Anda di halaman 1dari 21

List LO

1. Mahasiswa mampu mengetahui jenis-jenis sleep apnea pada bayi?


Jawab wisma wardani
a. Gagal napas tipe I adalah kegagalan oksigenasi dan terjadi pada tiga keadaan:
1) Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi bila darah
mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi adekuat, atau bila area
ventilasi paru mendapat perfusi adekuat.
2) Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau bertambahnya cairan
interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar.
3) Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru menyebabkan aliran
darah melewati paru tanpa berpatisipasi dalam pertukaran gas.
b. Gagal nafas tipe II pada umumnya terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya
terjadi sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi
berlebihan, atau gangguan neuromuskuler.
Sumber: Bakhtiar. ASPEK KLINIS DAN TATALAKSANA GAGAL NAFAS
AKUT PADA ANAK. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13
Nomor 3 Desember 2013

Windah Anisyah : Sleep apnea dapat dikategorikan dalam tiga kelompok,


yakni obstructive sleep apnea (OSA), central sleep apnea, danmixed apnea.OSA adalah
gangguan tidur yang diakibatkan oleh penyumbatan saluran pernapasan. OSA adalah
tipe sleep apnea yang paling sering terjadi. Sedangkan pada central sleep apnea tidak
terjadi penyumbatan, namun otak gagal memberi sinyal pada otot untuk bernapas.
Sementara mixed apnea adalah kombinasi keduanya (OSA dan central sleep
apnea).Tipe sleep apnea ini dapat disebabkan oleh apa saja yang dapat secara fisik
menyumbat saluran udara dan membuat balita kesulitan mendapatkan cukup udara ke
paru-parunya. Pada anak-anak, pembesaran tonsil dan adenoid (kelenjar di tenggorokan
tepat di belakang hidung) adalah yang paling sering berperan. Ketika otot-otot anak rileks
pada malam hari, kelenjar yang membesar ini dapat menyumbat sementara udara menuju
ke paru-paru.
Sumber : Jurnal Pengaruh Obstructive Sleep Apnea (OSA) Volume XIII No 02, Oktober
2016

YUTI SARTIKA :Sleep apnea terdapat dua jenis yang sering dialami bayi.

1. Central Sleep Apnea

Sleep apnea ini terjadi karena akibat kegagalan sistem saraf pusat yang mengatur
mekanisme pernapasan yang efektif. Pada kondisi ini otot-otot gagal bergerak, sehingga
menyebabkan pernapasan menjadi terganggu. Ciri-ciri dari jenis sleep apnea ini ialah
sering terbangun di malam hari, berkeringat banyak di malam hari, dan ngompol.

2. Sleep Apnea Obstruktif

Jenis ini, merupakan yang paling umum terjadi pada bayi, dan membuat jalan napas
bagian atas terhambat. Namun dalam kondisi ini pernapasan berfungsi dengan baik.

Jurnal:Obstructive Sleep Apnea (OSA) CDK-237/ vol. 43 no. 2, th. 2016

Jawab : Yola Alfina 21117138

Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya episode apnea
atau hipopnea pada saat tidur. Apnea dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan
nafas, atau campuran. Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran udara pada hidung dan
mulut walaupun dengan usaha nafas, sedangkan central apnea adalah penghentian
pernafasan yang tidak disertai dengan usaha bernafas akibat tidak adanya rangsangan
nafas. Obstruktif hipoventilasi disebabkan oleh obstruksi parsial aliran udara yang
menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia. Istilah obstruktif hipoventilasi digunakan untuk
menunjukkan adanya hipopnea, yang berarti adanya pengurangan aliran udara.

Sumber : Supriyatno , Bambang. dkk .2005. Obstructive sleep apnea syndrome pada
Ana. Vol. 7, No. 2. Sari Pediatri.
2. Mahasiswa mampu mengetahui teknik RJP pada bayi?

Pediatric Basic Life Support menurut ERC 2015

Resusitasi dasar pada bayi dan anak menurut ERC sebagai berikut:

 Bila pasien tidak sadar/tidak berespon, panggil bantuan, lalu buka jalan nafas

 Bila anak tidak bernafas dengan normal, lakukan 5 bantuan nafas

 Bila tidak ada tanda kehidupan, lakukan 15x kompresi dada, kemudian lakukan 2 bantuan
nafas diikuti 15x kompresi dada

 Panggil tim henti jantung (cardiac arrest team) atau Pediatric advance life support
team setelah 1 menit melakukan RJP[3]
Pediatric Advance Life Support menurut ERC 2015

Resusitasi tingkat lanjut pada bayi dan anak menurut ERC adalah:

 Bila anak tidak berespon, tidak bernafas, atau gasping, panggil tim resusitasi

 Lakukan RJP diawali dengan 5 bantuan nafas/initial breaths dilanjutkan kompresi dada.


Rasio yang diberikan adalah 15x kompresi disertai 2x bantuan napas (15:2)
 Pasang monitor/defibrillator. Minimalkan interupsi dalam melakukan RJP

 Tentukan atau baca irama yang muncul pada layar monitor defibrillator. Bila
irama shockable (VF/VT tanpa nadi) lakukan shock 4J/kgBB, lanjutkan RJP dengan
minimal interupsi. Pada siklus ke-3 dan ke-5, pertimbangkan pemberian amiodaron
 Bila irama non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP selama 2 menit dengan minimal
interupsi
 Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous circulation), lakukan
tatalaksana post henti jantung, yaitu kontrol oksigenasi dan ventilasi, investigasi, atasi
penyebab henti jantung, dan kontrol suhu/temperatur[3]
Pediatric Cardiac Arrest Resuscitation berdasarkan AHA 2015
Resusitasi pada bayi dan anak yang mengalami henti jantung, menurut AHA adalah sebagai
berikut:

 Bila ada henti jantung, mulai RJP, beri oksigen, pasang monitor/defibrillator


 Bila irama shockable (VF/VT tanpa nadi), berikan kejut listrik 2 J/kgBB. Dilanjutkan
RJP selama 2 menit sambil mencari akses intravena atau intraoseus
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, berikan kejut listrik kedua dengan 4
J/kgBB. Dilanjutkan RJP selama 2 menit. Beri epinefrin tiap 3-5 menit (epinefrin
1:10.000 sebanyak 0,1 ml/kgBB intravena atau intraoseus). Pertimbangkan intubasi
(advanced airway)
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik ≥4 J/kgBB maksimal 10
J/kgBB (dosis dewasa). Lanjutkan RJP selama 2 menit. Masukkan amiodaron atau
lidokain. Tatalaksana penyebab henti jantung
 Evaluasi irama jantung, bila masih shockable, beri kejut listrik, lanjut RJP, dan masukkan
epinefrin tiap 3-5 menit
 Bila irama jantung non-shockable (PEA/asistol), lakukan RJP 2 menit, cari akses IV/IO,
beri epinefrin tiap 3-5 menit, pertimbangkan intubasi
 Bila sirkulasi spontan kembali (ROSC/Return of spontaneous circulation), lakukan
tatalaksana post henti jantung.

Menambahkan jawaban: Yuli Nopita Sari


1) Airway:
Untuk mempertahankan terbukanya jalan napas, dapat dilakukan pemasangan alat
orofaringeal (guedel) dan selang nasofaringeal. Guedel dengan ukuran tertentu
digunakan pada pasien tidak sadar, jika terlalu kecil lidah akan tetap terjatuh ke
belakang sedangkan jika terlalu besar akan menyumbat jalan napas. Pemasangan
selang nasofaringeal diindikasikan pada pasien dengan kesadaran tidak terlalu
terganggu. Pada bayi kecil, selang nasofaringeal mudah tersumbat dengan sekret.
2) Breathing :
Penilaian pernapasan dilakukan dalam waktu 10 detik dengan teknik look, listen
dan feel pada saat bersamaan (gambar 3 kanan). Penolong harus melihat gerakan
pernapasan baik pernapasan dada maupun abdominal, mendengar suara napas pasien
melalui hidung dan mulut, dan merasakan udara pernapasan yang keluar pada pipi
penolong. Jika anak bernapas dan tidak ada riwayat trauma sebelumnya, tempatkan
pasien pada posisi stabil untuk menjaga jalan napas dan menurunkan risiko aspirasi
Jika anak tidak bernapas atau gasping, pertahankan jalan napas dan berikan 2 kali
bantuan napas. Pada anak <1 tahun, gunakan teknik mouth-to-mouth and nose,
sedangkan pada anak >1 tahun dengan menggunakan teknik mouth-to-mouth.
Hindari pemberian ventilasi yang berlebihan karena dapat menyebabkan
pneumotoraks akibat tekanan berlebihan, dapat menyebabkan regurgitasi lambung
karena saat ventilasi udara dapat masuk baik ke paru ataupun lambung, serta dapat
menyebabkan berkurangnya curah jantung akibat peningkatan tekanan intratorak
sehingga aliran balik darah ke jantung (venous return) berkurang. Ketiga hal ini akan
memperburuk kondisi anak.
3) Circulation :
Penilaian sirkulasi dilakukan dalam 10 detik dengan meraba pulsasi arteri
brakialis (pada bayi) dan arteri karotis dan femoralis pada anak. Jika frekuensi
nadi kurang dari 60 kali per menit dan pada anak terlihat tanda perfusi kurang
(pucat dan sianosis), kompresi dada dapat dimulai. Jika frekuensi nadi ≥60 kali
per menit tetapi anak tidak bernapas, lanjutkan bantuan napas tanpa kompresi
dada. Bantuan napas diberikan 12 sampai 20 kali per menit (1 pernapasan tiap 3
sampai 5 detik) sampai pasien bernapas spontan. Sambil melakukan bantuan
napas, nilai pulsasi arteri tiap 2 menit secara singkat (tidak lebih dari 10 detik).
Kompresi dada dilakukan secara push hard and fast, dengan kedalaman
sepertiga diameter anteroposterior dada, harus kembali sempurna (complete
recoil) setelah setiap kompresi dengan interupsi minimal. Semua ini termasuk
high quality CPR..Untuk anak kurang dari 1 tahun dan penolong seorang diri,
kompresi dilakukan dengan teknik 2 jari yang diletakkan di bawah garis
intermamaria. Teknik ini dapat dilakukan dengan satu atau dua tangan.
Sumber: Yuiniar, Irene. Bantuan Hidup Dasar pada Anak. Jurnal Continuing Medical
Education. Akreditasi PB IDI–4 SKP
Jawab : Yola Alfina 21117138
Prinsip utama RJP pada bayi adalah mempertahankan kelancaran airway,
breathing dan circulation (ABC), dengan cara memastikan bahwa jalan pernafasan
terbuka dan bersih, pernafasan spontan maupun dengan bantuan, dan sirkulasi darah
yang teroksigenasi sudah adekuat (Sari, 2010). Lebih lanjut dijelaskan memberikan
kehangatan, mengatur posisi bayi, bantuan pernafasan, koreksi terhadap asidosis,
melakukan ventilasi tekanan positif, kompresi dada merupakan penatalaksanaan yang
dilakukan mengembalikan fungsi pernafasan dan jantung.
Dengan tindakan tersebut diharapkan menjadikan kelancaran ABC, sehingga
kebutuhan oksigen akan terpenuhi dan akan berpengaruh terhadap perubahan warna
kulit, detak jantung serta munculnya reflek terhadap rangsang dan meningkatnya
kekuatan otot (Sari, 2010). Hal tersebut tentunya akan berpengaruh juga pada
perubahan apgar score yang ada. Dimana diharapkan dalam lima menit pertaman
nilai apgar score lebih dari tujuh. Keberhasilan tindakan RJP ditunjukan dengan
adanya perubahan dari lima sistem penilaian dalam apgar score yang meliputi fungsi
pernafasan, jantung, warna kulit, reflek terhadap rangsang dan tonus otot (Sari,
2010).

Sumber : Suroso. Sunarsih. 2012. Apgar Score Pada Bayi Baru Lahir Dengan
Asfiksia Neonatorum Pasca Resusitasi Jantung Paru. Jilid 2. Kementerian Kesehatan
Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan.

Menambahkan jawaban : Yosa Nanda Fermata


Melakukan tindakan resusitasi dengan segenap daya adalah suatu upaya yang
dilakukan untuk menghidupkan kembali atau untuk mengembalikan sirkulasi ke
organ-organ vital untuk mencegah atau mengurangi kerusakan fungsi organ-organ
vital terutama jantung dan otak dengan segala kemampuan yang dimiliki. Beberapa
pernyataan partisipan berkaitan dengan hal tersebut seperti berikut ini :
“...pertahankan ABC, airway, breathing, sirkulasinya Pertama jalan nafas, kita
patenkan jalan nafasnya, kalau memang ada lendir kita suction, atur posisinya, kita
oksigenkan kemudian kalau memang dia, apa namanya... masih bagus denyut
jantungnya kita cukup dengan VTP saja tapi seandainya dia denyut jantungnya sudah
tidak bagus dibawah 80 kali maka kita lakukan VTP dan RJP...”
Makna pernyataan partisipan diatas adalah mereka melakukan resusitasi pada
neonatal sesuai kebutuhan dari neonatus. apabila neonatus dapat bernafas spontan
hanya dengan melakukan pengeringan dan penghangatan dan stimulasi maka
tindakan lain seperti pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dan resusitasi jantung
paru (RJP) tidak perlu dilakukan lagi.
Referensi: Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 4, No. 2 November 2016

3. Mahasiswa mampu mengetahui penanganan pasien dengan gagal napas?


Jawab : wisma wardani
Tatalaksana Gagal Nafas
Tujuan terapi gagal napas adalah memaksimalkanpengangkutan oksigen dan membuang
CO2. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kandungan oksigen arteri dan menyokong
curah jantung serta ventilasi. Karena itu, dalam tatalaksana terhadap gagal nafas, yang
perlu segera dilakukan adalah: perbaikan ventilasi dan pemberian oksigen, terapi
terhadap penyakit primer penyebab gagal nafas, tatalaksana terhadap komplikasi yang
terjadi, dan terapi supportif.
Tatalaksana Darurat
Prinsip tatalaksana darurat gagal nafas adalah mempertahankan jalan nafas tetap terbuka,
baik dengan pengaturan posisi kepala anak (sniffing position), pembersihan lendir atau
kotoran dari jalan nafas atau pemasangan pipa endotracheal tube, penggunaan alat
penyangga oropharingeal airway (gueded), penyangga nasopharingeal airway, pipa
endotrakhea, trakheostomi. Jika saluran benar-benar terjamin terbuka, maka selanjutnya
dilakukan pemberian oksigen untuk meniadakan hipoksemia.5,7,9 Bila pasien tidak
sadar, buka jalan napas (manuver tengadah kepala, angkat dagu, mengedepankan rahang)
dan letakkan dalam posisi pemulihan. Isap lendir (10 detik), ventilasi tekanan positif
dengan O2 100%. Lakukan intubasi endotrakea dan pijat jantung luar bila diperlukan.
Sumber: Bakhtiar. ASPEK KLINIS DAN TATALAKSANA GAGAL NAFAS
AKUT PADA ANAK. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13
Nomor 3 Desember 2013

Windah Anisyah :Penatalaksanaan Suportif/Non spesifik


Penatalaksanaan non spesifik adalah tindakan yang secara tidak langsung
ditujukan untuk memperbaiki pertukaran gas, seperti pada tabel 2 berikut ini.
1. Atasi Hipoksemia: Terapi Oksigen
2. Atasi Hiperkapnia: Perbaiki ventilasi
a. Perbaiki jalan nafas
b. Bantuan Ventilasi: Face mask, ambu bag
c. Ventilasi Mekanik
3. Fisioterapi dada
Atasi Hipoksemia
Terapi Oksigen
Pada keadaan PaO2 turun secara akut, perlu tindakan secepatnya untuk
menaikkan PaO2 sampai normal. Berlainan sekali dengan gagal nafas dari penyakit
kronik yang menjadi akut kembali dan pasien sudah terbiasa dengan keadaan
hiperkarbia sehingga pusat pernafasan tidak terangsang oleh hipercarbia drive
melainkan terhadap hypoxemia drive. Akibatnya kenaikan PaO2 yang terlalu cepat,
pasien dapat menjadi apnoe.Pemberian oksigen harus dipertimbangkan apakah pasien
benar-benar membutuhkan oksigen. Indikasi untuk pemberian oksigen harus jelas.
Oksigen yang diberikan harus diatur dalam jumlah yang tepat, dan harus dievaluasi agar
mendapat manfaat terapi dan menghindari toksisitas.Terapi oksigen jangka pendek
merupakan terapi yang dibutuhkan pada pasien-pasien dengan keadaan hipoksemia akut.
Oksigen harus segera diberikan dengan adekuat karena jika tidak diberikan akan
menimbulkan cacat tetap dan kematian.Pada kondisi ini oksigen harus diberikan dengan
FiO2 60-100% dalam waktu pendek
dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen diberikan dengan dosis yang
dapat mengatasi hipoksemia dan meminimalisasi efek samping.
1
Cara pemberian oksigen secara umum ada 2 macam yaitu sistem arus rendah dan
sistem arus tinggi. Kateter nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas. Nasal Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke
nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24 %-44%).
Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara bermakna diatas 44% dan
dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering. Alat oksigen arus tinggi di
antaranya ventury mask dan reservoir nebulizer blenders. Pasien dengan PPOK dan
gagal napas tipe hipoksemia, bernapas dengan mask ini mengurangi resiko retensi
CO2 dan memperbaiki hipoksemia. Sistem arus tinggi ini dapat mengirimkan sampai
40 L/mnt oksigen melalui mask, yang umumnya cukup untuk total kebutuhan
respirasi. Dua indikasi klinis untuk penggunaan oksigen dengan arus tinggi ini adalah
pasien yang memerlukan pengendalian FiO2 dan pasien hipoksia dengan ventilasi
abnormal.
Atasi Hiperkapnia: Perbaiki Ventilasi
Jalan napas (Airway)
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-obat
pernapasan. Pada semua pasien gangguan pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa
adanya obstruksi jalan napas atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas buatan
seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas buatan
dibandingkan jalan napas alami.Resiko jalan napas buatan adalah trauma insersi,
kerusakan trakea (erosi), gangguan respon batuk, resiko aspirasi, gangguan fungsi
mukosiliar, resiko infeksi, meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan
jalan napas buatan adalah dapat melintasi obstruksi jalan napas atas, menjadi rute
pemberian oksigen dan obatobatan, memfasilitasi ventilasi tekanan positif dan PEEP,
memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute bronkoskopi fibreoptik.

Sumber : Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 13 Nomor 3 Desember 2013 Aspek
Klinis Dan Tatalaksana Gagal Nafas Pada Anak
YUTI SARTIKA : Salah satu penatalaksanaan untuk mengatasi gagal nafas adalah
bantuan pernafasan melalui ventilator yang berfungsi untuk membantu paru-paru dalam
pemenuhan oksigen tubuh.
Sumber: jurnal PERBANDINGAN PENGUKURAN STATUS SEDASI RICHMON
AGITATION SEDATION SCALE (RASS) DAN SKAL SEDATION RAMSAY (RSS)
PADA PASIEN GAGAL NAFAS TERHADAP
LAMAWEANINGVENTILATORDIGIC RSUP Dr.HASANSADIKINBANDUNG
Hellena Deli *; Muhammad Zafrullah Arifin; Sari Fatim
Menambahkan jawaban : Yosa Nanda Fermata
Secara umum penatalaksanaan pada pasien dengan respiratory distress syndrome adalah:
Memperthankan stabilitas jantung paru yang dapat dilakukan dengan mengadakan
pantauan mulai dari kedalaman, kesimetrisan dan irama pernafasan, kecpatan, kualitas
dan suara jantung, mempertahankan kepatenan jalan nafas, memmantau reaksi terhadap
pemberian atau terapi medis, serta pantau PaO2. Selanjutnya melakukan kolaborasi
dalam pemberian surfaktan eksogen sesuai indikasi.
Memantau urine, memantau serum elketrolit, mengkaji status hidrasi seperti turgor,
membran mukosa, dan status fontanel anterior. Apabila bayi mengalami kepanasan
berikan selimut kemudian berikan cairan melalui intravena sesuai indikasi.
Mempertahankan intake kalori secara intravena, total parenteral nurition dengan
memberikan 80-120 Kkal/Kg BB setiap 24 jam, mempertahankan gula darah dengan
memantau gejala komplikasi adanya hipoglikemia, mempertahankan intake dan output,
memantau gejala komplikasi gastrointestinal, sepertia danya diare, mual, dan lain-lain.
Mengoptimalkan oksigen, oksigenasi yang optimal dilakukan dengan mempertahankan
kepatenan pemberian oksigen, melakukan penghisapa lendir sesuai kebutuhan, dan
mempertahankan stabilitas suhu.
Pemberian antibiotik. ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5
mg/kgBB/hari (Hidayat, 2008)
Sumber: Rogayyah. (2016). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian RDS pada
Neonatus di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang Bari.

Jawab : Yola Alfina 21117138


Gagal nafas merupakan kegagalan sistem respirasi dalam memenuhi kebutuhan
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah, sehingga terjadi
gangguan dalam asupan oksigendan ekskresi karbondioksid. Gagal nafas dapat
disebabkan oleh penyakit paru yang melibatkan jalan nafas, alveolus, sirkulasiparu atau
kombinasi ketiganya. Gagal nafas juga dapat disebabkan oleh gangguan fungsi otot
pernafasan, gangguan neuromuskular dan gangguan sistem saraf pusat.
Bayi khususnya neonatus rentan terhadap kejadian gagal nafas akibat: (1) ukuran jalan
nafasyang kecil dan resistensi yang besar terhadap aliran udara, (2)complianceparu yang
lebihbesar, (3) otot pernafasan dan diafragma cenderungyanglebih mudah lelah
,serta(4)predisposisi terjadinya apnea yang lebih besar.6Gagal nafas pada neonatus dapat
disebabkan oleh hipoplasia paru (disertai herniadiafragma kongenital), infeksi, aspirasi
mekoneum, danpersistent pulmonary hypertension.
Faktor resiko utama gagalnafas pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir
rendah, dan golongansosioekonomi rendah.
Penatalaksanaan gagal nafas pada neonatus saat ini meliputi penggunaan
ventilator mekanik, penggunaan surfaktan, high frequency ventilator, inhaled nitric oxide
(iNO), danextracorporeal membrane oxygenationyang memiliki banyak efek samping.
Penggunaan ventilator mekanik biasa mempunyai resiko terjadinya baro trauma dan
volume trauma. Inhaled nitric oxidebekerja sebagai vasodilator dari paru-paru, sehingga
dapat digunakan sebagai alternatifterapi terutama pada komplikasi penyakit paru bayi
(PPHN.Surfaktan dapat digunakan pada RDS dan sindroma aspirasi mekonium dan
memperlihatkan perbaikan yang nyata. High frequency ventilation adalah bentuk ventilasi
mekanik yang baik dengan risiko barotraumas dan volume trauma yang lebih kecil.
ECMOmerupakan alternatif penatalaksanaan gagal napas yang lain apabila terapi diatas
sudah tidakdapat digunakan.
Sumber : Effendi , Sjarif Hidajat. 2010. Diagnosis Dan Penatalaksanaan Kegagalan
Nafas pada Neonatus . Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin .Bandung

Menambahkan jawaban : Widya

Pasien dengan gagal napas memerlukan penanganan intensif di Unit Perawatan Intensif.
Kepastian jalan napas yang adekuat sangat penting pada kondisi seperti ini, yang
merupakan salah satu indi-kasi dilakukannya intubasi. Setelah jalan napas aman,
penatalaksanaan berikutnya difokuskan pada koreksi hipoksemia, dengan target tekanan
oksigen arterial (PaO2) lebih dari 60 mmHg atau saturasi oksigen arterial (SaO2) lebih
dari 90%. Suplementasi oksigen pada hipoksemia berat seringkali memerlukan intubasi
dan ventilasi mekanik. Ventilasi mekanik diharapkan dapat mengurangi upaya
pernapasan serta tingginya konsumsi oksigen yang dibutuhkan untuk mempertahankan
upaya napas. Pemberian ventilasi mekanik pada pasien gagal napas harus disesuaikan
dengan kondisi medis yang mendasari serta temuan klinis pada pasien yang dapat
berfluk-tuasi.
Pemberian bantuan ventilator sangat dibutuhkan, namun bila kondisi pasien mengalami
perbaikan, dapat dilakukan wean-ing yaitu proses transisi pada pasien yang diharapkan
mampu bernapas spontan setelah pemberian ventilasi mekanik. Perlu diingat bahwa
ketepatan waktu weaning sangat penting dalam penanganan pasien di ICU.
Keterlambatan pencabutan ventilator dapat menyebabkan terjadinya VAP (ventilator
acquired pneumonia) dan efek samping lainnya dari pemasangan ventilator. Pencabu-tan
ventilator yang terlalu cepat dapat mem-perpanjang lama perawatan pasien di ICU atau
mengakibatkan kematian. Terdapat beberapa indeks yang dapat digunakan untuk
mengukur kesiapan weaning yang meliputi tekanan inspirasi maksimal (PImax), ventilasi
per menit dan kapasitas vital. Rapid Shallow Breathing Index (RSBI) merupakan salah
satu indeks yang paling sering digunakan yang pertama kali dikenalkan oleh Yang dan
Tobin.

Sumber : Hanif, 2020. Perawatan Gagal Napas Akut Akibat Pneumonitis Lupus Di Unit
Perawatan Intensif Dengan Fasilitas Terbatas. Jurnal Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Volume 7, Nomor 1

4. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gagal napas?
Jawab Yolanda Dwi Nita

Pemeriksaan penunjang pada pasien gagal nafas :

-Analisis Gas Darah


-Darah Perifer Lengkap Disertai Hitung Jenis

-Pemeriksaan sputum pada kecurigaan infeksi paru

-Pemeriksaan kultur darah pada kecurigaan sepsis

-Pemeriksaan fungsi ginjal dan liver untuk mengetahui kemungkinan komplikasi

-Foto thoraks AP atau PA

-Elektrokardiografi bila ada kecurigaan sebab jantung

-Tes fungsi paru seperti spirometri umumnya ditunda karena tidak memungkinkan untuk dikerjakan
pada pasien sakit kritis.

Sumber : ASPEK KLINIS DAN TATALAKSANA GAGAL NAFAS AKUT PADA ANAK, Bakhtiar, 2013.

Menambahkan jawaban : Yosa Nanda Fermata

Pemeriksaan penunjang pada respiratory distress syndrome menurut Warman (2012), antara
lain:

Tes Kematangan Paru

Tes Biokimia

Test Biofisika

Analisis Gas Darah

Gas darah menunjukkan asidosis metabolik dan respiratorik bersamaan dengan hipoksia. Asidosis
muncul karena atelektasis alveolus atau over distensi jalan napas terminal.

Radiografi Thoraks

Pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular granular atau gambaran ground-glass bilateral, difus, air
bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air bronchograms yang mencolok menunjukkan
bronkiolus yang terisi udara didepan alveoli yang kolap. Bayangan jantung bisa normal atau membesar.
Kardiomegali mungkin dihasilkan oleh asfiksi prenatal, diabetes maternal, patent ductus arteriosus
(PDA), kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini mungkin berubah dengan terapi surfaktan
dini dan ventilasi mekanik yang adekuat

Sumber: Sunarti. (2017). Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Bayi “S” dengan Asfiksia di RSUD Haji
Makassar.
5. Mahasiswa mampu mengetaui indikator pelaksanaan intubasi pada bayi?
Jawab wisma wardani
Indikasi melakukan intubasi endotrakhea adalah keadaan berikut ini:
1. Gagal kardiopulmonal/henti kardiopulmonal
2. Distres pernapasan berat/kelelahan otot pernapasan
3. Refleks batuk/gag reflkes hilang
4. Memerlukan bantuan napas lama karena apnea atau hipoventilasi
5. Transpor antar rumah sakit untuk pasien yang berpotensi gagal napas.
 Sumber: Bakhtiar. ASPEK KLINIS DAN TATALAKSANA GAGAL NAFAS AKUT
PADA ANAK. JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 3
Desember 2013

Jawab : Yola Alfina 21117138

Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi sesuatu dengan
keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat resusitasi :
 Jika terdapat mekoneum dan bayi mengalami depresi pernapasan, maka intubasi
dilakukan sebagai langkah pertama sebelum melakukan tindakan resusitasi yang lain,
untuk membersihkan mekoneum dari jalan napas.
 Jika ventilasi tekanan positif tidak cukup menghasilkan perbaikan kondisi,
pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif berlangsung lebih dari beberapa
menit, dapat dilakukan intubasi untuk membantu memudahkan ventilasi.
 Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu koordinasi antara kompresi
dada dan ventilasi, serta memaksimalkan efisiensi ventilasi tekanan positif.
 Jika epinefrin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung maka cara yang umum
adalah memberikan epinefrin langsung ke trakea melalui pipa endotrakeal sambil
menunggu akses intravena.
 Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan pemasangan selang
endotrakeal. Cara pemasangan selang endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui
pelatihan khusus.
Sumber : Oktova, Rapika. 2013. Kajian Asuhan Kebidanan Pada Bayi ”Ny Am” Dengan
Asfiksia neonatorum di Ruang Perinatologi Rsup Dr. M. Djamil Padang. Universitas Andalas.
Padang

6. Mahasiswa mampu mengetahui tanda gejala dari Apnea?


Jawab: Yeni Septiani
Gejala klinis utama dari OSA adalah mendengkur. Dalam populasi umum, kebiasaan
mendengkur dijumpai pada 35-45% pria dan 15-28% perempuan. Mendengkur adalah
suara bising yang disebabkan oleh aliran udara melalui sumbatan parsial saluran napas
pada bagian belakang hidung dan mulut yang terjadi saat tidur. Akan tetapi, tidak semua
orang yang mempunyai kebiasaan mendengkur menderita OSA. (Somers VK, 2012;
Somers VK et al., 2008; Kasai T and Bradley TD, 2011)
Keluhan lain adalah rasa mengantuk yang berlebihan di siang hari, peningkatan tekanan
darah dan mengalami rasa tercekik di malam hari (nocturnal choking). Penderita biasanya
mengeluh bangun tiba-tiba dengan rasa panik akut dan tercekik. Episode tercekik
berlangsung dalam beberapa detik tetapi sudah cukup mengakibatkan stress bagi
penderita maupun pasangan tidurnya. (Somers VK, 2012; Somers VK et al., 2008; Kasai
T and Bradley TD, 2011)
Kejadian terbangun (sleep arousal) muncul karena saat terjadi sumbatan, kemoreseptor
akan membaca kadar CO2 yang terlalu tinggi sehingga mengirimkan sinyal untuk
membangunkan otak. Sebagian besar gejala henti napas itu tidak disadari oleh penderita
melainkan disaksikan oleh pasangan tidurnya.
Henti napas sementara pada OSA perlu dibedakan dengan henti napas yang disebabkan
oleh paroxysmal nocturnal dyspnea pada gagal jantung kiri, serangan akut asma, acute
laryngeal stridor, dan pola napas gagal jantung. (Somers VK, 2012; Somers VK et al.,
2008) Metode penapisan (screening) OSA antara lain kuesinoer Epworth Sleepiness
Scale (ESS), kuesioner Berlin, observasi oksimetri dalam satu malam dan alat yang
mengkombinasikan penilaiaan respirasi, elektrokardiografi (EKG) dan oksimetri. Analisa
rekaman EKG selama 24 jam kemungkinan juga dapat digunakan sebagai metode
penapisan.
Sumber: JURNAL KEDOKTERAN YARSI 25 (3) : 172-183 (2017)
Obstructive Sleep Apnea dan Gagal Jantung
Obstructive Sleep Apnea and Heart Failure, Sidhi Laksono PurwowiyotoDivision of
Cardiac and Cardiac Imaging, KSM Cardiology and VascularMedicine, Faculty of
Medicine, YARSI University, Pasar Rebo Hospital, Jakarta.

Jawab Yolanda Dwi Nita

Gagal napas diawali oleh stadium kompensasi. Pada keadaan ini ditemukan peningkatan
upaya napas (work of breathing) yang ditandai dengan adanya distress pernapasan
(pemakaian otot pernapasan tambahan, retraksi, takipnea dan takikardia). Peningkatan
upaya napas terjadi dalam usaha mempertahankan aliran udara walaupun compliance
paru menurun. Sebaliknya, stadium dekompensasi muncul belakangan ditandai dengan
menurunnya upaya napas.2,6,8 Pada anak, ancaman gagal napas karena penyakit paru
ditandai dengan napas cepat atau takipnea, pemakaian otot pernapasan tambahan
berlebihan dan retraksi epigastrik, interkosta, serta supraklavikula.1,7,9 Ancaman gagal
napas yang disebabkan oleh disfungsi pusat pengatur napas mungkin lebih sulit dikenali
karena anak tersebut dapat tidak menunjukkan tanda distres pernapasan, misalnya pada

pasien overdosis narkotik akan terjadi penurunan upaya napas dan hipoventilasi. Laju
pernapasan yang rendah atau napas yang dangkal dapat mengidentifikasi pasien tersebut.

Sumber : ASPEK KLINIS DAN TATALAKSANA GAGAL NAFAS AKUT PADA


ANAK, Bakhtiar, 2013.

Menambahkan jawaban : Widya

Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien dengan OSA selain mendengkur saat
tidur adalah excessive daytime sleepiness, yakni sering tertidur saat melakukan kegiatan
sehari-hari di siang hari, seperti membaca, berbincang-bincang, makan, atau pun
mengendarai mobil. Gejala terkait lainnya adalah lelah saat bangun tidur di pagi hari,
episode seperti tercekik atau terengah-engah di malam hari, sakit kepala di pagi hari,
mulut kering atau sakit tenggorokan di pagi hari, refluks asam lambung, nokturia sampai
dengan gejala yang berat seperti gangguan kognitif dan ingatan.
Sumber : Arief Bakhtiar, 2015. Obstructive Sleep Apneu (OSA), Obesitas
Hypoventilation Syndrome (OHS) dan Gagal Napas. Jurnal Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo,
Vol. 1 No. 3

7. Wisma . Mahasiswa mampu mengetahui penyebab apnue pada bayi?

Jawab : wisma wardani

Sleep apnea syndrome adalah suatu sindrom dengan ditemukannya episode apnea atau
hipopnea pada saat tidur. Apnea dapat disebabkan kelainan sentral, obstruktif jalan nafas, atau
campuran. Obstruktif apnea adalah berhentinya aliran udara pada hidung dan mulut walaupun
dengan usaha nafas, sedangkan central apnea adalah penghentian pernafasan yang tidak disertai
dengan usaha bernafas akibat tidak adanya rangsangan nafas. Obstruktif hipoventilasi
disebabkan oleh obstruksi parsial aliran udara yang menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia.
Istilah obstruktif hipoventilasi digunakan untuk menunjukkan adanya hipopnea, yang berarti
adanya pengurangan aliran udara..

Sumber : Bambang Supriyatno, Rusmala Deviani. Obstructive sleep apnea syndrome Obstructive
sleep apnea syndrome pada Anak pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 7, No. 2, September 2005: 77 –
84

Menambahkan jawab Yolanda Dwi Nita

Penyebab terjadinya Apnea pada bayi adalah Pada masa neonatus insidens apnea kira-kira 25% pada
bayi dengan berat badan lahir < 2500 gram dan84% pada bayi dengan berat badan lahir < 1000 gram.9
insidens tertinggi terjadi antara umur 3 - 6 tahunkarena pada usia ini sering terjadi hipertrofi tonsil
danadenoid. Terdapat dua teori patofisiologi sumbatan (kolaps)jalan nafas yaitu :

1. Teori balance of forces : ukuran lumen faringstergantung pada keseimbangan antara tekanannegatif
intrafaringeal yang timbul selama inspirasidan aksi dilatasi otot-otot jalan nafas atas. Tekanantransmural
pada saluran nafas atas yang mengalamikolaps disebut closing pressure. Dalam keadaanbangun, aktivasi
otot jalan nafas atas akanmempertahankan tekanan tranmural di atas closingpressure sehingga jalan
nafas atas tetap paten. Padasaat tidur tonus neuromuskular berkurang, akibatlumen farings mengecil
sehingga menyebabkanaliran udara terbatas atau terjadi obstruksi.

2. Teori starling resistor : jalan nafas atas berperansebagai starling resistor yaitu perubahan tekananyang
memungkinkan farings untuk mengalamikolaps yang menentukan aliran udara melaluisaluran nafas
atas.Sumber : Obstructive sleep apnea syndrome Obstructive sleep apnea syndrome pada Anak pada
Anak, Bambang Supriyatno, 2015.

Menambah kan jawaban: Yuli Nopita Sari

Gagal nafas pada anak dapat disebabkan oleh kelainan sistem pernafasan dan di luar sistem
pernafasan. Pada umumnya, gagal nafas disebabkan oleh gangguan paru primer, termasuk
pneumonia, bronkiolitis, asma serangan akut, sumbatan benda asing, dan sindrom croup.
Penyebab di luar paru dapat berupa gangguan ventilasi akaibat kelainan sistem saraf, misalnya
Sindrom Guillain Barre, Miastenia Gravis

Sumber: Bakthiar. 2013. Aspek Kliknis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak. JURNAL
KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 3.

Menambahkan jawaban : Yosa Nanda Fermata 21117140

Menurut WHO diperkirakan sekitar 900.000 kematian bayi baru lahir setiap tahun diakibatkan
asfiksia neonatorum. Kemenkes RI (2013) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000 – 2003 asfiksia
menempati urutan ke-6 yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian neonatus di seluruh
dunia. Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera atau
beberapa saat Penyebab utama kematian neonatus di Indonesia adalah berat badan lahir rendah
BBLR (29%) dan asfiksia (27%). BBLR pada tahun 2013 di Indonesia sebanyak 10,2%, angka
kejadian BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah (16,8%) dan terendah di Sumatera
Utara (7,2%), sedangkan di Kabupaten Purbalingga pada tahun 2015 bayi dengan berat badan
lahir rendah dilaporkan sebanyak 781(5.33%)
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan lahir kurang dari
2.500 gram tanpa memandang masa kehamilan. Penyebab terjadinya bayi BBLR secara umum
bersifat multifaktorial baik itu dari faktor ibu, faktor plasenta, dan faktor janin, maupun faktor
yang lain. BBLR merupakan salah satu faktor utama yang berpengaruh terhadap kematian
neonatus.

Penelitian Afiana Rohmani menyebutkan bahwa BBLR preterm berisiko untuk mengalami
kegagalan nafas yang akan menjadi asfiksia neonatorum, hal ini dikarenakan oleh kurangnnya
surfaktan berdasarkan rasio lesitin atau sfingomielin kurang dari 2, disamping itu pertumbuhan
dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang
iga yang mudah melengkung (pliable thorax) dengan kondisi bayi akan berisiko mengalami
hipoksia.

Sumber Jurnal ANGKA KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM PADA BAYI DENGAN


BERAT BADAN LAHIR RENDAH DI RSUD GOETENG TAROENADIBRATA
PURBALINGGA, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2018 Oleh Sony Andik Pratama1, Latifah
Hanum1, Yuhantoro Budi HS.

8. Winda clau: mahasiswa mampu mengetahi klasifikasi gagal nafas pada bayi?

Winda Claudya Novayanti


Klasifikasi Gagal Nafas
Pada gagal nafas akut terjadi ketidakmampuan sistem pernafasan mempertahankan
pertukaran gas normal. Keadaan ini menyebabkan terjadinya hipoksemia, hiperkapnia
atau kombinasi keduanya. Berdasarkan tekanan parsial karbondioksida arteri (PaCO2),
gagal nafas dibagi menjadi 2 tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Pada kedua tipe tersebut
ditemukan gambaran tekanan parsial oksigen arteri (PaO2) yang rendah. Sebaliknya,
PaCO2 yang berbeda pada kedua tipe tersebut.1
Terdapat mekanisme yang berbeda yang mendasari perubahan PaO2 dan PaCO2 baik
pada tipe I maupun II. Pada tipe I dengan gangguan oksigenasi, didapatkan PaO2 rendah,
PaCO2 normal atau rendah terutama disebabkan abnormalitas ventilasi/perfusi.
Sebaliknya, pada tipe II, yang umumnya disebabkan oleh hipoventilasi alveolar,
peningkatan ruang mati, maka akan terjadi peningkatan produksi CO2.
Gagal napas tipe I adalah kegagalan oksigenasi dan terjadi pada tiga keadaan:
1. Ventilasi/perfusi yang tidak sepandan atau V/Q mismatch, yang terjadi bila darah
mengalir ke bagian paru yang tidak mengalami ventilasi adekuat, atau bila area
ventilasi paru mendapat perfusi adekuat.
2. Defek difusi, disebabkan penebalan membran alveolar atau bertambahnya cairan
interstisial pada pertemuan alveolus-kapilar.
3. Pirau intrapulmunol, yang terjadi bila kelainan struktur paru menyebabkan aliran darah
melewati paru tanpa berpatisipasi dalam pertukaran gas.
Gagal nafas tipe II pada umumnya terjadi karena hipoventilasi alveolar dan biasanya
terjadi sekunder terhadap keadaan seperti disfungsi susunan saraf pusat, sedasi
berlebihan, atau gangguan neuromuskuler

Sumber: Bakthiar. 2013. Aspek Kliknis dan Tatalaksana Gagal Nafas Akut Pada Anak.
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Volume 13 Nomor 3.

Menambahkan jawaban : Widya


Gagal napas diklasifikasikan menjadi hipoksemia dan hiperkapnea. Gagal napas
hipoksemia (tipe 1) ditandai dengan tekanan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 60
mmHg dengan kadar tekanan karbondioksida arterial (PaCO2) normal atau rendah. Tipe
ini merupakan tipe yang umum ditemukan, dan berkaitan dengan hampir semua kelainan
paru akut yang berkaitan dengan hipoventilasi, ketidakseim-bangan ventilasi-perfusi (V/P
mismatch), maupun ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan oksigen
jaringan (DO2/VO2 mismatch). Contoh dari gagal napas tipe 1 yaitu edema paru,
pneumonia, pneumo-toraks, emboli paru, ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome),
dan lain-lain.4 Gagal napas hiperkapnea (tipe 2) ditandai dengan tekanan karbondioksida
arterial (PaCO2) lebih tinggi dari 50 mmHg. Hipoksemia sering terjadi pada pasien
dengan gagal napas hiperkapnea pada udara bebas. Etiologi tersering dari gagal napas
tipe 2 meliputi overdosis obat, penyakit neuromuskular, kelainan dinding dada, serta
kelainan saluran napas berat (Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik-PPOK).
Sumber : Hanif, 2020. Perawatan Gagal Napas Akut Akibat Pneumonitis Lupus Di Unit
Perawatan Intensif Dengan Fasilitas Terbatas. Jurnal Departemen Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya Volume 7, Nomor 1

Anda mungkin juga menyukai