Anda di halaman 1dari 44

BUPATI MESUJI

PERATURAN BUPATI MESUJI


NOMOR : TAHUN 2022

TENTANG
TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAGAB BEGAWE CARAM
KABUPATEN MESUJI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MESUJI,

Menimbang : a. bahwa rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan


yang memberikan pelayanan kepada masyarakat memiliki
peran strategis dalam mempercepat peningkatan derajat
kesehatan masyarakat dan untuk mengatur hubungan,
hak dan kewajiban wewenang dan tanggung jawab dari
pemilik rumah sakit atau yang mewakili, pengelola rumah
sakit dan staf medis fungsional maka perlu ditetapkan
peraturan internal Rumah sakit (hospital by laws)/ tata
kelola rumah sakit sebagai acuan dalam melaksanakan
penyelenggaraan rumah sakit;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan
pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang perubahan atas
Peraturan pemerintah Nomor 18 tahun 2016 tentang
perangkat daerah, maka perlu dilakukan pengaturan
kembali perihal tata kelola rumah sakit umum daerah
Ragab begawe caram Kabupatn Mesuji;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, dan huruf b tersebut diatas, perlu
ditetapkan dengan peraturan Bupati.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
2. Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
RumahSakit;
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara (ASN);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang
Perangkat Daerah;
9. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 2007 tentang
Organisasi perangkat Daerah;
10. PeraturanPresiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang
Pedoman Organisasi Rumah Sakit;
11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah;
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/ Menkes/ Per/
IV/ 2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah
Sakit;
13. Peraturan menteri kesehatan nomor 49 tahun 2013 tentang
komite keperawatan rumah sakit (berita Negara republik
Indonesia tahun 2013 nomor 1053);
14. PeraturanMenteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2014
Tentang Dewan Pengawas Rumah Sakit;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018
tentang Badan Layanan Umum Daerah;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;
17. Permenpan RB Nomor 41 Tahun 2018 Tentang
Nomenklatur Jabatan Pelaksana Bagi Pegawai Negeri Sipil
di Lingkungan Instansi Pemerintah;
18. Peraturan Bupati Mesuji Nomor 64 Tahun 2021 tentang
Perubahan atas peraturan Bupati Mesuji Nomor 55 Tahun
2020 Tentang Struktur Organisasi, Tata Kerja, Tugas Pokok
dan Fungsi Perangkat Daerah Kabupaten Mesuji;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI MESUJI TENTANG TATA KELOLA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RAGAB BEGAWE CARAM
KABUPATEN MESUJI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan;
1. Daerah adalah Kabupaten Mesuji;
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Mesuji;
3. Bupati adalah Bupati Mesuji;
4. Sekretaris daerah adalah sekretaris daerah Kabupaten Mesuji;
5. Dinas adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Mesuji;
6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mesuji;
7. Rumah Sakit Umum Daerah Yang selanjutnya disingkat RSUD adalah
Rumah Sakit Umum daerah Ragab Begawe Caram sebagai unit organisasi
bersifat khusus yang menyelenggarakan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan penunjang;
8. Direktur adalah Kepala Rumah Sakit Umum Daerah Ragab Begawe Caram
Kabupaten Mesuji;
9. Badan layanan umum daerah yang selanjutnya disebut BLUD adalah
satuan kerja perangkat daerah dilingkungan pemerintah daerah yang di
bentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatanya didasarkan pada
prinsip efisiensi dan produktifitas;
10. Tata Kelola Rumah Sakit adalah Peraturan yang berlaku pada internal
rumah sakit guna mengatur hubungan antara pemerintah daerah sebagai
pemilik dengan dewan pengawas, pejabat pengelola, dan staf medis
beserta fungsi, tugas, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan dan hak
masing-masing pihak;
11. Dewan pengawas adalah organ yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah;
12. Jabatan Struktural adalah Direktur, Kepala Bagian, Kepala Bidang,
Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi;
13. Kelompok jabatan fungsional adalah aparatur sipil negara bidang
kesehatan yang diberi tugas, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk menyelenggarakan tugas dan fungsinya
sesuai dengan profesinya berdasarkan keahlian dan ketrampilan tertentu;
14. Pejabat pengelola BLUD adalah pimpinan BLUD yang bertanggungjawab
terhadap kinerja operasional BLUD yang terdiri atas pemimpin, pejabat
keuangan, dan pejabat teknis yang sebutanya disesuaikan dengan
nomenklatur yang berlaku pada BLUD yang bersangkutan;
15. Pelayanan kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada seseorang dalam rangka kuratif dan rehabilitatif;
16. Komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tata
kelola klinis (clinical governance) agar staf medis di rumah sakit terjaga
profesionalismenya melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu
profesi medis dan pemeliharaan etika.....;
17. Komite keperawatan adalah wadah non-struktural rumah sakit yang
mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial,
penjagaan mutu profesi dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi;
18. Kewenangan klinis (clinical privilage) adalah hak khusus seorang staf
medis yang diberikan oleh direktur untuk melakukan sederetan pelayanan
medis tertentu dalam rumah sakit untuk suatu periode tertentu yang
dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis (clinical appointment);
19. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan direktur
kepada seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan
medis di rumah sakit berdasarkan daftar kewenangan klinis (white paper)
yang telah ditetapkan baginya;
20. Komite lainya adalah wadah profesional dibidang keahlian lainya;
21. Satuan pemeriksaan internal adalah kelompok jabatan fungsional yang
bertugas melaksanakan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya
rumah sakit;
22. Staf medis adalah dokte, dokter gigi, dokter spesialis yang bekerja purna
waktu maupun paruh waktu di unit pelayanan Rumah Sakit;
23. Unit pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya kesehatan
rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, rawat intensif, kamar operasi,
kamar bersalin, radiologi, laboratorium, rehabilitasi medis dan lain-lain;
24. Unit kerja adalah tempat staf medis dan profesi kesehatan lain yang
menjalankan profesinya dapat berbentuk instalasi, unit dan lain-lain;
25. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis untuk menentukan
kelayakan diberikan kewenangan klinis (clinical privilege);
26. Re kredensial adalah proses re evaluasi terhadap staf medis yang telah
melakukan kewenangan klinis (clinical privilege) untuk menentukan
kelayakan pemberian kewenangan klinis tersebut;
27. Dokter spesialis adalah dokter yang mengkhususkan diri dalam suatu
bidang ilmu kedokteran tertentu dan telah menjalani pendidikan profesi
dokter pasca sarjana (spesialisasi);
28. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang yang bertugas
melaksanakan administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan
tugas-tugas pelayanan;
29. Aparatur sipil negara adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah
dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian
dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas
negara lainya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan;
30. Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang selanjutnya disingkat
PPPK Adalah warga negara indonesia yang memenuhi syarat tertentu,
yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu
dalam rangka melaksanakan pemerintahan.
31. Risiko klinis adalah risiko operasional yang terkait dengan pelayanan
kepada pasien (keselamatan pasien) meliputi risiko yang berhubungan
dengan perawatan klinis dan pelayanan penunjang seperti kesalahan
diagnostik, bedah atau pengobatan;
32. Risiko non klinis adalah risiko PPI terkait Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi misalnya sterilisasi, loundry, gizi, kamar jenazah, dan lain-lain,
risiko MFK (terkait dengan fasilitas dan lingkungan, seperti kondisi
bangunan yang membahayakan, risiko yang terkait dengan ketersediaan
sumber air dan listrik;

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
1) Pola tata kelola RSUD dimaksudkan sebagai pedoman bagi Rumah sakit
umum daerah dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di RSUD dan
memberikan panduan mengenai hak dan kewajiban bagi kalangan
profesional, meliputi tenaga medis dan non medis.
2) Pola tata kelola RSUD bertujuan untuk:
a. Tercapainya kerjasama yang baik antara pemerintah daerah, pejabat
pengelola, tenaga medis
b. Meningkatkan profesionalisme dengan tanggung jawab terhadap mutu
layanan RSUD

BAB III
RUANG LINGKUP DAN PRINSIP TATA KELOLA
Pasal 3

1) Ruang lingkup tata kelola RSUD meliputi:


a. Tata kelola organisasi
b. Tata kelola Sumber daya manusia
c. Tata kelola keuangan, dan barang/ aset milik daerah;
d. Tata kelola klinis
2) Tata kelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a. Transparansi
b. Akuntabilitas
c. Responsibilitas; dan
d. independensi

pasal 4
1) tata kelola organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf a,
menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi dan tanggungjawab,
kewenangan dan hak dalam organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku
2) tata kelola sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) huruf b, merupakan pengaturan dan kebijakan yang jelas mengenai
Sumber Daya Manusia yang berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif
atau kompeten untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara
efisien, efektif, dan produktif;
3) tata kelola keuangan dan barang/asset milik daerah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 3 ayat (1) huruf c, menggambarkan pengelolaan keuangan dan
pertanggungjawaban RSUD dalam pengelolaan keuangan dan Barang Milik
Daerah;
4) Tata Kelola Klinis Sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf d,
menggambarkan pembagian yang jelas dan rasional fungsi pelayanan dan
fungsi pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian intern dalam
rangka efektifitas pencapaian organisasi;

Pasal 5
1) Transparansi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf a,
merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan
arus informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan
serta dapat menumbuhkan
2) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf b,
merupakan kejelasan fungsi, struktur , sistem yang dipercayakan pada
RSUD agar pengelolaannya dapat di pertanggungjawabkan. Di
wujudkan dalam perencanaan, evaluasi sistem pengelolaan aset
keuangan dalam hubungan kerja dengan manajemen,
3) Independensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) huruf c
merupakan kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional
tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan prinsip bisnis yang sehat. Sedangkan responsibilitas merupakan
kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan organisasi terhadap
bsnis yang sehat menurut peraturan perundang-undangan;
4) Kesetaraan dan kewajaran sebagaimana dimaksdu dalam pasal 3 ayat
(2) huruf d, bahwa rumah sakit dalam pelayanan tidak membedakan
pasien dan berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan tingkat
kemampuan dan peralatan tenaga medis yang ada pada RSUD dengan
pemberian pelayanan yang baik;

BAB IV
TATA KELOLA ORGANISASI
Bagian kesatu
Identitas
Pasal 6
Identitas dari RSUD adalah:
a. Nama rumah sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah Ragab Begawe Caram
Kabupaten Mesuji selanjutnya disingkat dengan RSUD RBC Kabupaten
Mesuji
b. Jenis Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah
c. Kelas Rumah Sakit adalah Rumah Sakit Umum Daerah Kelas C;
d. Alamat Rumah Sakit adalah Jalan Zainal Abidin Pagar Alam D Raya
Brabasan Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Mesuji email:

Bagian kedua
Falsafah, visi, misi tujuan strategis
Dan nilai dasar
Pasal 7
1) Falsafah rumah sakit umum daerah adalah
a. Pasien dan pelanggan lainya adalah manusia yang mempunyai rasa menyukai
dan tidak menyukai, sehingga kewajiban Rumah sakit umum daerah adalah
memberikan pelayanan terbaik;
b. Kehadiran pasien dan pelanggan lain adalah kepercayaan yang diberikan
kepada RSUD;
c. Keluhan pasien dan pelanggan lain merupakan wujud kecintaan kepada
rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan yang
diharapkan
d. Kepedulian RSUD terhadap lingkungan merupakan bagian dari kepedulian
terhadap kelestarian. Ekosistem dan;
e. Pegawai dan manajemen selalu berusaha meningkatkan ilmu dan teknologi
dan memandang pengalaman sebagai guru terbaik
2) Visi RSUD adalah terwujudnya rumah sakit berkualitas dan menjadi pilihan
masyarakat Mesuji dan sekitarnya
3) Misi RSUD adalah :
a. komunikasi dan koordinasi dengan pemilik dan stakeholder terkait
Meningkatnya meningkatnya mutu pelayanan kesehatan
b. Meningkatnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia dan sarana
prasarana
c. Meningkatnya peran rumah sakit dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat Kabupaten Mesuji
4) Tujuan strategis RSUD adalah:
a. Sinkronisasi antara kebijakan nasional dan kebijakan daerah;
b. Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit menuju rumah sakit dengan
pelayanan terbaik (prima) di semua pelayanan rumah sakit;
c. Meningkatkan kuantitas tenaga medis spesialis, paramedis (perawat), pranata
anestesi, tenaga penunjang medis (gizi, atem, K3 Kesling) maupun non medis
(pendaftaran, kasir, satpam, Cleaning service yang di pihak ketigakan) dengan
kualitas pendidikan dan pelatihan;
d. Mengembangkan menambah dan memelihara sarana dan prasarana medis
(medical equipment) utamanya yang berkaitan dengan teknologi tinggi dengan
tetap berorientasi terhadap kebutuhan pelanggan (pasien);
e. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan yang belum tersedia sesuai
dengan kompetensinya RSUD tipe C (hemodialisa, pelayanan PICU/ NICU)
f. Melakukan efisiensi dan efiktifitas pelayanan pada semua unit kerja dan unit
kegiatan;
g. Melaksanakan akuntabilitas pelayanan dengan secara berkesinambungan
melakukan audit medis, audit keuangan dan gugus kendali mutu;
h. Memberikan informasi kesehatan dan kepastian hukum kepada pasien,
sumber daya manusia rumah sakit dan masyarakat melalui sistem informasi
dan manajemen Rumah Sakit (SIM-RS) yang tepat dan sesuai dengan
perkembangan teknologi;
i. Melengkapi, dan menjaga dokumen administrasi yang berupa kebijakan,
pedoman, panduan, SOP, standar layanan dalam menjaga mutu pelayanan
kesehatan;
j. Patuh terhadap peraturan perundangan, pedoman, panduan, SOP ataupun
standar layanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
k. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan SDM rumah sakit serta
perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat rumah sakit
(karyawan RS, keluarga pasien) dan lingkungan rumah sakit;
l. Menjaga kebersihan unit layanan;
m. Meningkatkan kerjasama dan kemitraan rumah sakit dengan berbagai pihak
dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang prima serta mengupayakan
kegiatan promosi kesehatan rumah sakit dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan lingkungan rumah sakit.
5) Nilai-nilai dasar:
a. Competent
b. Akuntable
c. Responsif
d. Efisien

6) Misi rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di tinjau
kembali untuk dilakukan perubahan guna disesuaikan dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan pencapaian visi
7) Rumah sakit wajib mensosialisasikan visi, misi dan tujuan strategis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) kepada staf
internal pengunjung rumah sakit dan masyarakat luas
Bagian kelima
Pengorganisasian RSUD
Pasal 8

1) Susunan organisasi RSUD terdiri dari:


a. Dewan pengawas, pembina teknis dan pembina keuangan; dan
b. Pejabat pengelola
2) Pejabat pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. Pemimpin
b. Pejabat keuangan; dan
c. Pejabat teknis
3) Pemimpin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dijabat oleh direktur
yang merupakan jabatan eselon III a atau jabatan administrator
4) Pejabat keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri dari:
a. Kepala bagian tata usaha
b. Kepala sub bagian perencanaan dan pelaporan; dan
c. Kepala sub bagian keuangan
5) Pejabat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri dari
kepala bagian dan kepala bidang pada RSUD yang merupakan jabatan eselon
III.b atau jabatan administrator serta Kepala Sub Bagian dan Kepala Seksi
yang merupakan Jabatan eselon IV.a atau jabatan Pengawas
6) Pejabat teknis terdiri dari:
a. Bidang pelayanan medis terdiri atas:
1. Kepala bidang pelayanan medis;
2. Kepala Seksi pelayanan medis Dan
3. Kepala Seksi mutu pelayanan medis
b. Bidang keperawatan terdiri atas,
1. Kepala Bidang Keperawatan
2. Kepala Seksi keperawatan
3. Kepala Seksi mutu pelayanan keperawatan
c. Bidang Penunjang Medis dan Non Medis
1. Kepala Bidang Penunjang Medis dan Non Medis
2. Kepala Seksi penunjang medis dan non medis
3. Kepala Seksi sistem informasi, administrasi terpadu dan pengaduan

Pasal 9
1. Pejabat pengelola sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2)
bertanggungjawab terhadap kinerja umum, operasional pelaksanaan
fleksibilitas dan keuangan RSUD dalam pemberian pelayanan
2. Pejabat pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab
kepada Direktur sesuai dengan bidang tugas
3. Komposisi pejabat pengelola RSUD dapat dilakukan perubahan, baik jumlah
maupun jenisya setelah melalui analisis organisasi guna memenuhi tuntunan
perubahan
4. Perubahan komposisi pejabat pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Bupati

Paragraf 1
Dewan pengawas, pembina teknis dan pembina keuangan
Pasal 10
1) Dewan pengawas dibentuk dengan keputusan Bupati atas usulan direktur
untuk melakukan pengawasan dan pegendalian internal yang dilakukan oleh
pejabat pengelola;
2) Jumlah anggota dewan pengawas ditetapkan sebanyak 3 (tiga) orang dan
salah seorang diantaranya ditetapkan sebagai ketua dewan pengawas;
3) Anggota dewan pengawas terdiri dari unsur:
a. Kepala dinas
b. Kepala badan pengelolaan keuangan dan aset daerah; dan
c. Tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan RSUD
4) Pembentukan dan jumlah dewan pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan (3), apabila:
a. Realisasi pendapatan menurut laporan realisasi anggaran 2 (dua) tahun
terakhir sebesar Rp. 30.000.000.000,00 (tiga puluh milyar rupiah) sampai
dengan Rp. 100.000.000.000,00 (Seratus Milyar rupiah); atau
b. Nilai aset menurut neraca 2 (dua) tahun terakhir sebesar Rp.
100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah) sampai dengan Rp.
500.000.000.000,00 (lima ratus milyar rupiah).
5) Dalam hal belum terbentuk dewan pengawas, untuk pengawasan dan
pengendalian internal yang dilakukan oleh pejabat pengelola, maka tugas
tersebut dilakukan oleh pembina teknis dan pembina keuangan
6) Pembina teknis sebagaimana dimaksdu pada ayat (5) adalah kepala dinas
kesehatan
7) Pembina keuangan sebagaimana dimaksdu pada ayat (5) adlah keala badan
pengelolaan keuangan dan aset daerah

Pasal 11
a. Dewan pengawas, pembina teknis dan pembina keuangan,memiliki tanggung
jawab dan wewenang
a. Menyetujui dan mengkaji visi misi rumah sakit secara periodik dan
memastikan bahwa masyarakat mengetahui misi rumah sakit;
b. Menyetujui berbagai strategi dan rencana operasional rumah sakit yang
diperlukan untuk berjalanya rumah sakit sehari-hari
c. Menyetujui partisipasi rumah sakit dalam pendidikan profesional kesehatan
dan dalam penelitian serta mengawasi mutu dari program-program tersebut
d. Menyetujui dan menyediakan modal serta dana operasional dan sumber daya
lain yang diperlukan untuk menjalankan rumah sakit Dan memenuhi misi
serta rencana strategis rumah sakit
e. Melakukan evaluasi tahunan kinerja direksi dengan menggunakan proses
dan kriteria yang telah ditetapkan
f. Mendukung peningkatan mutu dan keselamatan pasien dengan menyetujui
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
g. Melakukan pengkajian laporan hasil pelaksanaan Program Peningkatan Mutu
dan Keselamatan Pasien (PMKP) setiap tiga (3) bulan sekali serta memberikan
umpan balik perbaikan yang harus dilaksanakan dan hasilnya di evaluasi
kembali pada pertemuan berikutnya secara tertulis;
h. Melakukan pengkajian laporan manajemen risiko setiap 6 (enam) bulan sekali
dan memberikan umpan balik perbaikan yang harus dilaksanakan dan
hasilnya di evaluasi kembali pada pertemuan berikutnya secara tertulis;
Selain hal tersebut diatas dewan pengawas memiliki tugas :
a. Pemantauan perkembangan kegiatan RSUD
b. Penilaian kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan dan memberikan
rekomendsi atas hasil penilaian untuk ditindaklanjuti oleh pejabat pengelola;
c. Pelaksanaan monitoring tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian kinerja
dari hasil laporan audit pemeriksa eksternal pemerintah;
d. Memberikan nasehat kepada pejabat pengelola dalam melaksanakan tugas
dan kewahibanya; dan
e. Pemberian pendapat dan saran kepada Bupati mengenai:
1. RBA yang diusulkan oleh pejabat pengelola
2. Permasalahan yang menjadi kendala dan pengelolaan RSUD; dan
3. Kinerja RSUD
4. Dewan pengawas, pembina teknis dan pembina keuangan melaporkan
pelaksanaan, tugasnya kepada Bupati secara berkala melalui Sekretaris
Daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam satu tahun dan sewaktu-waktu jika
diperlukan

Pasal 12
1) Bupati dapat membentuk sekretariat dewan Pengawas untuk mendukung
kelancaran tugas dewan pengawas yang berkedudukan di RSUD
2) Sekretariat dewan penfawas bukan merupakan anggota dewan pengawas

Pasal 13
1) Pengangkatan anggota dewan pengawas tidak bersamaan waktunya dengan
pengangkatan pejabat pengelola
2) Masa jabatan anggota dewan pengawas ditetapkan selama 5 (lima) tahun,
dapat diangkat kembali untuk maka jabatan berikutnya.

Pasal 14
1) Anggota dewan pengawas dapat diberhentikan sebelum habis masa jabatanya
oleh Bupati;
2) Pemberhentian anggota dewan pengawas sebagaimana dimaksdu pada ayat
(1) apabila:
a. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
b. Tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;
c. Terlibat dalam tindakan yang merugikan RSUD dan/atau;
d. Dipidana penjara karena dipersalahkan melakukan tindak pidana dan/atau
kesalahan yang berkaitan dengan tugasnya melaksankan pengawasan atas
RSUD
Pasal 15
Honorarium dewan pengawas ditetapkan sebagai berikut:
1. Honorarium, ketua dewan pengawas maksimal 40% (empat puluh persen)
dari gajih direktur;
2. Honorarium anggota dewan pengawsa maksimal 36% (tiga puluh enam
persen) dari gajih direktur; dan
3. Honorarium sekretaris dewan pengawas maksimal 15% (lima belas persen)
dari gajih direktur

Pasal 16
semua biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas dewan pengawas termasuk
sekretariat dewan pengawas di bebankan pada RSUD dan di muat dalam RBA
paragrafh 2
syarat jabatan unsur organisasi
pasal 17
syarat untuk dapat diangkat menjadi direktur adalah:
1) tenaga medis yaitu dokter atau dokter gigi
2) mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan;
3) tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan/ direktur harus
berkewarganegaraan indonesia
4) berkelakuan baik;
5) sehat jasmani dan rohani;
6) memiliki masa kerja di RSUD atau puskesmas paling singkat selama 5 (lima)
tahun, dan atau pernah memimpin RSUD dan / atau pernah menjabat
sebagai kepala puskesmas paling singkat selama 3 (tiga) tahun;

pasal 18
syarat untuk dapat diangkat menjadi kepala bagian tata usaha adalah:
a. memenuhi kriteria keahlian integritas kepemimpinan dan pengalaman di
bagian umum, keuangan dan/atau akuntansi
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan
umum dan usaha guna kemandirian keuangan;
c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan umum dan
administrasi RSUD;
d. mampu melaksanakan perbuaatan hukum dan tidak pernah menjadi
pemegang keuangan perusahaan yang dinyatakan pailit;
e. berstatus ASN;
f. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan umum serta mampu menjalankan prinsip
pengelolaan keuangan yang sehat di RSUD;
g. memenuhi syarat administrasi kepegawaian;

pasal 19
syarat untuk dapat diangkat menjadi kepala bidang pelayanan medis adalah:
a. seorang dokter/dokter gigi yang memenuhi kriteria keahlia, integritas,
kepemimpinan dan pengalaman di bidang pelayanan;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan
yang profesional;
c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan RSUD;
d. berstatus ASN;
e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan di RSUD;
f. memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang berasal dari aparatur
sipil negara;

pasal 20
syarat untuk dapat diangkat menjadi kepala bidang pelayanan keperawatan
adalah:
a. seorang perawat yang memenuhi kriteria keahlian, integritas, kepemimpinan
dan pengalaman di bindang pelayanan;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan
yang profesional;
c. mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan di lingkup pelayanan
RSUD;
d. Berstatus ASN;
e. Bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan
mengembagkan pelayanan di RSUD;
f. Memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang berasal dari aparatur
sipil negara.
Pasal 21
a. Syarat untuk dapat diangkat menjadi kepala bidang penunjang medis dan
non medis adalah:
b. Seorang dokter/ dokter gigi/ tenaga kesehatan yang memenuhi kritria
keahlian, integritas kepemimpinan dan pengalaman di vidang pelayanan;
c. Berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk mengembangkan pelayanan
yang profesional;
d. Mampu melaksanakan koordinasi di lingkup pelayanan RSUD;
e. Berstatus pegawai negeri sipil;
f. Bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pelayanan di RSUD;
g. Memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang berasal dari aparatur
sipil negara; dan memenuhi syarat administrasi kepegawaian bagi yang
berasal dari aparatur sipil negara.

Pasal 22
Syarat untuk dapat diangkat sebagai dewan pengawas harus memenuhi syarat:
1) Sehat jasmani dan rohani;
2) Memiliki keahlian, integritas, kepemimpinan, juur, perilaku uang baik, dan
dedikasi tinggi untuk memajukan dan mengembangkan RSUD;
3) Memahami penyelenggaraan pemerintah daerah;
4) Memiliki pengetahuan yang memadai tentang tugas dan fungsi RSUD;
5) Menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya;
6) Berijazah paling rendah S-1 (strata 1);
7) Berusia paling tinggi 60tahun;
8) Tidak pernah menjadi anggota direksi, dewan pengawas atau komisaris, yang
dinyatakan bersalah menyebabkan badan usaha yang dipimpin dinyatakan
pailit;
9) Tidak sedang menjalani sanksi pidana;
10) Tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah atau calon
wakil kepala daerah dan/atau calon anggota legislatif

Pasal 23
Syarat untuk dapat diangkat sebagai satuan pengawasan internal adalah:
1) Sehat jasmani dan rohani
2) Memiliki keahlian, integritas, pengalaman, jujur, perilaku yang baik dan
dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan RSUD;
3) Memahami penyelenggaraan pemerintah daerah;
4) Memahami tugas dan fungsi RSUD;
5) Memiliki pengalaman teknis pada RSUD;
6) Berijazah paling rendah D-3 (diploma 3);
7) Pengalaman kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun;
8) Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh
lima) tahun pada saat mendaftar pertama kali;
9) Tidak pernah di hukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan
keuangan negara atau keuangan daerah;
10) Tidak sedang menjalani sanksi pidana dan
11) Mempunyai sikap independen dan objektif

BAB V
TATA KELOLA SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 24

1) Sebagai unit organisasi bersifat khusus RSUD memiliki otonomi dalam


pengelolaan sumber daya manusia/ kepegawaian
2) Otonomi dalam pengelolaan bidang kepegawaian sebagaimana dimaksud
pada aya (1) diaksanakan melalui ketentuan:
a. Direktur RSUD dapat mengusulkan pengangkatan, pemindahan dan
pemberhentian pegawai aparatur sipil negara kepada pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; dan
b. Direktur RSUD memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan pengelolaan
dan pembinaan pegawai Aparatur Sipil Negara di Lingkungan RSUD dalam
pelaksanaan tugas dan fungsi dalam jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Direktur RSUD memiliki kewenangan dalam pengelolaan dan pembinaan
pegawai di lingkungan RSUD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan
1) Direktur RSUD dalam melaksanakan pengelolaan kepegawaian
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (2) bertanggungjawab
kepada kepala dinas;
3) Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
melalui penyampaian laporan pelaksanaan pengelolaan keuangan dan barang
milik daerah serta kepegawaian RSUD;

Pasal 25

1) Pejabat pengelola dan pegawai RSUD berasal dari aparatur sipil negara (ASN)
yaitu
a. Pegawai negeri sipil (PNS); dan/atau
b. Pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
2) Pegawai PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
menyelenggarakan kegiatan untuk mendukung kinerja RSUD
3) Selain aparatur sipil negara (ASN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) RSUD
dapat mempekerjakan pegawai dari Non ASN yang mampu bekerja secara
profesional sesuai dengan kebutuhan yang dipekerjakan sebagai tenaga tetap
atau berdasarkan kontrak

Pasal 26

1) Pengangkatan pegawai RSUD yang berasal dari Aparatur Sipil Negara


disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Pengangkatan pegawai RSUD yang berasal dari Non aparatur sipil
negara dilakukan berdasarkan pada prinsip efisien, ekonomis dan
produktif dalam rangka peningkatan pelayanan;
3) Pegawai RSUD yang berasal dari non aparatur sipil negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diangkat oleh Bupait dan/ atau pejabat yang
berwenang

Pasal 27
1) Kenaikan pangkat aparatur sipil negara merupakan penghargaan yang
diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian pegawai yang bersangkutan
terhadap negara berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan kenaikan
pangkat pilihan sesuai ketentuan
2) Kenaikan pangkat reguler selain diberikan kepada aparatur sipil negara yang
tidak menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu diberikan juga
kepada:
a. Aparatur sipil negara yang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak
menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu;
b. Aparatur sipil negara yang dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di
luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah
ditetapkan persamaan eselonya atau jabatan fungsional tertentu;
3) Kenaikan pangkat pilihan adalah penghargaan yang diberikan kepada
aparatur sipil negara yang menduduki jabatan struktural atau jabatan
fungsional tertentu

Pasal 28
1) Rotasi aparatur sipil negara dan Non aparatur sipil negara pada RSUD
dilaksanakan dengan tujuan untuk peningkatan kinerja dan pengembangan
karir;
2) Rotasi dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
3) Penempatan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan
ketrampilannya;
4) Masa kerja di unit tertentu;
5) Pengalaman pada bidang tugas tertentu;
6) Kegunaannya dalam menunjang karir dan
7) Kondisi fisik dan psikis pegawai

Pasal 29
1) Disiplin pegawai adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui
proses dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan,
kepatuhan kesetiaan keteraturan dan ketertiban yang dituangkan dalam:
a. Daftar hadir
b. Laporan kegiatan
c. Sasaran kinerja pegawai (SKP);
d. Penilaian prestasi kerja (PPK);
2) Tingkatan dan jenis hukuman disiplin pegawai teliputi:
a. Hukuman disiplin ringan, yang terdiri dari teguran lisan, teguran tertulis, dan
pernyataan tidak puas dari atasan;
b. Hukuman disiplin sedang yang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala
untuk paling lama 1 (satu) tahun penurunan gajih sebesar satu kali kenaikan
gajih berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun dan penundaan kenaikan
pangkat untuk paling lama 1(satu) tahun; dan
c. Hukuman disiplin berat yang terdiri dari penurunan pangkat setingkat lebih
rendah untuk paling lama 1 (satu ) tahun , pembebasan dari jabatan,
pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai
negeri sipil dan pemberhentian tidak hormat sebagai pegawai negeri sipil.

Pasal 30
1) Pemberhentian pegawai berstatus aparatur sipil negara dilakukan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Pemberhentian pegawai berstatus non aparatur sipil negara dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Pemberhentian atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila pegawai RSUD
non aparatur Sipil Negara mengajukan permohonan pemberhentian sebagai
pegawai pada masa kontrak; dan/ atau
b. Tidak memperpanjang masa kontraknya
3) Pemberhentian karena mencapai batas usia pensiun dilaksanakan apabila
pegawai RSUD Non Aparatur Sipil Negara yang telah memasuki masa batas
usia pensiun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4) Pemberhentian tidak atas permintaan sendiri dilaksanakan apabila pegawai
RSUD Non Aparatur Sipil Negara melakukan tindakan pelanggaran sesuai
dengan ketentuan tentang disiplin pegawai

Pasal 31
Untuk mendorong motivasi kerja dan produktivitasnya maka RSUD menerapkan
kebijakan tentang imbal jasa bagi pegawai yang mempunyai kinerja baik dan sanksi
bagi pegawai yang tidak memenuhi ketentuan atau melanggar peraturan yang
ditetapkan;

BAB VI
TATA KELOLA KEUANGAN DAN BARANG MILIK DAERAH
1) Sebagai unit organisasi bersifat khusus RSUD memiliki otonomi dalam
pengelolaan keuangan dan Barang Milik Daerah;
2) Pengelolaan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
prinsip efektifitas, efisiensi dan produktivitas dengan berdasarkan
akuntabilitas dan transparansi;
3) Dalam rangka penerapan prinsip dan asas sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) maka dalam penatausahaan keuangan diterapkan sistem akuntansi
dengan standar Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Pasal 33
1) Otonomi dalam pengelolaan keuangan dan barang milik daereh sebagaimana
simaksud dalam pasal 32 ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban keuangan serta penggunaan dan penatausahaan barang
milik daerah;
2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
direktur RSUD ditetapkan selaku kuasa pengguna anggaran dan kuasa
pengguna barang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
3) Selain selaku kuasa pengguna anggaran dan kuasa pengguna barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) direktur RSUD memiliki tugas dan
kewenangan;
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA);
b. Penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA);
c. Penandatanganan Surat Perintah Membayar (SPM);
d. Pengelola utang dan piutang daerah yang menjadi tanggungjawabnya;
e. Penyusunan dan penyampaian laporan keuangan unit yang dipimpinnya;
f. Penetapan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan pejabat
penatausahaan keuangan ; dan
g. Penetapan pejabat lainya dalam unit yang dipimpinya dalam rangka
pengelolaan keuangan daerah;

4) RKA serta DPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan b
disampaikan kepada tim anggara pemerintah daerah (TAPD) melalui pejabat
pengelola keuangan daerah untuk di verifikasi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga
bagi RSUD dalam menyusun Rencana Bisnis Anggaran (RBA)

Pasal 34
Dalam pelaksanaan keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (1),
direktur RSUD melaksanakan belanja sesuai DPA sebagaimana dimaksud pada
pasal 33 ayat (3) huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
Direktur RSUD Bertanggung jawab atas pelaksanaan anggaran pendapatan dan
belanja RSUD yang dipimpinya;

Pasal 35
1. Dalam pertanggungjawaban keuangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
32 ayat (1), direktur RSUD melakukan penyusunan laporan
pertanggungjawaban keuangan yang merupakan bagian dari laporan kinerja
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2. Laporan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disajikan dalam laporan keuangan dinas dan laporan keuangan pemerintah
daerah;
3. Tata cara dan format penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

Pasal 36
1. RSUD dalam melaksanakan anggaran dekonsentrasi dan/atau tugas
perbantuan, proses pengelolaan keuangan diselenggarakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2. Subsidi dari pemerintah untuk pembiayaan RSUD dapat berupa belanja
pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal

BAB VII
TATA KELOLA KLINIS
Bagian kesatu
Manajemen klinis
Pasal 37
1) Manajemen klinis meliputi:
a. Instalasi
b. Kelompok jabatan fungsional
c. Staf medis
2) Guna memungkinkan terselenggaranya kegiatan pelayanan, pendidikan dan
pelatihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan dibentuk instalasi
yang merupakan unit pelayanan fungsional
3) Pembentukan instalasi ditetapkan dengan keputusan direktur;
4) Instalasi dipimpin oleh kepala instalasi yang diangkat dan diberhentikan oleh
direktur;
5) Kepala instalasi mempunyai tugas dan kewajiban merencanakan
melaksanakan memonitor dan mengevaluasi serta melaporkan kegiatan
pelayanan diinstalasinya masing-masing kepada direktur
6) Dalam melaksanakan kegiatan operasional pelayanan wajib berkoordinasi
dengan bidang atau seksi terkait;
7) Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya di bantu oleh kepala ruangan
yang merupakan tenaga fungsional dan atau tenaga non fungsional;
8) Kepala ruangan mempunyai tugas dan kewajiban melaksanakan fungsi
perencanaan meliputi melaksanakan jumlah dan kategori tenaga dan
merencanakan jumlah dan jenis peralatan perawatan yang dibutuhkan
9) Kepala ruangan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab terhadap
kepala instalasi
Pasal 38
a. Pembentukan dan perubahan instalasi didasarkan atas analisis organisasi
dan kebutuhan;
b. Pembentukan dan perubahan jumlah maupun jenis instalasi wajib dilaporkan
secara tertulis kepada Bupati melalui sekretaris daerah;

Pasal 39
a. Jenis layanan yang ada di RSUD RBC Kabupaten Mesuji secara umum
meliputi pelayanan medik, pelayanan keperawatan, pelayanan kebidanan,
pelayanan non medik, pelayanan penunjang medik dan non medik
b. Pelayanan medik sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi pelayanan medik
umum dan medik spesialis;
c. Pelayanan medik spesialis sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi 4 spesialis
dasar yaitu penyakit dalam, obstetri dan ginekologi, anak dan bedah dan
spesialis lain
d. Pelayanan keperawatan dan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi asuhan keperawatan generalis dan/atau asuhan keperawatan
spesialis, dan asuhan kebidanan.
e. Pelayanan nonmedik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas
pelayanan farmasi, pelayanan laundry/binatu, pengolahan makanan/gizi,
pemeliharaan sarana prasarana dan alat kesehatan, informasi dan
komunikasi, pemulasaran jenazah, dan pelayanan nonmedik lainnya
f. Setiap Rumah sakit harus menyelenggarakan layanan Rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat
g. Rumah sakit harus memberikan informasi tentang pelayanan yang
disediakan kepada tokoh masyarakat, fasilitas pelayanan kesehatan di sekitar
Rumah sakit, para pemangku kepentingan;
h. Pemberian informasi dapat berupa media social, media informasi,
Pasal 39
1) Dokter spesialis yang memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan
RSUD diberikan jasa dokter spesialis
2) Besaran dan mekanisme pembayaran jasa dokter spesialis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;

Pasal 40
a. Jasa pelayanan medis diberikan sebagi insentif kepada kelompok penima
manfaat guna memberikan motivasi untuk meningkatkan pelayanan yang
optimal kepada penggangan;
b. Kelompok penerima manfaat sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) terdiri
dari:
a. Manajemen
b. Dokter umum
c. Perawat dan bidan
d. Penunjang medis dan
e. Pegawai umum dan administrasi
c. Manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah direktur dan
pejabat struktural RSUD
d. Jasa pelayanan medis bagi pejabat pengelola dan pegawai dihitung
berdsarkan bobot dan indeks dari indikator penilaia yang meliputi
a. Besaran gajih pokok sesuai pengalaman dana masa kerja
b. Ketrampilan ilmu pengetahuan dan perilaku
c. Risiko kerja
d. Tingkat kegawatdaruratan
e. Jabatan yang disandang; dan
f. Hasil/ capaian kerja
e. Besaran dan mekanisme pembayaran jasa pelayanan medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku

Bagian kedua
Standar Pelayanan Minimal
Pasal 41
a. Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pelayanan yang
diberikan oleh RSUD, Bupati menetapkan standar pelayanan Minimal RSUD
yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati atas Usul Direktur;
b. Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemertaan dan kesetaraan layanan
serta kemudahan untuk mendapatkan layanan
Pasal 42
1. Standar Pelayanan Minimal harus memenuhi persyaratan :
a. Fokus pada jenis pelayanan
b. Terukur
c. Dapat dicapai;
d. Relevan dan dapat diandalkan; dan
e. Tepat waktu
2. Fokus pada jenis pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang terwujudnya tugas dan
fungsi RSUD;
3. Terukur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kegiatan
yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan;
4. Dapat dicapai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
kegiatan nyata dapat di hitung tingkat pencapaianya, rasional sesuai tingkat
kemampuan dan tingkat pemanfaatanya;
5. Relevan dan dapat diandalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d
merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya untuk
menunjang tugas dan fungsi RSUD;
6. Tepat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan
kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan;

BAB VIII
KOMITE MEDIK
Paragraph 1
Pembentukan
Pasal 43
1. Komite medik merupakan organisasi non struktural di rumah sakit yang
dibentuk dengan keputusan direktur;
2. Komite medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwakilan
yang dipilih dari Staf Medis
3. Komite medik berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada
direktur, meliputi hal-hal berkaitan dengan:
a. Mutu pelayanan medik
b. Pembinaan etik kedokteran
c. Pengembangan profesi medis
d. Komite medik mempunyai masa kerja 3 (tiga) tahun
e. Direktur menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya yang diperlukan
bagi komite medik untuk melaksanakan fungsinya

Paragraf 2
Susunan, fungsi, tugas dan kewenangan
Pasal 44
Susunan organisasi komite medik terdiri dari:
a. Ketua
b. Sekretaris
c. Anggota yang terdiri dalam sub komite

Pasal 45
a. Ketua komite medik sebagaimana dimaksud dalam pasal 60 ditetapkan oleh
direktur dengan memperhatikan masukan dari staf medis
b. Sekretaris komite medik dan ketua sub komite ditetapkan oleh direktur
berdasarkan rekomendasi dari ketua komite medik dengan memperhatikan
masukan dari staf medis;
c. Keanggotaan komite medik ditetapkan oleh direktur dengan
mempertimbangkan sikap profesional, reputasi dan perilaku
d. Jumlah keanggotaan komite medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan jumlah staf medis di Rumah Sakit;
e. Dalam hal diperlukan wakil ketua komite medik, maka wakil ketua komite
medik diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh direktur
Rumah Sakit.

Pasal 46
Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf
Medis yang bekerja di rumah sakit dengan cara:
a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medik di rumah sakit
b. Memelihara mutu profesi staf medis
c. Menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi medik

Pasal 47
Komite medik terbagi dalam 3 (tiga) sub komite, yaitu:
a. Sub komite kredensial
b. Sub komite mutu profesi medis
c. Sub komite etika dan disiplin profesi medis

Pasal 48
1) Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis
yang bekerja di rumah sakit dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.
2) Dalam melaksanakan tugas kredensial komite medik memiliki fungsi sebagai
berikut:
a. penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan
masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang
berlaku
b. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian:
1. kompetensi;
2. kesehatan fisik dan mental;
3. perilaku;
4. etika profesi.
c. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran/kedokteran gigi
berkelanjutan;
d. wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis;
e. penilaian dan pemutusan kewenangan klinis yang adekuat.
f. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi
kewenangan klinis kepada komite medik;
g. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat
penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik; dan
h. rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.
3) Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis komite
medic memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pelaksanaan audit medis;
b. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan
berkelanjutan bagi staf medis;
c. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi
staf medis rumah sakit tersebut; dan
d. rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan.
4) Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf
medis komite medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan pelaku profesional di rumah sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada
asuhan medis pasien.

Pasal 48
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya komite medik berwenang:
a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis (delineation of clinical
privilege)
b. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment)
c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis (clinical privilege)
tertentu’
d. Memberikan rekomendasi rekomendasi perubahan/ modifikasi rincian
kewenangan klinis (delineation of clinical privilige)
e. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis
f. Memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan
g. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring)
h. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin

Paragraf 3
Kewenangan klinis staf medik
Pasal 49
1) RSUD RBC berhak melarang semua pelayanan medis di rumah sakitnya,
kecuali bila rumah sakit mengizinkan staf medis tertentu untuk melakukan
pelayanan medis tersebut.
2) staf medis yang telah diizinkan melakukan pelayanan medis dan prosedur
klinis lainnya di RSUD RBC merupakan staf medis yang telah diistimewakan
dan memperoleh hak khusus (privilege) oleh rumah sakit.
3) Hak staf medis tersebut sebagaimana dimaksud ayat ke (2) disebut sebagai
kewenangan klinis (clinical privilege).
4) RSUD RBC harus mengatur pemberian kewenangan klinis (clinical privilege)
setiap staf medis sesuai dengan kompetensinya yang nyata. Dengan demikian
pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut harus melibatkan
komite medik yang dibantu oleh mitra bestarinya (peer group) sebagai pihak
yang paling mengetahui masalah keprofesian yang bersangkutan.
5) komite medik menyusun “buku putih” (white paper) untuk pelayanan medis
tertentu tersebut dengan melibatkan mitra bestari (peer group) dari beberapa
spesialisasi terkait.
6) pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) kepada staf medis yang akan
melakukan tindakan tertentu tersebut akan didasarkan pada “buku putih”
(white paper) yang telah disusun bersama.
7) Kewenangan klinis seorang staf medis tidak hanya didasarkan pada
kredensial terhadap kompetensi keilmuan dan keterampilannya saja, akan
tetapi juga didasarkan pada kesehatan fisik, kesehatan mental, dan perilaku
(behavior) staf medis tersebut.
8) Semua faktor tersebut di atas akan mempengaruhi keselamatan pasien baik
secara langsung maupun tidak langsung

Pasal 50

a. Untuk dapat memberikan rekomendasi komite medik menetapkan rincian


kewenangan klinis (delineation of clinical previlege) dari syarat-syarat
kompetensi yang di butuhkan untuk setiap jenis layanan di Rumah Sakit;
b. Penetapan rincian kewenangan klinis dan syarat-syarat kompetensi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada norma ke profesian
yang ditetapkan oleh kolegium spesialisasi
c. Penetapan rincian kewenangan klinis dan syarat kompetensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) di dokumentasikan oleh komite medik dalam buku
putih (white paper)
d. White paper sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar bagi komite
medik dalam mengeluarkan rekomendasi pemberian kewenangan linis untuk
staf medis

Paragrafh 4
Surat Penugasan Klinis
Pasal 51
1) Dalam hal komite medik merekomendasikan seorang staf medis untuk
menerima kewenangan klinis tertentu setelah dikredensial dan direktur
rumah sakit dapat menyetujuinya, maka direktur RSUD menerbitkan suatu
surat keputusan untuk menugaskan staf medis yang bersangkutan untuk
melakukan pelayanan medis di RSUD.
2) Penugasan staf medis sebagaimana dimaksud ayat (1) disebut sebagai
penugasan klinis (clinical appointment).
3) Masa berlaku penugasan klinis paling lama 3 (tiga) tahun.
4) Dengan memiliki surat penugasan klinis (Clinical Appointment), maka
seorang staf medis tergabung menjadi anggota kelompok (member) staf medis
yang memiliki kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medis di
rumah sakit tersebut. Dalam keadaan tertentu kepala/direktur rumah sakit
dapat pula menerbitkan surat penugasan klinis sementara (Temporary
Clinical Appointment), misalnya untuk konsultan tamu yang diperlukan
sementara oleh rumah sakit.
5) direktur rumah sakit dapat mengubah, membekukan untuk waktu tertentu,
atau mengakhiri penugasan klinis (Clinical Appointment) seorang staf medis
berdasarkan pertimbangan komite medis atau alasan tertentu.
6) Dengan dibekukan atau diakhirinya penugasan klinis (Clinical Appointment)
seorang staf medis tidak berwenang lagi melakukan pelayanan medis di
rumah sakit tersebut.
7) Mekanisme penugasan klinis (Clinical Appointment) ini merupakan salah satu
instrumen utama tata kelola klinis (clinical governance) yang baik.

Pasal 52
Dalam keadaan darurat atau bencana yang menimbulkan banyak korban, semua
staf medis rumah sakit dapat diberikan kewenangan klinis oleh direktur untuk
melakukan tindakan penyelamatan di luar kewenangan klinis yang dimilikinya,
sepanjang yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk melakukanya.
Paragrafh 5
Pasal 53
Kredensial
1. Kredensialing merupakan kewajiban rumah sakit dalam melakukan verifikasi
keabsahan bukti kompetensi seseorang dan menetapkan kewenangan klinis
untuk melakukan pelayanan medis dalam lingkup spesialisasi tersebut
2. Proses credentialing ini dilakukan dengan dua alasan utama yaitu
Perkembangan ilmu di bidang kedokteran untuk suatu pelayanan medis
tertentu sangat pesat, dan keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun
akibat penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi
keamanan pelayanan medis yang dilakukannya.
3. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelaikan kesehatan baik fisik
maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi medis tersebut oleh
rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing, dan hal ini dilakukan
demi keselamatan pasien.

Pasal 54
1. Setelah seorang staf medis dinyatakan kompeten melalui suatu proses
kredensial, rumah sakit menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan
untuk melakukan serangkaian pelayanan medis tertentu dirumah sakit
tersebut, hal ini dikenal sebagai kewenangan klinis (clinical privilege).
2. Tanpa adanya kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut seorang staf
medis tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan medis di rumah
sakit tersebut. Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege)
seseorang dokter spesialis/dokter gigi spesialis dapat saja berbeda dengan
koleganya dalam spesialisasi yang sama, tergantung pada ketetapan komite
medik tentang kompetensi untuk melakukan tiap pelayanan medis oleh yang
bersangkutan berdasarkan hasil proses kredensial.
3. Dalam hal pelayanan medis seorang staf medis membahayakan pasien maka
kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medis dapat saja dicabut
sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan medis tertentu di
lingkungan rumah sakit tersebut.
4. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut dilakukan melalui
prosedur tertentu yang melibatkan komite medik.

Pasal 55

1. Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan


menimbulkan tanggung jawab hukum bagi rumah sakit dalam hal terjadi
kecelakaan pelayanan medis.
2. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala pelayanan medis
yang dilakukan oleh setiap staf medis di rumah sakit tersebut, hal ini dikenal
sebagai the duty of due care.
3. Tanggung jawab rumah sakit tersebut berlaku tidak hanya terhadap tindakan
yang dilakukan oleh staf medis pegawai rumah sakit saja, tetapi juga setiap
staf medis yang bukan berstatus pegawai (staf medis tamu).
4. Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan
medis yang dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien
yang dilayaninya sebagai bagian dari the duty of due care.
5. Untuk memenuhi kebutuhan staf medis di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan pelayanan rumah sakit memerlukan penambahan staf medis.
6. Dalam rangka meningkatkan pelayanan Rumah sakit direktur dapat
melakukan penambahan staf medis dengan pertimbangan kajian kompetensi
calon staf medis oleh komite medis
Pasal 56

1. Mekanisme kredensial dan rekredensial dirumah sakit adalah tanggung jawab


komite medik yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial.
2. Proses kredensial tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil,
obyektif, sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi.
3. Dalam proses kredensial, subkomite kredensial melakukan serangkaian
kegiatan termasuk menyusun tim mitra bestari, dan melakukan penilaian
kompetensi seorang staf medis yang meminta kewenangan klinis tertentu.
4. Selain itu subkomite kredensial juga menyiapkan berbagai instrumen
kredensial yang disahkan direktur rumah sakit. Instrumen tersebut paling
sedikit meliputi kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan
klinis, pedoman penilaian kompetensi klinis, formulir yang diperlukan.
5. Pada akhir proses kredensial, komite medik menerbitkan rekomendasi kepada
kepala/direktur rumah sakit tentang lingkup kewenangan klinis seorang staf
medis.
Paragrafh 5
Rekredensial
Pasal 57

Subkomite kredensial melakukan rekredensial bagi setiap staf medis yang


mengajukan permohonan pada saat berakhirnya masa berlaku surat penugasan
klinis (clinical appointment), dengan rekomendasi berupa:
a. kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
b. kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c. kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d. kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk waktu tertentu;
e. kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/dimodifikasi;
f. kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri.

Pasal 58
1. Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis (clinical
appointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh direktur rumah sakit.
2. Surat penugasan klinis untuk setiap staf medis memiliki masa berlaku untuk
periode tertentu.
3. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut rumah sakit harus
melakukan rekredensial terhadap staf medis yang bersangkutan. Proses
rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses kredensial awal
karena rumah sakit telah memiliki informasi setiap staf medis yang
melakukan pelayanan medis di rumah sakit tersebut.
4. Pencabutan, perubahan/modifikasi, dan pemberian kembali kewenangan
klinis. Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh direktur
rumah sakit didasarkan pada kinerja profesi dilapangan,
5. pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan
medis yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari
komite medik. Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut
dapat diberikan kembali bila staf medis tersebut dianggap telah pulih
kompetensinya.
6. Dalam hal kewenangan klinis tertentu seorang staf medis diakhiri, komite
medik akan meminta subkomite mutu profesi untuk melakukan berbagai
upaya pembinaan agar kompetensi yang bersangkutan pulih kembali. Komite
medik dapat merekomendasikan kepada kepala/direktur rumah sakit
pemberian kembali kewenangan klinis tertentu setelah melalui proses
pembinaan.

Pasal 59
1. Setelah seorang staf medis dinyatakan kompeten melalui suatu proses
kredensial/ rekredensial, direktur menerbitkan surat penugasan klinis bagi
yang bersangkutan untuk melakukan serangkaian pelayanan medis tertentu
berupa pemberian kewenangan klinis
2. Tanpa adanya pemberian kewenangan linis sebagaimana dimaksdu pada ayat
(1) seorang staf medis tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan
medis di rumah sakit tersebut

Paragrafh delapan
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
Pasal 60

1. Rumah sakit harus memiliki program peningkatan mutu dan keselamatan


pasien (PMKP) yang menjangkau seluruh unit kerja dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin keselamatan pasien.
2. Direktur menetapkan Komite/Tim Penyelenggara Mutu untuk mengelola
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien, agar mekanisme
koordinasi pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
di rumah sakit dapat berjalan lebih baik.
3. PMKP menjelaskan pendekatan yang komprehensif untuk peningkatan mutu
dan keselamatan pasien yang berdampak pada semua aspek pelayanan,
mencakup:
a. Peran serta dan keterlibatan setiap unit dalam program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
b. Pengukuran data objektif yang tervalidasi.
c. Penggunaan data yang objektif dan kaji banding untuk membuat
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
4. Standar PMKP membantu profesional pemberi asuhan (PPA) untuk
memahami bagaimana melakukan perbaikan dalam memberikan asuhan
pasien yang aman dan menurunkan risiko. Staf non klinis juga dapat
melakukan perbaikan agar proses menjadi lebih efektif dan efisien dalam
penggunaan sumber daya dan risiko dapat dikurangi.

Pasal 61

1. Standar PMKP ditujukan pada semua kegiatan di rumah sakit secara


menyeluruh dalam spektrum yang luas berupa kerangka kerja untuk
perbaikan kinerja dan menurunkan risiko akibat variasi dalam proses
pelayanan.
2. Kerangka kerja dalam standar PMKP ini juga dapat terintegrasi dengan
kejadian yang tidak dapat dicegah (program manajemen risiko) dan
pemanfaatan sumber daya (pengelolaan utilisasi).
3. Rumah sakit yang menerapkan kerangka kerja ini diharapkan akan:
a. Mengembangkan dukungan pimpinan yang lebih besar untuk program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien secara menyeluruh di
rumah sakit;
b. Melatih semua staf tentang peningkatan mutu dan keselamatan pasien
rumah sakit;
c. Menetapkan prioritas pengukuran data dan prioritas perbaikan;
d. Membuat keputusan berdasarkan pengukuran data; dan
e. Melakukan perbaikan berdasarkan perbandingan dengan rumah sakit
setara atau data berbasis bukti lainnya, baik nasional dan
internasional.
4. Fokus standar peningkatan mutu dan keselamatan pasien adalah:
a. Pengelolaan kegiatan peningkatan mutu, keselamatan pasien dan
manajemen risiko.
b. Pemilihan dan pengumpulan data indikator mutu.
c. Analisis dan validasi data indikator mutu.
d. Pencapaian dan upaya mempertahankan perbaikan mutu.
e. Sistem pelaporan dan pembelajaran keselamatan pasien rumah sakit
f. Penerapan manajemen risiko.

Pasal 62

1. Peningkatan mutu dan keselamatan pasien merupakan proses kegiatan yang


berkesinambungan (continuous improvement) yang dilaksanaan dengan
koordinasi dan integrasi antara unit pelayanan dan komite-komite (Komite
Medik, Komite Keperawatan, Komite/Tim PPI, Komite K3 dan fasilitas, Komite
Etik, Komite PPRA, dan lain-lainnya).
2. Direktur perlu menetapkan Komite/Tim Penyelenggara Mutu yang bertugas
membantu Direktur dalam mengelola kegiatan peningkatan mutu,
keselamatan pasien, dan manajemen risiko di rumah sakit.
3. Dalam melaksanakan tugasnya, Komite/ Tim Penyelenggara Mutu memiliki
fungsi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4. Dalam proses pengukuran data, Direktur menetapkan:
i. Kepala unit sebagai penanggung jawab peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP) di tingkat unit;
ii. Staf pengumpul data; dan
iii. Staf yang akan melakukan validasi data (validator).
5. Bagi rumah sakit yang memiliki tenaga cukup, proses pengukuran data
dilakukan oleh ketiga tenaga tersebut.
6. Dalam hal keterbatasan tenaga, proses validasi data dapat dilakukan oleh
penanggung jawab PMKP di unit kerja.
7. Komite/Tim Penyelenggara Mutu, penanggung jawab mutu dan keselamatan
pasien di unit, staf pengumpul data, validator perlu mendapat pelatihan
peningkatan mutu dan keselamatan pasien termasuk pengukuran data
mencakup pengumpulan data, analisis data, validasi data, serta perbaikan
mutu.

Pasal 63

Komite/ Tim Penyelenggara Mutu akan melaporkan hasil pelaksanaan program


PMKP kepada Direktur setiap 3 (tiga) bulan. Kemudian Direktur akan meneruskan
laporan tersebut kepada Dewan Pengawas

Pasal 64

1. Laporan sebagai mana dimaksud pasal tersebut mencakup:


a) Hasil pengukuran data meliputi: Pencapaian semua indikator mutu,
analisis, validasi dan perbaikan yang telah dilakukan.
b) Laporan semua insiden keselamatan pasien meliputi jumlah, jenis
(kejadian sentinel, KTD, KNC, KTC, KPCS), tipe insiden dan tipe harm,
tindak lanjut yang dilakukan, serta tindakan perbaikan tersebut dapat
dipertahankan.
2. Di samping laporan hasil pelaksanaan program PMKP, Komite/ Tim
Penyelenggara Mutu juga melaporkan hasil pelaksanaan program manajemen
risiko berupa pemantauan penanganan risiko yang telah dilaksanakan setiap
6 (enam) bulan kepada Direktur yang akan diteruskan kepada dewan
pengawas

Pasal 65
1. Rumah sakit membuat program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
yang akan diterapkan pada semua unit setiap tahun.
2. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit meliputi
tapi tidak terbatas pada:
a. Pengukuran mutu indikator termasuk indikator nasional mutu (INM),
indikator mutu prioritas rumah sakit (IMP RS) dan indikator mutu
prioritas unit (IMP Unit).
b. Meningkatkan perbaikan mutu dan mempertahankan perbaikan
berkelanjutan. c) Mengurangi varian dalam praktek klinis dengan
menerapkan PPK/Algoritme/Protokol dan melakukan pengukuran
dengan clinical pathway.
c. Mengukur dampak efisiensi dan efektivitas prioritas perbaikan terhadap
keuangan dan sumber daya misalnya SDM.
d. Pelaporan dan analisis insiden keselamatan pasien.
e. Penerapan sasaran keselamatan pasien.
f. Evaluasi kontrak klinis dan kontrak manajemen.
g. Pelatihan semua staf sesuai perannya dalam program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
h. Mengkomunikasikan hasil pengukuran mutu meliputi masalah mutu
dan capaian data kepada staf.
3. Hal-hal penting yang perlu dilakukan agar program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dapat diterapkan secara menyeluruh di unit pelayanan,
meliputi:
a. Dukungan Direktur dan pimpinan di rumah sakit:
b. Upaya perubahan budaya menuju budaya keselamatan pasien;
c. Secara proaktif melakukan identifikasi dan menurunkan variasi dalam
pelayanan klinis;
d. Menggunakan hasil pengukuran data untuk fokus pada isu pelayanan
prioritas yang akan diperbaiki atau ditingkatkan; dan
e. Berupaya mencapai dan mempertahankan perbaikan yang
berkelanjutan.

Pasal 66

1. Komite Mutu bertugas membantu Kepala atau Direktur Rumah Sakit dalam
pelaksanaan dan evaluasi peningkatan mutu, keselamatan pasien, dan
manajemen risiko di Rumah Sakit.
2. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi peningkatan mutu,
Komite Mutu memiliki fungsi:
a. penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait pengelolaan dan
penerapan program mutu pelayanan Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur Rumah
Sakit terkait perbaikan mutu tingkat Rumah Sakit;
c. pemilihan prioritas perbaikan tingkat Rumah Sakit dan pengukuran indikator
tingkat Rumah Sakit serta menindaklanjuti hasil capaian indikator tersebut;
d. pemantauan dan memandu penerapan program mutu di unit kerja;
e. pemantauan dan memandu unit kerja dalam memilih prioritas perbaikan,
pengukuran mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian
indikator mutu;
f. fasilitasi penyusunan profil indikator mutu dan instrumen untuk
pengumpulan data;
g. fasilitasi pengumpulan data, analisis capaian, validasi dan pelaporan data
dari seluruh unit kerja;
h. pengumpulan data, analisis capaian, validasi, dan pelaporan data indikator
prioritas Rumah Sakit dan indikator mutu nasional Rumah Sakit;
i. koordinasi dan komunikasi dengan komite medis dan komite lainnya, satuan
pemeriksaan internal, dan unit kerja lainnya yang terkait, serta staf;
j. pelaksanaan dukungan untuk implementasi budaya mutu di Rumah Sakit; k.
pengkajian standar mutu pelayanan di Rumah Sakit terhadap pelayanan,
pendidikan, dan penelitian;
k. penyelenggaraan pelatihan peningkatan mutu; dan
l. penyusunan laporan pelakasanaan program peningkatan mutu.
3. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi keselamatan pasien,
Komite Mutu memiliki fungsi:
a. penyusunan kebijakan, pedoman, dan program kerja terkait
keselamatan pasien Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur
Rumah Sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan
pasien;
c. pemantauan dan memandu penerapan keselamatan pasien di unit
kerja;
d. motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan dan penilaian tentang
penerapan program keselamatan pasien;
e. pencatatan, analisis, dan pelaporan insiden, termasuk melakukan Root
Cause Analysis (RCA), dan -pemberian solusi untuk meningkatkan
keselamatan pasien;
f. pelaporan insiden secara kontinu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; g. melaksanakan pelatihan keselamatan pasien;
dan
g. penyusunan laporan pelakasanaan program keselamatan pasien.
4. Dalam melaksanakan tugas pelaksanaan dan evaluasi manajemen risiko,
Komite Mutu memiliki fungsi:
a. penyusunan kebijakan, pedoman dan program kerja terkait manajemen
risiko Rumah Sakit;
b. pemberian masukan dan pertimbangan kepada Kepala atau Direktur
Rumah Sakit terkait manajemen risiko di Rumah Sakit;
c. pemantauan dan memandu penerapan manajemen risiko di unit kerja;
d. pemberian usulan atas profil risiko dan rencana penanganannya;
e. pelaksanaan dan pelaporan rencana penanganan risiko sesuai lingkup
tugasnya;
f. pemberian usulan rencana kontingensi apabila kondisi yang tidak
normal terjadi;
g. pelaksanaan penanganan risiko tinggi;
h. pelaksanaan pelatihan manajemen risiko; dan
i. penyusunan laporan pelaksanaan program manajemen risiko.
5. Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai
dengan ayat (4), Komite Mutu juga melaksanakan fungsi persiapan dan
penyelenggaraan akreditasi Rumah Sakit.

Paragrafh 9
Budaya Keselamatan Pasien
Pasal 67

1. Pimpinan Rumah sakit menerapkan, memantau dan mengambil tindakan


serta mendukung budaya keselamatan di seluruh area rumah sakit;
2. Budaya keselamatan sebagaimana di maksud ayat (1) mencakup:
a. Perilaku memberikan pelayanan yang aman secara konsisten untuk
mencegah terjadinya kesalahan pada pelayanan berisiko tinggi;
b. Perilaku dimana para individu dapat melaporkan kesalahan dan insiden
tanpa takut dikenakan sanksi/ teguran dan diperlakukan secara adil (just
culture)
c. Kerjasama tim dan koordinasi untuk menyelesaikan masalah keselamatan
pasien
d. Komitmen pimpinan rumah sakit dalam mendukung staf seperti waktu kerja
para staf , pendidikan, metode yang aman untuk melaporkan masalah dan
hal lainya untuk menyelesaikan masalah keselamatan
e. Identifikasi dan mengenali masalah akibat perilaku yang tidak di inginkan
atau perilaku sembrono;
f. Evaluasi budaya secara berkala dengan metode seperti kelompok Focus
Group Diskusi (FGD) wawancara dengan staf dan analisis data;
g. Mendorong kerja sama dan membangun sistem, dalam mengembangkan
budaya perilaku yang aman;
h. Menanggapi perilaku yang tidak di inginkan pada semua staf pada semua
jenjang di rumah sakit, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis
dan staf non klinis dokter praktisi mandiri, representasi pemilik dan anggota
dewan pemilik dan anggota dewan pengawas;

Paragrafh 9
Manajemen Risiko
Pasal 68

Direktur dan pimpinan rumah sakit berpartisipasi menetapkan program


manajemen risiko tingkat rumah sakit;
Manajemen risiko tingkat rumah sakit sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
1. Proses manajemen Risiko
2. Integrasi manajemen risiko di rumah sakit;
3. Pelaporan kegiatan program manajemen risiko;
4. Pengelolaan klaim tuntutan yang dapat menyebabkan tuntutan;
Proses manajemen risiko sebagaimana dimaksud ayat (2) point (1) meliputi:
a. Komunikasi dan konsultasi
b. Menetapkan konteks
c. Identifikasi risiko sesuai kategori risiko;
d. Analisis risiko
e. Evaluasi risiko
f. Penanganan risiko
g. Pemantauan risiko
Identifikasi risiko sesuai kategori risiko sebagaimana dimaksud ayat (4) point (c)
meliputi:
a. Operasional adalah risiko yang terjadi saat rumah sakit memberikan
pelayanan kepada pasien baik klinis maupun non klinis;
b. Risiko keuangan adalah risiko kepatuhan (terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku)
c. Risiko reputasi (citra rumah sakit yang dirasakan oleh masyarakat)
d. Risiko strategis (terkait dengan rencana strategis termasuk tujuan strategis
rumah sakit)
e. Risiko kepatuhan terhadap hukum dan regulasi

BAB VII
KOMITE ETIK DAN HUKUM
Pasal 69

1. Pimpinan rumah sakit menetapkan kerangka kerja pengelolaan etik rumah


sakit untuk menangani masalah etik rumah sakit meliputi finansial,
pemasaran, penerimaan pasien, transfer pasien, pemulangan pasien dan yang
lainya termasuk konflik etik antar profesi serta konflik kepentingan staf yang
mungkin bertentagan dengan hak dan kepentingan pasien;
2. Direktur menetapkan komite etik rumah sakit;
3. Komite etik menyusun kode etik rumah sakit yang mengacu pada kode etik
rumah sakit indonesia (KODERSI)
4. Komite etik menyusun kerangka kerja pelaporan dan pengelolaan etik rumah
sakit serta pedoman pengelolaan kode etik dalam maksud dan tujuan sesuai
dengan visi, misi, dan nilai-nilai yang dianut rumah sakit
5. Regulasi tentang pedoman pengelolaan etik RS meliputi :
a. Menjelaskan pelayanan yang diberikan pada pasien secara jujur;
b. Melindungi kerahasiaan informasi pasien;
c. Mengurangi kesenjangan dalam akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehataaan dan dampak klinis
d. Menetapkan kebijakan tentang pendaftaran pasien,
e. Mendukung transparansi dalam melaporkan pengukuran hasil kinerja klinis
dan kinerja non klinis;
f. Keterbukaan kepemilikan agar tidak terjadi konflik kepentingan misalnya
hubungan kepemilikan antara dokter yang memberikan intruksi pemeriksaan
penunjang dengan fasilitas laboratorium atau fasilitas radiologi diluar rumah
sakit yang akan melakukan pemeriksaan;
g. Menetapkan mekanisme bahwa praktisi kesehatan dan staf lainya dapat
melaporkan kesalahan klinis (clinical error) atau mengajukan kekhawatiran
etik tanpa takut di hukum termasuk melaporkan prilaku staf yang merugikan
termasuk masalah klinis ataupun masalah operasional;
h. Mendukung keterbukaan dalam sistem pelaporan mengenai masalah/isu etik
tanpa takut diberikan sanksi;
i. Memberikan solusi yang efektif dan tepat waktu untuk masalah etik yang
terjadi;
j. Memastikan praktik nondiskriminasi dalam pelayanan pasien dengan
mengingat norma hukum dan budaya negara;
k. Tagihan biaya pelayanan harus akurat dan dipastikan bahwa insentif dan
pengelolaan pembayaran tidak menghambat pelayanan pasien;
l. Pengelolaan kasus etik pada konflik etik antar profesi di rumah sakit, serta
penetapan code of conduct bagi staf sebagai pedoman perilaku sesuai dengan
standar etik rumah sakit;
m. Rumah sakit menyediakan sumber daya serta pelatihan kerangka
pengelolaan etik rumah sakit bagi praktisi kesehatan dan staf lainya dan
memberikan solusi yang efektif dan tepat waktu untuk masalah etik

BAB VIII
KOMITE KEPERAWATAN
Paraghraf 1
pembentukan
Pasal 70
1. Dalam rangka mewujudkan tata kelola klinis yang baik, setiap Rumah Sakit
harus membentuk Komite Keperawatan.
2. Komite Keperawatan merupakan organisasi non struktural yang dibentuk di
Rumah Sakit yang keanggotaannya terdiri dari tenaga keperawatan.
3. Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan merupakan
wadah perwakilan dari staf keperawatan.
4. Komite Keperawatan dibentuk oleh direktur Rumah Sakit.
5. Susunan organisasi Komite Keperawatan sekurang-kurangnya terdiri dari: a.
ketua Komite Keperawatan; b. sekretaris Komite Keperawatan; dan c.
subkomite.
6. Dalam keadaan keterbatasan sumber daya, susunan organisasi Komite
Keperawatan sekurang-kurangnya dapat terdiri dari ketua dan sekretaris
merangkap subkomite.
7. Keanggotaan Komite Keperawatan ditetapkan oleh direktur Rumah Sakit dengan
mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi, dan perilaku.
8. Jumlah personil keanggotaan Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di Rumah Sakit.

Paragrafh 2
Tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab
Pasal 71
1) Subkomite sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (6) terdiri dari:
a. subkomite Kredensial; b. subkomite mutu profesi; dan c. subkomite
etik dan disiplin profesi.
2) Subkomite Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
bertugas merekomendasikan Kewenangan Klinis yang adekuat sesuai
kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan.
3) Subkomite mutu profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
bertugas melakukan audit keperawatan dan merekomendasikan
kebutuhan pengembangan profesional berkelanjutan bagi tenaga
keperawatan.
4) Subkomite etik dan disiplin profesi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c bertugas merekomendasikan pembinaan etik dan disiplin
profesi.

Pasal 72
1) Komite Keperawatan mempunyai fungsi meningkatkan profesionalisme
tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit dengan cara:
a. melakukan Kredensial bagi seluruh tenaga keperawatan yang akan
melakukan pelayanan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit;
b. memelihara mutu profesi tenaga keperawatan; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi perawat dan bidan.
2) Dalam melaksanakan fungsi Kredensial, Komite Keperawatan memiliki
tugas sebagai berikut:
a. menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih;
b. melakukan verifikasi persyaratan Kredensial;
c. merekomendasikan Kewenangan Klinis tenaga keperawatan;
d. merekomendasikan pemulihan Kewenangan Klinis;
e. melakukan Kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang
ditetapkan;
f. melaporkan seluruh proses Kredensial kepada Ketua Komite
Keperawatan untuk diteruskan kepada kepala/direktur Rumah Sakit;
3) Dalam melaksanakan fungsi memelihara mutu profesi, Komite
Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. menyusun data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik;
b. merekomendasikan perencanaan pengembangan profesional
berkelanjutan tenaga keperawatan;
c. melakukan audit keperawatan dan kebidanan; dan
d. memfasilitasi proses pendampingan sesuai kebutuhan.
4) Dalam melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi tenaga
keperawatan, Komite Keperawatan memiliki tugas sebagai berikut:
a. melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga keperawatan;
b. melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan;
c. merekomendasikan penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan
masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan
keperawatan dan kebidanan;
d. merekomendasikan pencabutan Kewenangan Klinis; dan
e. memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam
asuhan keperawatan dan kebidanan.
5) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan
berwenang:
a. memberikan rekomendasi rincian Kewenangan Klinis;
b. memberikan rekomendasi perubahan rincian Kewenangan Klinis;
c. memberikan rekomendasi penolakan Kewenangan Klinis tertentu;
d. memberikan rekomendasi surat Penugasan Klinis;
e. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit keperawatan dan
kebidanan;
f. memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan
kebidanan berkelanjutan; dan
g. memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan
rekomendasi pemberian tindakan disiplin.

Paragrafh 3
Peraturan Internal Keperawatan
Pasal 73

1) Setiap Rumah Sakit wajib menyusun peraturan internal staf


keperawatan dengan mengacu pada peraturan internal korporasi dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Peraturan internal staf keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mencakup tenaga perawat dan tenaga bidan.
3) Peraturan internal staf keperawatan disusun oleh Komite Keperawatan
dan disahkan oleh kepala/direktur Rumah Sakit.
4) Peraturan internal staf keperawatan berfungsi sebagai aturan yang
digunakan oleh Komite Keperawatan dan staf keperawatan dalam
melaksanakan tata kelola klinis yang baik di Rumah Sakit.

Paragrafh 4
Pendanaan
Pasal 74

1) Kepengurusan Komite Keperawatan berhak memperoleh insentif sesuai


dengan aturan dan kebijakan Rumah Sakit.
2) Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai dengan anggaran
Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Paragrafh 5
Kewenangan dan penugasan klinis
Pasal 75

1. Sub komite Kredensial mempunyai kewenangan memberikan


rekomendasi rincian Kewenangan Klinis untuk memperoleh surat
Penugasan Klinis (clinical appointment).
2. Proses Kredensial menjamin tenaga keperawatan kompeten dalam
memberikan pelayanan keperawatan dan kebidanan kepada pasien
sesuai dengan standar profesi. Proses Kredensial mencakup tahapan
review, verifikasi dan evaluasi terhadap dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan kinerja tenaga keperawatan
3. Setiap staf keperawatan yang melakukan asuhan keperawatan dan
asuhan kebidanan harus memiliki surat Penugasan Klinis dari
Pimpinan Rumah Sakit berdasarkan rincian Kewenangan Klinis setiap
staf keperawatan yang direkomendasikan Komite Keperawatan.
BAB IX
KEBIJAKAN, PEDOMAN DAN PROSEDUR
PASAL 76
1) Kebijakan, pedoman/panduan, dan prosedur merupakan kelompok dokumen
regulasi rumah sakit sebagai acuan untuk melaksananakan kegiatan;
2) Kebijakan merupakan regulasi tertinggi di Rumah sakit kemudian di ikuti
dengan pedoman/ panduan dan selanjutnya prosedur/standar prosedur
operasional (SPO);
3) Review dan persetujuan atas kebijakan, pedoman/panduan dan prosedur
dalam bidang administrasi dan sumber daya yang berwenang sebelum
diterbitkan adalah kepala bagian tata usaha RSUD RBC;
4) Review dan persetujuan atas kebijakan, pedoman/panduan dan prosedur
dalam bidang pelayanan medik yang berwenang sebelum diterbitkan adalah
kepala bidang pelayanan medik RSUD RBC;
5) Proses dan frekuensi review serta persetujuan berkelanjutan atas kebijakan,
pedoman, panduan dan prosedur dilakukan minimal dilakukan setiap 1
(satu) tahun sekali dan jika terdapat perubahan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
6) Pengendalian untuk menjamin bahwa hanya kebijakan, pedoman/panduan
dan prosedur terkini, dengan versi yang relevan tersedia pada RSUD
dilakukan melalui dokumen terkendali yang di kelola oleh Sub Bagian Umum
dan Kepegawaian dan salinan pengendali berada pada unit pelaksana
dikendalikan melalui salinan terkendali
7) Identifikasi perubahan dalam kebijakan, pedoman/panduan dan prosedur
dilakukan oleh unit pelaksana secara berjenjang sesuai hirarki struktural;
8) Pemeliharaan identitas dan dokumen yang bisa dibaca harus diletakkan di
tempat yang mudah dilihat, mudah diambil dan mudah dibaca oleh
pelaksana;
9) Pengelolaan kebijakan, pedoman/ panduan, dan prosedur yang berasal dari
luar rumah sakit yang dijadikan acuan dikendalikan dengan mempergunakan
dokumen melalui catatan formulir master list dokumen eksternal;
10) Retensi dari kebijakan, pedoman/panduan dan prosedur yang sudah tidak
berlaku mengacu pada keputusan direktur tentang retensi dan penyusutan
arsip non rekam medik;
11) Identifikasi dan penelusuran dari sirkulasi seluruh kebijakan dan prosedur
mempergunakan buku registrasi dan master list yang dikelola oleh bagian
tata usaha

BAB XI
KERJA SAMA/ KONTRAK
PASAL 77

1) Direktur menjamin keberlangsungan pelayanan klinis dan manajemen yang


memenuhi kebutuhan pasien yang dapat dilakukan dengan e melalui
perjanjian kerjasama/kontrak;
2) Para pihak dapat memprakarsai atau menawarkan rencana
kerjasama/kontrak mengenai objek tertentu;
3) Apabila para pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menerima rencana
kerjasama/kontrak tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat
kesepakatan bersama dan menyiapkan rancangan perjanjian
kerjasama/kontrak yang paling sedikit memuat:
a. Subjek kerjasama/kontrak
b. Objek kerjasama/kontrak
c. Ruang lingkup kerjasama/ kontrak
d. Hak dan kewajiban para pihak
e. Jangka waktu kerjasama/ kontrak
f. Pengakhiran kerjasama/kontrak
g. Keadaan memaksa
h. Penyelesaian perselisihan
4) Isi materi perjanjia kerjasaam/ kontrak dikoreksi dan disepakati melalui
pembubukan paraf/fiat para pejabat yang berwenang yaitu:
a. Kontrak klinis diajukan oleh unit pelayanan secara berjenjang kepada pejabat
berwenang sesui hirarki pelayanan. Kepala bidang pelayanan berpartisipasi
dalam seleksi kontrak klinis dan bertanggungjawab atas kontrak klinis
b. Kontrak manajemen diajukan oleh unit yang mengelola administrasi sumber
daya secara berjenjang kepada pejabat berwenang sesuai hirarki administrsi
sumber daya, kepala bagian tata usaha berpartisipasi dalam seleksi kontrak
manajemen dan bertanggungjawab atas kontrak manajemen;
5) Setelah dibubuhi paraf/piat kedua belah pihak dan lanjut diberi nomor oleh
para pihak
6) Penandatanganan dilakukan oleh direktur dan pihak yang berwenang
dengan pemberian materai yang cukup
7) Hasil kerjasama / kontrak dapat berupa uang., surat berharga, barang, hasil
pelayanan, pengobatan, lab, jasa lainya, dan atau non material berupa
keuntungan;
8) Hasil kerjasama/ kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa uang
harus menjadi pendapatan rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
9) Hasil kerjasama/ kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa
barang harus dicatat sebagai aset rumah sakit sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku
10) Hasil kerjasama/ kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa hasil
pelayanan, pengobatan, laboratorium dan jasa lainya harus sesuai dengan
kesepakatan yang tertuang dalam kerjasama/ kontrak yang telah
ditandatangani atau sesuai dengna hasil addendum
11) Evaluasi hasil kerjasama atau kontrak dilaksanakan oleh unit pelaksana
yang diketahui secara berjenjang sesuai hirarki pejabat yang berwenang
12) Bila hasil evaluasi kerjasama/kontrak dinegosiasi kembali atau diakhiri, unit
pelaksana dan pejabat secara berjenjang menjaga kontinuitas pelayanan
kepada pasien;

BAB XII
RAPAT
Pasal 78
Pelaksanaan rapat terdiri dari:
Rapat direktur meliputi:
1) Rapat rutin
a. Rapat rutin direktur diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sekali
b. Rapat rutin direktur diikuti oleh seluruh pejabat struktural di lingkungan
rumah sakit dan dimpin oleh direktur; dan
c. Rapat rutin direktur membahas semua hal yang berhubungan dengan rumah
sakit sesuai dengan tugas, kewenangan dan kewajiban pejabat struktural
rumah sakit
2) Rapat khusus
a. Rapat khusus diadakan apabila terdapat masalah yang mendesak dan
memerlukan penanganan segera
b. Rapat khusus diikuti oleh semua unsur yang terkait dan rapat
dipimpin oleh direktur dan
c. Rapat khusus membahas semua hal yang berhubungan dengan
masalah sampai dengan ditetapkan penanganannya
3) Rapat koordinasi
Rapat koordinasi direktur diadakan sekurang-kurangnya dua bulan sekali
dan
Rapat koordinasi di ikuti oleh semua pejabat struktural rumah sakit, kepala
instalasi, kepala ruangan, komite, koridor dan dipimpin oleh direktur

4) Rapat bidang dan bagian


5) Rapat rutin
a. Rapat rutin bidang diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) minggu sekali
b. Rapat rutin bidang diikuti oleh seluruh staf bidang dan bagian terkait dan
rapat dipimpin oleh kepala bidang
c. Rapat rutin bidang dan bagian terkait membahas pada semua hal yang
berhubungan dengan rumah sakit sesuai dengan tugas kewenangan dan hak
kewajiban masing-masing bidang
6) Rapat khusus
a. rapat khusus diadakan apabila terdapat masalah yang mendesak dan
memerlukan penanganan segera
b. rapat khusus di ikuti oleh semua unsur yang terkait dan rapat di
pimpin oleh kepala bidang; dan
c. rapat khusus membahas semua hal yang berhubungan dengan
masalah, sampai dengan ditetapkan penangananya

pasal 79
1) setiap pelaksanaan rapat di buat surat undangan, daftar hadir, dokumentasi
kegiatan, dan notulen serta RTL
2) pada rapat rutin, notulen pada rapat bulan sebelumnya harus di
informasikan kepada peserta rapat, selanjutnya dilakukan koreksi oleh
peserta rapat untuk ditetapkan oleh pimpinan rapat
3) pada rapat khusus hanya menyampaiakan hasil rapat pada peserta rapat
BAB XIII
TARIF PELAYANAN
Pasal 80

1) RSUD memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang


dan/ atau jasa layanan yang telah diberikan;
2) Imbalan atas barang dan / atau jasa layanan yang telah diberikan
sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) dittapkan dalam bentuk tarif layanan
yang disusun atas dasar perhitugan biaya satuan per unit layanan atau hasil
Per investasi dana;
a. Kepala atau Direktur Rumah Sakit dapat membebaskan sebagian atau
seluruh tarif sampai dengan 0% (nol persen) dari tarif kegiatan
pelayanan untuk pasien tidak mampu membayar dan kondisi atau
situasi tertentu dengan memperhatikan kemampuan keuangan Rumah
Sakit dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Kondisi atau situasi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas : a. pelayanan dalam keadaan emergensi dan bencana yang
meliputi banjir, gempa bumi, kebakaran, investigasi, tersambar petir,
dan gunung kejadian yang diakibatkan kerusuhan/huru-hara yang
mengakibatkan sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan menjadi
rusak; c. kejadian yang diakibatkan kesalahan alat/standar prosedur
operasional/human error yang menimbulkan korban yang berupa
genset meledak, boiler meledak, Central Sterile Supply Department
(CSSD) meledak, gas sentral bocor, serta lift pasien rusak; atau d.
pelayanan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan di daerah
terpencil, daerah perbatasan, daerah bermasalah kesehatan dengan
kriteria tertentu.

1. Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk imbal hasil yang
wajar dari investasi dana dan untuk menutup seluruh atau sebagian dari
biaya per unit layanan;
1. Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa besaran tarif
dan/atau pola tarif sesuai jenis layanan RSUD;

Pasal 81
1) Tarif layanan RSUD di usulkan oleh direktur kepada Bupati melalui
sekretaris Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Bupati;
2) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan daya beli
masyarakat serta kompetisi yang sehat;
3) Bupati dalam menetapkan besaran tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapa membentuk tim
4) Pembentukan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh
Bupati yang keanggotaanya dapat berasal dari:
a. Pembina teknis
b. Pembina keuangan
c. Unsur perguruan tinggi
d. Organisasi profesi

Pasal 82
1) Peraturan Bupati mengenai tarif layanan RSUD sebagaimana dimaksud
dalam pasal 44 ayat (1) dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan dan
perkembangan keadaan;
2) Perubahan tarif seabgaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara
keseluruhan maupun per unit layanan;
3) Proses perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman
pada ketentuan peraturan perundang-undangan;

BAB IX
PENDAPATAN DAN BELANJA
Bagian kesatu
Pendapatan
Pasal 83
1) Pendapatan RSUD dapat bersumber dari:
a. Jasa layanan
b. Hibah
c. Hasil kerja sama dengan pihak lain;
d. Dana dari APBD/ APBN ; dan
e. Lain-lain pendapatan RSUD yang sah
2) Pendapatan RSUD yang bersumber dari jasa layanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dapat berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan
yang diberikan kepada masyarakat;
3) Pendapatan RSUD yang bersumber dari hibah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf (b) dapat berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat;
4) Hasil kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c dapat berupa perolehan dari kerjasama operasional, sewa menyewa
dan usaha lain yang mendukung tugas dan fungsi RSUD;
5) Pendapatan RSUD yang bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat
berupa pendapatan yang bersal dari pemerintah daerah yang diperhunakan
untuk belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja modal;
6) Pendapatan RSUD yang bersumber dana dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat
berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah dalam rangka pelaksanaan
dekonsentrasi dan / atau tugas perbantuan dan lain-lain
7) Lain-lain pendapatan RSUD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e adalah:
a. Jasa giro;
b. Pendapatan bunga;
c. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
d. Komisi, potongan atau bentuk lain sebagai penjualan dan atau pengadaan
barang dan/atau jasa oleh RSUD;
e. Investasi; dan
f. Pengembangan usaha

Pasal 84
1) Seluruh pendapatan RSUD sebagaimana dimaksud dalam pasal 46, kecuali
yang berasal dari hibah terikat, dapat dikelola langsung untuk membiayai
pengeluaran RSUD sesuai RBA;
2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlakukan sesuai
peruntukannya;
3) Seluruh pendapatan RSUD sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 huruf
a,b,c dan e dilaksanakan melalui rekening kas RSUD dan dicatat dalam kode
rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah dengan obyek Pendapatan RSUD;
4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah setiap bulan;
5) Format laporan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian kedua
Belanja
Pasal 85
1) Belanja RSUD merupakan belanja operasional dan belanja modal;
2) Belanja operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup seluruh
biaya yang menjadi beban RSUD dalam rangka menjalankan tugas pokok dan
fungsi RSUD dan kegiatan penunjang;
3) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup seluruh
belanja guna menambah aset RSUD;
4) Belanja RSUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk
mendanai program peningkatan pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan
pendukung pelayanan
5) Pendanaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dialokasikan sesuai dengan kelompok jenis program dan kegiatan

Pasal 86
Belanja operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (2) terdiri dari:
a. Belanja pegawai
b. Belanja barang dan jasa
c. Belanja bunga
d. Belanja lain-lain
e. Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (3) terdiri dari:
f. Belanja tanah
g. Belanja peralatan dan mesin
h. Belanja gedung dan bangunan
i. Belanja jalan, irigasi dan jaringan
j. Belanja aset tetap lainya; dan
k. Belanja aset lainya
Pasal 87
1) Seluruh belanja untuk pengeluaran RSUD yang bersumber dari pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 ayat (1) selain dari pendapatan
APBN/ APBD dilaporkan kepada badan pengelola keuangan dan Aset Daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
2) Seluruh belanja untuk pengeluaran RSUD yang bersumber dari pendapatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan SPM
pengesahan yang dilampiri dengan surat pernyataan tanggung jawab (SPTJ)
3) Format SPM pengesahan dan SPTJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
format laporan pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 88
1) Pengeluaran belanja RSUD diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan
volume kegiatan pelayanan;
2) Fleksibilitas biaya pengeluaran RSUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan biaya pengeluaran yang disesuaikan dan signifikan dengan
perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA yang telah ditetapkan
secara definitif;
3) Fleksibilitas biaya pengeluaran RSUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya berlaku untuk biaya APBN/ APBD dan hibah terikat;
4) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, direktur mengajukan usulan
tambahan anggaran dari APBD kepada Bupati melalui sekretaris daerah.

Pasal 89
1) Ambang batas RBA sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (2)
ditetapkan dengan besaran persentase;
2) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan dengan
mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional RSUD;
3) Besaran persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam
RBA dan daftar pelaksanaan Anggaran (DPA) RSUD oleh TAPD;
4) Persentase ambang batas tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi dapat dicapai, terukur, rasional
dan dapat dipertanggungjawabkan

BAB X
PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAIN,
TANGGUNG JAWAB SOSIAL, LINGKUNGAN DAN LIMBAH RSUD
Pasal 90
1) Pengelolaan sumber daya lain yang terdiri dari sarana, prasarana, gedung
dan jalan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
2) Pengelolaan sumber daya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan mutu pelayanan dan
kelancaran pelaksanaan tugas pokok dan fungsi RSUD;
Pasal 91
RSUD memiliki tanggungjawab sosial yang dapat berupa pemotongan biaya
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien tidak mampu

Pasal 92
1) RSUD wajib menjaga/ mengelola lingkungan baik internal maupun eksternal;
2) Pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
mendukung peningkatan mutu pelayanan yang berorientasi pada keamanan,
kenyamanan, kebersihan, kesehatan, kerapian keindahan dan keselamatan
3) Pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
pengelolaan limbah RSUD yang terdiri dari limbah medis dan non medis;
4) Tata laksana pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan

BAB XIV
PEMBIAYAAN
Pasal 93

1. Pembiayaan RSUD berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah,


dari pendapatan RSUD Anggaran pemerintah subsidi pemerintah atau
sumber lain yang sah
2. Pendapatan RSUD digunakan seluruhnya secara langsung untuk biaya
operasional RSUD dan tidak dapat dijadikan pendapatan negara atau
pemerintah daerah sesuai system pengelolaan BLUD

BAB XV

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 94

Pada saat peraturan bupati ini mulai berlaku, unsur organisasi RSUD tetap
menjalankan tugas dan fungsinya sampai dengan diadakan penyesuaian
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

BAB XVI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 95
a. Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal di undangkan.
b. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatanya dalam Berita Daerah Kabupaten Mesuji.

Ditetapkan di Mesuji
pada tanggal 2022

Pj. BUPATI MESUJI,

DRS. SULPAKAR, M. M

Diundangkan di Mesuji
Pada tanggal 2022
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MESUJI

SYAMSUDIN
BERITA DAERAH KABUPATEN MESUJI TAHUN 2022 NOMOR

Anda mungkin juga menyukai