Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ihsan Hadi Nugroho

NIM : I1031191032

Matkul : Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : Ns. Suhaimi Fauzan, S. Kep., M. Kep.

Konsep Algoritma BHD Anak dan BHD Bayi

Bantuan hidup dasar pada anak atau sering disebut Pediatric Basic Life Support (BLS)
merupakan hal yang penting untuk kelangsungan dan kualitas hidup anak. Pediatric Chain
Survival berdasarkan American Heart Association tahun 2010 meliputi tindakan preventif,
resusitasi jantung paru (RJP) segera dengan mengutamakan pijat jantung (teknik C-A-B atau
Circulation-AirwayBreathing), mengaktifkan akses emergensi atau emergency medical
system (EMS), bantuan hidup lanjut, serta melakukan perawatan pasca henti jantung.

Tujuan akhir RJP adalah kembalinya sirkulasi spontan yang normal atau disebut return of
spontaneous circulation (ROSC) dan tidak adanya gangguan neurologis pasca henti jantung
Sebagian besar kasus henti jantung pada anak disebabkan oleh hipoksia, pada anak jarang
dijumpai gangguan primer jantung yang dapat menyebabkan henti jantung mendadak. Hal ini
menyebabkan teknik A-B-C masih banyak dikerjakan pada pasien anak, meskipun proses
Airway-Breathing dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin. AHA menyatakan bahwa bila
pijat jantung terlambat dilakukan, angka keberhasilkan resusitasi menjadi lebih kecil.1
Lubrano dkk. melakukan penelitian perbandingan C-A-B dan A-B-C pada 170 tim resusitasi
dengan hasil bahwa teknik C-A-B membuat pengenalan dan intervensi henti jantung dan paru
lebih cepat secara bermakna meskipun tidak berbeda bagi gangguan neurologis pasca henti
jantung paru.

Teknik resusitasi bayi dan anak saat awal adalah melakukan penilaian kondisi anak
secara cepat dengan menggunakan segitiga penilaian pediatrik, atau pediatric assessment
triangle/PAT. Dari PAT ini kita dapat mengenali kondisi distress napas, gagal nafas, syok,
henti napas dan henti jantung, disfungsi otak dan abnormalitas sistemik lainnya. PAT terdiri
atas 3 elemen, yaitu:

 penampilan anak: tonus, interaksi anak dengan lingkungan, kenyamanan, arah pandangan
anak, suara/tangisan anak
 upaya napas anak: suara napas abnormal, posisi tubuh abnormal, retraksi, dan napas
cuping hidung
 kondisi sirkulasi: pucat, mottling, sianosis, perdarahan

Selanjutnya dilakukan primary assessment , secondary assessment, dan tertiary assessment.

Primary Assessment

Pada penilaian primer ini dilakukan penilaian:

 Airway: patensi jalan napas


 Breathing: usaha napas, napas cuping hidung, retraksi
 Circulation: evaluasi nadi, tensi, warna kulit, suhu badan, capillary refill
time/CRT
 Disability: nilai status neurologis dengan metode alert, verbal response to pain,
unresponsive/AVPU, atau Glasgow coma scale/GCS
 Exposure

Secondary Assessment

Setelah selesai melakukan primary assessment dan manajemen dari masalah yang
mengancam nyawa, lakukan secondary assessment yang menghimpun anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang lebih detail meliputi gejala dan tanda yang dikeluhkan, adanya
alergi, pengobatan yang diberikan, riwayat kesehatan sebelumnya, waktu makan terakhir,
dan kejadian yang menyebabkan kondisinya saat ini.

Tertiary Assessment
Meliputi pemeriksaan penunjang diagnostik, seperti pemeriksaan laboratorium seperti
gula darah dan analisa gas darah, pemeriksaan radiologi, dan sebagainya, untuk
mengidentifikasi penyakit dan kondisi anak.

Alat yang diperlukan untuk melakukan RJP pada bayi dan anak adalah:

 Bag-valve mask untuk memberikan ventilasi yang efektif dan aman


 Defibrillator, dibutuhkan dalam memberikan bantuan hidup lanjut bila ada irama
jantung yang dapat dilakukan shock
 Laringoskop
 Endotrakeal tube, supraglottic airway devices, laryngeal mask airway/LMA
 Tabung oksigen, suction
 Alat monitor detak dan irama jantung seperti stetoskop, monitor EKG
 Monitor saturasi dan EtCO2 (end-tidal carbon dioxide)

Pada keadaan kritis, mengukur berat badan bayi dan anak seringkali tidak
memungkinkan. Untuk itu dapat digunakan Broselow tape, yaitu suatu grafik yang dapat
memprediksi berat badan bayi dan anak berdasarkan panjang atau tinggi badannya.
Broselow tape adalah perangkat penting dalam keadaan darurat untuk membantu
menghitung dosis obat yang tepat, menentukan jumlah pemberian cairan yang akurat, dan
memilih ukuran peralatan yang benar, seperti ukuran laringoskopi atau endotrakeal tube

Persiapan

Pastikan lingkungan aman untuk penolong dan anak. Nilai kesadaran anak dengan
cara menilai respon yaitu dengan cara memanggil, menepuk pundak, atau
menggoyangkan badan anak. Penilaian denyut nadi anak dibawah usia 1 tahun yang
paling tepat adalah dengan meraba arteri brakialis. Pemeriksaan denyut nadi anak diatas 1
tahun pada nadi karotis.

Posisi

Posisi pasien yang akan dilakukan resusitasi jantung paru adalah posisi telentang,
pada permukaan yang datar dan keras, agar kompresi jantung dapat optimal. Pada bayi,
teknik kompresi dapat menggunakan 2 ibu jari (jari telunjuk dan jari tengah). Pada anak
usia ≤8 tahun dapat menggunakan teknik 1 tangan, dan pada anak usia >8 tahun dapat
menggunakan teknik 2 tangan. Petugas kesehatan yang melakukan kompresi dada harus
berada dalam posisi yang cukup tinggi untuk mencapai regangan lengan yang cukup
sehingga dapat menggunakan berat badannya secara adekuat untuk mengkompresi dada.
Pada bayi, digunakan kekuatan jari tangan untuk mengkompresi dada secara adekuat.

Prosedur RJP bayi dan anak

Prosedur RJP bayi dan anak berdasarkan European Resuscitation Council (ERC)
dilakukan dengan urutan A-B-C. Sedangkan berdasarkan American Heart Association
(AHA) dengan urutan C-A-B. Dimana A yaitu airway/jalan napas, B untuk
breathing/pernapasan, sedangkan C adalah circulation/kompresi dada.

Pediatric Basic Life Support

Resusitasi dasar pada bayi dan anak menurut ERC 2015 sebagai berikut:

 Bila pasien tidak sadar/tidak berespon, panggil bantuan, lalu buka jalan nafas
 Bila anak tidak bernafas dengan normal, lakukan 5 bantuan nafas
 Bila tidak ada tanda kehidupan, lakukan 15x kompresi dada, kemudian lakukan 2
bantuan nafas diikuti 15x kompresi dada
 Panggil tim henti jantung (cardiac arrest team) atau Pediatric advance life support
team setelah 1 menit melakukan RJP.

Pediatric Advance Life Support

Resusitasi tingkat lanjut pada bayi dan anak menurut ERC 2015 adalah:

 Bila anak tidak berespon, tidak bernafas, atau gasping, panggil tim resusitasi
 Lakukan RJP diawali dengan 5 bantuan nafas/initial breaths dilanjutkan kompresi
dada. Rasio yang diberikan adalah 15x kompresi disertai 2x bantuan napas (15:2)
 Pasang monitor/defibrillator. Minimalkan interupsi dalam melakukan RJP
 Tentukan atau baca irama yang muncul pada layar monitor defibrillator. Bila
irama shockable (VF/VT tanpa nadi) lakukan shock 4J/kgBB, lanjutkan RJP
dengan minimal interupsi. Pada siklus ke-3 dan ke-5, pertimbangkan pemberian
amiodaron
 Bila irama non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP selama 2 menit dengan
minimal interupsi
 Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous circulation),
lakukan tatalaksana post henti jantung, yaitu kontrol oksigenasi dan ventilasi,
investigasi, atasi penyebab henti jantung, dan kontrol suhu/temperature

Pediatric Cardiac Arrest Resuscitation

Resusitasi pada bayi dan anak yang mengalami henti jantung, menurut AHA 2015 adalah
sebagai berikut:

 Bila ada henti jantung, mulai RJP, beri oksigen, pasang monitor/defibrillator
 Bila irama shockable (VF/VT tanpa nadi), berikan kejut listrik 2 J/kgBB.
Dilanjutkan RJP selama 2 menit sambil mencari akses intravena atau intraoseus
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, berikan kejut listrik kedua dengan 4
J/kgBB. Dilanjutkan RJP selama 2 menit. Beri epinefrin tiap 3-5 menit (epinefrin
1:10.000 sebanyak 0,1 ml/kgBB intravena atau intraoseus). Pertimbangkan
intubasi (advanced airway)
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik ≥4 J/kgBB
maksimal 10 J/kgBB (dosis dewasa). Lanjutkan RJP selama 2 menit. Masukkan
amiodaron atau lidokain. Tatalaksana penyebab henti jantung
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik, lanjut RJP, dan
masukkan epinefrin tiap 3-5 menit
 Bila irama jantung non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP 2 menit, cari akses
IV/IO, beri epinefrin tiap 3-5 menit, pertimbangkan intubasi
 Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous circulation),
lakukan tatalaksana post henti jantung

Prosedur Airway/Jalan Napas


Buka jalan napas dengan head tilt dan chin lift. Jangan tekan jaringan di
bawah dagu karena bisa menyebabkan obstruksi jalan napas, terutama pada bayi. Bila
masih sulit membuka jalan napas, coba jaw thrust dengan cara tempatkan 2 jari kedua
tangan pada tiap sisi mandibula anak dan dorong rahang ke bawah. Bila curiga
adanya cedera leher, membuka jalan napas dengan jaw thrust saja tanpa head tilt. Bila
jalan napas tidak terbuka optimal, tambahkan head tilt sedikit sampai jalan napas
terbuka. Dengan hati-hati singkirkan bila ada penyebab obstruksi jalan napas.

Prosedur Breathing/Pernapasan

Pertahankan jalan napas tetap terbuka, kemudian look listen and feel (lihat,
dengar, rasakan) pernapasan normal dengan meletakkan wajah penolong mendekati
wajah anak sambil melihat dinding dada anak. Lihat pengembangan dada, dengarkan
suara napas pada mulut dan hidung anak, lalu rasakan pergerakan udara pada pipi
penolong. Lakukan look listen and feel tidak lebih dari 10 detik. Bila ragu bernapas
normal atau tidak, anggap sebagai tidak normal. Bila napas tidak normal atau tidak
ada napas, beri 5 initial rescue breaths.

Prosedur Circulation/Sirkulasi (Kompresi Dada)

Selama tidak lebih dari 10 detik cari denyut nadi bayi atau anak. Namun
biasanya pada bayi, pemeriksaan denyut nadi tidak dapat diandalkan sehingga
sebaiknya nilai anak dari kondisi umum anak. Bila tidak ada tanda kehidupan,
lakukan kompresi dada. Untuk bayi dan anak, kompresi dilakukan pada setengah
bawah sternum. Kompresi harus menekan setidaknya sepertiga diameter anterior-
posterior dada. Beri kesempatan dinding dada untuk mengembang sempurna
(complete recoil). Lakukan kompresi dengan kecepatan 100-120x per menit. Setelah
15 kompresi, berikan dua bantuan napas yang efektif. Lanjutkan kompresi dan napas
dengan perbandingan 15:2.

Automated External Defibrillator (AED)

Automated External Defibrillator (AED) adalah defibrillator portable yang


tersedia di beberapa tempat umum. AED dapat membedakan irama jantung shockable
(ventrikel takikardi, ventrikel fibrilasi) dengan irama jantung non-shockable
(pulseless electrical activity, atau asistol). AHA merekomendasikan penggunaan AED
dalam bantuan hidup dasar pada keadaan henti jantung mendadak yang disaksikan,
karena kondisi tersebut umumnya disebabkan oleh penyakit jantung. Pada anak usia
>8 tahun dapat digunakan AED untuk dewasa, dan pada anak ≤8 tahun menggunakan
AED untuk anak.

Manual External Defibrillator

Manual External Defibrillator adalah defibrillator manual yang sering dipakai


di Rumah Sakit. Defibrillator biasanya memiliki tiga mode operasi dasar, yaitu
defibrilasi eksternal, defibrilasi internal, dan synchronized cardioversion (kardioversi
tersinkronisasi). Mode defibrilasi eksternal digunakan pada kasus ventrikel fibrilasi
atau ventrikel takikardi tanpa nadi. Kejut listrik diberikan 4 J/kg, bila hasil
perhitungan tidak sesuai dengan yang tertera pada defibrilator, bulatkan ke atas,
maksimal 10 J/kg. Sesuaikan paddle yang digunakan dengan usia dan berat badan
anak. Gunakan paddle anak untuk anak berusia kurang dari 1 tahun atau berat badan
kurang dari 10 kg.

Mode synchronized cardioversion digunakan pada kasus supraventrikular


takikardi/SVT tidak stabil. Kardioversi diberikan sebesar 1 J/kg, bila tidak efektif
dapat dinaikkan hingga 2 J/kg. Kardioversi diberikan dengan menempatkan paddle
pada sternum dan apex jantung anak. Bila anak terlalu kecil, paddle dapat
ditempatkan pada sternum dan punggung sehingga jantung berada diantara paddle.
Kardioversi untuk SVT diberikan berbarengan dengan munculnya gelombang R pada
layar monitor, atau disinkronkan dengan gelombang R.

Follow Up

Perawatan pasca resusitasi bayi dan anak adalah mencegah demam pada anak-
anak yang mengalami kembalinya sirkulasi spontan (return of spontaneous
circulation/ROSC). Manajemen suhu tertarget untuk anak-anak pasca ROSC, adalah:

 Sebaiknya suhu tubuh normotermia atau hipotermia ringan


 Hindari hipertermi (suhu tubuh lebih dari 37,5 derajat C) dan hipotermia berat
(suhu tubuh kurang dari 32 derajat Celcius)[2,3,5]

Tidak ada satu prediktor kapan harus menghentikan resusitasi. Lakukan RJP
sampai anak menunjukkan tanda kehidupan (bangun, bergerak, buka mata, napas
normal), tenaga kesehatan datang, atau penolong kelelahan.

Daftar Pustaka

Atkins, D. ., Ruiz-ramos, J., Chay-canul, A. J., Ku-vera, J. C., Magaña-monforte, J. G.,


Cruz-hernandez, A., González-garduño, R., Ayala-burgos, A. J., Académica, D.,
Agropecuarias, D. C., Juárez, U., Tabasco, A. De, Medicina, F. De, Autónoma, U.,
Carr, D. Y., Regional, U., Sursureste, U., Autónoma, U., Km, C., & Guerrero, T.
(2016). Part 11: Pediatric Basic Life Support and Cardiopulmonary Resuscitation
Quality: 2015 American Heart Association Guidelines Update for
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. 3(7), 21–31.

Kurniati, A., Putri, A. F., S., E. Y. A. B., Firdaus, M. I., Pemila, U., & Kurniawan, D.
(2020). Pedoman Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup Jantung Lanjut pada
Dewasa, Anak, dan Neonatus Terduga/ Positif COVID-19. Indonesian Heart
Association, 62, 1–13.

Yuniar I., (2014). Bantuan Hidup Dasar pada Anak. Continuing Medical Education. Nol.
41 no. 9 (707-709)

Anda mungkin juga menyukai