ALI UMAR
Dalam ajaran agama Islam yang diajarkan oleh Rasullullah Tuhan adalah
Allah SWT yang menciptakan langit dan bumi (Qs. Al-A’raf 7:54) dan pedoman
hidup umat muslim adalah Al-Qur’an, Hadist dan Ijtma (keputusan para Ulama)
yang mengajarkan dan menjelaskan tentang tauhid, aqidah, akhlak dan syariat.
Nusantara adalah negeri yang kaya tradisi. Tahlilan salah satunya. Tradisi
itu sudah mengakar kuat sejak nenek moyang bangsa menganut kepercayaan
animisme. Tiada yang dapat menggantikannya. Termasuk pengaruh Hindu-
Buddha. Ulama Islam pun mengadopsinya sebagai ritus keagamaan. Ajian
menghormati orang meninggal lalu lestari. Bahkan menyatu dengan kebudayaan
Islam. Termasuk dalam daur hidup orang Betawi. Karenanya, tahlilan menjelma
sebagai perekat tali persaudaraan orang Betawi.
Ketika agama Hindu dan Buddha masuk di Indonesia, kedua agama ini
tidak mampu merubah tradisi animisme tersebut. Bahkan, tradisi tersebut
berlangsung terus sampai agama Islam masuk ke Indonesia yang dibawa oleh para
ulama, yang dikenal dengan Wali Songo. Setelah orang-orang tersebut masuk
Islam, mereka juga tetap melakukan ritual tersebut. Sebagai langkah awal, para
ulama terdahulu tidak memberantasnya, Tetapi mengalihkan dari upacara yang
bersifat Hindu dan Buddha itu menjadi upacara yang bernafaskan Islam, sehingga
tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Sesaji diganti dengan nasi
dan lauk-pauk untuk sedekah. Mantra-mantra diganti dengan zikir, doa dan
bacaan-bacaan Al Quran. Upacara seperti ini kemudian dinamakan tahlilan yang
sekarang telah menjadi tradisi dan budaya pada sebagian besar masyarakat di
Indonesia.
Kata tahlil sendiri diambil dari bahasa Arab yang mengandung arti
ekspresi kesenangan atau ekspresi keriangan. Tahlilan pun dilakukan mulai dari
malam pertama hari kematian, hingga malam ke-7 pasca kematian.
Hiburan adalah bentuk dari kebutuhan manusia. Hal itu sesuai dengan
ungkapan klasik bahwa manusia itu 'homo festivus', yakni makhluk yang senang
festival atau hiburan. Orang Betawi misalnya. Mereka mengenal empat ritus hidup
yang senantiasa dilaksanakan penuh suka cita: kelahiran, sunatan, pernikahan,
dan kematian.
Ritus kematian misalnya. Sedari dulu, orang betawi dikenal paling terbuka
dan toleran dengan tradisi leluhur bangsa. Segala bentuk tradisi lokal dapat
diterima dengan luwes oleh mereka. Selama memiliki nilai-nilai penting terkait
Islam, katanya. Penerimaan tradisi tahlilan jadi buktinya.
Tahlilan jadi bagian yang tak boleh dilupakan oleh orang Betawi.
Peristiwa itu selalu dilakukan dengan suka cita. Bahkan, Budayawan Betawi
menyebutkan tradisi tahlilan tak jarang digunakan sebagai momentum untuk
mengikat tali silahturahmi. Mereka yang sebelumnya jarang berjumpa, maka
diacara tahlilan dapat dapat jadi ajang pertemuan kembali.
Dalam konteks Indonesia, orang Betawi dikenal sebagai etnis yang paling
terbuka dan toleran. Salah satu bentuknya adalah keterbukaan dalam menerima
tradisi milik nenek moyang sepeti tradisi tahlilan. Tradisi itu ditempatkan dalam
posisi penting. Suatu posisi yang menjadikan tradisi tahlilan sebagai ruang
terbuka yang mampu menampung semua kalangan –apapun profesinya-- hadir
dalam satu tempat, satu waktu. mereka lama tak berjumpa jadi bisa bertemu.
Alasan lainnya, tradisi tahlil makin mengikat bagi orang Betawi karena
tahlil dapat menjembatani banyak hal. Tahlil tak melulu berbicara terkait ketaatan
dalam menjalankan perintah agama. Ada hal lainnya. Tradisi tahlilan dapat
menelurkan semangat gotong royong, silaturahmi, dan semangat kebersamaan
antar satu dan lainnya.
Sebelum tradisi tahlilan dilanggengkan, biasanya pihak keluarga yang
ditinggalkan membuat berita kematian lewat masjid terdekat. Para tetangga dan
keluarga dekat langsung berdatangan ke rumah duka. Mereka membantu banyak
hal. Dari mengurus jenazah seperti memandikan, mengafani, sampai
menguburkan.
Dalam acara nujuh hari juga dikenal istilah tukang pangkeng alias tukang
bungkus makanan. Dengan demikian, setiap tamu yang datang akan diberikan
besek oleh tuan rumah. Bisa berupa kue-kue basah atau kue-kue kering, tapi bisa
juga nasi beserta lauk-pauknya. Di sinilah tukang masak berperan penting karena
menu yang disajikan agak banyak dan mewah pada hari ketujuh, yang dianggap
sebagai akhir etape pertama. Biasanya menu khas acara selametan di Betawi
adalah semur daging, bihun atau mi goreng, tumis buncis bakso, telur rebus pedas,
acar, kerupuk, dan buah. Pada hari ketujuh, keluarga besar saya menyiapkan 150
bungkus berkat, belum termasuk prasmanan untuk tamu dan saudara-saudara yang
turun tangan membantu.
Acara malam nujuh hari juga dilakukan agak berbeda dari biasanya. Pada
malam itu, selain tahlil dan doa seperti biasanya, diadakan ceramah agama.
Ceramah dilakukan oleh seorang kiai yang mumpuni dan temanya tidak jauh dari
kematian.
Setelah nujuh hari, keluarga bisa istirahat sebentar meski tenda belum
diturunkan. Setelahnya akan ada tahlil untuk 2 x 7 alias 14 hari, 40 hari, 100 hari,
1000 hari dan haul atau peringatan kematian setiap tahun. Apakah dianggap
memberatkan? Sebenarnya tahlil ini tidak wajib dan sesuai kesanggupan masing-
masing. Tujuannya bukan untuk pamer atau berlebihan, tetapi menghibur keluarga
yang ditinggalkan agar tidak terlalu bersedih.
Namun yang penting diingat dalam keseluruhan rangkaian acara ini adalah
seluruh acara dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam. Ini menegaskan pameo
bahwa Islam dengan Betawi sangat lengket seperti dua sisi mata uang.