Anda di halaman 1dari 22

BAB I

DEFINISI
A. LATAR BELAKANG
Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar mengakui bahwa setiap
pasien bersifat unik dengan kebutuhan, keunggulan, budaya dan kepercayaan
masing-masing. Rumah Sakit membangun kepercayaan dan komunikasi terbuka
dengan pasien untuk memahami dan melindungi nilai budaya,prikososial serta
nilai spiritual pasien. Hasil pelayanan pasien akan meningkatbertambah baik bila
pasien dan keluarga/mereka yang berhak mengambil keputusan diikutsertakan
dalam keputusan pelayanan dan proses dengan cara yang sesuai dengan budaya.
Untuk meningkatkan pemenuhan hak pasien di Rumah Sakit, harus dimulai
dengan mendefinisikan hak tersebut, kemudian mendidik pasien dan staf tentang
hak tersebut.Pasien diberitahu hak mereka dan bagaimana harus bersikap. Staf
Rumah Sakit wajib untuk mengerti dan menghormati kepercayaan, nilai-nilai
pasien dan memberikan pelayanan dengan penuh perhatian dan hormat sehingga
menjaga martabat pasien

B. PENGERTIAN
a. Hak :
Kekuasaaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau suatu badanhukum
untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
b. Kewajiban :
Sesuatu yang harus diperbuat atau yang harus dilakukan oleh seseorang
atausuatu badan hukum.
c. Pasien :
Penerima jasa pelayanan kesehatan di RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle
Takalar, baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
d. Rumah Sakit :
Suatu institusi atau tempat yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.
e. DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pelayanan) adalah seorang dokter, sesuai
dengan kewenangan klinisnya terkait penyakit pasien, memberikan asuhan
medis lengkap (paket) kepada satu pasien dengan satu patologi / penyakit, dari
awal sampai dengan akhir perawatan di rumah sakit, baik pada pelayanan
rawat jalan dan rawat inap. Asuhan medis lengkap artinya melakukan asesmen
medis sampai dengan implementasi rencana serta tindak lanjutnya sesuai
kebutuhan pasien.
f. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah seseorang yang berkompeten dalam
memberikan asuhan berbagai bidang terkait kepada pasien meliputi perawat,
tenaga gizi, laboran, dan tenaga farmasi.
g. DNR ( Do Not Resusitation) sudah dikenal secara luas oleh dokter,perawat dan
tenaga kesehatan lainnya. Bahwa DNR adalah sah secara medis dan etik
dengan ketentuan tertentu. Dimana dokter berkewajiban menjelaskan kepada
keluarga atau pasien sebelum dapat memutuskan DNR.

1
Permohonan tindakan DNR sudah sangat sering kita jumpai,hanya saja masih
secara tersirat disampaikan kepada keluarga pasien khususnya di Indonesia.
h. Kondisi terminal adalah: Suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi
individu. Pasien Terminal adalah pasien-pasien yang dirawat, yang sudah jelas
bahwa mereka akan meninggal atau keadaan mereka makin lama makin
memburuk.
i. Persetujuan Umum (General Consent) adalah persetujuan yang
diberikanolehpasienataukeluargaterdekatsetelahmendapatpenjelasansecaralen
gkapmengenaipelayanankesehatan yang
akandilakukanterhadappasienterkaitdengan proses pemeriksaan,
perawatandanpengobatan.
j. Persetujuan tindakan khusus kedokteran (Informed Consent) adalah
persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga pasien yang
berkompeten untuk menyetujui/menolak tindakan kedokteran yang akan
dilakukan kepada pasien dengan terlebih dahulu diberikan penjelasan
mengenai tindakan kedokteran tersebut.

2
BAB II
RUANG LINGKUP

A. HAK PASIEN
Hak pasien menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit pada Pasal 32 adalah :
1) Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit.
2) Pasien berhak memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
3) Pasien berhak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa
diskriminasi
4) Pasien berhak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
5) Pasien berhak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian dan materi.
6) Pasien berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
7) Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah sakit.
8) Pasien berhak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritannya kepada
dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktek (SIP) baik di dalam maupun di
luar di Rumah Sakit.
9) Pasien berhak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
10) Pasien memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
dilakukan oleh tenaga ksehatan terhadap penyakit yang dideritanya.
11) Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatiftindakan ,resiko dan
komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap tindakan yang
dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan.
12) Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
13) Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
14) Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan rumah sakit
15) Pasien berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perilaku Rumah sakit
terhadap dirinya.
16) Pasien berhak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
17) Pasien berhak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah
sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuaidengan standar baik
secara perdata maupun pidana.
18) Pasien berhak mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang – undangan.

3
B. KEWAJIBAN PASIEN
Kewajiban pasien menurut pasal 26 Permenkes RI No.4 Tahun 2018 sebagai
berikut:
1. Mematuhi peraturan yang berlaku di Rumah Sakit
2. Menggunakan fasilitas Rumah Sakit secara bertanggung jawab
3. Menghormati hak pasien lain, pengunjung, dan tenaga kesehatan, serta
petugas lainnya yang bekerja di Rumah Sakit
4. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai kemampuan dan
pengetahuannya tentang masalah kesehatan.
5. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan jaminan kesehatan
yang dimilikinya.
6. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga Kesehatan di
Rumah Sakit dan disetujui oleh pasien yang bersangkutan setelah
mendapatkan penjelasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
7. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk menolak
rencana terapi yang direkomendasikan oleh tenaga kesehatan untuk
penyembuhan penyakit atau masalah kesehatannya
8. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

4
BAB III
TATALAKSANA

A. PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN


Informasi hak dan kewajiban pasien diberikan pada saat pasien/keluarga
pasien melakukan pendaftaran, baik di rawat jalan maupun rawat inap, Petugas
admisi maupun customer service memberi penjelasankepada pasien dengan
bahasa yang mudah dimengerti mengenai 18 butir hak pasien berdasarkan
Undang-Undang Nomor 44 tentang Rumah Sakit selama pasien dirawat di RSUD
H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar. Pasien diberi pemahaman bahwa
pasien sesungguhnya adalah penentukeputusan tindakan medis bagi dirinya
sendiri. Seperti yang tertera pada Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, dimana Undang-Undang ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan medis, dan memberikan kepastian hukum bagi pasien maupun dokter.
Selain pemberian informasi secara lisan, pasien dan keluarga mendapatkan
informasi melalui leaflet dan spanduk hak dan kewajiban pasien yang disediakan
oleh Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle.

B. PELAYANAN ROHANI
Tatalaksana pelayanan rohani di Rumah Sakit Haji Padjonga Daeng Ngalle
Kabupaten Takalar adalah sebagai berikut:
1. Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle menyediakan pelayanan rohani untuk
setiap agama melalui kejasama dengan pihak Kementrian Agama.
2. Admisi dan perawat mengidentifikasi agama, keyakinan, dan nilai-nilai pribadi
pasien.
3. Admisi memberikan informasi kepada pasien atau keluarga tentang pelayanan
kerohanian yang bersifat rutin maupun pelayanan rohani berdasarkan
permintaan yang ada di RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar, jika dari
pihak keluarga meminta pelayanan kerohanian yang bersumber dari rujukan
keluarga, pihak Rumah Sakit memberikan izin dengan mempertimbangkan tata
tertib pelayanan kerohanian dan pendapat tenaga kerohanian RSUD H.
Padjonga Daeng Ngalle.
4. Pasien atau keluarga meminta pelayanan kerohanian kepada perawat ditempat
pasien dirawat.
5. Pasien atau keluarga mengisi form permintaan pelayanan kerohaniaan yang
telah disediakan.
6. Perawat menghubungi petugas kerohanian yang ada di tim kerohanian Rumah
Sakit atau petugas kerohanian yang direkomendasikan oleh pasien atau
keluarga.
7. Perawat menjelaskan kepada petugas rohaniawan tentang tata tertib yang
berlaku.
8. Perawat mengantarkan petugas kerohanian ketempat pasien yang memerlukan
pelayanan.
9. Setelah selesai, petugas rohaniawan mengisi formBukti Pelayanan Kerohanian

5
Adapun tata tertib pelaksanaan pelayanan rohani adalah:
1. Tidak mengganggu kenyamanan pasien lainnya.
2. Tidak memaksakan keyakinan atau agama kepada pasien.
3. Tidak bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan.
4. Pelayanan kerohanian harus melalui pihak Rumah Sakit.

C. KEWAJIBAN SIMPAN RAHASIA PASIEN DAN MENGHORMATI KEBUTUHAN


PRIVASI PASIEN
Seluruh staf Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle memiliki kewajiban
menyimpan rahasia pasien dan menghormati kebutuhan privasi pasien. Proses
identifikasi dilakukan sejak pasien melakukan pendaftaran dan pengisian general
consent di admisi Rumah Sakit dan selama dalam perawatan di Rumah Sakit.
Selama dalam perawatan di RS H. Padjonga Daeng Ngalle, pasien berhak meminta
privasi melalui form permintaan privasi di perawatan tempatnya dirawat.
Adapun pelaksanaan menjaga privasi pasien selama di Rumah Sakit adalah
sebagai berikut:
1. Pasien di Ruang Poliklinik Rawat Jalan
a. Hanya petugas poliklinik yang berada dalam ruangan poliklinik.
b. Dokter dan perawat melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis setelah
meminta izin kepada pasien.
c. Peliputan yang dilakukan oleh media masa ataupun secara pribadi baik
berupa wawancaramaupun pengambilan gambar harus mendapat ijin dari
sub bagian humas,dokter yang memeriksa pasien, pasien/keluarga pasien
2. Pasien di Ruang Perawatan
a. Untuk kamar yang memuat lebih dari satu orang agar menempatkanpasien
dalam satu kamar, tidak bercampur antara pasien laki-laki danperempuan
dan terpasang gorden/sampiran.
b. Apabila keadaan point no. 1 tidak memungkinkan pasien pasienpastikan
terpasang gorden/sampiran pada setiap tempat tidur pasien
c. Memastikan satu orang perawat (PP) dan satu orang dokter (DPJP)yang
bertanggung jawab pada pasien
d. Peliputan yang dilakukan oleh media masa ataupun secara pribadi baik
berupa wawancaramaupun pengambilan gambar harus mendapat ijin dari
sub bagian humas,dokter yang merawat pasien, pasien/keluarga pasien
e. Melakukan wawancara terkait kesehatan, survey akreditasi, penelitianharus
seizin pasien
3. Pasien di Ruang Pemeriksaan
a. Menempatkan pasien dalam ruang pemeriksaan
b. Menutup gorden pada saat melakukan pemeriksaan pasien
c. Memasangkan selimut pada saat melakukan pemeriksaan pasien
d. Memberitahukan kepada keluarga/pasien pada saat akan
dilakukanpemeriksaan dan memberikan ijin kepada keluarga pasien
untuk melihatjalannya pemeriksaan seijin dari pasien
e. Menutup pintu kamar pada saat dilakukan pemeriksaan

6
4. Saat Melakukan Tindakan
a. Menempatkan pasien dalam ruang pemeriksaan
b. Menutup gorden pada saat melakukan pemeriksaan pasien
c. Memasangkan selimut pada saat melakukan pemeriksaan pasien
d. Memberitahukan kepada keluarga/pasien pada saat akan
dilakukanpemeriksaan dan memberikan izin kepada keluarga pasien
untuk melihatjalannya pemeriksaan seizin dari pasien
e. Menutup pintu kamar pada saat dilakukan pemeriksaan
5. Saat Pasien BAB/BAK
a. Memberitahukan kepada pasien/keluarga, agar menunggu diluar
b. Menutup gorden
c. Membuka pakaian bawah pasien
d. Menutupi pasien dengan selimut mandi
6. Saat Melakukan Transportasi
a. Menutupi tubuh pasien dengan selimut
b. Memastikan bahwa seluruh bagian tubuh pasien telah tertutupi
olehselimut kecuali muka pasien
c. Menaikkan pengamanan pada brankar/bed
7. Saat Pasien Di Kamar Operasi
a. Membuka bagian atau area yang dilakukan operasi
b. Tidak membicarakan privasi pasien walaupun pasien sudah
diberikananastesi
c. Jangan tertawa/menertawakan keadaan pasien walaupun pasiendalam
kondisi terbius
d. Menutup kembali semua tubuh pasien pada selesai operasi
8. Rekam Medis Pasien
a. Memastikan penempatan rekam medis pasien ditempat yang
aman(terlindung dari resiko rusak, diubah-ubah juga tidak dapat diakses
ataudipergunakan oleh pihak yang berwenang).
b. Rekam medis hanya boleh dibawa oleh petugas RM yang telah
disumpah untuk menjaga kerahasiaan data pasien RSUD H. Padjonga
Daeng Ngalle
c. Tidak dibenarkan rekam medis dibaca oleh semua orang kecualidokter,
perawat yang merawat pasien tersebut atau tenaga kesehatan
yangberkepentingan dengan kesembuhan pasien
d. Semua rekam medis setelah pasien pulang disimpan oleh petugas
e. Rekam medis akan dimusnahkan sesuai dengan aturan yang berlaku
9. Saat Pasien Diakhir Kehidupan
a. Keluarga pasien diinformasikan tentang kondisi pasien
b. Bila pasien dirawat di bangsal maka pasien dipindahkan ke
tempatkhusus atau menutup gorden sehingga terpisah dari pandangan
pasien lain
c. Mengurangi kegiatan di kamar tersebut atau mengurangi kebisingan
d. Bila keluarga pasien membutuhkan pendampingan rohaniawan

7
10. Identitas Pasien
a. Menjaga identitas/informasi tentang keadaan kesehatan pasien
agartidak dapat dilihat/dibaca oleh khalayak umum
b. Identitas pasien tidak dicantumkan di nurse stasion, di depan kamar
pasien
11. Saat Memandikan Pasien
a. Memberitahukan kepada pasien/keluarga, pasien akan dimandikan
b. Menutup gordeng dan menyarankan keluarga pasien untuk menunggudi
luar
c. Membuka bagian tubuh yang hanya akan dibersihkan saja
secarabertahap

D. MENYIMPAN DAN MENJAGA BARANG MILIK PASIEN YANG TIDAK


KOMPETEN UNTUK MENJAGA HARTA MILIKNYA
1. Pada Saat Penitipan Barang.
Pasien yang tidak berkompeten untuk menjaga barang miliknya diidentifikasi
oleh petugas Satpam RS H. Padjonga Daeng Ngalle. Selanjutnya, petugas
Satpam disaksikan oleh perawat mengamankan dan melakukan pencatatan di
formulir penitipan barang dan kemudian menyimpan barang dalam loker yang
terdapat di UGD RS H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar.
2. Pada Saat Penyimpanan Barang.
Pada saat penyimpanan barang berharga milik pasien petugas administrasi
rumah sakit wajib menjaga dan melindungi barang yang dititip oleh pasien agar
tidak rusak dan aman dari pencurian /kehilangan.
3. Pada Saat Pengembalian Barang.
Pada saat pengembalian barang berharga milik pasien yang dititip,petugas
harus memastikan orang yang memegang format penitipan barang ini adalah
yang mewakili pasien dengan mencocokkan identitas (KTP dan KK)yang
bersangkutan dengan identitas pasien yang tidak kompeten untuk menjaga
barang miliknya.Jika sesuai, maka barang dikembalikan sesuai dengan yang
tercatat lalu dibuat berita acara serah terima di buku penitipan barang
pasien.Pihak yang menerima barang dan yang menyerahkan barang sama-
sama membubuhkan tandatangan di berita acara serah terima barang.

E. IDENTIFIKASI POPULASI PASIEN YANG RENTAN TERHADAP RISIKO


KEKERASAN
Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle melindungi pasien dan keluarga dari
risiko kekerasan fisik dengan menjalankan proses penjagaan pengamanan Rumah
Sakit oleh Tim Pengamanan Rumah Sakit dan monitoring melalui CCTV pada
lokasi-lokasi yang rawan terjadi risiko kekerasan. Bentuk pengamanan yang
dilakukan adalah:
1. Tim Satpam dan seluruh staf berkewajiban menjaga stabilitas dan
keamanan Rumah Sakit.
2. Tim satuan pengamanan (satpam) ditempatkan pada beberapa titik
penjagaan di rumah sakit selama 24 jam.

8
3. Pada saat jam besuk pasien, tim satpam mengidentifikasi pengunjung
dengan menyimpan identitas pasien dan melakukan patroli ke seluruh area
Rumah Sakit secara berkala.
4. CCTV dipasang pada setiap area yang dianggap rentan terjadi tindak
kekerasan.
5. Monitor CCTV terpasang di ruang tim Satuan Pengamanan Rumah Sakit.

Tata laksana perlindungan terhadap penderita disabilitas:


1. Petugas penerima pasien melakukan proses penerimaan pasiendisabilitas
baik rawat jalan maupun rawat inap dan wajib membantuserta menolong
sesuai dengan disabilitas yang disandang sampai prosesselesai dilakukan.
2. Bila diperlukan, perawat meminta pihak keluarga untuk menjagapasien
atau pihak lain yang ditunjuk sesuai disabilitas yang disandang.
3. Memasang bel pasien, memastikan bel pasien dijangkau oleh pasien dan
memastikanpasien dapat menggunakan bel tersebut.
4. Perawat memasang dan memastikan pengaman tempat tidurpasien.
Tata laksana perlindungan terhadap bayi/anak-anak:
1. Ruang perinatologi harus dijaga minimal satu orang perawat ataubidan,
ruangan tidak boleh ditinggalkan tanpa ada perawat atau bidanyang
menjaga.
2. Perawat meminta surat pernyataan secara tertulis kepada orang tuaapabila
akan dilakukan tindakan yang memerlukan pemaksaan.
3. Perawat memasang pengamanan tempat tidur pasien.
4. Pemasangan CCTV diruang perinatologi untuk memantau setiaporang
yang keluar masuk dari ruang tersebut.
5. Perawat memberikan bayi dari ruang perinatologi hanya kepada
ibukandung bayi bukan kepada keluarga yang lain.
Tata laksana perlindungan terhadap pasien yang berisiko
disakiti(risikopenyiksaan, narapidana, korban dan tersangka tindak pidana, korban
kekerasandalam rumah tangga):
1. Satuan pengamanan ditempatkan secara khusus pada lokasi sekitar
pasien yang rentan mendapatkan kekerasan.
2. Pengunjung maupun penjaga pasien wajib lapor dan mencatatidentitas di
kantor perawat, berikut dengan penjaga pasien lain yang satukamar
perawatan dengan pasien berisiko.
3. Perawat berkoordinasi dengan satuan pengamanan untuk memantaulokasi
perawatan pasien, penjaga maupun pengunjung pasien.
4. Koordinasi dengan pihak berwajib bila diperlukan.
Daftar kelompok pasien berisiko adalah sebagai berikut :
1. Pasien dengandisabilitas fisik dan gangguan mental.
2. Pasien usia lanjut
3. Pasien bayi dan anak-anak
4. Korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
5. Pasien napi, korban dan tersangka tindak pidana.

9
F. PERMOHONAN SECOND OPINION
Rumah Sakit H. Padjonga Daeng Ngalle menghormati dan mendukung
permintaansecond opinion dari pasiendengan tatacara sebagai berikut:
1. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) memberikan penjelasan kepada
pasien secara komprehensif mengenai kondisi pasien dan rencana tindak
lanjutnya.
2. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya dan memberi
tanggapannya.
3. Jika dalam proses edukasi oleh DPJP belum memberikan rasa puas terhadap
pasien, dorong pasien untuk meminta Second opinion dari dokter dengan
kompetensi yang sama dengan DPJP.
4. Pasien yang meminta second opinion mengisi formulir permintaan second
opinion di perawatan/poli tempat pasien dirawat.
5. Perawat mewadahi permintaan second opinion dengan menghubungi Dokter
pemberi second opiniondari dalam maupun dari luar Rumah Sakit agar dapat
mengunjungi pasien.
6. Dokter pemberi second opinionmemberikan edukasi kepada pasien dan
menuliskannya kedalam lembar edukasi terintegrasi.
7. DPJP memberikan tatalaksana sesuai permintaan pasien yang telah
mendapatkan second opinion.

G. PEMBERIAN INFORMASI KONDISI MEDIS KEPADA PASIEN


Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) serta Profesional Pemberi Asuhan
(PPA) di RS H. Padjonga Daeng Ngalle memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien dan keluarga secara sistematis melingkupi:
1. Diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasar diagnosis.
2. Kondisi Pasien
3. Tindakan yang diusulkan
4. Tata cara dan tujuan tindakan
5. Manfaat dan risiko tindakan
6. Nama orang mengerjakan tindakan
7. Kemungkinan alternatif dari tindakan
8. Prognosis dari tindakan
9. Kemungkinan hasil yang tidak terduga
10. Kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan

Adapun langkah-langkah memberikan edukasi keapada pasien adalah sebagai


berikut:
1. Pastikan petugas yang memberikan edukasi memiliki kewenangan secara
klinis untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
2. DPJP dan PPA memperkenalkan diri kepada pasien pada pertemuan
pertama dengan ramah.
3. DPJP/PPA melakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang untuk menegakkan diagnosis
4. DPJP mememberikan informasi kepada pasien mengenai poin 1-10 rincian
diatas dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti

10
5. DPJP mendorong pasien dan keluarga untuk memberikan tanggapan atas
informasi yang disampaikan tersebut hingga jelas.
6. Jika pemberian informasi dan edukasi telah disampaikan, DPJP dan
pasien/keluarga menulis dan menandatangani lembar edukasi terintegrasi.
7. Jika pasien menolak untuk melanjutkan pengobatan, perawat ruangan
menyiapkan form penolakan pengobatan kepada pasien untuk
ditandatangani oleh pasien dan DPJP setelah dilakukan pemberian edukasi
mengenai konsekuensi dari keputusan tersebut dan alternatif pelayanan dan
pengobatan terhadap pasien yang kemudian dicatat dalam lembar edukasi
terintegrasi.
8. Jika pasien ingin pulang atas permintaan sendiri, perawat menyiapkan form
APS untuk diisi dan ditandatangani oleh pasien.
9. DPJP/PPA menghormati segala keputusan pasien menyangkut diri pasien
sendiri.

H. MENOLAK, MENUNDA, MELEPAS BANTUAN HIDUP DASAR


1. Pertimbangan status DNR
DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu :
a. Sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih sadar. Misalnya
pasien dengan kanker stadium 4 parah, dan dianggap tidak perlu adanya
resusitasi.
b. Pasien yang pada penyakit kronis dengan terminal.
c. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di cap euthanasia
(dibiarkan mati ataupun suntik mati karena kehidupan yang sudah tidak
terjamin).
d. Kaku mayat
e. Dekapitasi yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari
tubuhnya dengan cara memotong leher janin dapat lahir pervagina.
Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak lintang tapi
janin sudah meninggal.
f. Dekomposisi
g. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak memungkinkan untuk
hidup (pastikan pasien tidak memiliki TTV).
2. Prosedur DNR
Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan
kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja persetujuan dari
keluarga pasien. Karena apabila menurut para dokter yang merawat pasien
keadaan pasien sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan tatus DNR
diperlukan, tetapi keluarga pasien tidak menghendaki status DNR tersebut,
maka satus DNR tidak dapat diberikan karena hal itu dapat dianggap negleting
patient dan pihak keluarga dapat menuntut dokter yang merawat pasien dan
rumah sakit tempat pasien dirawat, jadi sebelum menentukan DNR, maka
keluarga pasien diberitahu tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang keluarga pasien sendiri yang meminta status DNR
walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka biasanya karena mereka
tidak ingin pasien mengalami kesakitan, mengingat bagaimanapun juga

11
keadaan pasien sudah parah, atau karena pasien sudah lanjut usia karena
apabila kita ingat dan bayangkan proses resusitasi itu sebenarnya memang
menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau renta
diberikan kompresi jantung atau bahkan diberikan DC Shock pasti sakit
sekali.Makanya terkadang keluarga pasien yang meminta DNR alias dibiarkan
meninggal dengan tenang.
Adapun langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Memberikan penjelasan kepada pasien/keluarga mengenai kondisi pasien
dan pilihan DNR.
2. Meminta informed consent dari pasien atau walinya.
3. Mengisi formulir DNR tempatkan copy atau salinan pada pasien oleh
keluarga.
4. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir DNR di
tempat-tempat yang mudah dilihat seperti pintu kamar, kulkas, tempat tidur,
head board.
5. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR dipergelangan
tangan atau kaki (jika memungkinkan).
6. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau walinya,
revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan catat dalam rekam
medis. Bila keputusan DNR dibatalkan catat tanggal terjadinya dan gelang
DNR dimusnahkan.
7. Perintah DNR mencakup hal-hal dibawah ini:
a. Diagnosis
b. Alasan DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumen bahwa status DNR telah ditetapkan dan oleh siapa
8. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien sendiri atau
dokter yang merawat atau wali yang sah dalam hal ini, catatan DNR di RM
harus pula dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) dimusnahkan.
9. Seluruh staf Rumah Sakit menghormati segala keputusan pasien
menyangkut pelayanan medis yang diinginkan.

I. PELAYANAN PADA PASIEN PADA AKHIR KEHIDUPAN


Tatalaksana kegiatan pelayanan pada tahap terminal akhir hidup di RSUD H.
Padjonga Daeng Ngalle Takalar terdiri:
1. Menghormati keputusan pasien untuk tidak melanjutkan pengobatan dengan
persetujuan pasien dan atau keluarganya
2. Melakukan asesmen dan pengelolaan yang sesuai terhadap pasien dalam
tahap terminal. Problem yang berkaitan dengan kematian antara lain:
a. Problem fisik berkaitan dengan kondisi atau penyakit terminalnya
b. Problem psychology, ketidakberdayaan, kehilangan kontrol,
ketergantungan, dan kehilangan diri dan harapan.
c. Problem sosial isolasi dan perpisahan
d. Problem spiritual
e. ketidak sesuaian antara kebutuhan dan harapan dengan perlakuan yang
didapat ( dokter, perawat, keluarga dan sebagainya )

12
3. Memberikan pelayanan dan perawatan pada pasien tahap terminal dengan
hormat
4. Melakukan intervensi untuk mengurangi rasa nyeri, secara primer atau
sekunder serta memberikan pengobatan sesuai permintaan pasien dan
keluarga
5. Menyediakan akses terapi lainnya yang secara realistis diharapkan dapat
memperbaiki kualitas hidup pasien, yang mencakup terapi alternative atau
terapi non tradisional
6. Melakukan intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya pasien
dan keluarga.
7. Melakukan asesmen status mental terhadap keluarga yang ditinggalkan serta
edukasi terhadap mekanisme penanganannya.
8. Peka dan tanggap terhadap harapan unik pasien dan keluarganya
9. Menghormati hak pasien untuk menolak pengobatan atau tindakanmedis
lainnya.
10. Mengikutsertakan keluarga dalam pemberian pelayanan

Layanan tahap akhir di rumah sakit dilakukan di instalasi gawat darurat dan di
rawat inap. Adapun proses operasional pelayanan ini atau asesmen pasien tahap
terminal dilakukan oleh perawat/bidan dengan kualifikasi lulusan D3/D4/S1
keperawatan atau kebidanan yang mempunyai surat tandaregistrasi (STR)
danbekerja di rumah sakit minimal 6 bulan, yang meliputi intervensi atau
mengurangi rasa sakit, gejala primer, dan atau sekunder, mencegah gejala dan
komplikasi sedapat mungkin intensitas dalam hal masalah psikologis, pasien dan
keluarga, masalah emosional dan kebutuhan spiritual mengenai kematian,
intervensi dalam masalah keagamaan dan aspek budaya pasien dan keluarga,
serta mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam pemberian pelayanan.

J. PENANGANAN PENGADUAN PASIEN DAN KELUARGA


Penanganan Keluhan dan Komplain Rumah Sakit melalui mekanisme:
1. Telah ada tim pemasaran & pelayanan pelanggan untuk mengelola keluhan
dan kepuasan pasien di RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Takalar
2. Pelayanan keluhan pasien dapat melalui:
a. Sms center 0823 2277 5557
b. Kotak saran
c. Kesan dan pesan
d. Complain langsung
3. Proses penanganan complain pasien:
a. Proses lisan / complain langsung & tertulis
b. Proses penanganan complain via telp/ sms
 Jika keluhan disampaikan Pasien secara langsung,  maka Terima
Pasien dengan baik, persilahkan duduk lalu tanyakan identitas,
maksud dan tujuannya;
 Jika keluhan disampaikan Pasien melalui telepon, maka Terima
telepon dari Pasien dengan baik tanyakan identitas, maksud dan

13
tujuannya terlebih dahulu dan informasikeluhan tersebut kepada
bagian terkait agar dapat segera ditangani;
 Jika keluhan disampaikan Pasien melalui secara tertulis maupun
yang masuk melalui kotak saran maupun survey kepuasan Pasien
teruskan surat tersebut ke tim pengaduan;
4. Inventarisasi permasalahannya yang dibagi kedalam beberapa klasifikasi
keluhan sebagai berikut: waktu, pelayanan, sikap petugas, hasil
pengobatan, serta mengisinya kedalam;
5. Tanda tangani formulir tersebut sebagai tanda bahwa keluhan telah
diterima dan akan diproses lebih lanjut;
6. Serahkan Formulir Pengaduan yang dilampirkan bersama-sama dengan
berkas dokumen pendukungnya kepada Tim Pengaduan agar dapat
dilakukan ditindak lanjuti;
7. Tim Pengaduan menerima Laporan dari Pelayanan Pasien /pegawai
penerima keluhan berikut dengan berkas pendukungnya serta memeriksa
dan mengindentifikasi pokok permasalahannya;
8. Mendistribusikan permasalahan tersebut kepada pihak-pihak terkait untuk
mendapatkan alternatif solusi;
9. Memberikan alternatif solusi yang dianggap tepat sesuai dengan
permasalahan yang ada kepada unit terkait;
10. Memutuskan solusi terbaik yang dapat ditempuh dan menyerahkan
kepada Direktur untuk diperiksa dan disetujui;
11. Direktur menerima dan memeriksa formulir pengaduan yang telah
dilakukan analisa permasalahan dan solusinya :
a. Jika solusi tersebut sudah cukup memadai, maka Direktur Rumah
Sakit langsung memberikan tanda tangan sebagai bukti bahwa
formulir tersebut telah diperiksa dan menyatakan sebagai keputusan
terbaik dan menyerahkan kepada unit terkait untuk diselesaikan:
b. Jika solusi tersebut belum memadai, maka Tim Pengaduan beserta
unit Terkait melakukan penyempurnaan solusi.
12. Menjalankan penyelesaian masalah sesuai dengan keputusan yang telah
diambil,
a. terbaik dan menyerahkan kepada unit terkait untuk diselesaikan:
b. Jika solusi tersebut belum memadai, maka Tim Pengaduan beserta
unit Terkait melakukan penyempurnaan solusi.
13. Menjalankan penyelesaian masalah sesuai dengan keputusan yang telah
diambil, serta   menyerahkan   jawaban     tertulis mengenai penanganan
keluhan kepada Pasien terkait:
14. Mendapatkan umpan  balik dari pasien terkait mengenai tindakan
penyelesaian masalah tersebut, sebagai alat mencegah terjadinya
masalah yang sama dan sebagai bahan masukan untuk perbaikan kinerja
unit terkait atau Rumah Sakit secara menyeluruh lebih lanjut.Pengaduan
dan masalah dinyatakan selesai apabila telah dilakukan langkah-langkah
nyata dan memadai sesuai dengan jenis masalahnya dan pelapor tidak
memberikan respon lanjutan atas penyelesaian yang telah dilakukan:

14
15. Melakukan Pencatatan Penilaian Pasien ke dalam Buku Register
Penanganan Keluhan Pasien dan pengarsipan atas Dokumen
penanganan keluhan serta umpan Balik Pasien dari Berkas terkait lainnya

Penangan Komplain di Unit Terkait meliputi:


1. Setelah menerima komplain dari pasien/keluarganya, dan staff unit
setempat tidak dapat menangani komplain yang ada, maka Manager of
Duty (MOD) akan melayani komplain yang ada segera siapkan pertemuan
untuk meresponnya.
2. Apabila komplain terjadi pada jam kerja, maka kepala ruangan bertugas
untuk menangani komplain tersebut.
3. Sebelum pertemuan, baca terlebih dahulu kronologis/status pasien
sebelum menemui pasien/keluarganya
4. Ucapkan salam terapeutik sebelum memulai pembicaraan
5. Perkenalkan diri pada pasien/keluarga
6. Ajak pasien/keluarga ke ruangan konsultasi di ruang Kepala Ruangan
Perawaran bila memungkinkan
7. Persilahkan duduk dan siapkan minum air putih untuk menenangkan
pasien
8. Posisikan pasien/keluarga berhadapan dengan petugas dengan adanya
pembatasan (meja)
9. Atur jarak petugas dengan pasien/keluarga
10. Tanyakan pada pasien masalah yang ingin disampaikan
11. Dengarkan keluhan pasien dengan seksama dan tidak memotong
pembicaraan (pasien dibiarkan mengeluarkan keluhan sampai selesai)
12. Catat semua keluhan yang pasien/keluarga sampaikan dan simpulkan inti
dari pokok masalahnya
13. Petugas mendata komplain yang diajukan oleh pasien/keluarganya dalam
lembar tanggapan keluhan pasien. Selanjutnya petugas akan memberikan
data keluhan setiap bulannya kepada humas agar diolah untuk perbaikan
mutu pelayanan RS.
14. Pecahkan masalah jika memungkinkan, bila permasalahan berhubungan
dengan kebijakan atau pasien/keluarga tidak merasa puas dengan
pemecahan masalah yang sudah diberikan, lakukan penundaan dan
sampaikan pada pasien/keluarga bahwa keluhan mereka akan
disampaikan ke level yang lebih atas dan petugas RS akan segera
menghubungi untuk pemecahan masalah lebih lanjut.
15. Petugas ruangan mengantarkan pasien/keluarganya ke Customer Service
untuk penanganan komplain lebih lanjut.

K. PERSETUJUAN UMUM (GENERAL CONSENT)


1. Petugas yang memberikan penjelasan memperkenalkan diri kepada pasienatau
keluarganya dan menyampaikan penjelasan tentang informasi yang dibutuhkan.
2. Informasi yang disampaikan oleh petugas adalah pelayanan kesehatan yang
akan diberikan kepada pasien, diunit pelayanan sesuai penyakit dan kondisi
pasien saat berkunjung yang meliputi :

15
a. Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh perawat dan dokter
b. Pemasangan alat kesehatan (kecuali yang dibutuhkan persetujuan
khusus).
c. Asuhan keperawatan.
d. Pemeriksaan laboratorium.
e. Pembiayaan/jaminan kesehatan.
3. Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah
dimengerti atau dengan cara lain agar dapat mempermudah pemahaman.
4. Pasien/keluarga diberi kesempatan untuk bertanya atau mendapat penjelasan
ulang dari petugas.
a. Pasien/keluarga mengisi dan menandatangani Formulir persetujuan umum.
b. Petugas pemberi informasi membubuhkan tandatangan.
5. Persetujuan terhadap pelayanan kesehatan harus sudah diisi dengan
ditandatangani sebelum pasien masuk unit rawat inap/rawat jalan.
6. Formulir persetujuan umum yang sudah ditandatangani dimasukkan ke dalam
berkas rekam medis pasien.

L. PERSETUJUAN TINDAKAN KHUSUS KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)


Persetujuan tindakan khusus kedokteran (informed consent) memerlukan
aturan dan tatalaksana sebagai berikut:
1. Pemberi Informasi.
Dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan tindakan untuk
memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh secara benar dan layak. Dokter
memang dapat mendelegasikan proses pemberian informasi dan penerimaan
persetujuan, namun tanggungjawab tetap berada pada dokter pemberi delegasi
untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara benar dan layak.
Jika seorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan
pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya
mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien
berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya,untuk memastikan
bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.
2. Penerima Informasi dan Pemberi Persetujuan.
Persetujuan diberikan oleh individu yang kompeten. Ditinjau dari segi usia,
Maka seseorang dianggap kompeten apabila berusia 18 tahun keatas atau telah
pernah menikah.Sedangkan anak-anak yang berusia 16 tahun atau lebih tetapi
belum berusia 18 tahun dapat membuat persetujuan tindakan kedokteran tertentu
yang tidak berisiko tinggi apabila mereka dapat menunjukkan kompetensinya
dalam membuat keputusan.
Alasan hukum yang mendasarinya adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan KUHPerdata maka seseorang yang berumur 21 tahun atau
lebih atau telah menikah dianggap sebagai orang dewasa dan oleh
karenanya dapat memberikan persetujuan.
2. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka
setiap orang yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang
yang sudah bukan anak-anak. Dengan demikian mereka dapat
diperlakukan sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh

16
karenanya dapat memberikan persetujuan.
3. Mereka yang telah berusia 16 tahun tetapi belum 18 tahun memang
masih tergolong anak menurut hukum, namun dengan menghargai hak
individu untuk berpendapat sebagaimana juga diatur dalam UU 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak, maka mereka dapat diperlakukan
seperti orang dewasa dan dapat memberikan persetujuan tindakan
kedokteran tertentu, khususnya yang tidak berisiko tinggi. Untuk itu
mereka harus dapat menunjukkan kompetensinya dalam menerima
informasi dan membuat keputusan dengan bebas. Selain itu, persetujuan
atau penolakan mereka dapat dibatalkan oleh orang tua atau wali atau
penetapan pengadilan.
3. Kompetensi Pasien dan/atau Keluarga yang menandatangani Informed
Consent atau Informed Refusal.
Seseorang dianggap kompeten untuk memberikan persetujuan apabila:
1) Mampu memahami informasi yang telah diberikan kepadanya dengan cara
yang jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan tanpa istilah yang
terlalu teknis.
2) Mampu mempercayai informasi yang telah diberikan.
3) Mampu mempertahankan pemahaman informasi tersebut untuk waktu yang
cukup lama dan mampu menganalisisnya dan menggunakannya
untukmembuat keputusan secara bebas terhadap pasien yang mempunyai
kesulitan dalam menahan informasi atau yang kompetensinya hilang timbul
(intermiten), harus diberikan semua bantuan yang pasien perlukan untuk
mencapai pilihan/keputusan yang terinformasi.
4) Dokumentasikan semua keputusan yang pasien buat saat pasien kompeten,
termasuk diskusi yang terjadi. Setelah beberapa waktu, saat pasien kompeten
lagi. Keputusan tersebut harus didiskusikan lagi dengan pasien untuk
memastikan keputusannya konsisten.
4. Persetujuan Pada Individu Yang Tidak Kompeten.
Keluarga terdekat atau pengampu pasien, dapat memberikan persetujuan
tindakan kedokteran bagi orang dewasa lain yang tidak kompeten.
Yang dimaksud keluarga terdekat adalah:
1) Suami/istri
2) Orang tua yang sah
3) Anak yang kompeten (lihat keterangan umur dan kompetensi diatas)
4) Saudara kandung yang kompeten (lihat keterangan umur dan
kompetensidiatas).
Apabila tidak ada kesepakatan didalam keluarga, maka dianjurkan agar
Dokter mempersilahkan keluarga untuk bermufakat dan hanya menerima
persetujuan atau penolakan yang sudah disepakati bersama.Dokter dan pihak
rumah sakit tidak dibebani kewajiban untuk membuktikan hubungan
kekeluargaan pembuat persetujuan dengan pasien, demikian pula penentuan
mana yang lebih sah mewakili pasien dalam hal terdapat lebih dari satu istri atau
suami atau anak.
Dokter dan pihak rumah sakit berhak memeroleh pernyataan yang benar dari
pasien atau keluarganya. Pada pasien yang tidak mau menerima informasi, perlu

17
dimintakan siapa yang ditunjuk oleh pasien tersebut sebagai wakil dalam
menerima informasi dan membuat keputusan apabila pasien menghendakinya
demikian, misalnya wali atau keluarga terdekatnya. Demikian pula pada pasien
yang tidak mau menandatangani formulir persetujuan, padahal ia menghendaki
tindakan tersebut dilakukan.
Pada pasien yang tidak kompeten yang menghadapi keadaan gawat darurat
medis,sedangkan yang sah mewakilinya memberikan persetujuan tidak
ditemukan, maka Dokterdanpihak rumah sakit dapat melakukan tindakan
kedokteran demi kepentingan terbaik pasien.Dalam hal demikian, penjelasan
dapat diberikan kemudian.
5. Tindakan Yang Berisiko Tinggi Yang Memerlukan Persetujuan Tertulis.
A. KSM BEDAH :
1. Bedah Umum
1. Tiroidectomi
2. Apendectomi
3. Herniotomi
4. Explorasi
5. Debridement & Jahit Luka
6. Open Biopsi
7. Vesikolitotomi
8. Sirkumsisi
9. Eksisi soft Tisuetumor
10. Pasang Thorax drain
11. Hemoroidektomi

2. Kebidanan dan Kandungan


1. SC
2. Histerectomi
3. Operasi Kista Ovarium
4. Operasi Kontrasepsi Wanita Mantap
5. Kuratase
6. Tindakan Circlage
12. Operasi Kista bartholine
13. Tindakan drip Oksitosin
14. Tindakan Vakum Extraks
15. Tindakan / pertolongan persalinan Sungsang
16. Operasi KET

B. KSM Non Bedah


1. Patologi Klinik
1. Transfusi Darah
2. Radiologi
1. BNO + IVP
2. Colon inloop
3. Uretro Cystografi
4. Appendicogram
5. CT-Scan Otak dengan Kontras

18
6. CT-Scan Abdomen dengan Kontras
7. CT-Scan Thorax dengan Kontras
8. CT-Scan Sinus Paranasal dengan Kontras
9. CT-Scan Vertebrae dengan Kontras
10. Cholesistografi
11. OMD/Upper GI
3. Penyakit Dalam
1. Manajemen Perioperatif Pada Operasi Nonkardiak
2. Pungsi Cairan Pleura
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
4. Pleurodesis
5. Biopsi Pleura
6. Penyuntikan Intra-Artikular
7. Aspirasi Cairab Sendi/Artrosentesis
8. Tes Tusuk (Skin Prick Test)
9. Kolonoskopi
10. Pemasangan Selang Nasogastrik
11. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
4. Anestesi
1. Anestesi Umum
2. Anestesi regional dengan spinal blok
3. Anestesi regional dengan epidural
4. Anestesi local dengan blok perifer
5. Pemasangan infuse vena dalam
6. Pemasangan alat bantu nafas dengan endotracheal tube
7. Analgesia epidural untuk persalinan
5. Lain-lain (Terlampir)

Tatalaksana pemberian persetujuan tindakan kedokteran khusus adalah sebagai


berikut:
1. Pastikan petugas yang memberikan edukasi memiliki kewenangan secara
klinis untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
2. Dokter atau PPA memperkenalkan diri kepada pasien
3. Dokter/PPA memberikan informasi dan edukasi mengenai tindakan yang akan
dilakukan dengan melingkupi:
a. Diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding) dan dasar diagnosis.
b. Kondisi Pasien
c. Tindakan yang diusulkan
d. Tata cara dan tujuan tindakan
e. Manfaat dan risiko tindakan
f. Nama orang mengerjakan tindakan
g. Kemungkinan alternatif dari tindakan
h. Prognosis dari tindakan
i. Kemungkinan hasil yang tidak terduga
j. Kemungkinan hasil bila tidak dilakukan tindakan

19
4. Dokter atau PPA mendorong pasien dan keluarga untuk memberikan
tanggapan atas informasi yang disampaikan tersebut hingga jelas.
5. Jika pemberian informasi dan edukasi telah disampaikan, Dokter dan
pasien/keluarga menulis dan menandatangani lembar informed consent dan
melampirkannya kedalam lembar Berkas Rekam Medik.
6. Jika pasien menolak untuk dilakukan tindakan , perawat ruangan menyiapkan
form penolakan tindakan kepada pasien untuk ditandatangani oleh pasien dan
DPJP setelah dilakukan pemberian edukasi mengenai konsekuensi dari
keputusan tersebut dan alternatif pelayanan dan pengobatan terhadap pasien
yang kemudian dicatat dalam lembar edukasi terintegrasi dan lebar penolakan
tindakan kemudian dilampirkan dalam Berkas Rekam Medik Pasien.
7. Dokter/PPA menghormati segala keputusan pasien menyangkut diri pasien
sendiri.

20
BAB IV
DOKUMENTASI

Dokumentasi pelaksanaan hak dan kewajiban pasien dan keluarga dilakukan


dengan pengisian form terkait seperti:
1. Form Persetujuan Umum (General Consent)
2. Form Persetujuan Tindakan Khusus Bedah, tindakan invasif dan Anestesi
(Informed Consent)
3. Form Persetujuan Tindakan Transfusi Darah (Informed Consent)
4. Form Permintaan Layanan Rohani
5. Form Permintaan Privasi Khusus
6. Lembar Identitas pasien yang mencakup agama, kepercayaan dan nilai-
nilai kepribadian
7. Form Penitipan Barang Milik Pasien
8. Form Permintaan Second Opinion
9. Buku tamu/pengunjung Rumah Sakit
10. Jadwal penjagaan Tim Satuan Pengamanan Rumah Sakit
11. Rekaman monitoring CCTV Rumah Sakit Haji Padjonga Daeng Ngalle

21
BAB V
PENUTUP

Demikian panduan pelaksanaan Hak dan Kewajiban Pasien di Rumah Sakit H.


Padjonga Daeng Ngalle ini dibuat dengan sebaik mungkin agar dapat dilaksanakan
dalam praktik pelayanan di Rumah Sakit dengan semaksimal mungkin.
Atas segala kekurangan dala panduan ini, kami memohon maaf dan meminta
saran yang konstruktif agar dapat menjadi acuan dalam perbaikan selanjutnya.

Takalar,13 Desember 2018


DIREKTUR,

Dr.Darwis, Sp. M, M. Kes


NIP : 19710101 200112 1 011

22

Anda mungkin juga menyukai