Saanin Padang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya Panduan Berfokus Pasien bisa selesai dan menjadi Panduan di RS. Jiwa
Prof HB Saanin Padang. Panduan ini merupakan acuan bagi Unit Kerja dalam
Penyusunan panduan di masing-masing unit sehingga tercipta keseragaman dan
kerjasama yang baik dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sehari-hari.
Akhir kata kami ucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu terwujudnya Panduan Berfokus Pasien di RS. Jiwa Prof HB Saanin Padang.
Wassalamu’alaikum.wr.wb.
TIM PENYUSUN
i
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
ii
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................207
iii
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
TIM PENYUSUN
Tim Penyusun
dr I. Fadhilah, S, Sp.N
NIP. 19850613 201001 1 015
iv
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
1
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
2
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
RUANG LINGKUP
3
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Proses pelayanan dan asuhan pasien yang terintegrasi serta terkoordinasi telah
dilakukan sesuai instruksi. Instruksi PPA dibutuhkan dalam pemberian asuhan
pasien misalnya instruksi pemeriksaan di laboratorium (termasuk Patologi Anatomi),
pemberian obat, asuhan keperawatan khusus, terapi nurtrisi, dan lain-lain. Instruksi
ini harus tersedia dan mudah diakses sehingga dapat ditindaklanjuti tepat waktu
misalnya dengan menuliskan instruksi pada formulir catatan perkembangan pasien
terintegrasi (CPPT) dalam rekam medis atau didokumentasikan dalam elektronik
rekam medik agar staf memahami kapan instruksi harus dilakukan, dan siapa yang
akan melaksanakan instruksi tersebut.
5
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
1. Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua
atas Paraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Barat
2. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 37 tahun 2021 tentang
Kedudukan,susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja unit
pelaksana teknis daerah Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
3. SK Direktur Nomor 800/001.m/HK-KP/I-2022 tentang Perberlakuan Pedoman
Pelayanan Unit/Instalasi di Lingkungan RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
6
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
D. Implementasi
Implementasi ditulis dalam kolom rekam medis masing-masing profesi
tentang pengisian implementasi.
1. Dokter, perawat, nutrisionis, analis dan farmasi mengisi implementasi
langsung diisikan dalam rekam medis setelah selesai tindakan pada
kolom implementasi dengan ditambah waktu tindakan dan paraf sebagai
bukti telah melaksanakan
2. Penulisan implementasi sebaiknya menggunakan kalimat aktif
Pencatatan di Unit Intensif atau Unit Khusus menggunakan lembar
pemantauan pasien khusus, pencatatan perkembangan pasien dilakukan
pada lembar tersebut oleh DPJP di unit tersebut.
E. Evaluasi
Pengisian evaluasi dalam rekam medis adalah hasil dari evaluasi
perencanaan dan implementasi yang sudah dilakukan oleh masing-masing
profesi dan ditanyakan kembali kepada pasien dan keluarga pasien tentang
keluhan yang dirasakan sebagai data subyektif dan diperiksa baik fisik
7
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
8
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
1. Setiap pasien yang berobat di RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang berhak
mendapatkan kualitas asuhan yang seragam dan terintegrasi dari Dokter
penanggungjawab Pelayanan (DPJP) dan tim Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
yang dikoordinir oleh Case Manager/ Manajer Pelayanan Pasien (MPP) dalam
pelayanan dan asuhan pasien meliputi:
a. Akses untuk asuhan dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh
PPA yang kompeten tidak tergantung pada hari setiap minggu atau
waktunya setiap hari.
b. Setiap tim PPA bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien serta
memberikan pelayanan dan asuhan kepada pasien sesuai dengan
kompetensi dan kewenangan yang ditetapkan.
c. Pasien dengan masalah dan kebutuhan asuhan yang sama menerima
asuhan dan pengobatan yang setara di seluruh rumah sakit.
2. Setiap unit pelayanan tersedia jadwal tugas yang mencerminkan jumlah, jenis
atau kategori serta penentuan penanggung jawab atau koordinator jaga pada
setiap hari dan shift jaga
3. Tingkat pelayanan dan asuhan kepada pasien adalah sama diseluruh unit
pelayanan di RS.
a. Tersedia sistim dan prosedur yang berlaku sama diseluruh unit pelayanan
di RS
b. Semua pasien yang masuk ke rumah sakit mendapatkan pelayanan
kesehatan yang berdasarkan kebutuhannya dan sesuai dengan cakupan
pelayanan yang disediakan oleh rumah sakit
4. Pelayanan dan asuhan pasien dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi
sesuai instruksi yang difasilitasi oleh Case Manager/ Manajer Pelayanan Pasien
(MPP), dipimpin oleh DPJP dan dilaksanakan oleh PPA yang memberikan
pelayanan dan asuhan pasien baik di unit pelayanan emergensi, rawat jalan
dan rawat inap yang profesional dibidangnya dan kompeten dengan bukti
sertifikasi sesuai kewenangan klinis serta memiliki surat izin praktek kepada
setiap pasien dan didokumentasikan dalam CPPT/ rekam medis pasien.
5. Prosedur diagnostik dan tindakan klinis yang diinstruksikan dokter saat tidak
berada disekitar RS melalui telepon pada situasi darurat dan instruksi verbal
dalam situasi dokter sedang melakukan tindakan dilaksanakan oleh tim PPA
sesuai instruksi dan hasilnya didokumentasikan dalam rekam medis pasien/
CPPT.
6. Permintaan pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imajing harus disertai
indikasi klinis apabila meminta hasilnya berupa interpretasi.
7. Pasien yang menjalani tindakan invasif/ berisiko di rawat jalan dilakukan
pengkajian dan didokumentasikan dalam rekam medis termasuk pencatatan
efek samping.
8. PPA telah membuat rencana asuhan untuk setiap pasien setelah diterima
sebagai pasien rawat inap dalam waktu 24 jam berdasarkan hasil pengkajian
awal.
a. Metode asesmen pasien mengacu pada pola Informasi, Analisis dan
Rencana/ IAR yang ditulis pada form asesmen.
b. Asesmen awal medis dibuat oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP)
dalam waktu 2 kali 24 jam dan asesmen awal keperawatan oleh Perawat
Penanggung Jawab Asuhan (PPJA) dalam 1 kali 24 jam meliputi:
pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan, pengkajian pasien dari aspek
biologis, psikologis, sosial, ekonomi, kultural dan spiritual pasien, juga
asesmen risiko nutrisional, kebutuhan fungsional dan risiko jatuh, skrining
nyeri, dan dilakukan asesmen nyeri bila ada nyeri serta discharge Planning.
c. Asesemen awal oleh ahli gizi dilakukan dalam 2 kali 24 jam dan jika
memerlukan terapi gizi maka dilakukan asesmen lanjut gizi.
9
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
10
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
11
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
12
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Pengkajian pasien merupakan proses yang berkelanjutan dan dinamis yang
berlangsung dilayanan rawat jalan serta rawat inap. Pengkajian pasien yang
efektif akan menghasilkan keputusan tentang kebutuhan asuhan,tatalaksana
pasien yang harus segera dilakukan dan pengobatan berkelanjutan untuk
emergensi atau elektif/terencana, bahkan ketika kondisi pasien berubah. Asuhan
pasien di rumah sakit diberikan dan dilaksanakan berdasarkan konsep pelayanan
berfokus pasien (Patient/Person Centered Care). Pola ini dipayungi oleh konsep
WHO dalam Conceptual framework integrated Peolpe-centred health service .
Penerapan konsep pelayanan berfokus pada pasien adalah dalam bentuk
asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal yang
terdiri dari beberapa elemen yaitu :
1. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai ketua tim asuhan /
Clinical Leader.
2. Profesional pemberi asuhan bekerja sebagai tim intra dan interdisiplin dengan
kolaborasi interprofesional, dibantu antara lain dengan Panduan Praktik Klinis
(PPK), Panduan asuhan pasien PPA lainnya, Alur klinis / Clinical Pathway
terintegrasi, Algoritma, Protokol, Prosedur, Standing Order dan CPPT (Catatan
Perkembangan Paien Terintegrasi)
3. Manajer Pelayanan Pasien dan keluarga.
4. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
Komponen utama dari proses pelayanan pasien rawat inap dan rawat jalan
adalah pengkajian pasien untuk memperoleh informasi terkait status medis
pasien. Khusus pasien rawat inap, pengkajian pasien terkait status kesehatan,
intervensi, kebutuhan keperawatan, dan gizi. Untuk dapat berhasil memberikan
terapi/asuhan yang berorientasi kepada pasien, dalam prakteknya, dokter,
perawat dan tim Profesional Pemberi Asuhan (PPA) lainnya harus memiliki
pengetahuan dan keahlian dalam melakukan pengkajian pasien. Pengkajian
pasien diperoleh dari pasien dan sumber-sumber lain (misalnya: profil terapi
obat, rekam medis, dan lain-lain).
II. TUJUAN
Untuk menentukan perawatan, pengobatan dan pelayanan yang akan
memenuhi kebutuhan awal dan kebutuhan berkelanjutan pasien. Pengkajian
pasien merupakan proses yang berkelanjutan dan dinamis yang berlangsung di
layanan rawat jalan serta rawat inap.
Pengkajian pasien terdiri atas tiga proses utama:
a. Mengumpulkan informasi dan data terkait keadaan fisik, psikologis, status
sosial, dan riwayat kesehatan pasien
b. Menganalisa data dan informasi, termasuk hasil pemeriksaan laboratorium,
pencitraan diagnostik, dan pemantauan fisiologis, untuk mengidentifikasi
kebutuhan pasien akan layanan kesehatan.
c. Membuat rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah
teridentifikasi.
III. PENGERTIAN
1. Pengkajian Pasien adalah tahapan dari proses untuk menentukan perawatan,
pengobatan dan pelayanan yang akan memenuhi kebutuhan awal dan
kebutuhan berkelanjutan pasien. Pengkajian pasien merupakan proses yang
13
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
berkelanjutan dan dinamis yang berlangsung di layanan rawat jalan serta rawat
inap
2. Pengkajian Awal Pasien Rawat Inap adalah tahap awal dari proses dimana
dokter, perawat, dietisien mengevaluasi data pasien dalam 24 jam pertama
sejak pasien masuk rawat inap atau bisa lebih cepat tergantung kondisi pasien
dan dicatat dalam rekam medis
3. Pengkajian Awal Pasien Rawat Jalan adalah tahap awal dari proses dimana
dokter mengevaluasi data pasien baru rawat jalan.
4. Pengkajian Pasien Gawat Darurat adalah proses yang dilakukan secara
sengaja, sistematis dan terencana untuk mendapatkan informasi dari seorang
individu yang datang ke rumah sakit sesegera mungkin untuk mengidentifikasi
kondisi yang mengancam nyawa, melakukan intervensi secepat mungkin dan
menatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa serta manajemen transfer
di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
5. Pengkajian Kedaruratan Psikiatri adalah proses dalam menilai kondisi pasien
yang sedang dalam krisis secara cepat dan tepat meliputi gangguan pikiran,
perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera.
6. Pengkajian Ulang Pasien adalah tahap lanjut dari proses dimana dokter,
perawat, dietisien mengevaluasi ulang data pasien setiap terjadi perubahan
yang signifikan atas kondisi klinisnya.
7. Pengkajian Individual adalah isi minimal dari asesmen yang ditentukan oleh
departemen/KSM terkait.
8. Rekam Medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien.
9. Pengkajian nyeri adalah pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui dan
mengukur rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
10.Pengkajian fungsional, termasuk di dalamnya asesmen resiko jatuh adalah
pengkajian terhadap kemampuan pasien untuk melakukan aktifitas sehari-hari
dan mengidentifikasi resiko kemungkinan jatuh pasien.
11.Pengkajian biologis, psikologis, sosial ekonomi, kultural dan spritual adalah
pengkajian terhadap status biologis, status psikologis pasien ( apakah pasien
cemas, depresi, ketakutan atau berpotensial agresif, menyakiti diri sendiri atau
orang lain ),dan pengkajian terhadap sosial ekonomi, kultural dan spritual yang
bisa mempengaruhi keadaan pasien.
12.DPJP adalah Dokter Penanggung Jawab Pelayanan yang merupakan seorang
dokter/dokter gigi yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis
seorang pasien. DPJP juga bertanggung jawab terhadap kelengkapan, kejelasan
dan kebenaran serta ketepatan waktu pengembalian dari rekam medis pasien
tersebut.
13.Case Manager adalah Menejer Pelayanan Pasien (MPP) yang merupakan
petugas yang bertanggung jawab terhadap asuhan pasien yang kompleks bagi
setiap pasien. Tujuannya untuk menjamin adanya koordinasi antar PPA
sehingga mutu asuhan dan pelayanan pasien dapat dioptimalkan.
14.Keperawatan adalah seluruh rangkaian proses asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang berkesinambungan yang dimulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi dalam usaha memperbaiki ataupun memelihara derajat
kesehatan yang optimal.
15.Nutrisionis adalah seorang profesional yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan teknis fungsional di bidang pelayanan gizi, makanan dan
dietetik.
16. Apoteker adalah seorang professional yang memiliki tanggung jawab dalam
meracik dan menjelaskan mengenai obat-obatan kepada pasien di rumah sakit
14
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
15
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
PENGKAJIAN PASIEN
PENGKAJIAN
PENGKAJIAN MEDIS PENGKAJIAN PPA lainnya
KEPERAWATAN
MENGEMBANGKAN
RENCANA ASUHAN
MELAKUKAN EVALUASI
16
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
17
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
18
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
5. Pengkajian Ulang :
Pengkajian Ulang Rawat Jalan :
Pengkajian medis yang dilakukan sebelum menjalani prosedur (seperti ECT /
EEG) di rawat jalan harus dilakukan dalam waktu ≤ dari 30 hari. Jika lebih
dari 30 hari maka dilakukan pengkajian ulang
Pengkajian Ulang IGD :
Pengkajian Ulang Medis IGD, hanya dilakukan pada triase Merah
Pengkajian Ulang Keperawatan di IGD dilakukan pada semua pasien
sebelum pasien di transfer ke Rawat Inap / rujukan.
Pengkajian Ulang Rawat Inap dilakukan pada :
Pengkajian Ulang Medis Rawat Inap dilakukan setiap pasien yang dirawat
dengan kondisi yang tidak stabil, PANS EC >4 harus dilakukan pengkajian
ulang medis setiap hari oleh DPJP, kecuali hari libur yang didelegasikan
kepada dokter umum.
Pengkajian Ulang Medis Rawat Inap dilakukan pada setiap pasien yang
dirawat dengan kondisi stabil, PANSS EC <4, dilakukan pengkajian ulang 2
kali seminggu oleh DPJP pada hari kerja, dan hari kerja lainnya
didelegasikan kepada dokter umum.
Pengkajian ulang Keperawatan dilakukan setiap shift.
Pengkajian ulang nyeri dilakukan sesuai dengan skala nyeri, jika skala nyeri 1
– 3 dilakukan 1x / shift, jika skala nyeri 4 – 6 dilakukan tiap 3 jam, setiap 1
jam untuk skala nyeri 7 – 10, serta dihentikan jika skala 0.
Pengkajian pasien ulang perawat dilaksanakan oleh perawat dilakukan satu
kali per sift atau sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
Pengkajian ulang gizi dilaksanakan oleh nutrisionis untuk resiko rendah
dilakukan 1 kali sebulan pada rawat jalan, 1 kali dalam 2 minggu pada rawat
inap.
Pengkajian ulang oleh nutrisionis pada resiko sedang pada pasien rawat inap
dilakukan observasi asupan makanan selama 3 hari oleh petugas ruangan,
apabila pasien mengalami gangguan asupan makanan, maka dilakukan
asesmen ulang kembali oleh nutrisionis, apabila tidak ada masalah, dilakukan
pengkajian satu kali dalam 2 minggu.
Pengkajian ulang nutrisionis pada resiko tinggi pada pasien rawat inap
dilakukan observasi asupan makanan setiap hari dan dilakukan pengkajian
ulang satu kali seminggu, 1 kali sebulan pada pasien rawat jalan.
pengkajian ulang oleh fisioterapi dilakukan setiap pasien melaksanakan terapi
dan dilakukan evaluasi setiap 10 (sepuluh) kali terapi harus dicatat secara
lengkap dalam rekam medis.
Pengkajian ulang psikolog klinis dilakukan satu kali dalam dua minggu dan
dicatat dalam rekam medis secara lengkap.
6. Pengkajian Tambahan :
Setiap pasien dengan karakteristik khusus seperti lanjut usia, anak,
ketergantungan obat & alkohol, pasien HIV/AIDS, korban kekerasan, pasien
restrain, resiko bunuh diri, lainnya harus dilakukan pengkajian khusus dan
dicatat dalam rekam medis.
Bila pada pengkajian awal pasien ditemukan kebutuhan khusus seperti gigi,
penyakit dalam, penyakit anak, neurologi dan lainnya maka harus
dikonsultasikan dengan dokter bidang terkait untuk dilakukan pengkajian
khusus tersebut dan dicatat dalam rekam medis.
7. Berkas Rekam Medis :
Data yang diperoleh pada saat pengkajian pasien harus dicatat secara lengkap
dalam rekam medis.
Hasil pengkajian, rencana asuhan, dan perkembangan kondisi pasien, baik
sebagai pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat, serta pasien yang
datang untuk pemeriksaan penunjang harus mempunyai rekam medis.
19
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Setiap pasien memiliki satu nomor rekam medis dan pengaturan urutan
berkas rekam medis untuk memudahkan menemukan rekam medis pasien,
didokumentasikan dengan baik, dapat dengan cepat dan mudah ditemukan
kembali dalam rekam medis
20
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
I. PENGKAJIAN AWAL
Pengkajian awal adalah suatu proses untuk mengidentifikasi dan
menangani kondisi yang mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran
pasien, stabilisasi leher dan tulang belakang, menjaga patensi jalan nafas,
pernafasan, dan sirkulasi.
Pengkajian awal harus dilakukan pada saat kontak pertama dengan pasien.
Pengkajian gawat darurat hendaknya dilakukan dengan cepat dan hanya
memerlukan waktu beberapa detik hingga satu menit. Pengkajian awal yang cepat
dan tepat akan menghasilkan diagnosis awal yang dapat digunakan untuk
menentukan penanganan yang diperlukan oleh pasien
Pengkajian awal dan diagnosis awal menentukan apakah pasien
membutuhkan pelayanan segera – gawat darurat ( label merah ), sedangkan gawat
tidak darurat ( label kuning ), ringan – darurat tidak gawat ( label hijau ). Selain
itu, pengkajian awal dapat membantu menentukan apakah pasien membutuhkan
pelayanan kesehatan gawat darurat, rawat jalan atau rawat inap. Sehingga
dengan adanya pengkajian awal ini, pelayanan kesehatan terhadap pasien dapat
dilakukan secara optimal.
21
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
22
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
pasien. Tekanan darah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur dan
dapat memberikan informasi bermakna.
Lima hal yang harus ditentukan sebelum menangani pasien selanjutnya:
a. Keamanan pasien
Sebelum mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi
di IGD, jumlah pasien di ruangan tersebut aman bagi pasien. Jika intervensi
verbal tidak cukup atau kontraindikasi, perlu dipikirkan pemberian obat atau
pengekangan.
b. Medik atau psikiatrik
Penting bagi dokter untuk menilai apakah kasusnya medik, psikiatrik atau
kombinasi keduanya, sebab penanganannya akan jauh berbeda. Kondisi
medik umum seperti trauma kepala, infeksi berat dengan demam tinggi,
kelainan metabolisme, intoksikasi atau gejala putus zat seringkali
menyebabkan gangguan fungsi mental yang menyerupai gangguan psikiatrik
umumnya. Dokter gawat darurat tetap harus menelusuri semua kemungkinan
penyebab gangguan fungsi mental yang tampak
c. Psikosis
Yang penting bukanlah penegakan diagnosisnya, tetapi seberapa jauh
ketidakmampuannya dalam menilai realita dan buruknya tilikan. Hal ini
dapat mempengaruhi sikapnya terhadap pertolongan yang kita berikan serta
kepatuhannya dalam berobat.
d. Suicidal atau Homicidal
Semua pasien dengan kecenderungan bunuh diri harus diobservasi secara
ketat. Perasaan-perasaan yang berkaitan dengan tindak kekerasan atau
pikiran bunuh diri harus selalu ditanyakan kepada pasien.
e. Kemampuan merawat diri sendiri
Sebelum memulangkan pasien, harus dipertimbangkan apakah pasien
mampu merawat dirinya sendiri, mampu menjalankan saran yang dianjurkan.
Ketidakmampuan pasien dan atau keluarganya untuk merawat pasien di
rumah merupakan salah satu indikasi rawat inap.
23
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4. Mengurangi/menghilangkan penderitaannya
5. Agar evaluasi dapat dilanjutkan sampai didapat suatu kesimpulan akhir
Triage
Tanda vital
Kesadaran
pemeriksaan medik, neurologik
pemeriksaan laboratorium
Triage psikiatrik
Evaluasi medik
Evaluasi psikiatrik: organik atau fungsional
Rawat bersama dengan disiplin ilmu Rawat jalan Rawat inap psikiatri
lain
Gambar 6 ; Asesmen kedaruratan psikiatri
24
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
b. Mata
c. THT Leher
d. Mulut
e. Jantung & pembuluh darah
f. Thoraks, paru – paru, payudara
g. Abdomen
h. Kulit dan sistem limfatik
i. Tulang belakang dan anggota tubuh
j. Sistem saraf
k. Genitalia, anus dan rebtum
2) Lokalis
a. Inspeksi
b. Palpasi
c. Perkusi
d. Auskultasi
e. Lakukan deskripsi terhadap status lokalis
c. Skrining Nyeri
Semua pasien yang masuk ke rawat inap harus dilakukan skrining nyeri.
25
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
b. Kenyamanan nyeri:
1) Digunakan Skala 1 – 10
2) Kualitas terbakar, tajam, tumpul, tertekan, dl
3) Waktu hilang timbul, terus menerus
4) Frekuensi atau lamanya
5) Lokasi
26
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
e. Risiko nutrisional
f. Masalah keperawatan
g. Rencana asuhan
27
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
12. Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta pelayanan
yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara terintegrasi
dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu apabila diperlukan.
13. DPJP membuat resume medis berupa ringkasan dari seluruh pelayanan
kesehatan yang telah diberikan selama perawatan saat pemulangan pasien.
14. Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.
Isi minimal pengkajian pasien rawat inap Rumah Sakit Jiwa Prof.HB.Saanin
Padang menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit, status psikologis-sosio-spritual dan ekonomi serta riwayat
pemakaian atau alergi obat sebelumnya, riwayat pengobatan
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
e. Penilaian skala nyeri dan manajemennya
f. Penilaian resiko jatuh, asesmen fungsional dan manajemennya
g. Risiki nutrisional dan manajemennya
h. Kebutuhan edukasi
i. Diagnosis
j. Rencana penatalaksanaan dan rencana pulang (discharge plan)
k. Pengobatan dan/atau tindakan
l. Catatan observasi klinis yang terintegrasi dan hasil pengobatan
m. Ringkasan pulang (discharge summary)
n. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (informasi mengenai
penyakit, edukasi kepada pasien dan keluarga)
o. Persetujuan tindakan bila diperlukan
p. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
q. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinis
28
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Rawat jalan adalah tahap awal dari proses dimana dokter, perawat
mengevaluasi data pasien baru rawat jalan. Prosedur dan pedoman
pengkajian pasien rawat jalan Rumah Sakit Jiwa HB Saanin padang adalah
sebagai berikut:
1. Identitas pasien rawat jalan harus selalu dikonfirmasi pada awal pemberian
pelayanan kesehatan.
2. DPJP melakukan pengkajian sesuai dengan kondisi pasien saat diperiksa.
Bisa berupa pengkajian awal, pengkajian segera dan terfokus, pengkajian
menyeluruh maupun pengkajian berkelanjutan.
3. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan, DPJP memberikan pengobatan
dan merencanakan pelayanan selanjutnya atau tindakan yang dibutuhkan
oleh pasien. DPJP dapat melakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang
lainnya bila diperlukan.
4. DPJP memberikan penjelasan mengenai semua hal yang berkaitan dengan
kondisi pasien meliputi keadaan penyakit, pengobatan yang diberikan,
pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yang dilakukan, rencana pelayanan dan
tindakan selanjutnya serta jadwal kontrol berikutnya bagi pasien yang
memerlukan kontrol kembali. DPJP juga memberikan penjelasan terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pasien dan/atau keluarga.
5. DPJP dapat melakukan konsultasi dengan dokter bidang spesialisasi lainnya
bila diperlukan dengan mengisi lembaran konsultasi yang telah ada.
6. Perawat menjalankan pelayanan sesuai dengan rencana pengobatan yang
diistruksikan oleh DPJP.
7. Perawat melakukan pengkajian keperawatan sesuai dengan pedoman dan
panduan yang telah ditetapkan.
8. Perawat melakukan pengakajian nyeri dan pengkajian jatuh pada setiap
pasien rawat inap sesuai dengan pedoman dan panduan yang ada.
9. Pengkajian ulang pasien dilakukan sesuai dengan perubahan kondisi pasien
yang bisa terjadi secara tiba-tiba. Setiap perubahan dan perkembangan dari
kondisi pasien harus diketahui dan dilaporkan kepada DPJP.
10.Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien harus mendapat persetujuan
dari pasien atau keluarga/penanggung jawab. Tindakan dilakukan setelah
adanya persetujuan (informed consent).
11.Seluruh informasi yang diperoleh dan tindakan pengobatan serta pelayanan
yang diberikan kepada pasien harus didokumentasikan secara terintegrasi
dalam rekam medis dan dapat diakses sewaktu-waktu apabila diperlukan.
12.Untuk pelayanan kesehatan gigi ditambahkan odontogram dalam rekam
medisnya.
29
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Isi minimal pengkajian pasien rawat jalan RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/MENKES/PER/III/2008 dan pedoman dari Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) adalah sebagai berikut :
a. Identitas pasien.
b. Tanggal dan waktu.
c. Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat penyakit,
status psikologis-sosio-spritual dan ekonomi serta riwayat pemakaian atau
alergi obat sebelumnya, riwayat pengobatan.
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
e. Penilaian skala nyeri dan manajemennya.
f. Penilaian resiko jatuh, asesmen fungsional dan manajemennya
g. Resiko nutrisional dan manajemennya
h. Kebutuhan edukasi
i.Diagnosis
j.Pengobatan dan/atau tindakan
k. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (informasi mengenai
penyakit, edukasi kepada pasien dan keluarga)
l.Persetujuan tindakan bila diperlukan
m. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan tertentu
yang memberikan pelayanan kesehatan
n. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
30
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
31
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
32
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
33
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
( ) risiko tinggi
2. Tatalaksana
a. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
1) Pastikan posisi pagar pengaman tempat tidur terpasang dengan baik
pada pasien yang ditransfer dengan brancard/tempat tidur
2) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien.
3) Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi
pegangan tempat tidur tepasang dengan baik.
4) Pastikan ruangan rapi, jalur ke kamar kecil bebas hambatan dan
terang.
5) Pastikan bel tempat tidur berfungsi dan dalam jangkauan pasien.
Memanggil petugas dengan bel.
6) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, air
minum, kacamata).
7) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien).
8) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
9) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan
bersih dan berfungsi).
10) Pantau efek obat-obatan.
11) Anjurkan kepada pasien memakai alas kaki anti selip.
12) Amati lingkungan yang berpotensi tidak aman dan segera laporkan
untuk perbaikan.
13) Sediakan dukungan emosional dan psikologis.
14) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
b. Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal
berikut ini.
1) Jika hasil skrining pasien resiko tinggi, maka dilakukan pemantauan
ketat dan reasesmen per hari
2) Beri penanda berupa kalung yang dipakaikan pada pasien di poliklinik
dan stempel resiko jatuh di pergelangan tangan pasien di rawat inap
3) Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot setiap 2jam
(saat pasien bangun), dan secara periodik (saat malam hari)
4) Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
5) Pasang aling-aling di kedua sisi pagar pengaman tempat tidur
6) Lakukan restrain (untuk pasien dengan kondisi gelisah dan tidak
koperatif)
7) Nilai kebutuhan akan:
i. Fisioterapi dan terapi okupasi
ii. Alarm tempat tidur
iii. Tempat tidur rendah (khusus)
iv. Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)
b. pengkajian Nyeri
1. pengakjian nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
Gambar NRS (Numerical Rating Scale)
indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri
yang dirasakannya
34
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Indikasi: Digunakan pada pasien 3-7 tahun, pasien dewasa yang tidak
kooperatif, pasien manula, pasien lemah, pasien dengan gangguan
konsentrasi, pasien nyeri hebat, pasien kritis.
Instruksi: Perawat menilai intensitas nyeri pasien dengan cara melihat
mimik wajah dan diberi score antara 0-10.
1. Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri kepada pasien.
Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri :
Lokasi nyeri
Kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
Onset, durasi, dan faktor pemicu
Riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
Efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
Obat-obatan yang dikonsumsi pasien
2. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi
sedang, pengkajian dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien
menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa
nyeri.
3. Pengkajian ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih
dari beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai
berikut:
pengkajian ulang nyeri adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri
pada pasien yang bertujuan untuk mengevaluasi intervensi yang
telah dilakukan terkait penatalaksanaan nyeri yang telah diberikan,
dengan interval waktu sesuai kriteria sebagai berikut :
15 menit setelah intervensi obat injeksi
1 jam setelah intervensi obat oral atau lainnya
1 x / shift bila skor nyeri 1 – 3
Setiap 3 jam bila skor 4 -6
Setiap 1 jam bila skor nyeri 7 – 10
Dihentikan bila skor nyeri 0
Tatalaksana nyeri:
Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana
nyeri kepada pasien yang sadar / bangun
Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥4. Pengkajian
dilakukan 1 jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas
nyeri ≤ 3
35
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
36
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
37
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
38
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4) Perkemihan
a) Kebersihan area genetalia,
b) Jumlah cairan masuk,
c) Buang air kecil,
d) Produksi urine
5) Pencernaan
a) Nafsu makan,
b) Ngt,
c) Porsi makan,
d) Minum,
e) Mulut,
f) Mual, muntah,
g) Buang air besar,
h) Lain lain
6) Muskuloskeletal/Intergumen
a) Kemampuan pergerakan sendi,
b) Warna kulit,
c) Odema,,
d) Dekubitus,
e) Luka,
f) Kontraktur,
g) Fraktur,
h) Jalur infuse,
i) lain lain.
39
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Tidak merespons
Skor 13-15 = ringanSkor 9-12 = sedang Skor 3-8= berat
Skala penilaian PANSS-EC yang dinilai ialah dari 1 (tidak ada) sampai
dengan 7 (sangat parah) dan skor berkisar antara 5-35. Skor PANSS-EC ≥ 20
klinis menunjukkan adanya agitasi akut.
Terdapat 5 komponen yang dinilai
1. Gaduh gelisah (P4)
2. Ketegangan (G4).
3. Permusuhan (P7)
4. Ketidakkoperatifan (G8)
5. Pengendalian impuls (G14)
Dengan skala penilaian masing-masing indikator diatas adalah 1-7
1. Tidak ada
2. Minimal
3. Ringan
4. Sedang
5. Agak berat
6. Berat
7. Sangat berat
SOP Gaduh gelisah
41
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
42
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
43
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
44
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
45
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
46
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
47
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
48
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
49
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
50
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
51
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
52
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
53
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
54
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
55
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
56
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
57
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
58
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
59
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
60
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
61
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
62
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
63
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
64
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
65
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
66
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
67
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
68
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
69
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
70
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
71
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A . LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan dipicu oleh suatu stimulasi pada ujung syaraf sensoris. Pada pasien
dengan penyakit fisik, keluhan nyeri mungkin sangat sering di jumpai, tetapi
padakasus-kasus psikiatri, terutama yang mengalami gangguan jiwa berat, nyeri
mungkin sudah tidakpernah dikeluhkan pasien. Pengalaman sensorik bagi pasien
gangguan jiwa dapat terkalahkanoleh perasaan emosional dan evoria sebagai akibat
dari gangguan proses piker atau gangguanpersepsi sensori. Oleh karena itu nilai
ambang nyeri bagi pasien gangguan jiwa dapat terkalahkan oleh suasana hati yang
berlebihan. Seorang gelandangan psikotik, meskipun panas kepanasan, hujan
kehujanan, ada luka ditubuhnya, tidak pernah ada yang mengeluh nyeri, dan semua
ini aman-aman saja bagi pasien, kehidupan sebagai gelandangan psikiatri tetap saja
jalan terus.
Pasien gangguan jiwa di rumas sakit pun sangat jarang mengeluh nyeri,
tetapi pada kondisi yang berbeda, tidak ada stressor pun pasien tetap mengeluh,
apalagi bag ipasien yang merasakan psikosomatis. Tidak ada gangguan apapun, tetapi
selalu mengeluh sakit, padahal semua berawal dari pikiran dan perasaan pasien.
Atas dasar tersebut maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas
berbagai perilaku dan budaya yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan
terhadap nyeri yang dirasakan oleh setiap orang dapat melakukan pengkajian dan
tindakan pemberian terapi secara obyektif, maka untuk itu RSJ.PROF.HB SAANIN
PADANG menyusun panduan dalam penanganan nyeri.
B. TUJUAN
Panduan Manajemen nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi
dalam asesmen dan manajemen nyeri di RSJ.PROF.HB SAANIN PADANG sehingga
kualitas pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSJ.PROF.HB SAANIN
PADANG semakin baik.
C. DEFENISI
Nyeri menurut International Association for Study of Pain (IASP) adalah
sensorisubyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait
dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi
terjadinya kerusakan(Qittun,2008).
Berdasarkan lama dideritanya, nyeri dibagi atas:
nyeri akut (<3 bulan)
nyeri kronik(>3 bulan)
Secara neuropatologis nyeri dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
(1) nyeri nosiseptif
(2) nyeri neuropati
(3) nyeri campuran
72
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Gambaran menjadi pasien di rumah sakit yang identik dengan berbagai jenis
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit, acap kali memberikan
ketakutan tersendiri bagi pasien akan rasa nyeri yang dapat menyertai proses
pemberian pelayanan kesehatan tersebut. Sebagai contoh, bagaimana proses
transfuse darah dapat memberikan rasa nyeri bagi si pasien, ataupun tindakan medis
lainnya yang dapat memberikan rasa nyeri pada pasien.
73
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup pelayanan nyeri di RS. Jiwa Prof.HB Saanin Padang adalah
semua pasien yang memiliki keluhan nyeri meliputi:
74
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
PENGELOLAAN NYERI
1. Setiap pasien dengan keluhan nyeri setelah dilakukan pengkajian awal dan
pengkajian ulang nyeri maka diberikan asuhan manajemen nyeri sesuai
kebutuhan berdasarkan standar prosedur operarional oleh tim manajemen nyeri
yang terlatih dan berwewenang serta didokumentasikan dalam rekam medis.
2. Informasi diberikan kepada pasien terkait adanya rasa nyeri dan pilihan tata
laksana mengatasi nyeri yang menerima terapi/ prosedur/ pemeriksaan yang
akan dilakukan dalam pelayanan dan asuhan pasien
3. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang pelayanan mengatasi nyeri sesuai
dengan latarbelakang agama, budaya dan nilai-nilai pasien dan keluarga serta
kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan terencana, prosedur pemeriksaan
dan pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri yang didokumntasikan dalam
form edukasi terintegrasi dalam rekam medis
4. Semua PPA diberikan pelatihan tentang pengkajian dan edukasi pengelolaan nyeri
75
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATALAKSANA
2. SKRINING NYERI
Semua pasien yang dirawat inap dan rawat jalan dilakukan skrining nyeri ,
jika ada nyeri maka dilakukan asesmen terhadap nyeri tersebut. Skrining Nyeri dapat
diperoleh dari hasil observasi maupun hasil anamnesa. Berikut contoh pertanyaan
yang dapat digunakan untuk melakukan skrining nyeri :
1. Apakah anda merasa sakit sekarang?
2. Apakah sakit yang anda alami menghalangi tidur anda?
3. Apakah rasa sakit yang anda alami menghalangi aktivitas anda ?
4. Apakah anda merasa sakit setiap hari ?
76
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
3. ASESMEN NYERI
I. Asesmen Awal Nyeri
Perawat atau dokter melakukan asesmen awal nyeri di mulai sejak didapatkan
hasil skrining bahwa pasien mempunyai keluhan terhadap nyeri. Karena sangat
penting memastikan pasien dalam keadaan yang membutuhkan
penatalaksanaan nyeri. Asesmen nyeri dilakukan untuk semua pasien yang
dating ke IGD, Poliklinik ataupun semua pasien yang dirawat inap. Asesmen
terhadap Nyeri meliputi :
1. Anamnesis
a) Riwayat Penyakit Sekarang
P (Provocating/provokes) : Apa yang menjadi pencetus/ membuat
nyeri dan a pa yang dapat meredakan nyeri. Pencetus yang
memperberat timbulnya nyeri dana pa yang meredakan nyeri. Pencetus
yang memperberat timbulnya nyeri. Pencetus yang memperberat seperti
beraktivitas, berjalan, duduk,batuk , stress, berdiri , olah raga,
membungkukkan badan, membusungkan dada atau bila diet. Yang
dapat meredakan nyeri seperti tirah baring, obat-obatan penghilang
nyeri, istirahat, relaksasi, perubahan posisi tubuh dll.
Q (Quality) : Seperti apa rasanya , apakah seperti rasa tertusuk benda
tajam, tumpul kesemutan , ngilu, di iris-iris, terbakar, tertekan /
tertimpa benda berat, mati rasa/ kebas/dingin dll
R (region/Radiation ) : daerah nyeri , dimana rasa sakit itu berada,
kemana penyebarannya.
S(Severity) : Seberapa berat skor nyerinya sesuai pengukuran
T (Time) : onset nyari dan durasi waktunya, apakah kontiniu, periodic
atau intermiten
Gejala yang menyertai misalkan kelemahan, baal, kesemutan, mual
muntah atau ganngguan keseimbangan
Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Hasil Pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon
terapi
Gangguan kehilangan fungsi akibat nyeri
Penggunaan alat bantu
Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur dan aktivitas hidup
dasar (Aktivity daily living)
Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti
adanya fraktur yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang
berhubungan dengan sindrom kauda ekuina.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan riwayat dilakukan pembedahan, posisi dan di Rumah Sakit
mana pasien yang bersangkutan dilakukan pembedahan. Serta tanyakan
juga riwayat nyeri sebelumnya pada pasien yang tidak pernah dilakukan
pembedahan.
c) Riwayat Psikososial
Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi
menimbulkan eksaserbasi nyeri
Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas
penggantinya.
Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat
menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi
pasien dengan program penanganan / manajemen nyeri ke depannya.
Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan
psikoterapi / psikofarmaka.
77
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
2) Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
3) Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut
akibat operasi, hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi
otot, fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
1) Nilai orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak
ada harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
2) Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya
keterbatasan gerak, diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
3) Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal /
dikeluhkan oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan
adanya limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris.
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera
ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria ini.
DERAJAT DEFINISI
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan
tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi
tidak mampu melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak
menghasilkan pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
e. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick),
getaran, dan suhu.
78
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
3. Pemeriksaan radiologi
a) Indikasi:
1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik, dan penyakit vascular.
3) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi.
4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b) Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)
2) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi
diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus,
keganasan, kompresi tulang belakang, infeksi) Pasien dirujuk untuk
pemeriksaan ini
79
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4. Asesmen psikologi
1) Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
2) Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
3) Nilai adanya dukungan sosial, interaksi social
4) Niai adanya gangguan psikosomatis
5. Skala Pengukuran Nyeri
1. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
a) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun
yang dapat menggunakan angka untuk melambangkan intensitas
nyeri yang dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
a) 0 = tidak nyeri
b) 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
c) 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-
hari)
d) 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari) 3
80
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Keterangan :
Total Skor 0 : Pasien rileks dan nyaman (tidak Nyeri)
Total skor 1-3 : Nyeri ringan
Total Skor 4-6 : Nyeri sedang
Total Skor 7-10: Nyeri Berat
Penting unuk diingat bahwa skala observasi yang tervalidasi dengan baik
hanya untuk nyeri akut bukan nyeri kronik. Karena tanda-tanda untuk nyeri
terhadap perilaku, seperti menyeringai, cendrung mengalami penurunan respon
seiring dengan bertambahnya atau lamanya nyeri. Karena nyeri merupakan suatu
pengalaman subjektif, maka memungkinkan laporan dari pasien sendiri sangat
direkomendasikan sebagia sumber primer untuk pengukuran nyeri. Tatalaksana nyeri
dilakukan berdasarkan derajat nyeri pasien setelah asesmen pasien dilakukan.
81
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
a. Lakukan asesmen ulang nyeri yang komprehensif setiap shift sesuai dengan
kondisi / keadaan pasien Yaitu pada;
1) Pasien yang mengeluh nyeri
2) Satu jam setelah tatalaksana nyeri, kemudian dilanjutkan setiap 8 jam
atau setiap shift minimal satu kali (pada pasien sadar/ bangun)
3) Pasien yang menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan
4) Sebelum transfer Pasien
5) Sebelum pulang dari rumah sakit
6) Saat pasien kontrol ulang di instalasi rawat jalan
b. Pada nyeri akut/ kronik lakukanlah asesmen ulang nyeri setiap 30-60 menit,
setelah pemberian terapi dan dilakukan dengan interval yang teratur sebagai
berikut :
1) Pemberian terapi Parenteral 15-30 menit
2) Pemberian Terapi suposituria 60 menit/ 1 jam
3) Pemberian terapi oral dilakukan 60 menit/ 1jam
4) Pemberian terapi secara maintenance melalui infus minimal kontrol
setiap 2 jam sekali atau jika ada perubahan sewaktu-waktu
c. Pada pasien dalam pengaruh obat sedasi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri
d. Derajat Nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis
medis yang baru
e. Jika skor nyeri turun menjadi nol maka asesmen nyeri ulang dihentikan
(Tidak dilakukan asesmen ulang)
f. Pada Nyeri Akut/ Kronis, lakukan asesmen ulang setiap 30 menit hingga 1
jam setelah pemberian obat nyeri.
4. PENATALAKSANAAN NYERI
1. Tatalaksana Non- Farmakologi
Pada nyeri ringan (skore 1-3) tanpa pemberian obat, dapat dilakukan oleh
perawat dana tau psikolog klinis
a) Berikan heat / cold pack
b) Lakukan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
c) Lakukan relaksasi dapat mengurangi ketegangan otot dan mengurangi
kecemasan atau dengan meditasi pernapasan yang menenangkan
d) Distraksi adalah metode pengalihan perhatian dari persepsi rasa nyeri.
Dengan mengalihkan perhatian kita bis amengurangi focus terhadap respon
nyeri. Distraksi bias diterakan pada nyeri ringan atau sedang. Contoh dari
metode distraksi adalah melakukan kegiatan ringan untuk mengalihkan
persepsi rasa nyeri seperti mengobrol, menikamti pemandangan dan lain-
lain
2. Tatalaksana Farmakologi
Dengan pemberian obat pengurang rasa sakit (non Opioid) dapat diberikan oleh
DPJP untuk nyeri sedang skoring > 4-7 atau nilai NPS 3-4
a.Terapi yang direkomdasikan oleh WHO berdasarkan WHO Analgesic Step
Ladder (dosis disesuaikan dengan umur dan berat badan pasien )
82
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
83
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
84
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
7. Intervensi non-farmakologi
a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area nosiseptif
untuk menginduksi pelepasan opioid endogen.
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan / perkutan,
c. Intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternatif: terapi relaksasi,
umpan balik positif, hypnosis.
d. Fisioterapi dan terapi okupasi.
8. Intervensi farmakologi(tekankan pada keamanan pasien)
a. Non-opioid: OAINS, parasetamol, COX-2 inhibitor, antidepressant trisiklik,
amitriptilin, ansiolitik.
b. Opioid:
1) Risiko adiksi rendah jika digunakan untuk nyeri akut (jangka pendek).
2) Hidrasi yang cukup dan konsumsi serat / bulking agent untuk
mencegah konstipasi (preparat senna, sorbitol).
3) Berikan opioid jangka pendek.
4) Dosis rutin dan teratur memberikan efek analgesik yang lebih baik
daripada pemberian intermiten.
5) Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan.
6) Jika efek analgesik masih kurang adekuat, dapat menaikkan opioid
sebesar 50-100% dari dosis semula.
c. Analgesik adjuvant
1) OAINS dan amfetamin: meningkatkan toleransi opioid dan resolusi nyeri
2) Nortriptilin, klonazepam, karbamazepin, fenitoin, gabapentin, tramadol,
mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik
3) Antikonvulsan: untuk neuralgia trigeminal.
4) Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat
ditingkatkan menjadi 300 mg/hari
9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada lansia. Insidens perdarahan
gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun.
10. Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh penuaan, termasuk absorbsi,
distribusi, metabolisme, dan eliminasi.
11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengurangan dosis analgesik. Absorbs
sering tidak teratur karena adanya penundaan waktu transit atau sindrom
malabsorbsi.
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia.
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat.
14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan.
15. Efek samping penggunaan opioid yang paling sering dialami: konstipasi.
16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien
mengkonsumsi analgesik, antidepressant, dan sedasi secara rutin harian.)
17. Prinsip dasar terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan
perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan:
a. Penurunan / keterbatasan mobilitas. Pada akhirnya dapat mengarah ke
depresi karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan
menurunnya kemampuan fungsional.
b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkan
imunitas tubuh
c. Control nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya
agitasi dan gelisah.
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak.
Polifarmasi dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium.
85
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia:
a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek
samping gastrointestinal lebih besar)
b. Opioid: pentazocine, butorphanol (merupakan campuran antagonis dan
agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia);
metadon, levorphanol (waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene: neurotoksik
d. Antidepresan: tertiary amine tricyclics (efek samping antikolinergik)
20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid, sebelumnya harus diberikan
kombinasi preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents).
21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO (sama dengan
manajemen pada nyeri akut).
a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid
b. Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dnegan OAINS dan
analgesik adjuvant
c. Nyeri berat: opioid poten
22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dosis
dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi
86
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Keterangan :
a) Pasien datang ke IGD atau rawat jalan dengan keluhan nyeri harus di
Screening dan dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan skala nyeri
b) Bila Skala nyeri ≤ 3 : dilakukan penatalaksanaan non farmakologi oleh
perawat
c) Bilas kala Nyeri ≥ 3 ; dilakukan penatalaksanaan farmakologi oleh dokter
jaga di IGD atau DPJP di poliklinik
d) Saat pasien pulang, lakukan edukasi terkait nyeri yang dirasakan Yaitu:
Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi saat nyeri
Anjurkan pasien mengatur posisi yang nyaman untuk mengurangi
nyeri
Anjurkan Pasien untuk segera ke RS/ Faskes terdekat bila nyeri tidak
berkurang/ bertambah parah.
87
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Keterangan :
a) Jika ditemukan pasien mengeluh nyeri : Perawat diruangan melakukan
assesmen nyeri untuk menilai derajat / skala nyeri
b) Jika skala nyeri ≤ 3, dilakukan terapi non farmakologi seperti edukasi,
menenangkan pasien
c) Jika skala nyeri ≥ 3, maka perawat ruangan harus melapor ke dokter
ruangan yang bertugas saat itu / DPJP. Dokter ruangan atau DPJP harus
memberikan terapi penanganan nyeri secara farmakologis atau non
farmakologis
d) DPJP mengevaluasi terai setelah satu jam . Jika nyeri tidak berkurang atau
skala nyeri ≥ 3 maka wajib mengkonsultasikannya ke tim manajemen nyeri
rumah sakit.
Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri
tidak
Nyeri bersifat tajam, menusuk, Nyeri bersifat difus, seperti ditekan Nyeri bersifat menjalar, rasa
terlokalisir, seperti ditikam benda berat, nyeri tumpul terbakar, kesemutan, tidak spesifik.
88
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Pencegahan
tidak
Kembali ke kotak
Mekanisme Analgesik adekuat?
‘tentukan
nyeri sesuai?
mekanisme nyeri’ tidak
ya
ya
Efek samping Manajemen efek
pengobatan? samping
tidak
Follow-up / nilai
ulang
89
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Asesmen nyeri
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fungsi
Tentukan mekanisme nyeri Pasien dapat mengalami jenis
nyeri dan faktor yang
mempengaruhi yang beragam
Perifer (sindrom nyeri regional Nyeri miofasial Artropati inflamasi Nyeri punggung bawah
kompleks, neuropati HIV, (rematoid artritis) Nyeri leher
gangguan metabolik) Infeksi Nyeri musculoskeletal (bahu,
Sentral (Parkinson, multiple Nyeri pasca-oparasi siku)
sclerosis, mielopati, nyeri pasca- Cedera jaringan Nyeri viseral
stroke, sindrom fibromyalgia)
Ya
Ya Atasi etiologi nyeri sesuai
Apakah etiologinya dapat
dikoreksi / diatasi? indikasi
Tidak
Asesmen lainnya
90
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Prinsip level 1
Buatlah rencana dan tetapkan tujuan
Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional
Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional
Manajemen level 2
Tujuan terpenuhi? Telah melakukan Ya
Fungsi Tidak manajemen level 1 Rujuk ke tim interdisiplin,
Kenyamanan dengan adekuat? atau
hambatan Rujuk ke klinik khusus
manajemen nyeri
Ya
Asesmen hasil
91
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Keterangan
a. Manajemen level 1:
Menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik termasuk
farmakologi, intervensi, non-farmakologi, dan tetapi pelengkap / tambahan.
1) Nyeri Neuropatik
a) Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:
Control gula darah pada pasien DM
Pembedahan, kemoterapi, radioterapi untuk pasien tumor dengan
kompresi saraf
Control infeksi (antibiotic)
b) Terapi simptomatik:
antidepresan trisiklik (amitriptilin)
antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin
obat topical (lidocaine patch 5%, krim anestesi)
OAINS, kortikosteroid, opioid
anestesi regional: blok simpatik, blok epidural / intratekal, infus
epidural / intratekal
terapi berbasis-stimulasi: akupuntur, stimulasi spinal, pijat
rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi,
metode ergonomis
c) prosedur ablasi: kordomiotomi, ablasi saraf dengan radiofrekuensi
d) terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan
toleransi terhadap nyeri), terapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan
terancam atau tidak nyaman karena nyeri kronis)
2) Nyeri Otot
a) Lakukan skrining terhadap patologi medis yang serius, faktor psikososial
yang dapat menghambat pemulihan
b) Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan dasar /
awal dan ditingkatkan secara bertahap.
c) Rehabilitasi fisik:
Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas,
keseimbangan
Mekanik
Pijat, terapi akuatik
d) Manajemen perilaku:
Stress / depresi
Teknik relaksasi
Perilaku kognitif
Ketergantungan obat
Manajemen amarah
e) terapi obat:
Analgesik dan sedasi
Antidepressant
Opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri Inflamasi
a) Control inflamasi dan atasi penyebabnya
b) Obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
4) Nyeri Mekanis / Kompresi
a) Penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan kompresi
pada struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur.
b) Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi,
bidai, alat bantu.
c) Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
92
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
SKOR DIRE
(Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy)
SKOR FAKTOR PENJELASAN
1. Diagnosis 1 = Kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal atau tidak
adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya: fibromyalgia, migraine,
nyeri punggung tidak spesifik.
2 = Kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau kondisi
nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium. Misalnya:
nyeri punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri
neuropatik.
3 = Kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata.
Misalnya: penyakit iskemik vascular berat, neuropati lanjut, stenosis
spinal berat.
2. Intractabil 1 = Pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal
ity dalam manajemen nyeri
(keterlibat 2 = Beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya
an) terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat hambatan (finansial,
transportasi, penyakit medis)
3 = Pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi
respons terapi tidak adekuat.
3 Risiko (R) R = jumlah skor P + K + R + D
a. Psikologi 1 = Disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang
mempengaruhi terapi. Misalnya: gangguan kepribadian, gangguan
afek berat.
2 = Gangguan jiwa / kepribadian medium/sedang. Misalnya: depresi,
gangguan cemas.
3 = Komunikasi baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau
gangguan jiwa yang signifikan
b. Kesehatan 1 = Penggunaan obat akhir-akhir ini, alkohol berlebihan,
penyalahgunaan obat.
2 = Medikasi untuk mengatasi stress, atau riwayat remisi
psikofarmaka
3 = Tidak ada riwayat penggunaan obat-obatan.
c. Reliabilitas 1 = Banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal
control, komplians buruk
2 = Terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara
keseluruhan dapat diandalkan
3 = Sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control, dan terapi)
d. Dukungan 1 = Hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat,
sosial kehilangan peran dalam kehidupan normal
2 = Kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam
sosisl
3 = Keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam
kerja/sekolah, tidak ada isolasi sosial
4. Efikasi 1 = Fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan
penggunaan dosis obat sedang-tinggi
2 = Fungsi meningkat tetapi kurang efisien (tidak menggunakan
opioid dosis sedang-tinggi)
3 = Perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai
dengan dosis yang stabil.
93
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Keterangan:
Skor 7-13: tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14-21: sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
3) Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi
intra-sendi, injeksi epidural
4) Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal
c. Manajemen level 2
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus
intratekal).
2) Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level
1.
3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan
manajemen level 1.
94
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
DOKUMENTASI
Manajemen nyeri pada pasien rawat jalan, IGD dan rawat inap di dokumentasikan
pada:
1. Asesmen awal Rawat jalan
2. Asesmen awal rawat Inap
3. Asesmen awal gawat darurat
4. Asesmen ulang nyeri dan intervensi bila pasien merasakan nyeri sedang
5. Asesmen ulang di CPPT baik rawat jalan , IGD, dan rawat inap bila pasien tidak
merasakan nyeri
6. Formulir KIE pemberian edukasi oleh PP
95
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
96
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
DEFINISI
1. Early Warning System (EWS) adalah sistim peringatan dini sebagai rangkaian
sistim komunikasi yang dimulai dari deteksi dini sejak awal yang diikutu dengan
pengambilan keputusan selanjutnya. Deteksi dini merupakan merupakan
gambaran dan isyarat terjadinya perburukkan kondisi pasien baik dari gangguan
fungsi tubuh atau ketidakstabilan fisik pasien sehingga menjadi kode yang dapat
membantu dalam mempersiapkan kejadian buruk yang mungkin akan terjadi.
Penilaian ini dapat mencegah terlambatnya penanganan pasien yang kondisinya
mengalami kegawatan. Penilaian untuk mengukur peringatan dini ini
menggunakan instrument Early Warning System Score.
2. Nursing Early Warning Scoring System (NEWSS) adalah sebuah sistim skoring
tanda-tanda vital yang umum digunakan sebelum pasien mengalami kondisi
kegawatan Skoring ini disertai dengan algoritma tindakan berdasarkan hasil skorng
pengkajian pasien.
3. Sistim skoring NEWS adalah sebuah sistim penilaian dalam pengkajian yang
menggunakan lima parameter tanda vital yaitu nadi, tekanan darah sistolik,
frekuensi nafas, status kesadaran dan suhu tubuh untuk mendeteksi terjadinya
perburukan / kegawatan kondisi pasien yang tujuannya adalah mencegah
hilangnya nyawa seseorang dan mengurangi dampak yang lebih parah dari
sebelumnya.
4. Pediatric Early Warning system (PEWSS) adalah penggunaan skoring peringatan
dini dan penerapan perubahan kompleks yang diperlukan untuk pengenalan dini
terhadap pasien anak yang dirawat di rumah sakit
5. Sistim Skoring PEWSS adalah suatu sistim skoring dalam pengkajian yang
menggunakan parameter fisiologis yaitu warna kulit, upaya respirasi, penggunaan
alat bantu 02, denyut jantung, waktu pengisian kapiler, tekanan darah sistolik,,
tingkat kesadaran dan suhu untuk mendeteksi terjadinya perburukan kondisi
pasien yang tujuannya adalah mencegah hilangnya nyawa seseorang dan
mengurangi dampak yang lebih parah dari sebelumnya.
6. Blue Team / Team Code Blue adalah tim yang merupakan kelompok satuan kerja
di rumah sakit yang terdiri dari dokter dan perawat terlatih , secara cepat dan tepat
untuk melakukan identifikasi, menilai potensi kegawatan pasien dan dapat
mencegah terjadinya kegawatan serta mampu mengatasi kegawatan dan tindakan
resusitasi
7. Code Blue adalah terminology yang digunakan untuk kesiapsiagaan Blue Team
Rumah sakit bila diunit kerja terdapat pasien dalam kondisi gawat darurat
(misalnya kasus henti jantung dan henti napas)
8. Pasien gawat darurat adalah pasien yang secara mendadak berada dalam keadaan
sakit yang mengancam nyawanya dan memerlukan bantuan resusitasi segera
97
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
Early Warning System (EWS) adalah sistim peringatan dini yang dapat diartikan
sebagai rangkaian sistim komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi dini sejak
awal yang diikuti dengan pengambilan keputusan selanjutnya. Deteksi dini
merupakan gambaran dan isyarat terjadinya perburukkan kondisi pasien baik dari
gangguan fungsi tubuh atau ketidakstabilan fisik pasien sehingga menjadi kode yang
dapat membantu dalam mempersiapkan kejadian buruk yang mungkin akan terjadi.
Penilaian ini dapat mencegah terlambatnya penanganan pasien yang kondisinya
mengalami kegawatan. Penilaian untuk mengukur peringatan dini ini menggunakan
Early Warning System Scoring.
Sistim Peringatan dini atau Early Warning System (EWS) bertujuan :
1. Standarisasi teknik deteksi dini perburukan kondisi pasien dan tingkat
perburukkan kondisi pasien di RS. Jiwa HB.Saanin
2. Terselenggaranya pemantauan, pencatatan dan penilaian deteksi dini
kegawatdaruratan di RS. Jiwa HB.Saanin
3. Terlaksananya pengambilan keputusan klinis dengan cepat dan tepat.
4. Terhindarnya kejadian yang tidak diharapkan dan menimbulkan dampak yang
dialami pasien gawat darurat dalam rangka keselamatan pasien
Dalam pelaksanaan EWS dirumah sakit diterapkan pada pasien di Rawat Jalan,
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Rawat Inap dan Unit Pelayanan Intensive.
Panduan Early Warning System (EWS) atau system peringatan dini disusun sebagai
acuan bagi dokter jaga dan perawat yang bertugas untuk melakukan deteksi dini atau
upaya mendeteksi adanya kegawat daruratan pada pasien yang dirawat di rumah
sakit jiwa, dengan meliputi ruang lingkup :
1. Nursing Early Warning Scoring System (NEWSS)
2. Pediatric Early warning System (Padiatric Early Warning Sign)
3. Respon Klinis terhadap Early Warning System
98
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
1. Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua
atas Paraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Barat
2. Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 37 tahun 2021 tentang
Kedudukan,susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja unit pelaksana
teknis daerah Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
3. SK Direktur Nomor 800/001.m/HK-KP/I-2022 tentang Perberlakuan Pedoman
Pelayanan Unit/Instalasi di Lingkungan RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
99
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATALAKSANA
Early Warning System (EWS) adalah sistim peringatan dini yang diartikan sebagai
rangkaian system komunikasi informasi yang dimulai dari deteksi dini sejak awal yang
diikuti dengan pengambilan keputusan selanjutnya
Sistem peringatan dini merupakan acuan bagi dokter jaga dan perawat yang bertugas
dalam mendeteksi adanya kegawatdaruratan pada pasien yang dirawat dirumah sakit
dengan petunjuk umum sebagai berikut:
1. Early Warning System (EWS) dilakukan oleh perwat atau dokter jaga , tetapi tidak
menggantikan penilaian klinis yang kompeten
2. Ketika Perawat/ Dokter jaga khawatir, maka perawatan pasien harus tetap
ditingkatkan terlepas dari nilai skor yang ada
3. Beberapa pasien mungkin memerlukan pemeriksaan medis segera namun tidak
akan memicu skor tinggi
4. Observasi dan pencatatan EWS dilakukan pada saat :
a) Asesmen awal
b) Setiap shift perawat
c) Pasien akan dipindahkan antar ruang perawatan
d) Pada saat terjadi perubahan kondisi secara klinis
e) Sebelum pasien dipulangkan dr Rumah sakit.
100
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Parameter 3 2 1 0 1 2 3
Keterangan:
101
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Parameter 3 2 1 0 1 2 3
(x/ menit)
(x/ menit)
Tingkat A V P/U
Kesadaran
Warna kulit
Keterangan :
102
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Respiratory Rate
Usia Heart Rate (x / menit)
(x/menit)
103
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
dokter jaga
5 – 6 atau Minimal 1 jam Perawat Hubungi Blue team
1 jaga dan Dokter ruangan menghubungi
parameter Dokter DPJP untuk pemberian
dengan Jaga terapi / Instruksi segera
nilai 3 Pertimbangkan ruangan
perawatan dengan fasilitas
pengawasan yang memadai
≥7 Pemantauan Blue Menghubungi Tim Emergency
berkelanjutan Team Jaga
DPJP di informasikan kondisi
pasien dan diharapkan
kedatangan dalam 30 menit
Pertimbangan untuk
pemindahan pasien
keruangan perawatan intensif
104
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
Dalam sistim penilaian dini atau Early warning system (NEWS), Setiap pasien
dipantau dan dilakukan pencatatan untuk kegawat daruratan, serta dilakukan
skoring / penilaian yang dituliskan dalam formulir khusus yang disimpan dalam
rekam medis pasien.
Bila dari hasil penilaian / Skoring terjadi perburukan , maka penanganan oleh blue
team dan pencatatan selanjutnya dilakukan oleh blue team
105
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
106
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
107
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
108
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Tindakan anestesi dan sedasi merupakan proses yag kompleks dan sering
dilaksanakan di rumah sakit. Tindakan anestesi dan sedasi memerlukan ;
pengkajian pasien yang lengkap dan menyeluruh, perencanaan asuhan yang
terintegrasi, rehabilitasi, transfer ke ruang perawatan dan atau pemulangan.
Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai
dari sedasi minimal hingga anestesi penuh. Tindakan sedasi ditandai dengan
hilangnya refleks pertahanan jalan nafas secara perlahan sepeti batuk dan
tersedak. Karena respon pasien terhadap tindakan sedasi dan anestesi berbeda-
beda secara individu dan memberikan efek yang Panjang, maka prosedur tersebut
harus dilakukan pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Standar pelayanan
anestesi ini berlaku diarea manapun dalam rumah sakit yang menggunakan
anestesi dan sedasi riangan, meliputi IGD, Poliklinik non jiwa, dan unit kesehatan
gigi dan mulut.
II. DEFINISI
1. Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada
tubuh.
2. Anestesi Lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf (terutama nyeri)
secara reversible bila dikenakan secara lokal pada jaringan saraf dengan kadar
cukup.
4. Sedasi Ringan adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien
berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan
koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak
dipengaruhi.
109
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
110
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
111
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
5. Rumah sakit menetapkan panduan praktek klinis untuk pelayan sedasi moderat
dan dalam.
1) Pengkajian prasedasi dicatat dalam rekam medis meliputi :
a. Identifikasi permasalahan saluran nafas yang akan mempengaruhi jenis
sedasi yang digunakan
b. Evaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi
c. Merencanakan jenis sedasi yang diberikan dan dosis yang diperlukan
pasien berdasarkan prosedur yang berlaku
d. Pemberian dilakukan secara aman
e. Menyimpulkan temuan hasil monitoring pasien selama prosedur sedasi dan
pemulihan
2) Rumah sakit menerapkan pemantauan pasien selama dilakukan pelayanan
sedasi moderat dan dalam oleh PPA yang kompeten dan dicatat dalam
rekam medis.
3) Kriteria pemulihan pemberian sesi moderat dan sedasi dalam pada tindakan
ECT digunakan dan didokumentasikan untuk mengidentifikasi pasien yang
sudah pulih untuk ditransfer ke ruangan rawat inap.
6. PPA yang kompeten dan telah diberikan kewenangan klinis pelayanan anestesi
melakukan asesmen pra anestesi dan pra induksi pada tindakan ECT
a. Pengkajian pra-anestesi dilakukan untuk setiap pasien yang dilakukan
anestesi.
b. Pengkajian prainduksi telah dilakukan secara terpisah untuk mengevaluasi
ulang pasien segera sebelum induksi anestesi.
c. Pengkajian Pra anestesi dilakukan oleh PPA yang kompeten dan telah
diberikan kewenangan klinis, didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
7. Resiko, manfaat dan alternatif tindakan sedasi atau anasthesi didiskusikan
dengan pasien dan keluarga atau orang yang dapat membuat keputusan
mewakili pasien sesuai perudang-undangan
a. Rumah sakit menerapkan pemberian informasi kepada pasien atau keluarga
atau pihak yang memberikan keputusan tentang
jenis,resiko,manfaat,alternatif dan analgesia pasca tindakan sedasi atau
anestesi
b. Pemberian Informasi dilakukan oleh PPA yang akan memberikan tindakan
sedasi atau anestesi, pada tindakan ECT pemeberian informasi
didokumentasikan dalam formulir persetujuan tindakan anestesi atau
sedasi.
8. Pemantauan status fisiologis setiap pasien selama tindakan sedasi atau anestesi
dipantau sesuai Panduan Praktek Klinis dan didokumentasikan dalam rekam
medik.
a. Frekuensi dan jenis pemantauan selama tindakan anestesi dan pembedahan
didasarkan pada status pranestesi pasien, anestesi yang digunakan, dan
prosedur pembedahan yang dilakukan.
b. Pemantauan status fisiologis pasien sesuai dengan panduan praktek klinis
(PPK) dan didokumentasikan dalam rekam medis
c. Status Pasca anastesi pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien
112
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
a. Rumah sakit menerapkan pengkajian pra bedah pasien yang akan di operasi
oleh DPJP.
b. Diagnosis praoperasi dan rencana prosedur atau tindakan operasi berdasarkan
hasil pengkajian prabedah dan didokumentasikan dalam ekam medik.
c. Resiko, mamfaat dan alternatif tindakan pembedahan didiskusikan dengan
pasien / keluarga atau pihak lain yang berwenang memberikan keputusan.
d. Rumah sakit telah menerapkan pemberian informasi kepada pasien, keluarga,
atau pihak yang akan memberikan keputusan tentang jenis, resiko, manfaat,
komplikasi dan dampak serta alternatif prosedur/teknik terkait dengan rencana
operasi kepada pasien dan keluarga atau mereka yang berwenang
memberikan keputusan.
e. Pemberian Informasi dilakukan oleh dokterpenanggung jawab pelayanan(DPJP)
didokumentasikan dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran.
f. Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam laporan operasi dan
digunakan untuk menyusun rencana asuhan lanjutan.
g. Laporan operasi memuat :
Diagnosis pascaoperasi
Nama dokter dan asistennya
Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan
Ada dan tidak ada komplikasi
Nomor pendaftaran alat yang dipasang
Tanggal,waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab
h. Laporan operasi tersedia segera setelah operasi selesai dan sebelum pasien
dipindahkan ke ruang lain untuk perawatan selanjutnya.
i. Rencana asuhan pasca operasi di susun ,ditetapkan dan dicatat dalam rekam
medis
j. Rencana asuhan pascaoperasi dicatat di rekam medis pasien dalam waktu 24
jam oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP)
k. Rencana asuhan pascaoperasi termasuk,rencana asuhan medis, keperawatan
oleh PPA lainnya berdasarkan atas kebutuhan pasien
l. Rencana asuhan pascaoperasi diubah berdasarkan pengkajian ulang pasien.
113
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATALAKSANA
114
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
115
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Setiap pasien yang akan mendapatkan obat sedasi dan anestesi lokal
dilakukan pemonitoran terhadap fungsi fisiologisnya berupa vital sign, alergi, dan
risiko komplikasi yang mungkin terjadi. Pemonitoran tersebut dicatat dalam rekam
medis pasien. Pemonitoran dilakukan sebelum dan setelah pemberian sedasi atau
anestesi lokal dalam bentuk formulir. Monitoring pemberian diazepam intravena
pada status epileptikus pada anak dan dewasa setiap 15 menit. Monitoring
pemberian anestesi lokal dilakukan selama 15-30 menit setelah dilakukannya
tindakan, yang dimonitor oleh perawat ruangan.
116
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
Format yang digunakan dalam Pelayanan Anestesi dan Bedah adalah sebagai berikut:
1. Format Informed Consent
1. Format Pengkajian Pra-Sedasi, Pascasedasi, Pra-Anestesi Dan Pascaanestesi
2. Format monitoring Pemberian Sedasi dan Anestesi Bedah
3. Format Edukasi Jenis Tindakan, Risiko Tindakan Dalam Formulir Pendidikan
Pasien Dan Keluarga Terintegrasi
117
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
FORMULIR MONITORING
PEMBERIAN SEDASI dan ANESTESI LOKAL
Nama Pasien :
Tempat/ Tanggal lahir :
Nomor Rekam Medis :
Diagnosis :
Jenis : Anestesi / Sedasi
Obat dan cara pemberian :
Perawat
..............
118
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Nama Pasien :
LAPORAN PEMBEDAHAN
No.RM :
(identitas pasien diisi dengan lengkap)
Tanggal Lahir :
Tanggal Pembedahan : Jam :
□ Kecil □ Sedang □ Besar
Macam Pembedahan (ceklist
□ Berencana □ Gawat Darurat
seseuai pilihan)
□ Bersih □ Bersih Tercemar □ Tercemar □ Kotor
Diagnosa Pra Bedah :
Tindakan Pembedahan :
Lama
Cara Pembiusan Mulai Selesai
Petugas Pembedahan
Posisi Pasien : Jam Menit
Dokter :
Asisten :
URAIAN PEMBEDAHAN :
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………….
Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat □ Ada…………… □ Tidak ada
transfusi : cc
Jaringan dikirim ke Patologi (ceklis pilihan sesuai) : □ Ya □ Tidak
Petugas (Nama dan Tanda Tangan)
Dokter Asisten
(…….........................................................) (…….........................................................)
119
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
120
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
DEFINISI
121
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
A. PELAYANAN FOKUS PADA PASIEN (PATIENT CENTERED CARE)
Manajemen pelayanan pasien bersumber dari konsep pelayanan fokus pada
pasien (PFP), sehingga pelaksanaan tugas manager pelayanan adalah
meningkatkan pelayanan berfokus pasien.
Inti konsep pelayanan berfokus pasien (PFP) terdiri dari 4 elemen :
1. Martabat dan Respek.
Pemberi pelayanan kesehatan mendengarkan, menghormati dan menghargai
pandangan dan pilihan pasien serta keluarga.
Pengetahuan, nilai-nilai, kepercayaan, latar belakang kultural pasien dan
keluarga dimasukkan dalam perencanaan pelayanan dan pemberian
pelayanan kesehatan
2. Berbagi informasi.
Pemberi pelayanan kesehatan mengkomunikasikan dan berbagi informasi
secara lengkap dengan pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga menerima informasi tepat waktu, lengkap, dan akurat.
3. Partisipasi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga didorong dan didukung untuk berpartisipasi dalam
asuhan dan pengambilan keputusan serta pilihan mereka
4. Kolaborasi / kerjasama.
Pasien dan keluarga adalah mitra pemberi pelayanan kesehatan. Pemberi
pelayanan kesehatan bekerjasama dengan pasien dan keluarga dalam
pengembangan, implementasi dan evaluasi kebijakan dan program.
Tujuan Umum :
Mewujudkan pelayanan berfokus pada pasien dalam rangka meningkatkan
mutu rumah sakit.
Tujuan khusus:
Meningkatkan partisipasi pasien dan keluarga dalam asuhan yang dialaminya
Meningkatkan sinergisitas pelayanan pemberi asuhan di Rumah Sakit
Meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit
122
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
123
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
G. TANGGUNG JAWAB
1. Manager Pelayanan Pasien bertanggung jawab ke Direktur melalui Kepala
Bidang Pelayanan Medis.
2. Bertanggung jawab mengevaluasi pelaksanaan kepatuhan PPA terhadap
pelaksanaan clinical patway.
3. Bertanggung jawab memverifikasi dan menginformasikan kepada PPA
kelengkapan pengisian form masing-masing PPA yang ada dalam status rawat
inap yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Bertanggung jawab berkolaborasi dengan DPJP tentang terlaksananya
pelayanan DPJP baik rawat inap maupun rawat jalan.
5. Bertanggung jawab melakukan edukasi keluarga bila diminta oleh petugas
rawat inap dan rawat jalan.
6. Bertanggung jawab memberikan solusi problem solving yang disampaikan oleh
petugas rawat inap maupun rawat jalan
7. Bertanggung jawab dalam mengkoordinir rapat TIM PPA
124
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
125
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
126
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
5. Monitoring
MPP melakukan asesmen untuk menilai respon pasien terhadap pemberian/
pelaksanaan rencana asuhan:
Mencatat perjalanan/ perkembangan, kolaborasi dengan pasien, keluarga,
pemberi asuhan, Tim PPA dan pemangku kepentingan lain, sehingga dapat
dinilai respon pasien terhadap intervensi yang diberikan
Verifikasi kelangsungan pelaksanaan rencana asuhan yang memadai, dipahami
dan diterima pasien serta keluarga.
Pahami dan sadari akan kebutuhan revis rencana asuhan, kendala pelayanan.
7. Advokasi
MPP memberikan advokasi pada pelaksanan pelayanan, manfaat administrasi,
pengambilan keputusan. Untuk itu:
MPP menyampaikan, mendiskusikan dengan PPA dan staf lain tentang
kebutuhan, kemampuan dan sasaran pasien.
Memfasilitasi akses ke pelayanan sesuai kebutuhan pasien melalui koordinasi
dengan PPA atau pemangku kepentingan terkait.
Meningkatkan kemandirian menentukan pilihan dan pengambilan keputusan
Mengenali, mencegahdan menghindari disparitas untuk mengakses mutu dan
hasil pelayanan terkait dengan ras, etnik, agama, gender, latar belakang
budaya, status pernikahan, umur, disabilitas fisik -mental – kognitif.
Melakukan advokasi untuk pemenuhan kebutuhan pelayanan yang
berkembangan/ bertambah karena perubahan kondisi.
8. Hasil Pelayanan
MPP memaksimalkan kesehatan welliness pasien safety, adaptasi terhadap
perubahan self care, kepuasan dan efisiensi biaya.
127
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
128
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
129
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
130
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
131
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
132
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
B. DEFINISI
1. Hak adalah tuntutan seseorang terhadap sesuatu yang merupakan kebutuhan
pribadinya, sesuai dengan keadilan, moralitas dan legalitas.
2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh bila tidak
dilaksanakan.
3. General Consent atau Persetujuan Umum adalah pernyataan kesepakatan
yang diberikan oleh pasien terhadap peraturan rumah sakit yang bersifat
umum.
4. Informed Consent : pernyataan setuju (consent) atau ijin dari seseorang
(pasien) yang diberikan secara bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary)
terhadap tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadapnya sesudah
mendapatkan informasi yang cukup tentang tindakan kedokteran yang
dimaksud.
5. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di Rumah Sakit baik dalam
keadaan sehat maupun sakit.
6. Dokter dan Dokter Gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter
gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran dan kedokteran gigi baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui Pemerintah Republik Indonesia sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
7. Keluarga adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
Ayah:
- Ayah kandung
- Termasuk ayah adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Ibu:
- Ibu kandung
- Termasuk ibu adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan hukum adat.
Suami:
- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang perempuan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Istri:
- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
133
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
134
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
135
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
136
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
5. Kewajiban Pasien
Kewajiban pasien tertuang dalam persetujuan umum atau disebut juga
general consent adalah persetujuan yang bersifat umum yang diberikan pasien
pada saat masuk ruang rawat inap atau didaftar pertama kali sebagai pasien
rawat jalan, yaitu :
a. Mematuhi peraturan yang berlaku di rumah sakit.
b. Menggunakan fasilitas rumah sakit secara bertanggungjawab.
c. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak tenaga kesehatan
serta petugas lainnya yang bekerja di rumah sakit.
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai kemampuan
dan pengetahuannya tentang masalah kesehatannya.
e. Memberi informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya.
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan di
rumah sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah
mendapat penjelasan sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan dan/atau
tidak mematuhi petunjuk yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam
rangka penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya.
h. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.
BAB III
KEBIJAKAN
137
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
138
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Pada saat pendaftaran rawat jalan di RM dan saat masuk IGD serta masuk
ruangan rawat inap petugas admision rumah sakit akan menyampaikan
kepada pasien/keluarga tentang hak pasien melalui penyampaian langsung
atau dengan leaf let dan pemasangan barner pada tempat strategi yang mudah
dibaca oleh pasien.
2. Penjelasan mengenai Hak Pasien dan Keluarga pada saat pendaftaran di RM
dan pengobatan di poliklinik :
Pada saat pendaftaran di RM, petugas admision menjelaskan kepada pasien
tentang hak dan tanggung jawab mereka dirumah sakit dan disaat pemeriksaan
oleh dokter, pasien bisa melakukan tanya jawab dengan dokter tentang
penyakitnya, apabila pasien tidak puas dengan keterangan yang diberikan oleh
dokter tersebut, maka pasien boleh meminta second opinion kepada dokter
yang mempunyai SIP baik didalam maupun diluar rumah sakit.
3. Penjelasan mengenai Hak Pasien dan Keluarga pada saat perawatan :
Pasien berhak atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya tersebut,
sehingga rumah sakit tidak bisa memberi informasi terkait data – data medis
pasien kepada orang pribadi/ perusahaan asuransi atau ke media cetak /
elektronik tanpa seizin dari pasien/ keluarganya.
139
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4) Perawat Generalis
5) Psikologis Klinis
6) Nutrisionis
7) Apoteker
8) Petugas Admisi, yang merupakan petugas Rekam Medis
2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), dokter ruangan, Profesional
Pemberi Asuhan ( PPA ) memberikan informasi kepada pasien atau keluarganya
tentang Hak dan Kewajiban sebagai pasien, antara lain tentang:
a. Berikan informasi secara jelas dan benar mengenai kondisi pasien
dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien.
b. Informasi yang diberikan meliputi:
Diagnosis
Tata cara tindakan medis (termasuk rencana pengobatan)
Tujuan tindakan medis
Alternatif tindakan
Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
Prognosis penyakit terhadap tindakan yang dilakukan
c. Berikan kesempatan kepada pasien untuk menanyakan hal-hal yang
belum jelas (lakukan kroscek).
d. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), dokter ruangan,
Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) dalam memberikan informasi kepada
pasien dilakukan secara lisan kemudian didokumentasikan secara
tertulis pada formulir pemberian edukasi didalam rekam medis pasien
yang sudah disediakan.
e. Pastikan bahwa informasi yang diberikan telah difahami oleh pasien
maupun keluarga pasien
f. Setelah memahami informasi, pasien atau keluarganya dimintai tanda
tangan bahwa telah menerima informasi dari Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan (DPJP), dokter ruangan, Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ).
g. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP), dokter ruangan,
Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) juga menandatangani formulir
pemberian informasi / edukasi pada pasien / keluarga.
140
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
141
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
142
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
143
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
berhubungan dengan adanya kecurian dan pihak dalam atau luar pada
pasien / pengunjung / karyawan.
2. Ruang Lingkup Perlindungan Harta Benda Pasien
Panduan ini diterapkan kepada pasien yang tidak didampingi keluarga,
seperti pasien gelandangan pasien tidak sadar diri saat masuk rumah sakit.
Untuk pasien baru masuk di IGD yang bertanggung jawab adalah
satpam/petugas keamanan dan di saksikan oleh petugas IGD serta orang
yang mengantar pasien.
Adapun barang - barang yang disimpan berupa barang berharga dan barang
berharga buat pasien tetapi belum tentu berharga bagi orang lain seperti :
KTP, SIM, Kartu Identitas lainnya, gigi palsu, kaca mata dan alat bantu
pendengaran dll.
Pelaksana panduan ini adalah semua karyawan yang bekerja di RS. Jiwa
Prof. HB. Saanin Padang (klinis maupun non klinis).
3. Tata Laksana / Prosedur Perlindungan Harta Benda Pasien
a. Pada saat penitipan barang :
Saat pasien tanpa keluarga masuk IGD RS. Jiwa Prof. HB. Saanin
Padang untuk rawat inap, petugas IGD didampingi satpam/petugas
keamanan menjelaskan dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai
tata tertib dan prosedur penitipan barang milik pasien berdasarkan
peraturan yang berlaku di RS. Jiwa Prof HB. Saanin Padang.
Petugas IGD, satpam/ petugas keamanan dan orang yang mengantar
pasien seperti petugas satpol PP, masyarakat (untuk pasien kecelakaan)
memastikan jenis barang serta kondisi barang yang dititip.
Barang milik pasien dimasukkan dalam kantong plastik, catat jenis
barang, banyaknya serta keadaan / kondisi barang saat dititipkan.
Catatan barang milik pasien dibuat dalam formulir penitipan barang
milik pasien sebanyak 2 (dua) rangkap, ditandatangani oleh petugas IGD,
satpam/petugas keamanan dan pengantar pasien sebagai saksi.
Formulir penitipan barang milik pasien satu rangkap dimasukkan
kedalam status pasien dan satunya diletakkan dalam kantong plastik
bersama dengan barang milik pasien.
b. Pada saat penyimpanan barang :
Semua barang berharga milik pasien yang sudah dicatat akan disimpan
oleh satpam/petugas keamanan di lemari penyimpanan barang milik pasien
yang berada di IGD dan kuncinya disimpan oleh satpam/petugas keamanan
untuk menjaga barang supaya aman dan tidak rusak serta menjaga dari
kehilangan atau pencurian.
c. Pada saat pengembalian barang :
Petugas keamanan memastikan orang yang memegang formulir
penitipan barang ini adalah pasien/mewakili pasien dengan melihat
Kartu Identitas serta dengan mencocokkan tanda tangan pada formulir
penitipan barang,
Jika sesuai maka barang dikembalikan dan dibuat berita acara serah
terima pengembalian dibuku penitipan barang pasien.
Pihak yang menertima barang dan yang menyerahkan sama – sama
membuat nama jelas dan tanda tangan di buku penitipan barang.
Jika pasien pulang dengan cara dropping, petugas ruangan tempat pasien
dirawat membawa formulir penitipan barang milik pasien yang ada di
rekam medis kepada satpam/petugas keamanan di IGD untuk
pengambilan barang milik pasien dan membuat berita acara serah terima
barang milik pasien untuk dibawa dan diserahkan kepada keluarga saat
dropping pasien.
144
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
145
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Bila tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap berbahaya,
berpotensi melukai diri sendiri atau orang lain maka alternatif lain adalah
dengan melakukan pengekangan/pengikatan fisik (restraint).
Kekerasan fisik pada pasien jiwa yang dilakukan restrain di rumah sakit,
bisa disebabkan oleh tindakan restrain yang tidak sesuai prosedur atau
menggunakan pengikat yang tidak standar. Selain itu, pasien jiwa yang
dilakukan restrain mudah menerima kekerasan fisik, baik dari pengunjung
lain, sesama pasien jiwa, maupun oleh tenaga medis. Hal ini disebabkan
oleh karena kondisi pasien yang “terikat“ sehingga mudah mendapatkan
serangan.
5) Pasien koma
Kekerasan fisik bagi pasien yang koma di rumah sakit, bisa disebabkan
oleh pemberian asuhan medis yang tidak standar, penelantaran oleh
perawat, diperlakukan secara kasar oleh tenaga kesehatan yang bertugas
sampai pada menghentikan bantuan hidup dasar pada pasien tanpa
persetujuan keluarga/wali.
6) Pasien Cacat Fisik
7) Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT)
8) Pasien Napi, Korban dan Tersangka Tindak Pidana
9) Pasien Pasca Operasai/Bedah yang dirujuk dari Rumah Sakit Lain.
3. Tata Laksana Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik
a. Tata Laksana Dari Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik Pada Pasien
Rawat Inap sebagai berikut :
Petugas melakukan proses mengidentifikasi pasien beresiko melalui
pengkajian secara terperinci.
Petugas menempatkan pasien sesuai hasil identifikasi pasien beresiko
dengan memberikan perlindungan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing pasien.
Bila tindak kekerasan dilakukan oleh anggota staf rumah sakit, Kepala
unit bertanggung jawab atas keselamatan pasien dan memproses
petugas tersebut sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang
berlaku di rumah sakit.
RS bertanggung jawab dan memiliki wewenang untuk mengizinkan atau
tidak pengunjung yang melakukan kekerasan untuk memasuki area
rumah sakit.
RS melakukan monitoring dengan CCTV (Closed Circuit Television) di
Poliklinik, ruang tunggu pasien, koridor, IGD, Unit Intensive Psikiatri
(UPIP), unit rawat inap, area parkir dan lokasi terpencil atau terisolasi,
yang dipantau oleh Petugas Keamanan selama 24 jam.
Setiap pengunjung rumah sakit diwajibkan melapor kepada petugas
satpam/ petugas keamanan.
Pemberlakuan jam kunjungan tamu/bezuk :
Pagi : Jam 10.00 – 12.00 WIB
Sore : Jam 15.00 – 18.00 WIB
Petugas keamanan berhak bertanya kepada pengunjung yang dicurigai.
Seperti pengunjung yang membezuk di luar jam kunjungan
tamu/bezuk, wajib m e l a p o r dan meninggalkan kartu identitas
pada petugas keamanan dan memakai kalung/kartu tanda pengenal
warna Ungu.
Staf rumah sakit wajib melapor kepada petugas keamanan apabila
menjumpai pengunjung yang mencurigakan atau pasien yang dirawat
membuat keonaran maupun kekerasan.
Membatasi jumlah tamu pasien yang masuk ke ruang perawatan dengan
menerapkan ketentuan bergantian memasuki ruang perawatan.
Melindungi pasien dengan kode darurat sebagai berikut :
146
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
NO KODE KETERANGAN
147
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
148
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
5. Tata Cara Pelaksanaan mendapatkan Second Opinion di RS. Jiwa Prof. HB.
Saanin Padang :
a. Apabila pasien dan keluarga meminta untuk mendapatkan second
opinion dari dokter lain di dalam atau luar lingkungan RS. Jiwa Prof. HB.
Saanin Padang, maka dokter yang merawat memberikan rekomendasi
dan keluarga mengisi formulir second opinion.
b. Dokter yang merawat pasien tersebut memfasilitasi upaya pasien dan
keluarganya untuk mendapatkan second opinion dari dokter lain yang
berkompeten dan mempunyai surat izin praktek baik di lingkungan RS.
Jiwa Prof. HB Saanin Padang ataupun diluar RS. Jiwa Prof. HB Saanin
Padang. Adapun Rumah sakit sudah ditunjuk yaitu Rumah Sakit Umum
Pusat Dr. M. Djamil Padang.
c. Segala biaya yang ditimbulkan untuk second opinion ke dokter atau
rumah sakit lain, menjadi tanggung jawab pasien dan keluarganya
dimana terlebih dahulu harus dikomunikasikan kepada pasien dan
keluarga tentang perkiraan biaya yang harus ditanggung sendiri.
d. Catat dan dokumentasikan semua data yang diperlukan pada formulir
permintaan second opinion di rekam medis pasien.
149
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
150
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Pasien dan keluarga yang tidak puas dengan pelayanan rumah sakit
dapat menyampaikan keluhannya kepada petugas yang ada di
ruangan baik perawat, dokter maupun petugas lain.
Keluhan ditindak lanjuti oleh petugas di unit pelayanan/perawatan
jika memungkinkan untuk diselesaikan. Jika terkait penyelesaian
dengan unit lain maka pasien/keluarga mengisi format pengaduan
dan diteruskan ke petugas layanan pengaduan.
b. Penanganan di Unit Pengaduan:
Pasien / keluarga yang tidak puas dengan pelayanan rumah sakit
dapat menyampaikan keluhannya dengan datang secara langsung ke
petugas layanan pengaduan dengan mengisi format pengaduan
secara jelas dan lengkap, jika pasien / keluarga tidak bisa datang
langsung maka dapat disampaikan melalui SMS/WA dengan
menghubungi nomor kontak person 081363601020 dengan identitas
yang jelas.
c. Penanganan melalui Kotak Saran:
Keluhan pasien/keluarga juga bisa disampaikan melalui kotak saran
yang sudah tersedia di tempat-tempat tertentu dengan disertai
identitas, dan dibuka sekali dalam sebulan di minggu pertama,
disaksikan oleh Manajemen dan perwakilan masyarakat. Isi kotak
saran direkap dan dikoordinasikan ke bagian terkait yang
dikeluhkan.
10 Titik Penempatan Kotak Saran di RS. Jiwa Prof. HB. Saanin
Padang:
1) IGD
2) Wisma Melati
3) Gedung Administrasi
4) Gedung Utama
5) Poliklinik Jiwa
6) Poliklinik Non Jiwa
7) Poliklinik Anak Remaja
8) Wisma Anggrek
9) Bidang Diklat / SDM
10) Instalasi NAPZA
Petugas layanan pengaduan mencatat keluhan, keluhan direspon
sesuai dengan kategori :
a. Komplain kategori merah ditanggapi dan ditindaklanjuti
maksimal 1 x 24 jam. Merah cendrung berhubungan dengan
pengaduan polisi, pengadilan, kematian mengancam
sistim/kelangsungan organisasi, potensi kerugian material.
b. Komplain kategori kuning ditanggapi dan ditindak lanjuti
maksimal 3 hari. Kuning cendrung berhubungan dengan
pemberitaan media, potensi kerugian immaterial dan lain-lain.
c. Komplain kategori hijau ditanggapi dan ditindak lanjuti maksimal
7 hari. Hijau tidak menimbulkan kerugian berarti baik material
maupun immaterial.
d. Tim petugas layanan pengaduan wajib merahasiakan identitas
pasien/keluarga yang mengajukan keluhan bila diminta
pasien/keluarga.
e. Keluhan ditanggapi sesuai hasil grading oleh petugas layanan
pengaduan dan penanganannya akan dilakukan berkoordinasi
dengan unit terkait tempat keluhan pasien/keluarga tersebut.
f. Penyampaian penyelesaian keluhan berdasarkan grading dan
dicatat dalam penyelesaian keluhan :
Kategoti hijau langsung disampaikan oleh anggota tim
petugas layanan pengaduan.
151
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
152
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
153
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
154
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
b) Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat
ringan;
c) Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable).
4) Penjelasan tentang prognosis meliputi :
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam);
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam);
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam).
5) Petugas yang Berwenang Memberikan Informed Consent
Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang merawat pasien atau
salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawatnya. Dalam
hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk
memberikan penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus
didelegasikan kepada dokter atau dokter gigi lain yang kompeten. Tenaga
kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya. Tenaga kesehatan tersebut adalah tenaga kesehatan yang
ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.
6) Pihak (pasien/keluarga/penanggung jawab) yang berhak memberikan
Informed Consent :
a. Pasien sendiri, yaitu apabila telah berumur 21 tahun atau telah
menikah.
b. Bagi Pasien dibawah umur 21 tahun, persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan
hak sebagai berikut :
1) Ayah/ Ibu Kandung
2) Saudara saudara kandung
c. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua
atau orang tuanya berhalangan hadir, persetujuan (Informed Consent)
atau Penolakan Tindakan medis diberikan oleh:
1) Ayah/Ibu Adopsi
2) Saudara saudara Kandung
3) Induk Semang
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, persetujuan (Informed
Consent) atau penolakan penolakan tindakan medis diberikan oleh:
1) Ayah/Ibu kandung
2) Wali yang sah
3) Saudara Saudara Kandung
e. Bagi pasien dewasa yang tidak punya orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh :
1) Wali
f. Bagi Pasien dewasa yang telah menikah/ orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medik diberikan oleh : (menurut urutan hal
tersebut)
1) Suami/Istri
2) Ayah/Ibu Kandung
3) Anak-anak Kandung
4) Saudara-saudara Kandung
4. Proses Pengesahan Informed Consent
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral
consent), tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent)
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus
memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh orang yang
berhak memberikan persetujuan. Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam formulir Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent)
155
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Sebelum ditanda tangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir
tersebut sudah diisi lengkap oleh dokter atau dokter gigi yang akan
melakukan tindakan kedokteran atau oleh tenaga medis yang lain diberi
delegasi, untuk kemudian yang bersangkutan dipersilahkan membacanya,
atau jika dipandang perlu dibacakan dihadapannya.
Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak
mengandung risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan
dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.
5. Ketentuan pada situasi khusus
1) Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (with drawing
/withholding life support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien
2) Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup (Do Not Resusitation/
DNR) oleh keluarga terdekat pasien diberikan setelah keluarga mendapat
penjelasan dari tim dokter atau dokter gigi yang bersangkutan. Persetujuan
harus diberikan secara tertulis.
6. Penolakan tindakan kedokteran
1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh
pasien/keluarga/penanggung jawab setelah menerima panjelasan tentang
tindakan kedokteran yang akan dilakukan.
2) Jika pasien belum dewasa dan atau tidak sehat akalnya maka akan berhak
memberikan atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran
adalah orang tua, keluarga, wali atau penanggung jawab pasien.
3) Bila pasien yang sudah menikah maka suami atau istri menandatangani
persetujuan tindakan kedokteran,
4) Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima
informasi dan kemudian menyerahkan seluruhnya kepada kebijakan dokter
atau dokter gigi maka orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan
medis apapun yang akan dilakukan atau dilakukan dokter gigi
5) Apabila yang bersangkutan, sesudah menerima informasi, menolak untuk
memberi persetujuan maka penolakan tindakan kedokteran tersebut harus
secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedokteran tersebut menjadi
tanggung jawab pasien.
6) Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter-
pasien.
7) Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap
saat, kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada
tahap pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan
8) Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang
berhak menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau
anggota keluarga lain yang kedudukan hukumnya lebih berhak sebagai
wali.
9) Penarikan kembali (pencabutan) persetujuan tindakan kedokteran harus
diberikan secara tertulis dengan menandatangani format yang disediakan.
BAB V
DOKUMENTASI
156
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Lampiran 1:
PERSETUJUAN UMUM / GENERAL CONSENT
RAWAT JALAN
IDENTITAS PASIEN
157
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Alamat :..................................................................................
Alamat :.......................................................................................
No Telp/ HP :......................................................................................
Selaku Wali Hukum Pasien di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang dengan menyatakan
persetujuan :
A. Selama dalam pelayanan di Poliklinik RS. Jiwa Prof. HB Saanin Padang, pasien bersedia
dilakukan pemeriksaan dan tindakan medis, serta pemeriksaan penunjang lainnya.
B. Di Unit pelayanan Poliklinik di RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang ada keterlibatan peserta didik
dalam memberikan pelayanan yang didampingi oleh petugas rumah sakit, baik dari dokter dan
perawat, maupun tenaga medis lainnya.
C. Selama pelayanan di Poliklinik RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang, pasien yang memerlukan
tindakan medis invasive akan diberikan penjelasan oleh tim medis yang merawat sebelum pasien
menyatakan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tersebut.
D. Pasien dan keluarga mengikuti persetujuan dan ketentuan RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang
E. Persetujuan pelepasan informasi :
1. Saya memahami informasi yang ada didalam diri saya/keluarga saya termasuk diagnosis,
hasil laboratorium dan hasil tes diagnosa yang akan digunakan untuk perawatan medis.RS.
Jiwa Prof. HB. Saanin Padang akan menjamin kerahasiannya.
2. Saya memberi wewenang kepada RS. Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. Untuk memberikan
informasi tentang rahasia kedokteran saya/keluarga bila diperlukan untuk memproses kleim
asuransi dan atau lembaga pemerintah lainnya
3. Saya memberi wewenang (atau tidak memberi wewenang)* kepada RS. Jiwa Prof. HB. Saanin
Padang Untuk memberikan informasi tentang diagnosis, hasil pelayanan dan pengobatan
saya/keluarga :
Terbatas kepada ( sebutkan nama)
a. ...............................................
b. ...............................................
Padang,.........................
Pemberi Informasi Yang menyatakan
(Petugas Rekam Medik )
(..................................................) (.........................................)
RM.RI.013
Lampiran 2
158
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Alamat :..................................................................................
Tempat Pasien Ditemukan : ..................................................................................
(Khususpasienterlantar)
WALI HUKUM HARUS MEMBACA, MEMAHAMI
DAN MENGISI INFORMASI BERIKUT
Yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :......................................................................................
No. KTP/SIM : ......................................................................................
Alamat :.......................................................................................
No Telp/ HP :......................................................................................
Hubungan Keluarga : ......................................................................................
Instansi Yang Mengirim : ………………………………………………………………(Khususpasienterlantar)
Selaku Wali Hukum Pasien di Rumah Sakit Jiwa Prof HB Saanin Padang dengan ini menyatakan
persetujuan :
1. Hak dan Kewajiban pasien : dengan menandatangani dokumen ini saya mengakui bahwa pada
proses pendaftaran untuk mendapat perawatan di RSJ. HB. Saanin Padang telah mendapat
informasi tentang hak-hak dan kewajiban saya / keluarga saya sebagai pasien/penanggung jawab
pasien.
2. Saya menyetujui dan memberikan persetujuan untuk mendapat pelayanan kesehatan di RS Jiwa
Prof HB Saanin Padang dan dengan ini saya meminta dan memberikan kuasa kepada setiap tenaga
profesional, dokter , perawat, dan tenaga kesehatan lainnya di RS Jiwa Prof HB Saanin Padang
untuk memberikan asuhan perawatan, pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter dan perawat
dan melakukan prosedur diagnostik, radiologi dan/atau terapi dan tatalaksana sesuai pertimbangan
dokter yang diperlukan atau disarankan pada perawatan saya/keluarga. Hal ini mencakup seluruh
pemeriksaan dan prosedur diagnostik rutin, termasuk Fiksasi ( Pengekangan fisik ), x-ray,
pemberian dan / atau tindakan medis serta penyuntikkan (intramuskular, intravena dan prosedur
invasif lainnya) produk farmasi dan obat-obatan, pemasangan alat kesehatan (kecuali yang
membutuhkan persetujuan khusus/tertulis), dan pengambilan darah untuk pemeriksaan
laboratorium atau pemeriksaan patologi. Yang dibutukan untuk pengobatan dan tindakan yang
aman.
3. Saya memberi kuasa kepada setiap dan seluruh orang yang merawat saya / keluarga untuk
memeriksa dan atau memberitahukan informasi kesehatan saya/ keluarga kepada tenaga kesehatan
lain yang turut merawat saya selama di rumah sakit ini
4. Saya setuju rumah sakit wajib menjamin kerahasiaan informasi medis baik untuk kepentingan
perawatan, pengobatan dan pendidikan, maupun penelitian kecuali saya mengungkapkan sendiri
atau orang lain yang saya beri kuasa.
Saya menginginkan privasi/ khusus berupa :
1) ................................................................................
2) ................................................................................
5. Saya bersedia dalam pelepasan informasi untuk kepentingan menajemen, pendidikan, pelayanan,
asuransi, BPJS, penelitian, kepentingan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga saya
memberi wewenang pada rumah sakit untuk memberikan informasi tentang diagnosis hasil
pelayanan dan pengobatan pasien kepada :
1) ......................................
2) ......................................
3) ......................................
6. Saya akan membezuk / mengunjungi pasien/keluarga saya minimal 1 kali dalam seminggu guna
kelancaran perawatan.
7. Saya mengetahui bahwa RS Jiwa Prof HB Saanin Padang merupakan rumah sakit afiliasi yang
menjadi tempat praktek klinik bagian mahasiswa kedokteran dan profesi-profesi kesehatan lainnya,
karena itu mereka mungkin berpartisipasi dan atau terlibat dalam perawatan saya/ keluarga saya.
Saya menyetujui bahwa mahasiswa kedokteran dan profesi kesehatan lain berpartisipasi dalam
perawatan keluarga saya sepanjang dibawah supervisi DPJP.
8. Saya memberi kuasa kepada rumah sakit untuk menjaga privasi dan kerahasian penyakit keluarga
saya selama dalam perawatan serta mengijinkan/tidak mengijinkan Rumah Sakit memberi akses
bagi keluarga dan handai taulan serta orang orang yang akan menengok keluarga saya (sebutkan
nama bila ada permintaan khusus yang tidak diizinkan)................................
9. Saya tidak boleh membawa barang-barang berharga yang tidak diperlukan (seperti perhiasan,
elektronik dll) ke RS Jiwa Prof HB Saanin Padang dan jika saya membawanya maka RS Jiwa Prof HB
Saanin Padang tidak bertanggung jawab terhadap kehilangan, kerusakan atau pencurian. Barang
milik pasien terlantar dan koban kecelakaan yang datang kerumah sakit tidak diantar oleh keluarga
menjadi tanggung jawab rumah sakit untuk penyimpanan dari kerusakan dan kehilangan, akan
diserahkan kepada keluarga jika memenuhi kriteria sesuai peraturan rumah sakit.
10. Saya sadar bahwa praktik kedokteran bukanlah ilmu pasti dan saya mengakui bahwa tidak ada
jaminan atas hasil apapun, terhadap perawatan prosedur atau pemeriksaan yang dilakukan kepada
keluarga saya, dan saya memahami rumah sakit telah berusahan sabaik mungkin merawat dan
menjaga keluarga saya, namun jika terjadi hal-hal diluar kendali petugas, seperti melarikan diri
dengan merusak fasilitas rumah sakit dan usaha mengakhiri hidup/bunuh diri saya selaku
keluarga tidak akan akan menuntut pihak rumah sakit.
159
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
11. Saya tidak akan menuntut Rumah Sakit terkait resiko pasien pulang atas permintaan sendiri oleh
pasien atau keluarga ( pulang paksa)
12. Saya menyatakan bahwa saya telah menerima informasi tentang adanya tatacara mengajukan dan
mengatasi keluhan terkait pelayanan medik yang diberikan terhadap keluarga saya. Saya setuju
untuk mengikuti tatacara mengajukan keluhan sesuai prosedur yang ada di rumah sakit.
13. Melalui dokumen ini saya menegaskan kembali bahwa saya mempercayai kepada semua tenaga
kesehatan rumah sakit untuk memberikan perawatan, diagnostik dan tarapi kepada keluarga saya
sebagai pasien rawat inap atau rawat jalan atau Instalasi Gawat Darurat ( IGD ), termasuk semua
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk pengobatan dan tindakan yang aman.
14. Saya tidak akan melibatkan rumah sakit apabila terjadi masalah hukum yang tidak ada
hubungannya dengan rumah sakit
15. Saya akan menjemput keluarga saya (pasien) setelah diperbolehkan pulang oleh pihak rumah sakit
dalam waktu 2 x 24 jam setelah informasi saya terima. Apabila saya berhalangan untuk menjemput
keluarga saya maka saya memberi kuasa untuk menjemput keluarga saya (pasie) kepada :
1) ............................. hubungan dengan pasien................................
2) ............................. hubungan dengan pasien................................
16. Saya tidak keberatan jika pimpinan rumah sakit memulangkan/mengantar pulang ( keluarga saya)
pasien karena tidak menepati pernyataan ini dan saya akan menerima segala akibatnya.
17. Saya memahami tentang informasi biaya pengobatan atau biaya tindakan yang dijelaskab oleh
petugas rumah sakit, maka keluarga saya ( pasien ) dirawat dikelas : ......... (...............) dengan
jaminan pembiayaan : ..................................... Pemegang Kartu BPJS Kesehatan diperbolehkan naik
kelas perawatan lebih tinggi dari haknya dan bersedia membayar selisih tarif yang berlaku untuk
kelas perawatan yang saya minta yaitu : kelas............ (...........)
18. Data yang saya berikan ini adalah data yang sebenarnya / sejujurnya dan diberikan dalam keadaan
sadar apabila saya memberikan informasi yang palsu maka saya bersedia untuk dituntut sesuai
undang-undang kesaksian palsu.
19. Saya bertanggung jawab atas kelengkapan administrasi pasien. (Khususpasienterlantar)
20. Bila kelengkapan administrasi sewaktu mengantar pasien belum lengkap maka dalam waktu 3 x 24
jam saya akan melengkapinya, sebagai jaminan saya bersedia meningalkan KTP / SIM / Pasport dan
lain-lain (Khusus pasien terlantar).
21. Saya telah menerima informasi tentang peraturan yang diberikan oleh Rumah Sakit dan saya
beserta keluarga bersedia mematuhinya, termasuk akan mematuhi jam berkunjung pasien sesuai
dengan aturan Rumah Sakit.
22. Saya sudah dijelaskan oleh petugas Rumah Sakit tentang ketersediaan kapasitas tempat tidur, saya
menyetujui pasien / keluarga saya ditempatkan dikelas yang ada saat ini sampai tersedianya
tempat tidur sesuai dengan permintaan saya.
23. Saya bersedia apabila kondisi pasien membutuhkan keluarga untuk menunggui sampai kondisi
pasien tidak membutuhkan ditunggui lagi.
24. Apabila dari keluarga tidak bisa menunggui pasien maka kami menerima semua konsekuensi yang
sudah dilakukan oleh tenaga kesehatan dan tidak akan menuntut Rumah sakit.
25. Saya bersedia dihubungi kembali oleh pihak RS Jiwa Prof HB Saanin Padang untuk pengurusan
kepulangan pasien setelah mendapat informasi dari Rumah Sakit (Khusus pasien terlantar).
Dengan ini saya menyatakan bahwa saya telah menerima dan memahami informasi sebagaimana
diatas dan menyetujuinya.
Padang,.........................
Pemberi Informasi Yang menyatakan
(Petugas Rekam Medik )
(..................................................) (.........................................)
Saksi :
( ................................................) ( ..........................................)
Lampiran 3
160
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Nama : .......................................................................
Umur : .......................................................................
Agama : .......................................................................
Alamat : .......................................................................
Nama : ......................................................................
MR : .......................................................................
Umur : .......................................................................
Agama : ........................................................................
Alamat : ........................................................................
Padang , .......................................
( ................................. ) (...................................)
161
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Nama : ..............................................
No MR : ..............................................
..........................................................................................................................
..........
..........................................................................................................................
..........
..........................................................................................................................
..........
..........................................................................................................................
..........
..........................................................................................................................
..........
............................................................................................................,.............
..........
Padang, .....................
Petugas
( )
Lampiran 4
Nama : ……………………………………………………………………………
Pasien …………………………………………........................................
......
Nomor : ……………………………………………………………………………
Rekam …………………………………………........................................
Medis ......
162
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Tangga : ……………………………………………………………………………
l Lahir …………………………………………........................................
.......
Kondisi Barang
Jenis Saat dititipkan Saat diserahkan
Harta/Bend Jumla tanggal tanggal
No ………………………… ………………….......
a h
……………… ..................
Lampiran 5
Nama : .......................................................................................
163
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Alamat : .......................................................................................
……………………………………………………………….
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah bersedia memberikan informasi isi berkas
rekam medis atas :
Nama : ......................................................................................
Alamat : ......................................................................................
………………………………………………………………
Kepada yang berhak mengakses informasi isi berkas rekam medis berdasarkan
kebijakan Rumah Sakit dan peraturan yang berlaku
Padang , ..........................................
( …. ................................. ) ( ……................................. )
( ………………….………. ) ( …………………………… )
Lampiran 6
164
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
166
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
* Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima
informasi adalah wali atau keluarga terdekat
167
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
DEFINISI
168
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
169
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
2. Loket pembayaran
3. Kasir
4. Apotik
5. Petugas penunjang pelayanan medis (fisioterapi, laboratorium, radiologi)
170
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
171
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
172
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
173
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
c) Perawat melakukan rawat jenazah sesuai dengan agama yang dianut pasien
d) Perawat melepas semua alat medis yang ada pada pasien dan melepas gelang
identitas pasien
e) Perawat menghubungi petugas Instalasi Pemulasaran Jenazah (bila
diperlukan)
f) Perawat menghubungi petugas ambulan untuk mengantar pasien pulang (bila
pasien menggunakan ambulan)
g) Keluarga pasien menyelesaikan administrasi dan biaya perawatan ke loket
pembayaran
174
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
175
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
176
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Nama pasien/keluarga :
Alamat : ......................................................
No KTP : ......................................................
Umur : ......................................................
Nama : ......................................................
Umur : ......................................................
No MR : ......................................................
177
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
1. Dengan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun meminta kepada pihak
rumah sakit untuk pulang atas permintaan sendiri dengan
alasan ...................................................
3. Apabila terjadi suatu hal berkaitan dengan putusan yang telah diambil, maka
hal tersebut adalah menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya dan tidak akan
menyangkut pautkan / menuntut rumah sakit.
4. Atas keputusan saya ini rumah sakit telah memberikan penjelasan alternatif
pengobatan selanjutnya.
5. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya untuk diketahui dan
dipergunakan seperlunya.
178
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
PENDAHULUAN
179
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
melayani anggota keluarga pasien yang sakit terminal atau membantu meringankan
rasa sedih dan kehilangan.
BAB II
RUANG LINGKUP
180
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
181
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATALAKSANA
Pasien tahap terminal adalah suatu keadaan dirnana seseorang mengalami
penyakit/sakit yang tidak mernpunyai harapan untuk sembuh yang diakibatkan
kegagalan organ atau multiorgan sehingga sangat dekat proses kematian. Respon
pasien tahap terminal sangat individual tergantung kondisi fisik, psikologis, sosial
yang dialami, sehinggan dampak yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien terminal.
1. Kondisi Terminal adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh cidera atau penyakit
dimana terjadi kerusakan organ multilpel yang dengan pengetahuan dan teknologi
kesehatan terkini tidak dapat lagi dapat dilakukan perbaikan sehingga akan
menyebabkan kematian dalam rentang waktu yang singkat
2. Pasien tahap terminal adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
penyakit / sakit yang tidak mempunyai harapan untuk sembuh yang diakibatkan
kegagalan multi organ sehingga sangat dekat dengan proses kematian
3. Pasien adalah penerima jasa pelayanan kesehatan di rumah sakit baik dalam
keadaan sakit maupun dalam keadaan sehat
182
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
4. Mati klinis adalah henti napas (tidak adanya gerak napas spontan) ditambah henti
jantung (henti sirkulasi) total dengan semua aktivitas otak terhenti
5. Mati biologis adalah proses matinya semua jaringan, dimulai dengan neuron otak
yang menjadi nekrotik setelah kira-kira satu jam setelah tanpa sirkulasi, diikuti
oleh jantung, ginjal, paru dan hati yang menjadi nerotik selama beberapa jam atau
hari
6. Mati batang otak adalah keadaan dimana terjadinya kerusakan seluruh saraf
intracranial termasuk batang otak dan serebelum yang tidak dapat pulih kembali
7. Whitholding life support adalah panundaan bantuan hidup
8. Whithdrowing life support adalah penghentian bantuan hidup
9. Mengelola akhir kehidupan (End Of Life) adalah pelayanan tindakan penghentian
bantuan hidup (Whithdrowing life support) atau penundaan bantuan hidup
(Whitholding life support)
10.Informecocent adalah penyataan setuju atau ijin dari seseorang pasien atau
keluarga yang diberikan secra bebas tanpa paksaan, rasional terhadap suatu
tindakan pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadapnya/ keluarga sesuadah
mendapatkan informasi yang cukup tentang pelayanan kesehatan yang dimaksud
Rumah sakit Jiwa Prof. HB Saanin Padang memberikan asuhan pada akhir
kehidupan dengan mempertimbangkan tempat asuhan atau pelayanan yang
diberikan, tipe pelayanan dan kelompok pasien yang dilayani. Pemberian asuhan
pelayanan harus mematikan bahwa gejala-gejala yang akan dilakukan asesmen dan
dikelola secara tepat, memastikan bahwa pasien dengan penyakit terminal dilayani
dengan hormat dan respek, melakukan asesmen keadaan pasien sesering mungkin
sesuai kebutuhan untuk mengidentifikasi gejala-gejala , merencanakan pendekatan
preventif dan terapeutik dalam mengelola , mendidik pasien dan staf tentang
pengelolaan gejala-gejala
1. Doks (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit yang mengancam
kehidupan dalam empat fase;
a. Fase Prediagnostik, terjadi ketika diketahui ada gejala atau factor resiko
penyakit
b. Fase akut, berpusat pada kondisi kritis, pasien dihadapkan pada serangkaian
keputusan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psikologis
c. Fase Kronis, pasien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya
d. Fase terminal, dalam kondisi ini kematian bukan lagi hanya mungkin, tetapi
pasti akan terjadi
2. Prinsip Pelayanan pada tahap terminal (akhir kehidupan)
a. Rumah sakit memberikan dan mengatur pelayanan akhir kehidupan
b. Asuhan pasien dalam proses kematian harus meningkatkan kenyamanan dan
kehormatannya
3. Mengenal tanda-tanda klinis menjelang kematian:
183
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
184
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Pada situasi ini, pasien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan adanya
ajal yang menjelang dan rnenerimu untuk mendiskusikannya, walaupun
dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk
berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua
orang dapat rnelaksanaan hal tersebut. Respon pasien terhadap kondisi
terminal sangat individual, tergantung kondisi fisiko psikologis, soaial yang
dialami, sehingga dampak yang ditirnbulkan pada tiap individu juga berbeda
6. Pasien yang dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fidik
maupun psikologis, maupun sosio-spritual, antara lain
a. Problem oksigenasi, napas tidak teratur, cepat atau lambat pernapasan
kusmaul, sirkulasi perifer menurun, perubahan mental, agitasi gelisah, tekanan
darah menurun, hipoksia akulasi secret, nadi ireguler
b. Problem eliminasi; Kontipasi, imobilisasi dan perlambatan peristaltic,
inkontinensia fekal, inkontinensia urin, oligouria yang terjadi seiring dengan
penurunan intake cairan atau kondidi penyakit.
c. Problem nutrisi dan cairan; asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic
menurun, distensi abdomen, kehilangan berat badan, bibir dan lidah kering
atau membengkak, mual, muntah dan cegukan
d. Problem suhu: ekstremitas dingin atau kedinginan dan menggigil
e. Problem sensori; Penglihatan menjadi kabur, reflex berkedip hilang saat
mendekati kematian, peglihatan kabur, pendengaran berkurang dan sensasi
indra peraba menurun
f. Problem nyeri; ambang nyeri menurun sehingga memerlukan manajemen nyeri
melalui intravena, pasien perlu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan
meningkatkan kenyamanan.
g. Problem kulit dan mobilitas; seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah
pada kulit sehingga memerlukan perubahan posisi yang lebih sering
h. Problem Psikologis; pasien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami
banyak respon emosi, perasaan marah dan putus asa
7. Bantuan yang dapat diberikan pada tahap terminal
a. Bantuan Emosional
Menurut Elizabeth Kubler-Ross ada 5 fase menjelang kematian yang dapat
diberikan bantuan;
1) Pada fase Denial/Menolak Petugas
Rumah Sakit perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan
cara menanyakan tentang kondisi atau prognosisnya dan pasien dapat
mengekspresikan perasaan perasaannya.
2) Pada fase Anger/ Marah
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya
yang rnarah. Petugas Rumah Sakit perlu mernbantunya agar mengerti
bahwa masih merupakan hal yang normal dalarn merespon perasaan
kehilangan rnenjelang kernatian. Akan lebih baik bila kemarahan ditujukan
kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan rasa
185
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
186
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
6) Eliminasi Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi
konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxansia perlu diberikan untuk
meneegah konstipasi. Pasien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal,
pispot seeara teratur atau dipasang duk yang diganti setiap saat atau
dipasang kateter. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi leeet, harus diberikan salep
7) Perubahan Sensori Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien
biasanya rnenolakirnenghadapkan kepala kearah lampu/tempn] terang.
Pasien rnasih dapat rnendengar. tetapi tidak dapat/marnpu rnerespon,
perawat dan keluarga harus bicara dengan jelus dan tidak berbisik-bisik
c. Bantuan Memenuhi kebutuhan Sosial
Pasien dengan kondisi terminal akan diternpatkan di ruang isolasi, dan untuk
memenuhi kebutuhan kontak sosiulnya, perawat dapat melakukan:
1) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk berternu
dengan pasien dan didiskusikan dengan keluarganya, rnisalnya: Ternan-
ternan dekat, atau anggota keluarga lain
2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi
3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerirna kunjungan
kunjungan ternan-ternan terdekatnya, yaitu dengan rnernberikan pasien
untuk rnembersihkan diri dan merapikan dirinya
4) Meminta saudara ternan-temannya untuk sering rnengunjungi dan
mengajak orang lain dan mernbawa buku-buku bacaan bagi pasien apabila
pasien marnpu membacanya
d. Bantuan Memenuhi kebutuhan Spritual
1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana pasien selanjutnya menjelang kematian.
2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin mendatangkan pemuka agama
dalam hal untuk mernenuhi kebutuhan spiritual sesuai dengan
keyakinannya.
3) Membantu dan rnendorong pasien untuk rnelaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
4) Keyakinan spiritual rnencakup praktek ibadah sesuai dengan
keyakinannyaJritual harus diberi dukungan. Petugas kesehatan dan keluarga
harus rnampu mernberikan ketenangan melalui keyakinankeyakinan
spiritualnya. Petugas kesehatan dan keluarga harus sensitif terhadap
kebutuhan ritual pasien yang akan rnenghadapi kernatian sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kernatian dapat terpenuhi.
8. Asuhan Pelayanan pada pasien tahap terminal
Pelayanan pasien terminal merupakan hal berbeda dengan pelayanan pasien pada
umumnya. Pengobatan yang diberikan tidak dapat menghilangkan penyebab,
namun hanya memberikan rasa nyaman, atau terapi paliatif agar pasien pada
187
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
kondisi terminal lebih nyaman, gejala yang dirasakan lebih minimal sehingga siap
untuk menghadapi tahap akhir kehidupannya.
Asessmen dan asesmen ulang ang dilakukan di RSJ adalah dengan menilai
kondisi pasien seperti:
a. Gejala mual dan kesulitan pernafasan
b. Factor yang mempengaruhi gejala fisik
c. Manajemen gejala sekarang dan respon pasien
d. Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok
agama tertentu
e. Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti seperti putus asa,
penderitaan dan rasa bersalah
f. Status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan, kelayakan
perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi, serta reaksi pasien
keluarganya menghadapi penyakit.
g. Kebutuhan bantuan dan penundaan layanan untuk pasien dan keluarganya.
h. Kebutuhan alternative layanan atau tingkat layanan.
i. Factor resiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi
reaksi patologis atau kesedihan.
188
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
c. Rumah sakit jiwa HB Saanin Padang tidak melakukan pelayanan autopsy atau
donasi organ
d. Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga
e. Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan
f. Memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta budaya
pasien dan keluarga
9. Pelayanan pasien dalam kondisi sakaratul maut:
a. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien dan mendapatkan
data hasil pemeriksaan bahwa pasien berada dalam kondisi terminal. Jika
yang melakukan prosedur pemeriksaan ke pasien adalah dokter yang mewakili
yaitu dokter jaga, maka dokter jaga harus melakukan prosedur konsultasi ke
Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) tentang kondisi pasien tersebut
b. Dokter Penanggung Jawnb Pclayanun (DPJP) atau dokter yang rnewakili
(dokter jaga) menyampaikan kondisi pasien tersebut kepada keluarga pasien
sesuai dengan prosedur penyampaian berita/kabar buruk kepada pasien
dan/atau keluarga pasien.
c. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) menanyakan kepada pasien dan/atau keluarga pasien apakah
ada hal-hal yang perlu ditanyakan atau ada keinginan dari pasien dan/atau
keluarga pasien tentang keadaannya.
d. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melaksanakan secara profesional keinginan pasien dan/atau
keluarga pasien selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang
undangan dan aturan agarna yang dianut pasien.
e. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) atau dokter yang mewakili
(dokter jaga) melakukan koordinasi dengan perawat dan petugas kerohanian.
Perawat untuk rnelaksanakan prosedur asuhan keperawatan pada pasien
terminal. Jika pasien tersebut rnenganut agama Islam, maka petugas bina
rohani melaksanakan prosedur layanan husnul khotimah.
189
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
190
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
191
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
192
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
193
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
194
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB I
DEFENISI
Tranportasi ambulan adalah suatu prosedur pemindahan pasien dengan
menggunakan kendaraan pelayanan medis yang memiliki fasilitas yang
lengkap dan didampingi oleh perawat atau dokter yang mampu menangani
keadaan gawat darurat untuk tujuan pemeriksaan penunjang, tindakan medis
dan alih rawat ke rumah sakit lain. Ambulan sebagai sarana transportasi di
sebuah rumah sakit sangatlah penting baik itu rumah sakit berskala besar
ataupun rumah sakit kecil. RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang sebagai salah
satu pemberi jasa pelayanan kesehatan pada masyarakat di wilayah Padang
dan sekitarnya juga memiliki ambulan yang digunakan sebagai sarana
transportasi pasien dari dan luar RSJ HB Saanin Padang.
A. TUJUAN
1. Memindahkan pasien gawat darurat dengan aman tanpa memberatkan
keadaan pasien ke sarana kesehatan yang memadai.
2. Sebagai alat transportasi bagi pasien yang memerlukan tindakan medis
atau pemeriksaan penunjang ke rumah sakit lain.
195
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB II
RUANG LINGKUP
A. RUANG LINGKUP
1. Pasien rawat inap yang memerlukan transportasi ke luar RS Jiwa Prof.
HB. Saanin Padang dengan tujuan untuk pemeriksaan penunjang,
tindakan medis atau rujukan untuk alih rawat.
2. Masyarakat umum yang anggota keluarganya memerlukan pelayanan
ambulan untuk tindakan medis di RSJ HB Saanin Padang.
3. Institusi masyarakat yang memerlukan pelayana ambulan untuk
kegiatan sosial, olah raga atau kegiatan lain.
B. PENGORGANISASIAN
1. Pelayanan ambulan RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang secara
operasional menjadi tanggung jawab Instalasi Gawat Darurat.
2. Pelayanan ambulan RS Jiwa Prof. HB. Saanin Padang secara teknis
menjadi tanggung jawab bagian rumah tangga.
C. JENIS AMBULAN
196
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
1. Ambulan Transportasi
Tujuan penggunaan :
Pengangkutan pasien yang tidak memerlukan tindakan
khusus/tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan
diperikirakan tidak akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
Persyaratan kendaraan :
a. Teknis
1) Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
2) Ruangan pasien mudah dicapai dari tempat pengemudi
3) Tempat duduk pagi petugas di ruang pasien
4) Dilengkapi sabuk pengaman
5) Ruangan pasien cukup luas untuk sekurang-kurangnya 2
stretcher
6) Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 cm di atas
tempat pasien
7) Stop kontak khusus untuk 12 volt DC di ruang pasien
8) Lampu ruangan secukupnya
9) Lemari obat dan peralatan
10) Air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air limbah
11) Sirine satu nada
12) Lampu rotator warna merah
13) Radio komunikasi
14) Persaratan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku
15) Tanda pengenal ambulan transportasi dari bahan yang
memantulkan sinar
16) Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia
b. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatannya
2) Peralatan medis P3K
3) Obatan-obatan sederhana kemampuan, cairan infus
secukupnya
c. Petugas
1) Satu sopir dengan kemampuan P3K dan komunikasi
2) Satu perawat dengan kemampuan PPGD
d. Tata tertib
1) Sewaktu menuju tempat pasien boleh menggunakan sirine
dan lampu rotator
2) Selama mengangkut pasien hanya boleh menggunakan
lampu rotator. Semua peraturan lalu lintas harus ditaati.
197
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
198
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB III
KEBIJAKAN
199
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB IV
TATA LAKSANA
200
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
201
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
BAB V
DOKUMENTASI
202
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Lampiran :
1. Epinephrin injeksi
2. Asam Tranexamat
Inj
3. Lidocain Inj
4. Aminophyllin Inj
5. Dexamethasone Inj
6. Atropin Inj
7. Ranitidin Inj
8. Spuit 3 cc
203
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
9. Spuit 5 cc
10. Spuit 10 cc
TIDAK
NO ALAT MEDIS JUMLAH TERPAKAI KETERANGAN
TERPAKAI
1 Kasa Gulung
2 Kasa Steril
3 Slang Sungkup
5 Spuit 50 CC
6 Spuit 5 CC
7 Spuit 3 CC
9 Slang O2 Binasal
10 Toniquet
11 I V Kateter
204
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
12 Slang NGT
13 OPA
14 Tongspatel
15 Oxygen
16 Spalk
17 Servical Collar
Perlengkapan Penunjang
1 Masker
2 Hand schun
3 Tisue
4 Sepatu Bots
5 Celemek
6 Helem
7 Safeti Book
8 Hand scrab
9 Hand Shoop
Pernafasan : Spontan
TD HR RR
JAM SUHU Kali / Kali / KETERANGAN
Mm Hg
Menit Menit
205
RS. Jiwa Prof.HB.Saanin Padang
Padang,…………………………….
(………………………………………)
DAFTAR PUSTAKA
206