Anda di halaman 1dari 29

EDEMA PADA KEHAMILAN

O LE H :

F a t i r M. N a t s i r

(Semoga Berguna Bagi Kalangan Medis, khususnya para mahasiswa Kedokteran,


Keperawatan, Dan Kebidanan di Seluruh Indonesia)

1
BAB I

PENDAHULUAN

Meminjam defenisi kehamilan menurut Federasi Obsetri Ginekologi


Internasional yakni fertilisasi atau penyatuan sel Spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisisasi hingga
lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10
bulan lunar atau 9 bulan kelender internasional. Kehamilan terbagi dalam tiga Tri
semester. Dimana trimester pertama berlangsung selama 12 minggu, trimester kedua 15
minggu, dan trimester ketiga sebanyak 13 minggu. Namun selama masa kehamilan,
status jaminan fisik kesehatan ibu dan proses perkembangan janin tidak selamanya
normal. Komplikasi pada masa kehamilan sering terjadi hingga berakhir pada kematian
ibu dan janin.

Diperkirakan dari setiap ibu yang meninggal dalam masa kehamilan, persalinan,
nifas rata-rata 16 s/d 17 ribu. Umumnya menetap. Penyebab utama kematian tentu
berasal dari komplikasi ringan hingga berat yang lambat, sukar, hingga tidak
tertatangani sama sekali. Undang-undang nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik
kedokteran memuat pasal-pasal yang berkaitan dengan dokter-pasien. Komunikasi
dokter-papsien tidak lagi seperti dulu, yang diwarnai oleh superioritas dokter dan
inferioritas pasien.

Pada kali ini kita akan menyoroti salah satu sindrom / gejala tubuh yang sering
ditemui pada masa kehamilan yakni edema. Edema adalah penimbunan cairan tubuh
yang diakibatkan oleh gangguan sistem tekanan cairan tubuh, kerusakan endotel,
maupun reaksi farmakosintesis yang terjadi pada tubuh yang diakibatkan oleh banyak
faktor. Edema pada kasus kehamilan patofisiologinya cukup unik sebab dapat
disebabkan oleh faktor internal dna eksternal. Faktor internal dapat mengarah pada
reaksi hormon tubuh pada masa kehamilan, pula bisa pada penyakit bawaan dan
penyerta yang dapat menyebabkan edema hingga berada pada momentum yang sama

2
pada masa kehamilan. Dari faktor eksternal, faktor mekanik lingkungan (gravitasi) dan
lain-lain adalah faktor prodesposisi penyebab terjadinya edema. Meski demikian,
pengenalan gejala klinis dan patofosiologi adalah hal penting dalam penatalaksanaan
kasus edema guna tidak berujung pada kerusakan limfatik, vaskuler, dan sistim ekresi
yang dapat memperparah kondisi tubuh dan janin hingga berujung pada kematian.

3
BAB II

DEFINISI

I. EDEMA

Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan diantara sel-sel tubuh atau
di dalam berbagai rongga tubuh, hal ini sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor
yang mengkontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem
kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya
air dari intravaskular ke intersitium.Volume cairan interstitial dpertahankan oleh hukum
starling. Menurut hukum starling, kecepatan, arah perpindahan air, dan zat terlarut
termasuk protein antara kapiler dan jaringan sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan
hidrostatik dan osmotik masing-masing kompartemen. Tekanan osmotik adalah tekanan
yang dihasilkan molekul protein plasma yang tidak permeabel melalu membran kapiler.
Proses pemindahan ini melalui proses difusi, ultrafiltrasi, dan reabsorbsi. Faktor yang
terlibat adalah perbedaan tekanan hidrostatik intravaskular dengan ekstravaskular 3.

Edema menurut Arthur C. Guyton menunjukkan adanya cairan berlebihan pada


jaringan tubuh. Pada banyak keadaan, edema terutama terjadi pada kompartemen cairan
estraselular, tapi juga dapat melibatkan cairan intraselular 3.

A. Edema Intraseluler

Terjadinya pembengkakan intraseluler, karena dua kondisi, yaitu :

1. Depresi sistem metabolik jaringan


2. Tidak adanya nutrisi sel yang adekuat b ila aliran darah ke jaringan menurun,
pengiriman oksigen dan nutrisi berkurang. Jika aliran darah menjadi sangat
rendah untuk mempertahankan metabolisme jaringan normal, maka pompa ion
membran sel menjadi tertekan. Bila ini terjadi, ion natrium yang biasanya
masuk ke dalam sel tidak dapat lagi di pompa keluar dari sel, dan kelebihan

4
natrium dalam sel menimbulkan osmosis air dalam sel, sehingga edema dapat
terjadi pada jaringan yang meradang.

B. Edema Ekstraseluler

Edema ini terjadi bila ada akumulasi cairan yang berlebihan dalam ekstraseluler.
Terjadinya pembengkakan ekstraseluler, karena dua kondisi yaitu :

1. Kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan


melintasi kapiler.
2. Kegagalan limpatik untuk mengembalikan cairan dari interstisiuim ke dalam
darah. Penyebab klinis akumulasi cairan interstisial yang paling sering
adalah filtrasi cairan kapiler yang berlebihan. 9

II. EDEMA PADA KEHAMILAN

Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Reaksi yang paling nyata diantara
banyak reaksi ibu terhadap hormon kehamilan yang berlebihan adalah peningkatan
ukuran berbagai organ-organ kehamilan. Kadang menyebabkan timbulnya edema,
jerawat, maskulinasi, dan gambaran akromengali 10.

Edema yang terjadi pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi misalnya


40% edema dijumpai pada kehamilan normal, 60 % edema dijumpai pada kehamilan
hipertensi (HDK), dan 80% terjadi pada kehamilan dengan hipertensi + proteinuria
9
(pre-aklmpsia-eklampsia) . Dalam perjalanannya, seorang wanita hamil dapat
mengalami edema pada bagian-bagian tubuhnya, termasuk ekstremitas bawah
(Lokalisata) hingga hingga seluruh tubuh (Anasarka / generalisata). Adapun penyebab
dari terjadinya edema tersebut dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Edema
dijumpai pada di tibia, muka, tangan, bahkan seluruh tubuh (Anasarka) 6. Edema terjadi
karena hipoalbuminemia atau kerusakan endotel kapilar. Edema yang patologik adalah
edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat 9.

5
Kondisi hamil menyebabkan berbagai perubahan struktur dan fisiologi tubuh
seorang wanita. Perubahan ini merupakan bentuk adaptasi dengan adanya fetus yang
terus tumbuh dan berkembang di dalam uterus. Perubahan terjadi di hampir seluruh
sistem tubuh wanita hamil, termasuk sistem urinaria dan keseimbangan cairan dalam
tubuh 6. Dahulu edema tungkai dipakai sebagai tanda-tanda pereeklampsia, tetapi
sekarang edema tungkai tidak dipakai lagi kecuali generalisata. Perlu dipertimbangkan
faktor resiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan. Bila didapatkan edema
generalisata atau kenaikan berat badan > 0,57 kg/minggu. 9

Peningkatan volume darah

Curah jantung meningkat dini selama kehamilan. Peningkatan bermakna telah


dibuktikan pada umur kehamilan 12 minggu. Selama persalinan kala I, curah jantung
ibu meningkat moderat ; selama persalinan kala II. Volume darah meningkat jelas
selama kehamilan. Meskipun peningkatan dimulai selama trimester pertama, namun
volume darah ibu berkembang paling cepat selama trimester kedua dan kemudian
melambat jauh pada trimester ketiga. Karena air tubuh total meningkat sepanjang
kehamilan, maka edema lazim menyertai kehamilan normal 4 namun pada HDK / PIH
(hipertensi pada kehamilan) perhitungan kenaikan berat badan (BB) melebihi 3/4 – 1
6
Kg/minggu dianggap patologis . Edema kehamilan yang normal tidak boleh
dikacaukan dengan penimbunan cairan sekunder terhadap penyakit ginjal dan jantung 4.

Edema pada kehamilan sering terjadi. Selain itu, edema bisa


saja terjadi pada faktor penyakit bawaan pada masa kehamilan. Pada
masa kehamilan beberapa penyebab terjadinya edema antara lain
kerusakan (disfungsi) sel endotel akibat Hipertensi pada kehamilan,
masa pre eklampsia, dan beberapa penyakit penyerta. Pada
kehamilan normal, plasenta membentuk prostaglandin yang bersifat vasodilator (PGE2)
dan mungkin zat lain yang mengurangi reaktivitas pembuluh darah terhadap ransangan
vasokonstriktor. Akibatnya, resistensi vaskular perifer (R) menurun dan tekanan darah
juga menurun. Pada ginjal, resistensi vaskular, RPF (Renal plasma flow) / aliran plasma

6
ginjal dan GFR (Glomerular filtration rate) / laju filtrasi glomerolus juga sangat
meningkat 1.

BAB III

GAMBARAN KLINIS

Edema pada kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema


dijumpai pada hamil normal, 60% edema pun dijumpai pada kehamilan dengan
hipertensi, dan 80% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria
1
. Kesimpulannya, edema selalu ditemukan pada berbagai kondisi kehamilan.

1. EDEMA AKIBAT TEKANAN VENA PADA KOMPRESI PERTUMBUHAN


JANIN

Edema seringkali terjadi pada ekstremitas bawah wanita hamil. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya arus balik darah vena akibat Vena cava inferior yang
terkompresi oleh pertumbuhan janin. Penurunan arus balik tersebut mengakibatkan
adanya akumulasi cairan di bagian bawah tubuh apalagi jika wanita hamil berdiri
dalam waktu lama. Selain itu, pada masa kehamilan juga terjadi penurunan tekanan
osmotik koloid interstisial akibat dari meningkatnya volume cairan ekstrasel.
Dengan adanya penurunan tekanan osmotik interstisial, maka osmosis akan lebih
mudah terjadi menuju ke daerah interstisial. Hal ini yang kemudian menyebabkan
terjadinya edema yang umumnya terjadi pada tahap akhir kehamilan.2,3

2. EDEMA AKIBAT GRAVITASI

Sewaktu seseorang berbaring, gaya gravitasi bekerja secara


merata, sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Namun sewaktu
seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain tekanan
yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung. Terdapat dua
konsekuensi penting dari peningkatan tekanan ini. Pertama, vena

7
yang dapat melebar di bawah peningkatan tekanan ini, sehingga
semakin lebar dan kapasitasnya meningkat 11
.

Gambar.
Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan edema termasuk tekanan hidrostatik dari ruang
interstitial dan intravascular, dan tekanan onkotik plasma dan interstitium. Permeabilitas membran -
kapiler menentukan pergerakan osmotik partikel aktif antara ruang intravaskular,
dan ekstravaskular

Walaupun arteri-arteri juga mendapat efek gravitasi yang


sama, mereka tidak melebar seperti vena karena arteri tidak
mudah teregang. Sebagian besar darah yang masuk ke kapiler
cenderung menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak
dikembalikan ke jantung.Kedua peningkatan mencolok tekanan
darah kapiler terjadi akibat efek gravitasi menyebabkan filtrasi
berlebihan cairan keluar. Jaringan kapiler ekstremitas bawah dan
menimbulkan edema lokal (yaitu pembekakan kaki dan
pergelangan kaki) 11
.

3. EDEMA AKIBAT PERSALINAN LAMA


Persalinan lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Beberapa
komplikasi akibat persalinan lama adalah kerusakan endotel pembuluh darah,

8
timbunan trombosit, dan vaasokontriksi pembuluh darah yang mengakibatkan
gangguan perfusi dan metabolisme organ vital dalam bentuk ekstravasasi cairan
menuju ekstravaskular, menimbulkan edema lokal tibia hingga anasarka 10 .

Gambar. Edema pada tungkai kaki

Sewaktu seseorang berbaring, gaya gravitasi bekerja secara


merata, sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Namun sewaktu
seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain tekanan
yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung. Terdapat dua (2)
konsekuensi penting dari peningkatan ini. Pertama, vena yang
dapat melebar “menyerah” di bawah peningkatan tekanan
hidrostatik ini, sehingga melebar dan kapasitasnya meningkat.
Walaupun arteri-arteri juga mendapat efek gravitas yang sama,
mereka tidak melebar seperti vena karena arteri tidak mudah
teregang. Sebagian besar darah yang masuk ke kapiler cenderung
menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak dikembalikan ke
jantung. Karena 11
.

9
a. Edema Pada Organ Jalan Lahir

Persalinan kadang-kadang terganggu oleh karena kelainan jalan lahir


lunak (kelainan tractus genitalis). Kelainan tersebut terdapat di vulva, vagina,
cerviks uteri, dan uterus. Kelainan pada vulva yang dapat menyebabkan distosia
antara lain; edema yang biasanya diakibatkan oleh persalinan yang lama
dengan penderita yang dibiarkan meneran terus menerus, stenosis pada vulva
yang terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang yang menyebabkan ulkus
sehingga menimbulkan parut, dan tumor. Sedangkan kelainan vagina yang
menyebabkan distosia antara lain; stenosis vulva, septum vagina dan tumor
vagina 9.

b. Edema pada vulva

Edema (oedema) vulva terjadi karena meningkatnya volume cairan


ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan
penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa
(jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan) pada vulva.Edema bisa timbul
pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre-eklamsi akan tetapi dapat
pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi atau malnutrisi atau pada
persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada persalinan dengan
dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan terlampau lama (terus menerus),
sedangkan kepala belum cukup turun. Diagnosa dapat ditegakkan dengan
menginspeksi adanya pembengkakan pada daerah vulva 9.

3. EDEMA AKIBAT HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN (HDK)

Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal 7. Penyebab


Hipertensi pada umumnya terjadi akibat peningkatan aktivitas susunan sara
simpatis. Bagi banyak orang, peningkatan ransangan saraf simpatis, atau mungkin

10
responsivitas berlebihan dari tubuh terhadap ransangan saraf simpatis normal dapat
berperan menyebabkan Hipertensi 9.

Klasifikasi yang dipakai Indonesia adalah berdasarkan Report of the national High
Blood Pressure Education Working Group on High Pressure in Pregnancy tahun
2001 yakni 9 :

1. Hipertensi pada kehamilan


2. Pre-eklampsia dan eklampsia
3. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklampsia
4. Hipertensi gestasional

Hipertensi dalam kehamilan (Pregnancy-Induced Hypertention, PIH) adalah


6
komplikasi serius trimester kedua-ketiga dengan gejala klinis. Jenis Hipertensi
sekunder kerena hipertensinya reversibel setelah bayi lahir. PIH terjadi akibat dari
kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR ( Total Peripheral Resistance
/resistensi perifer). Tekanan darah tinggi yang melampaui batas regulasi dan
mendadak menyebabkan kegagalan otoregulasi sehingga tidak terjadi
vasokonstriksi tetapi justru vasodilatasi. Vasodilatasi awalnya terjadi secara
segmental (sausage string pattern), tetapi akhirnya menjadi difus. Permeabilitas
segmen endotel yang dilatasi terganggu sehingga menyebabkan ekstravasasi
komponen plasma yang akhirnya menimbulkan edema otak 2.

TABEL.3
KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT WHO

Kategori Sistolik (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

11
TABEL.4
KLASIFIKASI HIPERTENSI MENURUT JOINT NATIONAL COMMITTEE 7

Kategori Sistolik (mmHg) Dan/atau Diastol (mmHg)

Normal <120 Dan <80


Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 Dan <80

4. EDEMA DALAM PRE EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA

Perlu diketahui bahwa edema tidak lagi berlaku menjadi


kriteria utama penegakkan diagnosis pre-eklamsia dan eklampsia
karena edema telah secara umum ditemukan pada ibu hamil yang
sehat 8
. Tentunya pada pre-eklamsia dan eklamsia dapat
ditemukan edema. Namun demikian, perubahan fisiologis pada
pre-eklampsia yang luas menjadikan perubahan iskemik pada
beberapa organ, salah satunya adalah ginjal yang berpotensi
menyebabkan retensi cairan yang berujung pada edema
generalisata (anasarka). Gambaran klinik pre-eklampsia ringan
dapat ditemui edema ringan (Lokalisata) dengan kenaikan berat
badan 1 kg/minggu 6.

Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklampsia adalah adanya spasme


pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila dianggap bahwa
spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah dimengerti bahwa
tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha mengatasi kenaikan
tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Di sisi lain kenaikan

12
tahanan perifer tidak lagi Sekitar 5 hingga 7% wanita hamil mengalami peningkatan
tekanan darah arteri secara mendadak hingga ke level hipertensi (>140/90 mmHg)
pada beberapa bulan terakhir kehamilan. Hal ini dihubungkan dengan terjadinya
proteinuria (>300 mg/hari). Kondisi yang disebut preeklampsia ini
ditandai dengan retensi air dan garam berlebih oleh ginjal,
hipertensi mendadak, proteinuria, sakit kepala, dan edema yang
bersifat general .
1, 7

Terjadi penurunan GFR dan aliran darah ke ginjal. Adapun


penyebab dari preeklampsia masih terus diteliti 10
. Ada yang
menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan oleh sekresi
plasenta dan hormon adrenal yang berlebih. Adapula yang
menyatakan bahwa preeklampsia merupakan suatu bentuk
autoimunitas atau alergi terhadap keberadaan fetus. Pendapat lain
yang cukup kuat nilai evidence-nya adalah kurangnya suplai darah
ke plasenta sehingga meningkatkan pelepasan zat fms-like
tyrosine kinase dari plasenta yang menimbulkan disfungsi pada
endotel vaskular, hipertensi, dan proteinuria. (Harrison, Guyton).
Hal tersebut kemudian mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, retensi air dan garam yang berlebih hingga edema, dan
peningkatan tekanan darah 1.

13
Gambar. Edema pada tungkai kaki

c. Disfungsi Sel Endotel pada komplikasi Preeklampsia

Endotel adalah lapisan yang melapisi dinding vaskular


yang menghadap ke lumen dan melekat pada jaringan
subendotel yang terdiri atas kolagen dan berbagai
glikosaminoglikan termasuk fibronektin. Dahulu dianngap
bahwa fungsi endotel adalah sebagai barrier struktural antara
sirkulasi dan jaringan sekitarnya, tetapi sekarang telah
diketahui bahwa endotel berfungsi mengatur tonus vaskular,
mencegah trombosis, mengatur aktivitas sistem fibrinolisis.,
mencegah perlekatan leukosit dan mengatur pertumbuhan
vaskular. Berdasarkan adanya hipertensi, edema, dan
proteinuria diduga sebagai disfungsi endotel memegang
peranan patogenensis preeklampsia.2

14
d. Edema Paru

Penderita eklampsia dan hipertensi dalam kehamilan mempunyai faktor


resiko besar terjadinya edema paru. Edema paru disebabkan oleh payah jantung
kiri, kerusakan sel endotel pada pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya
diuresis. Dalam penanganan edema paru pemasangan Central venous pressure
(CVP) tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dari pulmonary
capillary wedge pressur (penurunan tekanan baji kapiler pulmonal). 9

Gambar. Edema Paru


e. Edema Cerebri

Komplikasi neurologi eklampsia yang utama adalah kejang.


Encephalopati merupakan salah satu komplikasi lain dari eklampsia. Edema
cerebri, encephalopati hipertensi, dan perdarahan intrakranial merupakan
penyebab utama encephalopati akibat disfungsi autoregulasi cerebral pada
eklampsia. Edema cerebri difus yang mengakibatkan gejala-gejala global sistem
saraf pusat terjadi pada 6% penderita eklampsia. Edema cerebri merupakan
bentuk komplikasi lanjut dari eklampsia. Edema timbul akibat disfungsi
autoregulasi cerebral, sehingga timbul ekstravasasi cairan dan protein melalui
sawar darah otak. Edema cerebri difus diakibatkan oleh karena campuran edema
sitotoksik dan edema vasogenik oleh karena tingginya aliran darah otak. 9

15
Gambar. Edema cerebri

f. Edema Papil

Papil edema merupakan tanda lain peningkatan tekanan intrakranial


yang merupakan komplikasi lanjutan edema cerebri. Pasien biasanya
mengeluhkan penurunan tajam penglihatan yang bersifat akut dan nyeri akibat
tekanan intraokular yang signifikan serta penurunan tajam penglihatan
disebabkan oleh timbulnya edema papil optik (Berndt, 1982). Gangguan
penglihatan dapat pula bersifat central, akibat gangguan traktus visual di lobus
oksipitalis. Laporan kasus serial Chakravarty dan Chakrabarti (2002) pada 7
pasien eklampsia yang dilakukan pemeriksaan pencitraan, hasil menunjukkan
bahwa gangguan lobus oksipitalis bilateral (dibuktikan dengan MRI dan CT
Scan) dijumpai pada seluruh pasien. Gangguan lobus oksipitalis disebabkan
oleh karena edema, mikro-infark, dan mikro hemoragik. Gangguan lobus
oksipitalis bilateral akan menyebabkan munculnya buta kortikal, yang biasanya
bersifat reversibel 9.

16
Tabel. Alur Disfungsi Endotel

17
BAB IV

DIAGNOSIS BANDING

1. Penyakit ginjal pada masa kehamilan

Pada kehamilan yang normal, terjadi peningkatan GFR dan


creatinine clearance. Hal ini terjadi sebagai akibat dari peningkatan
aliran darah ke ginjal dan tekanan filtrasi glomerular. Bagian
glomerulus dan kapilernya inilah yang seringkali menjadi subjek dari
berbagai kelainan baik akut maupun kronik pada ginjal. Adapun
sindrom glomerulopatik yang menyerang glomerulus ini terdiri atas:
sindrom nefritik akut, glomerulonefritis dengan progres cepat,
sindrom nefrotik, dan glomerulonefritis kronik. Mayoritas penyakit ini
dapat ditemukan pada wanita muda dan mereka yang sedang hamil.
Nefropati pada kehamilan juga dapat berujung pada edema. 1

18
Reabsorbsi Na+ di tobulus proksimal tidak dapat mengimbangi GFR yang
tinggi. Selain itu esterogen menghambat kanal K+ di tobulus proksimal. Depolarisasi
Edema, proteinuriam dan hipertensi (EPH) terjadi pada sekitar 5 % wanita hamil seperti
pada kasus Preeklampsia, toksemia gravidarum, atau EPH-gestosis. Gejala ini
mengarah pada kerusakan ginjal sehingga digunakan istilah Nefropati (Kerusakan
6
ginjal) pada kehamilan. Pelepasan Trombokinase dari plasenta secara patofisiologis
mungkin merupakan faktor yang berhubungan. Peransangan pembekuan darah
menyebabkan pengendapan fibrin, misal di glomerolus yang menyebabkan penebalan
membran basalis dan kerusakan sel endotel. Kerusakan glomerolus dapat menerangkan
terjadinya Proteinuria. Kerusakan pembuluh darah perifer di tempat yang sesuai
menyebabkan pembentukan edema dengan mengorbankan volume plasma sehingga
volumenya berkurang. 1

19
Acute nephritic syndrome dan rapidly progressive

glomerulonephritis

Penyakit ini dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, satu di


antaranya adalah preeklampsia-eklampsia. Glomerulonefritis
ditandai dengan onset hematuria dan proteinuria yang mendadak,
diikuti oleh ketidakmampuan ginjal dalam retensi garam dan air
sehingga terjadi edema, hipertensi, dan kongesti sirkulasi. Penyakit
ini nantinya berujung pula pada kerusakan ginjal tahap akhir atau
gagal ginjal.2

Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik sangat khas dengan proteinurianya.


Penyebabnya dapat beraneka ragam dan beberapa sama dengan
sindrom nefritik. Adapun sindrom nefrotik ditandai dengan proteinuria
hebat yaitu hingga 3 gram/hari, hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
dan edema. Prognosis dari komplikasi sindrom nefrotik ini bagi ibu
dan fetus sama-sama tergantung pada penyebab terjadinya dan
kemampuan ginjal untuk bertahan.2 Kelainan ini ditandai dengan
kerusakan ginjal yang progresif pada suatu periode dan berujung
pada gagal ginjal (ESRD-end stage renal disease). Pasien umumnya
asimptomatik, proteinuria, anemia, dan kreatinin tinggi. 2 Masih
terdapat banyak lagi kelainan ginjal yang dapat ditemui pada wanita
hamil baik yang terjadi karena infeksi maupun dari tubuh wanita itu
sendiri. Intinya, kemunculan bengkak pada ekstremitas bawah dari
wanita hamil terjadi akibat gangguan transport cairan dalam tubuh
yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi di atas. 3

2. Sirosis Hepatis

20
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang
intermiten. Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati
cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras
dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat
terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan
penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan
teraba benjol-benjol (noduler) 3.

Obstruksi Portal dan Asites

Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena
portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan
darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti
pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini
cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-
angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein menumpuk di rongga
peritoneal akan menyebabkan asites. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis
ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun
sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium. 3

3. Gagal jantung kongestif

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan


fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemam puannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang

21
sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan. Gagal jantung
adalah ketidak mampuan jantung untuk mempertahankan curah jantung (Caridiac
Output = CO) dalam memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Apabila tekanan
pengisian ini meningkat sehingga mengakibatkan edema paru dan bendungan di system
vena, maka keadaan ini disebut gagal jantung kongestif. Ibu hamil yang memiliki
kelainan bawaan jantung dapat beresiko terjadi pada masa kehamilan. Bila didukung
oleh riwayat Hipertensi dan Pre-Eklampsia.4

22
BAB VI

PEMBAHASAN

Meskipun edema dalam masa kehamilan merupakan hal yang lazim, namun.
perhatian edema secara khusus lebih serius pada saat Pre-eklampsia. Disfungsi endotel
juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema
dan proteinuria. Disfungsi endotel diakibatkan oleh Shear stress hemodinamik, Jika
terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel akan diekspresikan molekul
adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) dan intercellular cell
adhesion molecule-1 (ICAM-1). Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal
seperti shear stress hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin
inflamasi dan hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut
disfungsi endotel. Kerusakan endotel pembuluh darah akan
mengakibatkan timbunan trombosit dan vasokontriksi pembuluh
darah hingga turut mengakibatkan gangguan perfusi dan
metabolisme organ vital dalam bentuk ekstravasasi cairan, menuju
ekstravaskuler hingga menimbulkan edema 6.

Selain disfungsi endotel, peningkatan Tekanan Vena pun turut menyebabkan


edema misalnya ketika pada mekanisme darah terbendung di vena, akan disertai
peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena.
Peningkatan tekanan ke arah luar dinding kapiler ini terutama berperan pada edema
yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga terjadi karena reatriksi
lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah pembengkakan di tungkai dan
kaki.yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena-
vena besar yang mengalirkan darah ke ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut
masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena menyebabkan peningkatan
tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di
11
ekstremitas bawah. . Demikian edema yang sering terjadi pada masa kehamilan,
sedangkan diluar masa kehamilan, edema dapat disebabkan oleh penyakit lainnya.

23
BAB VII

PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring

Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi


miring menghilangkan tekanan rahim pada Vena cava inferior, sehingga
meningkatkan aliran darah balik ke jantung guna mencegah terjadinya
akumulasi cairan di bagian bawah tubuh akibat berdiri pada waktu yang lama.
Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim,
menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

2. Pemberian obat diuretik

Pemberian diuretikum pada Hipertensi pada kehamilan apabila terjadi


Edema anasarka, Edema paru, dan gagal jantung yang diakibatkan karena
edema. Edema tungkai disarankan untuk tirah baring 6.

Prinsip terapi edema :

1. Penanganan penyakit yang mendasari


2. Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena
3. Meningkatkan pengeluaran natrium dan air
 Diuretik : hanya sebagai terapi paliatif bukan kuratif
 Tirah baring, local pressure
4. Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar ; diuresis yang
berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma, hipotensi perfusi
yang in-adekuat, sehingga diuretik harus diberikan dengan hati-hati. 3

24
Penatalaksanaan edema pada kehamilan adalah dengan pemberian obat
golongan diuretik namun direkomendasikan untuk tidak diberikan secara rutin,
kecuali bila terdapat edema paru, payah jantung kongestif atau edema anasarka,
hal ini karena diuretikum (senyawa diuresis) dapat memperberat hipovolemia
(kehilangan volume cairan) hingga memperburuk perfusi utero-plasenta,
meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi janin, dan menurunkan
berat janin. Selain itu pemberian diuretikum memiliki kerugian yang lebih besar
dari keuntungan 6.

Resiko Penggunaan Diuretikum 7

Kerugian pada ibu Kerugian pada janin

1. Makin mengurangi aliran darah 1. Dehidrasi janin karena menekan


menuju plasenta elektrolit.
2. Tidak memberikan efek 2. Gangguan tumbuh kembang
menurunnya gejala klinik janin (BBLR, Intra uterin fetal
3. Golongan thiazides dan
death, (IUFD), dan Intra uterin
furosemida menekan plasenta
Growth Retardation (IUGR)
yang telah menurun. 3. Prematuritas
4. Menimbulkan Hipokalemia
5. Thiazides menimbulkan
perdarahan pada pankreas dan
Hiperuresemia (Tinggi ureum)

25
BAB V

KESIMPULAN

Setelah menulusuri gambaran edema pada kehamilan berdasarkan penyebabnya,


Edema yang dapat terjadi dalam masa kehamilan yakni :

1. Tekanan vena pada kompresi pertumbuhan janin


2. Gravitasi
3. Persalinan lama
4. Hipertensi dalam kehamilan
5. Pre eklampsia
6. Eklampsia berat

Sedangkan disisi lain komplikasi dapat terjadi pada masa kehamilan seperti :

1. Penyakit ginjal pada masa kehamilan


2. Glomerulonefritis
3. Sindrom Nefrotik
4. Sirosis Hepatis
5. Gagal jantung kongestif

Apapun penyebab edema, konsekuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran


bahan-bahan antara darah dan sel, seiring dengan akumulasi cairan intersitium, jarak
antar sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrien O2 , dan zat-zat melebar, sehingga
kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang
11
edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah hingga bila tidak ditenagani
maka terjadi kerusakan jaringan hingga dapat berujung pada kematian.

Pada kehamilan yang normal edema sering terjadi, Edema


lokalisata tidak dijadikan kriteria pre-eklampsia, sebaliknya edema generalisata justru

26
pertanda beratnya kondisi pada pre-eklampsia berat hingga eklampsia. Penanganan
edema lokalisata dapat dapat dilakukan dengan tirah baring dengan posisi miring
menghilangkan tekanan rahim pada Vena cava inferior dan diet natrium.

Pada edema lokalisata tidak dianjurkan menggunakan diuretikum yang dapat


merugikan kondisi ibu dan janin. Sedangkan penggunaan diuretikum dapat menjadi
pilihan utama dalam menangani edema generalisata guna mencegah perburukan kondisi
ibu terhadap komplikasi penyebab edema tentu karena diuretikum (senyawa diuresis)
dapat memperberat hipovolemia (kehilangan volume cairan) hingga memperburuk
perfusi utero-plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi janin,
dan menurunkan berat janin. Selain itu pemberian diuretikum memiliki kerugian yang
lebih besar dari keuntungan.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Silbernagl, Stefan. Lang, Florian. Institute of physiology University of wuzbrung. Color


Atlas of Patophysiology. 2nd Edition 2009 . P 108-117

2. Wibowo, Naroyono. Dharma, Rahajuningsih. Raranta, Disfungsi Endotel Pada


Praeklampsia. Departemen Patologi klinik, Departemen Obsetri dan ginekologi
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; Indonesia, Jakarta : FK UI. 2005. P 63-71

3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. 11 th ed. Philadelphia: Elsevier;
2006. p. 515-518.

4. Benzion, Taber. Kapita selekta ; Kedaruratan Obstetri & Ginekologi; Alih bahasa;
Teddy Supriyadi; Johanes Gunawan; Editor Melfiawati S, Ed 2, Jakarta, EGC.1994 p
113

5. Cho, Shaun. Atwood, Edwin. In Journal Periperhal Edema. 2002. Stanford University,
United States.

6. Manuaba, Ida Bagus Gde. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obsetri Ginekologi
dan KB. FK.UNUD, 1976. P 110-120

7. Zamorski. Green, Lee. NHBPEP Report on High Blood Pressure in Pregnancy: A


Summary for Family Physicians. University of Michigan Medical School. 23rd ed. New
York, United States. 2010. P 263-269

28
8. Crown, Elizabeth. Patophysiology of handbook. East washington square, philadelphia
1996. Alih bahasa : Brahm dkk. ; Buku saku patofisiologi. Jakarta, 2001. P 482-492

9. Prawirohardjo, Sarwono. Kematian Janin dalam. Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2014. P 732-735.

10. James, David K, et all. Hypertension Disorders of Pregnancy in High Risk Pregnancy
Management Option 3rd Edition. Elsevier Sounders, Philadhelpia, 2006 P 320-1089.

11. Sherwood, Lauralee. Human physiology ; from cells to system, Departement of


phyhsiology school of medicine west virginia University, United States.1996. 2nd ed.
Alih bahasa Indonesia ; Beatricia I.Santoso. Fisiologi manusia dari sel ke sistem.
Indonesia, Jakarta. 2001. p 325-323.

29

Anda mungkin juga menyukai