Soal Dan Solusi Ktof Juni 2019 Pra Osn
Soal Dan Solusi Ktof Juni 2019 Pra Osn
Terbuka
Olimpiade
Fisika
Oleh :
Waktu : 47 Jam
Tahun 2019
Teknis Pengerjaan
Setiap peserta akan mendapatkan Nomor Peserta masing-masing.
Soal KTOF akan kami bagikan via email dan grup WA kepada para peserta pada hari
Jumat, 21 Juni 2019 pukul 13.00 WIB.
Peserta dipersilahkan mengerjakan soal yaitu dari saat soal dibagikan sampai batas
terakhir memasukkan jawaban di form jawaban online yaitu pada hari Minggu, 23
Juni 2019 pukul 12.00 WIB.
Jawaban ditulis secara detail pada lembar jawaban yang telah disediakan
menggunakan balpoint warna hitam/biru dan tidak boleh warna lainnya. Lembar
jawaban akan dikirim bersamaan dengan soal tes.
Jawaban untuk setiap nomor soal harus dipisah dan dinamai dengan format berikut:
soal(nomor)_namalengkap_asalsekolah/instansi, Contoh:
soal2_ahmadbasyirnajwan_sman3banjarbaru,
soal5_mfauzansyahbana_smantambunselatan
Jawaban diunggah pada form jawaban online menggunakan link berikut ini
bit.ly/FormJawabKTOFJuni.
Form jawaban online hanya dibuka pada batas waktu pengerjaan yaitu dari hari
Jumat, 21 Juni 2019 pukul 13.00 WIB sampai dengan Minggu, 23 Juni 2019 pukul
12.00 WIB. Kami himbau para peserta untuk tidak mengumpulkan jawaban di menit-
menit akhir karena dikhawatirkan ada masalah koneksi yang menyebabkan jawaban
tidak terunggah.
Setiap peserta akan mendapatkan Soal KTOF beserta Solusinya. Solusi akan kami
berikan setelah Form Jawab Online ditutup yaitu pada hari Minggu, 23 Juni 2019
pukul 12.01 WIB via Email dan Grup WA.
Hasil KTOF akan kami publikasikan 3-4 hari setelah Tes Berakhir melalui media sosial
kami via Facebook dan Instagram.
KTOF ini tentunya bisa menjadi ajang melatih diri dan pemantapan bagi siswa-siswa
yang akan mengikuti Olimpiade Sains Nasional Khususnya Bidang Fisika. Selain itu
juga bisa di jadikan ajang uji diri bagi Siswa Kelas XII, Mahasiswa, guru, dan Pegiat
Olimpiade Fisika lainnya.
Hormat Kami
P
P
Q
2𝑅
setimbang tersimpang
Solusi :
𝜃
O
𝜃
1 2(𝑅 − 𝑟)𝑅 1
𝑀α̇ 2 cos ( 𝛼)
2 𝜋 2
Mengabaikan suku α dan α̇ yang pangkatnya lebih dari 1 serta aproksimasi sudut kecil
(sin 𝑥 ≈ 𝑥 dan cos 𝑥 ≈ 𝑥) diperoleh
1 2(𝑅 − 𝑟)𝑅 1 2
g ((𝑅 − 𝑟)𝛼 − 𝑅𝛼) + 𝛼̈ ((𝑅 − 𝑟)2 − + 𝑅 )=0
2𝜋 𝜋 4
1
((𝑅 − 𝑟)𝛼 − 2𝜋 𝑅𝛼)
+ 𝛼̈ = 0
2(𝑅 − 𝑟)𝑅 1 2
((𝑅 − 𝑟)2 − + 4𝑅 )
𝜋
𝑟 1
((1 − 𝑅 ) − 2𝜋)
𝑔
𝛼 + 𝛼̈ = 0
𝑟 𝑅
𝑟 2 2 (1 − 𝑅 ) 1
((1 − ) − + )
𝑅 𝜋 4
Sehingga diperoleh
𝑟 1
((1 − 𝑅 ) − 2𝜋)
𝑔
= 𝜔2
𝑟 𝑅
𝑟 2 2 (1 − 𝑅 ) 1
((1 − 𝑅 ) − + 4)
𝜋
g. 𝑇 = 1,92 s
Muhammad Morteza Mudrick
SMAN 1 Surakarta
2. (20 Poin) Setengah silinder
Mari kita tinjau sebuah potongan dari silinder homogen bermassa 𝑚 berjari-jari 𝑅, yang
penampang melintangnya membentuk setengah lingkaran
Saat selip dan jatuh, pusat massa silinder membentuk lintasan busur lingkaran dengan
pusat rotasi sesaat di 𝑄, artinya gerakan setengah silinder sesaat waktu lepas kontak
adalah ketika bidang potong silinder horisontal, sehingga garis 𝑂𝑄 sejajar 𝑂𝐶, dan
𝜃1 = 90°. Untuk menghitung Ω, kita perlu momen inersia setengah silinder terhadap
1
titik 𝑄. Besarnya adalah setengah dari momen inersia silinder awal. 𝐼𝑄 = 4 𝑚𝑅 2 .
′
𝐸𝑝𝑜𝑡 = 𝐸𝑝𝑜𝑡 + 𝐾′
1 1 1
𝑚𝑔ℎ0 = 𝑚𝑔(𝑅 − 𝑢) + 𝐼𝑄 Ω2
2 2 2
1
𝑚𝑔 (√𝑢2 + 𝑅 2 + 𝑢 − 𝑅) = 𝑚𝑅 2 Ω2
4
4𝑔 √𝑢2 + 𝑅 2 + 𝑢 − 𝑅
Ω=√ ( ) = 1.429√𝑔/𝑅
𝑅 𝑅
c. Setelah lepas kontak, silinder mempunyai Energi potensial, kinetik translasi, dan
kinetik rotasi. Karena tidak ada gaya arah horisontal, energi kinetik translasi besarnya
konstan. Karena itu, saat sudut maksimum bidang potong silinder dengan horisontal,
pusat massa silinder terangkat maksimum, dan Δ𝐸𝑝𝑜𝑡 = 𝐾𝑟𝑜𝑡 . Namun energi rotasi di
sini dihitung terhadap pusat massa, sehingga perlu dicari momen inersia terhadap
1
pusat massa. Gunakan teorema sumbu sejajar, 𝐼𝑄 = 𝐼𝐶 + 2 𝑚𝑢2 . Sehingga didapat
ℎ𝐶 = 𝑅 − 𝑢 cos 𝜉.
Δ𝐸𝑝𝑜𝑡 = 𝐾𝑟𝑜𝑡
1 1 1
𝑚𝑔ℎ𝐶 − 𝑚𝑔(𝑅 − 𝑢) = 𝐼𝐶 Ω2
2 2 2
𝑅2 2
√𝑢2 + 𝑅 2 + 𝑢 − 𝑅
ℎ𝐶 = 𝑅 − 𝑢 + ( − 𝑢 ) ( )
2 𝑅2
𝑅 − ℎ𝐶 (𝑅 2 − 2𝑢2 )
cos 𝜉 = = 1− (√𝑢2 + 𝑅 2 + 𝑢 − 𝑅) = 52.04°
𝑢 2𝑢𝑅 2
d. Apabila tidak lepas kontak, pusat rotasi sesaat sebelum menumbuk setengah siinder
adalah titik 𝑂. Momen inersia setengah silinder terhadap titik ini adalah 𝐼𝑂 = 𝐼𝐶 +
1 3
𝑚(𝑅 2 + 𝑢2 ) = 4 𝑚𝑅 2.
2
Menggunakan energi:
1 1 1
𝑚𝑔√𝑢2 + 𝑅 2 = 𝑚𝑔𝑢 + 𝐼𝑂 Ω2
2 2 2
4𝑔
Ω2 = (√𝑢2 + 𝑅 2 − 𝑢)
3𝑅 2
Dari definisi 𝑣⃗ = 𝜔
⃗⃗ × 𝑟⃗, didapat 𝑣𝑥 = 𝑢Ω. Maka, didapat
𝑢 4𝑔
𝑣𝑥 = √ (√𝑢2 + 𝑅 2 − 𝑢) = 0.399√𝑔𝑅
𝑅 3
e. Pada kasus jatuh (ii), kita harus mendefinisi ulang pusat rotasi sesaat sistem.
Seperti di gambar, karena titik yang bersinggungan dengan dinding atau lantai tidak
memiliki kecepatan arah normal, maka pusat rotasi sesaat sistem berada di titik 𝑃.
1 2
Momen inersia setengah silinder terhadap titik P adalah 𝐼𝑃 = 𝐼𝐶 + 2 𝑚|𝐶𝑃| .
2
Menggunakan aturan cosinus, |𝐶𝑃| = 𝑢2 + 𝑅 2 sin2 𝜃 − 2𝑢𝑅 sin 𝜃 cos 𝜃
1 2
𝐼𝑃 = 𝑚(𝑅 2 /2 − 𝑢2 + |𝐶𝑃| )
2
1 𝑅2 1 − cos 2𝜃
= 𝑚 ( + 𝑅2 ( ) − 𝑢𝑅 sin 2𝜃)
2 2 2
Definisikan 𝜂 = 𝑢/𝑅
1
𝐼𝑃 = 𝑚𝑅 2 (2 − cos 2𝜃 − 2𝜂 sin 2𝜃)
4
Ketinggian pusat massa setengah silinder dari lantai adalah ℎ𝐶 = 𝑅 cos 𝜃 + 𝑢 sin 𝜃.
Persamaan energi:
1 1 1
𝑚𝑔ℎ0 = 𝑚𝑔ℎ𝐶 + 𝐼𝑃 Ω2
2 2 2
𝑚𝑔 4𝑔 √1 + 𝜂2 − cos 𝜃 − 𝜂 sin 𝜃
Ω2 = (ℎ0 − ℎ𝐶 ) = ( )
𝐼𝑃 𝑅 2 − cos 2𝜃 − 2𝜂 sin 2𝜃
√1 + 𝜂2 − cos 𝜃 − 𝜂 sin 𝜃
𝑣𝑥 = √4𝑔𝑅𝜂 sin2 𝜃 ⋅ ( )
2 − cos 2𝜃 − 2𝜂 sin 2𝜃
Kemacetan adalah fenomena kehidupan sehari-hari yang sering kita jumpai. Pada soal ini,
kita akan membahas fenomena ini dalam sudut pandang fisika. Secara umum, ada 2
pendekatan yang dapat digunakan, yaitu pendekatan makroskopis (meninjau parameter
yang didefinisikan untuk seluruh bagian jalan) dan mikroskopis (meninjau parameter yang
didefinisikan hanya untuk satu kendaraan). Pendekatan yang terakhir adalah yang akan
kita gunakan di soal ini.
Tinjau sebuah kendaraan di jalan. Pengemudi kendaraan ini dapat mengetahui informasi
kecepatan kendaraan didepannya dan jaraknya dengan kendaraan tersebut. Pemodelan
yang akan kita gunakan adalah sebagai berikut:
1) (Zona “Perlambatan”) Jika jarak suatu kendaraan dengan kendaraan didepannya lebih
kecil dari 𝑠𝑛 , maka kendaraan tersebut akan melakukan perlambatan sebesar 𝑎𝑛
sampai jaraknya sudah tidak lebih kecil dari 𝑠𝑛 .
2) (Zona “Percepatan”) Jika jarak suatu kendaraan dengan kendaraan didepannya lebih
jauh daripada 𝑠𝑓 , dimana 𝑠𝑓 > 𝑠𝑛 , maka kendaraan tersebut akan melakukan
percepatan sebesar 𝑎𝑓 sampai jaraknya tidak lebih besar dari 𝑠𝑓 .
3) (Zona “Adaptasi kecepatan”) Jika jarak suatu kendaraan dengan kendaraan
didepannya berada diantara 𝑠𝑓 dan 𝑠𝑛 , maka kendaraan tersebut akan melakukan
percepatan/perlambatan dengan magnitudo 𝑎𝑎 sampai kecepatannya sama dengan
kecepatan kendaraan didepannya, tidak peduli berapa nilai persis dari jaraknya
Petunjuk:
1) Setiap bilangan kompleks (penjumlahan dari bilangan real murni dan imajiner
murni) dapat dinyatakan dalam bentuk
𝑎 + 𝑖𝑏 = 𝑟𝑒 𝑖𝜃
Dimana 𝑟 = √𝑎2 + 𝑏 2 , tan 𝜃 = 𝑏⁄𝑎, dan 𝑒 adalah Bilangan Euler.
2) Rumus-rumus berikut ini mungkin berguna.
𝑑 𝑎𝑥
𝑒 = 𝑎𝑒 𝑎𝑥
𝑑𝑥
1
∫ 𝑒 𝑎𝑥 𝑑𝑥 = 𝑒 𝑎𝑥 + 𝐶
𝑎
Solusi :
f. Analisis pergerakan kendaraan kedua akan lebih mudah dilakukan jika kita melihat
pergerakan kendaraan kedua dalam kerangka acuan kendaraan pertama. Dalam
kerangka ini, kecepatan awal kendaraan kedua adalah 𝑣0 ′ − 𝑣0 , dan semua
percepatan tidak berubah. Untuk selanjutnya, kita akan selalu menggunakan kerangka
ini.
Perhatikan bahwa ketika kendaraan kedua memasuki zona “Percepatan” dan
“Perlambatan”, kendaraan ini memiliki percepatan yang besar dan arahnya konstan,
sehingga kita dapat menganggap kedua zona ini sebagai “bidang miring” dengan
kemiringan uniform (dengan arah kemiringan yang berbeda untuk setiap zona). Ketika
kendaraan kedua memasuki zona “Adaptasi kecepatan”, kendaraan ini memiliki
percepatan yang arahnya berlawanan dengan arah kecepatan kendaraan kedua.
Perhatikan bahwa zona ini memiliki sifat yang sama dengan bidang datar dengan
koefisien gesek yang nilainya lebih dari nol. Sehingga, sebenarnya kita dapat
menyederhanakan pemodelan tersebut dengan dua bidang miring yang
kemiringannya berbeda arah yang dipisah dengan jarak 𝒔𝒇 − 𝒔𝒏 , dan diantara kedua
bidang miring tersebut, terdapat bidang datar kasar yang menghubungkan kedua
bidang miring (1,5 Poin). Kendaraan kedua dapat dianggap sebagai benda titik
bermassa 𝑚 (yang nilainya tidak penting untuk pemodelan ini) yang bergerak diatas
bidang-bidang tersebut dibawah percepatan gravitasi 𝑔 ke arah vertikal kebawah.
𝑔
𝑚
𝛼n 𝛼f
𝜇
𝑠=0 𝑠 = 𝑠n 𝑠 = 𝑠f
Bidang datar selalu mengurangi “energi” dari benda tersebut, sehingga syarat yang
diminta di sub-soal dapat dipenuhi jika energi mekanik yang dimiliki benda dapat
langsung dihabiskan oleh bidang datar sebelum benda menyentuh bidang datar
berikutnya. Sehingga.
1
𝑚(𝑣0′ − 𝑣0 )2 + 𝑚𝑎𝑓 (𝑣0 𝑡0 − 𝑠𝑓 ) < 𝑚𝑎𝑎 (𝑠𝑓 − 𝑠𝑛 )
2
(𝑣0′ − 𝑣0 )2 < 2𝑎𝑎 (𝑠𝑓 − 𝑠𝑛 ) − 2𝑎𝑓 (𝑣0 𝑡0 − 𝑠𝑓 )
g. Jika bidang datar “dikunjungi” sebanyak 𝑁 kali sebelum akhirnya berhenti di kali ke-𝑁
memasuki bidang datar, maka bidang datar akan berkali-kali menghabiskan energi
benda sampai benda berhenti. Sehingga, agar energi benda dapat habis sesuai dengan
syarat di sub-soal, maka
1
𝑚(𝑣0′ − 𝑣0 )2 + 𝑚𝑎𝑓 (𝑣0 𝑡0 − 𝑠𝑓 ) < 𝑁𝑚𝑎𝑎 (𝑠𝑓 − 𝑠𝑛 )
2
(𝑣0′ − 𝑣0 )2 < 2𝑁𝑎𝑎 (𝑠𝑓 − 𝑠𝑛 ) − 2𝑎𝑓 (𝑣0 𝑡0 − 𝑠𝑓 )
h. Kita akan meninjau setiap kontribusi percepatan kepada kendaraan kedua.
1) Percepatan yang magnitudonya proporsional dengan jarak antara kendaraan
kedua dengan posisi setimbangnya dapat ditulis sebagai
𝑎𝑘 = 𝑘(𝑥1 − 𝑥2 − 𝑠𝑠 )
Dimana 𝑥1 dan 𝑥2 berturut-turut adalah posisi kendaraan pertama dan kedua
diukur dari suatu acuan.
√𝑘 2 + 𝜔 2 (𝜏𝑘 − 𝛽)2
𝑉𝑁 = 𝑉𝑁−1
√(𝑘 − 𝜔 2 )2 + 𝛽 2 𝜔 2
Agar syarat yang diminta di sub-soal ini berlaku, maka 𝑉𝑁 harus selalu lebih kecil
daripada 𝑉𝑁−1 . Sehingga,
𝑘 2 + 𝜔2 (𝜏𝑘 − 𝛽)2 < (𝑘 − 𝜔2 )2 + 𝛽 2 𝜔2
𝜏𝑘(𝜏𝑘 − 2𝛽) < −2𝑘 + 𝜔2
𝛾
m. Dengan mensubstitusi 𝑘 = 𝛼⁄𝑥̅ dan 𝛽 = ⁄𝑣̅ ke dalam hasil akhir sub-soal g), maka
didapat
𝛼 𝛼 𝛾 𝛼
𝜏 (𝜏 − 2 ) < −2 + 𝜔2
𝑥̅ 𝑥̅ 𝑣̅ 𝑥̅
Untuk mempermudah, kita dapat menyatakan 𝑣̅ dalam 𝑥̅ , sehingga
1 1 2
𝛼2
> [𝜏 + 2𝛼 − 𝑥̅ 𝜔2 ]
𝑣̅ 2𝜏𝛼𝛾 𝑥̅
Nilai 𝑣̅ secara umum adalah positif, sehingga nilai terkecil dari 1⁄𝑣̅ adalah 0. Sehingga,
𝛼2
0 > 𝜏2 + 2𝛼 − 𝑥̅ 𝜔2
𝑥̅
0 < −𝜏 2 𝛼 2 − 2𝛼𝑥̅ + 𝑥̅ 2 𝜔2
𝛼 𝛼
0 < [𝑥̅ − 2 (1 + √1 + 𝜔 2 𝜏 2 )] [𝑥̅ − 2 (1 − √1 + 𝜔 2 𝜏 2 )]
𝜔 𝜔
Kita menginginkan solusi positif untuk 𝑥̅ , sehingga,
𝛼
𝑥̅ > 2 (1 + √1 + 𝜔 2 𝜏 2 )
𝜔
𝛼
𝑥̅𝑚𝑖𝑛 = 2 (1 + √1 + 𝜔 2 𝜏 2 )
𝜔
Yuwanza Ramadhan
Universitas Indonesia
4. (20 Poin) Gerakan Dipol Magnet
Pada bagian pertama ini, dimodelkan sebuah dipol magnet elementer. Salah satu sumber
momen magnetik adalah medan magnet yang ditimbulkan akibat gerakan elektron yang
mengorbit intinya. Asumsikan orbit elektron adalah lingkaran berjari-jari 𝑅 dan atom
hanya terdiri dari satu elektron dan satu proton yang masing-masing memiliki massa 𝑚e
dan 𝑚p (𝑚p ≫ 𝑚e ) serta bermuatan −𝑒 dan +𝑒. Diketahui orbit elektron berada pada
bidang 𝑥𝑦.
a. Tentukan kecepatan angular dari gerakan elektron yang mengorbit proton!
b. Tentukan besar medan magnet pada jarak 𝑧 (𝑧 ≫ 𝑅, dari bidang 𝑥𝑦) yang dihasilkan
akibat gerakan elektron!
c. Sebuah magnet batang kecil memiliki medan magnet pada jarak yang jauh darinya
sebesar
𝜇0 𝑚
𝐵=
2𝜋𝑧 3
Dimana 𝑧 merupakan jarak dari magnet pada sumbu yang menghubungkan kutub
utara dan selatan, 𝑚 adalah momen dipol magnet. Dengan mengasumsikan elektron
mengorbit proton seperti magnet batang kecil, tentukan dipol magnet 𝑚 dari sebuah
elektron yang mengorbit proton!
Untuk medan magnet akibat magnet batang kecil untuk kasus 𝑧 dan 𝑟 tidak terlalu besar
dimana 𝑧 dan 𝑟 adalah posisi vertikal dan radial dari titik yang ditinjau medan magnetnya,
Sebuah dipol magnet dengan momen magnet sebesar 𝑚 dijatuhkan dari ketinggian ℎ di
atas pusat sebuah kawat cincin diam dengan jari-jari 𝑎. Diketahui 𝑚 mengarah ke bawah
dan anggap sumbu 𝑧 positif ke arah bawah juga.
d. Tentukan GGL induksi yang terjadi pada cincin sebagai fungsi dari kecepatan sesaat
dipol magnet (𝑣) dan posisi dipol terhadap posisi awalnya (𝑧)!
e. Tentukan gaya yang dirasakan dipol magnet akibat pergerakannya tersebut sebagai
fungsi dari arus (𝑖) pada cincin yang dihasilkan dari induksi dipol magnet tersebut!
f. Tentukan gaya total yang dialami dipol magnet akibat solenoid tersebut fungsi dari
kecepatan sesaat dipol magnet (𝑣)!
g. Tentukan kecepatan terminal gerakan dipol magnet jika diketahui berat dipol magnet
adalah 𝑊!
Petunjuk :
Solusi :
a. Tinjau elektron yang sedang melakukan gerak melingkar terhadap proton. Dengan
Hukum I Newton untuk keseimbangan arah radial akan kita dapatkan (gaya yang
bekerja pada elektron adalah gaya coulomb dan percepatan elektron adalah
percepatan sentripetal)
∑ 𝐹⃗r = 𝑚e 𝑎⃗s
1 𝑒2 𝑒 1
− 2
𝑟̂ = 𝑚e 𝜔2 𝑅(−𝑟̂ ) ⟹ 𝜔 = √
4𝜋𝜀0 𝑅 2𝑅 𝜋𝑚e 𝜀0 𝑅
b. Gerakan melingkar elektron ini dapat kita anggap seperti aliran arus pada “kawat”
melingkar dengan jari-jari 𝑅. Arus pada “kawat” ini dapat dinyatakan sebagai berikut
𝑒 𝜔 𝑒2 1
𝐼= =𝑒 ⟹𝐼= √
𝑇 2𝜋 4𝜋𝑅 𝜋𝑚e 𝜀0 𝑅
𝜇0 𝑒 2 𝑅
𝐵= √
8𝜋𝑧 3 𝜋𝑚e 𝜀0
c. Dengan menyamakan persamaan terakhir dengan persamaan yang terdapat pada soal
akan kita peroleh momen dipol magnet
𝜇0 𝑒 2 𝑅 𝜇0 𝑚 𝑒2 𝑅
𝐵= 3
√ = 3
⟹ 𝑚 = √
8𝜋𝑧 𝜋𝑚e 𝜀0 2𝜋𝑧 4 𝜋𝑚e 𝜀0
d. GGL induksi pada kawat cincin disebabkan oleh perubahan fluks magnetik yang
menembus cincin.
𝑑𝜙
𝜀 = −𝑁
𝑑𝑡
Nilai 𝑁 = 1 karena cincin hanya terdiri dari satu kumparan
𝑑𝜙
𝜀=−
𝑑𝑡
Kita sedikit modifikasi persamaan di atas dengan mengalikannya dengan 𝑑𝑧/𝑑𝑧
sehingga menjadi
Untuk mendapatkan fluks total yang melalui bidang kawat cincin, kita integralka
persamaan di atas dari 𝑟 = 0 sampai 𝑟 = 𝑎
𝑎
1 3(ℎ − 𝑧)2 1
𝜙(𝑧) = 𝜇0 𝑚 ∫ ( 5 − 3 ) 2𝑟𝑑𝑟
4 0 (𝑟 2 + (ℎ − 𝑧)2 )2 (𝑟 2 + (ℎ − 2
𝑧) )2
Mengapa kita menggunakan ℎ − 𝑧 pada persamaan di atas sedangkan pada rumus
yang diberikan soal hanya 𝑧 saja? Karena 𝑧 yang kita gunakan sekarang adalah posisi
vertikal dari dipol yang dihitung ke bawah dari posisi awal dipol dijatuhkan yaitu dari
ketinggian ℎ di atas pusat kawat cincin sedangkan 𝑧 pada rumus yang diberikan soal
merupakan jarak vertikal dipol ke titik yang kita tinjau medan magnetiknya, dalam
dipol magnet
ℎ
ℎ−𝑧
𝑎
cincin kawat
Agar kita bisa mengintegrasi persamaan di atas, kita perlu menggunakan teknik
integral subtitusi. Kita misalkan 𝑢 = 𝑟 2 + (ℎ − 𝑧)2 sehingga 𝑑𝑢 = 2𝑟𝑑𝑟 maka kita
peroleh
2
𝑎 +(ℎ−𝑧) 2
1 3(ℎ − 𝑧)2 1
𝜙(𝑧) = 𝜇0 𝑚 ∫ ( 5 − 3 ) 𝑑𝑢
4 (ℎ−𝑧)2 𝑢2 𝑢2
𝑎2 +(ℎ−𝑧)2
1 2 1 1
𝜙(𝑧) = 𝜇0 𝑚 [3(ℎ − 𝑧)2 (− ) 3 − (−2) 1 ]
4 3 2
𝑢 𝑢2 (ℎ−𝑧)2
𝑎2 +(ℎ−𝑧)2
1 2(ℎ − 𝑧)2 2
𝜙(𝑧) = 𝜇0 𝑚 [− 3 + 1]
4
𝑢2 𝑢2 (ℎ−𝑧)2
𝑎2 +(ℎ−𝑧)2
1 2𝑢 − 2(ℎ − 𝑧)2
𝜙(𝑧) = 𝜇0 𝑚 [ 3 ]
4
𝑢2 (ℎ−𝑧)2
𝑑𝜙 𝑑 𝜇0 𝑚𝑎2
𝜀 = −𝑣 = −𝑣 ( 3)
𝑑𝑧 𝑑𝑧
2(𝑎2 + (ℎ − 2
𝑧) )2
𝑣𝜇0 𝑚𝑎2 3 2(ℎ − 𝑧)(−1)
𝜀=− (− ) 5
2 2
(𝑎2 + (ℎ − 𝑧)2 )2
3𝜇0 𝑚𝑎2 𝑣(ℎ − 𝑧)
𝜀=− 5
2(𝑎2 + (ℎ − 𝑧)2 )2
Tanda negatif hanya berhubungan dengan arah aliran arus saja, sehingga kita ambil
besarnya saja
3𝜇0 𝑚𝑎2 𝑣(ℎ − 𝑧)
𝜀= 5
2(𝑎2 + (ℎ − 𝑧)2 )2
e. Besar gaya yang dirasakan magnet akibat cincin adalah sama dengan gaya yang
dirasakan cincin akibat magnet (aksi-reaksi)
𝐹 = 𝑖(2𝜋𝑎)𝐵𝑟
Dengan
𝜇0 𝑚 3(ℎ − 𝑧)𝑟
⃗⃗𝑟 =
𝐵 3 (𝑟 2 + (ℎ − 𝑧)2
) 𝑟̂
4𝜋(𝑟 2 + (ℎ − 2
𝑧) )2
Sehingga
3(ℎ − 𝑧)𝜇0 𝑚𝑎2 𝑖
𝐹= 5
2(𝑎2 + (ℎ − 𝑧)2 )2
Arah gaya ini pada kawat cincin adalah ke bawah sedangkan pada dipol ke atas dan
menjadi gaya hambat baginya.
f. Seperti petunjuk pada soal, kita bisa mengambil elemen kecil dari solenoida yang
berbentuk cincin dengan ketinggian 𝑑ℎ dan tebal 𝑤. Hambatan dari elemen cincin ini
adalah
2𝜋𝑎
𝑅=𝜌
𝑤𝑑ℎ
Arus yang mengalir pada elemen cincin ini adalah
𝜀 3𝜇0 𝑚𝑎2 𝑣(ℎ − 𝑧) 𝑤𝑑ℎ
𝑖= = 5 2𝜌𝜋𝑎
𝑅
2(𝑎2 + (ℎ − 𝑧)2 )2
Agar bisa kita integrasi, kita perlu menggunakan teknik subtitusi lagi, misalkan 𝑢 =
(ℎ − 𝑧)/𝑎 maka 𝑑𝑢 = 𝑑ℎ/𝑎 maka akan kita dapatkan
ℎ−𝑧 2
9𝜇0 2 𝑚2 𝑎3 𝑤𝑣 +∞ ( 𝑎 ) 𝑑ℎ
𝐹= ∫ 5 𝑎
8𝜌𝜋 −∞ ℎ−𝑧 2
7
𝑎 (1 + ( 𝑎 ) )
9𝜇0 2 𝑚2 𝑤𝑣 +∞ 𝑢2
𝐹= ∫ 𝑑𝑢
8𝜌𝜋𝑎4 2 5
−∞ (1 + 𝑢 )
∑ 𝐹 = 𝑚𝑎
𝐹−𝑊 = 0
45𝜇02 𝑚2 𝑤𝑣t 1024𝑊𝜋 2 𝜌𝑎4
− 𝑊 = 0 ⟹ 𝑣t =
1024𝜋 2 𝜌𝑎4 45𝜇02 𝑚2 𝑤
Sumber soal : Tes pekan ketiga pada Pembinaan Tahap I untuk IphO 2019
Radiasi yang datang dari matahari dan sampai ke bumi, tidak seluruhnya diterima oleh
permukaan bumi. Sekitar 30% (oleh permukaan, atmosfer, dan awan) dipantulkan
kembali ke luar angkasa dan sisanya sebesar 70% (atmosfer dan permukaan) di asumsikan
seluruhnya diserap oleh permukaan bumi.
Soal berikut tidak lagi menggunakan hasil di atas. Suhu atmosfer 𝑇, tekanan atmosfer 𝑃,
dan kerapatan udara 𝜌 bergantung pada ketinggian 𝑧 dari permukaan bumi. Secara
𝜌(𝑧) = 𝜌0 + 𝜌1 𝑧 + 𝜌2 𝑧 2
Diasumsikan bahwa atmosfer bersifat gas ideal serta bersifat adiabatik dengan konstanta
𝛾 = 1,23. Asumsikan percepatan gravitasi bumi di ketinggian yang tidak terlalu tinggi
bernilai konstan sebesar 𝑔 = 9,81 ms −2 . Tekanan udara di permukaan bumi adalah
1 atm = 1,013 × 105 Pa.
k. Tentukan ketinggian 𝑧 ketika kerapatan udara sama dengan setengah kerapatan udara
di permukaan bumi!
l. Tentukan pula perbandingan antara tekanan udara pada ketinggian tersebut dengan
tekanan udara di permukaan bumi!
m. Jika diketahui suhu udara pada ketinggian 10 km adalah 225 K, tentukan suhu udara
di permukaan bumi!
Solusi :
a. Daya radiasi per satuan luas sama saja dengan intensitas radiasi. Intensitas radiasi di
permukaan matahari adalah
𝑃
𝐼S = = 𝑒𝜎𝑇S 4
𝐴
Matahari dapat dianggap sebagai benda hitam sempurna (𝑒 = 1) sehingga
𝐼S = 𝜎𝑇S 4
Daya radiasi yang dipancarkan oleh matahari nilainya konstan. Maksudnya adalah
energi yang mengalir ke luar matahari setiap satuan waktu besarnya konstan. Dari
hubungan daya dan intensitas, dan mengingat bahwa bentuk bumi serta matahari
adalah bola, kita dapatkan bahwa
𝑃 = 𝐴𝐼 = 4𝜋𝑅 2 𝐼 ⟹ 𝐼𝑅 2 = konstan
Sekarang kita menghitung daya radiasi matahari tepat di permukaan bumi. Suku 𝑅
pada persamaan di atas adalah jarak titik yang ditinjau dari pusat matahari. Misal jarak
matahari-bumi adalah 𝑠, maka akan kita peroleh intensitas radiasi matahari di
permukaan bumi yaitu
2 2
𝑅S 2
𝐼S 𝑅S = 𝐼E 𝑠 ⟹ 𝐼E = ( ) 𝐼S
𝑠
Perhatikan gambar di bawah!
𝑅S
𝜃
𝑠
Untuk sudut 𝜃 yang kecil, kita bisa lakukan pendekatan berikut yaitu
tan 𝜃 ≈ sin 𝜃 ≈ 𝜃
𝑅S
=𝜃
𝑠
Sehingga
𝐼E = 𝜃 2 𝐼S
Subtitusi intensitas radiasi di permukaan matahari, akan kita peroleh
𝐼E = 𝜃 2 𝜎𝑇S 4
Subtitusi nilai numerik akan kita peroleh
𝐼E = (0,0047)2 (5,67 × 10−8 Wm−2 K −4 )(5780 K)4
𝐼E = 1397,945 Wm−2 ≈ 1398 Wm−2
b. Intensitas yang diterima permukaan bumi adalah 70% dari total intensitas di atas.
Intensitas yang diterima bumi ini akan memanaskan bumi. Bumi di sini juga dapat
dimodelkan sebagai benda hitam sempurna, sehingga kita mendapatkan suhu rata-
rata di permukaan bumi
70%𝐼E = 𝜎𝑇B 4
4 7𝐼E
𝑇B = √
10𝜎
47 × 1398 Wm−2
𝑇B = √
10 × 5,67 × 10−8 Wm−2
𝑇B = 362,45 K ≈ 362 K
𝜌1 2𝜌2 𝜌0
𝑧c = − (1 − √1 − )
2𝜌2 𝜌1 2
𝑧c = 6543,99 m ≈ 6544 m
e. Dari persamaan gas ideal kita dapatkan
𝑃𝑉 = 𝑛𝑅𝑇
𝑚
𝑃𝑉 = 𝑅𝑇
𝑀
𝑚 𝑅𝑇 𝑅𝑇
𝑃= ⟹𝑃=𝜌
𝑉 𝑀 𝑀