Abstrak— Kota Bandung sebagai salah satu kota pariwisata di dialihfungsikan untuk lokasi area parkir di kawasan padat
Indonesia mengalami peningkatan volume wisatawan, baik dari transportasi dan pusat perbelanjaan.
dalam negeri maupun mancanegara. Hal ini mengakibatkan Untuk menyelesaikan masalah lahan parkir di kota, Dua
kepadatan transportasi di dalam Kota Bandung, terutama di area
pendekatan dapat digunakan [2]. Pendekatan pertama adalah
perbelanjaan, menjadi meningakat pula sehingga kebutuhan area
parkir pun meningkat. Dibutuhkan sebuah metode untuk pembangunan fasilitas parkir di area yang lebih luas dari pusat
melakukan analisis terhadap kesesuaian lahan yang dapat kota. Solusi ini menguntungkan bagi pengguna dalam
dialihfungsikan untuk lokasi area parkir di kawasan padat kaitannya dengan aksesibilitas fasilitas dengan berjalan kaki,
transportasi dan pusat perbelanjaan. Dalam penelitian ini tetapi ini mempengaruhi beban lalu lintas jaringan jalan di
dilakukan analisis Spatial Multi-Criteria Evaluation dengan pusat kota dengan cara yang paling tidak menguntungkan.
kriteria aksesibilitas, kepadatan penduduk, jenis jalan, dan pola
Pendekatan kedua adalah pembangunan fasilitas parkir di luar
ruang untuk mendapatkan nilai kesesuaian lahan taman parkir di
Kota Bandung dan pembuatan Peta Kesesuaian Lahan Taman pusat kota (mendekati kabupaten) menyediakan koneksi lalu
Parkir Kecamatan Coblong dan Bandung Wetan, Kota Bandung lintas yang sesuai antara fasilitas dan pusat kota (misalnya
skala 1:5000 sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bandung No. dengan memperkenalkan layanan transportasi umum) dengan
10 Tahun 2015 Pasal 81 Ayat (2) e. Hasil analisis menunjukkan fasilitas parkir eksklusif yang lebih kecil di kota pusat.
adanya kesesuaian tinggi pada Kecamatan Coblong seluas 90,2 Spatial Decision Support System (SDSS) adalah sistem
Ha (12,7%) dan pada Kecamatan Bandung Wetan seluas 119,6
Ha (34,1%).
komputer terintegrasi yang mendukung pengambil keputusan
Kata Kunci— Lokasi Taman Parkir, Kesesuaian Lahan, SMCE dalam mengatasi masalah spasial semiterstruktur atau tidak
terstruktur dalam cara interaktif dan iteratif dengan
fungsionalitas untuk menangani data spasial dan non-spasial,
I. PENDAHULUAN kemampuan pemodelan analitis, utilitas pendukung keputusan
Peta Kepadatan
Peta Digital SWK
Penduduk per
Cibeunying (.shp)
Kelurahan
Import ILWIS
informasi mereka.
KP, Pola Ruang, Aksesibilitas,
Untuk mengevaluasi berbagai kriteria, Analytic Hierarchy Jaringan Jalan (.mpr)
Proccess (AHP) telah menjadi salah satu sistem pendukung
keputusan multi-kriteria yang paling banyak digunakan untuk
membantu pengguna dengan memecah keputusan rumit ini Reclassify, Attribute Map,
dan Buffer
menjadi hierarki. Dalam lingkungan GIS, kombinasi AHP
menyediakan kemungkinan menggabungkan berbagai jenis
informasi dalam skala yang berbeda. KP (value), Pola Ruang (Bool),
Pada penelitian ini, analisis SMCE diaplikasikan dengan Aksesibilitas, Jaringan Jalan
(Distance)
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ditentukan yang
selanjutnya diaplikasikan untuk menganalisis kesesuaian lahan
Pembuatan dan Analisis
untuk area parkir umum di Kota Bandung. Model Spatial Multi-
Criteria Evaluation
dan Bandung Wetan, Kota Bandung dengan koordinat Peta Kesesuaian Lahan Taman
geografis 6°51’42.011” LS – 6°54’56.673” LS dan Parkir Kecamatan Coblong dan
Bandung Wetan skala 1:10.000
107°36’03.985” BT – 107°38’03.722” BT.
Gambar 2. Diagram alir tahapan pengolahan data
B. Data dan Peralatan
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: (1) peta Wisata (W), dan data jaringan jalan Kecamatan Coblong dan
Rencana Pola Ruang SWK Cibeunying Skala 1:5000; (2) Bandung Wetan serta data Kepadatan Penduduk Kecamatan
Daftar Rekapitulasi Jumlah Penduduk Kota Bandung Coblong dan Bandung Wetan (KP)
Kecamatan Coblong dan Bandung Wetan; (3) peta Digital 2) Import ILWIS
Administrasi Kecamatan Coblong dan Bandung Wetan beserta Data yang telah dipilih kemudian dikonversikan ke dalam
kelurahannya masing masing; dan (4) peta Digital Jaringan bentuk vektor ILWIS untuk diolah pada tahap berikutnya dan
Jalan Kota Bandung. pembuatan sistem koordinat yang kemudian diasosiasikan ke
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini masing-masing data vektor.
adalah: (1) perangkat keras (ASUS VivoBook S14 S430FN) 3) Konversi Vektor menjadi Raster
dan (2) prangkat lunak (ArcGIS v10.5 dan ILWIS v3.8.5) Data vektor ILWIS dikonversikan menjadi bentuk raster
ILWIS.
C. Tahapan Pengolahan Data 4) Reclassify, Attribute Map, dan Buffer
Tahapan pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai Data kepadatan penduduk (KP) dan pola ruang harus
berikut. digolongkan kembali menjadi kelas yang lebih sederhana
1) Pemilihan Data sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan. Dalam hai ini, domain
Data-data yang diperlukan untuk melakukan analisis adalah value (KP) dan bool (Pola ruang) digunakan untuk
dipilih dari peta digital Rencana Pola Ruang SWK mengkategorikan data sesuai dengan kelasnya masing-masing.
Cibeunying, meliputi data data pola ruang Kecamatan Coblong Lalu dibuat peta atribut berdasarkan atribut kelas yang telah
dan Bandung Wetan, pusat keramaian (aksesibilitas) yang dibuat sebelumnya. Data aksesibilitas dan jaringan jalan
meliputi Perdagangan dan Jasa (PJ), Perkantoran (Pk), dan dilakukan buffer untuk memperoleh nilai jarak lurus antara
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 8, No. 2, (2019) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F129
Lokasi Taman
Parkir
Kepadatan
Pola Ruang Aksesibilitas Jenis Jalan
Penduduk
fitur dan titik yang telah ditentukan. III. HASIL DAN ANALISIS
5) Pembuatan dan analisis Model Spatial Multi-Criteria
Evaluation A. Pembuatan Stuktur Hierarki
Data olahan dipersiapkan untuk dilakukan analisis SMCE. Pada langkah pertama analisis SMCE, kriteria dibuat secara
Criteria tree yang digunakan adalah Design of Alternatives. hirarki untuk dianalisis dan dibedah dari masalah keputusan
Berikut adalah empat langkah pembuatan dan analissi data menjadi bahan yang berbeda. Pembuatan hierarki pada tingkat
yang dilakukan. pertama dalam penelitian ini adalah “lokasi taman parkir”.
Pertama, tahap pembuatan Kriteria Spasial. Penambahan Setelah itu, proses hierarki menuju ke tingkat yang lebih
group factor dan spatial factor pada criteria tree dilakukan. spesial. Proses ini berlangsung hingga mencapai tingkat faktor,
lalu memasukkan data olahan pada setiap spatial factor. yang merupakan tingkat terendah untuk pengambilan
Kedua, tahap standarisasi. Setelah semua kriteria keputusan. Perlu dicatat, setiap tingkat harus terhubung ke
dimasukkan, mereka harus distandarisasi, yaitu tingkat sebelumnya. Gambar 4 menunjukkan sturktur hierarki
ditransformasikan ke unit yang sama. Selain itu, metode dari analisis SMCE untuk kesesuaian lahan taman parkir.
standardisasi yang berbeda mengekspresikan utilitas nilai input Terdapat empat kriteria utama dalam penentuan lokasi
yang berbeda. Ketika melakukan standarisasi, tergantung pada taman parkir, yaitu kepadatan penduduk, pola ruang,
jenis peta input, kotak dialog akan muncul di mana dipilih aksesibilitas, dan jenis jalan. Pertama, kepadatan penduduk,
"aturan" dimana nilai peta atau kolom dikonversi ke nilai kriteria ini mempengaruhi penentuan lokasi taman parkir
antara 0 dan 1. Metode standarisasi yang digunakan adalah karena kepadatan penduduk berbanding lurus dengan jumlah
cost dan convex. pemukiman yang ada di area penelitian.
Ketiga, tahap pembobotan. Pembobotan dilakukan pada Kedua, pola ruang, yang terdiri dari pola ruang campuran,
setiap group factor dengan menggunakan metode direct, yaitu perdagangan dan jasa, perkantoran, wisata, sarana pelayanan
dengan memasukkan skor yang telah ditentukan pada setiap umum, dan lain-lain (pola yang tidak direkomendasikan dalam
spatial factor pada jendela pembobotan. penentuan lokasi taman parkir).
Keempat, tahap analisis Spatial Multi-Criteria Evaluation. Ketiga, aksesibilitas, adalah salah satu kriteria terpenting
Analisis SMCE dilakukan pada criteria tree yang telah untuk penentuan lokasi taman parkir karena kelebihan dan
dilakukan standarisasi dan pembobotan untuk menghasilkan kekurangannya dalam meyakinkan pengguna. Pusat
peta raster dari criteria tree dan group factor. penyerapan meliputi pusat komersial seperti mal dan pusat
6) Validasi perbelanjaan, pusat pariwisata, dan bangunan administrasi.
Tahapan pengolahan data berikutnya adalah validasi. Pada Jarak dari pusat-pusat ini harus sedemikian rupa sehingga
tahapan pengolahan data ini, peta hasil analisis SMCE orang mencapai tujuan mereka dengan jarak berjalan kaki
divalidasi dengan lokasi taman parkir yang berada di lapangan. minimum.
Apabila lokasi taman parkir berada pada nilai kesesuaian Keempat, jenis jalan, merupakan kriteria yang menentukan
sedang, tinggi, dan sangat tinggi, maka peta hasil analisis aksesibilitas kendaraan menuju lokasi taman parkir. Jenis jalan
SMCE sesuai dengan lokasi taman parkir yang berada di yang dikunakan sebagai sub-kriteria pada penelitian ini adalah
lapangan. Akan tetapi sebaliknya, apabila lokasi taman parkir jalan arteri dan jalan kolektor
berada pada nilai kesesuaian tidak sesuai dan rendah, maka
nilai pembobotan harus disesuaikan kembali. B. Standarisasi
Pada proses standarisasi, metode yang digunakan adalah cost
dan convex. Berikut adalah kondisi yang diberlakukan.
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 8, No. 2, (2019) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F130
Tabel 1
Jenis Standarisasi per Kriteria dan Sub-kriteria
Nama Kriteria Jenis Standarisasi
Kepadatan Penduduk Cost dan Convex
Jarak PJ Cost dan Convex
Jarak Wisata Cost dan Convex
Jarak Perkantoran Cost dan Convex
Campuran Boolean
Lain-lain Boolean
Perkantoran Boolean
Perdagangan dan Jasa Boolean
Wisata Boolean
SPU Boolean
Arteri Cost dan Convex
Kolektor Cost dan Convex
Tabel 2
Normalized weight (NW) kelompok kriteria dan kriteria
Kriteria NW Sub-kriteria NW
Kepadatan Penduduk 0,3 - -
Aksesibilitas 0,4 Jarak PJ 0,5
Jarak Wisata 0,333
Jarak Perkantoran 0,167
Pola Ruang 0,1 Campuran 0,238
Lain-Lain 0,048
Perkantoran 0,095 Gambar 5 Peta Kesesuaian Lahan Taman Parkir Kecamatan Coblong dan
Perdagangan dan Jasa 0,143 Bandung Wetan
Wisata 0,190
SPU 0,286
Jenis Jalan 0,2 Jalan Arteri 0,667
Jalan Kolektor 0,333
Tabel 3
Luas Kesesuaian Lahan Taman Parkir Kecamatan Coblong dan Bandung
Wetan
Luas Kec.
Luas Kec.
Kesesuaian Lahan % Bandung Wetan %
Coblong (Ha)
(Ha)
Tidak Sesuai 106,9 15,1 5,1 1,4
Kesesuaian Rendah 221,6 31,2 40,8 11,6
Kesesuaian Sedang 290,9 41,0 185,4 52,8
Kesesuaian Tinggi 90,2 12,7 119,6 34,1
Kesesuaian Sangat
0 0 0 0
Tinggi
Jumlah 709,6 100 350,9 100 Gambar 6 Diagram Lingkaran Luas Kesesuaian Lahan Kecamatan Coblong
Pertama, nilai sasaran maksimum akan distandarisasi ke nilai SMCE. Kolom Sub-kriteria merupakan anak dari kriteria
0, semua nilai input yang lebih besar dari nilai sasaran utama. NW merupakan nilai bobot yang telah dinormalisasi
maksimum juga akan mendapatkan nilai 0. Kedua, nilai secara otomatis.
sasaran minimum akan distandarisasi ke nilai 1, semua nilai
input yang lebih kecil dari nilai sasaran minimum juga akan D. Hasil
mendapatkan nilai 1. Dan ketiga, semua nilai input lainnya Tabel 3 merupakan luas area kesesuaian pada wilayah
akan distandarisasi ke nilai antara 0 dan 1 Kecamatan Coblong dan Bandung Wetan. Pada Kecamatan
Khusus untuk kriteria tata guna lahan, metode standarisasi Coblong, dari total luas lahan 709,6 Ha, terdapat 106,9 Ha
yang digunakan adalah Boolean. Berikut adalah kondisi yang (15,1%) dengan nilai kesesuaian tidak sesuai, 221,6 Ha
diberlakukan. Pertama, nilai antara 0 dan 1 untuk diberikan (31,2%) dengan nilai kesesuaian rendah, 290,9 Ha (41,0%)
pada piksel input dengan nilai True. Nilai default yang dengan nilai kesesuaian sedang, dan 90,2 Ha (12,7%) dengan
diberikan adalah 1,000. Kedua, nilai antara 0 dan 1 untuk nilai kesesuaian tinggi.
diberikan pada piksel input dengan nilai False. Nilai default Pada Kecamatan Bandung Wetan, dari total luas lahan 350,9
yang diberikan adalah 0,000. Ha, terdapat 5,1 Ha (1,4%) dengan nilai kesesuaian tidak
C. Pembobotan sesuai, 40,8 Ha (11,6%) dengan nilai kesesuaian rendah, 185,4
Tabel 1 menunjukkan hasil pembobotan menggunakan Ha (52,8%) dengan nilai kesesuaian sedang, dan 119,6 Ha
metode direct yang telah dinormalisasi. Kolom Kriteria (34,1%) dengan nilai kesesuaian tinggi.
menunjukkan kriteria utama yang digunakan dalam analisis
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 8, No. 2, (2019) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F131
DAFTAR PUSTAKA [3] R. Sugumaran dan J. DeGroote, Spatial Decision Support System:
Principles and Practices. Boca Raton, AS: CRC Press (2011).
[1] Kota Bandung Dalam Angka 2018. Bandung. Jawa Barat: BPS Kota [4] E. Çalışkan, “Planning of Forest Road Network and Analysis in
Bandung (2018). Mountainous Area,” Life Science Journal, Vol. 10 No. 2 (2013) 2456–
[2] A. Deluka-Tibljaš, B. Karleuša, S. Šurdonja, dan N. Dragičević, “Use of 2465.
AHP Multi-Criteria Method for Transportation Infrastructure Planning”. [5] J. Malczewski, GIS and Multicriteria Decision Analysis. New York,
Prosiding dari International Scientific Conference People, Buildings AS: John Wiley & Sons, Inc. (1999).
and Environment, Kroměříž, Republik Ceko (2014, Oktober 15–17).