Anda di halaman 1dari 3

Analisis Kebijakan Publik Berdasarkan Teori Ekonomi dan Teori Sosial

Oleh: Bagoes Pranata Nagara

Pemilu dan pilkada secara langsung dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk
nyata pelaksanaan otonomi daerah, di mana rakyat dapat langsung memilih para
pemimpin yang dikehendaki secara langsung.  Pemerintah dan DPR telah
menyepakati pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) digelar
serentak pada 2024.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hari rabu, tanggal 14 februari 2024
menjadi hari dilaksanakannya pemungutan suara serentak tahun 2024. Pemilu serentak
dimaksud adalah untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD,
DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan untuk Pilkada yaitu pemilihan
Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota dan wakil Walikota
serentak akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 24 November 2024.

Kebijakan yang diambil pemerintah dalam konteks pemilu dan pilkada serentak
yang akan dilaksanakan pada tahun 2024 tentunya perlu kita analisis bersama karena
pembuat kebijakan memainkan peran penting dalam menjalankan negara karena mereka
menetapkan kebijakan yang mengatur bagaimana masyarakat harus dijalankan dan
dengan cara apa ia akan berfungsi. Kebijakan-kebijakan inilah yang menjadi dasar
kebijakan publik dan implementasinya.

Ketika pembuat kebijakan membentuk pemerintahan, mereka perlu menyusun


kebijakan publik yang mereka yakini akan membantu bangsa. Mereka melakukan ini
dengan berkonsultasi dengan berbagai ahli tentang masalah ini. Para ahli ini memiliki
banyak pengetahuan dan berada dalam posisi untuk memberi nasihat kepada mereka
tentang berbagai aspek yang menyangkut bangsa. Kebijakan publik ini membentuk dasar
dari struktur sosial bangsa dan kebijakan publik dilaksanakan sesuai dengan itu. Mereka
diundangkan menjadi undang-undang oleh badan legislatif negara dan ditegakkan oleh
pengadilan yang menafsirkannya ke dalam praktik.

Dalam 2 jenis kebijalan publik salah satunya dikenal sebagai teori ekonomi dan
yang lainnya dikenal sebagai teori ilmu sosial. Dalam teori ekonomi, kebijakan publik
dianalisis berdasarkan efek yang ditimbulkannya terhadap perekonomian secara
keseluruhan.

Anggaran pemilihan umum atau pemilu 2024 yang berkisar Rp86-110 triliun
mencapai lebih dari dua kali lipat total anggaran pelaksanaan pemilu pada kurun 2004-
2019, namun meskipun terjadi peningkatan anggaran, tapi Pemilu serentak yang akan
dilakukan pada 2024, pada dasarnya menghemat ongkos penyelenggaraan Pemilu, yang
bisa jadi lebih besar jika dilakukan secara terpisah-pisah. Namun, hal tersebut juga
membuka potensi yang besar dilakukannnya tindak pidana korupsi bagi beberapa oknum
yang tidak bertanggung jawab.

Pemulihan ekonomi nasional dan persiapan Pemilu 2024 diharapkan dapat


berjalan beriringan. Pemilu tidak akan sukses apabila tanpa adanya anggaran yang
mencukupi. Pengaruh pemilu pada perekonomian hanya membawa dampak signifikan
dalam jangka pendek melalui penciptaan kesempatan kerja pada aktivitas ekonomi yang
berkaitan kegiatan kampanye. Walaupun kesempatan kerja yang tercipta sebagian besar
hanya berlaku jangka pendek bukan kerja tetap, hal ini sudah cukup memberikan
manfaat dalam membantu mengurangi pengangguran di Indonesia. Pilkada dan
pemilu serentak memang akan mendorong berbagai sektor untuk tumbuh seperti usaha
sektor tekstil, perdagangan, informasi, dan komunikasi. Contohnya untuk pembuatan
baliho, serta atribut kampanye sampai ke iklan di media. BPS melaporkan, dampak
pemilu bisa dilihat dari salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yakni Pengeluaran
Konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga. Namun, hal tersebut tidak berdampak
optimal karena wabah pandemi covid-19 karena terbatasnya mobilitas masyarakat,
sumbangan Pilkada akan tidak besar terhadap ekonomi ini karena yang akan tumbuh
hanya sektor seperti informasi dan komunikasi. Ini dikarenakan pembatasan mobilitas
massa maka aktivitas kampanye akan dilakukan sebagian besar secara daring ataupun
media lainnya.

Pemilihan umum memberikan dorongan pada kenaikan konsumsi, investasi, dan


jumlah uang beredar pada periode sebelum, saat dan sesudah pemilu. Walaupun
demikan, dalam pengujian melalui data observasi kuartal, hanya indikator jumlah uang
beredar yang memberikan dampak signifikan pada kuartal sebelum dan saat pemilu.
Pemilihan umum memberikan dorongan pada kenaikan konsumsi, investasi, dan jumlah
uang beredar pada periode sebelum dan saat pemilu.

Sedangkan, dalam analisis ilmu sosial, para analis lebih fokus pada masyarakat
secara totalitas dan mencoba menganalisis kebijakan publik dari sudut pandang makro.
Dampak yang timbul jika pemilihan kepala daerah ( pilkada) digabungkan dengan
pemilu nasional pada 2024. Dampak pertama yakni kompleksitas masalah pada Pemilu
2019 akan terulang kembali. Pada 2019 lalu, pemilu tingkat eksekutif dan legislatif
dilakukan serentak. Salah satu persoalan yang muncul terkait jumlah petugas
penyelenggara pemilu yang meninggal dunia. Berdasarkan data Komisi Pemilihan
Umum (KPU), ada 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami
sakit. Selain itu, potensi konflik sosial membayangi setiap penyelenggaraan pesta
demokrasi politik. Pilkada secara langsung diperkirakan juga akan menyerap energi
politik masyarakat daerah, termasuk kelompok-kelompok kepentingan (interest groups)
dan kelompok-kelompok politik (political groups) di daerah. Tetapi juga pemilu
nasional serentak potensial dapat juga meminimalkan konflik antar partai atau
pendukung partai. Konflik tak lagi berkepanjangan sepanjang tahun, sehingga dari sisi
manajemen konflik jadi lebih mudah untuk ditangani. Energi pendukung partai dapat
diarahkan untuk kegiatan positif lain yang mengarah pada pelembagaan partai politik.

Anda mungkin juga menyukai