Anda di halaman 1dari 26

A.

Inventaris Bahan Berbahaya

Berikut ini adalah bahan berbahaya yang diidentifikasi di Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya

Kategori B3 Jenis B3 Jumlah Lokasi Simbol/Rambu


Bahan Kimia

Cleaser Laboratorium

(Korosif)

Consentrat Laboratorium

(Korosif)

Cleanac Laboratorium

(Korosif)

Billrubin Total Laboratorium

(Karsinogenik)

Billrubin Direc Laboratorium

(Karsinogenik)

Creatinin Laboratorium

(Karsinogenik)

Blemsa Laboratorium
(Korosif)

Metanol Laboratorium

(Korosif)

As Alkohol 70 % Laboratorium, Farmasi,


IGD, Poli dan Ruang
rawat
(Mudah Terbakar)

Na Sitrat Laboratorium

(Karsinogenik)

Lodium 1 % Laboratorium

(Karsinogenik)

As Asetat Laboratorium

(Karsinogenik)

Kaporit/Citric Laboratorium, IPSL


Acid

(Iritasi)

Polimer IPSL

(korosif)
Aerob/bakteri IPSL

(korosif)

Kapur Barus IPSL

(korosif)

Prostek IPSL

(korosif)

Diterjen IPSL dan Loundry

(korosif)

Aerosol 100% Loundry

(Korosif)

Rosoft Loundry

(Korosif)
Arcoil Alkali Loundry

(Korosif)

Oxy active Loundry

(Korosif)

Formalin IBS dan Apotek

(Karsinogenik)

Bayclin IBS dan Loundry

(korosif)

Povidone lodine Apotek, IBS, ruang


rawat, Poli, dan IGD

(Beracun)

Hidrogen Apotek
Peroksida (H2O2)

(Korosif)

Aseptic Hand Apotek


Rub

(Iritasi)
Bahan Gas Gas O2, N2O, Rawat Inap, IGD, IBS,
CO2, LPG dapur Rumah Sakit

(Mudah meledak)
Limbah Medis Jarum suntik, Rawat Inap, rawat jalan,
IGD, IBS,

(Beracun)
Surflo Rawat Inap, rawat jalan,
IGD, IBS,

(Beracun)
kasa bekas Rawat Inap, rawat jalan,
operasi atau rawat IGD, IBS,
luka

(Beracun)
mess IBS, Rawat Inap, rawat
jalan dan IGD

(Beracun)
Jaringan dari Laboratorium, IBS,
tubuh Ruang rawat inap, rawat
manusia/cairan jalan
tubuh manusia

(Beracun)
Limbah Obat kadaluarsa IBS,
Farmasi Ruang rawat inap, rawat
jalan

(Beracun)
Limbah Lampu Seluruh Ruangan
Logam Berat

(Beracun)

B. Penanganan, Penyimpanan dan Penggunaan Bahan Berbahaya

Kategori B3 Penyimpanan Penggunaan


Bahan Kimia 1. Bahan disimpan ditempat khusus 1. Dalam penggunaan bahan kimia
terpisah dari bahan lain petugas wajib menggunakan
2. Bahan diberi tanda sesuai label APD sesuai kebutuhan
sesuai potensi bahaya 2. Penggunaan bahan kimia harus
3. Penyimpanan sesuai dengan aturan sesuai petunjuk penggunaan
yang telah ditetapkan oleh prosedur yang ditetapkan oleh
4. Bahan kimia diberi identitas nama
bahan dan tanggal kadaluarsa
Cairan Ditergen Loundry 1. Cairan ditergen loundry disimpan 1. Petugas yang kontak dengan
dalam wadah khusus tahan bocor cairan ditergen loundry harus
dan tertutup. menggunakan APD.
2. Hindari kontak langsung dengan
kulit dan mata.
Bahan Gas 1. Bahan disimpan ditempat kkhusus, 1. Penggunaan bahan gas
jauh dari instalansi listrik. disesuaikan dengan kebutuhan
2. Bahan diberi identitas sesuai nama pelayanan.
bahan. 2. Sebelum digunakan harus dicek
3. Diberi label mudah meledak. jarum indicator.
3. Setelah penggunaan tabung gas
harus ditutup kembali dengan
rapat.
Bahan medis 1. Bahan medis disimpan dalam suhu 1. Bahan benda tajam harus
yang sesuai petunjuk yang tertera digunakan satu kali pakai.
pada kemasan. 2. Petugas harus berhati-hati
2. Bahan medis disimpan sesuai jenis selama melakukan tindakan
bahan dan tipe fungsinya. dengan benda tajam.
3. Limbah medis ditampung dalam 3. Petugas harus mengunakan
tempat khusus anti bocor yang pelindung diri saat mengeloa
dilapisi dengan kantong plastic limbah cair.
warna kuning.
4. Untuk limbah benda tajam,
ditampung dalam container khusus
benda tajam (safety)
5. Container limbah diberi.
Bahan farmasi 1. Bahan obat yang berbahaya 1. Bahan kadaluwarsab yang telah
disimpan ditempat terpisah, dan diidentifikasi dipisahkan bagian
diberi label high alert. yang dapat diretur dan bagian
2. Bahan kadaluwarsa, dicatat dan yang harus dimusnahkan
disimpan dalam kantong plastic
warna kuning.
3. Kantong plastk diberi label beracun.
Bahan logam berat 1. Bahan logam berat disimpan 1. Penggunaan benda logam berat
ditempat khusus bahan logam berat. tidak memerlukan kondisi
2. Limbah logam berat ditampung khusus.
dalam container yang dilapisi
kantong plastic warna hitam.
C. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dan Prosedur Bila Terjadi Tumpahan Atau
Paparan/Pajanan
A. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Rumah Sakit merupakan tempat kerja serta tempat berkumpulnya orang- orang sehat (petugas
dan pengunjung) dan orang- orang sakit (pasien) sehingga rumah sakit merupakan tempat kerja yang
mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit akibat kerja maupun penyakit akibat kecelakaan kerja.
Resiko kontak dengan agen penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun tertusuk
jarum, instrumen tajam yang dapat berperan sebagai tranmisi berbagai penyakit, seperti hepatitis B,
HIV/AIDS, perawat merupakan petugas kesehatan terbanyak dengan komposisi hampir 60% dari
seluruh petugas kesehatan di rumah sakit dan salah satu profesi yang sering terkena penyakit akibat
kerja karena perawat tenaga kesehatan yang 24 jam berada di samping dan bersentuhan dengan
pasien, terlebih perawat bedah yang bekerja di kamar operasi yang banyak melakukan tindakan
dengan memakai instrumen tajam, suasana kerja dengan tekanan stres yang tinggi, kelelahan yang
berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja

Penularan infeksi yang terjadi pada perawat bedah dapat disebabkan oleh tindakan
keperawatan yang dilakukan sering kontak dengan darah, jaringan, dan sekresi cairan yang
yang masuk kedalam tubuh baik karena tertusuk jarum atau luka, mukosa yang kepercikan
oleh darah, cairan yang mengandung kuman dari pasien berpotensi menimbulkan infeksi.
Salah satu penyebabnya karena mereka bekerja tidak pakai alat pelindung diri (APD) sarung
tangan, mereka tidak patuh menggunakan APD.

Perilaku kesehatan dan keselamatan kerja perawat di rumah sakit sangat penting, karena
tindakan perawat sekecil apapun dapat menimbulkan risiko terhadap perawat dan pasien.
Banyak penelitian yang menunjukan rendahnya kepatuhan terhadap penggunaan APD. Data
hasil penelitian Aarabi et.al (2008) menyatakan hanya 33,9% dari 250 tenaga medis yang
patuh terhadap standar operasioanal prosedur penggunaan masker. Hasil penelitian Ganezak
dan Szych (2007) mendeskripsikan hanya 5% perawat yang peduli dan taat dalam mengunakan
sarung tangan, masker, baju pelindung dan kaca mata pelindung secara rutin. Data tersebut
menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan dalam penggunaan APD.
Perawat merupakan petugas kesehatan terbanyak dengan komposisi hampir 60% dari
seluruh petugas kesehatan di rumah sakit dan salah satu profesi yang sering terkena penyakit
akibat kerja karena perawat tenaga kesehatan yang 24 jam berada di samping dan bersentuhan
dengan pasien (Sudarmo, 2016, p.11). Kontaminasi penyakit dapat berisiko terjadi pada
seorang perawat maupun dokter apabila selama melakukan interaksi dengan pasien tidak
memperhatikan tindakan pencegahan (universal precaution) dengan cara menggunakan alat
pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, masker, kaca mata (Riyanto, 2011, p. 81).

Perawat merupakan sumber daya manusia di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada
pasien.Universal precaution merupakan pencegahan penularan penyakit dari tenaga kesehatan
dan sebaliknya.

Kepatuhan dalam penggunaan APD di rumah sakit Menurut Riyadi (2007), kepatuhan
(compliance) merupakan salah satu bentuk perilaku yang dapat dipengaruhi oleh faktor internal
maupun eksternal. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) termasuk faktor lingkungan karena
APD merupakan salah satu alat untuk melidungi diri para pekerja guna mengurangi resiko
kecelakaan kerja. Jadi, kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri merupakan perilaku
keselamatan spesifik terhadap objek lingkungan kerja. Kepatuhan penggunaan alat pelindung
diri memiliki peran yang penting dalam menciptakan keselamatan di tempat kerja. Berbagai
contoh perilaku (tindakan) kurang aman yang sering ditemukan di tempat kerja pada dasarnya
adalah perilaku tidak patuh terhadap prosedur kerja/operasi, seperti menjalankan mesin atau
peralatan tanpa wewenang, mengabaikan peringatan dan keamanan, kesalahan kecepatan pada
saat mengoprasikan mesin/ peralatan, tidak menggunakan alat pelindung diri dan
memperbaiki peralatan yang sedang bergerak atau dalam keadaan hidup atau dengan kata lain
tidak mengikuti prosedur kerja yang benar.

Menurut Geller (2001) kepatuhan pelaksanaan standar operasional prosedur


penggunaan APD masih rendah disebabkan karena budaya keselamatan yang belum cipta
dalam lingkungan kerja. Budaya keselamatan dipengaruhi oleh faktor perilaku,faktor
lingkungan dan faktor orang. Keberhasilan upaya pencegahan infeksi yang dilakukan oleh
perawat bedah salah satunya penggunaan APD yang wajib dipakai selama berada di kamar
operasi, yang tujuannya tidak hanya untuk perlindungan petugas itu sendiri dalam melakukan
tindakan yang aman tetapi juga untuk keselamatan pasien. Keberhasilan ini sangat dipengaruhi
oleh ketaatan individu pada aturan yang berlaku atau kepatuhan. Upaya pencegahan infeksi
yang dilakukan oleh perawat bedah salah satunya dengan penggunaan APD yang wajib dipakai
ketika mereka bekerja di kamar operasi.

Kepatuhan dalam penggunaan APD di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain, komunikasi, keterbatasan alat, pengawasan, dan sikap dari perawat itu sendiri.
Kontaminasi penyakit yang terjadi di lingkungan rumah sakit dapat dicegah dengan
meningkatkan keamanan dan kedisiplinan perawat dalam menggunakan

alat pelindung diri dan itu berlaku bagi semua perawat yang ada di seluruh unit pelayanan.
Tenaga perawat yang dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab untuk bekerja dalam
lingkungan yang membahayakan bagi kesehatan dirinya sendiri dan bahaya tersebut berupa
kemungkinan terpaparnya berbagai kuman penyakit yang ditularkan melalui darah, cairan
tubuh pasien, dan lain sebagainya (Riyanto, 2016, p. 81).

Penggunaan APD di RS di Indonesia ternyata lebih dari 40%, dan kenyataan di


lapangan para perawat rata- rata hanya menggunakan salah satu APD (jas lab, sarung tangan,
atau masker saja) saat menangani pasien. Adapun alasan perawat tidak menggunakan APD
ketika menangani pasien, pada umumnya (52%) di rumah sakit tidak tersedia APD yang
lengkap. Tidak tersedianya APD di rumah sakit kemungkinan di sebabkan karena kurangnya
perhatian dari kepala ruang dalam penyediaan APD, atau anggaran rumah sakit yang terbatas
sehingga dana untuk pengadaan APD juga menjadi terbatas. Alasan lain perawat karena malas,
lupa, tidak terbiasa dan repot. Alasan- alasan tersebut sangat terkait dengan kesadaran/perilaku
perawat dalam penggunaan APD. Penyebab utamanya kemungkinan karena kurangnya
pemahaman perawat terhadap bahaya yang

akan timbul sebagai akibat dari adanya penyakit yang berbahaya (Sukarjo, 2012, p. 23).

Kebijakan yang mengatur tenaga kerja untuk menggunakan APD harus menyatakan
secara jelas bahwa APD sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk melindungi dirinya dan
wajib dipatuhi. Kebijakan ini juga harus secara tertulis. Menurut Notoatmodjo (2011)
kebijakan merupakan faktor pendorong atau memperkuat untuk terjadinya suatu perilaku.
Faktor tersebut meliputi undangundang, peraturan, pengawasan dan sebagainya.

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan
kerja. Faktor risiko PAK antara lain: Golongan fisik, kimiawi, biologis atau psikososial di
tempat kerja. Faktor tersebut di dalam lingkungan kerja merupakan penyebab yang pokok dan
menentukan terjadinya penyakit akibat kerja. Faktor lain seperti kerentanan individual juga
berperan dalam perkembangan penyakit di antara pekerja yang terpajan.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya PAK adalah sebagai berikut:

1. Golongan fisik

a. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan pada pendengaran sampai dengan


Non-induced hearing loss
b. Radiasi (sinar radio aktif) dapat mengakibatkan kelainan darah dan kulit
c. Suhu udara yang tinggi dapat mengakibatkan heat stroke, heat cramps, atau
hyperpyrexia. Sedangkan suhu udara yang rendah dapat mengakibatkan frostbite,
trenchfoot atau hypothermia.
d. Tekanan udara yang tinggi dapat mengakibatkan caison disease
e. Pencahayaan yang tidak cukup dapat mengakibatkan kelahan mata. Pencahayaan yang
tinggi dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan.
2. Golongan kimia

a. Debu dapat mengakibatkan pneumokoniosis


b. Uap dapat mengakibatkan metal fume fever, dermatitis dan keracunan
c. Gas dapat mengakibatkan keracunan CO dan H2S
d. Larutan dapat mengakibatkan dermatitis
e. Insektisi dapat mengakibatkan keracunan
3. Golongan infeksi

a. Anthra

a. Brucell

b. HIV/AIDS

4. Golongan fisiologis

Dapat disebabkan oleh kesalahan kontruksi, mesin, sikap badan yang kurang baik, salah
cara melakukan suatu pekerjaan yang dapat mengakibatkan kelelahan fisik bahkan lambat
laun dapat menyebabkan perubahan fisik pada tubuh pekerja.
5. Golongan mental
Dapat disebabkan oleh hubungan kerja yang tidak baik atau keadaan pekerjaan yang
monoton yang menyebabkan kebosanan.

kebijakan, keselamatan masyarakat, dan tak terlepas dari keselamatan tenaga medis itu
sendiri.
Alat pelindung diri terbukti mampu membantu perawat mempermudah pelayanan
kesehatan oleh karena itu pengetahuan tentang alat pelindung diri harus dikuasi penuh oleh
perawat sehingga tingkat kepuasan pasien semakin baik. Diperlukannya peningkatan dalam
pengawasan terhadap perawat saat melakukan tindakan keperawatan.

B. Prosedur Bila Terjadi Tumpahan Atau Paparan/Pajanan


a. Bekerja dengan B3
1. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah menjaga prilaku pribadi saat bekerja dengan
menghindari mengganggu atau mengejutkan pegawai lain, tidak membiarkan lelucon praktis
keributan atau kegaduhan berlebih terjadi kapanpun, ataupun bahan B3 hanya dipergunakan
untuk tujuan yang dimaksudkan.
2. Menghindari cedera mata dengan pelindung mata, menghindari penghirupan bahan kimia
berbahaya (dapat menggunakan masker), menimalkan kontak kulit dengan mengenakan
sarung tangan kapanpun menangani B3.
3. Menghindari makan, minum, merokok, mengunyah permen karet, menggunakan kosmetik,
da minum obat ditempat bahan kimia berbahaya digunakan. Menyimpan makanan, minuman,
cangkir, dan peralatan makan dan minum lainnya ditempat bahan kimia ditangani atau atau
disimpan, ataupun mengecap bahan kimia. Mencuci tangan dengan sabun dan air segera
setelah bekerja dengan bahan kimia laboratorium apapun, meski sudah mengenakan sarung
tangan.

b. Penanganan Paparan B3
Apabila kita terkena bahan berbahaya beracun harus diberikan perlakuan khusus, berikut adalah
cara-cara penanganan apabila kita terkena limbah B3:
1. Untuk bahan mudah meledak
Sebaiknya bahan disimpan dalam minyak paraffin dan jangan disimpan didalam
laboratorium yang lembab.
2. Untuk yang bersifat korosif
a. Jika terkena kulit segera basuh dengan air yang mengalir beberapa saat, hal ini bertujuan
untuk mengurangi konsentrasi larutan.
b. Segera hubungi dokter untuk penanganan lebih lanjut.
3. Untuk bahan mudah terbakar
a. Perhatikan prosedur penyimpan bahan-bahan ini.
b. Sediakan kain basah jika terjadi kebakaran oleh minyak tanah atau alcohol.
c. Gunakan tabung pemadam kebakaran untuk memadamkan api.
4. Bahan berbahaya, berbau tajam dan menyengat
a. Pada saat menggunakan bahan ini hidung dan mulut harus ditutup dengan kain kasa.
b. Muntahkan jika tercium bahan ini dan segera hubungi dokter.
5. Bahan beracun
a. Jika bersentuhan dengan bahan ini basuh tangan dengan sabun dan alirkan air diatas
tangan beberapa saat.
b. Jika terhirup atau tertelan, segera muntahkan dan hubungi dokter.
c. Konsumsi susu setelah bekerja dengan bahan-bahan beracun.

c. Penanganan terhadap tumpahan limbah cair (bahan kimia) berbahaya

a. Tumpahan limbah cair (bahan Kimia) harus dilokalisir agar tidak menyebar ketempat.
b. Petugas yang melakukan pembersih harus menggunakan APD lengkap.
c. Petugas pembersihan harus menggunakan Kit pembersihan tumpahan limbah cair (bahan
kima) yang telah disiapkan.
d. Tumpahan yang dibenda keras dilap dengan kain atau bahan yang menyerap dan dibuang
ditempat sampah khusus kemoterapi, kemudian dibersihkan dengan menggunakan cairan
detergen kemudian dikeringkan.
e. Bahan kemoterapi yang tumpah pada kain, linen harus dilepas dan langsung dimasukkan
pada tempat linen khusus kemoterapi.
f. Bahan kemoterapi yang tumpah pada kulit segera bersihkan dengan lap dari bahan yang
menyerap, kemudian cuci bersih dengan menggunakan detergen dan air mengalir.
E. Pemberian Label atau rambu-rambu yang tepat pada B3 serta Limbahnya

Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau tulisan peringatan pada
wadah atau tempat penyimpanan untuk bahan berbahaya adalah tindakan pencegahan yang
esensial. pegawai yang bekerja pada pengelolaan B3 biasanya belum mengetahui sifat bahaya
dari bahan kimia dalam wadah/packingnya, demikian pula para pengguna di ruaangan dari
barang tersebut, dalam hal inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat penting.
Peringatan tentang bahaya dengan simbol dan label merupakan syarat penting dalam
perlindungan keselamatan kerja, namun hal tersebut tidak dapat dianggap sebagai
perlindungan yang sudah lengkap, usaha perlindungan keselamatan lainnya masih tetap
diperlukan.
a. Pengertiaan yang berkaitan dengan simbol B3 :
1) Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat dengan B3 adalah bahan
yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,
dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
2) Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan klasifikasi B3.
3) Label adalah uraian singkat yang menunjukkan antara lain klasifikasi dan jenis B3.
4) Kemasan adalah wadah atau tempat yang bagian dalamnya terdapat B3 dan
dilengkapi penutup.
5) Tempat penyimpanan kemasan B3 adalah bangunan atau dalam bentuk lain yang
digunakan untuk menyimpan kemasan B3.
b. Panduan Umum pemasangan Simbol
1) Setiap kemasan B3 wajib diberikan simbol sesuai dengan klasifikasinya dan label
sesuai dengan jenis dan klasifikasinya.
2) Setiap tempat penyimpanan kemasan dan alat pengangkutan B3 wajib diberi simbol
B3.
3) Bentuk dasar, ukuran dan bahan
a) Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah
ketupat berwarna dasar putih dan garis tepi belah ketupat tebal berwarna merah
(lihat gambar A). Simbol yang dipasang pada kemasan disesuaikan dengan ukuran
kemasan. Sedangkan simbol pada kendaraan pengangkut dan tempat
penyimpanan kemasan B3 minimal berukuran 25 cm x 25 cm.

Gambar A: bentuk dasar simbol

b) Simbol harus dibuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan dan bahan kimia
yang akan mengenainya. Warna simbol untuk dipasang di kendaraan pengangkut
bahan berbahaya dan beracun harus dengan cat yang dapat berpendar
(fluorenscence). Jenis simbol B3
c) Simbol B3 merupakan gambar yang menunjukan klasifikasi B3 yang terdiri dari
10 (sepuluh) jenis simbol yang dipergunakan, yaitu :
(1) Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak(explosive),
sebagaimana gambar (1).

Gambar (1) : Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah meledak (explosive).

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar bom
meledak (explosive/exploded bomb) berwarna hitam. Simbol ini menunjukkan suatubahan yang
pada suhu dan tekanan standar (25 oC, 760mmHg) dapat meledak dan menimbulkan kebakaran
atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan
tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan di sekitarnya.

(2) Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing), sebagaimana gambar Simbol
–simbol lain dapat di lihat pada lampiran :
Gambar (2) : Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat pengoksidasi (oxidizing)

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Gambar simbol berupa bola api
berwarna hitam yang menyala. Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang dapat melepaskan
banyak panas atau menimbulkan api ketika bereaksi dengan bahan kimia lainnya, terutama
bahanbahan yang sifatnya mudah terbakar meskipun dalam keadaan hampa udara.

(3) Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala (flammable), sebagaimana gambar

Gambar (3) : Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat mudah menyala (flammable)

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Gambar simbol berupa gambar nyala
api berwarna putih dan hitam. Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki karakteristik
sebagai berikut:

a. Dapat menjadi panas atau meningkat suhunya dan terbakar karena kontak dengan udara
pada temperature ambien;
b. Padatan yang mudah terbakar karena kontak dengan sumber nyala api;
c. Gas yang mudah terbakar pada suhu dan tekanan normal;
d. Mengeluarkan gas yang sangat mudah terbakar dalam jumlah yang berbahaya, jika
bercampur atau kontak dengan air atau udara lembab;
e. Padatan atau cairan yang memiliki titik nyala di bawah 0oC dan titik didih lebih rendah
atau sama dengan 35oC;
f. Padatan atau cairan yang memiliki titik nyala 0oC – 21oC;
g. Cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala
(flash point) tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak dengan
api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujiannya
dapat dilakukan dengan metode ”Closed-Up Test”;
h. Padatan yang pada temperatur dan tekanan standar (25oC dan 760 mmHg) dengan mudah
menyebabkan terjadinya kebakaran melalui gesekan, penyerapan uaair atau perubahan
kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus
menerus dalam 10 detik. Padatan yang hasil pengujian ”Seta Closed Cup Flash Point
Test”-nya menunjukkan titik nyala kurang dari 40oC;
i. Aerosol yang mudah menyala;
j. Padatan atau cairan piroforik; dan/atau
k. Peroksida organik.

(4) Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic), sebagaimana gambar

Gambar (4). : Simbol B3 klasifikasi bersifat beracun (toxic)

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar tengkorak dan
tulang bersilang Simbol ini menunjukkan suatu bahan yang memiliki karakteristik sebagai
berikut:

Sifat racun bagi manusia, yang dapat menyebabkan keracunan atau sakit yang cukup
serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut. Penentuan tingkat
sifat racun ini
Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar pohon dan
media lingkungan berwarna hitam serta ikan berwarna putih. Simbol ini untuk menunjukkan
suatu bahan yang dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan. Bahan kimia ini dapat
merusak atau menyebabkan kematian pada ikan atau organisme aquatic lainnya atau bahaya lain
yang dapat ditimbulkan, seperti merusak lapisan ozon (misalnya CFC = Chlorofluorocarbon),
persistent di lingkungan (misalnya PCBs = Polychlorinated Biphenyls).

(5) Simbol untuk B3 klasifikasi bersifat karsinogenik, teratogenik dan mutagenik (carcinogenic,
tetragenic, mutagenic), sebagaimana

Gambar (10) : Simbol B3 klasifikasi bersifat gas bertekanan

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah.Simbol berupa gambar tabung
gas silinder berwarna hitam. Simbol ini untuk menunjukkan bahaya gas bertekanan yaitu bahan
ini bertekanan tinggi dan dapat meledak bila tabung dipanaskan/terkena panas atau pecah dan
isinya dapat menyebabkan kebakaran

c. Ketentuan pemasangan simbol


Simbol pada kemasan B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat menempel dengan baik pada
kemasan, mudah penggunaannya, tahan lama, tahan terhadap air dan tahan
terhadap tumpahan isi kemasan B3;
a) Jenis simbol yang dipasang harus sesuai dengan karakteristik bahan yang
dikemasnya atau diwadahinya;
b) Simbol dipasang pada sisi-sisi kemasan yang tidak terhalang oleh kemasan
lain dan mudah dilihat;
c) Simbol tidak boleh terlepas atau dilepas dan diganti dengan simbol lain
sebelum kemasan dikosongkan dan dibersihkan dari sisa-sisa bahan berbahaya
dan beracun; dan
d) Kemasan yang telah dibersihkan dari B3 dan akan dipergunakan kembali
untuk mengemas B3 harus diberilabel “KOSONG”
2) Simbol pada kendaraan pengangkut B3. Simbol yang dipasang pada kendaraan
pengangkut B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a) Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat menempel dengan baik
pada alat angkut/kendaraan, mudah penggunaannya, dan tahan lama;
b) Simbol yang dipasang harus satu macam simbol yang sesuai dengan
klasifikasi B3 yang diangkutnya;
c) Ukuran minimum yang dipasang adalah 25 cm x 25 cm atau lebih besar,
sebanding dengan ukuran alat angkut yang digunakan;
d) Terbuat dari bahan yang tahan terhadap goresan, air, hujan, dan/atau bahan
kimia yang mungkin mengenainya (misalnya bahan plastik, kertas, atau plat

Gambar (9) : Simbol B3 klasifikasi bersifat karsinogenik, teratogenik dan


mutagenik (carcinogenic, tetragenic,mutagenic).

Warna dasar putih dengan garis tepi tebal berwarna merah. Simbol berupa gambar kepala dan
dada manusia berwarna hitam dengan gambar menyerupai bintang segi enam berwarna putih
pada dada. Simbol ini menunjukkan paparan jangka pendek, jangka panjang atau berulang
dengan bahan ini dapat menyebabkan efek kesehatan sebagai berikut:

a. karsinogenik yaitu penyebab sel kanker;


b. teratogenik yaitu sifat bahan yang dapat mempengaruhi pembentukan dan pertumbuhan
embrio;
c. mutagenic yaitu sifat bahan yang menyebabkan perubahan kromosom yang berarti dapat
merubah genética;
d. toksisitas sistemik terhadap organ sasaran spesifik;
e. toksisitas terhadap sistem reproduksi; dan/atau
f. gangguan saluran pernafasan.
D. Pelatihan yang dibutuhkan oleh Staff yang Menangani B3

Pelatihan tentang B3 limbah padat/medis di Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya

Sasarannya:

1. sumber/penghasil sampah medis:

- perawat diruang tindakan dan perawatan

- bidan diruang tindakan dan perawatan

2. Clening Service

3. Pengelola sampah medis di TPS.

Pelatihan tentang B3 limbah cair sasaran:

- operator pengelola limbah cair di Rumah Sakit

Pelatihan tentang penanganan tumpahan cairan tubuh atau paparan B3, sasaran

- Cleaning Service
F. pelaporan dan Investigasi dari Tumpahan, eksposur (terpapar)

Laporan dan investigasi dari paparan berbahaya dan beracun mengacu pada panduan
paparan pajanan yang telah ditetapkan.

Laporan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya akibat dari paparan limbah B3
diantaranya sebagai berikut:

1. Terjadi iritasi

2. Terjadi gatal-gatal

3. Terjadi Panas seperti terbakar\


KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

KABUPATEN PIDIE JAYA

Nomor : / / 2022

TENTANG

PANDUAN PENGELOLAAN BAHAN SERTA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN


BERACUN (B3) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIDIE JAYA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIDIE JAYA

Menimbang : a bahwa lingkungan hidup yang berada di rumah sakit perlu dijaga
. kelestariannya sehinggga tetap mampu menunjang pelaksanaan kegiatan
di dalam serta disekitar rumah sakit;
b bahwa setiap kegiatan yang dilakukan di dalam rumah sakit ada yang
. menggunakan bahan berbahaya dan beracun serta menghasilkan limbah
bahan berbahaya dan beracun

c bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam butir


. b,perlu ditetapkan suatu Panduan tentang pengelolaan bahan dan limbah
bahan berbahaya dan beracun;

bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada konsideran butir b dan c,


perlu ditetapkan Peraturan Direktur Tentang Pemberlakukan Panduan
d Pengelolaan Bahan dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun di
. Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya.

Mengingat : 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


. Rumah Sakit;

2 Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1087 /Menkes/SK/I/III/2010


. tentang Standart Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit;
3 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
. 432/Menkes/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit;
4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Kesehatan Kerja;
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 tahun 1999
tentang
6. Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
7. Undang – Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
8. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
9. Peraturan Pemerintah No. 85 Junto No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah B3.

10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 03 Tahun 2008 tentang


Tata Cara Pemberian Simbol Bahan Berbahaya dan Beracun

MEMUTUSKAN

PERTAMA : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PIDIE


JAYA TENTANG PANDUAN PENGELOLAAN BAHAN DAN LIMBAH
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DI RUMAH SAKIT
DAERAH PIDIE JAYA

KEDUA : Panduan Pengelolaan Bahan dan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun di
Rumah Sakit Umum Daerah Pidie Jaya sebagaimana dimaksud dalam
diktum kesatu, tercantum dalam lampiran Peraturan ini

KETIGA : Panduan Pengelolaan Bahan dan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun di
Rumah Sakit ini harus dibahas sekurang-kurangnya 3 ( tahun ) sekali dan
apabila diperlukan dapat dilakukan perubahan sesuai dengan perkembangan
yang ada
KEEMPAT : Peraturan ini berlaku sejak ditetapkan, dengan ketentuan apabila dikemudian
hari terdapat kesalahan akan diadakan perbaikan sebagaiman mestinya

Ditetapkan di : Meureudu
Pada tanggal : 20 September 2022
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah
Pidie Jaya

dr. H.Fajriman, S.p.S.M.Si. Med


Pembina TK I
NIP. 1970090920011 1 003

Anda mungkin juga menyukai