Anda di halaman 1dari 3

F4.

Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat

Tanggal: 21 Oktober 2021

Kunjungan Balita dengan Delay Development, Gizi Buruk, dan Riwayat TB Paru

Latar Belakang
Delay development atau keterlambatan perkembangan sering terjadi pada masa
prasekolah yaitu sekitar 10% – 15%. Keterlambatan perkembangan diidentifikasi selama
pemeriksaan rutin oleh dokter pada faskes primer atau ketika orang tua muncul kekhawatiran
terhadap anaknya. Penilaian untuk keterlambatan perkembangan dalam perawatan primer
harus mencakup pemeriksaan umum dan menyeluruh, termasuk merencanakan kurva sentil
tumbuh kembang anak, penilaian pendengaran dan penglihatan, tes darah dasar jika dianggap
perlu, rujukan ke dokter spesialis anak, dan konseling orang tua.
Keterlambatan perkembangan terjadi ketika seorang anak tidak mencapai batas
perkembangan yang seharusnya bila dibandingkan dengan teman sebaya pada rentang usia
yang sama. Derajat keterlambatan perkembangan dapat diklasifikasikan menjadi derajat
ringan (usia fungsional <33% dibawah usia kronologis), derajat sedang (usia fungsional 34%
- 66% dari usia kronologis), dan derajat berat (usia fungsional <66% dari usia kronologis).
Keterlambatan yang signifikan didefinisikan sebagai kemampuan dibawah dua atau lebih
standar deviasi (SD) dibandingkan usianya (biasanya dilakukan dalam pemeriksaan di faskes
sekunder atau tersier). Keterlambatan perkembangan pada dua atau lebih kemampuan yang
mengenai anak usia dibawah 5 tahun diklasifikasikan sebagai keterlambatan perkembangan
global.
Berbagai penyebab atau penyakit dapat berkontribusi pada keterlambatan
perkembangan, seperti kelainan kongenital (sindrom Down, mikrosefali), penggunaan obat-
obatan (anti-epileptik, sitotoksik), infeksi pada awal masa kehamilan (rubella, CMV,
toksoplasmosis), infeksi pada masa akhir kehamilan (varicella, malaria, HIV), infeksi pasca
melahirkan (meningitis, ensefalitis), dehidrasi, trauma kepala, malnutrisi (defisiensi besi,
asam folat, vitamin D), dan lain-lain.
Malnutrisi sebagai salah satu penyebab keterlambatan perkembangan anak harus
dicegah sedini mungkin karena mempengaruhi kualitas hidup anak. Kecukupan pangan baik
kualitas maupun kuantitas sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Data
Depsos 2006 menyatakan jumlah penderita gizi buruk dan gizi kurang sekitar 28% dari total
balita di seluruh Indonesia, dan sekitar 10% berakhir dengan kematian. Pengukuran status
gizi anak yaitu diukur melalui tinggi badan atau berat badan dibandingkan dengan usia anak
kemudian diukur pada chart Z score, bila hasil pengukuran tinggi badan atau berat badan
anak dibandingkan usianya didapatkan hasil Z score -2 sampai <-3 SD maka anak dikatakan
sebagai gizi kurang, dan Z score <-3 SD dikatakan sebagai gizi buruk, untuk gizi normal
yaitu bila hasilnya didapatkan Z score >-2 SD sampai +2 SD. Salah satu parameter
perkembangan anak adalah perkembangan motorik kasar yaitu kegiatan yang melibatkan otot
– otot besar seperti duduk, berjalan, berdiri, dan lain – lain. Parameter perkembangan lainnya
yaitu melalui motorik halus, seperti kemampuan berbicara dan berbahasa, serta aspek sosial
dan kemandirian.
Malnutrisi juga akan mempengaruhi sistem daya tahan tubuh. Kekurangan berbagai
vitamin dan mineral yang merupakan sumber antioksidan bagi tubuh seperti vitamin A,
vitamin C, vitamin E akan menurunkan daya imun sehingga orang yang mengalami
malnutrisi akan lebih mudah sakit. Vitamin adalah zat esensial yang diperlukan untuk
membantu kelancaran penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Begitu pula dengan
mineral yang juga berfungsi sebagai ko – enzim dan antioksidan yang dibutuhkan tubuh
untuk menjaga agar organ tubuh berfungsi secara normal.

Permasalahan
Tingginya angka kejadian gizi buruk pada balita di Indonesia yang mempengaruhi
kualitas hidup seorang anak karena menjadi salah satu penyebab keterlambatan
perkembangan dan penurunan daya tahan tubuh bahkan dapat menyebabkan kematian harus
segera ditangani dengan tepat dan cepat. Data Depsos 2006 menyatakan 28% balita di
Indonesia mengalami gizi kurang dan gizi buruk, dan 10% dari balita tersebut mengalami
kematian. Penanganan angka kejadian gizi buruk tidak hanya dilakukan oleh pemerintah,
namun harus saling bekerjasama dengan petugas kesehatan dan orangtua anak.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diadakan intervensi terkait berupa
kunjungan balita pada balita yang mengalami gangguan tumbuh kembang dan gizi kurang
sampai gizi buruk. Kunjungan balita pada balita ini dilakukan pada bulan Februari dan Mei
tahun 2020 dan kunjungan terakhir pada bulan Oktober tahun 2021. Intervensi dilakukan
dengan melakukan wawancara singkat kepada wali pasien, pemantauan langsung
perkembangan pasien, serta dilakukan pengukuran BB dan TB. 
Pelaksanaan
Intervensi dilakukan dengan mengunjungi rumah balita yang beralamat jalan Pratekan
RT 12 RW 03 Kelurahan Rawamangun Jakarta Timur. Pada pasien didapatkan pada
kunjungan sebelumnya pasien memiliki riwayat TB sejak usia 2 tahun dan sudah selesai
pengobatan selama 8 bulan di RS Persahabatan. Pada kunjungan terakhir ke rumah pasien
yang dilakukan pada hari Kamis, 21 Oktober 2021 dilakukan kunjungan oleh 1 dokter
Internship didapatkan masalah gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan gangguan
berjalan. Di kunjungan terakhir pasien masih berobat ke THT di RS Persahabatan. Ibu
mengatakan setelah selesai kontrol berobat di THT baru berobat ke dokter spesialis mata
kemudian baru berobat ke dokter tumbuh kembang. Pasien masih kesulitan untuk berjalan
normal. Saat kunjungan juga dilakukan pengukuran TB dan BB (TB 85 cm, BB 9.5 kg).
Berdasarkan kurva WHO didapatkan skor TB/U -3.86 SD (perawakan sangat pendek) dan
BB/U -3.35 SD (gizi buruk). Pasien diberikan susu dancow 3+, F100, dan taburia untuk
ditaburkan pada makanan. 

Monitoring dan Evaluasi


Kunjungan balita dilakukan oleh petugas puskesmas dan dokter Internship. Dilakukan
wawancara singkat untuk menanyakan apakah ada keluhan atau tidak pada pasien serta
pengukuran TB dan BB. Selama monitoring, pasien nampak masih kesulitan berjalan, sulit
dipanggil atau tidak kaget saat dikagetkan oleh petugas puskesmas, dan mata sulit fokus pada
satu hal. Setelah diberikan kunjungan dilanjutkan pemberian susu formula, F100 dan taburia
yang ditaburkan pada makanan, serta dilakukan edukasi jika ada keluhan pada pasien agar
segera membawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Wali pasien juga diedukasi agar melakukan
follow up kembali ke RS untuk mendapat tatalaksana lebih lanjut oleh dokter spesialis.

Anda mungkin juga menyukai