TENTANG :
SUYONO SOSRODARSONO
BAB I
PENDAHULUAN
Kebakaran pada bangunan gedung dapat menimbulkan kerugian berupa korban ma-
nusia, harta benda, terganggunya proses produksi barang dan jasa, kerusakan
lingkungan dan terganggunya ketenangan masyarakat.
Data yang dapat dikumpulkan dari berbagai kota di Indonesia dalam sepuluh tahun
terakhir ini memberikan petunjuk adanya peningkatan kebakaran pada bangunan
gedung. Sementara itu pengadaan bangunan gedung dan perumahan terus
meningkat, demikian pula penggunaan bahan, komponen bangunan dan
peralatan/instalasi dalam bangunan belum diatur dalam ketentuan yang lebih
memadai.
Dilain pihak pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian yang
berupa peraturan perundang-undangan, pedoman pelaksanaan, standar kualitas,
personil pengawas, dan peralatan Pemadam Kebakaran dirasakan masih belum dapat
mengatasinya.
Oleh karena itu, apabila pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengen-
dalian tersebut di atas tidak ditingkatkan, diperkirakan laju kebakaran akan
meningkat lagi.
Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka perlu diterbitkan ketentuan yang bersifat
teknis teknologis, dalam upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran pada bangunan gedung.
BAB II
Pasal 1
PENGERTIAN
(1). Pengaturan lingkungan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan blok dan
kemudahan pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan, jarak
bangunan, dan kelengkapan lingkungan.
PERSYARATAN LINGKUNGAN
(2). Dalam suatu lingkungan bangunan, jarak bangunan yang bersebelahan dengan
bukaan saling berhadapan adalah :
Pasal 3
KLASIFIKASI BANGUNAN
Pasal 4
PERSYARATAN BANGUNAN
(1). Untuk bangunan menerus, dinding batas antar bangunan harus menembus atap
BAB III
BAHAN BANGUNAN
Pasal 5
PENGERTIAN
(1). Yang dimaksud dengan Bahan bangunan dalam ketentuan ini adalah semua
macam bahan yang dipakai pada atau untuk konstruksi bangunan gedung, baik
sebagai bahan lapis penutup bagian dalam bangunan, maupun sebagai bahan
komponen struktur bangunan.
Bahan bangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan, atau merupakan gabungan
dari beberapa jenis bahan pembentuknya.
Bahan-bahan yang lepas dan mudah dipindahkan, seperti misalnya karpet, tirai,
perabot rumah tangga dan sebagainya yang merupakan isi bangunan, tidak
termasuk dalam pengertian ini.
Bahan bangunan dibagi dalam 5 (lima) tingkat mutu, yaitu :
- Tingkat I
- Tingkat II
- Tingkat III
- Tingkat IV
- Tingkat V
(3) Bahan bangunan yang dimaksudkan dalam pasal 5, ayat (1), dicantumkan dalam
Tabel III.1.
- Papan
partikel
(4). Bahan lapis penutup adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai lapisan
penutup bagian dalam bangunan (interior finishing materials).
(5). Bahan komponen struktur bangunan adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai
bahan pembentuk komponen struktur bangunan, seperti kolom, balok, dinding,
lantai, asap dan sebagainya.
(1) Bahan bangunan yang cepat terbakar dan/atau yang mudah menjalarkan api
melalui permukaannya, tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada
tempat-tempat penyelamatan kebakaran, maupun di bagian lainnya dalam
bangunan di mana terdapat sumber api
(2) Sesuai dengan klasifikasi Bangunan yang ditentukan dalam Bab II Pasal 3, bahan
lapis penutup harus memenuhi syarat minimum yang disebutkan dalam tabel
III.2
Tabel III.2.
(3) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.2.
diberikan dalam Tabel III.1.
Bahan bangunan yang tidak tercantum dalam Tabel III.1. dapat dipakai setelah
dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang.
Pasal 7
(1) Berdasarkan klasifikasi bangunan yang disebutkan dalam Bab II, pasal 3, bahan
bangunan yang dipakai untuk komponen struktur bangunan harus memenuhi
syarat minimum seperti dicantumkan dalam Tabel III.3. dibawah ini.
(2). Daftar bahan-bahan dengan tingkat rnutu seperti tersebut dalam Tabel III.3.
diberikan dalam Tabel III.1. Bahan-bahan Iainnya yang tidak tercantum dalam
Tabel III.1., dapat dipakai setelah dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi
yang berwenang.
(3). Pungujian dan penilaian mutu bahan serta petunjuk teknis pemakaiannya,
baik untuk bahan lapis penutup maupun untuk komponen struktur
bangunan, harus mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.
BAB IV.
STRUKTUR BANGUNAN
Pasal 8
PENGERTIAN
(1) Ketahanan terhadap api adalah sifat dari komponen struktur untuk tetap
bertahan terhadap api tanpa kehilangan fungsinya sebagai komponen
struktur, dalam satuan waktu yang dinyatakan dalam jam.
Pasal 9
(2). Cara-cara peningkatan ketahanan komponen struktur terhadap api yang tidak
tercantum pada ketentuan Bab IV ini diperbolehkan, asal dapat memenuhi
persyaratan melalui pengujian dari instansi yang berwenang.
Pasa1 10.
Persyaratan umum ketahanan terhadap api bagi komponen struktur bangunan tinggi,
dicantumkan dalam Tabel IV.1. berikut ini.
Ketahanan api menurut jenis komponen struktur dan ketinggian struktur bangunan dinyatakan dalam lantai
Tabel IV.2.
Keterangan :
Untuk semua jenis lantai, harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok
minimum setebal 2,5 cm untuk ketahanan api 3 jam dan minimum 1,5 cm untuk
ketahanan api yang kurang dari 3 jam.
Tabel IV.3.
Keterangan :
Untuk semua dinding harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok setebal 2,5
cm.
Tabel IV.5.
Pasal 12
Tabel IV.7
Pasal 13
Untuk memperpanjang ketahanan api, permukaan struktur baja harus diberi lapisan
beton bertulang seperti dicantumkan dalam Tabel IV.8. dan IV.9. berikut ini :
Keterangan :
Jarak tulangan beton ke semua arah maksimum 15 cm
Tabel IV.9.
Keterangan :
Jarak tulangan beton ke semua arah maksimum 15 cm.
Pasal 14
Ketahanan api untuk komponen struktur bata merah dengan tebal 11 cm dan
menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.
Ketahanan api untuk komponen struktur batako dan Bata Beton (Concrete Block)
dengan tebal 10 cm. dan menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.
Pasal 16.
Ketahanan api untuk komponen dinding kayu dengan lapisan papan asbestos semen
setebal minimum 12 mm. pada tiap bidang permukaannya adalah ½ jam.
Ketahanan api untuk komponen lantai kayu dengan Iangit-langit dari papan asbestos
semen setebal minimum 12 mm. adalah ½ jam.
BAB V.
UTILITAS
Pasal 17.
PENGERTIAN.
(1). Utilitas adalah perlengkapan dalam bangunan gedung yang digunakan untuk
menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan,
komunikasi dan mobilitas dalam bangunan tersebut.
Utilitas bangunan pada umumnya terdiri dari :
a. Instalasi Listrik dan penangkal petir.
b. Instalasi Tata Udara (A/C dan ventilasi).
c. Instalasi Plambing ( Plumbing ).
d. Instalasi Lif ( Lift ) dan Eskalator (Escalator).
e. Instalasi Komunikasi.
f. Instalasi Protoksi Kebakaran.
(2). Utilitas dalam ketentuan ini diartikan segala perlengkapan yang dipersiapkan
untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran pada bangunan gedung, yang
meliputi:
a. Alarm kebakaran.
b. Alat pemadam api ringan ( PAR ).
c. Hidran kebakaran.
d. Sprinkler.
e. Pipa peningkatan air (riser)
f. Sumber daya listrik darurat
g. Penangkal petir
h. Peralatan lainnya yang merupakan bagian dari utilitas bangunan
(3) a. Yang dimaksud dengan alarm kebakaran adalah suatu alat pengindera dan
Pasal 18
ALARM KEBAKARAN
JUMLAH
LUAS
KLASIFIKASI JENIS JUMLAH
MINIMUM TIPE ALARM
BANGUNAN BANGUNAN LANTAI
TIAP LANTAI
(M2)
A 1 185 manual
HOTEL 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis
1 185 manual
PERTOKOAN &
2-4 t.a.b. otomatis
PASAR
>4 t.a.b. otomatis
1 185 manual
PERKANTORAN 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis
RUMAH SAKIT 1 t.a.b. manual
DAN 2-4 t.a.b. otomatis
PERAWATAN >4 t.a.b. otomatis
1 t.a.b. manual
BANGUNAN
2-4 t.a.b. otomatis
INDUSTRI
>4 t.a.b. otomatis
TEMPAT 1 t.a.b. manual
HIBURAN, 2-4 t.a.b. otomatis
MUSEUM >4 t.a.b. otomatis
B - t.d. t.d.
PERUMAHAN
2-4 375 manual
BERTINGKAT
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
ASRAMA 2-4 t.a.b. manual
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
SEKOLAH 2-4 375 manual
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
TEMPAT
2-4 375 manual
IBADAH
>4 t.a.b. otomatis
t.d. = tidak dipersyaratkan.
t.a.b. = tidak ada batasan luas.
c.3.1. Untuk setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat
pengindera nyala api yang dapat melindungi ruangan.
c.3.2. Untuk yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka), maka alat
pengindera harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan pengaruh
angin dan getaran
c.3.3. Untuk pemasangan pada daerah yang sering mengalami sambaran
petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
alarm palsu.
Pasal 19
(1) Alat pemadam api ringan (PAR) dibagi dalam jenis-jenis didasarkan atas
golongan kebakaran tertentu yang dapat dipadamkannya.
Contoh : PAR Jenis A digunakan untuk pemadaman kebakaran golongan A.
Lihat Tabel V.3.
(5). Pemakaian.
Pemakaian PAR harus disesuaikan dengan jenis PAR dan golongan kebakaran
sesuai dengan Tabel V.3
Catatan :
1. Tanda tempat pemasangan diberi warna merah
2. Lebar ban pada kolom 20 cm.
Tabel V.2.
Penempatan PAR
Catatan :
1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah.
2. Ukuran sisi 35 cm.
3. Tinggi tanda pada 7,50 cm, warna putih.
4. Ruang tulisan, tlnggi 3 cm warna putih.
5. Tulisan warna merah.
Keterangan :
HIDRAN KEBAKARAN
Pasal 21
SPRINKLER
b. Tangki Bertekanan.
Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan memberikan
alat deteksi yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan atau tinggi
muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan.
Isi tangki harus selalu terisi minimum 2/3 bagian dan kemudian diberi
tekanan sekurang-kurangnya 6 kg/cm2.
64 — 74 Tak berwarna
43,—100 Putih
141 Biru
182 Kuning
224 Merah
Tabel V.6.
57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
204 - 260 Hitam
(7). Pemakaian.
a. Untuk bangunan kelas A mulai dari lantai 4 (empat) ke atas atau ketinggian
14 m pertama harus memakai sprinkler.
b. Untuk bangunan kelas B mulai dari lantai 8 (delapan) ke atas atau ketinggian
40 m ke atas harus memakai sprinkler.
c. Dalam hal unit Pemadam Kebakaran setempat belum memiliki tangga
pemadaman setinggi 40 m, maka ketentuan mulai dipakainya instalasi
sprinkler harus disesuaikan dengan tinggi tangga maksimum unit pemadam
kebakaran yang dimiliki daerah tersebut.
PT. ERM INDONESIA
MPU2-1985 37
(8). Pedoman teknis pelaksanaan pemasangan dan penempatan sprinkler otomatis
harus mengikuti "Pedoman Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan Sprinkler
Otomatis" yang dikeluarkan oleh Departernen Pekerjaan Umum.
Pasal 22.
(1) Untuk bangunan Kelas A mulai dengan ketinggian 14 m ( empat lantai ) ; ke atas
dan bangunan Kelas B mulai dengan ketinggian mulai 40 m (delapan lantai) ke
atas, harus diperhitungkan kemungkinan dipasangnya instalasi pipa peningkatan
air.
(2) Pipa peningkatan air kering hanya boleh dipasang pada bangunan gedung
dengan ketinggian rnaksimum 60 m, dan di atas ketinggian 60 m harus
menggunakan pipa peningkatan air basah.
(3) Pemasangan pipa peningkatan air harus memenuhi ketentuan teknis sebagai
berikut :
a. Untuk setiap lantai dengan luas 800 m2 untuk bangunan Kelas A dan 1000 m2
untuk bangunan Kelas B, harus terdapat minimum 1 (satu) buah pipa
peningkatan air.
b. Pipa peningkatan air harus dipasang sedemikian hingga jarak dari tiap bagian
ditiap bagian di tiap lantai ke pipa peningkatan air tidak melebihi 38 m.
c. Ujung pipa tegak yang berada di halaman luar, harus mudah dilihat dan
dicapai, dengan memberi tanda yang jelas misalnya PIPA PENINGKATAN
AIR KERING (DRY RISER) atau PIPA PENINGKATAN AIR BASAH ( WET
RISER ).
d. Ketinggian ujung bawah pipa peningkatan air atau ujung pipa peningkatan
air yang berada di halaman, lebih kurang 1,25 m di atas halaman dan harus
dilengkapi dengan kopling penyambung yang sesuai dengan kopling dari
Unit Pemadam Kebakaran
Pasal 23.
(2). Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi daya listrik harus
mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi
Listrik (PUIL).
(4). Sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatis
apabila sumber daya utama tidak bekerja.
(5). Sumber daya listrik darurat harus dapat dipergunakan setiap saat (Stand by
Power).
PENANGKAL PETIR.
(1) Untuk melindungi bangunan gedung terhadap kebakaran yang berasal dari
sambaran Petir, maka pada bangunan gedung khususnya Kelas A dan B harus
dipasang penangkal petir.
(2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi penangkal petir harus
mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi
Penangkal Petir (PUIPP).
UPAYA PENYELAMATAN.
Pasal 25.
PENGERTIAN
(1) Upaya penyelamatan dalam ketentuan ini bertujuan agar para penghuni atau
pemakai bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke tempat yang
aman pada saat terjadi kebakaran.
(2) Sarana dan perlengkapan ke luar (evakuasi) pada bangunan harus mudah dan
jelas dilihat dan atau dicapai oleh penghuni atau pemakai bangunan pada saat
terjadi kebakaran.
Pasal 26.
TANGGA KEBAKARAN
Pasal 27
KORIDOR
Pasal 28
PINTU KEBAKARAN
BUKAAN PENYELAMAT
Pasal 30.
LIF KEBAKARAN.
(1). Untuk bangunan gedung yang menggunakan lif, harus menyediakan minimum
sebuah lif yang dapat digunakan oleh Unit Pemadam Kebakaran.
(2). Pintu penutup sumur lif maupun pintu kereta lif harus tahan api, tidak kurang
dari 1 jam.
(3). Dinding sumur lif harus tahan api tidak kurang dari 2 jam dan terpisah dari unit
lainnya
(4). Lif kebakaran harus dapat berhenti di setiap lantai, dengan pintu yang harus
dapat dilalui usungan (brand car) secara datar yang berukuran 2,05 m x 0,7 m.
(5). Sumur lif harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak ada asap yang
terperangkap bila terjadi kebakaran.
(6). Sumber daya listrik untuk lif kebakaran direncanakan dari dua sumber yang
berbeda, sehingga secara otomatis aliran listrik dapat dipindahkan bila terjadi
kebakaran dan aliran listrik tersebut berdiri sendiri.
Pasal 31.
(1). Bangunan Gedung Kelas A dan B harus dilengkapi dengan penerangan darurat
dan tanda penunjuk arah ke luar.
(2). Jalan ke luar menuju ruang tangga, balkon atau teras, dan pintu menuju tangga,
harus diberi tanda KELUAR / EXIT yang jelas, atau dengan panah penunjuk arah
yang ditempatkan pada persimpangan jalan dan atau jalan ke Iuar yang dianggap
perlu.
(3). Penerangan darurat yang berbentuk lampu penerangan tanda KELUAR / EXIT
dan anak panah, harus mendapat aliran listrik dari dua sumber yang berbeda,
sehingga apabila aliran utama tidak berfungsi atau terputus, maka penerangan
darurat akan segera berfungsi dengan memperoleh aliran dari sumber cadangan
secara otomatis.
KOMUNIKASI DARURAT.
(1). Sistem komunikasi darurat terdiri dari sistem tilpon dan sistem tata suara.
(2). Sistem tilpon harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga bila terjadi
kebakaran masih dapat bekerja minimum 1 (satu) buah pada tiap-tiap lantai dan 1
(satu) buah pada lif kebakaran.
(3). Sistem tata suara yang terpusat harus direncanakan agar dapat digunakan untuk
menyampaikan pengumuman dan instruksi bila terjadi kebakaran pada tingkat
awal.
Pasal 33.
PENGENDALIAN ASAP
(2). Ruang bawah tanah, ruang tertutup, tangga kebakaran, dan atau ruang-ruang
yang diperkirakan asap akan terperangkap, harus direncanakan bebas asap
dengan menggunakan ventilasi mekanis, yang akan bekerja secara otomatis bila
terjadi kebakaran.
(3). Peralatan ventilasi mekanis, maupun peralatan lainnya yang bekerja secara
terpusat harus dapat dikendalikan baik secara otomatis maupun manual dari
ruang sentral.
Pasal 34.
LANDASAN HELIKOPTER.
Untuk jenis bangunan gedung Kelas A yang melebihi 8 tingkat, perlu diperhitungkan
kemungkinan diadakannya landasan helikopter guna penyelamatan penghuni pada
saat terjadi kebakaran
Pasal 35.
Setiap bangunan gedung yang lebih dari 8 tingkat harus menyediakan peralatan pem-
bantu penyelamatan seperti tangga, peralatan peluncur dan peralatan lainnya yang
dapat digunakan untuk penyelamatan darurat.
LAIN – LAIN
Pasal 36.
Ruang atau daerah dalam bangunan umum yang digunakan untuk penempatan
boiler, generator, gardu listrik, dapur utama, ruang mesin, tabung gas, dan ruang
atau daerah lainnya yang mempunyai potensi kebakaran, harus ditempatkan terpisah
atau bila ditempatkan pada bangunan utama, harus dibatasi oleh dinding atau lantai
kompartemen yang nilai ketahanan apinya minimal 3 (tiga) jam. Pada dinding atau
lantai kompartemen tersebut harus tidak terdapat lubang terbuka, kecuali untuk
bukaan yang dilindungi.
Pasal 37.
(2). Untuk bangunan tempat tinggal yang mempunyai kapasitas lebih dari 60
penghuni dan untuk bangunan umum seperti theater, pertokoan, tempat ibadah
dan lain-lain, yang mempunyai kapasitas lebih dari 30 orang, harus memiliki dan
melaksanakan manajemen sistem pengamanan kebakaran.
PEMERIKSAAN BERKALA
Pasal 39.
Pasal 40.
(2). Jalur penyelamatan dan sarana yang digunakan pada penyelamatan penghuni
dan atau pemakai bangunan terhadap bahaya kebakaran seperti koridor, dan
ruang-ruang sirkulasi lainnya, pintu kebakaran, dan tangga kebakaran harus
bebas dari benda-benda yang menghalangi fungsi jalur penyelamatan tersebut
pada saat terjadi kebakaran.
(3). Tanda-tanda penunjuk serta lampu tanda harus selalu dalam kondisi yang baik,
senantiasa dalam keadaan siaga atau menyala, dapat dilihat dan dibaca serta
harus bebas dari benda-benda penghalang.
Pasal 41.
Bangunan umum seperti pertokoan dan pasar-raya serta bangunan lainnya yang
digunakan oleh banyak orang, harus mengadakan latihan kebakaran sekurang-
kurangnya sekali setahun, untuk menjamin kesiagaan petugas pengamanan
bangunan dan pemakai/penghuni bila terjadi kebakaran.
1. Alat pengindera asap, atau smoke detector (bhs. Inggeris) adalah suatu alat yang
dapat memberikan reaksi mekanis bilamana terdapat asap
pada tingkat kepekaan tertentu.
2. Bahan lapis penutup, atau disebut pula interior finishing material (bhs, Inggeris)
adalah bahan yang digunakan sebagai lapisan bagian dalam
bangunan seperti plesteran, pelapis dinding, panel kayu dan
lain-lain.
3. Bangunan umum adalah bangunan gedung yang digunakan untuk segala macam
kegiatan kerja antara lain untuk :
(1). Pertemuan umum.
(2). Perkantoran.
(3). Hotel.
(4). Pasar-raya.
(5). Tempat rekreasi / hiburan.
(6). Rumah sakit / perawatan.
(7). Museum.
4. Bukaan penyelamat adalah bukaan / lubang yang dapat dibuka atau opening
(bhs. Inggeris) yang terdapat pada dinding bangunan terluar,
bertanda khusus, menghadap ke arah luar dan diperuntukkan
bagi unit pemadam kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman
kebakaran dan penyelamatan penghuni.
5. Eskalator, asal kata escalator (bhs. Inggeris), sering dikenal sebagai tangga
berjalan adalah suatu sistem transportasi dalam bangunan
gedung yang mengangkut penumpangnya dari satu tempat ke
tempat lain, dengan gerakan terus menerus dan tetap, ke arah
horisontal atau kearah diagonal.
6. H i d r a n , asal kata hydrant (bhs. Inggeris) adalah alat yang dilengkapi dengan
slang gulung (hose-reel) dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan
pemadaman kebakaran.
7. Kereta lif adalah ruangan atau tempat yang ada pada sistem lif, di dalam mana
penumpang berada dan atau diangkut.
9. Lantai monolit adalah lantai beton yang dicor setempat yang merupakan satu
kesatuan yang utuh.
10. Lapisan pelindung adalah lapisan khusus yang digunakan untuk meningkatkan
ketahanan api suatu komponen struktur.
12. Penutup beton, atau beton dekking (bhs. Belanda) adalah bagian dari struktur
beton yang berfungsi melindungi tulangan agar tahan terhadap
korosi dan api.
13. Plambing, asal kata plumbing (bhs. Inggeris) adalah instalasi / kelengkapan
dalam bangunan yang berupa sistem pemipaan baik pemipaan
untuk pangaliran air bersih, air kotor dan drainase, serta hal-
hal lainnya yang barhubungan dengan pekerjaan pemipaan.
15. Sprinkler atau springkler, adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran
yang rnempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung
mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah
secara merata. Dalam pertanian ada juga jenis sprinkler yang
digunakan untuk penyiram tanaman.
16. Sumur lif, adalah suatu ruang berbentuk lubang vertikal di dalam bangunan, di
mana di dalam lubang tersebut lif bersirkulasi naik-turun.