Anda di halaman 1dari 13

Terapi Bermain untuk Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak Usia Dini

Nurbaity, Hetti Zuliani, Wan Chalidaziah


Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Syiah Kuala
E-mail: bety_nurbaity@yahoo.com

ABSTRAK
Konsentrasi belajar adalah pemusatan pikiran saat belajar. Konsentrasi pada anak usia dini
dapat dilatih dan dibentuk dengan pendekatan terapi bermain seperti menyusun balok,
menyusun potongan-potongan gambar, serta kegiatan berhitung. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui keefektifan terapi bermain dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak
usia dini. Desain penelitian yang digunakan adalah pre-experimental design dengan metode
pre dan pos tes satu kelompok perlakuan. Subjek yang terlibat dalam penelitian ialah 8 orang
anak TK FKIP UNSYIAH yang menurut penilaian guru mengalami konsentrasi rendah.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian kombinasi dengan model pendekatan
concurrent triangulation strategy. Pengumpulan data menggunakan tes psikologik NST,
wawancara dan observasi untuk mengetahui konsentrasi yang dimiliki anak sebelum dan
sesudah perlakuan. Eksperimen dilakukan peneliti selama 15 kali pertemuan dengan durasi
20-30 menit setiap pertemuan dengan menggunakan tiga jenis permainan puzzle. Teknik
analisis yang digunakan ialah analisis kuantitatif berupa statistik Wilcoxon matched-pairs
signed-ranks T-test dan analisis kualitatif. Hasil analisis data kuantitatif menunjukkan bahwa
T-hitung < T-tabel (0 < 4) dengan taraf signifikansi 5%, maka H0 penelitian ditolak dan Ha
diterima. Hasil analisis data kualitatif menunjukkan perubahan perilaku secara bertahap
selama terapi bermain berupa meningkatnya pemusatan pikiran, motivasi dan kesiapan
belajar serta menurunnya gangguan rasa cemas dan kepanikan. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa terapi bermain dengan menggunakan permainan jenis puzzle efektif
dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak usia dini.

Kata kunci: Konsentrasi Belajar, Terapi Bermain, Puzzle, Anak Usia Dini

Play Therapy to Improve Early Childhood Learning Concentration


Nurbaity, Hetti Zuliani, Wan Chalidaziah
Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Syiah Kuala University
E-mail: bety_nurbaity@yahoo.com

ABSTRACT
Learning concentration is the effort to stay focus in learning process. Concentration in early
childhood can be trained with play therapy approaches such as arrange blocks, arrange the
pieces of the image, and counting activities. This study aims to determine the effectiveness of
play therapy in increasing the concentration of early childhood learning. The research design
was pre-experimental design with the one group pre and post test method. Subjects involved
in the study were 8 kindergarten children of TK FKIP UNSYIAH who, according to teachers
experiencing low concentrations. The method used is a mixed research method using the
concurrent triangulation strategy. The instruments for data collection were using Nijmeegse
Schoolbekwaamheidtest, interview and observation methods proceed to get before and after
treatment procedure scores. Three kinds of puzzle used during treatments which conducted
in 15 sessions with duration of 20-30 minutes each. Quantitative data analysis carried out
using Wilcoxon matched-pairs signed-ranks T-test, then compared with qualitative data. The
result of quantitative data analysis was T < T critics (0 < 4) of 5% degree of freedom which
rejected H0. Qualitative data analysis showed gradual behavior change during play therapy in
the form of increasing concentration, motivation and readiness to learn and decreasing
anxiety and panic disorders. It can be concluded that the play therapy with puzzle game
method is effective in increasing the concentration of early childhood learning.

Keywords: Learning Concentration, Play Therapy, Puzzle, Preschool Children


Pendahuluan
Masa anak-anak adalah masa untuk bermain serta masa emas untuk menerima
berbagai macam rangsangan. Santrock (2011: 168) menyebutkan bahwa “anak haus akan
pengetahuan dan pemahaman”. Berpedoman pada pemahaman ini banyak orang tua yang
telah memberikan rangsangan pembelajaran pada anak usia dini dengan memasukkan mereka
pada lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini atau mengajarkan anak-anak membaca,
menulis dan berhitung sebelum masa usia sekolah dasar. Walaupun ahli pendidikan
menyarankan untuk tidak membebani anak dengan pembelajaran yang belum perlu, sebagian
orangtua berharap bila anak dimasukkan pada lembaga pendidikan anak usia dini, maka
mereka lama kelamaan akan terbiasa mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
Merujuk pada tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget
(Santrock, 2011), perkembangan kognitif terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap
sensorimotor (0-2 tahun), tahap preoperasional (2-7 tahun), tahap operasional konkrit (7-11
tahun) dan tahap operasional formal (11 sampai dewasa). Istilah pendidikan untuk anak usia
dini adalah pendidikan yang diberikan pada rentang usia kanak-kanak sebelum sekolah dasar.
Bila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif Piaget, maka anak usia ini berada pada
tahap perkembangan kognitif praoperasional.
Pada tahapan praoperasional anak belajar banyak hal dan mewakilkan pemahamannya
akan dunia dalam perkataan, bentuk dan gambar. Kelemahan tahapan ini menurut Piaget
adalah centration yaitu pemusatan perhatian hanya pada satu aspek dan egosentrisme yang
merupakan ketidakmampuan membedakan perspektif diri sendiri dengan perspektif orang
lain (Santrock, 2011). Untuk membantu anak-anak pada usia ini, orang dewasa dianjurkan
untuk memperbaiki kelemahan ini melalui permainan yang sesuai.
Para ahli menyatakan bahwa bermain penting bagi anak-anak. Minett (2010)
mengatakan bahwa anak-anak belajar dengan bermain. Ia juga mengatakan bahwa dengan
bermain anak-anak melakukan penemuan, berkreasi, bereksperimen, mengemukakan ide,
membangun keterampilan, berkonsentrasi dan sebagainya. Karena itu pendidikan anak usia
dini sudah seharusnya merupakan kegiatan bermain yang diatur sedemikian rupa untuk
membantu anak menumbuhkan keterampilan-keterampilan yang mereka butuhkan.
Pendidikan anak usia dini seperti taman kanak-kanak sering kali menyisipkan proses belajar
dalam kegiatan bermain terstruktur ini.
Proses belajar yang baik menurut Natasya (Jarwl, 2010: 20) merupakan suatu proses
pembelajaran di mana siswa dapat memusatkan perhatiannya pada satu titik tumpu
pembelajaran sehingga menghasilkan suatu perubahan tingkah laku secara maksimal. Namun
saat sebagian anak dapat belajar dengan baik, sebahagian lainnya sering tidak dapat
mengikuti proses belajar dengan baik karena kurangnya konsentrasi.
Konsentrasi berasal dari kata concentration yang dalam Thesaurus.com diartikan salah
satunya sebagai “exclusive attention to one object” atau pemusatan perhatian pada suatu
objek. Djamarah (2008) mengungkapkan bahwa konsentrasi adalah pemusatan fungsi jiwa
terhadap suatu objek. Seseorang dikatakan memiliki konsentrasi belajar yang baik bila ia
mampu memusatkan perhatiannya pada proses belajar yang sedang dilakukannya.
Konsentrasi menjadi sangat penting dan dapat menentukan keberhasilan belajar.
Liniawati (2011) menyebutkan bahwa anak usia dini memiliki rentang daya
konsentrasi yang pendek yang menjelaskan mengapa banyak anak-anak usia dini tidak dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan lancar. Apabila anak yang tidak dapat berkonsentrasi
ini berada dalam satu ruangan dengan anak-anak lain yang sedang belajar, maka ia dapat
menjadi sumber gangguan terhadap kelancaran proses belajar. Oleh karena itu masalah
kurangnya konsentrasi belajar ini perlu diatasi salah satunya dengan menggunakan metode
bermain konstruktif.
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa permainan konstruktif sangat bermanfaat
dalam membantu perkembangan anak usia dini (Ambiyak, 2011 dan Santi, 2013) termasuk
untuk melatih konsentrasi (Dilts & Dilts, 2004 dan Rezha, 2011). Oleh karena itu penelitian
ini bertujuan untuk melihat efektifitas pemberian terapi bermain konstruktif pada anak-anak
yang terdeteksi memiliki konsentrasi rendah untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak
usia Taman Kanak-Kanak. Penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi
pengembangan metode permainan untuk mengatasi masalah yang timbul pada anak
prasekolah.

Prosedur Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, sebuah modul dikembangkan sebagai pedoman
penelitian. Pengembangan modul melewati proses penyusunan, penilaian ahli dan perbaikan
sebelum diterapkan sebagai prosedur treatment. Modul dilengkapi dengan detil-detil yang
diperlukan sehingga dapat dipakai oleh pihak lain yang ingin menerapkan terapi bermain.
Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (mixed method) dengan pendekatan
concurrent triangulation strategy yaitu mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif
sekaligus dalam pelaksanaan penelitian untuk kemudian digabungkan untuk menghasilkan
kesimpulan yang utuh. Desain penelitian yang digunakan adalah pre-experimental design
dengan menggunakan pre dan pos tes pada satu kelompok perlakuan. Desain pre-
experimental dipilih karena tidak adanya kelompok kontrol sebagai pembanding dan anggota
kelompok perlakuan tidak dipilih secara acak melainkan secara purposive.
Peneliti memilih TK FKIP Unsyiah sebagai lokasi penelitian. TK FKIP Unsyiah
merupakan lembaga pendidikan anak usia dini yang berada di Lingkungan Universitas Syiah
Kuala. Berdasarkan laporan guru tentang anak yang memiliki konsentrasi belajar rendah,
delapan anak dipilih untuk ikut sebagai peserta treatmen.
Tes psikologis NST (Nijmeegse Schoolbekwaamheidtest) dipilih sebagai alat
pengumpul data untuk memperoleh skor konsentrasi belajar. Tes NST adalah sebuah tes yang
biasanya digunakan untuk melihat kesiapan anak untuk masuk pendidikan sekolah dasar. Tes
ini terdiri dari beberapa sub termasuk sub yang mengukur konsentrasi. Tes dilaksanakan oleh
pihak yang berwenang sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah perlakuan. Selain skor
konsentrasi belajar, peneliti juga memakai lembar observasi perilaku anak yang diisi setiap
kali pertemuan. Wawancara guru kelas juga dilakukan untuk memenuhi pengunaan metode
concurrent triangulation dalam pengumpulan data.
Terapi bermain dilakukan sebanyak 15 kali pertemuan. Setiap pertemuan dilakukan
dengan durasi 20 sampai 30 menit. Pelaksanaan terapi dilakukan dengan mengikuti tahapan-
tahapan seperti yang tertera di dalam modul yang dipersiapkan. Alat yang digunakan adalah
berupa tiga jenis puzzle yang terdiri dari balok-balok yang dapat disusun menjadi suatu
bentuk dan gambar-gambar yang perlu disusun sehingga menjadi gambar utuh. Anak-anak
diberi tugas untuk menyusun alat permainan yang sama selama lima kali pertemuan. Setelah
lima kali pertemuan alat permainan diganti dengan alat baru.
Untuk melakukan analisa terhadap data angka, rumus uji beda non parametrik berupa
Wilcoxon matched-pairs singed-ranks T-test dengan menggunakan taraf signifikansi 5%
digunakan untuk melihat perbedaan skor sebelum dan sesudah perlakuan. Data ini kemudian
dibandingkan dengan data hasil observasi dan data wawancara yang kemudian disusun untuk
menarik kesimpulan penelitian.

Hasil dan Pembahasan


Jumlah keseluruhan pertemuan dengan peserta perlakuan adalah 17 kali. Pertemuan
pertama dan terakhir diperuntukkan bagi pemberian pre dan pos tes. Pada permulaan bagian
ini akan dijelaskan hasil perbandingan skor tes NST untuk sub konsentrasi yang diperoleh
dari laporan psikologis masing-masing anggota treatmen. Untuk menerjemahkan skor yang
diperoleh dari tes NST, peneliti menampilkan adaptasi pengkategorian skor seperti yang
ditampilkan dalam Tabel 1. Sementara Tabel 2 menampilkan skor konsentrasi anak sebelum
dan sesudah diberikan terapi bermain.
Tabel 1. Pengkategorian tiap aspek Skor NST
Skor Kategori
0–2 Belum Siap
3–4 Ragu
5–8 Tinggi

Tabel 2. Skor sebelum dan sesudah terapi bermain


Skor/Subjek MAA SA NS NA SR TZH RAK IM Mean
Pre tes 5 4 3 6 4 2 0 5 3.625
Pos tes 6 7 8 7 7 5 7 8 6.875

Berdasarkan pengkategorian seperti tampak pada tabel 1, tes awal menunjukkan


bahwa 3 dari 8 anak memiliki konsentrasi yang tinggi, 3 anak lain memiliki konsentrasi
dalam kategori sedang, sementara 2 lainnya memiliki tingkat konsentrasi yang rendah. Skor
konsentrasi setelah selesai diberikan terapi bermain selama 15 kali menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Kali ini seluruh subjek penelitian sudah memiliki konsentrasi pada kategori
tinggi seperti terlihat pada tabel 2.
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa nilai tengah (mean) untuk pre test lebih kecil
dari nilai post test yaitu 3,625 < 6,857. Pengujian dua sisi dengan uji Wilcoxon matched-pairs
signed-ranks dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3. Perhitungan Wilcoxon matched-pairs signed-ranks T-test
Skor/Subjek MAA SA NS NA SR TZH RAK IM
Pre tes 5 4 3 6 4 2 0 5
Pos tes 6 7 8 7 7 5 7 8
D -1 -3 -5 -1 -3 -3 -7 -3
D sign rank -1.5 -4.5 -7 -1.5 -4.5 -4.5 -8 -4.5
∑ rangking positif = 0; ∑ rangking negatif = 36; T = 0
T tabel untuk α 5% = 4
T < T tabel; tolak ho
Tabel 3 menunjukkan perhitungan Wilcoxon matched-pairs signed-ranks. Nilai T
hitung yang diperoleh lebih kecil dari harga T kritik untuk N = 8 dan derajat kebebasan 5%
yaitu 0 < 4. Dengan demikian hipotesis nihil (ho) ditolak dan hipotesis alternatif (ha)
diterima. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari data kuantitatif ini adalah ada perbedaan atau
perubahan rata-rata skor konsentrasi belajar sebelum dan sesudah diberikan terapi bermain.
Observasi terhadap subjek penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang mengikuti
terapi bermain mengalami perubahan perilaku secara bertahap. Pada pertemuan-pertemuan
awal gejala-gejala kurangnya konsentrasi tampak nyata yang juga diiringi dengan perilaku
tidak dapat mengikuti instruksi, motivasi untuk terlibat dalam kegiatan yang rendah, dan
gangguan kecemasan diiringi rasa takut dan panik tidak dapat menyelesaikan tugas. Setelah
empat pertemuan hampir semua anak telah bersedia mendengar instruksi dalam permainan
walaupun masih mengalami gangguan kecemasan. Peningkatan pemusatan perhatian terus
terjadi pada setiap sesi pertemuan walaupun perubahan yang terjadi tidak seragam. Beberapa
anak lebih cepat tahap perkembangannya daripada anak yang lain. Pada pertemuan
selanjutnya perubahan prilaku tampak lebih menonjol pada anak. Anak yang sebelumnya
terlihat kurang konsentrasi dan mengalami gangguanan rasa cemas dan panik terlihat semakin
baik. Ketergesa-gesaan anak semakin berkurang seiring dengan semakin terpolanya
pemusatan pikiran anak terhadap tugas bermain.
Setelah terbentuknya pola pemusatan perhatian pada kelompok subjek, terapis
menciptakan stimulus gangguan berupa nyanyian dengan tujuan untuk melatih ketahanan
pada pemusatan perhatian anak. Awalnya anak terpicu untuk merespon gangguan, namun
latihan membuat mereka lebih tahan terhadap gangguan. Pada dua pertemuan akhir anak-
anak terlihat tetap mampu berkonsentrasi penuh terhadap tugas dan tidak terpengaruh oleh
gangguan dari luar kelompok terapi.
Sementara wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru kelas menunjukkan
bahwa guru melihat perubahan pada diri anak-anak daripada sebelum mengikuti kegiatan
terapi bermain. Sebelum pemberian terapi bermain anak-anak kelompok subjek cenderung
tidak mampu untuk mengikuti instruksi-instruksi guru saat belajar, anak-anak juga sering
mengganggu teman-teman lain, dan juga ada beberapa dari mereka yang selalu sibuk dengan
kegiatan mereka tanpa menghiraukan perkataan guru. Sejalan dengan pemberian terapi
bermain kondisi anak mulai tampak berubah ke arah yang lebih baik dalam belajar dan
menunjukkan tingkat konsentrasi yang baik dalam belajar. Motivasi anak dalam proses
belajar telah meningkat diiringi dengan pemusatan perhatian anak dalam mengikuti proses
belajar baik dalam kelas ataupun di luar kelas. Sementara gangguan kepanikan pada diri anak
telah cenderung berkurang misalnya saja dalam belajar anak tidak terburu-buru dalam
menyelesaikan suatu tugas namun mereka berusaha agar menyelesaikan tugas dengan benar.
Setiap anak yang mengikuti terapi bermain juga selalu mengikuti aturan dalam belajar
sehingga terkesan mereka lebih tertib dari biasanya. Mereka tetap belajar dengan tugas yang
mereka miliki dan tidak lagi ikut-ikutan mengganggu teman.
Berdasarkan perubahan tingkah laku yang dialami oleh anak dan terbuktinya hipotesis
penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terapi bermain efektif dalam meningkatkan
konsentrasi belajar anak usia dini. Hal ini sesuai dengan pendapat Frank dan Theresa
(Sandiro, 2012:11) yang menyatakan bahwa ada nilai yang terkandung dalam bermain yaitu
bermain dapat memperluas minat, pemusatan perhatian dan konsentrasi pada anak. Terapi
bermain juga dilaporkan efektif pada gangguan konsentrasi yang lebih berat seperti pada
kasus autis (Indahwati, 2013) dan ADHD (Hatiningsih, 2013).
Penelitian membuktikan bahwa jenis permainan puzzle efektif untuk meningkatkan
konsentrasi. Permainan jenis ini menuntut anak untuk memusatkan perhatian dan
berkonsentrasi pada saat melakukan aktifitas permainan dengan mengikuti instruksi yang
diberikan. Kebiasaan ini dapat dibawa anak ke dalam kegiatan belajarnya di dalam kelas. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rezha (2011:17) yang menyatakan bahwa permainan puzzle
sangat membutuhkan ketelitian, “anak dilatih untuk memusatkan pikiran/perhatian,
konsentrasi pada suatu hal tertentu seperti bangun ruang ataupun gambar dan bentuk
tertentu”. Keharusan anak untuk mencocokkan warna dan bentuk gambar atau bangunan akan
membawa kebiasaan positif bagi pelatihan konsentrasi anak (Misbah dalam Muzamil, 2010;
Rezha, 2011).
Pelaksanaan terapi bermain harus diwujudkan dalam suasana yang bahagia, gembira
dan menyenangkan (Nurhayati, 2010) agar anak-anak terlatih untuk terfokus dan konsentrasi
pada kegiatan ataupun aktivitas yang sedang dilakukannya. Perbaikan pada pola konsentrasi
dapat terus dipertahankan bila guru kelas menciptakan suasana belajar sambil bermain yang
aman dan menyenangkan yang juga mengandung prinsip-prinsip terapi bermain.
Efektif atau tidaknya terapi bermain juga ditentukan oleh terapis yang melakukan
terapi. Apabila terapis tidak benar-benar mampu memahami cara berkomunikasi kepada
peserta terapi maka hubugan antara keduanya akan sulit untuk terjalin dengan akrab sehingga
akan mempengaruhi keefektifan terapi. Terapis harus memiliki keahlian khusus yang berarti
bahwa terapis memerlukan pelatihan (Zulkifli dalam Nurhayati, 2010).
Saran
Prinsip-prinsip terapi bermain perlu diterapkan dalam pembelajaran di lembaga
pendidikan anak usia dini untuk membantu anak mempersiapkan diri terhadap pendidikan
lanjutan dan mengembangkan potensi-potensi kognitif, sosial dan psikomotor secara optimal.
Untuk memungkinkan hal ini diperlukan guru-guru yang terlatih dalam bidang terapi bermain
disamping memahami perkembangan anak dengan baik. Pelatihan guru untuk lembaga
pendidikan anak usia dini perlu memberi penekanan pada kompetensi ini.

Daftar Kepustakaan
Ambiyak, Moch. (2011). Efektivitas permainan konstruktif keping padu terhadap
peningkatan kemampuan motorik halus siswa TK/RA Al-Kahfi Desa Pilang Kec.
Wonoayu Kab. Sidoarjo. Diss. UIN Sunan Ampel Surabaya.
concentration. (tt). Roget’s 21st Century Thesaurus, Third Edition. Diakses pada 1 Maret
2016 dari website Thesaurus.com http://www.thesaurus.com/browse/concentration
Dilts, Robert & Dilts, Jennifer. (2004) The Bright Mind Strategi Mengatasi Kesulitan
Konsentrasi Anak. Jakarta: Prestasi Pustaka
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta

Hatiningsih, Nuligar. (2013). Play Therapy untuk Meningkatkan Konsentrasi pada anak
Attention Deficit Hyperactive Disorder (ADHD). Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan
Vol. 01, No. 02, Agustus 2013. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang
Indahwati, Dwi. (2013). Terapi bermain untuk melatih konsentrasi pada anak yang
mengalami gangguan autis. Procedia Studi Kasus dan Intervensi Psikologi Vol 1 (1),
41-45.
Jarwl. (2010). Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dalam meningkatkan konsentrasi
belajar siswa. Skripsi Tidak diterbitkan SMK 2 PGRI Salatiga Jurusan Sekertaris.
Djokyakarta: UKSW
Minett, Pamela, (2010). Child Care & Development (6th Edition). London: Hodder
Education.
Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Penerbit Kencana.
Muzamil. (2010). Permainan Puzzle. Bandung: ITB
Nurhayati, (2010). Efektivitas terapi bermain untuk meningkatkan konsentrasi ADHD.
Skripsi Tidak Diterbitkan. Sumatra Utara.
Rezha, (2011). Modul Permainan Puzzle. Bandung: TK Bunga teratai
Sandiro, Eko. (2012). Pemamfaatan Media Permainan dalam Proses Pembelajaran pada
siswa. Skripsi. Tidak diterbitkan. Djokyakarta: UKSW
Santi, Arini Mawar. (2013). Pengaruh Penerapan Permainan Lego Terhadap Kemampuan
Kognitif Anak Kelompok A di TK Istana Balita Surabaya." PAUD Teratai
Santrok, Jhon W. (2011). Child Development: An Introduction, 13th Edition. New York:
McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai