Anda di halaman 1dari 233

Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

MATEMATIKA 1A
M. Salman A.N.
Kelompok Keilmuan Matematika Kombinatorika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung

2020
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

Kerangka

1 Turunan dan Aplikasinya


1. Maksimum dan Minimum
2. Kemonotonan dan Kecekungan
3. Ekstrim Lokal
4. Sketsa Grafik Fungsi
5. Teorema Nilai Rata-rata

2 Integral Tak Tentu


1. Anti Turunan
2. Pengantar Persamaan Diferensial

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Maksimum dan Minimum

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Definisi
Misalkan c ∈ Df
1 f (c) dikatakan nilai maksimum (global) f ,
jika f (c) ≥ f (x) untuk semua x ∈ Df .
2 f (c) dikatakan nilai minimum (global) f ,
jika f (c) ≤ f (x) untuk semua x ∈ Df .
3 f (c) dikatakan nilai ekstrim (global) f ,
jika f (c) nilai maksimum (global) atau nilai minimum (global).

Kata-kata ”global” dapat diganti dengan kata ”lokal” jika


pertaksamaan berlaku pada I ∩ Df dengan I adalah selang buka
yang memuat c.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Definisi
Misalkan c ∈ Df
1 f (c) dikatakan nilai maksimum (global) f ,
jika f (c) ≥ f (x) untuk semua x ∈ Df .
2 f (c) dikatakan nilai minimum (global) f ,
jika f (c) ≤ f (x) untuk semua x ∈ Df .
3 f (c) dikatakan nilai ekstrim (global) f ,
jika f (c) nilai maksimum (global) atau nilai minimum (global).

Kata-kata ”global” dapat diganti dengan kata ”lokal” jika


pertaksamaan berlaku pada I ∩ Df dengan I adalah selang buka
yang memuat c.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Definisi
Misalkan c ∈ Df
1 f (c) dikatakan nilai maksimum (global) f ,
jika f (c) ≥ f (x) untuk semua x ∈ Df .
2 f (c) dikatakan nilai minimum (global) f ,
jika f (c) ≤ f (x) untuk semua x ∈ Df .
3 f (c) dikatakan nilai ekstrim (global) f ,
jika f (c) nilai maksimum (global) atau nilai minimum (global).

Kata-kata ”global” dapat diganti dengan kata ”lokal” jika


pertaksamaan berlaku pada I ∩ Df dengan I adalah selang buka
yang memuat c.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Definisi
Misalkan c ∈ Df
1 f (c) dikatakan nilai maksimum (global) f ,
jika f (c) ≥ f (x) untuk semua x ∈ Df .
2 f (c) dikatakan nilai minimum (global) f ,
jika f (c) ≤ f (x) untuk semua x ∈ Df .
3 f (c) dikatakan nilai ekstrim (global) f ,
jika f (c) nilai maksimum (global) atau nilai minimum (global).

Kata-kata ”global” dapat diganti dengan kata ”lokal” jika


pertaksamaan berlaku pada I ∩ Df dengan I adalah selang buka
yang memuat c.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 1.
Karena f (x) = x2 ≥ 0 = f (0) untuk semua x ∈ Df ,
disimpulkan fungsi f mencapai minimum di 0 dengan nilai
minimum f (0) = 0.

Teorema 1.
Fungsi f kontinu pada selang tutup [a, b] ⇒
f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 1.
Karena f (x) = x2 ≥ 0 = f (0) untuk semua x ∈ Df ,
disimpulkan fungsi f mencapai minimum di 0 dengan nilai
minimum f (0) = 0.

Teorema 1.
Fungsi f kontinu pada selang tutup [a, b] ⇒
f mencapai nilai maksimum dan nilai minimum.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Teorema 2.
Misalkan c ∈ Df dan f (c) adalah suatu nilai ekstrim
(maksimum atau minimum), maka c adalah titik kritis yaitu:
1 titik batas dari Df atau
2 titik stasioner dari f yakni f 0 (c) = 0 atau
3 titik singular dari f yakni f 0 (c) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Teorema 2.
Misalkan c ∈ Df dan f (c) adalah suatu nilai ekstrim
(maksimum atau minimum), maka c adalah titik kritis yaitu:
1 titik batas dari Df atau
2 titik stasioner dari f yakni f 0 (c) = 0 atau
3 titik singular dari f yakni f 0 (c) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Teorema 2.
Misalkan c ∈ Df dan f (c) adalah suatu nilai ekstrim
(maksimum atau minimum), maka c adalah titik kritis yaitu:
1 titik batas dari Df atau
2 titik stasioner dari f yakni f 0 (c) = 0 atau
3 titik singular dari f yakni f 0 (c) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Teorema 2.
Misalkan c ∈ Df dan f (c) adalah suatu nilai ekstrim
(maksimum atau minimum), maka c adalah titik kritis yaitu:
1 titik batas dari Df atau
2 titik stasioner dari f yakni f 0 (c) = 0 atau
3 titik singular dari f yakni f 0 (c) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Bukti : Misalkan c bukan titik batas dari Df dan


bukan titik singular dari f .
1 Misalkan f (c) nilai maksimum dari f ,

maka f (x) ≤ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≥0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≤ 0.
x−c
Karena f (c) ada, disimpulkan f− (c) ≥ 0 dan f+0 (c) ≤ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
2 Misalkan f (c) nilai minimum dari f ,

maka f (x) ≥ f (c) untuk semua x ∈ Df .


f (x) − f (c)
Akibatnya x < c ⇒ ≤0
x−c
f (x) − f (c)
dan x > c ⇒ ≥ 0.
x−c
Karena f (c) ada, f− (c) ≤ 0 dan f+0 (c) ≥ 0.
0 0

Akibatnya f 0 (c) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 2.
Tentukan semua titik ekstrim (global) beserta nilainya dari fungsi
f (x) = |x3 − 3x|, jika 0 ≤ x ≤ 1 45 .

Penyelesaian :
(
x3 − 3x, jika x3 − 3x ≥ 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
f (x) =
3x − x3 , jika x3 − 3x < 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
( √
x3 − 3x, jika 3 ≤ x ≤ 1 45 ;
= √
3x − x3 , jika 0 ≤ x < 3.

Karena Df = [0 , 1 45 ], titik batas dari Df adalah 0 dan 1 45 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 2.
Tentukan semua titik ekstrim (global) beserta nilainya dari fungsi
f (x) = |x3 − 3x|, jika 0 ≤ x ≤ 1 45 .

Penyelesaian :
(
x3 − 3x, jika x3 − 3x ≥ 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
f (x) =
3x − x3 , jika x3 − 3x < 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
( √
x3 − 3x, jika 3 ≤ x ≤ 1 45 ;
= √
3x − x3 , jika 0 ≤ x < 3.

Karena Df = [0 , 1 45 ], titik batas dari Df adalah 0 dan 1 45 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 2.
Tentukan semua titik ekstrim (global) beserta nilainya dari fungsi
f (x) = |x3 − 3x|, jika 0 ≤ x ≤ 1 45 .

Penyelesaian :
(
x3 − 3x, jika x3 − 3x ≥ 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
f (x) =
3x − x3 , jika x3 − 3x < 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
( √
x3 − 3x, jika 3 ≤ x ≤ 1 45 ;
= √
3x − x3 , jika 0 ≤ x < 3.

Karena Df = [0 , 1 45 ], titik batas dari Df adalah 0 dan 1 45 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

Contoh 2.
Tentukan semua titik ekstrim (global) beserta nilainya dari fungsi
f (x) = |x3 − 3x|, jika 0 ≤ x ≤ 1 45 .

Penyelesaian :
(
x3 − 3x, jika x3 − 3x ≥ 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
f (x) =
3x − x3 , jika x3 − 3x < 0 dan 0 ≤ x ≤ 1 45 ;
( √
x3 − 3x, jika 3 ≤ x ≤ 1 45 ;
= √
3x − x3 , jika 0 ≤ x < 3.

Karena Df = [0 , 1 45 ], titik batas dari Df adalah 0 dan 1 45 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

( √
0 3x2 − 3, jika 3 < x < 1 54 ;
f (x) = √
3 − 3x2 , jika 0 < x < 3.
Titik stasioner dari f adalah 1 karena f 0 (1) = 0.

√ f (x) − f ( 3) (3x − x3 ) − 0
f−0 ( 3) = lim
√ −
√ = lim
√ −

x→ 3 x− 3 x→ 3 x− 3
√ √
x( 3 − x)( 3 + x) √
= lim
√ −
√ = lim√ − −x( 3 + x) = −6.
x→ 3 x− 3 x→ 3


√ f (x) − f ( 3) x3 − 3x
f+0 ( 3) = lim
√ +
√ = lim
√ +

x→ 3 x− 3 x→ 3 x − 3
√ √
x(x − 3)(x + 3) √
= lim
√ +
√ = lim√ + x(x + 3) = 6.
x→ 3 x− 3 x→ 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

( √
0 3x2 − 3, jika 3 < x < 1 54 ;
f (x) = √
3 − 3x2 , jika 0 < x < 3.
Titik stasioner dari f adalah 1 karena f 0 (1) = 0.

√ f (x) − f ( 3) (3x − x3 ) − 0
f−0 ( 3) = lim
√ −
√ = lim
√ −

x→ 3 x− 3 x→ 3 x− 3
√ √
x( 3 − x)( 3 + x) √
= lim
√ −
√ = lim√ − −x( 3 + x) = −6.
x→ 3 x− 3 x→ 3


√ f (x) − f ( 3) x3 − 3x
f+0 ( 3) = lim
√ +
√ = lim
√ +

x→ 3 x− 3 x→ 3 x − 3
√ √
x(x − 3)(x + 3) √
= lim
√ +
√ = lim√ + x(x + 3) = 6.
x→ 3 x− 3 x→ 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

( √
0 3x2 − 3, jika 3 < x < 1 54 ;
f (x) = √
3 − 3x2 , jika 0 < x < 3.
Titik stasioner dari f adalah 1 karena f 0 (1) = 0.

√ f (x) − f ( 3) (3x − x3 ) − 0
f−0 ( 3) = lim
√ −
√ = lim
√ −

x→ 3 x− 3 x→ 3 x− 3
√ √
x( 3 − x)( 3 + x) √
= lim
√ −
√ = lim√ − −x( 3 + x) = −6.
x→ 3 x− 3 x→ 3


√ f (x) − f ( 3) x3 − 3x
f+0 ( 3) = lim
√ +
√ = lim
√ +

x→ 3 x− 3 x→ 3 x − 3
√ √
x(x − 3)(x + 3) √
= lim
√ +
√ = lim√ + x(x + 3) = 6.
x→ 3 x− 3 x→ 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

√ √ √
Karena f−0√( 3) 6= f+0 ( 3), disimpulkan f 0 ( 3) tidak ada,
sehingga 3 adalah titik singular dari f .

Jadi, titik kritis dari f adalah 0, 1, 1 45 , dan 3.

Karena f (0) = 0, f (1 45 ) = 0, 432, f (1) = 2, dan f ( 3) = 0,
disimpulkan:

titik minimum global dari f adalah 0 dan 3 dengan nilai
minimum 0;
titik maksimum global dari f adalah 1 dengan nilai maksimum
2.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

√ √ √
Karena f−0√( 3) 6= f+0 ( 3), disimpulkan f 0 ( 3) tidak ada,
sehingga 3 adalah titik singular dari f .

Jadi, titik kritis dari f adalah 0, 1, 1 45 , dan 3.

Karena f (0) = 0, f (1 45 ) = 0, 432, f (1) = 2, dan f ( 3) = 0,
disimpulkan:

titik minimum global dari f adalah 0 dan 3 dengan nilai
minimum 0;
titik maksimum global dari f adalah 1 dengan nilai maksimum
2.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

√ √ √
Karena f−0√( 3) 6= f+0 ( 3), disimpulkan f 0 ( 3) tidak ada,
sehingga 3 adalah titik singular dari f .

Jadi, titik kritis dari f adalah 0, 1, 1 45 , dan 3.

Karena f (0) = 0, f (1 45 ) = 0, 432, f (1) = 2, dan f ( 3) = 0,
disimpulkan:

titik minimum global dari f adalah 0 dan 3 dengan nilai
minimum 0;
titik maksimum global dari f adalah 1 dengan nilai maksimum
2.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

√ √ √
Karena f−0√( 3) 6= f+0 ( 3), disimpulkan f 0 ( 3) tidak ada,
sehingga 3 adalah titik singular dari f .

Jadi, titik kritis dari f adalah 0, 1, 1 45 , dan 3.

Karena f (0) = 0, f (1 45 ) = 0, 432, f (1) = 2, dan f ( 3) = 0,
disimpulkan:

titik minimum global dari f adalah 0 dan 3 dengan nilai
minimum 0;
titik maksimum global dari f adalah 1 dengan nilai maksimum
2.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Maksimum dan Minimum

√ √ √
Karena f−0√( 3) 6= f+0 ( 3), disimpulkan f 0 ( 3) tidak ada,
sehingga 3 adalah titik singular dari f .

Jadi, titik kritis dari f adalah 0, 1, 1 45 , dan 3.

Karena f (0) = 0, f (1 45 ) = 0, 432, f (1) = 2, dan f ( 3) = 0,
disimpulkan:

titik minimum global dari f adalah 0 dan 3 dengan nilai
minimum 0;
titik maksimum global dari f adalah 1 dengan nilai maksimum
2.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Kemonotonan dan Kecekungan

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 1.
Misalkan f terdefinisi pada I
1 f dikatakan monoton naik, jika untuk setiap x1 dan x2 di I
berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) < f (x2 ).

2 f dikatakan monoton turun, jika untuk setiap x1 dan x2 di I


berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) > f (x2 ).

3 f dikatakan monoton murni pada I, jika f monoton naik atau


monoton turun pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 1.
Misalkan f terdefinisi pada I
1 f dikatakan monoton naik, jika untuk setiap x1 dan x2 di I
berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) < f (x2 ).

2 f dikatakan monoton turun, jika untuk setiap x1 dan x2 di I


berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) > f (x2 ).

3 f dikatakan monoton murni pada I, jika f monoton naik atau


monoton turun pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 1.
Misalkan f terdefinisi pada I
1 f dikatakan monoton naik, jika untuk setiap x1 dan x2 di I
berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) < f (x2 ).

2 f dikatakan monoton turun, jika untuk setiap x1 dan x2 di I


berlaku x1 < x2 ⇒ f (x1 ) > f (x2 ).

3 f dikatakan monoton murni pada I, jika f monoton naik atau


monoton turun pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Teorema 3.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton naik pada I.
(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton turun pada I.

Bukti: Misalkan x1 dan x2 di [a, b] dengan x1 < x2 .


Menggunakan Teorema Nilai Rata-rata pada f diperoleh
f (x2 ) − f (x1 ) = f 0 (c)(x2 − x1 ) untuk suatu c ∈ (x1 , x2 ).
Tanda dari bagian kanan persamaan ini sama dengan tanda dari
f 0 (c) karena x2 − x1 > 0.
Jadi, f (x2 ) > f (x1 ) jika f 0 (c) > 0; f (x2 ) < f (x1 ) jika f 0 (c) < 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Teorema 3.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton naik pada I.
(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton turun pada I.

Bukti: Misalkan x1 dan x2 di [a, b] dengan x1 < x2 .


Menggunakan Teorema Nilai Rata-rata pada f diperoleh
f (x2 ) − f (x1 ) = f 0 (c)(x2 − x1 ) untuk suatu c ∈ (x1 , x2 ).
Tanda dari bagian kanan persamaan ini sama dengan tanda dari
f 0 (c) karena x2 − x1 > 0.
Jadi, f (x2 ) > f (x1 ) jika f 0 (c) > 0; f (x2 ) < f (x1 ) jika f 0 (c) < 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Teorema 3.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton naik pada I.
(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton turun pada I.

Bukti: Misalkan x1 dan x2 di [a, b] dengan x1 < x2 .


Menggunakan Teorema Nilai Rata-rata pada f diperoleh
f (x2 ) − f (x1 ) = f 0 (c)(x2 − x1 ) untuk suatu c ∈ (x1 , x2 ).
Tanda dari bagian kanan persamaan ini sama dengan tanda dari
f 0 (c) karena x2 − x1 > 0.
Jadi, f (x2 ) > f (x1 ) jika f 0 (c) > 0; f (x2 ) < f (x1 ) jika f 0 (c) < 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Teorema 3.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton naik pada I.
(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton turun pada I.

Bukti: Misalkan x1 dan x2 di [a, b] dengan x1 < x2 .


Menggunakan Teorema Nilai Rata-rata pada f diperoleh
f (x2 ) − f (x1 ) = f 0 (c)(x2 − x1 ) untuk suatu c ∈ (x1 , x2 ).
Tanda dari bagian kanan persamaan ini sama dengan tanda dari
f 0 (c) karena x2 − x1 > 0.
Jadi, f (x2 ) > f (x1 ) jika f 0 (c) > 0; f (x2 ) < f (x1 ) jika f 0 (c) < 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Teorema 3.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton naik pada I.
(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f monoton turun pada I.

Bukti: Misalkan x1 dan x2 di [a, b] dengan x1 < x2 .


Menggunakan Teorema Nilai Rata-rata pada f diperoleh
f (x2 ) − f (x1 ) = f 0 (c)(x2 − x1 ) untuk suatu c ∈ (x1 , x2 ).
Tanda dari bagian kanan persamaan ini sama dengan tanda dari
f 0 (c) karena x2 − x1 > 0.
Jadi, f (x2 ) > f (x1 ) jika f 0 (c) > 0; f (x2 ) < f (x1 ) jika f 0 (c) < 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 1.
2−x
Tentukan selang kemonotonan fungsi f (x) = .
x2
Jawab:
−(x2 ) − (2 − x)2x x2 − 4x x−4
f 0 (x) = 4
= 4
= .
x x x3

Karena fungsi f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (−∞, 0) ∪ (4, ∞), disimpulkan f


monoton naik pada(−∞, 0) dan pada (4, ∞).

Karena fungsi f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4), disimpulkan f monoton turun


pada (0, 4).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 1.
2−x
Tentukan selang kemonotonan fungsi f (x) = .
x2
Jawab:
−(x2 ) − (2 − x)2x x2 − 4x x−4
f 0 (x) = 4
= 4
= .
x x x3

Karena fungsi f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (−∞, 0) ∪ (4, ∞), disimpulkan f


monoton naik pada(−∞, 0) dan pada (4, ∞).

Karena fungsi f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4), disimpulkan f monoton turun


pada (0, 4).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 1.
2−x
Tentukan selang kemonotonan fungsi f (x) = .
x2
Jawab:
−(x2 ) − (2 − x)2x x2 − 4x x−4
f 0 (x) = 4
= 4
= .
x x x3

Karena fungsi f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (−∞, 0) ∪ (4, ∞), disimpulkan f


monoton naik pada(−∞, 0) dan pada (4, ∞).

Karena fungsi f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4), disimpulkan f monoton turun


pada (0, 4).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 1.
2−x
Tentukan selang kemonotonan fungsi f (x) = .
x2
Jawab:
−(x2 ) − (2 − x)2x x2 − 4x x−4
f 0 (x) = 4
= 4
= .
x x x3

Karena fungsi f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (−∞, 0) ∪ (4, ∞), disimpulkan f


monoton naik pada(−∞, 0) dan pada (4, ∞).

Karena fungsi f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4), disimpulkan f monoton turun


pada (0, 4).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 1.
2−x
Tentukan selang kemonotonan fungsi f (x) = .
x2
Jawab:
−(x2 ) − (2 − x)2x x2 − 4x x−4
f 0 (x) = 4
= 4
= .
x x x3

Karena fungsi f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (−∞, 0) ∪ (4, ∞), disimpulkan f


monoton naik pada(−∞, 0) dan pada (4, ∞).

Karena fungsi f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4), disimpulkan f monoton turun


pada (0, 4).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 2.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
1 f dikatakan cekung ke atas pada I, jika f 0 monoton naik
pada I.
2 f dikatakan cekung ke bawah pada I, jika f 0 monoton turun
pada I.

Teorema 4.
Misalkan f terdiferensialkan dua kali pada I = (a, b)
1 f 00 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke atas pada I.
2 f 00 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke bawah pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 2.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
1 f dikatakan cekung ke atas pada I, jika f 0 monoton naik
pada I.
2 f dikatakan cekung ke bawah pada I, jika f 0 monoton turun
pada I.

Teorema 4.
Misalkan f terdiferensialkan dua kali pada I = (a, b)
1 f 00 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke atas pada I.
2 f 00 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke bawah pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 2.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
1 f dikatakan cekung ke atas pada I, jika f 0 monoton naik
pada I.
2 f dikatakan cekung ke bawah pada I, jika f 0 monoton turun
pada I.

Teorema 4.
Misalkan f terdiferensialkan dua kali pada I = (a, b)
1 f 00 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke atas pada I.
2 f 00 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke bawah pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 2.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
1 f dikatakan cekung ke atas pada I, jika f 0 monoton naik
pada I.
2 f dikatakan cekung ke bawah pada I, jika f 0 monoton turun
pada I.

Teorema 4.
Misalkan f terdiferensialkan dua kali pada I = (a, b)
1 f 00 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke atas pada I.
2 f 00 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke bawah pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 2.
Misalkan f terdiferensialkan pada I = (a, b).
1 f dikatakan cekung ke atas pada I, jika f 0 monoton naik
pada I.
2 f dikatakan cekung ke bawah pada I, jika f 0 monoton turun
pada I.

Teorema 4.
Misalkan f terdiferensialkan dua kali pada I = (a, b)
1 f 00 (x) > 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke atas pada I.
2 f 00 (x) < 0 ∀x ∈ I ⇒ f cekung ke bawah pada I.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 2.
2−x
Tentukan selang kecekungan fungsi f (x) = .
x2
x−4
Jawab: f 0 (x) =
x3
x − (x − 4)3x2
3 −2x3 + 12x2 −2x + 12
f 00 (x) = = =
x6 x6 x4

Karena f 00 (x) > 0 ∀x ∈ A = (−∞, 0) ∪ (0, 6), disimpulkan f


cekung ke atas pada A.
Karena f 00 (x) < 0 ∀x ∈ B = (6, ∞), disimpulkan f cekung ke
bawah pada B.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 2.
2−x
Tentukan selang kecekungan fungsi f (x) = .
x2
x−4
Jawab: f 0 (x) =
x3
x − (x − 4)3x2
3 −2x3 + 12x2 −2x + 12
f 00 (x) = = =
x6 x6 x4

Karena f 00 (x) > 0 ∀x ∈ A = (−∞, 0) ∪ (0, 6), disimpulkan f


cekung ke atas pada A.
Karena f 00 (x) < 0 ∀x ∈ B = (6, ∞), disimpulkan f cekung ke
bawah pada B.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 2.
2−x
Tentukan selang kecekungan fungsi f (x) = .
x2
x−4
Jawab: f 0 (x) =
x3
x − (x − 4)3x2
3 −2x3 + 12x2 −2x + 12
f 00 (x) = = =
x6 x6 x4

Karena f 00 (x) > 0 ∀x ∈ A = (−∞, 0) ∪ (0, 6), disimpulkan f


cekung ke atas pada A.
Karena f 00 (x) < 0 ∀x ∈ B = (6, ∞), disimpulkan f cekung ke
bawah pada B.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 2.
2−x
Tentukan selang kecekungan fungsi f (x) = .
x2
x−4
Jawab: f 0 (x) =
x3
x − (x − 4)3x2
3 −2x3 + 12x2 −2x + 12
f 00 (x) = = =
x6 x6 x4

Karena f 00 (x) > 0 ∀x ∈ A = (−∞, 0) ∪ (0, 6), disimpulkan f


cekung ke atas pada A.
Karena f 00 (x) < 0 ∀x ∈ B = (6, ∞), disimpulkan f cekung ke
bawah pada B.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 2.
2−x
Tentukan selang kecekungan fungsi f (x) = .
x2
x−4
Jawab: f 0 (x) =
x3
x − (x − 4)3x2
3 −2x3 + 12x2 −2x + 12
f 00 (x) = = =
x6 x6 x4

Karena f 00 (x) > 0 ∀x ∈ A = (−∞, 0) ∪ (0, 6), disimpulkan f


cekung ke atas pada A.
Karena f 00 (x) < 0 ∀x ∈ B = (6, ∞), disimpulkan f cekung ke
bawah pada B.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 3.
Diketahui grafik y = f 00 (x) pada selang (−1, 3) adalah sebagai
berikut. Jika f 0 (1) = 1, tentukan selang kemonotonan fungsi f .
Jawab: Dari grafik f 00 (x), diperoleh dua hal:
f 0 turun pada (−1, 1), sehingga f 0 (x) > f 0 (1) = 1 untuk
x ∈ (−1, 1).
f 0 naik pada (1, 3), sehingga 1 = f 0 (1) < f 0 (x) untuk
x ∈ (1, 3).
Jadi f 0 (x) positif di seluruh selang (−1, 3), sehingga f naik pada
selang (−1, 3).

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 3.
Diketahui grafik y = f 00 (x) pada selang (−1, 3) adalah sebagai
berikut. Jika f 0 (1) = 1, tentukan selang kemonotonan fungsi f .
Jawab: Dari grafik f 00 (x), diperoleh dua hal:
f 0 turun pada (−1, 1), sehingga f 0 (x) > f 0 (1) = 1 untuk
x ∈ (−1, 1).
f 0 naik pada (1, 3), sehingga 1 = f 0 (1) < f 0 (x) untuk
x ∈ (1, 3).
Jadi f 0 (x) positif di seluruh selang (−1, 3), sehingga f naik pada
selang (−1, 3).

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 3.
Diketahui grafik y = f 00 (x) pada selang (−1, 3) adalah sebagai
berikut. Jika f 0 (1) = 1, tentukan selang kemonotonan fungsi f .
Jawab: Dari grafik f 00 (x), diperoleh dua hal:
f 0 turun pada (−1, 1), sehingga f 0 (x) > f 0 (1) = 1 untuk
x ∈ (−1, 1).
f 0 naik pada (1, 3), sehingga 1 = f 0 (1) < f 0 (x) untuk
x ∈ (1, 3).
Jadi f 0 (x) positif di seluruh selang (−1, 3), sehingga f naik pada
selang (−1, 3).

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 3.
Diketahui grafik y = f 00 (x) pada selang (−1, 3) adalah sebagai
berikut. Jika f 0 (1) = 1, tentukan selang kemonotonan fungsi f .
Jawab: Dari grafik f 00 (x), diperoleh dua hal:
f 0 turun pada (−1, 1), sehingga f 0 (x) > f 0 (1) = 1 untuk
x ∈ (−1, 1).
f 0 naik pada (1, 3), sehingga 1 = f 0 (1) < f 0 (x) untuk
x ∈ (1, 3).
Jadi f 0 (x) positif di seluruh selang (−1, 3), sehingga f naik pada
selang (−1, 3).

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 3.
Misalkan f kontinu di c.
Titik (c, f (c)) dikatakan titik balik, jika f cekung ke atas pada
satu sisi dan cekung ke bawah pada sisi yang lain dari c.
Titik balik (c, f (c) dikatakan titik belok, jika f 0 (c) ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 3.
Misalkan f kontinu di c.
Titik (c, f (c)) dikatakan titik balik, jika f cekung ke atas pada
satu sisi dan cekung ke bawah pada sisi yang lain dari c.
Titik balik (c, f (c) dikatakan titik belok, jika f 0 (c) ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Definisi 3.
Misalkan f kontinu di c.
Titik (c, f (c)) dikatakan titik balik, jika f cekung ke atas pada
satu sisi dan cekung ke bawah pada sisi yang lain dari c.
Titik balik (c, f (c) dikatakan titik belok, jika f 0 (c) ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 4.
2−x
Tentukan titik balik dari fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 6 ∈ Df ,
serta f cekung ke atas pada (0, 6)
dan cekung ke bawah pada (6, ∞),
disimpulkan 6 adalah titik balik dari f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 4.
2−x
Tentukan titik balik dari fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 6 ∈ Df ,
serta f cekung ke atas pada (0, 6)
dan cekung ke bawah pada (6, ∞),
disimpulkan 6 adalah titik balik dari f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 4.
2−x
Tentukan titik balik dari fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 6 ∈ Df ,
serta f cekung ke atas pada (0, 6)
dan cekung ke bawah pada (6, ∞),
disimpulkan 6 adalah titik balik dari f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Contoh 5.
Misalkan f suatu fungsi ganjil dengan grafik fungsi turunannya,
yaitu fungsi f 0 , seperti pada gambar di bawah.

(a) Tentukan semua titik kritis f dan jenisnya. Di manakah f


monoton naik?
(b) Tentukan selang kecekungan dan titik belok dari f . Jelaskan.
(c) Jika diketahui f (0) = f (8) = 0, tentukan solusi lainnya dari
persamaan f (x) = 0. Jelaskan.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Kemonotonan dan Kecekungan

Jawab:
(a) Karena f 0 (x) terdefinisi untuk setiap bilangan real x, fungsi f
tidak memiliki titik singular.
Karena Df = R, tidak ada titik batas dari Df .
Titik stasioner dari f adalah titik sehingga turunannya nol,
yakni titik x = −4 dan x = 4.
Jadi, titik kritisnya hanyalah x = −4 dan x = 4.
Turunan f positif pada selang (−∞, −4) dan pada (4, ∞).
Dengan demikian, f naik pada selang-selang tersebut.
(b) Fungsi f cekung ke atas pada selang buka dimana turunannya
monoton naik, yakni pada selang (0, ∞).
Fungsi f cekung ke bawah pada selang buka dimana
turunannya monoton turun, yakni pada selang (−∞, 0).
Karena kecekungan fungsi f berubah di x = 0, titik belok dari
f adalah (0, f (0)).
(c) Solusi lainnya adalah x = −8 karena f fungsi ganjil sehingga
f (−8) = −f (8) = 0.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Ekstrim Lokal

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Teorema 5.
Uji turunan pertama untuk ekstrim lokal
Misalkan f kontinu pada (a, b) yang memuat titik kritis c.
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒
f (c) adalah nilai maksimum lokal f .

(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒


f (c) adalah nilai minimum lokal f .

(iii) f 0 (x) bertanda sama pada selang sebelah kiri dan sebelah
kanan dekat c ⇒
f (c) bukan nilai ekstrim lokal f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Teorema 5.
Uji turunan pertama untuk ekstrim lokal
Misalkan f kontinu pada (a, b) yang memuat titik kritis c.
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒
f (c) adalah nilai maksimum lokal f .

(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒


f (c) adalah nilai minimum lokal f .

(iii) f 0 (x) bertanda sama pada selang sebelah kiri dan sebelah
kanan dekat c ⇒
f (c) bukan nilai ekstrim lokal f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Teorema 5.
Uji turunan pertama untuk ekstrim lokal
Misalkan f kontinu pada (a, b) yang memuat titik kritis c.
(i) f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒
f (c) adalah nilai maksimum lokal f .

(ii) f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (a, c) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (c, b) ⇒


f (c) adalah nilai minimum lokal f .

(iii) f 0 (x) bertanda sama pada selang sebelah kiri dan sebelah
kanan dekat c ⇒
f (c) bukan nilai ekstrim lokal f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 1.
2−x
Cari nilai ekstrim lokal fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 4 adalah titik stasioner dari f , serta
karena f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (4, ∞),
disimpulkan 4 adalah titik minimum lokal
2−4 1
dengan nilai minimum lokal f (4) = =− .
42 8

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 1.
2−x
Cari nilai ekstrim lokal fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 4 adalah titik stasioner dari f , serta
karena f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (4, ∞),
disimpulkan 4 adalah titik minimum lokal
2−4 1
dengan nilai minimum lokal f (4) = =− .
42 8

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 1.
2−x
Cari nilai ekstrim lokal fungsi f (x) = .
x2
Jawab: Karena 4 adalah titik stasioner dari f , serta
karena f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (0, 4) dan f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (4, ∞),
disimpulkan 4 adalah titik minimum lokal
2−4 1
dengan nilai minimum lokal f (4) = =− .
42 8

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 2.
Cari nilai ekstrim lokal f (x) = (sin x)2/3 pada − π6 , 2π

3 .
Jawab: f 0 (x) = 3(sin
2 cos x
x)1/3
, x 6
= 0.
Titik 0 dan 2 adalah titik-titik kritis, karena f 0 (0) tidak ada dan
π

f 0 π2 = 0.

Karena f 0 (x) < 0 pada − π π 2π


 
6 , 0 ∪ ,
2 3
dan f 0 (x) > 0 pada 0, π2 ,
disimpulkan f (0) = 0 adalah nilai minimum lokal dan
f π2 = 1 adalah nilai maksimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 2.
Cari nilai ekstrim lokal f (x) = (sin x)2/3 pada − π6 , 2π

3 .
Jawab: f 0 (x) = 3(sin
2 cos x
x)1/3
, x 6
= 0.
Titik 0 dan 2 adalah titik-titik kritis, karena f 0 (0) tidak ada dan
π

f 0 π2 = 0.

Karena f 0 (x) < 0 pada − π π 2π


 
6 , 0 ∪ ,
2 3
dan f 0 (x) > 0 pada 0, π2 ,
disimpulkan f (0) = 0 adalah nilai minimum lokal dan
f π2 = 1 adalah nilai maksimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 2.
Cari nilai ekstrim lokal f (x) = (sin x)2/3 pada − π6 , 2π

3 .
Jawab: f 0 (x) = 3(sin
2 cos x
x)1/3
, x 6
= 0.
Titik 0 dan 2 adalah titik-titik kritis, karena f 0 (0) tidak ada dan
π

f 0 π2 = 0.

Karena f 0 (x) < 0 pada − π π 2π


 
6 , 0 ∪ ,
2 3
dan f 0 (x) > 0 pada 0, π2 ,
disimpulkan f (0) = 0 adalah nilai minimum lokal dan
f π2 = 1 adalah nilai maksimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 2.
Cari nilai ekstrim lokal f (x) = (sin x)2/3 pada − π6 , 2π

3 .
Jawab: f 0 (x) = 3(sin
2 cos x
x)1/3
, x 6
= 0.
Titik 0 dan 2 adalah titik-titik kritis, karena f 0 (0) tidak ada dan
π

f 0 π2 = 0.

Karena f 0 (x) < 0 pada − π π 2π


 
6 , 0 ∪ ,
2 3
dan f 0 (x) > 0 pada 0, π2 ,
disimpulkan f (0) = 0 adalah nilai minimum lokal dan
f π2 = 1 adalah nilai maksimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 3.
Seseorang ingin mempunyai perhiasan berbentuk menyerupai
kapsul yang dapat dibentuk dari 2 setengah bola dan 1 tabung
yang dilapisi emas. Jika dia hanya memiliki emas yang cukup
untuk melapisi benda dengan luas permukaan 8 cm2 . Tentukan
ukuran kapsul tersebut sehingga volumenya maksimum.

Jawab:
Misalkan h = tinggi tabung dan r = jari-jari bola.
4
V = πr2 h + πr3 dan A = 2πrh + 4πr2 , dengan r > 0.
3
8 − 4πr2
A = 8 ⇒ 2πrh + 4πr2 = 8 ⇒ h = .
2πr
2
 
8 − 4πr
V (r) = πr2 + 34 πr3 = 4r − 32 πr3 .
2πr q  q 
0 2 2 2 2 2

V (r) = 4 − 2πr = 2π π − r = 2π π − r π + r .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 3.
Seseorang ingin mempunyai perhiasan berbentuk menyerupai
kapsul yang dapat dibentuk dari 2 setengah bola dan 1 tabung
yang dilapisi emas. Jika dia hanya memiliki emas yang cukup
untuk melapisi benda dengan luas permukaan 8 cm2 . Tentukan
ukuran kapsul tersebut sehingga volumenya maksimum.

Jawab:
Misalkan h = tinggi tabung dan r = jari-jari bola.
4
V = πr2 h + πr3 dan A = 2πrh + 4πr2 , dengan r > 0.
3
8 − 4πr2
A = 8 ⇒ 2πrh + 4πr2 = 8 ⇒ h = .
2πr
2
 
8 − 4πr
V (r) = πr2 + 34 πr3 = 4r − 32 πr3 .
2πr q  q 
0 2 2 2 2 2

V (r) = 4 − 2πr = 2π π − r = 2π π − r π + r .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 3.
Seseorang ingin mempunyai perhiasan berbentuk menyerupai
kapsul yang dapat dibentuk dari 2 setengah bola dan 1 tabung
yang dilapisi emas. Jika dia hanya memiliki emas yang cukup
untuk melapisi benda dengan luas permukaan 8 cm2 . Tentukan
ukuran kapsul tersebut sehingga volumenya maksimum.

Jawab:
Misalkan h = tinggi tabung dan r = jari-jari bola.
4
V = πr2 h + πr3 dan A = 2πrh + 4πr2 , dengan r > 0.
3
8 − 4πr2
A = 8 ⇒ 2πrh + 4πr2 = 8 ⇒ h = .
2πr
2
 
8 − 4πr
V (r) = πr2 + 34 πr3 = 4r − 32 πr3 .
2πr q  q 
0 2 2 2 2 2

V (r) = 4 − 2πr = 2π π − r = 2π π − r π + r .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 3.
Seseorang ingin mempunyai perhiasan berbentuk menyerupai
kapsul yang dapat dibentuk dari 2 setengah bola dan 1 tabung
yang dilapisi emas. Jika dia hanya memiliki emas yang cukup
untuk melapisi benda dengan luas permukaan 8 cm2 . Tentukan
ukuran kapsul tersebut sehingga volumenya maksimum.

Jawab:
Misalkan h = tinggi tabung dan r = jari-jari bola.
4
V = πr2 h + πr3 dan A = 2πrh + 4πr2 , dengan r > 0.
3
8 − 4πr2
A = 8 ⇒ 2πrh + 4πr2 = 8 ⇒ h = .
2πr
2
 
8 − 4πr
V (r) = πr2 + 34 πr3 = 4r − 32 πr3 .
2πr q  q 
0 2 2 2 2 2

V (r) = 4 − 2πr = 2π π − r = 2π π − r π + r .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 3.
Seseorang ingin mempunyai perhiasan berbentuk menyerupai
kapsul yang dapat dibentuk dari 2 setengah bola dan 1 tabung
yang dilapisi emas. Jika dia hanya memiliki emas yang cukup
untuk melapisi benda dengan luas permukaan 8 cm2 . Tentukan
ukuran kapsul tersebut sehingga volumenya maksimum.

Jawab:
Misalkan h = tinggi tabung dan r = jari-jari bola.
4
V = πr2 h + πr3 dan A = 2πrh + 4πr2 , dengan r > 0.
3
8 − 4πr2
A = 8 ⇒ 2πrh + 4πr2 = 8 ⇒ h = .
2πr
2
 
8 − 4πr
V (r) = πr2 + 34 πr3 = 4r − 32 πr3 .
2πr q  q 
0 2 2 2 2 2

V (r) = 4 − 2πr = 2π π − r = 2π π − r π + r .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

q
V 0 (r) = 0 ⇒ r = π2 (karena r > 0).
q
Jadi, π2 adalah titik stasioner dari V .
 q  q 
0 2 0
Karena V (r) > 0 pada 0, π dan V (r) < 0 pada 2
, ∞ ,
π
disimpulkan
q V mencapai maksimum lokal dan sekaligus maksimum
2
global di π.

Jadi, ukuran kapsulqagar volumenya maksimum adalah:


jari-jari bola = π2 cm dan
8−4π ( π2 )
panjang tabung q
2
= 0 cm.
2π π

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

q
V 0 (r) = 0 ⇒ r = π2 (karena r > 0).
q
Jadi, π2 adalah titik stasioner dari V .
 q  q 
0 2 0
Karena V (r) > 0 pada 0, π dan V (r) < 0 pada 2
, ∞ ,
π
disimpulkan
q V mencapai maksimum lokal dan sekaligus maksimum
2
global di π.

Jadi, ukuran kapsulqagar volumenya maksimum adalah:


jari-jari bola = π2 cm dan
8−4π ( π2 )
panjang tabung q
2
= 0 cm.
2π π

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

q
V 0 (r) = 0 ⇒ r = π2 (karena r > 0).
q
Jadi, π2 adalah titik stasioner dari V .
 q  q 
0 2 0
Karena V (r) > 0 pada 0, π dan V (r) < 0 pada 2
, ∞ ,
π
disimpulkan
q V mencapai maksimum lokal dan sekaligus maksimum
2
global di π.

Jadi, ukuran kapsulqagar volumenya maksimum adalah:


jari-jari bola = π2 cm dan
8−4π ( π2 )
panjang tabung q
2
= 0 cm.
2π π

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

q
V 0 (r) = 0 ⇒ r = π2 (karena r > 0).
q
Jadi, π2 adalah titik stasioner dari V .
 q  q 
0 2 0
Karena V (r) > 0 pada 0, π dan V (r) < 0 pada 2
, ∞ ,
π
disimpulkan
q V mencapai maksimum lokal dan sekaligus maksimum
2
global di π.

Jadi, ukuran kapsulqagar volumenya maksimum adalah:


jari-jari bola = π2 cm dan
8−4π ( π2 )
panjang tabung q
2
= 0 cm.
2π π

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 4.
Sebuah pagar dengan tinggi 2 meter berada pada jarak 4 meter di
depan sebuah bangunan.

Jika sebuah benda lurus dengan panjang L bersandar pada


tembok dengan ujung benda yang satu menyentuh tanah dan
ujung yang lain menyentuh bangunan (perhatikan gambar di
2
atas), buktikan bahwa L2 = (x + 4)2 + 2 + x8 .
Tentukan semua titik kritis dari L2 .
Jika sebuah pohon dengan tinggi 7 meter di luar pagar
tumbang dan bersandar pada pagar tersebut (asumsikan
bentuk pohon lurus) dan ujung bawah pohon masih
menyentuh tanah, apakah mungkin ujung atas pohon tersebut
menyentuh bangunan?
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Jawab:
(a) Misalkan y adalah jarak ujung benda yang menyentuh
bangunan dengan tanah. Dengan kesebangunan segitiga
y
diperoleh x+4 = x2 , sehingga y = 2x+8
x = 2 + x.
8

Selanjutnya dengan Teorema Pythagoras diperoleh


2
L2 = (x + 4)2 + y 2 = (x + 4)2 + 2 + x8 .
(b) Misalkan L2 = f (x), maka
  
0 8 8
f (x) = 2(x + 4) + 2 2 + − 2
x x
  
2x + 8 8
= (2x + 8) + 2 − 2
x x
(2x + 8)(x3 − 16)
 
16
= (2x + 8) 1 − 3 = .
x x3
Karena x > 0, titik stasionernya
√ adalah
√ solusi persamaan
x3 − 16 = 0, yakni x = 3 16 = 2 3 2.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Jawab:
(a) Misalkan y adalah jarak ujung benda yang menyentuh
bangunan dengan tanah. Dengan kesebangunan segitiga
y
diperoleh x+4 = x2 , sehingga y = 2x+8
x = 2 + x.
8

Selanjutnya dengan Teorema Pythagoras diperoleh


2
L2 = (x + 4)2 + y 2 = (x + 4)2 + 2 + x8 .
(b) Misalkan L2 = f (x), maka
  
0 8 8
f (x) = 2(x + 4) + 2 2 + − 2
x x
  
2x + 8 8
= (2x + 8) + 2 − 2
x x
(2x + 8)(x3 − 16)
 
16
= (2x + 8) 1 − 3 = .
x x3
Karena x > 0, titik stasionernya
√ adalah
√ solusi persamaan
x3 − 16 = 0, yakni x = 3 16 = 2 3 2.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal


(c) Titik stasioner x = 3 16 adalah titik minimum berdasarkan uji
turunan pertama√karena turunannya, yakni √ f 0 (x), bernilai
3 3
negatif pada (0, 16) dan positif pada ( 16, ∞).
Jadi, nilai minimum dari L2adalah 
√ √ 8
2
f ( 3 16) = ( 3 16 + 4)2 + 2 + √ 3
16
2
> (2 + 4)2 + 2 + 84

= 52 > 49 (karena 2 < 3 16 < 4).
Dengan demikian diperoleh L > 7.
Jadi, ujung atas pohon dengan tinggi 7 meter yang tumbang
tersebut tidak mungkin menyentuh bangunan.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal


(c) Titik stasioner x = 3 16 adalah titik minimum berdasarkan uji
turunan pertama√karena turunannya, yakni √ f 0 (x), bernilai
3 3
negatif pada (0, 16) dan positif pada ( 16, ∞).
Jadi, nilai minimum dari L2adalah 
√ √ 8
2
f ( 3 16) = ( 3 16 + 4)2 + 2 + √ 3
16
2
> (2 + 4)2 + 2 + 84

= 52 > 49 (karena 2 < 3 16 < 4).
Dengan demikian diperoleh L > 7.
Jadi, ujung atas pohon dengan tinggi 7 meter yang tumbang
tersebut tidak mungkin menyentuh bangunan.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal


(c) Titik stasioner x = 3 16 adalah titik minimum berdasarkan uji
turunan pertama√karena turunannya, yakni √ f 0 (x), bernilai
3 3
negatif pada (0, 16) dan positif pada ( 16, ∞).
Jadi, nilai minimum dari L2adalah 
√ √ 8
2
f ( 3 16) = ( 3 16 + 4)2 + 2 + √ 3
16
2
> (2 + 4)2 + 2 + 84

= 52 > 49 (karena 2 < 3 16 < 4).
Dengan demikian diperoleh L > 7.
Jadi, ujung atas pohon dengan tinggi 7 meter yang tumbang
tersebut tidak mungkin menyentuh bangunan.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal


(c) Titik stasioner x = 3 16 adalah titik minimum berdasarkan uji
turunan pertama√karena turunannya, yakni √ f 0 (x), bernilai
3 3
negatif pada (0, 16) dan positif pada ( 16, ∞).
Jadi, nilai minimum dari L2adalah 
√ √ 8
2
f ( 3 16) = ( 3 16 + 4)2 + 2 + √ 3
16
2
> (2 + 4)2 + 2 + 84

= 52 > 49 (karena 2 < 3 16 < 4).
Dengan demikian diperoleh L > 7.
Jadi, ujung atas pohon dengan tinggi 7 meter yang tumbang
tersebut tidak mungkin menyentuh bangunan.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal


(c) Titik stasioner x = 3 16 adalah titik minimum berdasarkan uji
turunan pertama√karena turunannya, yakni √ f 0 (x), bernilai
3 3
negatif pada (0, 16) dan positif pada ( 16, ∞).
Jadi, nilai minimum dari L2adalah 
√ √ 8
2
f ( 3 16) = ( 3 16 + 4)2 + 2 + √ 3
16
2
> (2 + 4)2 + 2 + 84

= 52 > 49 (karena 2 < 3 16 < 4).
Dengan demikian diperoleh L > 7.
Jadi, ujung atas pohon dengan tinggi 7 meter yang tumbang
tersebut tidak mungkin menyentuh bangunan.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Teorema 6.
Uji turunan kedua untuk ekstrim lokal
Misalkan f 0 (x) dan f 00 (x) ada ∀x ∈ (a, b) yang memuat c dan
misalkan f 0 (c) = 0.
(i) f 00 (c) < 0 ⇒ f (c) adalah nilai maksimum lokal f .

(ii) f 00 (c) > 0 ⇒ f (c) adalah nilai minimum lokal f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Teorema 6.
Uji turunan kedua untuk ekstrim lokal
Misalkan f 0 (x) dan f 00 (x) ada ∀x ∈ (a, b) yang memuat c dan
misalkan f 0 (c) = 0.
(i) f 00 (c) < 0 ⇒ f (c) adalah nilai maksimum lokal f .

(ii) f 00 (c) > 0 ⇒ f (c) adalah nilai minimum lokal f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Bukti:
f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)
(i) Karena f 00 (c) = lim = lim < 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga <0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) < 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai maksimum lokal.

f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)


(ii) Karena f 00 (c) = lim = lim > 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga >0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) > 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai minimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Bukti:
f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)
(i) Karena f 00 (c) = lim = lim < 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga <0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) < 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai maksimum lokal.

f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)


(ii) Karena f 00 (c) = lim = lim > 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga >0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) > 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai minimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Bukti:
f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)
(i) Karena f 00 (c) = lim = lim < 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga <0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) < 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai maksimum lokal.

f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)


(ii) Karena f 00 (c) = lim = lim > 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga >0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) > 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai minimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Bukti:
f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)
(i) Karena f 00 (c) = lim = lim < 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga <0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) > 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) < 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai maksimum lokal.

f 0 (x) − f 0 (c) f 0 (x)


(ii) Karena f 00 (c) = lim = lim > 0,
x→c x−c x→c x − c
f 0 (x)
terdapat selang (α, β) yang memuat c sehingga >0
x−c
∀x ∈ (α, β) − {c}.
Oleh karena itu, f 0 (x) < 0 ∀x ∈ (α, c) dan f 0 (x) > 0
∀x ∈ (c, β), sehingga f (c) merupakan nilai minimum lokal.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 5.
Dengan menggunakan uji turunan kedua tunjukkan bahwa
2−x
f (x) = mencapai minimum lokal di 4.
x2
Jawab:
x−4
Karena f 0 (x) = , diperoleh f 0 (4) = 0.
x3
−2x + 12 1
Karena f 00 (x) = , diperoleh f 00 (4) = .
x4 64
Karena f 0 (4) = 0 dan f 00 (4) > 0, disimpulkan f mencapai
minimum lokal di 4.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 5.
Dengan menggunakan uji turunan kedua tunjukkan bahwa
2−x
f (x) = mencapai minimum lokal di 4.
x2
Jawab:
x−4
Karena f 0 (x) = , diperoleh f 0 (4) = 0.
x3
−2x + 12 1
Karena f 00 (x) = , diperoleh f 00 (4) = .
x4 64
Karena f 0 (4) = 0 dan f 00 (4) > 0, disimpulkan f mencapai
minimum lokal di 4.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 5.
Dengan menggunakan uji turunan kedua tunjukkan bahwa
2−x
f (x) = mencapai minimum lokal di 4.
x2
Jawab:
x−4
Karena f 0 (x) = , diperoleh f 0 (4) = 0.
x3
−2x + 12 1
Karena f 00 (x) = , diperoleh f 00 (4) = .
x4 64
Karena f 0 (4) = 0 dan f 00 (4) > 0, disimpulkan f mencapai
minimum lokal di 4.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Contoh 5.
Dengan menggunakan uji turunan kedua tunjukkan bahwa
2−x
f (x) = mencapai minimum lokal di 4.
x2
Jawab:
x−4
Karena f 0 (x) = , diperoleh f 0 (4) = 0.
x3
−2x + 12 1
Karena f 00 (x) = , diperoleh f 00 (4) = .
x4 64
Karena f 0 (4) = 0 dan f 00 (4) > 0, disimpulkan f mencapai
minimum lokal di 4.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

3. Ekstrim Lokal

Latihan
1 Dua titik sudut persegi panjang berada pada sumbu x dan
dua yang lainnya pada parabola y = 12 − x2 dengan y ≥ 0.
Berapa ukuran persegi panjang semacam ini dengan luas
maksimum?
2 Benda berbentuk sektor lingkaran dengan jari-jari r dan sudut
berbentuk θ. Cari r dan θ jika kelilingnya 12 cm dan luasnya
maksimum.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Sketsa Grafik Fungsi

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Prosedur membuat sketsa grafik fungsi :


Tentukan daerah definisi fungsi.
Tentukan turunan pertama fungsi.
Tentukan selang kekontinuan.
Tentukan selang kemonotonan.
Tentukan titik ekstrim (maksimum, minimum) lokal dan
global.
Tentukan turunan kedua fungsi.
Tentukan selang kecekungan.
Tentukan titik balik.
Tentukan asimtot datar/miring fungsi.
Tentukan asimtot tegak fungsi.
Tentukan titik potong pada sumbu koordinat.
Sketsa grafik fungsi yang memenuhi semua informasi di atas.
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Contoh 1.
2−x
Sketsa grafik fungsi f (x) = .
x2
Jawab
(a) Df = R − {0}.
x−4
(b) f 0 (x) = .
x3

(c) Fungsi f kontinu pada Df .


(d) f monoton naik pada (−∞, 0) dan pada (4, ∞),
serta f monoton turun pada (0, 4).
1
(e) f mencapai minimum lokal di x = 4 dengan f (4) = − .
8
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

−2x + 12
(f) f 00 (x) =
x4

(g) f cekung ke atas pada (−∞, 0) ∪ (0, 6) dan


f cekung ke bawah pada (6, ∞)
1
(h) x = 6 adalah titik balik dari f dengan f (6) = − .
9
2−x 2−x
(i) Karena lim = 0 dan lim = 0,
x→−∞ x2 x→∞ x2
asimtot horizontal adalah garis y = 0.
2−x
(j) Karena lim = ∞, asimtot vertikal adalah garis x = 0.
x→0 x2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

−2x + 12
(f) f 00 (x) =
x4

(g) f cekung ke atas pada (−∞, 0) ∪ (0, 6) dan


f cekung ke bawah pada (6, ∞)
1
(h) x = 6 adalah titik balik dari f dengan f (6) = − .
9
2−x 2−x
(i) Karena lim = 0 dan lim = 0,
x→−∞ x2 x→∞ x2
asimtot horizontal adalah garis y = 0.
2−x
(j) Karena lim = ∞, asimtot vertikal adalah garis x = 0.
x→0 x2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

−2x + 12
(f) f 00 (x) =
x4

(g) f cekung ke atas pada (−∞, 0) ∪ (0, 6) dan


f cekung ke bawah pada (6, ∞)
1
(h) x = 6 adalah titik balik dari f dengan f (6) = − .
9
2−x 2−x
(i) Karena lim = 0 dan lim = 0,
x→−∞ x2 x→∞ x2
asimtot horizontal adalah garis y = 0.
2−x
(j) Karena lim = ∞, asimtot vertikal adalah garis x = 0.
x→0 x2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

−2x + 12
(f) f 00 (x) =
x4

(g) f cekung ke atas pada (−∞, 0) ∪ (0, 6) dan


f cekung ke bawah pada (6, ∞)
1
(h) x = 6 adalah titik balik dari f dengan f (6) = − .
9
2−x 2−x
(i) Karena lim = 0 dan lim = 0,
x→−∞ x2 x→∞ x2
asimtot horizontal adalah garis y = 0.
2−x
(j) Karena lim = ∞, asimtot vertikal adalah garis x = 0.
x→0 x2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

−2x + 12
(f) f 00 (x) =
x4

(g) f cekung ke atas pada (−∞, 0) ∪ (0, 6) dan


f cekung ke bawah pada (6, ∞)
1
(h) x = 6 adalah titik balik dari f dengan f (6) = − .
9
2−x 2−x
(i) Karena lim = 0 dan lim = 0,
x→−∞ x2 x→∞ x2
asimtot horizontal adalah garis y = 0.
2−x
(j) Karena lim = ∞, asimtot vertikal adalah garis x = 0.
x→0 x2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Latihan
(1) Sketsa grafik di bawah ini dengan terlebih dulu menentukan
daerah asal, selang kemonotonan, titik ekstrim, selang
kecekungan, titik balik, serta semua asimtot (jika ada).
4 3
√ − 4x + 2.
(a) f (x) = 3x
(b) g(x) = x x − 2.
x2
(c) h(x) = 2 .
x −9
(
4 − (x + 5)2 , −6 ≤ x ≤ −4;
(d) k(x) =
12 − (x + 1)2 , −4 < x ≤ 0.

 2 , 3 ≤ x < 5;
(e) p(x) = x − 5
2 , 5 ≤ x ≤ 7.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

4. Sketsa Grafik Fungsi

Latihan
(2) Diketahui fungsi f yang mempunyai sifat berikut.

∗ f kontinu pada R − {2} ∗ f terdiferensialkan pada R − {−1, 2}


∗ f (0) = 0 ∗ f 0 (0) > 0 ∀ x ∈ (−1, 2)
∗ lim f (x) = 4 ∗ f 0 (x) < 0 ∀ x ∈ (−4, −1) ∪ (2, 4)
x→2
∗ lim f (x) = 3 ∗ f 0 (x) < 0 ∀ x ∈ (−4, 0) − {−1}
x→4
∗ lim f (x) = 0 ∗ f 00 (x) > 0 ∀ x ∈ (0, 4) − {2}
x→−4

(a) Tentukan semua titik ekstrim lokal dari fungsi f beserta


jenisnya.
(b) Tentukan semua titik balik fungsi f .
(c) Tentukan semua asimtot fungsi f .
(d) Gambarkan sketsa grafik fungsi f .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Teorema Nilai Rata-rata

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Teorema Nilai Rata-rata


Teorema 7.
f kontinu pada [a, b] dan terdiferensialkan pada (a, b)
f (b) − f (a)
⇒ ∃ c ∈ (a, b) 3 = f 0 (c).
b−a
Arti geometrinya
Jika grafik fungsi f kontinu dan mempunyai garis singgung tidak
vertikal pada setiap titik di antara A = (a, f (a)) dan B = (b, f (b)),
maka terdapat satu titik C = (c, f (c)) pada grafik antara A dan B
sehingga garis singgung di titik C sejajar dengan ruas garis AB.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Teorema Nilai Rata-rata


Teorema 7.
f kontinu pada [a, b] dan terdiferensialkan pada (a, b)
f (b) − f (a)
⇒ ∃ c ∈ (a, b) 3 = f 0 (c).
b−a
Arti geometrinya
Jika grafik fungsi f kontinu dan mempunyai garis singgung tidak
vertikal pada setiap titik di antara A = (a, f (a)) dan B = (b, f (b)),
maka terdapat satu titik C = (c, f (c)) pada grafik antara A dan B
sehingga garis singgung di titik C sejajar dengan ruas garis AB.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 1.
Misalkan f (x) = x2 + 2x, untuk x ∈ [−2, 2].
Tentukan c 3 f 0 (c) = f (2)−f
4
(−2)
.

Jawab:
f 0 (x) = 2x + 2, untuk x ∈ (−2, 2).
Karena f (2)−f4
(−2)
= 8−0
4 = 2, berdasarkan TNR, diperoleh
0
f (c) = 2c + 2 = 2. Karena itu, c = 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 1.
Misalkan f (x) = x2 + 2x, untuk x ∈ [−2, 2].
Tentukan c 3 f 0 (c) = f (2)−f
4
(−2)
.

Jawab:
f 0 (x) = 2x + 2, untuk x ∈ (−2, 2).
Karena f (2)−f4
(−2)
= 8−0
4 = 2, berdasarkan TNR, diperoleh
0
f (c) = 2c + 2 = 2. Karena itu, c = 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 1.
Misalkan f (x) = x2 + 2x, untuk x ∈ [−2, 2].
Tentukan c 3 f 0 (c) = f (2)−f
4
(−2)
.

Jawab:
f 0 (x) = 2x + 2, untuk x ∈ (−2, 2).
Karena f (2)−f4
(−2)
= 8−0
4 = 2, berdasarkan TNR, diperoleh
0
f (c) = 2c + 2 = 2. Karena itu, c = 0.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 2.
Dono menyatakan bahwa dia telah menempuh 112 km dalam 2
jam dengan kecepatan yang tidak pernah melampaui 55 km/jam.
Apakah pernyataan tersebut bernilai benar?

Jawab:
Pernyataan tersebut bernilai salah karena, berdasarkan TNR,
terdapat c ∈ (0, 2) sehingga f 0 (c) = f (2)−f
2−0
(0)
= 112−0
2 = 56.
Ini bearti bahwa terdapat c ∈ (0, 2) sehingga kecepatan sesaat di c
adalah 56 km/jam.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 2.
Dono menyatakan bahwa dia telah menempuh 112 km dalam 2
jam dengan kecepatan yang tidak pernah melampaui 55 km/jam.
Apakah pernyataan tersebut bernilai benar?

Jawab:
Pernyataan tersebut bernilai salah karena, berdasarkan TNR,
terdapat c ∈ (0, 2) sehingga f 0 (c) = f (2)−f
2−0
(0)
= 112−0
2 = 56.
Ini bearti bahwa terdapat c ∈ (0, 2) sehingga kecepatan sesaat di c
adalah 56 km/jam.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 2.
Dono menyatakan bahwa dia telah menempuh 112 km dalam 2
jam dengan kecepatan yang tidak pernah melampaui 55 km/jam.
Apakah pernyataan tersebut bernilai benar?

Jawab:
Pernyataan tersebut bernilai salah karena, berdasarkan TNR,
terdapat c ∈ (0, 2) sehingga f 0 (c) = f (2)−f
2−0
(0)
= 112−0
2 = 56.
Ini bearti bahwa terdapat c ∈ (0, 2) sehingga kecepatan sesaat di c
adalah 56 km/jam.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 3.
Misalkan f (x) = x2/3 , untuk x ∈ [−8, 27].
Mengapa fungsi f tidak memenuhi premis TNR?

Jawab:
f (x)−f (0) x2/3 −0
f−0 (0) = lim x−0 = lim x−0 = lim 1
1/3 = −∞.
x→0− x→0− x→0− x
f (x)−f (0) f (x)−f (0)
f+0 (0) = lim x−0 = lim x−0
1
= lim x1/3 = +∞.
x→0+ x→0+ x→0+
f tidak memenuhi TNR karena f 0 (0) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 3.
Misalkan f (x) = x2/3 , untuk x ∈ [−8, 27].
Mengapa fungsi f tidak memenuhi premis TNR?

Jawab:
f (x)−f (0) x2/3 −0
f−0 (0) = lim x−0 = lim x−0 = lim 1
1/3 = −∞.
x→0− x→0− x→0− x
f (x)−f (0) f (x)−f (0)
f+0 (0) = lim x−0 = lim x−0
1
= lim x1/3 = +∞.
x→0+ x→0+ x→0+
f tidak memenuhi TNR karena f 0 (0) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 3.
Misalkan f (x) = x2/3 , untuk x ∈ [−8, 27].
Mengapa fungsi f tidak memenuhi premis TNR?

Jawab:
f (x)−f (0) x2/3 −0
f−0 (0) = lim x−0 = lim x−0 = lim 1
1/3 = −∞.
x→0− x→0− x→0− x
f (x)−f (0) f (x)−f (0)
f+0 (0) = lim x−0 = lim x−0
1
= lim x1/3 = +∞.
x→0+ x→0+ x→0+
f tidak memenuhi TNR karena f 0 (0) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 3.
Misalkan f (x) = x2/3 , untuk x ∈ [−8, 27].
Mengapa fungsi f tidak memenuhi premis TNR?

Jawab:
f (x)−f (0) x2/3 −0
f−0 (0) = lim x−0 = lim x−0 = lim 1
1/3 = −∞.
x→0− x→0− x→0− x
f (x)−f (0) f (x)−f (0)
f+0 (0) = lim x−0 = lim x−0
1
= lim x1/3 = +∞.
x→0+ x→0+ x→0+
f tidak memenuhi TNR karena f 0 (0) tidak ada.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 4.
Diketahui bahwa fungsi f kontinu pada selang [0, 5] dan
terdiferensialkan di selang (0, 5).
Misalkan f 0 (x) ≤ 1 untuk setiap x di selang (0, 5) dan f (0) = −2.
Dengan Teorema Nilai Rata-rata, tentukan nilai terbesar yang
mungkin untuk f (5).
Jawab:
Berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata (untuk turunan),
terdapat bilangan real c di selang (0, 5) sehingga
f 0 (c) = f (5)−f
5−0
(0)
= f (5)+2
5 .
Dari hipotesis tentang fungsi f , yakni f 0 (c) ≤ 1, diperoleh
f (5)+2
5 ≤ 1 sehingga f (5) ≤ 3.
Jadi, nilai terbesar yang mungkin untuk f (5) adalah 3.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 4.
Diketahui bahwa fungsi f kontinu pada selang [0, 5] dan
terdiferensialkan di selang (0, 5).
Misalkan f 0 (x) ≤ 1 untuk setiap x di selang (0, 5) dan f (0) = −2.
Dengan Teorema Nilai Rata-rata, tentukan nilai terbesar yang
mungkin untuk f (5).
Jawab:
Berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata (untuk turunan),
terdapat bilangan real c di selang (0, 5) sehingga
f 0 (c) = f (5)−f
5−0
(0)
= f (5)+2
5 .
Dari hipotesis tentang fungsi f , yakni f 0 (c) ≤ 1, diperoleh
f (5)+2
5 ≤ 1 sehingga f (5) ≤ 3.
Jadi, nilai terbesar yang mungkin untuk f (5) adalah 3.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 4.
Diketahui bahwa fungsi f kontinu pada selang [0, 5] dan
terdiferensialkan di selang (0, 5).
Misalkan f 0 (x) ≤ 1 untuk setiap x di selang (0, 5) dan f (0) = −2.
Dengan Teorema Nilai Rata-rata, tentukan nilai terbesar yang
mungkin untuk f (5).
Jawab:
Berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata (untuk turunan),
terdapat bilangan real c di selang (0, 5) sehingga
f 0 (c) = f (5)−f
5−0
(0)
= f (5)+2
5 .
Dari hipotesis tentang fungsi f , yakni f 0 (c) ≤ 1, diperoleh
f (5)+2
5 ≤ 1 sehingga f (5) ≤ 3.
Jadi, nilai terbesar yang mungkin untuk f (5) adalah 3.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

5. Teorema Nilai Rata-rata

Contoh 4.
Diketahui bahwa fungsi f kontinu pada selang [0, 5] dan
terdiferensialkan di selang (0, 5).
Misalkan f 0 (x) ≤ 1 untuk setiap x di selang (0, 5) dan f (0) = −2.
Dengan Teorema Nilai Rata-rata, tentukan nilai terbesar yang
mungkin untuk f (5).
Jawab:
Berdasarkan Teorema Nilai Rata-rata (untuk turunan),
terdapat bilangan real c di selang (0, 5) sehingga
f 0 (c) = f (5)−f
5−0
(0)
= f (5)+2
5 .
Dari hipotesis tentang fungsi f , yakni f 0 (c) ≤ 1, diperoleh
f (5)+2
5 ≤ 1 sehingga f (5) ≤ 3.
Jadi, nilai terbesar yang mungkin untuk f (5) adalah 3.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Anti Turunan

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Definisi 4.
F dikatakan anti turunan dari f pada selang I,
jika F 0 (x) = f (x) untuk semua x dalam I
(jika x suatu titik ujung dari I, maka F 0 (x)
hanya diartikan sebagai turunan sepihak).

Contoh 1.
xr+1
(a) xr dx =
R
+ c, untuk semua r ∈ Q − {−1}.
R r+1
(b) R sin x dx = − cos x + c.
(c) cos x dx = sin x + c.

Teorema 8.
F 0 (x) = G0 (x) ∀x ∈ (a, b) ⇒ terdapat konstanta c
sehingga F (x) = G(x) + c ∀ x ∈ (a, b).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Definisi 4.
F dikatakan anti turunan dari f pada selang I,
jika F 0 (x) = f (x) untuk semua x dalam I
(jika x suatu titik ujung dari I, maka F 0 (x)
hanya diartikan sebagai turunan sepihak).

Contoh 1.
xr+1
(a) xr dx =
R
+ c, untuk semua r ∈ Q − {−1}.
R r+1
(b) R sin x dx = − cos x + c.
(c) cos x dx = sin x + c.

Teorema 8.
F 0 (x) = G0 (x) ∀x ∈ (a, b) ⇒ terdapat konstanta c
sehingga F (x) = G(x) + c ∀ x ∈ (a, b).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Definisi 4.
F dikatakan anti turunan dari f pada selang I,
jika F 0 (x) = f (x) untuk semua x dalam I
(jika x suatu titik ujung dari I, maka F 0 (x)
hanya diartikan sebagai turunan sepihak).

Contoh 1.
xr+1
(a) xr dx =
R
+ c, untuk semua r ∈ Q − {−1}.
R r+1
(b) R sin x dx = − cos x + c.
(c) cos x dx = sin x + c.

Teorema 8.
F 0 (x) = G0 (x) ∀x ∈ (a, b) ⇒ terdapat konstanta c
sehingga F (x) = G(x) + c ∀ x ∈ (a, b).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Definisi 4.
F dikatakan anti turunan dari f pada selang I,
jika F 0 (x) = f (x) untuk semua x dalam I
(jika x suatu titik ujung dari I, maka F 0 (x)
hanya diartikan sebagai turunan sepihak).

Contoh 1.
xr+1
(a) xr dx =
R
+ c, untuk semua r ∈ Q − {−1}.
R r+1
(b) R sin x dx = − cos x + c.
(c) cos x dx = sin x + c.

Teorema 8.
F 0 (x) = G0 (x) ∀x ∈ (a, b) ⇒ terdapat konstanta c
sehingga F (x) = G(x) + c ∀ x ∈ (a, b).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Definisi 4.
F dikatakan anti turunan dari f pada selang I,
jika F 0 (x) = f (x) untuk semua x dalam I
(jika x suatu titik ujung dari I, maka F 0 (x)
hanya diartikan sebagai turunan sepihak).

Contoh 1.
xr+1
(a) xr dx =
R
+ c, untuk semua r ∈ Q − {−1}.
R r+1
(b) R sin x dx = − cos x + c.
(c) cos x dx = sin x + c.

Teorema 8.
F 0 (x) = G0 (x) ∀x ∈ (a, b) ⇒ terdapat konstanta c
sehingga F (x) = G(x) + c ∀ x ∈ (a, b).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 21 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 21 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 12 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 12 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 12 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 12 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 12 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 2.
Tentukan anti turunan dari f (x) = sin 2x.

Jawab:
R R R
(a) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = 2 sin x d(sin x)
= sin2 x + c1 .
R R R
(b) f (x)dx = 2 sin x cos x dx = −2 cos x d(cos x)
= − cos2 x + c2 .
(c) f (x)dx = 12 sin 2x d(2x) = − 21 cos 2x + c3 .
R R

sin2 x − (− cos2 x) = 1.
sin2 x − (− 21 cos 2x) = sin2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = 12 .
− cos2 x − (− 12 cos 2x) = − cos2 x + 12 (cos2 x − sin2 x) = − 21 .

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 3. √
x4 + 1 x4 − 1
Z
Buktikan bahwa √ dx = + c.
x2 x4 − 1 x
Jawab: √
√ √4x
3
x4 − 1
!
d x4 − 1 2 x4 −1
x − x4 + 1
+c = = √ .
dx x x2 x2 x4 − 1

Teorema 9.
Teorema Kelinieran
Misalkan f dn g mempunyai anti turunan dan k suatu konstanta,
maka
R R
(i) kf (x) dx = k f (x) dx;
R R R
(ii) [f (x) + g(x)] dx = f (x) dx + g(x) dx.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 3. √
x4 + 1 x4 − 1
Z
Buktikan bahwa √ dx = + c.
x2 x4 − 1 x
Jawab: √
√ √4x
3
x4 − 1
!
d x4 − 1 2 x4 −1
x − x4 + 1
+c = = √ .
dx x x2 x2 x4 − 1

Teorema 9.
Teorema Kelinieran
Misalkan f dn g mempunyai anti turunan dan k suatu konstanta,
maka
R R
(i) kf (x) dx = k f (x) dx;
R R R
(ii) [f (x) + g(x)] dx = f (x) dx + g(x) dx.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 3. √
x4 + 1 x4 − 1
Z
Buktikan bahwa √ dx = + c.
x2 x4 − 1 x
Jawab: √
√ √4x
3
x4 − 1
!
d x4 − 1 2 x4 −1
x − x4 + 1
+c = = √ .
dx x x2 x2 x4 − 1

Teorema 9.
Teorema Kelinieran
Misalkan f dn g mempunyai anti turunan dan k suatu konstanta,
maka
R R
(i) kf (x) dx = k f (x) dx;
R R R
(ii) [f (x) + g(x)] dx = f (x) dx + g(x) dx.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 4.
Tentukan anti turunan dari
4
(a) f (x) = 2x3 − x2/3 + .
x5
(b) g(x) = 4 sec2 (2x).

Jawab:
(a) f (x)dx = 2 x3 dx − x2/3 dx + 4 x−5 dx
R R R R
1 3
= x4 − x5/3 − x−4 + c.
2R 5
(b) g(x)dx = 2 sec2 (2x) d(2x) = 2 tan 2x + c.
R

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 4.
Tentukan anti turunan dari
4
(a) f (x) = 2x3 − x2/3 + .
x5
(b) g(x) = 4 sec2 (2x).

Jawab:
(a) f (x)dx = 2 x3 dx − x2/3 dx + 4 x−5 dx
R R R R
1 3
= x4 − x5/3 − x−4 + c.
2R 5
(b) g(x)dx = 2 sec2 (2x) d(2x) = 2 tan 2x + c.
R

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 4.
Tentukan anti turunan dari
4
(a) f (x) = 2x3 − x2/3 + .
x5
(b) g(x) = 4 sec2 (2x).

Jawab:
(a) f (x)dx = 2 x3 dx − x2/3 dx + 4 x−5 dx
R R R R
1 3
= x4 − x5/3 − x−4 + c.
2R 5
(b) g(x)dx = 2 sec2 (2x) d(2x) = 2 tan 2x + c.
R

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 5.
Tentukan integral tak tentu di bawah ini.

(a) A = (3t2 − x − 2 sin t) dt untuk suatu x > 0.
R

11t3 − 1
Z
(b) B = √
3
dt.
t

(c) C = (t3 + t)2 dt.
R

Jawab:
√ R √
3t2 dt −
x dt − 2 sin t dt = t3 − t x + 2 cos t + c.
R R
(a) A =
3
(b) B = (11t8/3 − t−1/3 ) dt = 3t11/3 − t2/3 + c.
R
2
t 7 4 t2
(c) C = (t + 2t7/2 + t) dt = + t9/2 + + c.
R 6
7 9 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 5.
Tentukan integral tak tentu di bawah ini.

(a) A = (3t2 − x − 2 sin t) dt untuk suatu x > 0.
R

11t3 − 1
Z
(b) B = √
3
dt.
t

(c) C = (t3 + t)2 dt.
R

Jawab:
√ R √
3t2 dt −
x dt − 2 sin t dt = t3 − t x + 2 cos t + c.
R R
(a) A =
3
(b) B = (11t8/3 − t−1/3 ) dt = 3t11/3 − t2/3 + c.
R
2
t 7 4 t2
(c) C = (t + 2t7/2 + t) dt = + t9/2 + + c.
R 6
7 9 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 5.
Tentukan integral tak tentu di bawah ini.

(a) A = (3t2 − x − 2 sin t) dt untuk suatu x > 0.
R

11t3 − 1
Z
(b) B = √
3
dt.
t

(c) C = (t3 + t)2 dt.
R

Jawab:
√ R √
3t2 dt −
x dt − 2 sin t dt = t3 − t x + 2 cos t + c.
R R
(a) A =
3
(b) B = (11t8/3 − t−1/3 ) dt = 3t11/3 − t2/3 + c.
R
2
t 7 4 t2
(c) C = (t + 2t7/2 + t) dt = + t9/2 + + c.
R 6
7 9 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 5.
Tentukan integral tak tentu di bawah ini.

(a) A = (3t2 − x − 2 sin t) dt untuk suatu x > 0.
R

11t3 − 1
Z
(b) B = √
3
dt.
t

(c) C = (t3 + t)2 dt.
R

Jawab:
√ R √
3t2 dt −
x dt − 2 sin t dt = t3 − t x + 2 cos t + c.
R R
(a) A =
3
(b) B = (11t8/3 − t−1/3 ) dt = 3t11/3 − t2/3 + c.
R
2
t 7 4 t2
(c) C = (t + 2t7/2 + t) dt = + t9/2 + + c.
R 6
7 9 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Teorema 10.
Aturan Pangkat yang Diperumum
Misalkan g adalah suatu fungsi yang dapat didiferensialkan dan
[g(x)]r+1
r ∈ Q − {−1}, maka [g(x)]r g 0 (x) dx =
R
+ c.
r+1

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 6.
Tentukan integral tak tentu
R√
(a) D = 5x3 + 3x − 2(15x2 + 3) dx.
(b) E = sin3/2 x cos x dx.
R

(c) F = [(x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) + 4 sin5 2x cos 2x] dx.


R

Jawab:
R√ 2
(a) D = 5x3 + 3x − 2 d(5x3 +3x−2) = (5x3 +3x−2)3/2 +c.
3
R 3/2 2 5/2
(b) E = sin x d(sin x) = sin x + c.
5
(c) F = R (x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) dx + 4 Rsin5 2x cos 2x dx
R R

= (x3 + 2x + 1)10 d(x3 + 2x + 1) + 2 sin5 2x d(sin 2x)


(x3 + 2x + 1)11 sin6 2x
= + + c.
11 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 6.
Tentukan integral tak tentu
R√
(a) D = 5x3 + 3x − 2(15x2 + 3) dx.
(b) E = sin3/2 x cos x dx.
R

(c) F = [(x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) + 4 sin5 2x cos 2x] dx.


R

Jawab:
R√ 2
(a) D = 5x3 + 3x − 2 d(5x3 +3x−2) = (5x3 +3x−2)3/2 +c.
3
R 3/2 2 5/2
(b) E = sin x d(sin x) = sin x + c.
5
(c) F = R (x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) dx + 4 Rsin5 2x cos 2x dx
R R

= (x3 + 2x + 1)10 d(x3 + 2x + 1) + 2 sin5 2x d(sin 2x)


(x3 + 2x + 1)11 sin6 2x
= + + c.
11 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 6.
Tentukan integral tak tentu
R√
(a) D = 5x3 + 3x − 2(15x2 + 3) dx.
(b) E = sin3/2 x cos x dx.
R

(c) F = [(x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) + 4 sin5 2x cos 2x] dx.


R

Jawab:
R√ 2
(a) D = 5x3 + 3x − 2 d(5x3 +3x−2) = (5x3 +3x−2)3/2 +c.
3
R 3/2 2 5/2
(b) E = sin x d(sin x) = sin x + c.
5
(c) F = R (x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) dx + 4 Rsin5 2x cos 2x dx
R R

= (x3 + 2x + 1)10 d(x3 + 2x + 1) + 2 sin5 2x d(sin 2x)


(x3 + 2x + 1)11 sin6 2x
= + + c.
11 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 6.
Tentukan integral tak tentu
R√
(a) D = 5x3 + 3x − 2(15x2 + 3) dx.
(b) E = sin3/2 x cos x dx.
R

(c) F = [(x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) + 4 sin5 2x cos 2x] dx.


R

Jawab:
R√ 2
(a) D = 5x3 + 3x − 2 d(5x3 +3x−2) = (5x3 +3x−2)3/2 +c.
3
R 3/2 2 5/2
(b) E = sin x d(sin x) = sin x + c.
5
(c) F = R (x3 + 2x + 1)10 (3x2 + 2) dx + 4 Rsin5 2x cos 2x dx
R R

= (x3 + 2x + 1)10 d(x3 + 2x + 1) + 2 sin5 2x d(sin 2x)


(x3 + 2x + 1)11 sin6 2x
= + + c.
11 3
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 7.
Misalkan
( 2
x|x| − x2 , untuk x < 0;
F (x) = = x2
2 2 , untuk x ≥ 0.
R
Buktikan bahwa |x| dx = F (x) + c.
(
−x , untuk x < 0;
Bukti: F 0 (x) =
x , untuk x > 0.
F 0 (0) = 0 karena
−x2
F (x) − F (0) −0 −x
F−0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0,
x→0− x−0 x→0− x x→0− 2
x2
F (x) − F (0) −0 x
F+0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0.
x→0+ x−0 x→0+ x x→0+ 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 7.
Misalkan
( 2
x|x| − x2 , untuk x < 0;
F (x) = = x2
2 2 , untuk x ≥ 0.
R
Buktikan bahwa |x| dx = F (x) + c.
(
−x , untuk x < 0;
Bukti: F 0 (x) =
x , untuk x > 0.
F 0 (0) = 0 karena
−x2
F (x) − F (0) −0 −x
F−0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0,
x→0− x−0 x→0− x x→0− 2
x2
F (x) − F (0) −0 x
F+0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0.
x→0+ x−0 x→0+ x x→0+ 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 7.
Misalkan
( 2
x|x| − x2 , untuk x < 0;
F (x) = = x2
2 2 , untuk x ≥ 0.
R
Buktikan bahwa |x| dx = F (x) + c.
(
−x , untuk x < 0;
Bukti: F 0 (x) =
x , untuk x > 0.
F 0 (0) = 0 karena
−x2
F (x) − F (0) −0 −x
F−0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0,
x→0− x−0 x→0− x x→0− 2
x2
F (x) − F (0) −0 x
F+0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0.
x→0+ x−0 x→0+ x x→0+ 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

1. Anti Turunan

Contoh 7.
Misalkan
( 2
x|x| − x2 , untuk x < 0;
F (x) = = x2
2 2 , untuk x ≥ 0.
R
Buktikan bahwa |x| dx = F (x) + c.
(
−x , untuk x < 0;
Bukti: F 0 (x) =
x , untuk x > 0.
F 0 (0) = 0 karena
−x2
F (x) − F (0) −0 −x
F−0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0,
x→0− x−0 x→0− x x→0− 2
x2
F (x) − F (0) −0 x
F+0 (0) = lim = lim 2
= lim = 0.
x→0+ x−0 x→0+ x x→0+ 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Pengantar Persamaan Diferensial

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Persamaan Diferensial (PD)


≡ persamaan yang memuat turunan-turunan fungsi
dari suatu fungsi yang tidak diketahui.
Contoh: y 0 = 4x.

Orde PD ≡ indeks tertinggi dari turunan yang terlibat.

Solusi umum PD
≡ suatu keluarga kurva (memuat beberapa parameter) yang
memenuhi persamaan.
Contoh: y = 2x2 + c.

Solusi khusus PD
≡ suatu fungsi yang diperoleh dari solusi umum dengan
mengganti parameter dengan suatu konstanta.
Contoh: y = 2x2 + 1 adalah solusi PD yang melalui (1, 3).
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 1.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 3) dengan
kemiringan pada setiap titik adalah 4 kali absisnya.

Jawab:
dy
= 4x
dx
dy = 4x dx
Z Z
dy = 4x dx

y = 2x2 + c

Karena kurva melalui (1, 3), diperoleh persamaan kurva adalah

y = 2x2 + 1.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 1.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 3) dengan
kemiringan pada setiap titik adalah 4 kali absisnya.

Jawab:
dy
= 4x
dx
dy = 4x dx
Z Z
dy = 4x dx

y = 2x2 + c

Karena kurva melalui (1, 3), diperoleh persamaan kurva adalah

y = 2x2 + 1.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 1.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 3) dengan
kemiringan pada setiap titik adalah 4 kali absisnya.

Jawab:
dy
= 4x
dx
dy = 4x dx
Z Z
dy = 4x dx

y = 2x2 + c

Karena kurva melalui (1, 3), diperoleh persamaan kurva adalah

y = 2x2 + 1.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 2.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 2) dengan
kemiringan pada sebarang titik adalah 1/2 kali kuadrat ordinatnya.

Jawab:
dy 1
= y2
dx 2
2
dy = dx
y2
Z Z
2
dy = dx
y2
2 2
= x + c atau y = −
− .
y x+c
−2
Karena kurva melalui (1, 2),diperoleh 2 = ⇒ c = −2.
1+c
−2
Karena itu, persamaan kurva adalah y = .
x−2
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 2.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 2) dengan
kemiringan pada sebarang titik adalah 1/2 kali kuadrat ordinatnya.

Jawab:
dy 1
= y2
dx 2
2
dy = dx
y2
Z Z
2
dy = dx
y2
2 2
= x + c atau y = −
− .
y x+c
−2
Karena kurva melalui (1, 2),diperoleh 2 = ⇒ c = −2.
1+c
−2
Karena itu, persamaan kurva adalah y = .
x−2
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 2.
Cari persamaan Cartesius kurva yang melalui (1, 2) dengan
kemiringan pada sebarang titik adalah 1/2 kali kuadrat ordinatnya.

Jawab:
dy 1
= y2
dx 2
2
dy = dx
y2
Z Z
2
dy = dx
y2
2 2
= x + c atau y = −
− .
y x+c
−2
Karena kurva melalui (1, 2),diperoleh 2 = ⇒ c = −2.
1+c
−2
Karena itu, persamaan kurva adalah y = .
x−2
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Catatan : Untuk memeriksa kebenaran jawaban, perhatikan dua


persamaan berikut.
2
y0 = (1)
(x − 2)2

1 2 1 4 2
y = 2
= . (2)
2 2 (x − 2) (x − 2)2

Karena (1) = (2), disimpulkan jawaban di atas benar.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Catatan : Untuk memeriksa kebenaran jawaban, perhatikan dua


persamaan berikut.
2
y0 = (1)
(x − 2)2

1 2 1 4 2
y = 2
= . (2)
2 2 (x − 2) (x − 2)2

Karena (1) = (2), disimpulkan jawaban di atas benar.

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 3.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

dy
= (x + 1)(x + 2).
dx

Jawab:
Karena dy = (x2 + 3x + 2) dx, diperoleh
Z Z
dy = (x2 + 3x + 2) dx

x3 3x2
y= + + 2x + c.
3 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 3.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

dy
= (x + 1)(x + 2).
dx

Jawab:
Karena dy = (x2 + 3x + 2) dx, diperoleh
Z Z
dy = (x2 + 3x + 2) dx

x3 3x2
y= + + 2x + c.
3 2

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 4.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi
r
dy x
= 3 2 dengan y(8) = 1.
dx y

Jawab:
Dengan menggunakan pemisahan variabel diperoleh
y 2/3 dy = x1/3 dx.
3 3
Integralkan kedua ruas, diperoleh y 5/3 = x4/3 + c.
5 4
3 5/3 3 4/3 2
y(8) = 1 ⇒ (1) = (8) + c ⇒ c = −11 .
5 4 5
∴ solusi khusus PD yang memenuhi y(8) = 1 adalah
3 5/3 3 4/3 2
y = x − 11 .
5 4 5

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 4.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi
r
dy x
= 3 2 dengan y(8) = 1.
dx y

Jawab:
Dengan menggunakan pemisahan variabel diperoleh
y 2/3 dy = x1/3 dx.
3 3
Integralkan kedua ruas, diperoleh y 5/3 = x4/3 + c.
5 4
3 5/3 3 4/3 2
y(8) = 1 ⇒ (1) = (8) + c ⇒ c = −11 .
5 4 5
∴ solusi khusus PD yang memenuhi y(8) = 1 adalah
3 5/3 3 4/3 2
y = x − 11 .
5 4 5

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 4.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi
r
dy x
= 3 2 dengan y(8) = 1.
dx y

Jawab:
Dengan menggunakan pemisahan variabel diperoleh
y 2/3 dy = x1/3 dx.
3 3
Integralkan kedua ruas, diperoleh y 5/3 = x4/3 + c.
5 4
3 5/3 3 4/3 2
y(8) = 1 ⇒ (1) = (8) + c ⇒ c = −11 .
5 4 5
∴ solusi khusus PD yang memenuhi y(8) = 1 adalah
3 5/3 3 4/3 2
y = x − 11 .
5 4 5

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 4.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi
r
dy x
= 3 2 dengan y(8) = 1.
dx y

Jawab:
Dengan menggunakan pemisahan variabel diperoleh
y 2/3 dy = x1/3 dx.
3 3
Integralkan kedua ruas, diperoleh y 5/3 = x4/3 + c.
5 4
3 5/3 3 4/3 2
y(8) = 1 ⇒ (1) = (8) + c ⇒ c = −11 .
5 4 5
∴ solusi khusus PD yang memenuhi y(8) = 1 adalah
3 5/3 3 4/3 2
y = x − 11 .
5 4 5

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 4.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi
r
dy x
= 3 2 dengan y(8) = 1.
dx y

Jawab:
Dengan menggunakan pemisahan variabel diperoleh
y 2/3 dy = x1/3 dx.
3 3
Integralkan kedua ruas, diperoleh y 5/3 = x4/3 + c.
5 4
3 5/3 3 4/3 2
y(8) = 1 ⇒ (1) = (8) + c ⇒ c = −11 .
5 4 5
∴ solusi khusus PD yang memenuhi y(8) = 1 adalah
3 5/3 3 4/3 2
y = x − 11 .
5 4 5

M. Salman A.N. Matematika 1A


Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 41 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 41 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 41 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 5.
Tentukan y = y(x) yang memenuhi

d2 y √
2
= 3 3x − 1 dengan y(3) = 2 dan y 0 (3) = 5.
dx

Jawab:
dy 0 1/3 .
dx = (3x − 1) Z
1
(3x − 1)1/3 d(3x − 1).
R 0 R
dy = (3x − 1)1/3 dx =
3
y 0 = 14 (3x − 1)4/3 + c1 .
y 0 (3) = 5 ⇒ 5 = 14 (3(3) − 1)4/3 + c1 ⇒ c1 = 1.
dy
y 0 = dx = 1 (3x − 1)4/3 + 1.
R R 41 4/3 + 1 dx =
 R 1 4/3 d(3x − 1) + dx.
R
dy = 4 (3x − 1) 12 (3x − 1)
1
y = 28 (3x − 1)7/3 + x + c2 .
y(3) = 2 ⇒ 2 = 28 1
(3(3) − 1)7/3 + 3 + c2 ⇒ c2 = −39 7 .
1 7/3 39
∴ y(x) = 28 (3x − 1) + x − 7 .
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

Contoh 6.
Suatu partikel bergerak pada garis lurus dengan percepatan
a = (3t − t2 ) m/det2 . Bila diketahui pada saat t = 1 det
kecepatannya adalah v = 7/6 m/det dan jaraknya dari titik asal
adalah s = 1 m, tentukan kecepatan partikel v(t) dan jarak partikel
dari titik asal s(t) pada setiap saat t.
3 t3
Jawab: v(t) = a(t) dt = (3t − t2 ) dt = t2 − + c1 .
R R
2 3
7 7 3 2 (1)3
v(1) = ⇒ = (1) − + c1 ⇒ c1 = 0.
6 6 2 3
3 t3
∴ v(t) = t2 − .
2 3 
R 3 2 t3

3 t4
dt = t2 − 12
R
s(t) = v(t)dt = t − + c2 .
2 3
3 4
s(1) = 1 ⇒ 1 = (1)2 − (1) 7
12 + c2 ⇒ c2 = 12 .
t3 t4 7
∴ s(t) = − + .
2 12 12
M. Salman A.N. Matematika 1A
Turunan dan Aplikasinya Integral Tak Tentu

2. Pengantar Persamaan Diferensial

KERJA
Ketika Tuhan, masih berkenan mengamanahi.
Energi, harus menjadi etos termaknai.
Rajut keajaiban, bermotifkan keindahan surgawi.
Jaringan keakraban, bersinergi menghasilkan prestasi.
Akan mengispirasi, kebaikan seluruh negeri.

TERIMA KASIH

M. Salman A.N. Matematika 1A

Anda mungkin juga menyukai