Anda di halaman 1dari 46

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM

NOMOR : 02/KPT6/1985.

TENTANG :

KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBAKARAN


PADA BANGUNAN GEDUNG

MENTERI PEKERJAAN UMUM :


Menimbang : a. bahwa kebakaran pada bangunan gedung merupakan bencana
yang menimbulkan ancaman kerugian jiwa manusia, harta
benda, lingkungan, terganggunya proses produksi/distribusi
barang dan jasa, dan bahkan merupakan pula gangguan pada
kesejahteraan sosial;
b. bahwa kerugian-kerugian tersebut pada butir a,
mengakibatkan berkurangnya kemampuan masyarakat dalam
usaha penyediaan sumber daya yang sangat diperlukan bagi
kelanjutan dan kelangsungan pembangunan ;
c. bahwa terjadinya kebakaran pada bangunan gedung antara
lain disebabkan karena belum diperhatikan supenuhnya segi-
segi upaya teknis teknologis yang menyangkut pencegahan
dan penanggulangan kebakaran ;
d. bahwa pelimpahan wewenang Menteri Pekerjaan Umum
kepada Daerah berdasarkan PP 18 Tahun 1953 tidak
mengurangi wewenang Menteri Pekerjaan Umum untuk
mengadakan peraturan lebih lanjut;
e. bahwa dipandang perlu untuk mengatur dan menetapkan
upaya teknis teknologis pencegahan dan penanggulangan
kebakaran pada bangunan gedung demi terselenggaranya
tertib pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung
dalam Keputusan Menteri.

Mengingat : 1. Stadsvorming Ordonantie S. 1948 No. 168;


2. Stadsvorming Verordening S. 1949 No. 40;
3. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 ;
4. Undang-Undang No. 4 Tahun 1982;
5. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1953;
6. Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun 1974 jo No. 15 Tahun
1983;
7. Keputusan Presiders RI No. 45/M Tahun 1983;
8. Instruksi Presiden RI No. 4 Tahun 1969 ;
9. Keputusan Menteri PU No. 60/KPTS/1980;
10. Keputusan Menteri PU No. 211/KPTS/1984.

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 1
MEMUTUSKAN:

Menatapkaan : KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM TENTANG


KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG.

PERTAMA : Ketentuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada


Bangunan Gedung memuat ketentuan-ketentuan dan
persyaratan-persyaratan mengenai lingkungan dan
bangunan, bahan bangunan, struktur bangunan, utllitas dan
usaha penyelamatan terhadap bahaya kebakaran yang harus
diperhatikan pada perencanaan, pelaksanaan pembangunan
dan pemanfaatan bangunan gedung, sebagaimana terlampir
dan merupakan bagian tak terpisahkan dari keputusan ini.

KEDUA : Ketentuan tersebut dalam DIKTUM PERTAMA dilaksanakan


secara tarpadu dengan peraturan perundang-undangan serta
ketentuan-ketentuan yang berlaku, baik yang bersifat
Nasional maupun Daerah setempat.

KETIGA : Dalam pelaksanaan keputusan ini, Kantor Wilayah


Departemen Pekerjaan Umum memberikan pelayanan
konsultasi dalam bidang teknis teknologis kepada
Pemerintah Daerah setempat, khususnya dalam rangka
penyusunan Peraturan Daerah yang bersangkutan dengan
pencegahan dan penanggulangan kebakaran.

KEEMPAT : Koordinasi, pengawasan dan petunjuk-putunjuk teknis


pelaksanaan dari keputusan ini diatur lebih lanjut oleh
Direktorat Jenderal Cipta Karya.

KELIMA : Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Keputusan ini


sepanjang telah ditetapkan didalam Peraturan Daerah
setempat, dikenakan tindakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang akan ditentukan
lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Setempat.

KEENAM : Dengan berlakunya keputusan ini, maka semua keputusan


dan ketetapan Menteri Pekerjaan Umum dibidang
perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pemantaatan
bangunan gedung tetap berlaku yang dalam pelaksanaannya
disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam keputusan
Ini.

KETUJUH : Hal-hal yang belum diatur dalam keputusan ini akan


ditetapkan lebih Ianjut oleh Menteri Pekerjaan Umum.

KEDELAPAN : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 2
DITETAPKAN DI : JAKARTA
PADA TANGGAL : 2 Januari
1985

MENTERI PEKERJAAN UMUM

SUYONO SOSRODARSONO

Tembusan kepada Yth. :


1. Bapak Presiden RI;
2. Bapak Wakil Presiden RI ;
3. Sdr. Para Menteri Kabinet Pembangunan IV;
4. Sdr. Sekretaris Jenderal Departemen PU;
5. Sdr. Inspektur Jenderal Departemen PU;
6. Sdr. Para Direktur Jenderal dilingkungan Departemen PU;
7. Sdr. Kepala Balitbang Departemen PU;
8. Sdr. Para Gubernur/KDH Tingkat I di seluruh Indonesia;
9. Sdr. Kepala Kanwil. Departemen PU Propinsi di seluruh Indonesia;
10. Sdr. Kepala DPU Dati I di seluruh Indonesia;
11. Distribusi B Departemen PU;
12. Para Kepala Kantor, Satuan Kerja dan Pemimpin Proyek dalam Iingkungan
Departeren PU;
13. Arsip.

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 3
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NO. 02/KPTS/1985
TANGGAL 2 JANUARI 1985
TENTANG KETENTUAN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
KEBAKARAN PADA BANGUNAN GEDUNG

BAB I

PENDAHULUAN

Kebakaran pada bangunan gedung dapat menimbulkan kerugian berupa korban ma-
nusia, harta benda, terganggunya proses produksi barang dan jasa, kerusakan
lingkungan dan terganggunya ketenangan masyarakat.

Data yang dapat dikumpulkan dari berbagai kota di Indonesia dalam sepuluh tahun
terakhir ini memberikan petunjuk adanya peningkatan kebakaran pada bangunan
gedung. Sementara itu pengadaan bangunan gedung dan perumahan terus
meningkat, demikian pula penggunaan bahan, komponen bangunan dan
peralatan/instalasi dalam bangunan belum diatur dalam ketentuan yang lebih
memadai.

Dilain pihak pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengendalian yang
berupa peraturan perundang-undangan, pedoman pelaksanaan, standar kualitas,
personil pengawas, dan peralatan Pemadam Kebakaran dirasakan masih belum
dapat mengatasinya.

Oleh karena itu, apabila pengertian dan disiplin masyarakat serta perangkat pengen-
dalian tersebut di atas tidak ditingkatkan, diperkirakan laju kebakaran akan
meningkat lagi.

Di dalam Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 1953 tentang "Pelaksanaan penyerahan


sebagian dari urusan Pemerintah Pusat mengenai Pekerjaan Umum kepada Propinsi-
Propinsi dan Penegasan urusan mengenai Pekerjaan Umum dari Daerah-Daerah
Otonom Kabupaten, Kota Besar, dan Kota Kecil" ditetapkan Pasal 9 huruf j bahwa
pencegahan bahaya kebakaran yang telah diurus dan diatur oleh daerah-daerah
otonom tetap dijalankan oleh dan sebagai urusan daerah otonom itu. Namun pada
Pasal 4 dan Pasal 12 disebutkan bahwa penyerahan tersebut tidak mengurangi hak
Menteri Pekerjaan Umum untuk mengadakan pengawasan atas urusan tersebut, serta
merencanakan dan menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan dalam lingkungan daerah
guna kemakuran umum, tentang hal mana Menteri Pekerjaan Umum dapat
mengadakan peraturannya dan memberikan petunjuk-petunjuk teknis.

Menyadari hal-hal tersebut di atas, maka perlu diterbitkan ketentuan yang bersifat
teknis teknologis, dalam upaya peningkatan pencegahan dan penanggulangan
kebakaran pada bangunan gedung.

Tujuan pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung adalah


untuk melindungi jiwa dan harta benda terhadap bahaya kebakaran. Hal ini dititik

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 4
beratkan pada pengamanan bangunan gedung, dengan cara memenuhi persyaratan-
persyaratan teknis teknologis, dalam proses perencanaan, pelaksanaan
pembangunan dan pemanfaatan gedung, yang masing-masing mencakup aspek-
aspek lingkungan dan bangunan, bahan bangunan, struktur bangunan, utilitas, dan
upaya penyelamatan.

Persyaratan-persyaratan yang ditetapkan dalam ketentuan ini, harus dipakai bar-


sama-sama dengan Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, Peraturan
Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung, Peraturan Beton Bertulang
Indonesia, Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia, Peraturan Konstruksi
Kayu Indonesia, dan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia. Peraturan
tersebut memuat syarat-syarat minimum, yang dalam ketentuan ini telah
disesuaikan pemakaiannya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya
kebakaran.
Khusus mengenai aspek utilitas, perlu ditaati ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam Peraturan Umum Instalasi Listrik ( PUIL), Pedoman Sprinkler dan Peraturan
Umum Instalasi Penangkal Petir (PUIPP).

Dengan ditetapkannya ketentuan ini, Peraturan-peraturan Daerah yang menyangkut


pencegahan dan penanggulangan kebakaran pada bangunan gedung yang sudah ada
tetap berlaku, bahkan diharapkan akan dapat mendorong diterbitkannya Peraturan
Daerah-Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran yang
bersifat operasional, sesuai dengan kondisi dan situasi di daerah.

BAB II

LINGKUNGAN DAN BANGUNAN

Pasal 1

PENGERTIAN

(1). Pengaturan lingkungan dalam ketentuan ini meliputi pengaturan blok dan
kemudahan pencapaiannya (accessibility), ketinggian bangunan, jarak
bangunan, dan kelengkapan lingkungan.

(2). Pengaturan bangunan meliputi pengaturan ruang-ruang efektif, ruang


sirkulasi, eskalator, tangga, kompartemenisasl, dan pintu kebakaran.

(3). Yang dimaksud dengan


a. Blok adalah suatu luasan lahan tertentu yang dibatasi oleh batas fisik yang
tegas, seperti laut, sungai, jalan, dan terdiri dari satu atau lebih persil
bangunan.
Contoh : Iihat gambar II.1.
b. Kelengkapan lingkungan meliputi : hidran, sumur gali atau reservoir, dan
komunikasi umum.
c. Ruang efektif adalah ruang yang dipergunakan untuk menampung aktivitas
yang sesuai dengan fungsi bangunan, misalnya ruangan efektif suatu hotel
antara lain kamar, restoran dan lobby.
PT. ERM INDONESIA
MPU2-1985 5
d. Ruang sirkulasi adalah ruang yang hanya dipergunakan untuk lalu-Iintas
atau sirkulasi dalam bangunan, misalnya : pada bangunan hotel adalah
koridor.
e. Kompartemenisasi adalah usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran
dengan cara membatasi api dengan dinding, lantai kolom, balok yang
tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas bangunan.
f. Eskalator adalah tangga berjalan dalam bangunan.
g. Tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk
penyelamatan kebakaran.
h. Pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga
kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran.

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 6
Gambar II.1
Blok

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 7
Pasal 2

PERSYARATAN LINGKUNGAN

(1). Lingkungan bangunan harus mempunyai jalan lingkungan yang memenuhi


ketuntuan dibawah ini :

Lebar minimum perkerasan jalan lingkungan


Luas Blok Searah Bolak-balik
Menerus Buntu Menerus
Besar > 5 Ha. 4m 3,5 m 5m
Sedang 1 – 5 Ha. 3,5 m 3,5 m 4m
Kecil < 1 Ha 3,5 m 3,5 m 3,5 m

(2). Dalam suatu lingkungan bangunan, jarak bangunan yang bersebelahan dengan
bukaan saling berhadapan adalah :

Tinggi bangunan (dalam meter) Jarak bangunan minimum (dalam meter)


s/d 8 m 3m
8 s/d 14 m 3 s/d 6 m
14 s/d 40 m 6 s/d 8 m
diatas 40 m diatas 8 m
Lihat gambar II.2.
(3) a. Dalam lingkungan tertentu seperti lingkungan perumahan, sekolah, rumah
sakit/ perawatan dan perkantoran, tidak diperkenankan adanya bangunan-
bangunan yang dipergunakan sebagai tempat usaha yang mempunyai
potensi kebakaran seperti bengkel, tempat Ias, penjualan bensin eceran,
penyimpanan bahan kimia, tempat-tempat yang menggunakan tenaga uap
air, gas/uap bertekanan tinggi serta diesel/generator listrik.
b. Untuk bangunan-bangunan tersebut di atas, perizinan yang meliputi izin
usaha, izin mendirikan bangunan serta penentuan lokasi lingkungannya,
diatur tersendiri oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
(4). Kelengkapan lingkungan :
a. Untuk lingkungan perumahan perlu dipertimbangkan kemungkinan
disediakan gang kebakaran atau jalur jalan kaki, yang akan memudahkan
petugas atau orang yang menanggulangi bencana kebakaran.
b. Lingkungan Perumahan direncanakan sedemikian rupa sehingga setiap
bangunan rumah, bisa terjangkau oleh pancaran air unit pemadam kebakaran
dari jalan lingkungan, yang bisa didatangi mobil kebakaran
c. Lingkungan perumahan dan lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi
hidran atau sumur gali atau reservoir kebakaran.
Bangunan yang berjarak lebih dari 10 m. dari jalan lingkungan, harus
dilengkapi hidran tersendiri.
d. Setiap lingkungan bangunan, khususnya perumahan harus dilengkapi dengan
sarana komunikasi umum, yang dapat dipakai setiap saat.

MPU2-1985 8
PT. ERM INDONESIA
Gambar II.2.
Jarak bangunan & dinding pembatas
pada bangunan penerus

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 9
(5). Persyaratan hidran, sumur gali atau reservoir
a. Hidran harus memenuhi syarat berikut :
a.1. Kapasitas masing-masing hidran minimum 1.000 liter/menit.
a.2. Tekanan di mulut hidran minimum 2 kg/cm2.
a.3. Jarak antar hidran maksimum 200 m.
b. Sumur gali atau reservoir kebakaran harus memenuhi ketentuan :
b.l . Air yang tersedia setiap saat sekurang-kurangnya 10.000 liter.
b.2. Sekeliling sumur gali atau reservoir diperkeras supaya mudah dicapai
mobil pemadam kebakaran.

Passal 3

KLASIFIKASI BANGUNAN

(1) Dalam ketentuan ini, bangunan diklasifikasikan menurut tingkat ketahanan


struktur utamanya terhadap api.
(2) Klasifikasi tersebut dalam ayat (1) terdiri dari 4 (empat) kelas, yaitu kelas A, B,
C, dan D.
a. Bangunan kelas A, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur
utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 3 (tiga) jam, yaitu
meliputi bangunan-bangunan :
a.1. Hotel
a.2. Pertokoan dan Pasar-raya
a.3. Perkantoran
a.4. Rumah Sakit dan Perawatan
a.5. Bangunan industri
a.6. Tempat Hiburan
a.7. Museum
a.8. Bangunan dengan penggunaan ganda/campuran.
b. Bangunan kelas B, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur
utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 2 (dua) jam, yaitu
meliputi bangunan-bangunan :
b.l. Perumahan Bertingkat
b.2. Asrama
b.3. Sekolah
b,4. Tempat ibadah.
c. Bangunan kelas C, adalah bangunan-bangunan yang komponen struktur
utamanya harus tahan terhadap api sekurang-kurangnya 1/2 (setengah)
jam, rneliputi bangunan gedung yang tidak bertingkat dan sederhana.
d. Bangunan kelas D, yaitu bangunan-bangunan yang tidak tercakup ke dalam
kelas A, B, C, tidak diatur di dalam katentuan ini, tetapi diatur secara
khusus, misalnya Instalasi nuklir, bangunan-bangunan yang digunakan
sebagai tempat penyimpanan bahan-bahan yang mudah meledak.

Pasal 4

PERSYARATAN BANGUNAN

(1). Untuk bangunan menerus, dinding batas antar bangunan harus menembus atap

PT. ERM
MPU2- 1
dengan tinggi sekurang-kurangnya 0,6 m dari seluruh permukaan atap (Lihat
gambar 11.2.).
(2). Bagi bangunan yang mempunyai bukaan, baik horizontal maupun vertikal,
seperti jendela, lubang eskalator dan lain-lain harus mernenuhi pursyaratan
sebagai berikut
a. Lubang pintu bangunan perumahan dan gedung yang langsung menghadap
ke Iuar, dan pintunya harus mernbuka ke Iuar.
b. Lubang jendela atau pintu bangunan yang langsung menghadap ke luar,
sekurang-kurangnya berjarak 90 cm satu dengan lainnya, kecuali jika
dilindungi penjorokan sekurang-kurangnya 50 cm yang terbuat dari struktur
tahan terhadap api, minimum 2(dua) jam.
c. Bagian atas dari setiap jendela atau pintu bangunan yang langsung
menghadap ke luar, harus dilindungi dengan ponjorokan, sekurang-
kurangnya 60 cm dari dinding yang terbuat dari struktur tahan terhadap api,
minimum 2 (dua) jam.
( Lihat Gambar II. 3. ).
d. Untuk bangunan bertingkat, pada setiap lantai harus ada sekurang-kurangnya
1 (satu) bukan vertikal pada dinding bagian Iuar, bertanda khusus yang
menghadap ke tempat yang mudah dicapai oleh Unit Pemadam Kebakaran.
Bukaan tersebut diperuntukkan bagi Unit Pemadam Kebakaran.
(3). Koridor harus memenuhi persyaratan sebagai berikut
a. Lebar minimum 1,80 m.
b. Jarak setiap titik dalam koridor ke pintu kebakaran yang terdekat tidak boleh
lebih dari 25 m.
c. Dilengkapi tanda-tanda penunjuk yang menunjukan arah kepintu
kebakaran. (4). Tangga kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Dilengkapi dengan pintu tahan terhadap api, minimum 2 (dua) jam, dengan
arah pembukaan ke tangga kebakaran dan dapat tertutup secara otomatis.
Pintu tersebut harus dilengkapi dengan lampu dan tanda penunjuk.
b. Tangga kebakaran yang terletak di dalarn bangunan, harus dipisahkan
dengan ruang-ruang lain memakai pintu tahan api dan bebas asap.
c. Jarak tangga kebakaran dari setiap titik dalam ruang efektif, tanpa ruang
sirkulasi, maksimum 25 m.
d. Ruang sirkulasi harus berhubungan langsung dengan pintu kebakaran.
e. Lebar tangga kebakaran minimum 1,2 m dan tidak boleh menyempit ke arah
bawah.
f. Tangga kebakaran harus dilengkapi pegangan (hand rail) yang kuat setinggi
1,10 m dan penerangan darurat yang cukup, serta dilindungi agar tidak
memungkinkan orang jatuh.
g. Lebar minimum injakan anak tangga 28 cm dan tinggi maksimum anak
tangga 20 cm.
h. Lebar bordes sekurang-kurangnya sama dengan lebar tangga.
i. Tangga kebakaran yang terletak di Iuar bangunan, berjarak sekurang-
kurangnya 1 m dari bukaan yang berhubungan dengan tangga kebakaran
tersebut.
j. Tidak boleh berbentuk tangga puntir.

PT. ERM
MPU2- 1
Gambar II.3.
Persyaratan bukaan

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 12
(5). Pintu kebakaran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Lebar pintu kebakaran minimum 90 cm, membuka ke arah tangga kebakaran,
dapat menutup secara otomatis, dan dapat dibuka dengan kekuatan 10 kgf.
b. Jarak antar pintu kebakaran maksimum 25 m.
Untuk persyaratan-persyaratan di atas lihat garnbar 11.4.

BAB III

BAHAN BANGUNAN

Pasal 5

PENGERTIAN

(1). Yang dimaksud dengan Bahan bangunan dalam ketentuan ini adalah semua
macam bahan yang dipakai pada atau untuk konstruksi bangunan gedung, baik
sebagai bahan lapis penutup bagian dalam bangunan, maupun sebagai bahan
komponen struktur bangunan.
Bahan bangunan dapat terdiri dari satu jenis bahan, atau merupakan gabungan
dari beberapa jenis bahan pembentuknya
Bahan-bahan yang lepas dan mudah dipindahkan, seperti misalnya karpet, tirai,
perabot rumah tangga dan sebagainya yang merupakan isi bangunan, tidak
termasuk dalam pengertian ini.
Bahan bangunan dibagi da!arn 5 (lima) tingkat mutu, yaitu :
- Tinykat I
- Tingkat II
- Tingkat III
- Tingkat IV
- Tingkat V.

(2) Bahan mutu Tingkat I (non-combustible) adalah bahan yang memenuhi


persyaratan pengujian sifat bakar (non-combustibility test) serta memenuhi pula
pengujian sifat penjalaran api pada permukaan ( surface test).
Bahan mutu Tingkat II (semi non-combustible) adalah bahan yang sekurang-
kurangnya memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan
untuk tingkat bahan sukar terbakar, serta memenuhi pengujian permukaan
tarnbahan.
Bahan mutu Tingkat III (fire retardant) adalah bahan yang sekurang-kurangnya
memenuhi persyaratan pada pengujian penjalaran api permukaan, untuk tingkat
bahan yang bersifat menghambat api.
Bahan mutu Tingkat IV (semi fire retardant) adalah bahan yang sekurang-
kurangnya memenuhi syarat pada pengujian penjalaran api permukaan untuk
tingkat agak menghambat api.
Bahan mutu Tingkat V (combustible) adalah bahan yang tidak memenuhi, baik
persyaratan uji sifat bakar maupun persyaratan sifat penjalaran api permukaan.

(3) Bahan bangunan yang dimaksudkan dalam pasal 5, ayat (1), dicantumkan dalam
Tabel III.1.

MPU2-1985 13 PT. ERM INDONESIA


Gambar II.4.
Perletakan & persyaratan tangga kebakaran

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 14
TABEL III.1

TINGKAT MUTU BAHAN BANGUNAN TERHADAP API

MUTU MUTU MUTU MUTU MUTU


Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V
- Beton - Papan wol - Kayu lapis -Papan - Sirap
- Bata kayu semen yang polyester
- Batako (Excelsior dilindungi bertulang - Sirap kayu
- Asbes board) bukan Ulin
- Alumunium - Papan yang -Polyvinil atau kayu Jati
- Kaca - Papan semen mengandung dengan
- Besi pulp lebih dari tulangan - Rumbia
- Baja 52% glass
- Adukan - Serat kaca fibre - Anyaman
semen semen bambu
- Adukan gips - Papan
- Asbes semen - Plaster board partikel yang - Bahan atap
- Ubin dilindungi aspal
keramik - Pelat baja berlapiskan
- Ubin semen lapis PVC - Papan wol mineral
- Ubin marmer kayu
- Lembaran - Kayu Kamper
seng
- Panel - Kayu Meranti
kalsium
silikat - Kayu
- Rock wool terentang
- Glass wool
- Genteng - Kayu Lapis
keramik 14 mm
- Wired glass 17 mm
- Lembaran
baja lapis - Softboard
seng
- Hardboard

- Papan
partikel

(4). Bahan lapis penutup adalah bahan bangunan yang dipakai sebagai lapisan
penutup bagian dalam bangunan (interior finishing materials).

(5). Bahan komponen struktur bangunan adalah bahan bangunan yang dipakai
sebagai bahan pembentuk komponen struktur bangunan, seperti kolom, balok,
dinding, lantai, atap dan sebagainya.

PT. ERM
MPU2- 1
Pasal 6

PERSYARATAN BAHAN LAPIS PENUTUP

(1) Bahan bangunan yang cepat terbakar dan/atau yang mudah menjalarkan api
melalui permukaannya, tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada
tempat-tempat penyelamatan kebakaran, maupun di bagian lainnya dalam
bangunan di mana terdapat sumber api

(2) Sesuai dengan klasifikasi Bangunan yang ditentukan dalam Bab II Pasal 3, bahan
lapis penutup harus memenuhi syarat minimum yang disebutkan dalam tabel
III.2

Tabel III.2.

Tingkat Mutu Bahan Lapis Penutup

Kelas bangunan Bahan Lapis Penutup untuk :


(Ketahanan Ruang efektif, Ruang sirkulasi, Tangga kebakaran,
terhadap api) kamar, dsb koridor, dsb pintu kebakaran,
dsb.
Kelas A (3 jam) Bahan mutu Tingkat I
Kelas B (2 jam) Bahan Mutu Bahan Mutu Bahan Mutu
Tingkat II Tingkat II Tingkat I
Kelas C (1/2) Bahan Mutu Bahan Mutu Bahan Mutu
Tingkat II Tingkat III Tingkat II
Kelas D Diatur tersendiri

(3) Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.2.
diberikan dalam Tabel III.1.
Bahan bangunan yang tidak tercantum dalam Tabel III.1. dapat dipakai setelah
dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi yang berwenang.

Pasal 7

PERSYARATAN BAHAN UNTUK KOMPONEN STRUKTUR BANGUNAN

(1) Berdasarkan klasifikasi bangunan yang disebutkan dalam Bab II, pasal 3, bahan
bangunan yang dipakai untuk komponen struktur bangunan harus memenuhi
syarat minimum seperti dicantumkan dalam Tabel III.3. dibawah ini.

PT. ERM
MPU2- 1
Tabel III.3.

Persyaratan Bahan Untuk Komponen Struktur Bangunan

Kelas bangunan Kolom Dinding luar dan Lantai


( Ketahanan dan Atap bukaan pada dan
terhadap api ). Balok dinding luar Tangga

Kelas A Mutu Mutu Mutu Mutu


( 3 jam ) Tingkat I Tingkat I Tingkat I Tingkat I

Kelas B Mutu Mutu Mutu Mutu


(2 Jam ) Tingkat I Tingkat I Tingkat I Tingkat II

Kelas C Mutu Mutu Mutu Mutu


(1/2 jam ) Tingkat II Tingkat II Tingkat II Tingkat II

Kelas D Diatur tersendiri

(2). Daftar bahan-bahan dengan tingkat mutu seperti tersebut dalam Tabel III.3.
diberikan dalam Tabel III.1. Bahan-bahan Iainnya yang tidak tercantum dalam
Tabel III.1., dapat dipakai setelah dibuktikan oleh hasil pengujian dari instansi
yang berwenang.

(3) Pungujian dan penilaian mutu bahan serta petunjuk teknis pemakaiannya,
baik untuk bahan lapis penutup maupun untuk komponen struktur
bangunan, harus mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang.

BAB IV.

STRUKTUR BANGUNAN

Pasal 8
.
PENGERTIAN

(1) Ketahanan terhadap api adalah sifat dari komponen struktur untuk tetap
bertahan terhadap api tanpa kehilangan fungsinya sebagai komponen
struktur, dalam satuan waktu yang dinyatakan dalam jam.

(2) Komponen struktur adalah bagian-bagian bangunan gedung baik yang


memikul beban maupun yang bukan, misalnya dinding kolom, balok, dinding
PT. ERM
MPU2- 1
partisi, atap dan lantai.

(3). Komponen struktur utama adalah bagian-bagian bangunan gedung yang


memikul beban dan meneruskan beban tersebut ke pondasi misalnya dinding,
kolom, balok dan lantai

Pasal 9

PERENCANAAN STRUKTUR BANGUNAN

(1) Peningkatan ketahanan komponen struktur terhadap api harus memenuhi


ketentuan-ketentuan dan cara-cara yang tercantum dalam Bab IV ini.

(2). Cara-cara peningkatan ketahanan komponen struktur terhadap api yang tidak
tercantum pada ketentuan Bab IV ini diperbolehkan, asal dapat memenuhi
persyaratan melalui pengujian dari instansi yang berwenang.

Pasa1 10.

PERSYARATAN KETAHANAN TERHADAP API.

Persyaratan umum ketahanan terhadap api bagi komponen struktur bangunan


tinggi, dicantumkan dalam Tabel IV.1. berikut ini.

PT. ERM
MPU2- 1
Tabel IV.1

Ketahanan api menurut jenis komponen struktur dan ketinggian struktur bangunan dinyatakan dalam
lantai

PT. ERM INDONESIA


MPU2-1985 19
Pasal 11.

KOMPONEN STRUKTUR BETON BERTULANG.

(1) Lantai beton bertulang.


Ketahanan api untuk lantai beton bertulang dicantumkan dalarn Tabel IV.2
berikut :

Tabel IV.2.

Ketahanan api untuk Lantai Beton Bertulang

Tebal total minimum lantai dalam cm untuk


Jenis Lantai ketahanan api selama :
3 jam 2 jam ½ jam
Lantai monolit, lantai
15,0 12,5 9,0
pracetak berbentuk U dan T
Lantai balok berongga,
lantai pracetak berbentuk 12,5 9,0 7,0
kotak atau I

Keterangan :
Untuk semua jenis lantai, harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok
minimum setebal 2,5 cm untuk ketahanan api 3 jam dan minimum 1,5 cm untuk
ketahanan api yang kurang dari 3 jam.

(2) Balok beton bertulang


Ketahanan api untuk balok beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut :

Tabel IV.3.

Ketahanan api untuk Balok Beton Bertulang.

Tebal minimum penutup beton dalam cm untuk ketahanan api


Uraian selama :
3 jam 2 jam ½ jam
Tanpa lapisan
pelindung 5,0 5,0 2,5
tambahan

(3) Dinding Beton Bertulang


Ketahanan api untuk dinding beton bertulang dicantumkan dalam Tabel berikut ini :

PT. ERM
MPU2- 2
Tabel IV.4.

Ketahanan api untuk Dinding Beton Bertulang

Tebal minimum dinding dalam cm. untuk ketahanan api


Uraian selama :
3 jam 2 jam ½ jam
Tanpa pelindung
17,5 10,0 7,5
tambahan
Plesteran semen
atau gips setebal
minimum 1,20 cm 17,5 10,0 6,5
pada kedua
permukaan

Keterangan :
Untuk semua dinding harus terdapat penutup beton pada tulangan pokok setebal 2,5
cm.

(4) Kolom beton bertulang


Ketahanan api untuk kolom beton bertulang dicantumkan dalam Tabel IV.5. berikut
ini :

Tabel IV.5.

Ketahanan api untuk Kolom Beton Bertulang

Ketahanan api selama :


Uraian
3 jam 2 jam ½ jam
Tebal minimum
40,0 30,0 15,0
kolom dalam cm
Penutup beton
minimum pada 6,5 5,0 4,0
tulangan dalam cm

Pasal 12

KOMPONEN STRUKTUR BETON PRATEKAN

(1) Lantai Beton Pratekan


Ketahanan api untuk lantai beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.6.
berikut ini :

PT. ERM
MPU2- 2
Tabel IV.6

Ketahanan api untuk Lantai Beton Pratekan

Ketahanan api selama :


Uraian
3 jam 2 jam ½ jam
Tebal minimum
penutup beton
5,0 4,0 1,5
pada tulangan
pratekan dalam cm
Tebal minimum
15,0 12,5 9,0
lantai dalam cm

(2) Balok Beton Pratekan


Ketahanan api untuk balok beton pratekan dicantumkan dalam Tabel IV.7.
berikut ini :

Tabel IV.7

Ketahanan api untuk Balok Beton Pratekan

Ketahanan api selama :


Uraian
3 jam 2 jam ½ jam
Tebal minimum
penutup beton
8,5 6,5 2,5
pada tulangan
pratekan dalam cm
Lebar minimum
24,0 18,0 8,0
balok dalam cm

Pasal 13

KOMPONEN STRUKTUR BAJA

Untuk memperpanjang ketahanan api, permukaan struktur baja harus diberi lapisan
beton bertulang seperti dicantumkan dalam Tabel IV.8. dan IV.9. berikut ini :

PT. ERM
MPU2- 2
Tabel IV.8.

Ketahanan api untuk Balok Baja

Lapisan beton Tebal minimum lapisan beton bertulang dalam cm untuk


bertulang dengan ketahanan api selama :
campuran
minimum *) 1 PC 3 jam 2 jam ½ jam
:2
Psr :3 Kerikil
Lapisan beton
bertulang tidak 6,3 2,5 2,5
memikul beban
Lapisan beton
bertulang memikul 7,5 5,0 5,0
beban

Keterangan :
Jarak tulangan beton ke semua arah maksimum 15 cm

Tabel IV.9.

Ketahanan api untuk Kolom Baja

Lapisan beton Tebal minimum lapisan beton bertulang dalam cm untuk


bertulang dengan ketahanan api selama :
campuran
minimum *) 1 PC 3 jam 2 jam ½ jam
:2
Psr :3 Kerikil
Lapisan beton
bertulang tidak 5,0 2,5 2,5
memikul beban
Lapisan beton
bertulang memikul 7,5 5,0 5,0
beban

Keterangan :
Jarak tulangan beton ke semua arah maksimum 15 cm.

*) Pemakaian semen tidak boleh kurang dari campuran tersebut di atas

Pasal 14

KOMPONEN STRUKTUR BATA MERAH

Ketahanan api untuk komponen struktur bata merah dengan tebal 11 cm dan
menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.

PT. ERM
MPU2- 2
Pasal 15.

KOMPONEN STRUKTUR BATAKO DAN BATA BETON (CONCRETE BLOCK).

Ketahanan api untuk komponen struktur batako dan Bata Beton (Concrete Block)
dengan tebal) 10 cm. dan menggunakan adukan 1 semen : 3 pasir, adalah 2 jam.

Pasal 16.

KOMPONEN STRUKTUR KAYU.

Ketahanan api untuk komponen dinding kayu dengan lapisan papan asbestos semen
setebal minimum 12 mm. pada tiap bidang perrnukaannya adalah ½ jam.
Ketahanan api untuk komponen lantai kayu dengan Iangit-langit dari papan asbestos
semen setebal minimum 12 mm. adalah ½ jam.

BAB V.

UTILITAS

Pasal 17.

PENGERTIAN.

(1). Utilitas adalah perlengkapan dalam bangunan gedung yang digunakan untuk
menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan,
komunikasi dan mobilitas dalam bangunan tersebut.
Utilitas bangunan pada umumnya terdiri dari :
a. Instalasi Listrik dan penangkal petir.
b. Instalasi Tata Udara (A/C dan ventilasi).
c. Instalasi Plambing ( Plumbing ).
d. Instalasi Lif ( Lift ) dan Eskalator (Escalator).
e. Instalasi Komunikasi.
f. Instalasi Protoksi Kebakaran.

(2). Utilitas dalam ketentuan ini diartikan segala perlengkapan yang dipersiapkan
untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran pada bangunan gedung, yang
meliputi:
a. Alarm kebakaran.
b. Alat pemadam api ringan ( PAR ).
c. Hidran kebakaran.
d. Sprinkler.
e. Pipa peningkatan air (riser)
f. Sumber daya listrik darurat
g. Penangkal petir
h. Peralatan lainnya yang merupakan bagian dari utilitas bangunan

(3) a. Yang dimaksud dengan alarm kebakaran adalah suatu alat pengindera dan

PT. ERM
MPU2- 2
alarm yang dipasang pada bangunan gedung, yang dapat memberikan
peringatan atau tanda pada saat awal terjadinya kebakaran.
b. Alat Pemadam Api Ringan (PAR) adalah alat pemadam api yang mudah
dilayani oleh satu orang, digunakan untuk memadamkan api pada awal
terjadinya kebakaran.
c. Hidran kebakaran adalah suatu system pemadam kebakaran dengan
menggunakan air bertekanan
d. Sprinkler otomatis dalam ketentuan ini adalah suatu sistem pemancar air
yang bekerja secara otomatis bilamana suhu ruangan mencapai suhu tertentu
yang menyebabkan pecahnya tabung/tutup kepala sprinkler sehingga air
memancar keluar. Detektor yang terdapat pada kepala sprinkler
menimbulkan distribusi pancaran merata ke semua arah.
e. Yang dimaksud dengan pipa peningkatan air (riser) adalah pipa vertikal yang
berfungsi mengalirkan air ke jaringan pipa antara di tiap lantai dan
mengalirkan air ke pipa-pipa cabang dalam bangunan. Pipa peningkatan air
dibedakan atas pipa peningkatan air kering (dry riser) yang kosong dan pipa
peningkatan air basah (wet riser) yang senantiasa berisi air.
Pipa peningkatan air kering adalah pipa air yang umumnya kosong, dipasang
dalam gedung atau di dalam areal gedung dengan pintu air masuk (inlet)
letaknya menghadap ke jalan untuk memudahkan pemasukan air dari Dinas
Kebakaran guna mengalirkan air ke pipa-pipa cabang yang digunakan untuk
mengisi hidran di lantai-lantai bangunan.
Pipa peningkatan air basah adalah pipa air yang secara tetap berisi air dan
mendapat aliran tetap dari sumber air, dipasang dalam gedung atau di dalam
areal bangunan, yang digunakan untuk mengalirkan air ke pipa cabang untuk
mengisi hidran di lantai-lantai bangunan
f. Sumber daya listrik darurat adalah suatu sumber pembangkit listrik, yang
digunakan untuk mengoperasikan peralatan dan perlengkapan yang ada pada
bangunan, pada waktu terjadi kebakaran.

Pasal 18

ALARM KEBAKARAN

(1) Pembagian alarm kebakaran didasarkan kepada kepekaannya terhadap :


a. Panas
b. Asap
c. Nyala api

(2) Peralatan alarm kebakaran.


Peralatan alarm kebakaran sekurang-kurangnya harus mempunyai :
a. Lonceng / sirene dengan sumber tenaga batere.
b. Alat pengindera
c. Panel indikator yang dilengkapi dengan :
c.1. Fasilitas kelompok alarm
c.2. Sakelar penghubung / pemutus arus
c.3. Fasilitas pengujian batere dengan voltmeter dan amperemeter.
d. Peralatan bantu lainnya

PT. ERM
MPU2- 2
(3) Persyaratan Penempatan dan Pemasangan alarm kebakaran
a. Harus ditempatkan pada tempat-tempat sebagai berikut :
a.1. Ruangan tersembunyi seperti misalnya ruangan antara langit-langit dan
atap, denga jarak melebihi 80 cm diukur dari permukaan atap terbawah ke
permukaan langit-langit teratas, dan ruangan tersembunyi lainnya dimana
terdapat peralatan listrik yang dihubungkan dengan hantaran utama tanpa
dilindungi dengan bahan dengan mutu tingkat I.
a.2. Setiap perlengkapan listrik, papan sakelar atau sejenisnya yang memiliki
luas permukaan 1,5 m2 dan ditempatkan dalam lemari.
a.3. Setiap lemari dalam tembok yang memiliki tinggi mencapai langit-langit
atau yang volumenya minimum 7,3 m3
a.4. Kereta Lif atau pada ruangan penarik vertikal dengan luas lebih dari 0,1 m 2
dan kurang dari 9 m2.
a.5. Setiap daerah diantara dua lantai yang memiliki lubang luas lebih dari 9 m 2
pada setiap tingkat dipasang satu buah yaitu pada langit-langitnya dengan
jarak 1,5 m dari lubang.
a.6. Ruangan Tangga dalam bangunan yang kedap api dan asap dipasang pada
langit-langit atas
Untuk yang tidak kedap, dipasang pada setiap langit-langit tangga.
a.7. Daerah yang dilindungi dengan jarak 1,5 m dari pintu tahan api.
a.8. Pada setiap lantai gedung dimana secara khusus dipasang saluran
pembuangan udara.
a.9. Bagian dari langit-langit yang berbentuk kisi-kisi yang salah satu sisi dari
kisi-kisi tersebut berukuran lebih dari 2 m dan luasnya 7,5 m2.
a.10. Pada setiap 12 m sepanjang dinding luar, terbuat dari baja yang digalvanis
atau yang terbuat dari kayu bila :
- Bangunan berada pada jarak 9 m dari bangunan lain yang dibuat dari
bahan yang sama, dan tak dilengkapi dengan alarm kebakaran.
- Bangunan yang berada pada jarak 9 m dari gudang tempat penimbunan
bahan yang mudah terbakar.

b, Pemasangan alarm kebakaran.


b.1. Untuk jenis bangunan tertentu yang termasuk dalam kelas Bangunan A dan
B harus dipasang alarm kebakaran dengan ketentuan. seperti pada Tabel
V.1.
b.2. Dipasang sedemikian rupa, sehingga secara normal tidak tertanggu
oleh pengaruh lain yang dapat menimbulkan operasi palsu
b.3. Dilengkapi dengan indicator sehingga bila ada gangguan pada sistem
tersebut akan cepat diketahui
b.4. Bila dalam satu sistem alarm kebakaran, dipasang lebih dari satu
jenis alarm, tegangannya harus sama.
b.5. Sistem alarm kebakaran harus mernpunyai gambaran instalasi secara
lengkap dan muncantumkan letak dari perlengkapan tersebut, serta
dltempatkan di pusat kontrol.
b.6. Sumber tenaga listrik untuk sistemharus mempunyai tegangan 6 volt atau
12 volt DC. (arus searah).
b.7. Pemasangan harus terpisah dari pemasangan Instalasi tenaga dan
Instalasi penerangan.

PT. ERM
MPU2- 2
Tabel V.1.

PERSYARATAN PEMASANGAN ALARM KEBAKARAN


MENURUT JENIS JUMLAH LANTAI DAN LUAS LANTAI

JUMLAH
LUAS
KLASIFIKASI JENIS JUMLAH
MINIMUM TIPE ALARM
BANGUNAN BANGUNAN LANTAI
TIAP LANTAI
(M2)
A 1 185 manual
HOTEL 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis
1 185 manual
PERTOKOAN &
2-4 t.a.b. otomatis
PASAR
>4 t.a.b. otomatis
1 185 manual
PERKANTORAN 2-4 t.a.b. otomatis
>4 t.a.b. otomatis
RUMAH SAKIT 1 t.a.b. manual
DAN 2-4 t.a.b. otomatis
PERAWATAN >4 t.a.b. otomatis
1 t.a.b. manual
BANGUNAN
2-4 t.a.b. otomatis
INDUSTRI
>4 t.a.b. otomatis
TEMPAT 1 t.a.b. manual
HIBURAN, 2-4 t.a.b. otomatis
MUSEUM >4 t.a.b. otomatis
B - t.d. t.d.
PERUMAHAN
2-4 375 manual
BERTINGKAT
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
ASRAMA 2-4 t.a.b. manual
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
SEKOLAH 2-4 375 manual
>4 t.a.b. otomatis
1 t.d. t.d.
TEMPAT
2-4 375 manual
IBADAH
>4 t.a.b. otomatis
t.d. = tidak dipersyaratkan.
t.a.b. = tidak ada batasan luas.

c. Pemasangan alat pengindera.


c.1. Pemasangan alat pengindera panas harus mengikuti persyaratan sebagai
berikut :
c.1.1. Untuk sistem yang menggunakun alat pengindera panas, elemen
peka panasnya harus dipasang pada posisi antara 15 mm hingga 100
mm di bawah permukaan langit-langit.

PT. ERM
MPU2- 2
c.1.2. Pada satu kelompok sistem ini, tidak boleh dipasang lebih dari 40
buah.
c,1.3. Untuk setiap ruangan dengan luas 46 m2 dengan tinggi langit-langit
3 m, dipasang satu buah alat pengindera panas.
c.1.4. Jarak antar alat pengindera tidak Iebih dari 7 m untuk ruang efektif,
sedangkan untuk ruang sirkulasi tidak lebih dari 10 m.
c.1.5. Jarak alat pengindera dengan dinding pembatas paling jauh 3 m
pada ,ruang efektif dan 6 m. pada ruang sirkulasi.
c.1.6. Jarak alat pengindera panas dengan dinding, minimum 30 cm.
c.1.7. Pada tiap ketinggian yang berbeda, dipasang satu buah alat
pengindera panas untuk setiap luas lantai 92 m2.
c.1.8. Di puncak lekukan atap pada ruangan tersembunyi, dipasang
sebuah alat pengindera panas untuk setiap jarak memanjang 9 m.

c.2. Pemasangan alat pengindera asap harus mengikuti persyaratan sebagai


berikut :
c.2.1. Pada setiap luas lantai 92 m2 harus dipasang sebuah alat pengindera
asap.
c.2.2. Jarak antar alat pengindera asap maksimum 12 m di dalam ruangan
efektif, dan 18 m di dalam ruang sirkulasi.
c.2.3. Jarak titik alat pengindera yang terdekat ke dinding atau dinding
pemisah, 6 m dalam ruang efektif, dan 12 m dalam ruang sirkulasi.
c.2.4. Setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat
pengindera asap yang dapat melindungi ruangan 2000 m2 luas
lantai
c.3. Pemasangan alat pengindera nyala api mengikuti persyaratan sebagai berikut:

c.3.1. Untuk setiap kelompok sistem harus dibatasi maksimum 20 buah alat
pengindera nyala api yang dapat melindungi ruangan.
c.3.2. Untuk yang dipasang di luar ruangan (udara terbuka), maka alat
pengindera harus terbuat dari bahan yang tahan karat, tahan
pengaruh angin dan getaran
c.3.3. Untuk pemasangan pada daerah yang sering mengalami sambaran
petir, harus dilindungi sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan
alarm palsu.

Pasal 19

ALAT PEMADAM API RINGAN

(1) Alat pemadam api ringan (PAR) dibagi dalam jenis-jenis didasarkan atas
golongan kebakaran tertentu yang dapat dipadamkannya.
Contoh : PAR Jenis A digunakan untuk pemadaman kebakaran golongan A.
Lihat Tabel V.3.

(2) Penggolongan kebakaran ke dalam golongan A, B, C, dan D didasarkan atas


macam bahan yang mula-mula terbakar pada saat awal terjadinya kebakaran.
- Kebakaran golongan A adalah kebakaran bahan padat kecuali logam.
- Kebakaran golongan B adalah kebakaran bahan cair atau gas
- Kebakaran golongan C adalah kebakaran instalasi listrik bertegangan.
PT. ERM
MPU2- 2
- Kebakaran golongan D adalah kebakaran logam.
(3) Persyaratan Teknis PAR.
Untuk semua jenis PAR yang biasanya dikemas dalam bentuk tabung harus
memenuhi syarat :
a. Tabung harus dalam keadaan baik.
b. Etiket harus mudah dibaca dengan jelas dan dimengerti.
c. Sebelum dipakai segel harus dalam keadaan baik.
d. Slang harus tahan tekanan tinggi.
e. Bahan baku pemadam selalu dalam keadaan baik.
f. Isi tabung gas sesuai dengan tekanan yang dipergunakan.
g. Belum lewat batas masa berlakunya.
h. Warna tabung harus mudah dilihat (hijau, merah, biru, kuning).

(4). Pemasangan dan penempatan,


Untuk pemasangan dan penempatan PAR harus memenuhi syarat sebagai berikut
a. Setiap PAR harus dipasang pada posisi yang mudah dilihat, dicapai, diambil,
serta dilengkapi dengan pemberian tanda pemasangan sesuai dengan gambar
V.2. dan V.3.
b. Pemasangan PAR harus sesuai dengan jenis dan penggolongan kebakaran.
c. Setiap PAR harus dipasang menggantung pada dinding dengan penguatan
sengkang atau dalam lemari kaca, dan dapat dipergunakan dengan mudah
pada saat diperlukan.
d. Pemasangan PAR dilakukan sedemikian rupa sehingga bagian paling atas
barada pada ketinggian 1,2 m dari permukaan lantai, terkecuali untuk jenis
CO2 dan bubuk kimia kering yang penempatannya minimum 15 cm dari
permukaan lantai.
e. PAR tidak boleh dipasang di dalam ruangan yang mempunyai suhu lebih dari
49°C dan di bawah 4°C.
f. Penempatan PAR juga didasarkan kepada kemampuan jangkauan serta jenis
bangunan sesuai dengan Tabel V.2.

(5). Pemakaian.
Pemakaian PAR harus disesuaikan dengan jenis PAR dan golongan kebakaran
sesuai dengan Tabel V.3

PT. ERM
MPU2- 2
Gambar V.1.
Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada kolom

Catatan :
1. Tanda tempat pemasangan diberi warna merah
2. Lebar ban pada kolom 20 cm.

Tabel V.2.
Penempatan PAR

JENIS BANGUNAN BERAT LUAS JARAK


MINIMUM JANGKAUAN MAKSIMUM
INDUSTRI 2 kg 150 m2 15 m
UMUM 2 kg 100 m2 20 m
PERUMAHAN CAMPURAN 2 kg 250 m2 25 m
PARKIR 2 kg 100 m2 20 m
BANGUNAN TINGGI 2 kg 135 m2 25 m
LEBIH DARI 14 m 2 kg 100 m2 20 m

PT. ERM
MPU2- 3
Gambar V.2.
Tanda tempat pemasangan alat pemadam api ringan yang dipasang pada dinding

Catatan :
1. Segi tiga sama sisi dengan warna dasar merah.
2. Ukuran sisi 35 cm.
3. Tinggi tanda pada 7,50 cm, warna putih.
4. Ruang tulisan, tlnggi 3 cm warna putih.
5. Tulisan warna merah.

PT. ERM
MPU2- 3
Tabel V.3.

Penggunaan PAR disesuaikan golongan kebakaran

Pemadam Api Ringan yang efektif


Golongan Bahan yang
Jenis Prinsip
kebakaran terbakar Zat/bahan pemadam api Tanda pengenal PAR
PAR pemadaman
Bahan mengandung Menurunkan suhu Air bertekanan, zat-zat kimia
Bertuliskan huruf A
A selulosa, kayu, dengan cepat dengan larut, air bertekanan, asam
besar pada dasar
Bahan padat bamboo, kertas, A*) semburan air atau cairan; soda, busa, mono-amonium
berbentuk segitiga
bukan logam karet, berbagai jenis atau menghalangi fosfat, diamonium fosfat, dalam
warna hijau
plastic. pembakaran tabung
bertekanan
Zat-zat kimia peredam api
seperti : zat asam arang (CO2)
Produk minyak
zat kimia kering pakai Natrium Bertuliskan huruf B
bumi, cairan mudah Menghilangkan
B dan Kalium bikarbonat, zat-zat besar pada dasar
terbakar, pelarut B oksigen/menghalangi
Cairan dan gas kimia serba guna, berbentuk segiempat
organic, pengencer nyala api
bromotrifluorometan, karbon berwarna merah
cat, bensin, ter, dsb
tetrakhlorida,
Khlorobromometan, busa
Zat-zat yang tidak menghantar
listrik, zat asam arang (CO2), zat
C Bertuliskan huruf C
Jaringan kabel, Memutus konduktivitas kimia kering pakai Natrium dan
Perlengkapan besar pada dasar
perlengkapan listrik C di elektrik/isolasi dari Kalium bikarbonat;
listrik yang berbentuk lingkaran
bertegangan oksigen Bromotriflorometan,
bertegangan warna biru
karbontetraklorida,
khlorobrometan

PT. ERM
MPU2- 3
Pemadam Api Ringan yang efektif
Golongan Bahan yang
Jenis Prinsip
kebakaran terbakar Zat/bahan pemadam api Tanda pengenal PAR
PAR pemadaman
Jenis-jenis logam
seperti magnesium, Melapisi permukaan Zat pemadam khusus berupa Bertuliskan huruf D
D
zirconium, titanium, logam yang bubuk kering, antara lain : besar pada dasar
Logam yang D
natrium, uranium, terbakar/isolasi dari senyawa mengandung garam berbentuk bintang
terbakar
lithium, senyawa oksigen dapur, Grafit, grafit-fosfor warna kuning
natrium, kalium

Keterangan :

*) PAR jenis A tidak boleh digunakan untuk kebakaran golongan C


PAR – Pemadam Api Ringan

PT. ERM
MPU2- 3
Pasal 20

HIDRAN KEBAKARAN

(1). Berdasarkan lokasi penempatan jenis hidran kebakaran dibagi menjadi


a. Hidran gedung.
b. Hidran halaman.

(2). Komponen Hidran Kebakaran terdiri dari :


a. Sumber persediaan air.
b. Pompa-pompa kebakaran.
c. Slang kebakaran.
d. Kopling penyambung.
e. Perlengkapan lain-lain

(3). Persyaratan Teknis.


Untuk hidran kebakaran diperlukan persyaratan-persyaratan teknis sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang tersebut di bawah ini :
a. Sumber persediaan air untuk hidran kebakaran harus diperhitungkan
minimum untuk pemakaian selama 30 rnenit.
b. Pompa kebakaran dan peralatan Iistrik lainnya harus mempunyai aliran
listrik tersendiri dari sumber daya listrik darurat.
c. Slang kebakaran dengan diameter maksimum 11/2 inci harus terbuat dari
bahan yang tahan panas, panjang maksimum slang harus 30 m.
d. Harus disediakan kopling penyambung yang sama dengan kopling dari Unit
Pemadam Kebakaran.
e. Semua peralatan hidran kebakaran harus di cat merah.

(4). Pemasangan Hidran Kebakaran.


a. Alat pemancar harus sudah terpasang pada slang kebakaran.
b. Hidran gedung yang menggunakan pipa tegak 6 inci ( 15 cm ) harus
dilengkapi dengan kopling pengeluaran yang berdiameter 2,5 inci (6,25 cm),
dengan bentuk dun ukuran yang sama dengan kopling dari unit pemadam
kebakaran, dan ditempatkan pada tempat yang mudah dicapai oleh unit
pemadam kebakaran.
c. Hidran halaman, harus disambung dengan pipa induk dengan ukuran
diameternya minimum 8 inci (15 cm) mampu mengalirkan air 250
gallon/menit atau 1.125 liter/ menit untuk setiap kopling.
Penempatan hidran halaman tersebut harus mudah dicapai oleh mobil unit
kebakaran.
d. Hidran halaman yang mempunyai 2 kopling pengeluaran harus
manggunakan katup pembuka yang diametor minimum 4 inci (10 cm), dan
yang mempunyai 3 kopling pengeluaran harus menggunakan pembuka
berdiameter 6 inci (16 cm).
e. Kotak hidran gedung harus rnudah dibuka, dilihat, dijangkau dan tidak
terhalang oleh benda lain.

(5). Pemakaian Hidran Kebakaran.


a. Pemakaian hidran kebakaran harus disesuaikan dengan klasifikasi bangunan
PT. ERM
MPU2- 3
gedung seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel V.4.

Pemakaian hidran berdasarkan klasifikasi bangunan.

RUANG TERTUTUP DENGAN RUANG


Klasifikasi RUANG TERTUTUP
TERPISAH
Bangunan
Jumlah Per Luas Lantai Jumlah Minimum Per Luas Lantai total
A 1 buah Per 800 m2 2 buah Per 800 m2
B 1 buah Per 1000 m2 2 buah Per 800 m2
C 1 buah Per 1000 m2 2 buah Per 1000 m2
D Ditentukan tersendiri Ditentukan tersendiri

b. Untuk bangunan kelas A yang bertingkat, setiap lantai harus mempunyai


minimum sebuah hidran kebakaran.

Pasal 21

SPRINKLER

(1). Sistem Sprinkler terdiri dari :


a. Penyediaan air.
b. Jaringan pipa air sprinkler.
c. Kepala sprinkler.
d. Alat Bantu lainnya.

(2). Sistem penyediaan air.


Penyediaan air sprinkler dapat diusahakan melalui :
a. Tangki Gravitasi.
Tangki tursebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan mengatur
perletakan, ketinggian, kapasitas penampungannya sehingga dapat
menghasilkan aliran dan tekanan air yang cukup pada setiap kepala sprinkler.

b. Tangki Bertekanan.
Tangki tersebut harus direncanakan dengan baik yaitu dengan memberikan
alat deteksi yang dapat memberikan tanda apabila tekanan dan atau tinggi
muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan.
Isi tangki harus selalu terisi minimum 2/3 bagian dan kemudian diberi
tekanan sekurang-kurangnya 6 kg/cm2.

c. Jaringan Air Bersih.


Jaringan air bersih dapat digunakan apabila kapasitas dan tekanannya
memenuhi syarat yang ditentukan. Diameter pipa air bersih yang
dihubungkan dengan pipa tegak sprinkler harus berdiameter sama, dengan
ukuran minimum 100 mm. Pipa yang menuju kejaringan air bersih harus
sama dengan pipa sprinkler atau dengan ukuran Ø pipa minimum 100 mm.

PT. ERM
MPU2- 3
d. Tangki Mobil Kebakaran.
Bila tangki gravitasi, tangki bertekanan dan jaringan air bersih tidak
berfungsi dengan normal, dapat dipompakan air dari tangki mobil Unit
Pemadam Kebakaran dengan ukuran pipa minimum 100 mm.

(3). Jaringan pipa sprinkler.


Jenis pipa yang dapat digunakan adalah
a. Pipa baja.
b. Pipa baja galvanis.
c. Pipa besi tuang dengan flens.
d. Pipa tembaga.
Pipa-pipa tersebut harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII).

(4). Kepala Sprinkler.


Kepala sprinkler adalah bagian dari sprinkler yang berada pada ujung jaringan
pipa dan diletakkan sedemikian rupa sehingga akibat adanya perubahan suhu
tertentu Akan memecahkan kepala sprinkler tersebut dan akan memancarkan air
secara otomatis.

(5). Jenis kepala sprinkler.


Jenis kepala sprinkler dibedakan atas arah pancarannya dan tingkat kepekaannya
terhadap suhu.
a. Berdasarkan arah pancarannya, kepala sprinkler dibedakan atas :
a.1. Pancaran kearah atas.
a.2. Pancaran kearah bawah.
a.3. Pancaran dari arah dinding.

b. Berdasarkan kepekaannya terhadap suhu, kepala sprinkler dapat dibedakan


atas ;
b.1. Kepala sprinkler dengan segel berwarna.
b.2. Kepala sprinkler dengan tabung gelas berisi cairan berwarna.
Tingkat kepekaan kepala sprinkler tersebut ditandai dengan pemberian
warna tertentu baik pada segel maupun pada cairan yang terdapat di dalarn
tabung gelas. (lihat Tabel V.5. dan V.B. ).

PT. ERM
MPU2- 3
Tabel V.5.

Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna segel

Suhu lebur Segel (°C) Warna segel

64 — 74 Tak berwarna
43,—100 Putih
141 Biru
182 Kuning
224 Merah

Dibedakan dari warna tabung gelas dari kepala sprinkler

(6). Pemilihan jenis kepala sprinkler.


Pemilihan jenis kepala sprinkler yang digunakan harus disesuaikan dengan
kondisi termal ruangan dimana sprinkler dipasang.
(Lihat Tabel V.5. dan V.6. ).

Tabel V.6.

Kepekaan kepala sprinkler sesuai dengan warna tabung gelas

Suhu pecah tabung gelas


Warna cairan dalam gelas
(°C)

57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
204 - 260 Hitam

(7). Pemakaian.
a. Untuk bangunan kelas A rnulai dari lantai 4 (empat) ke atas atau ketinggian
14 m pertama harus memakai sprinkler.
b. Untuk bangunan kelas B mulai dari lantai 8 (delapan) ke atas atau ketinggian
40 m ke atas harus memakai sprinkler.
c. Dalam hal unit Pemadam Kebakaran setempat belum memiliki tangga
pemadaman setinggi 40 m, rnaka ketentuan mulai dipakainya instalasi
sprinkler harus disesuaikan dengan tinggi tangga maksimum unit pemadam
kebakaran yang dimiliki daerah tersebut.
PT. ERM
MPU2- 3
(8). Pedoman teknis pelaksanaan pemasangan dan penempatan sprinkler otomatis
harus mengikuti "Pedoman Penanggulangan Bahaya Kebakaran dengan Sprinkler
Otomatis" yang dikeluarkan oleh Departernen Pekerjaan Umum.

Pasal 22.

PIPA PENINGKATAN AIR

(1) Untuk bangunan Kelas A mulai dengan ketinggian 14 m ( empat lantai ) ; ke atas
dan bangunan Kelas B mulai dengan ketinggian mulai 40 m (delapan lantai) ke
atas, harus diperhitungkan kemungkinan dipasangnya instalasi pipa peningkatan
air.

(2) Pipa peningkatan air kering hanya boleh dipasang pada bangunan gedung
dengan ketinggian rnaksimum 60 m, dan di atas ketinggian 60 m harus
menggunakan pipa peningkatan air basah.

(3) Pemasangan pipa peningkatan air harus memenuhi ketentuan teknis sebagai
berikut :
a. Untuk setiap lantai dengan luas 800 m2 untuk bangunan Kelas A dan 1000
m2 untuk bangunan Kelas B, harus terdapat minimum 1 (satu) buah pipa
peningkatan air.
b. Pipa peningkatan air harus dipasang sedemikian hingga jarak dari tiap bagian
ditiap bagian di tiap lantai ke pipa peningkatan air tidak melebihi 38 m.
c. Ujung pipa tegak yang berada di halaman luar, harus mudah dilihat dan
dicapai, dengan memberi tanda yang jelas misalnya PIPA PENINGKATAN
AIR KERING (DRY RISER) atau PIPA PENINGKATAN AIR BASAH ( WET
RISER ).
d. Ketinggian ujung bawah pipa peningkatan air atau ujung pipa peningkatan
air yang berada di halaman, lebih kurang 1,25 m di atas halaman dan harus
dilengkapi dengan kopling penyambung yang sesuai dengan kopling dari
Unit Pemadam Kebakaran

Pasal 23.

SUMBER DAYA LISTRIK DARURAT.

(1). Sumber days listrik dapat diperoleh dari :


a. Sumber Utama dari PLN.
b. Sumber darurat.

(2). Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi daya listrik harus
mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi
Listrik (PUIL).

(3). Sumber daya listrik darurat dapat berupa


a. Batere.
PT. ERM
MPU2- 3
b. Generator.
c. Dan lain-lain.

(4). Sumber daya listrik darurat harus direncanakan dapat bekerja secara otomatis
apabila sumber daya utama tidak bekerja.

(5). Sumber daya listrik darurat harus dapat dipergunakan setiap saat (Stand by
Power).

(6). Sumber daya listrik darurat harus digunakan untuk :


a. Penerangan darurat.
b. Komunikasi darurat.
c. Lif Kebakaran.
d. Sprinkler.
e. Alarm Kebakaran.
f. Pintu Tahan Api Otomatis.
g. Pengisap asap.
h. Hidran.
Pasal 24.

PENANGKAL PETIR.

(1) Untuk melindungi bangunan gedung terhadap kebakaran yang berasal dari
sambaran Petir, maka pada bangunan gedung khususnya Kelas A dan B harus
dipasang penangkal petir.

(2) Ketentuan mengenai peralatan dan pemasangan instalasi penangkal petir harus
mengikuti ketentuan seperti yang tercantum pada Peraturan Umum Instalasi
Penangkal Petir (PUIPP).

PT. ERM
MPU2- 3
BAB VI.

UPAYA PENYELAMATAN.

Pasal 25.

PENGERTIAN

(1) Upaya penyelamatan dalam ketentuan ini bertujuan agar para penghuni
atau pemakai bangunan mudah menyelamatkan diri atau diselamatkan ke
tempat yang aman pada saat terjadi kebakaran.

(2) Sarana dan perlengkapan ke Iuar (evakuasi) pada bangunan harus mudah
dan jelas dilihat dan atau dicapai oleh penghuni atau pemakai bangunan pada
saat terjadi kebakaran.

(3) Sarana dan Perlengkapan ke luar terdiri dari :


a. Tangga kebakaran.
b. Koridor.
c. Pintu kebakaran.
d. Bukaan penyelamat.
e. Lif kebakaran.
f. Penerangan darurat
g. Komunikasi darurat.
h. Sistem pengendalian asap.
i. Landasan helikopter.
j. Peralatan pembantu Iainnya.

Pasal 26.

TANGGA KEBAKARAN

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (4).

Pasal 27

KORIDOR

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (3).

Pasal 28

PINTU KEBAKARAN

Lihat BAB II Pasal 4 ayat (5).

PT. ERM
MPU2- 4
Pasal 29.

BUKAAN PENYELAMAT

Lihait BAB II Pasal 4 ayat (2) d.

Pasal 30.

LIF KEBAKARAN.

(1). Untuk bangunan gedung yang menggunakan lif, harus menyediakan minimum
sebuah lif yang dapat digunakan oleh Unit Pemadam Kebakaran.

(2). Pintu penutup sumur lif maupun pintu kereta lif harus tahan apil, tidak kurang
dari 1 jam.

(3). Dinding sumur lif harus tahan api tidak kurang dari 2 jam dan terpisah dari unit
lainnya

(4). Lif kebakaran harus dapat berhenti di setiap lantai, dengan pintu yang harus
dapat dilalui usungan (brand car) secara datar yang berukuran 2,05 m x 0,7 m.

(5). Sumur lif harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak ada asap yang
terperangkap bila terjadi kebakaran.

(6). Sumber daya listrik untuk lif kebakaran direncanakan dari dua sumber yang
berbeda, sehingga secara otomatis aliran listrik dapat dipindahkan bila terjadi
kebakaran dan aliran listrik tersebut berdiri sendiri.

Pasal 31.

PENERANGAN DARURAT DAN TANDA PENUNJUK ARAN KE LUAR

(1). Bangunan Gedung Kelas A dan B harus dilengkapi dengan penerangan darurat
dan tanda penunjuk arah ke luar.

(2). Jalan ke luar menuju ruang tangga, balkon atau teras, dan pintu menuju tangga,
harus diberi tanda KELUAR / EXIT yang jelas, atau dengan panah penunjuk arah
yang ditempatkan pada persimpangan jalan dan atau jalan ke Iuar yang dianggap
perlu.

(3). Penerangan darurat yang berbentuk lampu penerangan tanda KELUAR / EXIT
dan anak panah, harus mendapat aliran listrik dari dua sumber yang berbeda,
sehingga apabila aliran utama tidak berfungsi atau terputus, maka penerangan
darurat akan segera berfungsi dengan memperoleh aliran dari sumber cadangan
secara otomatis.

PT. ERM
MPU2- 4
Pasal 32.

KOMUNIKASI DARURAT.

(1). Sistem komunikasi darurat terdiri dari sistem tilpon dan sistem tata suara.

(2). Sistem tilpon harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga bila terjadi
kebakaran masih dapat bekerja minimum 1 (satu) buah pada tiap-tiap lantai dan
1 (satu) buah pada lif kebakaran.

(3). Sistem tata suara yang terpusat harus direncanakan agar dapat digunakan untuk
menyampaikan pengumuman dan instruksi bila terjadi kebakaran pada tingkat
awal.

Pasal 33.

PENGENDALIAN ASAP

(1). Bagian-bagian ruangan pada bangunan yang digunakan untuk jalur


penyelamatan harus direncanakan bebas dari asap, bila terjadi kebakaran,
melalui sistem pengendalian asap.

(2). Ruang bawah tanah, ruang tertutup, tangga kebakaran, dan atau ruang-ruang
yang diperkirakan asap akan terperangkap, harus direncanakan bebas asap
dengan menggunaken ventilasi mekanis, yang akan bekerja secara otomatis bila
terjadi kebakaran.

(3). Peralatan ventilasi mekanis, maupun peralatan lainnya yang bekerja secara
terpusat harus dapat dikendalikan balk secara otomatis maupun manual dari
ruang sentral.

Pasal 34.

LANDASAN HELIKOPTER.

Untuk Jenis bangunan gedung Kelas A yang melebihi 8 tingkat, perlu diperhitungkan
kemungkinan diadakannya landasan helikopter guna penyelamatan penghuni pada
saat terjadi kebakaran

Pasal 35.

PERALATAN PEMBANTU LAINNYA.

Setiap bangunan gedung yang lebih dari 8 tingkat harus menyediakan peralatan
pem- bantu penyelamatan seperti tangga, peralatan peluncur dan peralatan lainnya
yang dapat digunakan untuk penyelamatan darurat.

PT. ERM
MPU2- 4
BAB VII.

LAIN – LAIN

Pasal 36.

PERLINDUNGAN TERHADAP RUANG DALAM BANGUNAN


YANG MENGANDUNG POTENSI KEBAKARAN.

Ruang atau daerah dalam bangunan umum yang digunakan untuk penempatan
boiler, generator, gardu listrik, dapur utama, ruang mesin, tabung gas, dan ruang
atau daerah lainnya yang mempunyai potensi kebakaran, harus ditempatkan
terpisah atau bila ditempatkan pada bangunan utama, harus dibatasi oleh dinding
atau Iantai kompartemen yang nilai ketahanan apinya minimal 3 (tiga) jam. Pada
dinding atau lantai kompartemen tersebut harus tidak terdapat lubang terbuka,
kecuali untuk bukaan yang dilindungi.

Pasal 37.

MANAJEMEN SISTEM PENGAMANAN KEBAKARAN.

(1). Manajemen sistem pengamanan kebakaran adalah suatu sistem pengelolaan


untuk mengamankan punghuni, pemakai bangunan, maupun harta benda di
dalam dan di Iingkungan bangunan tersebut terhadap bahaya kebakaran.

(2). Untuk bangunan tempat tinggal yang mempunyai kapasitas lebih dari 60
penghuni dan untuk bangunan umum seperti theater, pertokoan, tempat ibadah
dan lain-lain, yang mempunyai kapasitas lebih dari 30 orang, harus memiliki dan
melaksanakan manajemen sistem pengamanan kebakaran.

(3). Menajemen sistem kebakaran berada di bawah koordinasi seorang


penanggungjawab yang akan mengelola tugas-tugas sebagai berikut :
a. Penyusunan rencana strategi sistem pengamanan kebakaran.
b. Pengadaan latihan pemadaman kebakaran secara periodik, minimum sekali
setahun.
c. Pemeriksaan dan pemeliharaan perangkat pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
d. Pemeriksean secara berkala ruang-ruang yang menyimpan bahan-bahan yang
mudah terbakar atau yang mudah meledak, minimum setahun sekali.
e. Evakuasi penghuni atau pemakai bangunan pada waktu terjadi kebakaran.

PT. ERM
MPU2- 4
Pasal 38.

PEMERIKSAAN BERKALA

Perangkat pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang dipasang pada


bangunan gedung dan Iingkungannya seperti tersebut pada pasal 17 ayat (2), harus
diperiksa secara berkala oleh petugas yang berwenang untuk menjamin keandalan
masing-masing peralatan tersebut agar dapat berfungsi secara efektif setiap saat.

Pasal 39.

SERTIFIKAT LAYAK PAKAI

Hasil pemeriksaan berkala seperti tercantum pada pasal 37, menentukan


diperolehnya sertifikat layak pakai untuk jangka waktu tertentu, berdasarksn
ketentuan-ketontuan yang berlaku.

Pasal 40.

BEBAS BENDA-BENDA PENGHALANG

(1). Perangkat pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti yang tersebut


pada-pasal 17 ayat (2), harus babas dari benda-benda yang dapat menghalangi
berfungsinya peralatan tersebut.

(2). Jalur penyelamatan dan sarana yang digunakan pada penyelamatan penghuni
dan atau pemakai bangunan terhadap bahaya kebakaran seperti koridor, dan
ruang-ruang sirkulasi lainnya, pintu kebakaran, dan tangga kebakaran harus
bebas dari benda-benda yang menghalangi fungsi Jalur penyelamatan tersebut
pada saat terjadi kebakaran.

(3). Tanda-tanda penunjuk serta lampu tanda harus selalu dalam kondisi yang baik,
senantiasa dalam keadaan siaga atau menyala, dapat dilihat dan dibaca serta
harus bebas dari benda-benda penghalang.

Pasal 41.

LATIHAN KEBAKARAN PADA BANGUNAN UMUM

Bangunan umum seperti pertokoan dan paser-raya serta bangunan lainnya yang
digunakan oleh banyak orang, harus mengadakan latihan kebakaran sekurang-
kurangnya sekali setahun, untuk menjamin kesiagaan petugas pengamanan
bangunan dan pemakai/penghuni bila terjadi kebakaran.

PT. ERM
MPU2- 4
DAFTAR ISTILAH

1. Alat pengindera asap, atau smoke detector (bhs. Inggeris) adalah suatu alat yang
dapat memberikan reaksi mekanis bilamana terdapat asap
pada tingkat kepekaan tertentu.

2. Bahan lapis penutup, atau disebut pula interior finishing material (bhs, Inggeris)
adalah bahan yang digunakan sebagai lapisan bagian dalam
bangunan seperti plesteran, pelapis dinding, panel kayu dan
lain-lain.

3. Bangunan umum adalah bangunan gedung yang digunakan untuk segala macam
kegiatan kerja antara lain untuk :
(1). Pertemuan umum.
(2). Perkantoran.
(3). Hotel.
(4). Pasar-raya.
(5). Tempat rekreasi /
hiburan. (6). Rumah sakit /
perawatan. (7). Museum.

4. Bukaan penyelamat adalah bukaan / lubang yang dapat dibuka atau opening
(bhs. Inggeris) yang terdapat pada dinding bangunan terluar,
bertanda khusus, menghadap ke arah Iuar dan diperuntukkan
bagi unit pemadam kebakaran dalam pelaksanaan pemadaman
kebakaran dan penyelamatan penghuni.

5. Eskalator, asal kata escalator (bhs. Inggeris), sering dikenal sebagai tangga
berjalan adalah suatu sistem transportasi dalam bangunan
gedung yang mengangkut penumpangnya dari satu tempat ke
tempat lain, dengan gerakan terus menerus dan tetap, ke arah
horisontal atau kearah diagonal.

6. H i d r a n , asal kata hydrant (bhs. Inggeris) adalah alat yang dilengkapi dengan
slang gulung (hose-reel) dan mulut pancar (nozzle) untuk
mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan
pemadaman kebakaran.

7. Kereta lif adalah ruangan atau tempat yang ada pada sistem lif, di dalam mana
penumpang berada dan atau diangkut.

8. Kgf, singkatan dari kilogram force atau kilogram gaya.

9. Lantai monolit adalah lantai beton yang dicor setempat yang merupakan satu
kesatuan yang utuh.

10. Lapisan pelindung adalah lapisan khusus yang digunakan untuk meningkatkan
ketahanan api suatu komponen struktur.

PT. ERM
MPU2- 4
11. L i f, asal kata lift (bhs. Inggeris) adalah suatu sarana transportasi dalam
bangunan gedung, yang mengangkut penumpangnya di dalam
kereta lif, yang bergerak naik-turun secara vertikal.

12. Penutup beton, atau beton dekking (bhs. Belanda) adalah bagian dari struktur
beton yang berfungsi melindungl tulangan agar tahan terhadap
korosi dan api.

13. Plambing, asal kata plumbing (bhs. Inggeris) adalah instalasi / kelengkapan
dalam bangunan yang berupa sistem pemipaan baik pemipaan
untuk pangaliran air bersih, air kotor dan drainase, serta hal-
hal lainnya yang barhubungan dengan pekerjaan pemipaan.

14. PVC, singkatan dari Polyvinyl Chloride, sejenis plastik thermosetting.

15. Sprinkler atau springkler, adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran
yang rnempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung
mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah
secara merata. Dalam pertanian ada juga jenis sprinkler yang
digunakan untuk penyiram tanaman.

16. Sumur lif, adalah suatu ruang berbentuk lubang vertikal di dalam bangunan, di
mana di dalam lubang tersebut lif bersirkulasi naik-turun.

PT. ERM
MPU2- 4

Anda mungkin juga menyukai