Anda di halaman 1dari 6

Ada sebuah kotak, di mana kotak tersebut di dalamnya terdapat seekor belalang.

Ternyata
belalang tersebut sudah berada di dalam kotak tersebut dengan kurun waktu yang begitu lama.

Suatu hari belalang tersebut telah berhasil keluar. Karena sudah keluar dari kotak yang selama
ini mengurungnya. Belalang tersebut merasa penuh kebahagiaan dirinya, akhirnya yang selama
ini ia nantikan tercapai juga.

Kebahagiaan yang belalang miliki diespresikan lewat lompatan yang dilakukannya kesana-
kemari. Hingga suatu saat ia bertemu dengan kawanan belalang lainnya. Di mana belalang yang
ia temui ternyata mampu melakukan lompatan yang jauh lebih tinggi dan lebih panjang.

Belalang yang dahulunya di dalam kotak penasaran apa rahasia yang dari lompatan tinggi dan
panjang dari belalang lainnya. Dengan penuh rasa penasaran dan keberanian akhirnya belalang
yang tadinya dalam kotak tersebut bertanya kepada kawanan lainnya.

“Apa yang membuatmu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dari aku, padahal jika dilihat
dari usia dan ukuran tubuh kita masih sama, apa rahasianya?” Tanya belalang dengan rasa
penasaran. Dengan perkataan tersebut kawanan belalang lainnya merasa terheran-heran dan
mulai menjawabnya.

“Selama ini kamu di mana, sudah sewajarnya belalang yang berada di alam bebas bisa
melakukan apa yang aku lakukan ini,” jawab belalang dengan lompatan jauh tadi. Seketika
jawaban tersebut membuat sadar belalang yang terbebas dari kotak mulai tersadar.

Ia merasa terlalu lama menyerah dengan keadaan, membuang waktu, tidak percaya diri dan
penuh ketakutan untuk mencoba.

Tahukah kalian jika kondisi belalang dalam kotak tersebut juga kerap kita alami. Di mana
kegagalan, ucapan, cemoohan, tanpa dukungan orang lain dan masih banyak lagi kerap kita
alami. Kita kerap kali membatasi diri dan tak berani mencoba karena tidak ada dukungan dari
luar.

Di sebuah desa terpencil, tinggallah seorang kakek bersama dengan keluarga besarnya. Desa
tempat mereka tinggal itu terletak di antara dua gunung besar.

Bila keluarga sang kakek itu hendak pergi ke desa lain, mereka harus berjalan kaki berhari-hari
lamanya memutari gunung.

Tentu itu sangat melelahkan dan menyita banyak waktu.

Suatu saat, sang kakek tua dengan pemikirannya yang lugu dan sederhana mengemukakan
tekadnya. Ia mengajak segenap keluarganya untuk bahu-membahu memindahkan gunung. Pada
hari yang telah ditentukan, keluarga sang kakek pun mulai menggali tanah lereng gunung.

Hari demi hari dipenuhi dengan bekerja menggali-menggali dan menggali lereng gunung.
Melihat kesibukan tersebut, beberapa hari kemudian para tetangga berdatangan.
Salah seorang pemuda begitu penasaran dan bertanya pada si kakek. “Kakek dan seluruh
keluarga besar setiap hari terlihat begitu sibuk! Dari pagi sampai sore, menggali lereng gunung.
Sebenarnya, apa maksud dan tujuan kakek?” Si kakek menghentikan kerjanya. “Kami menggali
untuk memindahkan gunung ini, Nak,” jawabnya mantap.

beberapa abad yang lalu, hiduplah seorang yang bijaksana dan pandai. Hanya saja, ia mempunya
punggung yang bungkuk.

Ia jatuh cinta dengan seorang putri yang cantik dan menawan. Dan lagi dia anak orang kaya.

Orang bungkuk yang bijaksana ini mengunjungi sang putri di rumahnya. Sang putri sungkan
untuk berbicara dengannya, apalagi berbicara sekitar perkawinan.

Kemudian ia bercerita bahwa perkawinan itu sudah ditentukan oleh Tuhan.

Ketika anak-anak lahir, para malaikat di surga memanggil mereka. Mereka sudah ditentukan
untuk mempunyai pasangan. Itu sudah suatu keputusan ilahi, dan tidak seorang pun bisa
mengubahnya.

Jadi ketika aku lahir, para malaikat meberit tahu aku, bahwa istriku akan mempunyai punggung
bungkuk.

Kemudian aku berteriak di depan sidang surga. Oh, jangan Tuhan. Seorang putri yang bungkuk
akan menjadi sedih dan malu dalam hidupnya. Hanya menjadi bahan cemoohan orang.

Seorang putri hendaknya cantik. Berilah bungkuk itu kepadaku dan biarkan istriku berbadan
menarik dan sehat. Dan kamu tahu…

Tuhan mendengarkan doaku dan aku menjadi gembira. Akulah laki-laki itu dan engkau gadis itu.

ada seorang suami yang di dalam dompetnya terdapat foto istrinya. Saat teman-
temannya melihat, ia dipuji sebagai suami yang sangat baik.

Lalu, satu di antara temannya bertanya apa fungsinya membawa foto sang istri. Dia menjawab:
“kalau aku punya permasalahan di kantor, aku selalu memandang foto itu,
dan permasalahan yang dihadapi hilang begitu saja”.

“Wah alangkah berbahagianya kamu mempunyai istri seperti itu, bagaimana bisa begitu?” tanya
teman-temannya.

Sang suami menjawab kembali….

“Ya, kalau saya melihat foto istri saya, semua permasalahan apa pun di kantor, menjadi tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan permasalahan dengan dia!”
Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.
Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Pada hari yang cerah, saat air laut mulai surut, ibu kepiting dan anaknya berjalan-jalan di
sepanjang pantai.

Mereka bertemu dengan banyak makhluk. Ada manusia yang sedang berjalan-jalan, ada anjing,
kodok dan lain sebagainya. Sang ibu kepiting mengamati mereka semua, lalu dia mengamati
bahwa ada yang salah pada cara berjalan anaknya.

“Anakku, mengapa kau tidak berjalan lurus ke depan?” ujar sang ibu kepiting, “Coba kau lihat,
manusia, anjing, kodok dan semua makhluk yang kita temui berjalan dengan arah lurus ke depan.
Hanya kamu yang berjalan dengan arah menyamping,” sang ibu kepiting agak cemas karena
merasa anaknya tampak aneh dari yang lain.

“Baiklah ibu, aku akan berjalan dengan arah ke depan,” ujar sang anak kepiting.

Dia berusaha berjalan dengan arah ke depan, tetapi tidak bisa. Si anak kepiting selalu terjatuh
saat mencoba. Bahkan dia merasa kaki-kakinya menjadi sakit bila dipaksa untuk berjalan dengan
mengarah ke depan seperti yang dilakukan makhluk-makhluk lainnya.

Anda mungkin juga menyukai