksigen tiba-tiba. 2. Pemeriksaan Laboratorium Analisa gas darah untuk menentukan ventilasi adekuat atau tidak dan derajat hipoksemia. 3. Foto rontgen thorax Menunjukkan pembesaran atrium dan ventrikel kanan, serta oedem pulmonum (24%93%). 4. CVP (Central Venous Pressure) Pada awalnya CVP meningkat disebabkan hipertensi pulmonal, kemudian pada akhirnya mengalami penurunan karena perdarahan yang hebat. 5. Penilaian faktor pembekuan darah Normalnya pada wanita hamil akan terjadi peningkatan dari factor pembekuan darah. Di mana pada AFE akan terjadi peningkatan angka kejadian DIC disertai kegagalan pembekuan darah, penurunan hitung trombosit, penurunan kadar fibrinogen, pemanjangan protrombin time. Pemeriksaan untuk mengevaluasi terjadinya DIC adalah kadar AT-III, fibrinopeptide A, D-dimer, prothrombin fragment 1.2 (PF 1.2), thrombin precursor protein, dan trombosit. 2.7 Penatalaksanaan 1. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ). 2. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia & perdarahan. 3. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia uteri. 4. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas. 5. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat proses perbekuan. 6. Amniofilin ( 250 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme. 7. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di berikan perlahan lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah sistolik kira kira 100 mmHg.

8. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat. 9. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan menghambat proses pembekuan. 10. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan. 11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian trombosit. 12. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin / fibrinogen. 13. Darah segar diberikan untuk memerangi kekurangan darah; perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan pembebanan berlebihan dalam sirkulasi darah. 14. Digitalis berhasiat jika terdapat kegagalan jantung. 2.8 Diagnosis Banding

Gambar 2.2 Diagnosis Banding Emboli Cairan Amnion 2.9 Algoritma Terlampir 2.10 Komplikasi 1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan payah jantung kanan. 2. Ganguan pembekuan darah. 2.11 Prognosis

Sekalipun mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali. Mortalitas fetal tinggi dan 50% kematian terjadi in utero. 2.9 Algoritma

Referensi Hamilton, Persis alih bahasa : Asih. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC Oxorn, Harry, Forte alih bahasa : Hakimi. 2010. Ilmu Kebidanan : Patologi dan fisiologi Persalinan. Yogyakarta : Andi Offset Perozzi, Katherine J., Englert, Nadine C. 2004. Amniotic Fluid Embolism An Obstetric Emergency. Aacnjournals. http://ccn.aacnjournals.org/cgi/reprint/24/4/54.pdf. Diambil tanggal 13 Maret 2014 Richart, Mischell alih bahasa : Hartono, Andry. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbins & Cotran. Jakarta : EGC Toy, Harun. 2009. Amniotic Fluid Embolism. European Journal of General Medicine. http://www.ejgm.org/files/EJGM-54.pdf. Diambil tanggal 13 Maret 2014-03-14 Taber, Ben-Zion alih bahasa : Supriyadi, Teddy, Gunawan. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obsetri dan Ginkologi. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai